PENGARUH BAHAN AJAR MATEMATIKA BERKARAKTER PADA MATERI DIMENSI TIGA TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMA.

(1)

PENGARUH BAHAN AJAR MATEMATIKA BERKARAKTER PADA MATERI DIMENSI TIGA TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN

PEMAHAMAN DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh: Mita Santika

0901938

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(2)

PENGARUH BAHAN AJAR MATEMATIKA BERKARAKTER PADA MATERI DIMENSI TIGA TERHADAP PENINGKATAN

KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMA

Oleh Mita Santika

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada

Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

© Mita Santika 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Juni 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

MITA SANTIKA

PENGARUH BAHAN AJAR MATEMATIKA BERKARAKTER PADA MATERI DIMENSI TIGA TERHADAP PENINGKATAN

KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMA

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:

Pembimbing I,

Dr. Jarnawi Afgani Dahlan, M. Kes NIP. 196811051991011001

Pembimbing II,

Drs. Endang Dedy, M.Si NIP. 195805151984031001

Diketahui oleh

Ketua Jurusan Pendidikan Matematika,

Drs. Turmudi, M.Ed., M.Sc., Ph.D. NIP 196101121987031003


(4)

ABSTRAK

Penelitian yang berjudul Pengaruh Bahan Ajar Matematika Berkarakter pada Materi Dimensi Tiga terhadap Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Disposisi Matematis Siswa SMA bertujuan untuk mengetahui model bahan ajar matematika berkarakter yang dikembangkan berdasarkan learning obstacle siswa dan karakter yang dapat dikembangkan dalam pelajaran matematika, serta mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman dan disposisi matematis siswa SMA pada kelas yang mendapatkan model bahan ajar matematika berkarakter dan kelas yang mendapatkan bahan ajar biasa. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dan kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMAN 2 Bandung dengan sampelnya sebanyak 2 kelas diambil dengan menggunakan teknik acak kelas. Penelitian ini dilakukan dalam 2 tahap, tahap 1 merupakan tahap pengkajian learning obstacle siswa. Tahap 2 merupakan tahap eksperimen atau pengujian pengaruh bahan ajar matematika berkarakter terhadap peningkatan kemampuan pemahaman dan disposisi matematis siswa SMA. Learning obstacle yang teridentifikasi adalah konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika dan kemampuan menerapkan konsep secara algoritma. Kesimpulan penelitian ini adalah pengembangan bahan ajar matematika berkarakter yang digunakan disesuaikan dengan learning obstacle siswa dan nilai-nilai karakter yang dapat diinternalisasikan dalam pembelajaran matematika, peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa kelas eksperimen lebih tinggi dari pada kelas kontrol, dan disposisi matematis siswa kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol.

Kata Kunci: Bahan Ajar Matematika Berkarakter, Kemampuan Pemahaman


(5)

ABSTRACT

The study entitled the Influence of Characterized Mathematic Learning Materials in Three Dimensional Material to Improve Understanding Ability and Mathematic Disposition of Senior High School Students aimed to find out the model of characterized mathematic learning materials developed based on students' learning obstacle and characters that could be developed in mathematics, as well as to know the difference of understanding ability improvement and mathematics disposition of Senior high school students in a class which get characterized mathematics learning materials models and a class with regular materials. This research used qualitative and quantitative research methods. The population in this research was the whole grade X in SMAN 2 Bandung with 2 classes as the samples taken by using random class technique. This research was conducted in two stages. Stage 1 was assessment stage of students' learning obstacle. Stage 2 was an experiment stage or testing the influence of characterized mathematics learning materials toward understanding ability improvement and mathematics disposition of senior high school students. Learning obstacle identified was the concept of mathematical representation in various forms and the ability to apply the concept with algorithm. The conclusion of this research is the development of character learning materials for mathematics adapted to student's learning obstacle and character values can be internalized in learning mathematics, the improvement of mathematical understanding in the experimental class is higher than control class, and the students' mathematics disposition of experiment class students is better than control class.

Key Words: Characterized Mathematics Learning Materials, Mathematics Understanding Ability, Mathematics Disposition.


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Batasan Masalah ... 8

D. Tujuan Penelitian ... 8

E. Manfaat Penelitian ... .... 8

F. Definisi Operasional ... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan PemahamanMatematis ... 11

B. Disposisi Matematis ... 13

C. Pendidikan Karakter ... 17

D. Pengembangan Bahan Ajar ... 19

E. Bahan Ajar Matematika Berkarakter ... 23

F. Hipotesis Penelitian ... 23

BAB III DESAIN PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 24

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 24

C. Variabel Penelitian ... 25

D. Instrumen Penelitian ... 26


(7)

