PENGARUH KONVERSI LAHAN MANGROVE MENJADI TAMBAK TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI KECAMATAN CIBUAYA KABUPATEN KARAWANG.

(1)

NO. DAFTAR FPIPS: 1929/UN.40.2.4/PL/2013 PENGARUH KONVERSI LAHAN MANGROVE MENJADI TAMBAK TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI KECAMATAN CIBUAYA

KABUPATEN KARAWANG SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Jurusan Pedidikan Geografi

Oleh :

Mira Rahmayanti (0900767)

JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(2)

KABUPATEN KARAWANG

Oleh : Mira Rahmayanti

0900767

Sebuah Skripsi yang Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Pedidikan Geografi

© Mira Rahmayanti Universitas Pendidikan Indonesia

2014


(3)

MIRA RAHMAYANTI 0900767

PENGARUH KONVERSI LAHAN MANGROVE MENJADI TAMBAK TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI KECAMATAN CIBUAYA

KABUPATEN KARAWANG

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH : Pembimbing I

Prof. Dr. Wanjat Kastolani, M.Pd. NIP. 19620512 198703 1 002

Pembimbing II

Drs. Jupri, M.T. NIP. 19600615 198803 1 003

Mengetahui

Ketua Jurusan Pendidikan Geografi FPIPS UPI BANDUNG

Dr. Hj. Epon Ningrum, M.Pd NIP. 19620304 198704 2 001


(4)

PENGARUH KONVERSI LAHAN MANGROVE MENJADI TAMBAK TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI KECAMATAN CIBUAYA

KABUPATEN KARAWANG ABSTRAK

(MIRA RAHMAYANTI, 2013)

Kabupaten Karawang terdapat kawasan mangrove yang tersebar di 9 kecamatan, yaitu Pakis, Batujaya, Tirtajaya, Cibuaya, Pedes, Cilebar, Tempuran, Cilamaya Kulon, Cilamaya Wetan. Dibandingkan dengan kecamatan lain, Kecamatan Cibuaya memiliki konversi lahan mangrove menjadi tambak yang cukup tinggi. Selain itu terdapat permasalahan lain di antaranya adalah fenomena abrasi yang semakin tinggi dan parahnya kerusakan terhadap lingkungan. Karakteristik pesisir Kecamatan Cibuaya dengan memiliki tekstur tanah bersedimen lumpur menjadikan wilayah ini cocok untuk tumbuh kembangnya mangrove namun memiliki tingkat abrasi yang lebih tinggi dibandingkan pantai lainnya, maka hutan mangrove sangat penting tumbuh dilingkungan pesisir Kecamatan Cibuaya. Berdasarkan penjelasan di atas maka, penulis tertarik mengangkat masalah ini untuk dijadikan penelitian. Masalah yang diteliti dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh konversi lahan mangrove menjadi tambak terhadap sosial ekonomi Kecamatan Cibuaya Kabupaten Karawang.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Adapun variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas (indevendent variable) dan variabel terikat (depedent variable). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah konversi lahan mangrove menjadi tambak. Sedangkan variabel terikatnya ialah kondisi sosial ekonomi, yang terdiri dari pendapatan, pendidikan, kepemilikan seperti luas tambak dan luas rumah dan pengeluaran. Teknis analisi data yang digunakan adalah persentase, analisis tabel silang (crosstabulation) dan analisis korelasi.

Berdasarkan penelitian, pola konversi mangrove di Kecamatan Cibuaya pada tahun 2008 mengelompok dan memanjang namun pada tahun 2012 menyebar akibat dari konversi lahan mangrove menjadi tambak. Sedangkan pengaruh konversi lahan mangrove menjadi tambak terhadap kondisi sosial ekonomi yaitu sangat berpengaruh, karena dapat menghasilkan nilai tambah bagi masyarakat dari hasil tambak yang luas lahan tambaknya bertambah, namun di sisi lain kelestarian mangrove dapat terancam. Bahaya abrasi dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan dan kerugian terhadap kondisi sosial ekonomi penduduk apabila terus menerus terjadi konversi lahan mangrove menjadi tambak.

Kata Kunci : Cibuaya, Konversi, Mangrove


(5)

Abstract

Karawang is the mangrove area spread over 9 districts, namely on Batujaya, fern, Tirtajaya, on Cibuaya, Pedes, Cilebar, Cilamaya Kulon, Tempuran, Cilamaya Wetan. Compared with other sub-district, sub-district of mangrove land conversion on Cibuaya has become a fairly high embankment. In addition there are other problems which are increasingly high abrasion phenomena and the severity of the damage to the environment. Characteristics of coastal Districts on Cibuaya with a bersedimen mud soil texture makes the area suitable for growing mangrove channel but has higher abrasion rate compared to other beaches, mangrove forests are very important growing coastal surroundings on Cibuaya Sub-district. Based on the above explanation then, the author is interested in raising this issue for research. The problem examined in this study is how the effects of land conversion into mangrove embankment against the social economy on Cibuaya Sub Regency of Karawang.

The methods used in this research is descriptive method. As for the variables in this study consisted of a free variable (indevendent variable) and variable (depedent variables). Free variables in this study are land conversion into a mangrove pond. While the variable terikatnya is the socio-economic conditions, which consists of income, education, ownership of such broad embankment and spacious House and spending. Technical analysis data used is the percentage of cross-tabular analysis (crosstabulation) and analysis corelation.

Based on research, the conversion of mangrove in pattern on Cibuaya in 2008 and extends but clumped in 2012 due to spread of mangrove land conversion into a pond. While the effects of land conversion into mangrove embankment towards socio-economic conditions which are very influential, as it can generate added value for the community of farmed land area which results tambaknya increased, but on the other hand the sustainability of mangrove can be threatened. The danger of abrasion can lead to environmental degradation and loss of socio-economic conditions of the inhabitants when continuously happen mangrove land conversion into a pond.

Keywords: cibuaya, the conversion of, the mangrove


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ...i

ABSTRACT ...ii

KATA PENGANTAR ...iii

UCAPAN TERIMA KASIH ...iv

DAFTAR ISI ...vi

DAFTAR TABEL ...x

DAFTAR GAMBAR ...xii

BAB I PENDAHULUAN ...1

A. Latar Belakang ...1

B. Rumusan Masalah ...7

C. Tujuan Penelitian ...7

D. Manfaat Penelitian ...7

BAB II KAJIAN PUSTAKA ...8

A. Lahan ...8

B. Konversi ...9

C. Mangrove ...10

D. Tambak ...20

E. Kondisi Sosial Ekonomi ...24

F. Kerangka Pemikiran ...28

BAB III PROSEDUR PENELITIAN ...29

A. Metode Penelitian ...29

B. Populasi dan Sampel ...29

C. Variabel Penelitian ...34

D. Definisi Operational ...34

E. Teknik Pengelolaan Data ...36


(7)

vii

G. Teknik Analisis Data ...37

H. Alat dan Bahan ...41

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...42

A. Kondisi Fisik Daerah Penelitian ...42

B. Kondisi Sosial Penduduk Daerah Penelitian...52

C. Analisis Data Responden Mengenai Pengeruh Konversi Mangrove Menjadi Tambak Terhadap Sosial Ekonomi Petambak Di Kecamatan Cibuaya ... 60

D. Kondisi Hutan Mangrove Di Kecamatan Cibuaya Kabupaten Karawang ...66

E. Kondisi Tambak di Kecamatan Cibuaya Kabupaten Karawang...77

F. Kondisi Sosial Ekonomi di Kecamatan Cibuaya Kabupaten Karawang ...79

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...99

A. Kesimpulan ...99

B. Rekomendasi ...101

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(8)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

1.1 Luas Hutan Mangrove di Indonesia tahun 2002 ... 1

1.2 Luas dan Kondisi Hutan Mangrove Di Jawa Barat ... 3

1.3 Luas Hutan Mangrove di Kabupaten Karawang Tahun 2008-2012 ... 4

1.3 Potensi Dan Kondisi Hutan Mangrove di Kabupaten Karawang Tahun 2012 . 5 1.4 Perubahan luas area (Ha) tambak tahun 2008- 2012 ... 6

