ALASAN KASASI JUDEX FACTIE TIDAK MEMPERTIMBANGKAN SAKSI YANG MERINGANKAN DAN KEBERATAN ATAS KETERANGAN ANGGOTA BRIMOB DALAM REKAYASA KASUS NARKOTIKA (Studi Putusan Mahkamah Agung NO.904K/Pid.Sus/2013).

PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara hukum yang dijalankan berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang DasarNegara Republik Indonesia tahun
1945. Tepatnya dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945
disebutkan bahwa Negara Indonesia merupakan negara yang didasarkan
atas hukum (rechstaat), bukan merupakan negara yang hanya berdasar pada
kekuasaan (machstaat).Hukum merupakan alat rekayasa sosial. Hal ini
berarti hukum bisa berfungsi untuk mengendalikan masyarakat dan bisa
juga menjadi sarana untuk melakukan perubahan-perubahan dalam
masyarakat (Satjipto Rahardjo, 2010: 189). Negara hukum bertujuan untuk
menciptakan kesejahteraan bagi warga negaranya dengan menjamin hak
asasi manusia, termasuk kepada pelaku kejahatan. Demi mewujudkan
ketertiban, keadilan, dan kesejahteraan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara dengan supremasi hukum, maka hukum harus ditaati dan
dihormati oleh siapapun tanpa terkecuali baik oleh warga negara, penegak
hukum, maupun oleh penguasa negara, sehingga segala tindakannya harus
dilandasi oleh hukum.
Hukum yang berlaku di Indonesia salah satunya merupakan hukum
acara pidana. Hukum acara pidana adalah hukum yang mengatur hubungan
antara negara dan alat-alat kelengkapannya atau hubungan negara dengan
warga negaranya dan termasuk dalam ranah hukum publik. Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana atau disingkat KUHAP menjadi dasar dan

pedoman bagi penegak hukum dalam menjalankan tugas dan fungsinya baik
dalam ranah penyelidikan dan penyidikan, penuntutan, maupun proses
pemeriksaan dalam sidang pengadilan yang bermuara pada dibentuknya
putusan hakim. Konsep penegakan hukum yang demikian diwujudkan
dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara
Pidana.
Salah satu perkara pidana yang marak dibicarakan sampai dengan
hari ini adalah perkara narkotika. Polemik yang sering terjadi adalah

anggapan seorang pengguna sebagai pelaku kejahatan atau korban dan
banyaknya kasus rekayasa penangkapan pengguna maupun pengedar
narkotika.
pengaturan

Indonesia
guna

telah

mengupayakan


mencegah

dan

seperangkat

menindak

pelaku

instrumen
kejahatan

penyalahgunaan narkotika dan psikotropika. Sebagai bukti keseriusan
pemerintah Indonesia dalam menanggulangi penyalahgunaan narkotika
tersebut telah diwujudkan dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor
35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Kegiatan proses perkara pidana dalam hukum acara pidana tertuju
kepada dua sasaran pokok yaitu usaha melancarkan jalannya (proses)

penerapan hukum pidana oleh alat perlengkapan negara yang berwenang
dan jaminan hukum bagi setiap orang untuk menghindarkan tuntutan atau
hukuman yang bertentangan dengan hak asasi manusia. Dalam penulisan
hukum ini terdapat suatu kasus yang menunjukan tidak sempurnanya
(proses) penerapan hukum pidana. Dalam proses mengungkapkan tindak
pidana yang terjadi, tindak menyidik dan menyelidik merupakan urgensi
dalam rangkaian proses pembuktian.Tindakan menyidik, menuntut dan
menghukum

terhadap

kejahatan/pelanggaran

dimaksudkan

untuk

menegakkan ketertiban, ketentraman dan dan keamanan bagi masyarakat,
akan tetapi justru dengan tindakan-tindakan itu dapat sekaligus melukai dan
merampas hak-hak perseorangan (Bambang Poernomo, 2013: 5).

Menurut Pasal 1 angka 5 KUHAP yang dimaksud dengan
penyelidikan adalah ”Serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan
menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna
menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang
diatur dalam undang-undang ini”. Menurut Pasal 1 angka 1 KUHAP jo
Pasal 1 angka 10 Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 2002 tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia, bahwa yang dimaksud dengan
penyidikan adalah ”Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik
dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk

mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang
tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya”.
Tuntutan profesi sebagai aparat penegak hukum seringkali membuat
aparat penegak hukum gelap mata dalam proses mengungkap sebuah tindak
pidana. Demi cepat dan mudahnya proses penyelidikan sebuah tindak
pidana, seringkali aparat penegak hukum menyalahi tugas dan wewenang,
bahkan melanggar hak asasi manusia dari seorang tersangka atau terdakwa.
Tidak jarang muncul kasus-kasus yang direkayasa oleh aparat penegak
hukum seperti kasus yang diangkat dalam penulisan hukum ini.
Salah satu perkara narkotika dengan terdakwa bernama Yohanes