2. Instrumen Disposisi Matematika ... 32

3. Lembar Observasi ... 33

E. Perangkat Pembelajaran ... 33

F. Teknik Pengolahan Data ... 34

1. Pengolahan Data Kemampuan Pemahaman Matematis ... 34

2. Pengolahan Data Disposisi Matematika ... 37

3. Pengolahan Data Hasil Lembar Observasi ... 39

G. Prosedur Penelitian ... 39

a. Tahap Persiapan Penelitian ... 40

b. Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 41

c. Tahap Analisis Data ... 41

d. Tahap Pembuatan Kesimpulan ... 42

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Tahap 1 ... 43

1. Learning Obstacle (LO) pada Materi Dimensi Tiga Sub Bab Jarak pada Bidang Ruang ... 43

2. Analisis Kemampuan dan Kesulitan Siswa pada Materi Dimensi Tiga Sub Bab Jarak pada Bidang Ruang ... 44

3. Pengembangan Bahan Ajar Matematika Berkarakter berdasarkan Learning Obsticle ... 54

B. Hasil Penelitian Tahap 2 ... 57

1. Pengolahan Data Kemampuan Pemahaman Matematis ... 58

2. Pengolahan Data Disposisi Matematis ... 68

3. Analisis Data Hasil Observasi ... 71

C. Pembahasan ... 73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 81

B. Saran ... 81


(8)

(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Matematika merupakan mata pelajaran yang sangat penting dalam kehidupan. Menurut Paling (Khamdanah, 2005:12), matematika merupakan salah satu cara untuk menemukan jawaban terhadap masalah yang dihadapi manusia, suatu cara menggunakan informasi, menggunakan pengetahuan tentang bentuk dan ukuran, menggunakan pengetahuan tentang menghitung dan yang paling penting adalah memikirkan dalam diri manusia itu sendiri dalam melihat dan menggunakan hubungan-hubungan.

Menurut Hodiyah (Setyawan, 2013:1), matematika harus dipelajari disetiap jenjang pendidikan, dengan harapan pendidikan matematika harus dapat menumbuhkembangkan kemampuan dan pribadi siswa yang sejalan dengan tuntutan kehidupan masa depan. Menurut Ruseffendi (Hamidah, 2011:1) menyatakan bahwa matematika penting sebagai pembimbing pola pikir maupun sebagai pembentuk sikap. Jadi melalui pembelajaran matematika, selain siswa memiliki kemampuan akademik yang menunjang dalam perkembangan ilmu perkembangan dan teknologi, diharapkan melalui pendidikan matematika pula dapat membentuk siswa yang memiliki kepribadian dan sikap yang baik dalam kehidupan bermasyarakat.

Kemendiknas (2011) Pasal 3 Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa, Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Pembentukan kepribadian dan sikap yang baik dalam kehidupan bermasyarakat sejalan dengan fungsi dari pendidikan nasional yang ada di


(10)

Indonesia. Tetapi pada kenyataannya sekarang ini banyak ditemukan penyimpangan-penyimpangan moral yang terjadi dikalangan anak-anak sekolah contohnya saja tawuran antar sekolah, penindasan yang dialami junior oleh senior, sogok-menyogok, bolos sekolah, pencurian, seks bebas, narkoba, sampai aksi tawuran antar sekolah yang sampai memakan korban jiwa dan berbagai macam penyimpangan lain yang dilakukan oleh anak-anak di bawah umur yang masih berstatus sebagai pelajar.

Masalah di atas adalah salah satu penyebab kriminalitas yang sering terjadi di negeri Indonesia ini, karena pada usia produktif saja banyak anak-anak yang telah melakukan penyimpangan-penyimpangan sosial. Menurut Mu’in (2011:325) beberapa masalah yang dihadapi bangsa ini antara lain:

1. Kemiskinan dan keterbelakangan, keadaan yang mengakibatkan negara kita tertinggal jauh dari negara-negara lain

2. Konflik dan kekerasan atas nama klaim kebenaran palsu dan sempit yang menyebabkan bentrok antar-kelompok masyarakat.

3. Dominasi budaya membodohi akibat tayangan yang tidak mendidik dalam tayangan media.

4. Adanya korupsi yang meluas dan masih menggerogoti bangsa ini dan sulit untuk diberantas.

5. Kerusakan lingkungan alam akibat gejala alam maupun ulah manusia yang menjadi masalah serius di Indonesia.

6. Ketimpangan dan penindasan yang bernuansa gender atau terpinggirnya kaum perempuan.

Salah satu faktor masih terjadinya masalah-masalah di atas adalah kurangnya pendidikan karakter yang diberikan di sekolah. Sistem pendidikan di sekolah masih banyak yang menerapkan sistem penilaian yang hanya menekankan pada aspek kognitif saja tanpa melihat aspek afektifnya. Sejalan dengan hal itu, menurut Wahyuningtyas (2012) sistem penilaian yang hanya menekankan pada aspek kognitif saja membuat guru lebih berpusat mentransfer ilmu pengetahuan pada siswa serta terpacu pada pencapaian hasil yang mengakibatkan proses mendidik semakin menurun. Selain itu, menurut Wahyuningtyas (2012)


(11)

kurikulum yang telah disusun secara lengkap mulai dari tujuan pembelajaran, sistem evaluasi, pencapaian yang ada di sekolah disimbolkan dengan bentuk angka yang berimplikasi pada suasana belajar yang penuh persaingan individual. Hal tersebut mengakibatkan rasa peduli sosial yang ada pada diri siswa semakin berkurang. Selain masalah tersebut, meskipun siswa telah diberikan mata pelajaran budi pekerti seperti dalam pelajaran Agama dan Pkn, tetapi mata pelajaran tersebut dipelajari hanya dari segi pengetahuannya saja tanpa ada implementasi secara langsung terhadap nilai-nilai karakter yang termuat didalamnya.