2.1 Persamaan Penyebaran Jenis-Jenis Mangrove Di Pulau-Pulau Utama Di Indonesia ... 13

2.2 Padat Penebaran Sistem Budidaya Ikan ... 22

2.3 Perbandingan Pola Pengelolaan Pada Budidaya Udang Di Tambak ... 23

2.4 Daftar Pestisida Organik dan Dosis Pemakaiannya... 24

3.1 Kependudukan Kecamatan Cibuaya tahun 2012 ... 31

3.2 Kriteria Sampel Penelitian ... 33

3.3 Kriteria Penilaian Persentase ... 39

3.4 Interval Nilai Koefisien Korelasi dan Kekuatan Hubungan ... 40

4.1 Luas Desa di Kecamatan Cibuaya ... 42

4.2 Data Curah Hujan Bulanan Daerah Penelitian Periode 2003- 2012 ... 48

4.3 Frekuensi Bulan Kering, Bulan Lembap, Bulan Kering Periode 2003-2012 ... 48

4.4 Klasifikasi Iklim Schmidt Ferguson ... 49

4.5 Jenis Tanah Pesisir Pantai Karawang ... 51

4.6 Sedimen Pantai di Kabupaten Karawang ... 52


(9)

ix

4.8 Jumlah dan Kepadatan Penduduk Tahun 2012 ... 56

4.9 Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia ... 57

4.10 Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 58

4.11 Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 59

4.12 Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ... 60

4.13 Jumlah Responden Berdasarkan Golongan Usia ... 60

DAFTAR GAMBAR Gambar Judul Halaman 2.1 Kerangka Pemikiran ... 28

3.2 Variabel Penelitian... 34

4.1 Peta Administratif Kecamatan Cibuaya Kabupaten Karawang ... 43

4.2 Peta Penggunaan Lahan di Kecamatan Cibuaya Kabupaten Karawang tahun 2008 ... 54

4.3 Peta Penggunaan Lahan di Kecamatan Cibuaya Kabupaten Karawang tahun ... 55

4.4 Persentase Jumlah Responden Berdasarkan Golongan Usia ... 61

4.5 Persentase Jumlah Responden Berdasarkan jenis Kelamin ... 62

4.6 Persentase Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat pendidikan ... 63

4.7 Persentase Jumlah Responden Berdasarkan Jenis Mata Pecaharian Sampingan ... 64

4.8 Persentase Jumlah Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan Responden ... 65

4.9 Persentase Luas Lahan Mangrove yang Dikonversi ... 68

4.10 Grafik Kondisi Mangrove Desa Sedari... 69

4.11 Grafik Kondisi Mangrove Desa Cemarajaya ... 70

4.12 Grafik Jenis Ikan ... 81


(10)

x

4.14 Grafik Kendala Proses Budidaya ... 84 4.15 Grafik Jenis Obat Pengelolaan Tambak ... 85 4.16 Grafik Pendapatan Sampingan ... 88


(11)

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang

Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia dengan panjang garis pantai sekitar 81.000 km serta lebih dari 17.508 pulau dan luas laut sekitar 3,1 juta km2 sehingga wilayah pesisir dan laut Indonesia dikenal sebagai Negara dengan kekayaan dan keanekaragaman hayati laut terbesar di dunia dengan memiliki ekosistem pesisir seperti mangrove, terumbu karang dan padang lamun.

Ekosistem wilayah pesisir yang sangat potensial dan produktif salah satunya yaitu ekosistem mangrove. Sebagai Negara yang terletak di wilayah tropis, Indonesia sangat potensial untuk tumbuh kembangnya ekosistem mangrove yang merupakan hutan khas daerah tropis dan subtropis. Hutan mangrove ditemukan hampir di seluruh kepulauan di Indonesia, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1.1 tentang luas hutan mangrove di Indonesia.

Tabel 1.1

Luas Hutan Mangrove di Indonesia Tahun 2002

No Wilayah Luas (ha) Persen

1 Bali 1.950 0,1

2 Irian Jaya 1.326.990 38

3 Jawa Tengah 18.700 0,5

4 Jawa Barat 8.200 0,2

5 Jawa Timur 6.900 0,2

6 Kalimantan Barat 194.300 5,6 7 Kalimantan Tengah 48.740 1,4 8 Kalimantan Timur 775.640 22,2 9 Kalimantan Selatan 120.780 3,5

10 Maluku 148.710 4,3

11 Nusa Tenggara 15.400 0,4

12 Sulawesi 256.800 7,4

13 Sumatera 570.000 16,3

Jumlah 3.493.110 100

Sumber: FAO (2002) dalam Santoso (2008)

Berdasarkan data pada Tabel 1.1, menujukan bahwa luas hutan mangrove di Indonesia pada tahun 2002 yaitu mencapai 3.493.110 Ha. Wilayah yang memiliki lahan yang paling luas yaitu Irian Jaya dengan luas lahan mangrove


(12)

mencapai 1.326.990 Ha dan yang memiliki luas lahan mangrove paling sempit yaitu wilayah Bali dengan luas lahan mangrove hanya sebesar 1.950 Ha. Sedangkan menurut Dahuri (2001:13), bahwa:

Hutan mangrove di Indonesia pada tahun 1982 yaitu 5.209.543 Ha, berkurang menjadi 3.235.700 Ha pada tahun 1987 dan menurun kembali menjadi 2.496.185 Ha pada tahun 1993. Diperkirakan 50% hutan mangrove di Indonesia rusak. Hutan mangrove mengalami deforestasi dengan kategori; 42% rusak berat, 29% rusak, < 23% baik dan 6% sangat baik. Menyempitnya luasan hutan mangrove salah satu penyebabnya yaitu pembukaan tambak udang secara massif sejak tahun 1980-an sebagai manifestasi revolusi biru. Luas tambak di pulau Jawa sampai tahun 1997 adalah 128.740 Ha di Jawa Barat, 50.330 Ha di Jawa Tengah 30.497 Ha, dan di Jawa Timur 47.913 Ha.

Menurut pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa luas lahan mangrove di Indonesia terus berkurang dari tahun ke tahun, padahal tingginya potensi ekonomi wilayah pesisir dapat menjadi faktor penarik dan pendorong untuk perkembangan wilayah.

Potensi ekonomi berasal dari berbagai pemanfaatan lahan di sekitar pesisir pantai seperti tambak, pertanian, industri, pemukiman, pelabuhan, pariwisata dan pertambangan. Masing-masing sektor berkembang dengan pesat sehingga menuntut perluasaan lahan. Akibat dari tingginya kebutuhan lahan maka semakin tinggi pula lahan yang mengalami konversi dengan mengabaikan fungsi lahan, sehingga terjadi kerusakan pada lingkungan pesisir dengan kecenderungan semakin tinggi dan pada gilirannya akan merugikan masyarakat secara ekonomis dan ekologis.

Secara umum, rusaknya hutan mangrove terutama disebabkan oleh banyaknya budidaya tambak yang tidak memperhatikan jalur hijau (green belt) sehingga tingkat abrasi semakin tinggi. Hutan mangrove pada dasarnya berfungsi sebagai perlindungan pantai sekaligus sebagai penahan abrasi dan mempercepat pengendapan lumpur yang dibawa oleh air sungai disekitarnya (Adisasmita 2006: 55). Oleh karena itu hutan mangrove berperan penting terhadap lingkungan pesisir. Tingkat abrasi pada sebagian wilayah pesisir pantai Indonesia sangat


(13)

3

tinggi sekitar 30.000 km garis pantai atau sekitar 40% dari 80.000 km bibir pantai rusak akibat abrasi. Tingginya tingkat abrasi akan berdampak sangat besar terhadap kondisi ekonomis dan ekologis apabila kurangnya pengelolaan lahan sekitar wilayah pesisir. Adanya perkiraan bahwa sekitar 60% dari populasi penduduk Indonesia bermukim di pesisir dan 80% dari lokasi industri di Indonesia mengambil tempat di wilayah pesisir. (Opini Publik, 2003, dalam Laporan Kegiatan Pesisir Dinas Lingkungan Hidup, Pertambangan dan Energi 2008).

Di Pulau Jawa terutama Jawa Barat terjadi perluasan lahan tambak secara besar-besaran ini mengakibatkan penyempitannya luas hutan mangrove. Dengan kata lain hutan mangrove di pulau Jawa dalam kurun waktu tertentu akan habis terekploitasi. Luas dan kondisi hutan mangrove di Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 1.2.

Tabel 1.2

Luas dan Kondisi Hutan Mangrove Di Jawa Barat

No Kabupaten Pesisir

Kondisi Hutan Mangrove (Ha) Luas Baik Sedang Rusak Rehabili

tasi

Berubah Fungsi 1 Ciamis 237,58 97,08 60,75 79,75 2,00 29,99 2 Tasikmalaya 45,50 15,10 - 30,40 38,00 9,00

3 Garut 50,90 24,40 16,60 9,90 1,20 12,00

4 Cianjur 2,00 - 1,00 1,00 0,50 2,50

5 Sukabumi 6,50 0,30 1,60 4,30 0,30 2,10

6 Bekasi 12.354,00 3.570,00 5.205,00 3.579,00 69,00 -

7 Karawang 6.099,00 575,90 - - - 1.801,50

8 Subang 946,00 125,00 160,00 661,00 403,00 - 9 Indramayu 17.782,06 82,00 4.210,71 13,489,35 4.115,00 136,06 10 Cirebon 1.384,56 347,00 - 1.037,56 896,30 - 11 Kota

Cirebon

20,00 10,00 - 10,00 5,00 -

Jumlah 38.834,10 4.846,78 9.655,66 18.902,26 5.530,30 1.993,17 Sumber : Dikutip dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Barat, 2008

Berdasarkan tabel 1.2 di atas dapat diketahui kondisi mangrove di Jawa Barat yang rusak mencapai 18.902,26 Ha dan yang berubah fungsi yaitu seluas 1.993,17 Ha. Padahal keberadaan hutan mangrove ini sangat penting untuk wilayah pesisir, bahkan pemerintah sudah mengeluarkan undang-undung untuk pelestarian lingkungan salah satunya terhadap kelestarian ekosistem hutan


(14)

mangrove. Menurut undang- undang No. 5 tahun 1990 (dalam Arief A, 2003: 10), Konservasi Sumber daya Alam Hayati dan Ekosistemnya merupakan suatu kekuatan dalam pelaksanaan konservasi kawasan hutan mangrove. Dalam undang- undang tersebut terdapat tiga aspek yang sangat penting, yaitu

1. Perlindungan terhadap sistem penyangga kehidupan dengan menjamin terpeliharanya proses ekologi bagi kelangsungan hidup biota dan keberadaan ekosistemnya

2. Pengawetan sumber plasma nutfah, yaitu menjamin terpeliharanya sumber genetik dan ekosistemnya, yang sesuai bagi kepentingan kehidupan umat manusia.

