ANALISIS KREATIVITAS SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA BERDASARKAN TINGKAT KEMAMPUAN MATEMATIKA DI KELAS : Penelitian Deskriptif Kualitatif pada Siswa Kelas VI SD Negeri Angkasa I Kecamatan Kalijati Kabupaten Subang.

(1)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

ABSTRAK ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Fokus Penelitian ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Batasan Istilah ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pemecahan Masalah dalam Matematika ... 9

B. Kreativitas ... 11

C. Indikator Kreativitas ... 20

D. Tingkat Kemampuan Mtematika ... 23

E. Penelitian yang Relevan ... 24

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 32

B. Subjek Penelitian ... 33

C. Tehnik Pengumpulan Data ... 37

D. Instrumen Penelitian ... 45

E. Analisis Data ... 47

F. Prosedur Penelitian ... 48

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian dan Analisis Data ... 52


(2)

B. Kreativitas siswa pada aspek proses dan produk dalam memecahkan masalah matematika pada siswa dengan tingkat

kemampuan matematika rendah ……….. 55

C. Kreativitas siswa pada aspek proses dan produk dalam memecahkan masalah matematika pada siswa dengan tingkat kemampuan matematika sedang ……….. 76

D. Kreativitas siswa pada aspek proses dan produk dalam memecahkan masalah matematika pada siswa dengan tingkat kemampuan matematika tinggi ……….. 110

E. Pembahasan Kreativitas Sesuai dengan Kemampuan Matematika Siswa ... 122

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ... 138

B. Rekomendasi ... 139

DAFTAR PUSTAKA ... 141


(3)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Perspektif dua dimensi Taksonomi Bloom Anderson dan Krathwohl 13

Tabel 2.2. Indikator Kreativitas dari beberapa ahli ... 19

Tabel 2.3. Indikator Kreativitas ... 22

Tabel 4.1. Kemampuan Matematika ... 52

Tabel 4.1. Jadwal Wawancara ... 53

Tabel 4.3. Rangkuman Kreativitas NSN untuk Masalah 1 ... 61

Tabel 4.4. Rangkuman Kreativitas NSN untuk Masalah 2 ... 64

Tabel 4.5. Rangkuman Kreativitas RAA untuk Masalah 1 ... 72

Tabel 4.6. Rangkuman Kreativitas RAA untuk Masalah 2 ... 75

Tabel 4.7. Rangkuman Kreativitas GF untuk Masalah 1 ... 82

Tabel 4.8. Rangkuman Kreativitas GF untuk Masalah 2 ... 86

Tabel 4.9. Rangkuman Kreativitas NA untuk Masalah 1 ... 92

Tabel 4.10. Rangkuman Kreaivitas NA untuk masalah 2 ... 96

Tabel 4.11. Rangkuman Kreativitas SAA untuk Masalah 1 ... 103

Tabel 4.12. Rangkuman Kreativitas SAA untuk Masalah 2 ... 109

Tabel 4.13. Rangkuman Kreativitas MW untuk Masalah 1 ... 117

Tabel 4.14. Rangkuman Kreativitas MW untuk Masalah 2 ... 121

Tabel 4.15. Kreativitas Siswa Berdasarkan Kemampuan Matematika Siswa ... 136

Tabel 4.16. Tabel Kreativitas Siswa Berdasarkan Kemampuan Siswa Masalah 2 ... 137


(4)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1. Alur Pemilihan Subjek Penelitian ... 36

Gambar 3.2. Teknik Pengumpulan Data ... 44

Gambar 3.3. Komponen dalam Analisis Data ... 47


(5)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Matematika merupakan salah satu ilmu yang sangat penting. Karena pentingnya, matematika diajarkan mulai dari jenjang Sekolah Dasar (SD) sampai dengan perguruan tinggi. Bagi siswa selain untuk menunjang dan mengembangkan ilmu-ilmu lainnya, matematika juga dipergunakan untuk bekal terjun dan bersosialisasi dalam kehidupan masyarakat.

Kurikulum 2006 menyebutkan mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif (Depdiknas, 2006). Salah satu dari beberapa aspek yang terdapat dalam tujuan pembelajaran matematika dalam standar kompetensi kurikulum 2006 yang harus dikembangkan dalam diri siswa adalah kreativitas.

Kreativitas merupakan suatu bidang yang sangat menarik untuk dikaji namun cukup rumit sehingga menimbulkan berbagai perbedaan pandangan. Menurut Supriadi (2001) kreativitas didefinisikan secara berbeda-beda tergantung pada bagaimana orang mendefinisikannya. Tidak ada satu definisipun yang dianggap dapat mewakili pemahaman yang beragam tentang kreativitas atau tidak ada satu definisipun yang dapat diterima secara universal. Hal ini disebabkan oleh dua


(6)

alasan. Pertama kreativitas merupakan ranah psikologis yang kompleks dan multidimensional yang mengundang berbagai tafsiran yang beragam. Kedua, definisi-definisi kreativitas memberikan tekanan yang berbeda-beda, tergantung pada dasar teori yang menjadi acuan pembuatan definisi kreativitas tersebut. Walaupun demikian akan dipaparkan beberapa definisi kreativitas yang dikemukakan oleh para ahli.

Munandar (2009), menyatakan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk melihat atau memikirkan hal-hal yang luar biasa, tidak lazim, memadukan informasi yang tampaknya tidak berhubungan dan mencetuskan solusi-solusi baru atau gagasan-gagasan baru yang menunjukan kefasihan, keluwesan, dan orisionalitas dalam berpikir. Ciri-ciri kreativitas dapat dibedakan menjadi dua yaitu ciri kognitif (aptitude) dan ciri non-kognitif (nonaptitude).Ciri kognitif dari kreativitas terdiri dari orisinalitas, fleksibilitas dan kefasihan. Sedangkan ciri nonkognitif dari kreativitas meliputi motivasi, kepribadian, dan sikap kreatif. Kreativitas yang baik meliputi ciri kognitif maupun ciri non kognitif merupakan salah satu potensi yang penting untuk dipupuk dan dikembangkan.

Hal ini menunjukan bahwa kreativitas merupakan tingkatan tertinggi dalam aspek kognitif yang akan tercapai jika keempat tingkatan dapat dikuasai. Pentingnya pengembangan kreativitas ini memiliki empat alasan, yaitu:

1. Dengan berkreasi, orang dapat mewujudkan dirinya, perwujudan diri tersebut termasuk salah satu kebutuhan pokok dalam hidup manusia. Menurut Maslow (dalam Munandar, 2009) kreativitas juga merupakan manifestasi dari seseorang yang berfungsi sepenuhnya dalam perwujudan dirinya.


(7)

2. Kreativitas sebagai kemampuan untuk melihat kemungkinan-kemungkinan untuk memecahkan suatu masalah, merupakan bentuk pemikiran yang sampai saat ini masih kurang mendapat perhatian dalam pendidikan formal. Siswa lebih dituntut untuk berpikir linier, logis, penalaran, ingatan atau pengetahuan yang menuntut jawaban paling tepat terhadap permasalahan yang diberikan. Kreativitas yang menuntut sikap kreatif dari individu itu sendiri perlu dipupuk untuk melatih anak berpikir luwes (flexibility), lancar (fluency), asli (originality), menguraikan (elaboration) dan dirumuskan kembali (redefinition) yang merupakan ciri berpikir kreatif yang dikemukakan oleh Guilford (dalam Munandar, 2009).