Oleh karena itu, dikembangkan pendidikan karakter yang sekarang ini menjadi perhatian semua pihak, seperti yang dikemukakan oleh presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY) pada tanggal 2 Mei 2009 (Samawi, 2012:572), pernyataan SBY tersebut didasarkan atas keprihatinannya terhadap fenomena penyimpangan moral diberbagai bidang terutama masalah korupsi yang makin merajalela. Pendidikan karakter dikembangkan agar siswa sebagai penerus bangsa bisa mempunyai moral yang baik, dan diharapkan dapat meredam masalah-masalah bangsa yang ada.

Pendidikan karakter di sekolah (Kemendiknas, 2011) adalah upaya yang terencana untuk memfasilitasi peserta didik mengenal, peduli, dan menginternalisasi nilai-nilai karakter secara terintegrasi dalam proses pembelajaran semua mata pelajaran, kegiatan pembinaan kesiswaan, dan pengelolaan sekolah pada semua bidang urusan.

Ringkasan dari beberapa penemuan penting mengenai pendidikan karakter yang diterbitkan oleh Character Education Partnership. Dalam buletin tersebut diuraikan bahwa hasil studi Dr. Marvin Berkowitz dari University of Missouri- St.

Louis, menunjukan peningkatan motivasi siswa sekolah dalam meraih prestasi

akademik pada sekolah-sekolah yang menerapkan pendidikan karakter. Kelas-kelas yang secara komprehensif terlibat dalam pendidikan karakter menunjukan penurunan drastis pada perilaku negatif siswa yang dapat menghambat keberhasilan akademik (Anonim, 2011).


(12)

Selain dalam pembelajaran kognitif, diharapkan pendidikan karakter dapat dikembangkan dalam pembelajaran afektif seperti pada mata pelajaran matematika. Keberhasilan siswa dalam belajar dipengaruhi oleh faktor eksernal dan internal. Faktor eksternal dipengaruhi oleh faktor internal, salah satu faktor eksernal yang dapat mempengaruhi keberhasilan belajar siswa adalah bahan ajar. Dalam hal ini pendidikan karakter dapat dikembangkan dalam bahan ajar yang diberikan guru kepada siswa di kelas. Bahan ajar sendiri merupakan materi pembelajaran yang membantu guru dan siswa dalam proses pembelajaran.

Sejalan dengan itu, bahan ajar atau materi pembelajaran (Depdiknas, 2006) merupakan salah satu komponen sistem pembelajaran yang memegang peranan penting dalam membantu siswa mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar. Secara garis besar, bahan ajar atau materi pembelajaran terdiri dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dipelajari siswa dalam rangka mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan.

Bahan ajar harus dikembangkan oleh guru dan dipelajari siswa. Untuk guru bahan ajar harus dikembangkan dan diajarkan dalam kegiatan pembelajaran. Untuk siswa bahan ajar harus dipelajari guna untuk mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dinilai dengan menggunakan instrumen penilaian yang telah disusun oleh guru berdasarkan kemampuan dan indikator yang harus dicapai oleh siswa.

Standar Isi Permendiknas nomor 22 tahun 2006, kemampuan yang harus dimiliki siswa untuk mata pelajaran matematika adalah:

a. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.

b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.


(13)

d. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

e. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Berdasarkan penjelasan di atas, kemampuan pemahaman matematis merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa dalam pembelajaran, karena materi-materi yang telah diajarkan bukan hanya sebagai hafalan saja, tetapi dengan pemahaman matematis ini siswa dapat mengerti konsep dari materi pelajaran yang telah diajarkan. Selain itu, pemahaman konsep juga merupakan tujuan dari pembelajaran yang telah disampaikan oleh guru, karena guru merupakan pembimbing siswa dalam mencapai konsep yang diharapkan. Hal ini sejalan dengan Hudoyo (Herdian, 2010) yang menyatakan bahwa “Tujuan mengajar adalah agar pengetahuan yang disampaikan dapat dipahami peserta didik”. Namun dalam kenyataannya di sekolah-sekolah banyak dijumpai siswa dengan prestasi matematika yang masih rendah.

Hasil evaluasi TIMSS (Hamidah, 2011:2), dari segi kemampuan pemahaman matematis menunjukkan bahwa skor rata-rata matematika siswa di Indonesia adalah 403 yang menduduki peringkat ke-34 dari 38 negara yang menjadi sampel. Selain itu, hasil penelitian Wahyudin (Hamidah, 2011:2) yang menemukan bahwa rata-rata tingkat penguasaan matematika siswa dalam pembelajaran matematika cenderung rendah. Kecenderungan tersebut yang menyebabkan sejumlah siswa gagal menguasai dengan baik pokok-pokok bahasan dalam matematika yaitu siswa kurang memahami dalam menyelesaikan soal yang diberikan.