3. Pemanfaatan secara resmi atau berkelanjutan, baik berupa produksi dan jasa.

LPP Mangrove (2008) mengemukakan bahwa bentuk tekanan terhadap kawasan mangrove yang paling besar adalah pengalihfungsian (konversi) lahan mangrove menjadi tambak udang/ikan, sekaligus pemanfaatan kayunya untuk diperdagangkan. Selain itu tumbuhnya berbagai konflik akibat berbagai kepentingan antarlintas instansi sektoral maupun antar lintas wilayah administratif. Secara idealnya pemanfaatan kawasan mangrove harus mempertimbangkan kebutuhan masyarakat akan tetapi jangan sampai mengakibatkan kerusakan mangrove.

Pesisir pantai Karawang merupakan salah satu kawasan Pantai Utara di Jawa Barat yang mengalami konversi lahan mangrove menjadi tambak yang cukup besar sehingga mengakibatkan berkurangnya lahan mangrove yang cukup luas. Bersarnya konversi lahan mangrove dari tahun 2008 sampai tahun 2012 di Kabupaten Karawang dapat dilihat pada Tabel 1.3.

Tabel 1.3

Luas Hutan Mangrove Tahun 2008 - 2012

No Kecamatan

Hutan Mangrove

2008 2012

Luas (Ha) Persentase Tutupan Mangrove (Btg/Ha) Luas (Ha) Persentase Tutupan Mangrove (Btg/Ha) 1 Pakisjaya 80 10- 15 1.035,98 10-15


(15)

5

2 Batujaya 50 10- 15 1.463,8 10-15

3 Tirtajaya 515 10- 15 3.411,68 >10 4 Cibuaya 3.296 >15 1.583,47 5-10

5 Pedes 325 0-5 320 0-5

6 Cilebar 340 5- 10 326 5-10

7 Tempuran 700 0-5 512 0-5

8 Cilamaya Kulon 55 5-10 342 0-5

9 Cilamaya Wetan 738 >15 789 0-5

Jumlah 6.099 9.983,93

Sumber: Dinas perikanan, Kelautan dan peternakan Kabupaten Karawang (Dalam Laporan Kegiatan Pesisir Dinas Lingkungan Hidup, Pertambangan dan Energi 2008)

Berdasarkan Tabel 1.3 diketahui bahwa Kecamatan Cibuaya merupakan kecamatan yang mengalami perubahan luas mangrove tertinggi. Pada tahun 2008 luas lahan mangrove di Kecamatan Cibuaya mencapai 3.296 Ha dengan persentase tutupan lahannya <15 btg/Ha, sedangkan pada tahun 2012 luas lahannya berkurang lebih dari 50% menjadi 1.583,47 Ha dan persentase tutupan lahannya hanya 1-10 btg/Ha. Sedangkan kondisi mangrove pada masing-masing kecamatan dapat dilihat pada tabel 1.4.

Table 1.4

Potensi dan kondisi hutan mangrove di Kabupaten Karawang Tahun 2012

No KECAMATAN LUAS

(Ha)

KONDISI (HA)

RUSAK SEDANG BAIK

1 Batujaya 1.463,80 428,25 991,41 44,14 2 Cibuaya 1.583,47 1.278,74 295,40 9,33 3 Cilamaya Kulon 342,00 92,00 250,00 4 Cilamaya

Wetan

789,00 689,00 100,00 5 Cilebar 326,00 226,00 100,00 6 Pakisjaya 1.035,98 536,63 384,72 114,63 7 Pedes 520,00 520,00 - 8 Tempuran 512,00 512,00 - 9 Tirtajaya 3.411,68 3.156,69 243,43 11,56

JUMLAH 9.983,93 5.400,31 3.953,96 629,66

Sumber : Profil Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Karawang 2012

Berdasarkan Tabel 1.4, kondisi hutan mangrove di Kabupaten Karawang pada tahun 2012 yang mengalami kondisi rusak yaitu seluas 5.400,31 Ha, sedangkan yang berada pada kondisi sedang yaitu seluas 3.953,96 Ha dan yang memiliki kondisi yang baik hanya seluas 625,66 Ha. Kecamatan yang mengalami


(16)

kerusakan paling tinggi yaitu Kecamatan Cibuaya dengan luas kerusakan lahan mangrove mencapai 1.278,74 Ha, luas lahan mangrove yang memiliki kondisi sedang yaitu seluas 295,40 Ha dan yang memiliki kondisi baik hanya seluas 9,33 Ha. Sedangkan besarnya perubahan luas area tambak, dapat dilihat pada tabel 1.5.

Berdasarkan data dari Tabel 1.5, dapat disimpulkan bahwa dari tahun ketahun lahan mangrove yang mengalami konversi lahan menjadi tambak semakin bertambah luasannya. Tingginya tingkat konversi lahan tersebut tentu akan menimbulkan dampak cukup tinggi, baik terhadap sosial ekonomi masyarakat maupun lingkungan hidup. Konversi lahan mangrove menjadi tambak mengakibatkan tingginya kerusakan pantai akibat abrasi dan pesisir Karawang merupakan salah satu kawasan pantai utara yang mengalami laju abrasi.

Tabel 1.5

Perubahan luas area (Ha) tambak tahun 2008- 2012 No Kecamatan Luas area

tambak (Ha) 2008

Luas area tambak (Ha)

2012 1 Pakisjaya 3.618,7 2.907.66 2 Batujaya 1.587,2 1.587,2 3 Tirtajaya 4.010,5 3.664 4 Cibuaya 1.193,00 2.795,19

5 Pedes 561 561

6 Cilebar 537 678,7

7 Tempuran 832,69 663

8 Cilamaya Kulon 79,9 79 9 Cilamaya Wetan 985 1.132,25

Sumber: Profil Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Karawang 2012

Menurut BPLHD Jabar (2007), dengan abrasi yang terjadi pada pesisir laut maka secara langsung masyarakat mengalami dampak negatif, hal tersebut terjadi karena garis pantai Kecamatan Cibuaya yang terkena abrasi telah mundur antara 100- 500 meter ke arah daratan, sehingga mengakibatkan penyempitan luasan tambak, rumah penduduk dan jalan aspal sekitar pesisir rusak, menurunnya kualitas air tambak secara drastis sehingga menyebabkan kuantitas dan kualitas produksi tambak menurun akibatnya pertumbuhan perekonomian petani tambak


(17)

7

juga menurun. Apabila konversi lahan terus dibiarkan banyak kemungkinan kerusakan akan sangat merugikan bagi penduduk sekitar khususnya dan umumnya penduduk karawang itu sendiri. Karena itu, harus ada sikap lebih lanjut agar dapat mengurangi kerugian-kerugian yang diakibatkan oleh abrasi yang disebabkan rusaknya hutan mangrove dan konversi lahan mangrove menjadi tambak.

Berdasarkan masalah di atas penulis terinspirasi mengkaji konversi lahan mangrove menjadi tambak terhadap kondisi sosial ekonomi di Kabupaten Karawang, khususnya di Kecamatan Cibuaya, dengan penelitian yang berjudull

Pengaruh Konversi Lahan Mangrove Menjadi Tambak Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Di Kecamatan Cibuaya Kabupaten Karawang”

B.Rumusan Masalah

1. Bagaimana pola konversi lahan mangrove menjadi tambak di Kecamatan Cibuaya?

2. Bagaimana pengaruh konversi lahan mangrove menjadi tambak terhadap kondisi sosial ekonomi petambak di Kecamatan Cibuaya?

C. Tujuan Penelitian

1. Menganalisis pola konversi lahan mangrove menjadi tambak di Kecamatan Cibuaya.

2. Menganalisis pengaruh konversi lahan mangrove menjadi tambak terhadap kondisi sosial ekonomi di Kecamatan Cibuaya.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi penulis, penelitian ini untuk menabah informasi dan wawasan dalam ilmu kegeografian khususnya lingkungan

2. Bagi pemerintah, sebagai masukan untuk menentukan kebijakan pemerintah dalam pengelolaan lahan.


(18)

3. Bagi masyarakat, memberikan informasi mengenai dampak konversi lahan mangrove menjadi tambak terhadap lingkungan sekitar.


(19)

Mira Rahmanyanti, 2014

BAB III

PROSEDUR PENELITIAN A.Metode Penelitian

Menurut Tika (2005:1) penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu pengetahuan atau masalah, dengan tujuan mencari pemecahan terhadap masalah tersebut. Metode penelitian merupakan cara untuk mencapai tujuan penelitian yang telah dirumuskan terlebih dahulu.

Menurut Arikunto (1988: 46) metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya, data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder.

Adapun metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode deskriptif. Menurut Tika (2005: 4) penelitian deskriptif adalah metode yang mengarahkan pada pengungkapan suatu masalah atau keadaan dan mengungkapkan fakta- fakta yang ada, walaupun kadang- kadang diberikan interfretasi atau analisis. Adapun instrumen yang dapat dipakai untuk pengumpulan data yaitu wawancara, pengamatan (observasi) dan kepustakaan.