3. Bersibuk diri secara kreatif tidak hanya bermanfaat, tetapi juga memberikan kepuasan kepada individu.

4. Kreativitas memungkinkan manusia meningkatkan kualitas hidupnya.

Dalam kenyataannya, kreativitas siswa dalam matematika belum diperhatikan oleh guru. Berdasarkan hasil observasi pada SD Negeri Angkasa I, kegiatan pembelajaran sudah difokuskan pada siswa. Siswa dibentuk dalam kelompok belajar dan bertanggung jawab atas LKS yang diberikan guru. Namun soal yang diberikan sebatas pada materi yang diajarkan yang telah didahului dengan contoh oleh guru, bukan merupakan masalah matematika. Pemberian soal rutin seperti itu membuat siswa hanya menguasai teknik penyelesaian yang sudah dicontohkan sebelumnya dan tidak memberikan ruang bagi siswa berkreasi dengan pengalaman matematika sebelumnya.


(8)

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru mata pelajaran matematika, beberapa faktor yang menyebabkan tidak dimungkinkan pemberian soal nonrutin adalah waktu yang terbatas, padatnya materi dan sulitnya mengembangkan penilaian yang memenuhi aspek kreativitas. Tes prestasi belajar umumnya hanya mengarah pada cara berpikir konvergen. Untuk menumbuhkan dan mengasah kemampuan kreativitas siswa, maka siswa harus diperkenalkan dengan masalah-masalah matematika yang menantang dan merangsang peserta didik untuk berpikir.

Hal itu, sesuai dengan salah satu tujuan pembelajaran matematika menurut kurikulum 2006 yaitu agar siswa memiliki kemampuan memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, memecahkan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. Masalah matematika hanya akan bisa dipecahkan jika siswa memiliki motivasi, kemampuan berpikir kreatif, keterampilan dan pengetahuan akan masalah yang diberikan di samping aspek lainnya. Dengan begitu kreativitas siswa yang ada pada siswa bisa diketahui dan dimunculkan. Seperti menurut Sternberg (2006) kreativitas sudah jelas terdapat pada anak-anak. Dengan demikian usaha kita untuk memunculkan kreativitas yang ada pada siswa semaksimal mungkin.

Aspek motivasi, berpikir kreatif dan keterampilan merupakan komponen kreativitas yang saling berkaitan. Aspek berpikir kreatif dan keterampilan merupakan dua aspek yang berkaitan dengan fungsi kognitif yang dapat diukur berdasarkan proses pemecahan masalah dan produk pemecahannya. Dalam penelitian ini kreativitas akan dideskripsikan atau ditelusuri berdasarkan dua


(9)

aspek yakni proses dan produk. Penelusuran kreativitas berdasarkan dua aspek ini lebih dimungkinkan karena kedua hal ini adalah aspek kognitif yang dapat langsung ditemukan melalui hasil pekerjaan siswa dan pengungkapan ide mereka secara lisan. Hal ini berbeda dengan aspek lain dalam kreativitas yakni pribadi dan dorongan yang merupakan aspek non kognitif atau ciri psikologis yang pengkajiannya cukup rumit. Indikator penelusuran kedua aspek tersebut adalah kefasihan (fluency), keluwesan/ luwes (flexibility), kebaruan(novelty) serta keterincian (elaboration). Selain itu kreativitas juga dideskripsikan berdasarkan kemampuan matematika siswa.

Mc Cabe (dalam Daniel Fasko, 2000) mengungkapkan bahwa ada hubungan antara tinggi skor IQ verbal dalam matematika dengan kreativitas yang tinggi yang diukur dengan Torrance Test of Creative Thinking (TTCT).

Sedangkan menurut Livne dan Milgram (2006) mengungkapkan bahwa kecerdasan umum dapat digunakan untuk memprediksi kemampuan matematika namun tidak dapat memprediksi kemampuan kreatif dan sebaliknya kemampuan kreatif tidak dapat memprediksi kemampuan matematika siswa.

Berdasarkan kenyataan ini, penulis tertarik untuk melihat dan mendeskripsikan kreativitas siswa dalam memecahkan masalah matematika berdasarkan tingkat kemampuan matematika. Kajian ini memungkinkan diperolehnya sumbangan pengetahuan baru dalam melihat kemampuan dan kreativitas siswa dan bagaimana memanfaatkannya. Sehingga kreativitas yang ada pada siswa bisa dimunculkan semaksimal mungkin.


(10)

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah, maka yang menjadi fokus penelitian ini adalah:

1. Bagaimana kreativitas siswa pada aspek proses dan produk dalam memecahkan masalah matematika pada siswa dengan tingkat kemampuan matematika rendah?

2. Bagaimana kreativitas siswa pada aspek proses dan produk dalam memecahkan masalah matematika pada siswa dengan tingkat kemampuan matematika sedang?

3. Bagaimana kreativitas siswa pada aspek proses dan produk dalam memecahkan masalah matematika pada siswa dengan tingkat kemampuan matematika tinggi?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kreativitas siswa dalam memecahkan masalah matematika ditinjau dari tingkat kemampuan matematika siswa. Namun secara spesifik tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui :

1. Kreativitas siswa pada aspek proses dan produk dalam memecahkan masalah matematika dengan tingkat kemampuan matematika rendah.

2. Kreativitas siswa pada aspek proses dan produk dalam memecahkan masalah matematika dengan tingkat kemampuan matematika sedang.

3. Kreativitas siswa pada aspek proses dan produk dalam memecahkan masalah matematika dengan tingkat kemampuan matematika tinggi.


(11)

D. Manfaat penelitian :

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Hasil penelitian ini memberikan sumbangan pengetahuan pada guru dan peneliti tentang kreativitas siswa dalam memecahkan masalah-masalah matematika.

2. Hasil dari penelitian ini sebagai bahan pertimbangan untuk merancang model atau strategi pembelajaran yang bertujuan meningkatkan atau mengoptimalkan kreativitas siswa.

3. Sebagai sebuah pengetahuan baru tentang kreativitas siswa dengan perbedaan kemampuan matematika dalam memecahkan masalah.

E. Batasan Istilah

Untuk menghindari perbedaan penafsiran, maka perlu diberikan batasan istilah sebagai berikut :

1. Kreativitas adalah produk dari kemampuan berpikir siswa dalam memecahkan masalah matematika dengan benar, menggunakan cara-cara yang berbeda serta menghasilkan sesuatu yang „baru‟.

2. Masalah matematika adalah soal yang tidak dapat diselesaikan dengan prosedur rutin yang sudah diketahui oleh siswa.

3. Memecahkan masalah adalah suatu proses atau kegiatan dalam menyelesaikan masalah matematika.

4. Indikator kreativitas adalah petunjuk atau keterangan tentang aktivitas kreatif yang dimunculkan siswa dalam memecahkan masalah. Indikator kreativitas dalam penelitian ini meliputi aspek proses kreatif dan produk yakni kefasihan


(12)

(fluency), keluwesan (flexibility), kebaruan (novelty), dan keterincian (elaboration).