Dimensi tiga merupakan salah satu cabang dari geometri, dimana geometri merupakan salah satu materi penting dalam matematika. Disetiap jenjang pendidikan pasti termuat materi geometri. Menurut Abdussakir (Lestari, 2012:1), geometri menempati posisi khusus dalam kurikulum matematika menengah karena banyaknya konsep yang termuat di dalamnya. Jarak pada bidang ruang merupakan salah satu konsep yang dipelajari pada mata pelajaran matematika di


(14)

SMA. Menurut Krismanto (Lestari, 2012:2), mengungkapkan bahwa dua masalah utama dalam pembelajaran jarak adalah menentukan atau menggambarkan ruas garis yang menunjukkan jarak yang dimaksud kemudian menghitung jarak tersebut. Oleh karena itu kemampuan pemahaman siswa harus lebih ditingkatkan lagi khususnya pada materi jarak pada bidang ruang yang merupakan sub materi dari materi dimensi tiga di tingkat SMA.

Belajar matematika tidak hanya mengembangkan ranah kognitif saja, tetapi sikap siswa dalam belajar matematika seperti rasa ingin tahu, tekun, ulet, dan percaya diri yang termasuk kedalam karakter-karakter siswa yang dapat dikembangkan dalam pelajaran matematika menurut Tim Pengembang Pendidikan Berkarakter Dinas Pendidikan Provinsi Banten antara lain berfikir logis, kritis, kreatif, sistematis, mandiri, jujur, kerja keras, disiplin, rasa ingin tahu, mandiri, menghargai, menghargai keberagaman siswa dalam menyelesaikan masalah matematika harus dikembangkan pula. Hal tersebut dinamakan disposisi matematis. Seperti yang tercantum dalam kompetensi matematis dalam kompetensi matematik dalam ranah afektif yang menjadi tujuan pendidikan matematika disekolah menurut Kurikulum 2006 (Karlimah, 2010:28) adalah memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Dalam hal ini disposisi matematis siswa terhadap matematika terwujud dalam sikap dan tindakan siswa dalam menyelesaikan tugas. Apakah siswa melaksanakannya dengan tekun, ulet, percaya diri, timbul rasa ingin tahu mencari alternatif menyelesaikan soal, dan kecenderungan siswa merefleksi cara berpikir yang dilakukan.

Menurut Syaban (2009:130) pada saat ini daya dan disposisi matematis siswa belum tercapai sepenuhnya. Menurut Djohar dan Marpaung (Syaban, 2009:130) hal tersebut terjadi karena pembelajaran matematika yang cenderung berpusat pada guru yang menekankan pada proses prosedural, tugas latihan yang mekanistik, dan kurang memberi peluang kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan berfikir matematis.


(15)

Masalah-masalah di atas mengharapkan bahwa guru-guru di sekolah dapat mengembangkan bahan ajar yang mampu mempengaruhi peningkatan kemampuan afektif maupun kognitif siswa khususnya pada pelajaran matematika melalui pendidikan karakter.

Pendidikan karakter dapat diimplementasikan dalam bentuk bahan ajar pada pelajaran matematika yang dikembangkan oleh para guru disekolah. Pada bahan ajar matematika berkarakter yang dikembangkan selain memuat materi ajar yang harus dicapai oleh siswa, bahan ajar tersebut harus memunculkan secara eksplisit nilai-nilai karakter yang dapat diambil oleh siswa contohnya memunculkan informasi mengenai tokoh dalam matematika yang terkait dengan pembelajaran agar memunculkan rasa ingin tahu siswa, selain itu permasalahan yang diberikan memuat nilai-nilai karakter yang dapat dibuat dalam bentuk narasi soal cerita, dan mencantumkan kalimat-kalimat motivasi . Selain untuk memberikan nilai-nilai karakter, hal tersebut bertujuan agar bahan ajar yang diberikan kepada siswa lebih menarik dan siswa tidak cepat bosan belajar matematika. Selain itu, diharapkan dengan mengembangkan bahan ajar dengan pendidikan berkarakter, dapat membentuk siswa yang bermoral baik.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti akan mengangkat judul skripsi “Pengaruh Bahan Ajar Matematika Berkarakter Pada Materi Dimensi Tiga Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Disposisi Matematis Siswa SMA”.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimana model bahan ajar matematika berkarakter pada materi dimensi tiga di SMA?

2. Apakah peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa pada kelas yang diberikan bahan ajar matematika berkarakter lebih baik daripada kelas yang diberikan bahan ajar biasa?

3. Apakah perbedaan disposisi matematis siswa pada kelas yang diberikan bahan ajar matematika berkarakter lebih baik daripada kelas yang diberikan bahan ajar biasa?


(16)

C. Batasan Masalah

Masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini memiliki batasan yaitu sebagai berikut:

1. Pokok bahasan dalam penelitian ini adalah materi konsep jarak pada bidang ruang yang terdapat di kelas X Sekolah Menengah Atas (SMA).

2. Learning obsticle yang diamati dalam penelitian ini adalah hambatan

epistimologis.

D. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah diatas, tujuan penelitian ini yaitu :

1. Mengetahui model bahan ajar matematika berkarakter pada materi dimensi tiga di SMA.

2. Menganalisis adanya peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa pada kelas yang diberikan bahan ajar matematika berkarakter dengan kelas yang diberikan bahan ajar biasa.