Dalam penelitian ini, data yang dicari adalah luas lahan mangrove sesudah dan sebelum konversi, luas tambak sebelum dan sesudah mengkonversi mangrove, pola persebaran mangrove, dan kondisi sosial ekonomi petambak yang meliputi produktivitas, pendapatan dan status kepemilikan lahan, rumah serta alat transportasi. Untuk memperoleh data tersebut, secara langsung diamati atau diobservasi dan dilapangan dilakukan juga wawancara. sehingga penelitian cocok menggunakan metode deskriptif.

B.Populasi dan Sampel


(20)

Menurut Masyuri dan Zainudin M (2008: 151) yang mengungkapkan bahwa populasi adalah keseluruhan dari objek penelitian yang dapat berupa manusia, hewan, tumbuh- tumbuhan, udara, gejala, nilai, peristiwa, sikap hidup, dan sebagainya sehingga objek- objek ini dapat menjadi sumber data penelitian.

Sedangkan menurut Siswojo dalam mardalis (2003: 54) menyatakan bahwa populasi adalah sejumlah kasus yang memenuhi seperangkat kriteria yang ditentukan peneliti.

Jadi populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah wilayah Kecamatan Cibuaya yang merupakan wilayah pesisir meliputi 2 desa yang mengalami konversi lahan mangrove menjadi tambak yaitu Desa Sedari dan Desa Cemarajaya. Sedangkan populasi sosial dan ekonominya yaitu penduduk atau masyarakat yang bermatapencaharian utamanya petani tambak atau petambak di Kecamatan Cibuaya.

2. Sampel Penelitian

Menurut Arikunto. S dalam Zuriah. N (2003: 120) menyatakan bahwa setidaknya ada 4(empat) hal yang harus dipertimbangkan dalam menentukan besarnya sampel, yaitu

1) Unit analisis;

2) Pendekatan atau model penelitian yang digunakan; 3) Banyaknya karakteristik khusus yang ada pada populasi; 4) Keterbatasan penelitian.

Selanjutnya, mengenai penetapan besar kecilnya sampel tidaklah ada suatu ketetapan yang mutlak, artinya tidak ada suatu ketentuan berapa persen suatu sampel harus diambil. Suatu hal yang harus diperhatikan adalah keadaan homogenitas populasi. Jika keadaan populasi homogen, jumlah sampel hampir tidak menjadi persoalan. Sebaliknya, jika keadaan populasi heterogen maka pertimbangan pengambil sampel harus memerhatikan minimal 2 (dua) hal berikut 1) Harus diselidiki kategori- kategori heterogenitas,


(21)

31

2) Besarnya populasi dalam tiap kategori.

Oleh karena itu, informasi tentang populasi perlu dikejar seberapa jauh dapat diusahakan. Satu nasihat yang perlu diingat, bahwa penetapan jumlah sampel terlalu banyak selalu lebih baik daripada kurang (over- sampling is always better than undersampling).

Menurut Sumaatmadja (1988: 113) yang mengatakan bahwa: “ Besarnya

sampel tidak ada ketentuan angka yang pasti yang terpenting adalah sampel harus

mewakili populasi”

a) Untuk sampel penduduk penulis menggunakan metode sebagai berikut. Untuk mengetahui besarnya sampel yang di ambil dan dapat mewakili suatu populasi, dixon dan B. Leach membuat pendekatan dengan rumus sebagai berikut (Tika P, 2005:25 - 27). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 3.1

Kependudukan Kecamatan Cibuaya tahun 2012

No Nama Desa Jumlah penduduk

1 Pejaten 5.989

2 Cibuaya 5.345

3 Kertarahayu 4.580 4 Sukasari 3,578 5 Kedungjeruk 5.546 6 Kalidungjaya 3.045

7 Sedari 4.203

8 Cemarajaya 5.037

9 Jayamulya 4.122 10 Kadungjaya 5.202 11 Gebangjaya 2.013

Jumlah 48.660

Sumber : BPS Kabupaten Karawang, 2012

Kecamatan Cibuaya terdiri dari 11 desa yaitu Desa Pejaten, Desa Cibuaya, Desa Kertarahayu, Desa Sukasari, Desa Kedungjeruk, Desa Kalaidungjaya, Desa Sedari, Desa Cemarajaya, Desa Jayamulya, Desa kadungjaya dan Desa Gebangjaya. Sampel wilayah yang diambil dalam penelitian ini adalah Desa Sedari dan Desa Cemarajaya. Alasan pengambilan sampel wilayah karena ke dua


(22)

desa merupakan daerah pesisir yang mengalami konversi lahan mangrove menjadi tambak.

Untuk menghitung persentase karakteristik dengan menggunakan rumus: p

=

= 31,1 dibulatkan 31

Untuk menentukan Variabilitas (dalam %) dengan menggunakan rumus : Keterangan :

V = Variabilitas

P = Prosentase Karakteristik

V = √

= √ = √ = √

= 46,2 dibulatkan 46

Untuk menentukan jumlah sampel dengan menggunakan rumus : Keterangan :

n = Jumlah sampel

z = Tingkat kepercayaan (confidence level) di nyatakan dalam persen dan nilai conversinya dapat di cari dalam tabel statistik.

v = Variabilitas c = Batas kepercayaan

Perhitungan : n = [ ] = [


(23)

33

= [ ]2 = 81

Untuk menetukan jumlah sampel yang dikoreksi (dibetulkan) dengan rumus : Keterangan :

n’ = jumlah sampel yang dikoreksi

n = jumlah sampel N = jumlah populasi

Perhitungan :

n’ = =

= 80,296 dibulatkan menjadi 80

Jumlah sampel penduduk tiap desa wilayah sampel adalah: Keterangan :

N = jumlah sampel KK tiap desa P1= jumlah populasi KK tiap desa

P = jumlah populasi KK keseluruhan desa sampel n = jumlah seluruh sampel

Desa Sedari N = N =

N = 36,38 dibulatkan menjadi 36 Desa Cemarajaya


(24)

N =

N = 43,61 dibulatkan menjadi 44

Tabel 3.2

Kriteria Sampel Penelitian

No Desa Jumlah

penduduk

Sampel

1 Sedari 4203 36

2 Cemarajaya 5037 44

Jumlah 9240 80

Sumber : Hasil Penelitian,2013

Karena Kecamatan Cibuaya memiliki 2 desa yang merupakan wilayah pesisir maka daerah penelitian dibagi kedalam 2 desa yaitu Desa Sedari Dan Desa Cemarajaya dengan jumlah responden 36 untuk Desa Sedari dan 44 untuk Desa Cemarajaya.

Pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah sampling aksidetal. sampling aksidental adalah teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sampel, bila dipandang orang tersebut cocok sebagai sumber data. (Sugiyono. 2003: 73).

C.Variabel Penelitian

Variabel Terikat (Y) Kondisi Sosial Ekonomi Produktivitas Pendapatan Kepemilikan

(lahan, rumah, alat transfortasi) Variabel Bebas (X)

Konversi Lahan Mangrove Menjadi Tambak

- Luas


(25)

35

D.Definisi Operasional

Judul penelitian ini adalah “Pengaruh Konversi Lahan Mangrove Menjadi Tambak Terhadap Perubahan Kondisi Lingkungan Di Kecamatan Cibuaya Kabupaten Karawang” Kesalahan penafsiran judul penelitian dapat menimbulkan kesimpulan lain dari penelitian. Maka, penulis perlu memberikan batasan dalam definisi operasional sebagai berikut:

1. Pengaruh adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang. (Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam Tindoan, Y.A. 2012). Pengaruh dalam penelitian ini yaitu daya yang timbul dari sesuatu (orang, benda) yang merubah sesuatu menjadi positif atau negatif.

2. Pola (pattern) adalah susunan struktural, gambar, corak, kombinasi sifat kecenderungan membentuk sesuatu yang taat asas dan bersifat khas. (Depdikbud, 1988). Pola merupakan benda yang tersusun menurut sistem tertentu mengikuti kecenderungan bentuk tertentu.

3. Konversi lahan atau alihfungsi lahan adalah perubahan penggunaan lahan dari lahan yang bersifat alami, misalnya hutan, padang rumput, atau rawa ke jenis penggunaan lahan lainnya. Dalam hal ini peralihan penggunaan lahan dari fungsi awal seperti hutan mangrove, menjadi fungsi tambak. Hal ini terjadi akibat dari terbatasnya luas lahan sehingga menyebabkan berkurangnya luas lahan lain. (Idianto. 2004: 111)

4. Kondisi sosial ekonomi yaitu hubungan manusia dengan konversi lahan mangrove menjadi tambak yang akan berdapak terhadap kehidupan ekonomi seperti produktivitas, pendapatan dan kepemilikan. Produktivitas yaitu kegiatan produksi sebagai perbandingan pencapaian dari apa yang telah di dapat. Pendapatan adalah hasil nyata yang dapat dilihat dari program pemberdayaan masyarakat desa antara lain meningkatnya pendapatan masyarakat,


(26)

meningkatnya pengetahuan atas pentingnya kelestarian sumberdaya hutan, meningkatnya ketrampilan berusaha/usaha produktif, menunjang program pemerintah dalam pengadaan pangan nasional, mensukseskan kebijakan pemerintah dalam pengentasan kemiskinan, memberikan kesempatan kerja dan berusaha bagi masyarakat sekitar hutan. Kepemilikan adalah hasil yang dimiliki seseorang dari pendapatan yang diperoleh, kepemilikan dalam penelitian ini meliputi kepemilikan lahan, rumah dan alat transfortasi.