5. Kefasihan (fluency) dalam pemecahan masalah mengacu pada bermacam-macam interpretasi atau jawaban terhadap sebuah masalah.

6. Keluwesan (flexibility) dalam pemecahan masalah mengacu pada kemampuan siswa memecahkan masalah dalam satu cara, kemudian dengan menggunakan cara lain.

7. Kebaruan (novelty) dalam pemecahan masalah mengacu pada kemampuan menjawab masalah dengan jawaban yang “tidak biasa” dilakukan oleh individu (siswa) pada tingkat pengetahuannya.

8. Keterincian (elaboration) dalam pemecahan masalah mengacu pada proses kerja yang terperinci, mudah dipahami, serta menggabungkan unsur-unsur, prinsip, konsep atau aturan dalam matematika yang benar yang tidak sama/serupa sehingga menjadi sebuah kesatuan yang menjawab masalah yang diberikan.

9. Tingkat kemampuan siswa adalah kemampuan individual siswa yang diukur berdasarkan nilai tes kemampuan matematika dan konsultasi dengan guru matematika tentang kemampuan matematika siswa. Tingkat kemampuan didasarkan pada batasan nilai untuk kelompok yang pertama (kemampuan tinggi) dengan syarat x >80, kelompok kedua (kemampuan sedang) dengan syarat 60 <x <80 dan kelompok ketiga (kemampuan rendah) dengan syarat x<60.


(13)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian lapangan, yang artinya sebagai penelitian yang datanya diperoleh dengan cara mengumpulkannya dari pengalaman empiris di lapangan penelitian dengan pendekatan kualitatif. Jenis penelitian kualitatif ini adalah deskriptif, yang selanjutnya disebut deskriptif kualitatif, artinya bahwa penelitian ini bermaksud melakukan penyelidikan dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan objek/subjek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya (Robert, S Bogdan dan Sari Knope Biklan, 1982).

Menurut Moleong (2005) penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi , tindakan, dll. secara holistic, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dahn dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.

Data penelitian yang dikumpulkan bersifat deskriptif. Peneliti mengumpulkan data dan mencatat fenomena yang terkait langsung atau tidak langsung dengan fokus penelitian. Karakteristik ini berimplikasi pada data yang terkumpul, yaitu cenderung berupa kata-kata atau uraian deskriptif, tanpa mengabaikan data berbentuk angka-angka. Tujuan penelitian yakni mendeskripsi kreativitas siswa dalam memecahkan masalah matematika ditinjau dari kemampuan matematika. Dengan demikian yang ditekankan dalam penelitian adalah bagaimana melihat,


(14)

mendokumentasikan hasil tertulis maupun wawancara dan dianalisis untuk mendeskripsikan kreativitas yang sesuai dengan masalah yang diberikan. Metode deskriptif merupakan suatu metode yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data dari hasil interview, catatan lapangan, foto, ataupun data-data yang dapat dijadikan petunjuk lainnya untuk digunakan dalam mencari data dengan interpretasi yang tepat. Metode ini digunakan untuk menggambarkan bagaimana kondisi di lapangan, proses apa-apa saja yang telah berlangsung dengan cara diagnosa dan menerangkan hubungan yang terjadi di lapangan dengan kajian teori, untuk kemudian dapat ditarik kesimpulan dari masalah yang ada sekarang, yang kesemuanya disusun secara sistematis berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan (Moleong, 2005).

B. Subjek Penelitian

Dalam penelitian ini, subyek penelitiannya adalah siswa kelas VI SD Negeri Angkasa I Kecamatan Kalijati Kabupaten Subang, sekolah yang sudah RSBI, sehingga peneliti tertarik untuk meneliti kemampuan kreativitasnya serta dari observasi lapangan ternyata guru masih mengalami kesulitan dalam mengembangkan kreativitas siswa, sehingga belum diketahui pasti bagaimana kretivitas siswa dalam memecahkan masalah.

Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Angkasa I yang beralamat di jalan Protokol TNI AU Suryadarma Kalijati, Kecamatan Kalijati Kabupaten Subang Provinsi Jawa Barat.


(15)

- Letak geografis SD Negeri Angkasa I terletak di lingkungan Komplek TNI AU.

- Kondisi sosial ekonomi orang tua siswa pada umumnya sebagai TNI, PNS, dan wiraswasta, rata-rata siswa yang masuk ke sekolah ini berlatar belakang social ekonomi menengah ke atas.

- Kualifikasi pendidikan guru yang bertugas mengajar di SD ini ada 23 (dua puluh tiga) orang termasuk kepala sekolah, 11 (sebelas) orang PNS, 7 (tujuh) orang honorer, kualifikasi pendidikan S-2 dan S-1 PGSD.

- Termasuk Sekolah Standar RSBI (Rintisan Sekolah Berstandar Internasional) merupakan sekolah satu-satunya yang RSBI di Kabupaten Subang dan merupakan sekolah unggulan.

Jumlah siswa kelas VI A pada sekolah ini adalah 26 (dua puluh enam) siswa. Pengambilan sampel dilakukan secara Non-Probabilitas (Non-Acak). Pengambilan sampel Non-Acak dilakukan terhadap siswa Kelas VI A SDN I Angkasa. Jumlah subjek penelitian dikelompokan sebanyak 3 level, yang terdiri dari kemampuan rendah, sedang dan tinggi masing-masing 2 subjek. Pengambilan sampel dari tiap tingkatan kemampuan matematika siswa dilakukan dengan teknik Purposive Sampling, yaitu pemilihan sampel berdasarkan karakteristik tertentu yang dianggap mempunyai sangkut paut dengan karakteristik populasi yang sudah diketahui sebelumnya serta berdasarkan hasil rekomendasi dari guru kelas VI A. Subjek ini ditelaah kreativitasnya dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah matematika. Subjek ini masing-masing diberikan soal pemecahan masalah


(16)

kemudian untuk memperjelas kreativitas pada subjek juga dilakukan wawancara mendalam.

Subjek yang diambil adalah siswa kelas VI, hal ini dikarenakan :

1. Berdasarkan teori perkembangan kognitif Piaget, siswa pada jenjang ini telah berada pada tahap operasional formal sehingga sudah mampu berpikir secara abstrak dalam memecahkan masalah-masalah matematika. 2. Siswa sudah memiliki bekal pengetahuan dasar dan pengalaman yang

sesuai dengan masalah yang akan diberikan. Pemilihan subjek didasarkan pada 2 kriteria yakni 1) nilai tes kemampuan matematika yang hasilnya dibagi dalam tiga kelompok yakni rendah, sedang dan tinggi, 2) informasi guru kelas VI tentang kemampuan siswa.


(17)

Keterangan :

: urutan kegiatan : kegiatan

: hasil kegiatan : keputusan

Gambar 3.1

Alur pemilihan subjek penelitian Pemberian tes kemampuan

masalah matematika

Pengelompokan siswa berdasarkan kemampuan

Kemampuan Tinggi

Apakah subjek sdh memenuhi

kriteria ? Kemampuan

Sedang

Kemampuan Rendah

Pilih subjek penelitian

Diperoleh 2 siswa dari tiap kelompok


(18)

C. Tehnik Pengumpulan Data

Tekhnik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu melalui dokumentasi dan wawancara. Teknik pengumpulan data tersebut dapat diharapkan dapat saling melengkapi, sehingga diperoleh suatu informasi yang diharapkan.