Humuntal Siregar alias Utal pada putusan Pengadilan Negeri Pekanbaru
Nomor 688/PID.SUS/2012/PN.PBR tanggal 13 Desember 2012 yang
dinyatakan bersalah “Memiliki, menyimpan dan menguasai Narkotika
Golongan I (satu)”melanggar Pasal 111 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor
35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Dalam perkara ini, berawal dari
ditangkapnya Terdakwa pada hari Senin 16 Juli 2012 sekira jam 18.00 WIB
yang menurut keterangan penyidik telah ditemukan 1 (satu) paket Narkotika
yang diduga jenis ganja beserta 6 (enam) lembar kertas/paper yang disimpan
Terdakwa di saku celana depan kanan. Namun atas keterangan penyidik
yang menyatakan hal tersebut, Terdakwa tidak mengakui atas dakwaan
yang diberikan kepadanya. Sebaliknya, Terdakwa menyatakan bahwa
keterangan

penyidik

sebagai

saksi-saksi

BAP


tidak

dapat

dipertanggungjawabkan kebenarannya karena sarat dengan kepentingan
pribadi. Pula atas keterangan saksi yang tidak bersesuaian membuat fakta
peristiwa tidak dapat terungkap dengan sebenar-benarnya. Terdakwa
menyertakan pula dalam alasan kasasinya bahwa Terdakwa telah
mengalami penyiksaan selama masa interogasi Terdakwa dipaksa mengakui
barang bukti ganja adalah milik Terdakwa. Atas dasar-dasar tersebut,
Terdakwa mengajukan kasasi yang pada intinya mengatakan bahwa hakim
Judex Factie telah salah dalam menerapkan hukum.

Keberatan yang disampaikan oleh terdakwa maupun Penuntut
Umum dapat dimintakan upaya hukum. Pasal 1 butir 12 KUHAP
mengatakan bahwa upaya hukum merupakan hak Terdakwa atau Penuntut
Umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan
atau banding atau kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan
peninjauan kembali dalam hal serta cara yang diatur dalam KUHAP. Upaya

hukum tersebut dapat berupa upaya hukum biasa dan upaya hukum luar
biasa.Upaya hukum merupakan sarana untuk melaksanakan hukum, yaitu
hak terpidana atau jaksa penuntut umum untuk tidak menerima penetapan
atau putusan pengadilan, karena tidak merasa puas dengan penetapan atau
putusan tersebut.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, penulis menyampaikan sebuah
penulisan hukum dengan judul “ALASAN KASASI JUDEX FACTIE
TIDAK MEMPERTIMBANGKAN SAKSI YANG MERINGANKAN
DAN KEBERATAN ATAS KETERANGAN ANGGOTA BRIMOB
DALAM REKAYASA KASUS NARKOTIKA (Studi Putusan
Mahkamah Agung Nomor 904K/Pid.Sus/2013)”

Dokumen yang terkait

Analisis Putusan Mahkamah Agung Mengenai Putusan yang Dijatuhkan Diluar Pasal yang Didakwakan dalam Perkaran Tindak Pidana Narkotika Kajian Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 238 K/Pid.Sus/2012 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2497 K/Pid.Sus/2011)

18 146 155

Analisis Tentang Putusan Mahkamah Agung Dalam Proses Peninjauan Kembali Yang Menolak Pidana Mati Terdakwa Hanky Gunawan Dalam Delik Narkotika

1 30 53

Dissenting Opinion Judex Juris Memutus Alasan Kasasi Penuntut Umum Judex Factie Mengabaikan Fakta Hukum Pembuktian Dalam Persidangan Perkara Narkotika (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 1693 K/Pid.Sus/2015).

0 0 13

ALASAN KASASI PENUNTUT UMUM TERHADAP KESALAHAN PENILAIAN PEMBUKTIAN DALAM PUTUSAN JUDEX FACTIE DAN JUDEX JURIS MENGADILI SENDIRI PERKARA KORUPSI (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2713K/PID.SUS/2015).

0 0 14

Permohonan Kasasi Penuntut Umum Terhadap Putusan Bebas Judex Factie tanpa Mempertimbangkan Fakta Persidangan Sebagai Alat Bukti Petunjuk dalam Perkara Narkotika (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1359K/Pid,Sus/2013).

0 0 14

ALASAN KASASI ODITUR MILITER TERHADAP PUTUSAN JUDEX FACTIE MENJATUHKAN PIDANA TIDAK SESUAI TUNTUTAN DAN PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG MEMUTUS PERKARA NARKOTIKA (Studi Putusan MAHKAMAH AGUNG NOMOR 312 K/MIL/2015).

0 0 12

ALASAN PENGAJUAN KASASI PENUNTUT UMUM JUDEX FACTIE SALAH MENERAPKAN HUKUM TIDAK MEMPERTIMBANGKAN UNSUR PASAL PENGANIAYAAN YANG MENYEBABKAN MATINYA ORANG ( Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor : 791 K/PID/2014 ).

0 0 13

KAJIAN TENTANG PERMOHONAN KASASI ATAS DASAR PUTUSAN JUDEX FACTIE TIDAK MEMPERTIMBANGKAN BARANG BUKTI DAN IMPLIKASI TERHADAP PUTUSAN YANG DIJATUHKAN JUDEX JURIS DALAM PERKARA NARKOTIKA.

0 0 1

TINJAUAN TENTANG JUDEX FACTIE MENGABAIKAN HAL YANG MERINGANKAN SEBAGAI ALASAN HUKUM TERDAKWA MENGAJUKAN KASASI DAN ARGUMENTASI HUKUM MAHKAMAH AGUNG MENJATUHKAN PUTUSAN DALAM PERKARA PENGANIAYAAN.

0 4 80

ARGUMENTASI KASASI PENUNTUT UMUM BERDASARKAN KESALAHAN JUDEX FACTIE MEMUTUS PERKARA PENGANIAYAAN KARENA TIDAK MEMPERTIMBANGKAN KETERANGAN SAKSI DAN ALAT BUKTI SURAT (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 244 K/PID/2015) - UNS Institutional Repository

0 0 14