3. Menganalisis adanya perbedaan disposisi matematis siswa pada kelas yang diberikan bahan ajar matematika berkarakter dengan kelas yang diberikan bahan ajar biasa.

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini untuk penulis sebagai peneliti, guru dan siswa yaitu:

1. Bagi peneliti, dapat mengetahui model bahan ajar matematika berkarakter pada materi dimensi tiga dan pengaruh bahan ajar matematika tersebut terhadap peningkatan kemampuan pemahaman dan disposisi matematis siswa SMA.

2. Bagi guru matematika, dapat dijadikan sebagai salah satu masukan untuk memilih dan mengembangkan bahan ajar matematika berkarakter pada materi dimensi tiga terhadap peningkatan kemampuan pemahaman dan disposisi matematis siswa SMA.


(17)

3. Bagi siswa, melalu bahan ajar ini diharapkan bisa membentuk karakter siswa yang bermoral baik dan memberikan pengaruh pada kemampuan pemahaman dan disposisi matematis siswa SMA.

F. Definisi Operasional

1. Kemampuan Pemahaman Matematis

Pemahaman matematis adalah suatu kemampuan siswa yang dapat mengerti materi matematika yang telah disampaikan oleh guru dan mampu memahami ide-ide matematika bila mereka dapat menggunakan beberapa kaidah yang relevan. Indikator kemampuan pemahaman siswa yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada indikator pemahaman konsep menurut Kilpatrick dan Findell (Lestari, 2012:10), yaitu:

a. Kemampuan menyatakan ulang konsep yang telah dipelajari

b. Kemampuan mengklasifikaikan objek-objek berdasarkan dipenuhi atau tidaknya persyaratan yang membentuk konsep tersebut

c. Kemampuan menerapkan konsep secara algoritma

d. Kemampuan memberikan contoh dari konsep yang dipelajari

e. Kemampuan menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika

f. Kemampuan mengaitkan berbagai konsep (internal dan eksternal matematika)

g. Kemampuan mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep. 2. Disposisi Matematis

Disposisi matematis adalah kecenderungan atau sikap siswa dalam belajar matematika, berpikir dan bertindak dengan positif terhadap matematika. Tindakan tersebut meliputi percaya diri, keingintahuan, ketekunan, antusias dalam belajar, gigih menghadapi permasalahan, fleksibel, mau berbagi dengan orang lain, seta reflektif dalam kegiatan matematik. Indikator disposisi matematis siswa dalam pengembangan bahan ajar ini mengacu pada indikator yang telah disusun oleh Wardani (Permana, 2011:33) antara lain kepercayaan diri, keingintahuan, ketekunan, fleksibilitas, dan reflektif.


(18)

3. Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter di sekolah adalah upaya yang terencana untuk memfasilitasi peserta didik mengenal, peduli, dan menginternalisasi nilai-nilai karakter secara terintegrasi dalam proses pembelajaran semua mata pelajaran, kegiatan pembinaan kesiswaan, dan pengelolaan sekolah pada semua bidang urusan .

4. Pengertian Bahan Ajar

Bahan ajar atau materi pembelajaran (instructional materials) adalah materi pembelajaran yang disusun secara sistematis oleh guru untuk memudahkan dalam pembelajaran yang disusun sesuai standar kompetensi yang harus dicapai oleh siswa.

5. Bahan Ajar Matematika Berkarakter

Bahan ajar matematika berkarakter adalah materi pembelajaran yang disusun secara sistematis oleh guru untuk memudahkan dalam pembelajaran yang sesuai dengan standar kompetensi yang harus dicapai oleh siswa dan memuat penilaian kognitif serta penilaian sikap atau nilai-nilai karakter.

6. Bahan Ajar Biasa

Bahan ajar biasa adalah materi pembelajaran yang biasa digunakan guru dalam pembelajaran yang dilakukan di kelas. Dalam hal ini pembelajaran yang dilakukan adalah metode pembelajaran ekspositori dimana guru yang lebih dominan dibanding siswa.


(19)

BAB III

DESAIN PENELITIAN

A.Metode dan Desain Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui model bahan ajar matematika berkarakter yang dikembangkan berdasarkan learning obstacle siswa dan karakter yang dapat dikembangkan dalam pelajaran matematika, serta mengetahui pengaruh bahan ajar tersebut terhadap peningkatan kemampuan pemahaman dan disposisi matematis siswa SMA pada kelas yang mendapatkan model bahan ajar matematika berkarakter dan kelas yang mendapatkan bahan ajar biasa. Oleh karena itu, metode penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dan kuantitatif, dimana penelitian kualitatif yaitu pengembangan bahan ajar matematika berkarakter, dan penelitian kuantitatif yaitu analisis peningkatan kemampuan pemahaman matematis dan disposisi matematis siswa SMA.

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain

control group pretes-postes (Arikunto, 2010:125) dengan pola sebagai berikut:

E O X O

K O O Di mana:

X : Pembelajaran yang diberikan bahan ajar matematika berkarakter O : Pretes atau Postes

Pada desain ini, terjadi pengelompokkan subjek menjadi dua kelompok yaitu kelas eksperimen (E) dan kelas kontrol (K). Terlihat bahwa kedua kelompok masing-masing diberi pretes, dan setelah mendapatkan pembelajaran diukur dengan postes. Perbedaan antara pretes dan postes diduga merupakan efek dari treatmen atau perlakuan.