1. Tes

Menurut (Arikunto, 2006) tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kepompok. Tes dapat juga diartikan sebagai alat pengukur yang mempunyai standar objektif, sehingga dapat dipergunakan secara meluas, serta betul-betul dapat digunakan untuk mengukur dan membandingkan keadaan pskis atau tingkah laku individu. Tes merupakan suatu prosedur yang sistematis untuk mengamati atau mendeskripsikan satu atau lebih karakteristik seseorang dangan menggunakan standar numeric atau system kategori. Tes merupakan prosedur sistematik di mana individual yang dites direpresentasikan dengan suatu set stimuli jawaban mereka yang dapat menunjukkan ke dalam angka. Subjek dalam hal ini, harus bersedia mengisi item-item dalam tes yang sudah direncanakan sesuai dengan pilihan hati dan pikiran guna menggambarkan respons subjek terhadap item yang diberikan. Respons yang telah diberikan oleh subjek, kemudian diolah secara sistematis menuju suatu arah kesimpulan yang menggambarkan tingkah laku atau kemampuan subjek tersebut. Jenis tes yang dilakukan merupakan tes prestasi yang bertujuan untuk mengukur


(19)

prestasi subjek. tes prestasi ini dilakukan dengan menggunakan soal tes yang sudah diuji tes validitas dan reliabilitasnya. Bentuk tes yang digunakan berupa soal pilihan ganda.

2. Dokumen

Dokumen adalah suatu teknik dimana data diperoleh dari dokumen-dokumen yang ada pada benda-benda tertulis seperti buku-buku notulensi, makalah, peraturan-peraturan, buletin-buletin, catatan harian dan sebagainnya (Arikunto, 2006). Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya dari seseorang. Dokumen dalam penelitian ini berupa hasil siswa dalam mengerjakan tes yang diberikan gurunya yaitu hasil pekerjaan siswa dalam memecahkan soal pemecahan masalah.

3. Wawancara

Esterberg (dalam Sugiyono, 2012) mendefinisikan wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikontruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Wawancara digunakan sebagai tehnik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, tetapi juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam. Teknik pengumpulan data ini mendasarkan diri pada laporan tentang diri sendiri atau setidak-tidaknya pada pengetahuan dan atau keyakinan pribadi.


(20)

Esterberg (dalam Sugiyono, 2012) mengemukakan beberapa macam wawancara, yaitu wawancara terstruktur, semiterstruktur, dan tidak terstruktur.

Wawancara terstruktur digunakan sebagai tehnik pengumpulan data, bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh. Oleh karena itu dalam melakukan wawancara, pengumpul data telah mempersiapkan instrumen penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis yang alternatif jawabannya telah disiapkan. Dengan wawancara terstruktur ini, pengumpulan data dapat menggunakan beberapa pewawancara sebagai pengumpul data. Supaya setiap pewawancara mempunyai keterampilan yang sama, maka diperlukan training kepada calon pewawancara. Dalam melakukan wawancara, selain harus membawa instrumen sebagai pedoman untuk wawancara, maka pengumpul data juga dapat menggunakan alat bantu seperti tape recorder, gambar, brosur dan material lain yang dapat membantu pelaksanaan wawancara menjadi lancar.

Wawancara semistruktur, tujuan dari wawancara jenis ini adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat, dan ide-idenya. Dalam melakukan wawancara, peneliti perlu mendengarkan secara teliti dan mencatat apa yang dikemukakan oleh informan. Wawancara merupakan tanya jawab antara peneliti dengan responden atau informan yang diperlukan untuk dimintai keterangan atau pendapatnya tentang suatu masalah yang sedang


(21)

diteliti. Semi-terstruktur adalah sesuatu yang bersifat fleksibel, tidak terpatok pada tatacara yang ada. Adapaun definisi wawancara semi-terstruktur adalah wawancara fleksibel, petuntuk wawancara (pertanyaan) akan dikembangkan dilapangan yang memungkinkan pertanyaan-pertanyaan baru akan muncul. Namun pedoman wawancara tetap membantu para peneliti untuk berfokus pada topik penelitian. Kebebasan ini dapat membantu pewawancara untuk menyesuaikan pertanyaan-pertanyaan berdasarkan isi dan situasi kepada orang-orang yang diwawancara (Lindlof dan Taylor, 2002).

Wawancara tak berstruktur, merupakan wawancara yang bebas, peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk mengumpulkan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan. Wawancara tidak berstruktur atau terbuka sering digunakan dalam penelitian pendahuluan atau malahan untuk penelitian yang lebih mendalam tentang subjek yang diteliti. Pada penelitian pedahuluan, peneliti berusaha mendapatkan informasi awal tentang berbagai isu atau permasalahan yang ada pada objek, sehingga peneliti dapat menentukan secara pasti permasalahan atau variabel apa yang harus diteliti. Untuk mendapatkan gambaran permasalahan yang lebih lengkap, maka peneliti perlu melakukan wawancara kepada pihak-pihak yang mewakili berbagai tingkatan yang ada dalam objek. Untuk mendapatkan informasi yang lebih dalam tentang responden, maka peneliti dapat juga


(22)

menggunakan wawancara tidak terstruktur. Dalam wawancara tidak terstruktur, peneliti belum mengetahui secara pasti data apa yang akan diperoleh, sehingga peneliti lebih banyak mendengarkan apa yang diceritakan oleh responden. Berdasarkan analisis terhadap setiap jawaban dari responden tersebut, maka peneliti dapat mengajukan berbagai pertanyaan berikutnya yang lebih terarah pada suatu tujuan. Dalam melakukan wawancara peneliti dapat menggunakan cara “berputar-putar baru menukik” artinya pada awal wawancara, yang dibicarakan adalah hal -hal yang tidak terkait dengan tujuan, bila sudah terbuka kesempatan untuk menanyakan sesuatu yang menjadi tujuan, maka segera ditanyakan. Wawancara baik yang dilakukan dengan face to face maupun yang menggunakan pesawat telepon, akan selalu terjadi kontak pribadi, oleh karena itu pewawancara perlu memahami situasi dan kondisi sehingga dapat memilih waktu yang tepat dalam melakukan wawancara. Pada saat responden sedang sibuk bekerja, sedang mempunyai masalah berat, sedang mulai istirahat, sedang tidak sehat, sedang marah, maka harus hati-hati dalam melakukan wawancara. Kalau dipaksakan wawancara dalam kondisi itu maka akan menghasilkan data yang tidak valid dan akurat. Bila responden yang akan diwawancarai telah ditentukan orangnya, maka sebaiknya sebelum melakukan wawancara, pewawancara minta waktu terlebih dahulu kepada subjek untuk melaksanakannya. Dengan cara ini maka suasana wawancara akan lebih baik, sehingga data yang diperoleh akan lebih lengkap dan valid. Wawancara yang dilakukan dalam penelitian


(23)

ini dengan cara melakukan kutipan langsung terhadap narasumber tentang pengalaman, opini, persepsi dan pengetahuan serta pengalamannya. Wawancara dilakukan untuk mengetahui langkah-langkah yang telah dikerjakan dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah serta alasannya. Adapun jenis wawancara yang dilakukan adalah wawancara mendalam (Indepth Interview). Wawancara mendalam merupakan proses menggali informasi secara mendalam, terbuka, dan bebas dengan masalah dan fokus penelitian dan diarahkan pada pusat penelitian (Moleong, 2005 : 186). Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit atau kecil. Teknik pengumpulan data ini mendasarkan diri pada laporan tentang diri sendiri atau self-report atau setidak-tidaknya pada pengetahuan dan atau keyakinan pribadi. Wawancara dapat dilakukan secara terstruktur maupun tidak terstruktur, dan dapat dilakukan melalui tatap muka (face to face) maupun dengan menggunakan telepon (Sugiyono, 2012: 137).