5. Mangrove merupakan ekosistem unik dengan dengan fungsi yang unik dalam lingkungan hidup. Oleh adanya pengaruh laut dan daratan, di kawasan mangrove terjadi interaksi kompleks antara sifat fisika dan sifat biologi. Karena sifat fisiknya, mangrove mampu berperan sebagai penahan ombak serta penahan intrusi dan abrasi laut. (Arief, A. 2003: 9). Maka mangrove merupakan flora yang hidup di kawasan pesisir yang berfungsi untuk megurangi bahaya dari abrasi dan menjaga kestabilan sumber daya hayati perairan.

6. Cibuaya merupakan kecamatan yang terletak di Kabupaten Karawang, cibuaya terletak di wilayah pesisir karawang bagian utara. Cibuaya memiliki dua desa yang mengalami konversi lahan mangrove menjadi tambak yang cukup tinggi yaitu Desa Sedari dan Desa Cemarajaya.

E.Teknik Pengelolaan Data

Pengelolaan data yang dilakukan yaitu untuk menghasilakan informasi- informasi berdasarkan data- data yang diperoleh dari dinas terkait dan penelitian di lapangan agar dapat menghasilkan informasi yang akurat, dengan pengelolaan dan analisis sesuai dengan apa yang diteliti. Ada beberapa tahapan dalam kegiatan penelitian yaitu:

1. Tahap pra lapangan yaitu kegiatan yang dilakukan sebelum turun langsung ke lapangan atau daerah penelitian kegiatannya meliputi, pembuatan proposal, pengumpulan data monografi, pembuatan surat ijin dan pengumpulan peta


(27)

37

sebagai bekal di lapangan dan mengumpulkan peralatan yang dibutuhkan ketika di lapangan.

2. Tahap di lapangan yaitu kegiatan yang dilakukan ketika berada di lapangan kegiatannya meliputi, survey lapangan, mengadakan pengamatan mengenai kondisi di lapangan dan mengadakan observasi, wawancara kepada masyarakat di daerah penelitian, studi dokumentasi untuk melakukan pemotretan pada daerah yang di jadikan sebagai lokasi penelitian agar di dapatnya data akurat dengan didukung foto- foto hasil dokumentasi dari lapangan.

3. Tahap pasca yaitu kegiatan yang dilakukan setelah dari lapangan kegiatannya meliputi, pengumpulan data hasil dari lapangan, pengolahan data, pelaporan hasil penelitian, bimbingan. Menyeleksi data, dilakukan untuk mengetahui apakah data yang terkumpul dapat digunakan atau tidak. Pada tahap ini dilakukan pengecekan terhadap instrument baik kelengkapan pengisian, kejelasan dan kebenaran informasi.

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 1. Observasi

Menurut Margono dalam Nurul Zuriah (2003: 173) observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistem matis terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Pengamatan dan pencatatan ini dilakukan terhadap objek ditempat terjadi atau berlangsungnya peristiwa. Metode observasi sebagai alat pengumpul data, dapat dikatakan berfungsi ganda, sederhana, dan dapat dilakaukan tanpa menghabiskan banyak pengeluaran. Namun demikian, dalam melakukan observasi peneliti dituntut memiliki keahlian dan penguasaan kompetensi tertentu. Kegiatan observasi yang dilakukan meliputi pengambilan data dilapangan seperti kondisi sosial ekonomi petambak, pengamatan di lapangan perubahan luas mangrove menjadi tambak, pengambilan gambar dan penentuan plot – plot penelitian.


(28)

2. Wawancara

Teknik wawancara merupakan teknik yang dapat membantu dalam melengkapi pengumpulan data yang tidak diungkapkan oleh teknik observasi. Teknik ini berupa pertanyaan langsung kepada masyarakat Kecamatan Cibuaya yang meliputi 2 desa yang merupakan wilayah pesisir yaitu Desa Sedari dan cemarajaya untuk pengambilan data sosial seperti produktivitas, pendapatan dan kepemilikan lahan (lahan, rumah dan alat transfortasi).

3. Dokumentasi dan literatur

a. Dokumentasi melakukan suatu pemotretan pada daerah yang di jadikan sebagai lokasi penelitian agar di dapatnya data mengenai perubahan lahan mangrove menjadi tambak dengan data yang di ambil dari dinas dan desa yang bersangkutan.

b. Studi literatur menggunakan berbagai sumber serti buku, internet, dan literatu lainnya. Untuk penyeimbangan dan penyesuai data mangrove sebelum konversi dan setelah konveri yang kita dapat dari hasil penelitian dari lapangan sebelumnya.

G. Teknik Analisis Data

Setelah data yang diperlukan terkumpul, maka selanjutnya dilaksanakan analisis data. Secara garis besar analisis data meliputi:

1. Tahap persiapan

Adapun kegiatan yang dilaksanakan pada tahap persiapan ini adalah: a. Memeriksa kelengkapan identitas pengisi

b. Memeriksa kelengkapan pengumpulan data c. Memeriksa macam- macam isian data 2. Tabulasi data

Data yang sudah terkumpul kemudian ditabulasi dengan menguraikan yang selanjutnya mengelompokkan dari keseluruh pertanyaan yang ada pada angket isian dan pedoman wawancara responden. Hal ini dilakukan dengan cara


(29)

39

memberikan kode dari tiap-tiap item instrumen pengumpulan data yang selanjutnya dimasukkan ke dalam bentuk data.

3. Analisis Deskriptif

Untuk mengolah data hasil penelitian saya menggunakan metode deskriptif analisis. Tujuan dari teknik ini adalah mendeskripsikan gejala yang tampak di lokasi penelitian dengan menganalisis data yang berasal dari literature dan hasil observasi di lokasi penelitian.

4. Perhitungan persentase :

Untuk mengetahui kecenderungan jawaban responden dan fenomena di lapangan digunakan analisis persentase dengan mengunakan formula. formula persentase sebagai berikut :

Keterangan:

F = frekuensi tiap kategori jawaban responden N = Jumlah keseluruhan responden

P = besarnya persentase

Jika perhitungan telah selesai dilakukan, maka hasil perhitungan berupa persentase tersebut digunakan untuk mempermudah dalam penafsiran dan pengumpulan data sementara penulis memilih parameter yang digunakan oleh Effendi dan Manning (1991: 263). Adapun kriteria persentase yang digunakan dirinci sebagai berikut:

Tabel 3.3

Kriteria Penilaian Persentase

No Persentase Kriteria

1 100 Seluruhnya

2 75-99 Sebagian besar 3 51-74 > setengahnya

4 50 Setengahnya

5 25-49 < setengahnya P % = F/N x 100%


(30)

6 1-24 Sebagian kecil

7 0 Tidak ada

Sumber: Effendi dan Manning, 1991

5. Analisis Tabel Silang (Crosstabulation)

Analisis tabel silang (crosstabulation) merupakan salah satu analisis korelasional yang digunakan untuk melihat hubungan antar variabel. Digunakan untuk mengetahui pengaruh luas lahan terhadap jumlah jenis ikan yang dibudidayakan tahun 2008 dan 2012.

6. Analisis Korelasi

Menurut Hasan (2004:42), “Analisis hubungan adalah bentuk analisis

variabel penelitian untuk mengetahui derajat atau kakuatan hubungan, bentuk atau arah hubungan diantara variabel-variabel”.

Dalam penelitian ini, teknik analisis data dilakukan pada dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Untuk mengetahui hubungan dan pengaruh antar variabel dalam penelitian ini, maka digunakan prosedur statistik Uji Statistik Koefisien Korelasi Pearson (r).

Uji statistik koefisien korelasi Pearson (r) bertujuan untuk mengetahui korelasi antara variabel jenis data interval/rasio dengan data interval/rasio. Hal terbut berdasarkan pendapat Hasan (2006:96), yang menyebutkan bahwa “Uji statistik koefisien korelasi Pearson (r), digunakan untuk menguji signifikan atau

tidaknya hubungan antara variabel interval/rasio dengan variabel interval/rasio”.

Koefisien Pearson dirumuskan sebagai berikut:

√[ ][ ]

Keterangan:

r = Koefisien korelasi Pearson

X = Variabel bebas Y = Variabel terikat


(31)

41

Menghitung derajat besarnya hubungan antara dua variabel itu (yang di sini dapat disebut; koefisien) selalu diukur dengan hasil yang dinyatakan dalam lambang bilangan antara 0,00 dan 1,00 (atau-1,00). Jika diperoleh hasil 0,00, berarti bahwa hubungan antara variabel-variabel yang dimaksud tidak ada. Sebaliknya, kalau hasil yang diperoleh dari perhitungan itu berjumlah (1,00 atau -1,00), berarti bahwa hubungan itu ada secara sempurna. Selain itu untuk menentukan keeratan hubungan/korelasi antar variabel yang dinyatakan dalam jumlah bilangan antara 0,00 – 1,00 dapat digunakan Tabel 1.6.