B.Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi pada penelitian ini adalah siswa kelas X SMAN 2 Bandung yang termasuk ke dalam klaster 1. Untuk kelas X, penyebaran siswa di sekolah ini


(20)

dilakukan secara merata. Setiap kelas memiliki siswa yang heterogen dari segi akademik mulai dari yang memiliki kemampuan akademik tinggi, sedang, dan rendah sesuai nilai UN yang diperoleh siswa saat SMP. Jadi dalam pengambilan sampel penelitian, diambil secara acak kelas atau random kelas dimana semua anggota populasi mendapatkan kesempatan yang sama untuk diambil menjadi anggota sampel karena kemampuan siswa untuk setiap kelasnya sudah merata (Sudjana, 2005:169).

Penentuan sampel dari dua belas kelas X SMAN 2 Bandung dilakukan dengan cara dipilih 2 kelas secara acak yang dijadikan sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pemilihan 2 kelas tersebut dilakukan berdasarkan pertimbangan wakasek kurikulum dan guru mata pelajaran matematika kelas X di SMAN 2 Bandung. Dari 12 kelas yang ada, hanya empat kelas yang belum sampai diajarkan materi jarak pada bidang ruang. Kelas yang ditawarkan adalah kelas X-F dan X-I mengingat jadwal kedua kelas tersebut untuk pelajaran matematikanya tidak bentrok dan materi jarak pada bidang ruang belum diajarkan pada siswa. Peneliti menentukan untuk kelas X-F diberikan bahan ajar matematika berkarakter yang disebut kelas eksperimen dan kelas X-I diberikan bahan ajar biasa yang disebut kelas kontrol.

C. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini, terdapat dua variabel penelitian yaitu variabel bebas dan variabel terikat.

Variabel bebas adalah faktor yang dipilih untuk melihat pengaruh terhadap gejala yang akan diamati dalam penelitian. Variabel bebas pada penelitian ini adalah bahan ajar matematika berkarakter.

Variabel terikat adalah faktor yang diukur dan diamati dalam penelitian untuk mengetahui efek dari variabel bebas. Variabel terikat pada penelitian ini adalah kemampuan pemahaman dan disposisi matematis siswa.


(21)

D. Instrumen Penelitian

1. Instrumen Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa

Tes tertulis yang digunakan berupa tes uraian karena soal uraian amat baik untuk menarik hubungan antara pengetahuan atau fakta-fakta yang telah mengendap dalam struktur kognitif siswa dengan pengertian materi yang sedang dipikirkannya (Suherman dan Kusumah, 1990:94).

Instrumen tes yang diberikan pada penelitian ini adalah pretes dan postes. Instrumen ini digunakan untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa sebelum dan sesudah pembelajaran antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pretes dilakukan pada awal pembelajaran sedangkan postes dilakukan di akhir pembelajaran setelah diberikan perlakuan. Pretest dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal pemahaman matematis siswa sebelum diberi perlakuan. Sedangkan Postest dilakukan untuk mengetahui kemampuan akhir pemahaman matematis siswa setelah diberi perlakuan.

Dengan demikian, dapat diketahui perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang pada akhirnya dapat memberikan gambaran mengenai tingkat keberhasilan pembelajaran.

Sebelum instrument tes ini digunakan terlebih dahulu dilakukan uji coba pada siswa yang telah mendapatkan materi dimensi tiga sub materi jarak pada bidang ruang. Uji coba dilakukan untuk mengetahui tingkat validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan indeks kesukaran instrumen tersebut. Hasil uji instrumen yang telah dilakukan adalah sebagai berikut.

a. Validitas

Suatu alat evaluasi dapat dikatakan valid apabila alat evaluasi tersebut mampu mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi. Untuk menentukan validitas suatu alat evaluasi hendaklah dilihat dari beberapa aspek. Dalam Suherman dan Kusumah (1990:147) validitas dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu validitas teoritik dan validitas empirik. Untuk menentukan validitas teoritik dilakukan penilaian oleh ahli, dalam hal ini dilakukan oleh dosen pembimbing.


(22)

Cara menentukan tingkat validitas empirik adalah dengan menghitung koefisien korelasi antara alat evaluasi yang akan diketahui validitasnya dengan alat ukur lain yang telah dilaksanakan dan diasumsikan memiliki validitas yang tinggi. Salah satu cara untuk menghitung koefisien kolerasi (Suherman dan Kusumah, 1990:154) adalah dengan korelasi produk moment menggunakan angka kasar (raw score). Rumus korelasi produk moment dengan menggunakan angka kasar (raw score) adalah

= � −

� 22 22

, dengan

n

= banyak testi

xy

r = koefisien korelasi antara variabel X dengan variabel Y.

x = skor siswa pada setiap butir soal y = skor total dari seluruh siswa.