Wawancara mendalam bersifat luwes, terbuka, tidak berstruktur, dan tidak baku. Intinya ialah pertemuan untuk memahami pandangan subjek penelitian, sebagaimana diungkapkan dalam bahasanya sendiri. Dalam penelitian ini menggunakan wawancara mendalam dengan tidak bertruktur. Jenis wawancara ini bersifat fleksibel dan memungkinkan peneliti mengikuti minat dan pemikiran partisipan. Pewawancara dengan


(24)

bebas menanyakan berbagai pertanyaan kepada partisipan dalam urutan manapun bergantung pada jawaban. Hal ini dapat ditindak lanjuti, tetapi peneliti juga mempunyai agenda sendiri yaitu tujuan penelitian yang dimiliki dalam pikirannya dan isu tertentu yang akan digali. Namun pengarahan dan pengendalian wawancara oleh peneliti sifatnya minimal. Umumnya, ada perbedaan hasil wawancara pada tiap partisipan, tetapi dari yang awal biasanya dapat dilihat pola tertentu. Partisipan bebas menjawab, baik isi maupun panjang pendeknya paparan, sehingga dapat diperoleh informasi yang sangat dalam dan rinci.

Atau bisa dikatakan wawancara klinis terhadap sumber data. Hal ini umumnya sepakat bahwa asal-usul metode klinis sebagai alat penelitian formal bertepatan dengan penyelidikan awal Piaget ke dalam pemikiran anak-anak. Dalam sebuah wawancara klinis dialog atau percakapan yang diadakan antara seorang pewawancara dewasa dan subjek. Dialog ini berpusat di sekitar masalah atau tugas yang telah dipilih untuk memberikan subjek setiap kesempatan untuk menampilkan perilaku dari mana mekanisme mental yang digunakan dalam berpikir tentang tugas itu atau pemecahan masalah yang dapat disimpulkan (Opper, 1977).


(25)

Gambar 3.2

Teknik Pengumpulan Data Subjek I

Pemberian Tes Pemecahan Masalah

Masalah 1

Data tertulis hasil analisis

Wawancara

Analisis data masalah 1

Hasil Penelitian

Masalah 2

Analisis Data Sesuai Indikator Analisis Data Sesuai Indikator

Data tertulis hasil analisis

Wawancara

Data valid masalah 1

Data valid masalah 2


(26)

D. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian kualitatif ini, peneliti bertindak sebagai peran utama, serta penelitian ini lebih menekankan proses dan hasil dalam penelitian. Dalam penelitian ini digunakan instrumen pendukung sebagai berikut :

1. Indikator Kreativitas

Instrumen ini berisi petunjuk atau keterangan tentang aktivitas kreatif yang diperoleh dari kajian teori kreativitas dari para ahli. Dalam penelitian ini kreativitas dilihat dari aspek proses kreatif dan poduk kreatif yakni kefasihan/kelancaran (fluency), keluwesan/luwes (flexibility), kebaruan (novelty) serta keterincian (elaboration).

2. Soal Tes Kemampuan Matematika

Instrumen ini digunakan untuk mengetahui kemampuan matematika siswa secara keseluruhan, butir soal tes ini tidak terbatas pada sebuah materi tertentu namun matematika secara umum yang pernah dipelajari siswa. Hal ini dilakukan karena soal-soal pemecahan masalah yang digunakan merupakan soal yang dirancang dengan penyelesaian yang melibatkan banyak pengetahuan matematika.

3. Soal Tes Pemecahan Masalah

Soal tes pemecahan masalah terdiri dari dua buah soal yang digunakan untuk mengetahui bagaimana siswa memecahkan masalah kemudian ditelusuri kreativitasnya berdasarkan indikator yang ditetapkan. Dua buah soal tersebut terdiri dari soal geometri tentang volume bangun datar dan


(27)

KPK. Soal tes ini dikonsultasikan dengan pembimbing dan divalidasi oleh beberapa ahli.

4. Pedoman Wawancara

Pedoman wawancara dalam penelitian ini berupa pertanyaan garis besarnya saja. Dalam kegiatan wawancara, pertanyaan yang diajukan disesuaikan dengan kondisi proses dan hasil pemecahan yang disajikan oleh siswa .pedoman wawancara ini dikonsultasikan dengan pembimbing dan divalidasi oleh beberapa ahli.

Pengembangan instrumen penelitian dilakukan untuk mendapatkan instrumen yang valid yang dapat digunakan dalam penelitian. Bentuk instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah berbentuk soal tes kemampuan matematika dan soal tes pemecahan masalah. Soal tes pemecahan masalah menggunakan berbagai konsep dan aturan dalam matematika dengan kemungkinan proses yang berbeda sesuai dengan tuntutan indikator proses dan produk kreativitas yang digunakan. Selain itu menggunakan bahasa Indonesia yang baku, mudah di pahami dan tidak menimbulkan berbagai penafsiran. Validator yang dipercaya peneliti untuk memvalidasi instrumen penelitian ini terdiri dari 2 orang dosen matematika dan seorang guru mata pelajaran matematika.

Validator dipilih sesuai dengan kriteria yang ditetapkan peneliti meliputi: 1) Validator (dosen) memiliki tingkat pendidikan minimal S3, sebanyak dua

orang yakni Dosen Matematika.

2) Validator (guru) memiliki pengalaman mengajar yang cukup dan dipandang mampu memberikan masukan yang baik.


(28)

E. Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif, mengikuti konsep yang diberikan Miles and Huberman (Sugiyono, 2012).

Miles and Huberman (Sugiyono, 2012), mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus pada setiap tahapan penelitian sehingga sampai tuntas, dan datanya sampai jenuh. Aktivitas dalam analisis data, yaitu data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification.