Tabel 1.6

Interval Nilai Koefisien Korelasi dan Kekuatan Hubungan

No Interval Nilai Kekuatan Hubungan

1 2 3 4 5 6 7 KK =0 0,00-0,20 0,20-0,40 0,40-0,70 0,70-0,90 0,90-1,00

KK = 1

Tidak ada

Sangat rendah atau lemah sekali Rendah atau lemah tapi pasti Cukup berarti atau sedang Tinggi atau kuat

Sangat tinggi atau kuat sekali, dapat diandalkan

Sempurna Sumber : Hasan (2004:44)

Menurut Arikunto (2006:270) peneitian korelasi bertujuan untuk menemukan ada atau tidaknya hubungan atau pengaruh, dan apabila ada beberapa eratnya hubungan serta berarti atau tidaknya hubungan tersebut. Untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan tersebut. Untuk mengetahui ada atau tidaknya korelasi atau keterkaitan dalam penelitian ini digunakan analisis korelasi dengan menggunakan Software Microsoft Exel 2007.

H. Alat dan Bahan


(32)

1. Peta Rupabumi skala 1 : 25.000 untuk menentukan dan mengecek penggunaan lahan di daerah penelitian di Kecamatan Cibuaya.

2. Pedoman Wawancara, sebagai pedoman dalam melakukan wawacara terhadap responden.


(33)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A.KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan mengenai Dampak Konversi Lahan Mangrove Menjadi Tambak Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Di Kecamatan Cibuaya Kabupaten Karawang, maka kesimpulan yang diperoleh adalah sebagai berikut :

1. Pola konversi mangrove menjadi tambak di Kecamatan Cibuaya pada tahun 2008 pola mangrove di Desa Sedari mengelompok sedangkan di Desa Cemarajaya linier atau memanjang. Namun pada tahun 2012 pola mangrove di Desa Sedari dan Desa Cemarajaya yaitu menyebar. Penyebaran hutan mangrove di lahan tambak milik pribadi, daerah sungai dan tanah perhutani. Namun luasnya semakin menyempit karena tingginya pengurangan dan konversi lahan mangrove menjadi tambak sehingga kondisi mangrove semakin kurang baik bahkan semakin buruk. Keadaan lahan yang rusak akibat konversi lahan atau alihfungsi lahan menjadikan tingginya bencana seperti abrasi dan akreasi. Sehingga mengakibatkan di Kecamatan Cibuaya khususnya di Desa Sedari dan Desa Cemarajaya mengalami kerusakan parah, seperti rumah, jalan, bahkan areal tambak yang dekat dengan pesisir pantai mengakibatkan tidak dapat digunakan kembali bahkan setiap tahun bencana abrasi dan banjir semakin meningkat akibatnya pantai cibuaya mengalami kemunduran sampai >500 meter ke arah darat. Dilihat dari persebaran mangrove yang semakin jarang tumbuh, dan keberadaannya yang tersebar- sebar membuat semakin meningkatnya tingkat abrasi dan karena kurang mampu untuk mengurangi bahayanya. Usaha memperbaiki kondisi lahan mangrove di Kecamatan Cibuaya oleh pemerintah dan sebagian penduduk itu sendiri tidak begitu mampu untuk mencegah penduduk lain yang mengkonversi lahan mangrove menjadi tambak. Hal ini di sebabkan oleh kurangnya pengetahuan tentang


(34)

mangrove itu sendiri sehingga mengakibatkan ketidakpedulian masyarakat terhadap mangrove, sebab lain yaitu karena kebutuhan ekonomi, dari lahan mangrove yang fungsi ekonominya kurang menjamin pemenuhan kebutuhan di banding tambak yang mampu membuat ekonomi bertambah dengan membudidayakan ikan.

2. Pengaruh Konversi Lahan Mangrove Menjadi Tambak Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Di Kecamatan Cibuaya sangat berpengaruh tinggi karena dari lahan mangrove tidak dikelola pribadi sehingga tidak berpengaruh terhadap ekonomi, sedangkan setelah mengkonversi menjadi tambak individu dapat memiliki lahan untuk dikelola atau membudidayakan ikan sehingga keuntungan yang didapat individual tersebut lebih tinggi, apalagi apabila individu tersebut dapat mengelola tambak dengan baik maka keuntungan yang didapat lebih besar. Dilihat dari produktivitas, pendapatan dan kepemilikan seperti lahan tambak, rumah dan alat transfortasi. Sebagian besar tingkat ekonomi penduduk meningkat. Tetapi sebagian lain mengalami tingkat ekonomi rendah dilihat dari hasil produktivitas, pendapatan dan alat transfortasi. Tingkat kemajuan ekonomi di Kecamatan Cibuaya kurang lebih didukung oleh pertumbuhan produksi tambak walaupun tingkat kemiskinan di Kecamatan Cibuaya tingkatnya masih cukup tinggi. Salah satu faktor masyarakat lebih memilih bekerja sebagai petani tambak yaitu kurangnya tingkat pendidikan, kemampuan dibidang teknologi atau di bidang lainnya sehingga semakin sulit memperoleh pekerjaan yang lain, dengan bekerja sebagai petani tambak yang diperlukan hanya lahan, modal dan ketekunan sehingga banyak yang memilih menjadi petani tambak yang lahannya berasal dari lahan mangrove. Namun dampaknya semakin banyak konversi lahan mangrove menjadi tambak mengakibatkan pula tingginya bahaya abrasi dan akreasi pada wilayah pesisir pantai, sehingga apabila semakin tinggi abrasi maka akan berdampak pula terhadap ekonomi seperti rusaknya pemukiman, jalan, dan tambak itu sendiri, karena pencegahan abrasi yang paling


(35)

103

berpengaruh salah satunya dengan menanam mangrove disekitar pesisir pantai. Bahkan sudah terbukti di Desa Sedari dan Desa Cemarajaya mengalami banyak kerusakan dan kerugian ekonomi dan sosial, seperti bebrapa rumah yang rusak akibat tingginya abrasi, jalan yang rusak sehingga tidak dapat dilalui oleh kendaraan seperti jalan Desa Sedari menuju Desa Cemarajaya yang rusak akibatnya harus memutar atau harus melaui jalur lain untuk kedesa tersebut. Ini jelas menegaskan pengeruh konversi lahan mangrove menjadi tambak yaitu positif dan negatif namun apabila konversi semakin tinggi tanpa menanam kembali mangrove akan berdapak negatif baik sosial maupun ekonomi.

B.REKOMENDASI

1. Fungsi hutan mangrove sangat penting di daerah pesisir, baik secara ekonomis dan ekologis maka mangrove di Kecamatan Cibuaya harus dijaga dan dilestarikaan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah tidak mengkonversi lahan menjadi tambak dan meningkatkan partisipasi masyarakat untuk menanam mangrove yang lebih banyak, sehingga luas mangrove yang tumbuh di luar kawasan hutan mangrove akan bertambah dan fungsi mangrove akan berperan lebih besar dibandingkan dengan sekarang. Peningkatan kesadaran berupa partisipasi diharapkan lebih berupa tindakan penanaman langsung pohon mangrove, terutama di areal tambak.

2. Berdasakan Program Penghijauan Pantai Utara Jawa Barat (GAPURA) mengenai jalur hijau (green belt) yang direncanakan pada tahun 2010 maka masyarakat dan pemerintah dapat bekerjasama dalam partisipasi untuk melaksanakan program tersebut agar dapat berjalan dengan baik dan mencapai hasil yang tepat sasaran sehingga fungsi hutan mangrove khususnya sebagai kawasan konservasi dapat lebih berperan dengan baik sehingga wilayah pesisir akan lebih lestari.

3. Berdasarkan potensi yang ada, Pantai Pisangan Dan Tanjung Baru di Desa Sedari dan Desa Cemarajaya dapat lebih dikembangkan dan dikelola dengan lebih baik lagi sehingga meningkatkan peminat pendatang untuk mengunjungi


(36)

tempat tersebut. Meningkatnya mangrove bisa berdampak positif terhadap ekonomi dengan begitu wilayah pesisir memiliki daya tarik untuk pariwisata.


(37)

Daftar Pustaka

Adisasmita, Rahardjo. 2006. Pembangunan Kelautan dan Kewilayahan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Anwar , Chairil dan Hendra Gunawan. Mengapa Ekosistem Hutan Mangrove (Hutan Bakau) harus diselamatkan dari Kerusakan Lingkungan. (Online) http://www.ubb.ac.id/menulengkap.php?judul=Mengapa%20Ekosistem%20 Hutan%20Mangrove%20(Hutan%20Bakau)%20harus%20diselamatkan%20 dari%20Kerusakan%20Lingkungan&&nomorurut_artikel=269 (27 Juli 2013)

Arief, Arifin. 2007. Hutan Mangrove (fungsi dan manfaatnya). Yogyakarta: Kanisius.

Arikunto, S.1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta

Arsyad, Sitanala. (1989). Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB.

Apridar, Dkk. 2011. Ekonomi Kelautan dan Pesisir. Yogyakarta: Graha Ilmu. Baja, Sumbangan. 2012. Perencanaan Tata Guna Lahan dalam Pengembangan

Wilayaah Pendekatan Spasial dan Aplikasinya. Yogyakarta: Andi.

