TINJAUAN TERHADAP PUTUSAN MA NO. 1026 K/PDT/2010 TENTANG KEABSAHAN JUAL BELI TANAH YANG TIDAK DILAKUKAN DI HADAPAN PPAT DIHUBUNGKAN DENGAN PP NO. 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH.
TINJAUAN TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 1026
K/PDT/2010 TENTANG KEABSAHAN JUAL BELI TANAH YANG TIDAK
DILAKUKAN DI HADAPAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH
DIHUBUNGKAN DENGAN PERATURAN
PEMERINTAH NOMOR 24
TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH
YOHANA MAGDALENA
110110120166
ABSTRAK
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah (PP No. 24 Tahun 1997), jual beli tanah merupakan salah satu cara untuk
mengalihkan hak milik atas tanah yang dibuktikan dengan akta jual beli yang dibuat
oleh dan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Dalam prakteknya,
masih banyak jual beli tanah yang tidak sesuai dengan ketentuan tersebut, seperti
kasus jual beli tanah yang terjadi antara Roesdiyono (Pemohon Kasasi semula
Penggugat / Terbanding I) selaku pihak pembeli dengan Sanukri (Termohon Kasasi
semula Tergugat / Terbanding II) selaku pihak penjual, yang diputuskan oleh
Mahkamah Agung dalam Putusan No. 1026 K/PDT/2010. Berdasarkan hal tersebut,
maka tujuan penelitian adalah untuk mengetahui akibat hukum dari jual beli tanah
yang tidak dilakukan di hadapan PPAT hasil tinjauan terhadap Putusan Mahkamah
Agung No. 1026 K/PDT/2010 dihubungkan dengan PP No. 24 Tahun 1997, dan
untuk mengetahui perlindungan hukum bagi pihak pembeli untuk dapat membuktikan
kepemilikannya atas tanah yang telah dibelinya, dalam hal jual beli tanah tidak
dilakukan di hadapan PPAT dan pihak penjual tidak diketahui keberadaannya.
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dan
menggunakan data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan serta data
primer yang diperoleh melalui studi lapangan sebagai sumber data. Spesifikasi
penilitiannya bersifat deskriptif analisis yaitu menggambarkan dan meneliti data-data
yang telah dikumpulkan.
Hasil dari penelitian ini adalah: Pertama, Akibat hukum dari jual beli tanah
yang tidak dilakukan di hadapan PPAT adalah tetap sah selama perbuatan hukum
jual beli tanah telah memenuhi syarat terang dan tunai berdasarkan Hukum Adat
yang menjadi landasan Hukum Tanah Nasional. Kendatipun demikian, jual beli
hanya akan mengikat para pihak yang melakukan jual beli, para ahli waris, serta
orang-orang yang diberitahu oleh mereka saja. Putusan Mahkamah Agung No. 1026
K/PDT/2010 yang menyatakan bahwa berdasarkan Pasal 37 ayat (1) PP No. 24
Tahun 1997, jual beli tanah yang tidak dilakukan di hadapan PPAT adalah tidak sah
secara hukum, dinilai kurang tepat. Kedua, Perlindungan hukum bagi pihak pembeli
untuk membuktikan kepemilikannya atas tanah yang dibelinya adalah mengajukan
permohonan ke Pengadilan Negeri setempat agar pengadilan menetapkan bahwa
pembeli dapat membuat dan menandatangani akta jual beli di hadapan PPAT atas
nama pembeli sendiri dan juga atas nama penjual karena yang bersangkutan sudah
tidak diketahui keberadaannya. Pihak pembeli dan penjual juga dapat membuat
perjanjian pengikatan jual beli untuk mengantisipasi apabila kelak terdapat keadaan
dimana penjual berhalangan untuk datang kembali guna pelaksanaan
penandatanganan akta jual belinya, maka pembeli diberi kuasa untuk dapat
melakukan jual belinya sendiri, baik mewakili calon penjual maupun dirinya sendiri
selaku calon pembeli di hadapan PPAT yang berwenang.
iv
K/PDT/2010 TENTANG KEABSAHAN JUAL BELI TANAH YANG TIDAK
DILAKUKAN DI HADAPAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH
DIHUBUNGKAN DENGAN PERATURAN
PEMERINTAH NOMOR 24
TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH
YOHANA MAGDALENA
110110120166
ABSTRAK
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah (PP No. 24 Tahun 1997), jual beli tanah merupakan salah satu cara untuk
mengalihkan hak milik atas tanah yang dibuktikan dengan akta jual beli yang dibuat
oleh dan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Dalam prakteknya,
masih banyak jual beli tanah yang tidak sesuai dengan ketentuan tersebut, seperti
kasus jual beli tanah yang terjadi antara Roesdiyono (Pemohon Kasasi semula
Penggugat / Terbanding I) selaku pihak pembeli dengan Sanukri (Termohon Kasasi
semula Tergugat / Terbanding II) selaku pihak penjual, yang diputuskan oleh
Mahkamah Agung dalam Putusan No. 1026 K/PDT/2010. Berdasarkan hal tersebut,
maka tujuan penelitian adalah untuk mengetahui akibat hukum dari jual beli tanah
yang tidak dilakukan di hadapan PPAT hasil tinjauan terhadap Putusan Mahkamah
Agung No. 1026 K/PDT/2010 dihubungkan dengan PP No. 24 Tahun 1997, dan
untuk mengetahui perlindungan hukum bagi pihak pembeli untuk dapat membuktikan
kepemilikannya atas tanah yang telah dibelinya, dalam hal jual beli tanah tidak
dilakukan di hadapan PPAT dan pihak penjual tidak diketahui keberadaannya.
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dan
menggunakan data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan serta data
primer yang diperoleh melalui studi lapangan sebagai sumber data. Spesifikasi
penilitiannya bersifat deskriptif analisis yaitu menggambarkan dan meneliti data-data
yang telah dikumpulkan.
Hasil dari penelitian ini adalah: Pertama, Akibat hukum dari jual beli tanah
yang tidak dilakukan di hadapan PPAT adalah tetap sah selama perbuatan hukum
jual beli tanah telah memenuhi syarat terang dan tunai berdasarkan Hukum Adat
yang menjadi landasan Hukum Tanah Nasional. Kendatipun demikian, jual beli
hanya akan mengikat para pihak yang melakukan jual beli, para ahli waris, serta
orang-orang yang diberitahu oleh mereka saja. Putusan Mahkamah Agung No. 1026
K/PDT/2010 yang menyatakan bahwa berdasarkan Pasal 37 ayat (1) PP No. 24
Tahun 1997, jual beli tanah yang tidak dilakukan di hadapan PPAT adalah tidak sah
secara hukum, dinilai kurang tepat. Kedua, Perlindungan hukum bagi pihak pembeli
untuk membuktikan kepemilikannya atas tanah yang dibelinya adalah mengajukan
permohonan ke Pengadilan Negeri setempat agar pengadilan menetapkan bahwa
pembeli dapat membuat dan menandatangani akta jual beli di hadapan PPAT atas
nama pembeli sendiri dan juga atas nama penjual karena yang bersangkutan sudah
tidak diketahui keberadaannya. Pihak pembeli dan penjual juga dapat membuat
perjanjian pengikatan jual beli untuk mengantisipasi apabila kelak terdapat keadaan
dimana penjual berhalangan untuk datang kembali guna pelaksanaan
penandatanganan akta jual belinya, maka pembeli diberi kuasa untuk dapat
melakukan jual belinya sendiri, baik mewakili calon penjual maupun dirinya sendiri
selaku calon pembeli di hadapan PPAT yang berwenang.
iv