Langkah-langkah analisis ditunjukan pada gambar berikut :

Gambar 3.3

Komponen dalam analisis data

Data collection

Data display

Data reduction

Conclusions : Drawing / verifying


(29)

F. Prosedur Penelitan

Secara ringkas prosedur penelitian dimulai dengan mengadakan observasi ke sekolah untuk melihat bagaimana pembelajaran dilaksanakan di kelas, apakah siswa terbiasa mengerjakan masalah matematika baik secara individu maupun kelompok juga bagaimana keterlibatan siswa di dalam kegiatan pembelajaran. Kegiatan berikutnya adalah mengkaji teori tentang kreativitas sebagai bagian dariusaha memperoleh indikator kreativitas yang dapat digunakan untuk mengukur kreativitas siswa dalam memecahkan masalah matematika. Selain itu disusun juga instrumen pendukung lainnya yakni tes kemampuan matematika dan soal pemecahan masalah. Instrumen tes pemecahan masalah kemudian dikonsultasikan dengan pembimbing dan divalidasi oleh beberapa ahli serta diujicobakan untuk mendapatkan instrumen mudah dipahami serta dapat mengukur kreativitas siswa. Kegiatan penelitian dimulai dengan memberikan soal tes kemampuan matematika. Tes ini bertujuan untuk melihat kemampuan awal siswa untuk dikelompokkan dalam tiga tingkatan yakni rendah, sedang dan tinggi. Hasil tes kemudian dianalisis dan siswa dikelompokkan dalam tiga tingkatan tersebut. Pemilihan subjek dilakukan dengan mengambil masing-masing dua siswa dari tiap tingkatan dengan mempertimbangkan informasi dari guru mata pelajaran tentang kemampuan komunikasi siswa. Subjek penelitian yang dipilih adalah wakil dari masing-masing tingkatan yang mampu mengungkapkan pendapat atau pikirannya secara lisan maupun tulisan. Subjek penelitian kemudian diberikan tes pemecahan masalah. Kegiatan akhir penelitian adalah analisis data hasil pekerjaan siswa dan wawancara untuk melihat kreativitas yang ditampilkan


(30)

berdasarkan indikator kreativitas yang ada untuk selanjutnya dituangkan dalam bentuk laporan hasil penelitian.

Kegiatan penelitian tersebut dilakukan dalam tiga tahapan kegiatan pokok, yaitu:

1. Tahap Persiapan

1) Orientasi lapangan atau observasi ke sekolah

2) Pengkajian teori kreativitas dan penyusunan indikator kreativitas 3) Pengembangan instrumen

a. Menyusun kisi-kisi soal tes kemampuan matematika b. Menyusun instrumen soal tes kemampuan matematika c. Menyusun instrumen soal pemecahan masalah.

d. Validasi instrumen oleh ahli e. Uji coba instrumen

f. Menyiapkan instrumen dan administrasi penelitian 2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Tahap ini adalah kegiatan utama penelitian yang meliputi :

1) Memberikan soal tes kemampuan metematika dengan tujuan memperoleh gambaran pengelompokan kemampuan siswa.

2) Pemilihan subjek berdasarkan tiap tingkat kemampuan matematika yakni masing-masing 2 siswa dari kelompok dengan kemampuan rendah, sedang dan tinggi.


(31)

3) Memberikan soal pemecahan masalah dan hasilnya akan dianalisis dengan indikator kreativitas dan diadakan wawancara terhadap subjek penelitian.

3. Tahap Penyelesaian

1) Mengolah dan menganalisis data hasil penelitian 2) Penyusunan laporan hasil penelitian


(32)

tidak

ya tidak

Gambar 3.4

prosedur penelitian secara lengkap Mengkaji teori

kreativitas

Menyusun indikator

kreativitas Indikator

kreativitas

ya

Pemberian tes kemampuan matematika Pengelompokan siswa Subjek penelitian Pemberian tes pemecahan Data tertulis Wawancara

Data subjek yang valid

Analisis dan penarikan kesimpulan

Analisis hasil tes

Analisis dan penarikan kesempulan Data kreativitas

Validasi instrument Menyusun instrument Revisi instrument Pelaksanaan penelitian Pemilihan subjek penelitian Subjek penelitian Pengumpulan data Pemberian tes pemecahan masalah 2

Data subjek yang valid

Analisis hasil tes

Hasil penelitian Instruments Valid? Apakah subjek sudah memenuhi kriteria


(33)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis, peneliti menyimpulkan sebagai berikut :

1. Dari empat indikator kreativitas dalam memecahkan masalah matematika pada aspek proses dan produk, siswa dengan tingkat kemampuan matematika rendah hanya mampu memenuhi dua indikator yaitu kefasihan dan keterincian. Hal ini dikarenakan siswa sulit memulai dalam berfikir untuk menyelesaikan masalah yang lebih rumit atau menantang. Siswa dengan kemampuan rendah memecahkan masalah atau membuat penyelesaian yang mudah dan menghindar dari kecenderungan hal-hal yang sulit. Hal ini diduga diakibatkan karena malas ataupun kurangnya latihan dalam mengembangkan kreativitas.

2. Dari empat indikator kreativitas dalam memecahkan masalah matematika pada aspek proses dan produk, siswa dengan tingkat kemampuan matematika sedang hanya mampu memenuhi tiga indikator yaitu kefasihan, kebaruan dan keterincian. Dibandingkan dengan siswa pada tingkat kemampuan rendah, siswa pada tingkat ini menunjukan perbedaan kemampuan dapat menunjang kemampuan untuk kreatif. Siswa juga menunjukkan ketertarikannya dengan memecahkan masalah matematika dengan menampilkan pemecahan masalah yang berbeda dengan siswa yang lain hanya saja sudut pandang dalam menyelesaikan masalahnya siswa masih kurang karena kebiasaan siswa yang selalu terpaku pada


(34)

penyelesaian standar atau rumus yang biasa dipelejari di kelas. Siswa dengan kemampuan sedang ini baiknya sering diberikan soal pemecahan masalah serta perlu pengarahan dalam menyelesaikannya shingga kreativitasnya bisa dikembangkan semaksimal mungkin

3. Dari empat indikator kreativitas dalam memecahkan masalah matematika pada aspek proses dan produk, siswa dengan tingkat kemampuan matematika tinggi mampu memenuhi dua indikator yaitu kefasihan dan keterincian, keluwesan dan keterbaruan. Meskipun masih ada kekurangan dalam menyelesaikan masalahnya. Siswa pada tingkat kemampuan ini telah menunjukan perbedaan dengan kedua tingkat sebelumnya. Nampaknya siswa pada tingkat ini siswa menyukai tantangan menginginkan penampilan yang berbeda dengan tingkat yang lainnya dilihat dari jawaban subjek yang beda dari yang lainnya.

B. Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat dikemukakan rekomendasi sebagai berikut:

1. Dalam mengembangkan kreativitas siswa dari kemampuan rendah sampai kemampuan tinggi siswa hendaknya diberi bimbingan berupa contoh dalam dalam memulai untuk berfikir kreatif dalam menyelesaikan masalahnya.

2. Siswa diberi alat peraga atau dengan soal yang lebih jelas yang bisa membantu untuk memudahkan mengembangkan kreativitas siswa. Seperti


(35)

dalam memecahkan masalah bangun datar menggunakan kertas dan gunting untuk memecahkan masalahnya

3. Untuk guru perlu dimaksimalkan dalam membuat soal pemecahan masalahnya sehingga data terungkap kreativitas siswa yang sebenarnya. 4. Untuk dalam membuat soal pemecahan masalah yang digunakan untuk

mengungkap kreativitas hendaknya diberikan soal lanjutan sebagai level atau tingkatan kreativitas siswa.