Interpretasi yang lebih rinci mengenai nilai dalam Suherman dan Kusumah (1990:147) dibagi kedalam kategori- kategori seperti berikut:

0,80 < < 1,00 validitas sangat tinggi 0,60 < < 0,80 validitas tinggi

0,40 < < 0,60 validitas sedang 0,20 < < 0,40 validitas rendah 0,00 < < 0,20 validitas sangat rendah < 0,00 tidak valid

Uji coba dilakukan terhadap kelas XI IPA-4 di SMA Negeri 2 Bandung. Data hasil uji coba diolah dengan menggunakan software Anates. Berdasarkan analisis hasil uji coba, dengan mengacu pada klasifikasi di atas, diperoleh validitas butir soal sebagai berikut.

Tabel 3.1

Kategori Validitas Butir Soal Hasil Uji Instrumen

No Butir Soal Korelasi Kategori

1 0,566 Sedang

2 0,068 Sangat Rendah


(23)

4 0,751 Tinggi

Setelah diperoleh nilai koefisien validitas, selanjutnya akan diuji keberartian untuk setiap butir soal dengan menggunakan rumus statistik uji t sebagai berikut:

= n−2

1− 2

dengan,

t =Nilai hitung koefisien validitas n = Jumlah responden = Nilai koefisien korelasi / nilai validitas tiap butir soal

(Riduwan, 2011: 98)

Hasil diatas dibandingkan dengan nilai ttabel dengan taraf nyata �= 5%

dan derajat kebebasan �= (� −2). Jika thitung> ttabel maka koefisien validitas

butir soal pada taraf signifikansi yang dipakai berarti. Langkah-langkahnya sebagai berikut:

1) Perumusan Hipotesis

H0 : Validitas butir soal No.1 tidak berarti

H1 : Validitas butir soal No.1 berarti

2) Besaran-besaran yang diperlukan = 0,566, n = 27

Sehingga diperoleh :

t = 0,566 27−2

1−(0,566)2 = 3,433 3) Kriteria Pengujian

Dengan mengambil taraf nyata α = 5%, dari Tabel Disribusi Student t diperoleh t0,975;25 = 2,06. Karena 3,433 terletak diluar interval (-2,06 ; 2,06),

maka H0 ditolak.

4) Kesimpulan

Dengan mengambil taraf nyata α = 5%, dapat disimpulkan bahwa koefisien

validitas butir soal No. 1 berarti. Untuk butir soal nomor lainnya dilakukan dengan cara seperti di atas dan hasilnya bisa dilihat pada Tabel 3.2 berikut ini:


(24)

Tabel 3.2

Hasil Uji Signifikansi Validitas Butir Soal

Pengujian keberartian dari validitas tersebut selengkapnya dapat dilihat dalam Lampiran C.3.

b. Reliabilitas

Dalam Koefisien realiabilitas menyatakan derajat keterandalan alat evaluasi, dinotasikan dengan r . Rumus yang digunakan untuk mencari 11

koefisien reliabilitas bentuk uraian dikenal dengan rumus Cronbach Alpha, yaitu sebagai berikut (Suherman dan Kusumah, 1990:194):

11 =

� −1 1− �2 2 Keterangan:

r11 = reliabilitas tes secara keseluruhan.

n = banyak subyek.

2 i

s = jumlah varians skor tiap item. st2 = varians skor total.

Interpretasi yang lebih rinci mengenai nilai menurut Guilford (Suherman dan Kusumah, 1990:177) dibagi kedalam kategori- kategori seperti berikut:

11 < 0,20 Reliabilitas sangat rendah 0,20 ≤ 11 < 0,40 Reliabilitas rendah

0,40 ≤ 11 < 0,60 Reliabilitas sedang

0,60 ≤ 11 < 0,80 Reliabilitas tinggi

0,80 ≤ 11 < 1,00 Reliabilitas sangat tinggi

No Soal thitung ttabel Keberartian

1 3,433 2,06 Berarti

2 0,341 2,06 Tidak Berarti

3 5,452 2,06 Berarti


(25)

Dengan menggunakan software Anates diperoleh koefisien reliabilitas soal hasil uji instrumen yaitu 0,71. Menurut klasifikasi di atas, koefisien reliabilitas soal termasuk ke dalam kategori tinggi.

c. Daya Pembeda

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara testi (peserta tes) yang dapat menjawab soal dengan benar dengan testi yang tidak dapat menjawab soal tersebut dengan benar (Suherman dan Kusumah, 1990:147). Seluruh pengikut tes dikelompokan menjadi dua kelompok, yaitu kelompok pandai atau kelompok atas (upper group) dan kelompok bawah (lower group). Untuk kelompok kecil, seluruh pengikut tes dibagi dua sama besar, 50% kelompok atas dan 50% kelompok bawah. Sedangkan untuk kelompok besar, diambil 27% dari kelompok atas dan 27% dari kelompok bawah. Kemudian hitung daya pembeda dengan menggunakan rumus:

A B A

J S S

DP 

Keterangan:

DP = Daya Pembeda.

SA = jumlah skor kelompok atas.

SB = jumlah skor kelompok bawah.

JA = jumlah skor ideal kelompok atas.