Burhan. 1991. Peran atau fungsi ekosistem mangrove. (Online) http://lets-belajar.blogspot.com/2007/08/hutan-mangrove.html. (14 Agustus 2013) BPLHD. 2008. Inventarisasi Lahan Kritis Akibat Abrasi di Wilayah Pesisir

Kabupaten Karawang. Karawang: BPLHD.

BPS. (2008). Kecamatan Cibuaya Dalam Angka. Karawang: Tidak Diterbitkan. Dahuri et al. 2001. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara

Terpadu. Bogor: Pradnya Paramita.

Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman hayati laut aset pembangunan berkelanjutan.

Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Karawang. (2008). Data Perikanan dan Kelautan. Karawang : Tidak Diterbitkan


(38)

Fakultas Pertanian Perikanan dan Biologi UBB. (2007). Fungsi dan Peranan Hutan Bakau (Mangrove) dalam Ekosistem. Online. Tersedia : http//www.docstoc.com (10 Juli 2013).

Geografi STKIP Hamzanwadi Selong. Ragam Mata Pencaharian Penduduk Indonesia. (Online) http://prodigeografi.blogspot.com/2011/01/mata-pencaharian.html (15 Juli 2013)

Ghufron, M. 2010. Pintar Budidaya Ikan di Tambak secara Intensif. Yogyakarta: Andi.

Ghufrona, Ghina. Penyebaran Jenis-jenis Mangrove di Indonesia. (Online)

http://ghinaghufrona.blogspot.com/2011/08/penyebaran-jenis-jenis-mangrove-di.html (28 Oktober 2013).

Gusandi, Ajri. Pengelolaan Ekosistem Mangrove. (Online)

http://ajrigusandimarinescience.wordpress.com/2012/04/01/pengelolaan-ekosistem-mangrove/ (1 April 2013)

Hanavi, Evi. (2007). Budidaya Mina Padi dan Pendapatan Petani di Desa.

Jakarta: Bumi Aksara

Harahab, Nuddin. 2010. Penilaian Ekonomi Ekosistem Hutan Mangrove & Aplikasinya dalam Perencanaan Wilayah Pesisir. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hasan, Iqbal. (2004). Analisis Data Penelitian dengan Statitika. Jakarta : PT

Bumi Aksara.

Husein. (2002). Pengertian Produktivitas. (Online). Tersedia: http//:tesisdisertasi.blogspot.com/2010/11/pengertian-produktivitas.html. (20 Oktober 2013).

Indriyanto. 2010. Ekologi Hutan. Jakarta : PT Bumi Aksara

Iriana, Dulmi’ad dan E, Karwapi. (1979). Pendidikan Keterampilan Perikanan.

Jakarta: CV. JASANKU.

Irwan, Z.D. Prinsip- prinsip Ekologi, Ekosistem, Lingkungan dan Pelestariannya.

(2010). Jakarta: PT Bumi Aksara.

Kustanti, A. (2001). Manajemen Hutan Mangrove. Bogor: PT. Penerbit IPB Press LPP Mangrove.(2008). Ekosistem Mangrove Indonesia. (Online). Tersedia:


(39)

Marahudin dan Ian R. 1987. Ekonomi Perikanan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Mardalis.2003. Metode Penelitian (suatu pendekatan proposal). Jakarta : Bumi Aksara.

Masyhury dan Zainudin M. 2008. Metodologi Penelitian Suatu Pendekatan Praktis dan Aplikatif. Bandung : PT Refika Aditama

Mu’in, Idianto. (2004). Pengetahuan Sosial Geografi. Bekasi: Grasindo.

Muntasib dan Rahcmat H. 2007 Mengenal Ekosistem Hutan dan Ekosistem Agro.

Jakarta: PT Grasindo.

Nyabakken dan Ewuaie. 1980. Ekologi Tropika. Bandung : ITB.

Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Alih bahasa oleh M. Eidman., Koesoebiono., D.G. Bengen., M. Hutomo., S. Sukardjo. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta, Indonesia.

Nontji, A. (1996). Laut Nusantara. Jakarta: Djambatan.

Nuddin, H. (2010). Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Jakarta: Departemen Kehutanan, Departemen Kelautan dan Perikanan, dan Kementrian Lingkungan Hidup.

Omtimo. (2011). Padat Penebaran dan Pengelolaan Budidaya Perikanan.

www.omtimo.org/penebaran-dan-pengelolaan-budidaya-perikanan.html (4 April 2013)

Rahmawati, Ema. (2005). Usaha Membudidaya Tambak dan Pengaruhnya Terhadap Kehidupan Masyarakat di Kelurahan Krapyak Lor Pekalongan Jawa Tengah. Bandung: Skripsi Jurusan Pendidikan Geografi Upi.

Reza. 2011. Manajemen Pengelolaan Sistem Budidaya.

www.rezza.blogspot.com/2009/13/manajemen-pengelolaan-sistem-budidaya.html ( 4 april 2013)

R.P. Sitorus, Santum. (1995). Evaluasi Sumber Daya Lahan. Bandung: Tarsito. Santoso, S. (2001). SPSS Mengolah Data Statistik Secara Profesional. Jakarta:


(40)

Santoso, Urip. (2008). Hutan Mangrove, Permasalahan Dan Solusinya. (Online).

http://uripsantoso.wordpress.com/2008/04/03/hutan-mangrove-permasalahan-dan-solusinya/. (14 Agustus 2013)

Slamet, Teguh. Pola Pemukiman. (Online)

http://slameteguh.blogspot.com/2009/02/pola-pemukiman.html?m=1 (4 Agustus 2013)

Soeseno, Slamet. (1983). Budidaya Ikan dan Udang dalam Tambak. Jakarta : PT. Gramedia.

Sumaatmadja, Nursid. 1988. Study Geografi (Suatu Pendekatan dan Analisi Keruangan). Bandung: Alumni

Surianta, Hendra. Ekosistem Mangrove. (Online)

http://hendrasurianta.wordpress.com/2010/03/31/ekosistem-mangrove/ (18 Juli 2013)

Suyanto, Rachman dan Takarina. (2009). Panduan Budidaya Udang Windu.

Jakarta: Penebar Swadaya.

Tika, Pabundu. (2005). Metode Penelitian Geografi. Jakarta : Bumi Aksara

Tindaon, Y.A. Bahasa dan Sastra Indonesia.

http://yosiabdiantindaon.blogspot.com/2012/11/pengertian-pengaruh.html (16 November 2013)

Utomo, dkk. 1992. Konversi lahan atau Alihfungsi lahan. (Online) http://kolokiumkpmipb.wordpress.com. (13 Oktober 2013)

Wibisono. 2005. Pengantar Ilmu kelautan. Jakarta: PT Grasindo.

Zeni. 2011. Sistem Menejemen Budidaya Perairan.

www.zenyfapussy.blogspot.com/2010/12/sistem-manajemen-budidaya-perairan.html ( 4 September 2013)

Zuriah, Nurul. 2007. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Jakarta. PT Bumi Aksara.


(1)

103

Mira Rahmanyanti, 2014

Pengaruh konversi lahan mengrove menjadi tambak terhadap kondisi sosial ekonomi Kecamatan Cibuaya Kabupaten Karawang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

berpengaruh salah satunya dengan menanam mangrove disekitar pesisir pantai. Bahkan sudah terbukti di Desa Sedari dan Desa Cemarajaya mengalami banyak kerusakan dan kerugian ekonomi dan sosial, seperti bebrapa rumah yang rusak akibat tingginya abrasi, jalan yang rusak sehingga tidak dapat dilalui oleh kendaraan seperti jalan Desa Sedari menuju Desa Cemarajaya yang rusak akibatnya harus memutar atau harus melaui jalur lain untuk kedesa tersebut. Ini jelas menegaskan pengeruh konversi lahan mangrove menjadi tambak yaitu positif dan negatif namun apabila konversi semakin tinggi tanpa menanam kembali mangrove akan berdapak negatif baik sosial maupun ekonomi.

B.REKOMENDASI

1. Fungsi hutan mangrove sangat penting di daerah pesisir, baik secara ekonomis dan ekologis maka mangrove di Kecamatan Cibuaya harus dijaga dan dilestarikaan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah tidak mengkonversi lahan menjadi tambak dan meningkatkan partisipasi masyarakat untuk menanam mangrove yang lebih banyak, sehingga luas mangrove yang tumbuh di luar kawasan hutan mangrove akan bertambah dan fungsi mangrove akan berperan lebih besar dibandingkan dengan sekarang. Peningkatan kesadaran berupa partisipasi diharapkan lebih berupa tindakan penanaman langsung pohon mangrove, terutama di areal tambak.

2. Berdasakan Program Penghijauan Pantai Utara Jawa Barat (GAPURA) mengenai jalur hijau (green belt) yang direncanakan pada tahun 2010 maka masyarakat dan pemerintah dapat bekerjasama dalam partisipasi untuk melaksanakan program tersebut agar dapat berjalan dengan baik dan mencapai hasil yang tepat sasaran sehingga fungsi hutan mangrove khususnya sebagai kawasan konservasi dapat lebih berperan dengan baik sehingga wilayah pesisir akan lebih lestari.