(36)

DAFTAR PUSTAKA

Aguirre, K. (2010). Creativity and Intelligence in Preschoolers: Preliminary Findings. The University of Alabama McNair Journal. Vol I,pp.1-7

Arikunto, S. (2006). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta. Bumi Aksara

Basuki, H. (2005). Pengembangan Kreativitas. [Online]. Tersedia: http:/repository.gunadarma.ac.id:8000/kommit2004_psikologi_012_362. pdf. [18 November 2011]

Bogdan, R S. (1982). Qualitative Research for education an Introduction to Theory and Methods. Boston. Allynan Bacon

Chamberlin, Scott dan Moon, S. (2005). Model Elicting Activity (MEA) as Tool to Develop and Identify Creatively Gifted Mathematicians. The journal of secondary gifted education. Vol XVII, No. 1, Fall 2005, pp 37 – 43

Craft, A. (2001). An analysis of research and literature on CREATIVITY IN EDUCATION. The Curriculum Journal. Vol.I. p13-15.

David, R, K. (2002). A Revision of Bloom’s Taxonomy. An Overview Ohio: Theory Into Practice, vol 41 number 4.

Depdiknas. (2006). Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Sekolah Menengah Atas. Jakarta: Depdiknas.

Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Depdiknas. (2008). Kreativitas. Jakarta: Depdiknas.

Dryden, G dan Jeannette. (2000). Revolusi Cara Belajar. Bandung Kaifa

Fasko, D. (2000). Education and Creativity. Creativity Research Journal. Vol. 13, Nos. 3 & 4, 317–327

Getzels, J W and Jackson, PW. (1962). Creativity and intelligence. New York. Explorations with gifted students Wiley.

Hardianti, T. (2010). Intelegensi dan Kreativitas, Adakah Hubungan di Antara Keduanya?http://edukasi.kompasiana.com/2010/11/18/intelegensi-dan kreativitas adakah-hubungan-di-antara-keduanya/

Haylock, D. (1997). Recognising Mathematical Creativity in School children. www.springerlink.com/index/G3PU5367V70U3HLR.pdf


(37)

Hudoyo, H. (2001). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Universitas Negeri Malang

Kaufman, J.C. (2011). Finding Creative Potential on Intelligence Test via Divergent Production. Canadian Journal of School Psychology 26(2) 83-106

Kattou, M. (2011). Does mathematical creativity differentiate mathematical ability?http://www.cerme7.univ.rzeszow.pl/WG/7/Kattou_et_al_CERME7 _ WG7.pdf. Diunduh tanggal 7 Juni 2012

Krulik, S & Rudnick, J A. (1995). The New Sourcebook for Teaching Reasoning and Problem Solving in Elementary School. Needham Heights: Allyn & Bacon

Kusuma,Y. (2010). Creative Problem Solving. Jakarta: Rumah Pengetahuan Lindlof, T. R. & Taylor, B. C. (2002). Qualitative communication research

methods. Thousand Oaks, CA: Sage Publications

Livne and Milgram. (2006). Academic Versus Creative Abilities in Mathematics:

Two Components of the Same Construct? [Online].

http://www.psychologieaktuell.com/fileadmin/download/PschologyScienc e/2-2008/13_Holling.pdf. [7 Juni 2012]

Moleong,L.J. (2005). Metodologi Penelitian Kualitatif.Bandung. PT. Remaja Rosda Karya

Muijs, D. dan Reynolds, D. (2008). Effective Teaching. Jogjakarta: Pustaka Pelajar.

Muzdalipah,I. (2009). Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika

melalui pendekatan problem posing. [Online].

Tersedia:http://ejournal.umm.ac.id/index.php/penmath/article/viewFile/61 2/634_umm_scientific_journal.pdf. [10 Mei 2012]

Munandar, U. (2009). Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta

Opper, S. (1977). Piaget's clinical method. Dalam Journal of Children's Mathematical Behavior. 1(4). 90-107

Palaniappan, A K. ( 2006). Academic Achievement of Groups Formed Based on Creativity and Intelligence. Faculty of Education, University of Malaya


(38)

Robinson,J.R. (2008). Webster`s Dictionary Defenition of Creativity. Online Journal of Workforce Education and Development. Volume III. P 3-4 Samo, D. (2011). Kreativitas Siswa Dalam Memecahkan Masalah Matematika

Ditinjau Dari Kemampuan Matematika Siswa. Tesis. Unesa University Press: Surabaya

Shadiq, F. (2004). Pemecahan Masalah, Penalaran dan Komunikasi. Yogyakarta: Pusat pengembangan dan penataran guru.

Shadiq, F. (2004). Psikologi Pembelajaran. Yogyakarta: Pusat pengembangan dan penataran guru.

Silver, E,A. (1997). Fostering Creativity through Instruction Rich in Mathematical Problem Solving and Thinking in Problem Posing.[Online]. http://tatagyes.files.wordpress.com/2007/10/tatagyes_interconfunisba.pdf.[ 2 Mei 2012]

Silvia, P. J. (2008). Creativity and intelligence revisited: A reanalysis of Wallach and Kogan (1965). Creativity Research Journal, 20, 34-39

Sriraman, B. (2011). The Elements of Creativity and Giftedness in Mathematics. Rotterdam: Sense Publishers

Siswono,T.Y.E. (2007). Penjenjangan Kemampuan Berfikir Kreatif dan Identifikasi Tahap Berfikir Siswa dalam Memecahkan dan Mengajukan Masalah Matematika. Unesa University Press: Surabaya

Sternberg, R. J. (2006). The nature of creativity. Creativity Research Journal. 18 (1). p. 93-94

Sugiyono. (2009). Statistika untuk penelitian.Bandung: Alfabeta

Supriadi, D. (2001). Kreativitas, Kebudayaan, dan Perkembangan Iptek. Bandung: ALFABETA

Trihadiyanti.(2006). Mengembangkan Kreativitas Anak Melalui Pembelajaran

Berbasis Masalah. [Online]. Tersedia:

http://www.sd-binatalenta.com/arsipartikel/artikel_tri.pdf. [12 oktober 2011] Wulan, A. (2004). Revisi Taksonomi Bloom.Bandung : FMIPA UPI

Yamamoto, K and Davis. (1964). Creative Thingking and Achievment Test item Responses of Elementary School Pupils: A Premilinary Investigation. Kent State University Ohio


(39)

Yusiana, M.A. (2012). Pola Asuh Orang Tua Terhadap Tingkat Kreativitas Anak. Jurnal stikes Volume 5, No.1. p 3-4


(1)

penyelesaian standar atau rumus yang biasa dipelejari di kelas. Siswa dengan kemampuan sedang ini baiknya sering diberikan soal pemecahan masalah serta perlu pengarahan dalam menyelesaikannya shingga kreativitasnya bisa dikembangkan semaksimal mungkin

3. Dari empat indikator kreativitas dalam memecahkan masalah matematika pada aspek proses dan produk, siswa dengan tingkat kemampuan matematika tinggi mampu memenuhi dua indikator yaitu kefasihan dan keterincian, keluwesan dan keterbaruan. Meskipun masih ada kekurangan dalam menyelesaikan masalahnya. Siswa pada tingkat kemampuan ini telah menunjukan perbedaan dengan kedua tingkat sebelumnya. Nampaknya siswa pada tingkat ini siswa menyukai tantangan menginginkan penampilan yang berbeda dengan tingkat yang lainnya dilihat dari jawaban subjek yang beda dari yang lainnya.

B. Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat dikemukakan rekomendasi sebagai berikut:

1. Dalam mengembangkan kreativitas siswa dari kemampuan rendah sampai kemampuan tinggi siswa hendaknya diberi bimbingan berupa contoh dalam dalam memulai untuk berfikir kreatif dalam menyelesaikan masalahnya.

2. Siswa diberi alat peraga atau dengan soal yang lebih jelas yang bisa membantu untuk memudahkan mengembangkan kreativitas siswa. Seperti


(2)

dalam memecahkan masalah bangun datar menggunakan kertas dan gunting untuk memecahkan masalahnya

3. Untuk guru perlu dimaksimalkan dalam membuat soal pemecahan masalahnya sehingga data terungkap kreativitas siswa yang sebenarnya. 4. Untuk dalam membuat soal pemecahan masalah yang digunakan untuk

mengungkap kreativitas hendaknya diberikan soal lanjutan sebagai level atau tingkatan kreativitas siswa.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Aguirre, K. (2010). Creativity and Intelligence in Preschoolers: Preliminary

Findings. The University of Alabama McNair Journal. Vol I,pp.1-7 Arikunto, S. (2006). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta. Bumi Aksara

Basuki, H. (2005). Pengembangan Kreativitas. [Online]. Tersedia: http:/repository.gunadarma.ac.id:8000/kommit2004_psikologi_012_362. pdf. [18 November 2011]

Bogdan, R S. (1982). Qualitative Research for education an Introduction to Theory and Methods. Boston. Allynan Bacon

Chamberlin, Scott dan Moon, S. (2005). Model Elicting Activity (MEA) as Tool to Develop and Identify Creatively Gifted Mathematicians. The journal of secondary gifted education. Vol XVII, No. 1, Fall 2005, pp 37 – 43

Craft, A. (2001). An analysis of research and literature on CREATIVITY IN EDUCATION. The Curriculum Journal. Vol.I. p13-15.

David, R, K. (2002). A Revision of Bloom’s Taxonomy. An Overview Ohio: Theory Into Practice, vol 41 number 4.

Depdiknas. (2006). Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Sekolah Menengah Atas. Jakarta: Depdiknas.

Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Depdiknas. (2008). Kreativitas. Jakarta: Depdiknas.

Dryden, G dan Jeannette. (2000). Revolusi Cara Belajar. Bandung Kaifa

Fasko, D. (2000). Education and Creativity. Creativity Research Journal. Vol. 13, Nos. 3 & 4, 317–327

Getzels, J W and Jackson, PW. (1962). Creativity and intelligence. New York. Explorations with gifted students Wiley.

Hardianti, T. (2010). Intelegensi dan Kreativitas, Adakah Hubungan di Antara Keduanya?http://edukasi.kompasiana.com/2010/11/18/intelegensi-dan kreativitas adakah-hubungan-di-antara-keduanya/

Haylock, D. (1997). Recognising Mathematical Creativity in School children. www.springerlink.com/index/G3PU5367V70U3HLR.pdf


(4)

Hudoyo, H. (2001). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Universitas Negeri Malang

Kaufman, J.C. (2011). Finding Creative Potential on Intelligence Test via Divergent Production. Canadian Journal of School Psychology 26(2) 83-106

Kattou, M. (2011). Does mathematical creativity differentiate mathematical ability?http://www.cerme7.univ.rzeszow.pl/WG/7/Kattou_et_al_CERME7 _ WG7.pdf. Diunduh tanggal 7 Juni 2012

Krulik, S & Rudnick, J A. (1995). The New Sourcebook for Teaching Reasoning and Problem Solving in Elementary School. Needham Heights: Allyn & Bacon

Kusuma,Y. (2010). Creative Problem Solving. Jakarta: Rumah Pengetahuan Lindlof, T. R. & Taylor, B. C. (2002). Qualitative communication research

methods. Thousand Oaks, CA: Sage Publications

Livne and Milgram. (2006). Academic Versus Creative Abilities in Mathematics: Two Components of the Same Construct? [Online]. http://www.psychologieaktuell.com/fileadmin/download/PschologyScienc e/2-2008/13_Holling.pdf. [7 Juni 2012]

Moleong,L.J. (2005). Metodologi Penelitian Kualitatif.Bandung. PT. Remaja Rosda Karya

Muijs, D. dan Reynolds, D. (2008). Effective Teaching. Jogjakarta: Pustaka Pelajar.

Muzdalipah,I. (2009). Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika melalui pendekatan problem posing. [Online]. Tersedia:http://ejournal.umm.ac.id/index.php/penmath/article/viewFile/61 2/634_umm_scientific_journal.pdf. [10 Mei 2012]

Munandar, U. (2009). Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta

Opper, S. (1977). Piaget's clinical method. Dalam Journal of Children's Mathematical Behavior. 1(4). 90-107

Palaniappan, A K. ( 2006). Academic Achievement of Groups Formed Based on Creativity and Intelligence. Faculty of Education, University of Malaya


(5)

Robinson,J.R. (2008). Webster`s Dictionary Defenition of Creativity. Online Journal of Workforce Education and Development. Volume III. P 3-4 Samo, D. (2011). Kreativitas Siswa Dalam Memecahkan Masalah Matematika

Ditinjau Dari Kemampuan Matematika Siswa. Tesis. Unesa University Press: Surabaya

Shadiq, F. (2004). Pemecahan Masalah, Penalaran dan Komunikasi. Yogyakarta: Pusat pengembangan dan penataran guru.

Shadiq, F. (2004). Psikologi Pembelajaran. Yogyakarta: Pusat pengembangan dan penataran guru.

Silver, E,A. (1997). Fostering Creativity through Instruction Rich in Mathematical Problem Solving and Thinking in Problem Posing.[Online]. http://tatagyes.files.wordpress.com/2007/10/tatagyes_interconfunisba.pdf.[ 2 Mei 2012]

Silvia, P. J. (2008). Creativity and intelligence revisited: A reanalysis of Wallach and Kogan (1965). Creativity Research Journal, 20, 34-39

Sriraman, B. (2011). The Elements of Creativity and Giftedness in Mathematics. Rotterdam: Sense Publishers

Siswono,T.Y.E. (2007). Penjenjangan Kemampuan Berfikir Kreatif dan Identifikasi Tahap Berfikir Siswa dalam Memecahkan dan Mengajukan Masalah Matematika. Unesa University Press: Surabaya

Sternberg, R. J. (2006). The nature of creativity. Creativity Research Journal. 18 (1). p. 93-94

Sugiyono. (2009). Statistika untuk penelitian.Bandung: Alfabeta

Supriadi, D. (2001). Kreativitas, Kebudayaan, dan Perkembangan Iptek. Bandung: ALFABETA

Trihadiyanti.(2006). Mengembangkan Kreativitas Anak Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. [Online]. Tersedia: http://www.sd-binatalenta.com/arsipartikel/artikel_tri.pdf. [12 oktober 2011]

Wulan, A. (2004). Revisi Taksonomi Bloom.Bandung : FMIPA UPI

Yamamoto, K and Davis. (1964). Creative Thingking and Achievment Test item Responses of Elementary School Pupils: A Premilinary Investigation. Kent State University Ohio


(6)

Yusiana, M.A. (2012). Pola Asuh Orang Tua Terhadap Tingkat Kreativitas Anak. Jurnal stikes Volume 5, No.1. p 3-4