3. Berdasarkan potensi yang ada, Pantai Pisangan Dan Tanjung Baru di Desa Sedari dan Desa Cemarajaya dapat lebih dikembangkan dan dikelola dengan lebih baik lagi sehingga meningkatkan peminat pendatang untuk mengunjungi


(2)

104

Mira Rahmanyanti, 2014

Pengaruh konversi lahan mengrove menjadi tambak terhadap kondisi sosial ekonomi Kecamatan Cibuaya Kabupaten Karawang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

tempat tersebut. Meningkatnya mangrove bisa berdampak positif terhadap ekonomi dengan begitu wilayah pesisir memiliki daya tarik untuk pariwisata.


(3)

Mira Rahmanyanti, 2014

Pengaruh konversi lahan mengrove menjadi tambak terhadap kondisi sosial ekonomi Kecamatan Cibuaya Kabupaten Karawang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Daftar Pustaka

Adisasmita, Rahardjo. 2006. Pembangunan Kelautan dan Kewilayahan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Anwar , Chairil dan Hendra Gunawan. Mengapa Ekosistem Hutan Mangrove

(Hutan Bakau) harus diselamatkan dari Kerusakan Lingkungan. (Online) http://www.ubb.ac.id/menulengkap.php?judul=Mengapa%20Ekosistem%20 Hutan%20Mangrove%20(Hutan%20Bakau)%20harus%20diselamatkan%20 dari%20Kerusakan%20Lingkungan&&nomorurut_artikel=269 (27 Juli 2013)

Arief, Arifin. 2007. Hutan Mangrove (fungsi dan manfaatnya). Yogyakarta: Kanisius.

Arikunto, S.1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta

Arsyad, Sitanala. (1989). Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB.

Apridar, Dkk. 2011. Ekonomi Kelautan dan Pesisir. Yogyakarta: Graha Ilmu. Baja, Sumbangan. 2012. Perencanaan Tata Guna Lahan dalam Pengembangan

Wilayaah Pendekatan Spasial dan Aplikasinya. Yogyakarta: Andi.

Burhan. 1991. Peran atau fungsi ekosistem mangrove. (Online) http://lets-belajar.blogspot.com/2007/08/hutan-mangrove.html. (14 Agustus 2013) BPLHD. 2008. Inventarisasi Lahan Kritis Akibat Abrasi di Wilayah Pesisir

Kabupaten Karawang. Karawang: BPLHD.

BPS. (2008). Kecamatan Cibuaya Dalam Angka. Karawang: Tidak Diterbitkan. Dahuri et al. 2001. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara

Terpadu. Bogor: Pradnya Paramita.

Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman hayati laut aset pembangunan berkelanjutan.

Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Karawang. (2008). Data Perikanan dan Kelautan. Karawang : Tidak Diterbitkan


(4)

Mira Rahmanyanti, 2014

Pengaruh konversi lahan mengrove menjadi tambak terhadap kondisi sosial ekonomi Kecamatan Cibuaya Kabupaten Karawang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Fakultas Pertanian Perikanan dan Biologi UBB. (2007). Fungsi dan Peranan Hutan Bakau (Mangrove) dalam Ekosistem. Online. Tersedia : http//www.docstoc.com (10 Juli 2013).

Geografi STKIP Hamzanwadi Selong. Ragam Mata Pencaharian Penduduk Indonesia. (Online) http://prodigeografi.blogspot.com/2011/01/mata-pencaharian.html (15 Juli 2013)

Ghufron, M. 2010. Pintar Budidaya Ikan di Tambak secara Intensif. Yogyakarta: Andi.

Ghufrona, Ghina. Penyebaran Jenis-jenis Mangrove di Indonesia. (Online)

http://ghinaghufrona.blogspot.com/2011/08/penyebaran-jenis-jenis-mangrove-di.html (28 Oktober 2013).

Gusandi, Ajri. Pengelolaan Ekosistem Mangrove. (Online) http://ajrigusandimarinescience.wordpress.com/2012/04/01/pengelolaan-ekosistem-mangrove/ (1 April 2013)

Hanavi, Evi. (2007). Budidaya Mina Padi dan Pendapatan Petani di Desa.

Jakarta: Bumi Aksara

Harahab, Nuddin. 2010. Penilaian Ekonomi Ekosistem Hutan Mangrove & Aplikasinya dalam Perencanaan Wilayah Pesisir. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hasan, Iqbal. (2004). Analisis Data Penelitian dengan Statitika. Jakarta : PT

Bumi Aksara.

Husein. (2002). Pengertian Produktivitas. (Online). Tersedia: http//:tesisdisertasi.blogspot.com/2010/11/pengertian-produktivitas.html. (20 Oktober 2013).

Indriyanto. 2010. Ekologi Hutan. Jakarta : PT Bumi Aksara

Iriana, Dulmi’ad dan E, Karwapi. (1979). Pendidikan Keterampilan Perikanan.

Jakarta: CV. JASANKU.

Irwan, Z.D. Prinsip- prinsip Ekologi, Ekosistem, Lingkungan dan Pelestariannya.

(2010). Jakarta: PT Bumi Aksara.

Kustanti, A. (2001). Manajemen Hutan Mangrove. Bogor: PT. Penerbit IPB Press LPP Mangrove.(2008). Ekosistem Mangrove Indonesia. (Online). Tersedia:


(5)

Mira Rahmanyanti, 2014

Pengaruh konversi lahan mengrove menjadi tambak terhadap kondisi sosial ekonomi Kecamatan Cibuaya Kabupaten Karawang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Marahudin dan Ian R. 1987. Ekonomi Perikanan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Mardalis.2003. Metode Penelitian (suatu pendekatan proposal). Jakarta : Bumi Aksara.

Masyhury dan Zainudin M. 2008. Metodologi Penelitian Suatu Pendekatan Praktis dan Aplikatif. Bandung : PT Refika Aditama

Mu’in, Idianto. (2004). Pengetahuan Sosial Geografi. Bekasi: Grasindo.

Muntasib dan Rahcmat H. 2007 Mengenal Ekosistem Hutan dan Ekosistem Agro.

Jakarta: PT Grasindo.

Nyabakken dan Ewuaie. 1980. Ekologi Tropika. Bandung : ITB.

Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Alih bahasa oleh M. Eidman., Koesoebiono., D.G. Bengen., M. Hutomo., S. Sukardjo. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta, Indonesia.

Nontji, A. (1996). Laut Nusantara. Jakarta: Djambatan.

Nuddin, H. (2010). Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Jakarta: Departemen Kehutanan, Departemen Kelautan dan Perikanan, dan Kementrian Lingkungan Hidup.

Omtimo. (2011). Padat Penebaran dan Pengelolaan Budidaya Perikanan.

www.omtimo.org/penebaran-dan-pengelolaan-budidaya-perikanan.html (4 April 2013)

Rahmawati, Ema. (2005). Usaha Membudidaya Tambak dan Pengaruhnya Terhadap Kehidupan Masyarakat di Kelurahan Krapyak Lor Pekalongan Jawa Tengah. Bandung: Skripsi Jurusan Pendidikan Geografi Upi.

Reza. 2011. Manajemen Pengelolaan Sistem Budidaya.

www.rezza.blogspot.com/2009/13/manajemen-pengelolaan-sistem-budidaya.html ( 4 april 2013)

R.P. Sitorus, Santum. (1995). Evaluasi Sumber Daya Lahan. Bandung: Tarsito. Santoso, S. (2001). SPSS Mengolah Data Statistik Secara Profesional. Jakarta:


(6)

Mira Rahmanyanti, 2014

Pengaruh konversi lahan mengrove menjadi tambak terhadap kondisi sosial ekonomi Kecamatan Cibuaya Kabupaten Karawang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Santoso, Urip. (2008). Hutan Mangrove, Permasalahan Dan Solusinya. (Online).

http://uripsantoso.wordpress.com/2008/04/03/hutan-mangrove-permasalahan-dan-solusinya/. (14 Agustus 2013)

Slamet, Teguh. Pola Pemukiman. (Online) http://slameteguh.blogspot.com/2009/02/pola-pemukiman.html?m=1 (4 Agustus 2013)

Soeseno, Slamet. (1983). Budidaya Ikan dan Udang dalam Tambak. Jakarta : PT. Gramedia.

Sumaatmadja, Nursid. 1988. Study Geografi (Suatu Pendekatan dan Analisi Keruangan). Bandung: Alumni

Surianta, Hendra. Ekosistem Mangrove. (Online) http://hendrasurianta.wordpress.com/2010/03/31/ekosistem-mangrove/ (18 Juli 2013)

Suyanto, Rachman dan Takarina. (2009). Panduan Budidaya Udang Windu.

Jakarta: Penebar Swadaya.

Tika, Pabundu. (2005). Metode Penelitian Geografi. Jakarta : Bumi Aksara

Tindaon, Y.A. Bahasa dan Sastra Indonesia.

http://yosiabdiantindaon.blogspot.com/2012/11/pengertian-pengaruh.html (16 November 2013)

Utomo, dkk. 1992. Konversi lahan atau Alihfungsi lahan. (Online) http://kolokiumkpmipb.wordpress.com. (13 Oktober 2013)

Wibisono. 2005. Pengantar Ilmu kelautan. Jakarta: PT Grasindo.

Zeni. 2011. Sistem Menejemen Budidaya Perairan.

www.zenyfapussy.blogspot.com/2010/12/sistem-manajemen-budidaya-perairan.html ( 4 September 2013)

Zuriah, Nurul. 2007. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Jakarta. PT Bumi Aksara.