Menurut Suherman dan Kusumah (1990:202), interpretasi yang lebih rinci mengenai nilai DP tersebut dibagi kedalam kategori- kategori seperti berikut:

Tabel 3.3

Interpretasi Indeks Daya Pembeda

Nilai DP Interpretasi

DP≤ 0,00 Sangat jelek

0,00 <�� ≤0,20 Jelek

0,20 <�� ≤0,40 Cukup

0,40 <�� ≤0,70 Baik


(26)

Dengan menggunakan software Anates bentuk uraian diperoleh klasifikasi interpretasi untuk daya pembeda adalah sebagai berikut.

Tabel 3.4

Kategori Daya Pembeda Hasil Uji Instrumen

No Soal Daya Pembeda Kategori

1 0,2143 Cukup

2 0,0119 Jelek

3 0,3452 Cukup

4 0.6071 Baik

Artinya, soal nomor 2 kurang bisa membedakan antara siswa yang pintar dengan siswa yang kurang pintar, soal nomor 1 dan 3 cukup bisa membedakan antara siswa yang pintar dengan siswa yang kurang pintar, dan soal nomor 4 bisa membedakan siswa yang pintar dengan yang kurang pintar.

d. Indeks Kesukaran

Bilangan yang menunjukkan sukar atau mudahnya suatu soal disebut indeks kesukaran . Rumus untuk menentukan indeks kesukaran butir soal, (Suherman, dkk., 2003: 170) yaitu:

B A

B A

J J

S S IK

   dengan:

IK = Indeks Kesukaran.

SA = jumlah skor kelompok atas.

SB = jumlah skor kelompok bawah.

JA = jumlah skor ideal kelompok atas.

JB = jumlah skor ideal kelompok bawah.

Klasifikasi indeks kesukaran yang paling banyak digunakan (Suherman, dkk., 2003: 170) adalah:

Tabel 3.5

Kategori Indeks Kesukaran

Indeks Kesukaran (IK) Kategori

1, 00

IK Soal Terlalu Mudah

0, 70IK1, 00 Soal Mudah

0,30IK 0, 70 Soal Sedang


(27)

Hasil pengolahan indeks kesukaran menggunakan software Anates adalah sebagai berikut.

Tabel 3.6

Kategori Indeks Kesukaran Hasil Uji Instrumen

No Soal Indeks Kesukaran Kategori

1 0,6429 Sedang

2 0,5774 Sedang

3 0,5060 Sedang

4 0,3869 Sedang

Berdasarkan hasil uji instrumen, 4 soal tersebut termasuk dalam kategori sedang. Dengan kata lain, soal-soal tersebut dapat digunakan untuk membedakan siswa yang pandai dengan siswa yang kurang pandai.

Adapun rekapitulasi analisis hasil uji instrumen disajikan secara lengkap dalam tabel berikut ini.

Tabel 3.7

Rekapitulasi Analisis Hasil Uji Instrumen Nomor

Soal

Kategori Validitas Butir Soal

Daya Pembeda

Indeks

Kesukaran Reliabilitas

1 Sedang Cukup Sedang

Tinggi

2 Sangat Rendah Jelek Sedang

3 Tinggi Cukup Sedang

4 Tinggi Baik Sedang

Berdasarkan rekapitulasi analisis hasil uji instrumen di atas, soal nomor 2 dengan kriteria validitas sangat rendah dan daya pembeda jelek dilakukan perbaikan oleh peneliti. Hasil perbaikan dikomunikasikan dengan dosen pembimbing. Sedangkan soal nomor 1, 3 dan 4 langsung digunakan.

2. Instrumen Disposisi Matematis Siswa

Instrumen disposisi matematis siswa yang digunakan adalah angket. Angket digunakan sebagai instrumen dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan disposisi matematis siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Angket diberikan kepada seluruh siswa kelompok eksperimen dan kelas kontrol. Pengisian angket dilakukan setelah dilakukan postes.

Indeks Kesukaran (IK) Kategori

0, 00


(28)

Skala yang digunakan dalam angket adalah skala likert. Menurut Suherman dan Kusumah (1990:235), ada dua jenis pernyataan dalam skala Likert yaitu pernyataan positif (favorable) dan pernyataan negatif

(unfavorable), lalu pernyataan tersebut dikategorikan dalam skala Sangat

Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (ST) dan Sangat Tidak Setuju (STS) 3. Lembar Observasi

Lembar observasi digunakan untuk mengetahui keterlaksanaan pembelajaran dan bahan ajar yang dikembangkan di kelas. Hasil dari observasi ini menjadi bahan evaluasi dan masukan bagi peneliti agar pertemuan-pertemuan berikutnya bisa lebih baik. Observer hanya memberikan tanda cek () pada kolom yang sesuai dengan aktivitas yang diobservasi. Observer pada penelitian ini adalah mahasiswa jurusan pendidikan matematika.

E. Perangkat Pembelajaran

Perangkat pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Kelompok (LKK). 1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Berkarakter

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dibuat untuk satu kali pertemuan yang merupakan persiapan guru untuk mengajar. Pada kelas eksperimen disusun RPP berkarakter sesuai dengan bahan ajar matematika berkarakter yang telah dibuat. Materi yang dipilih adalah dimensi tiga kelas X yaitu pada sub materi jarak pada bidang ruang, karena penelitian dilakukan pada semester genap di kelas X.

2. Lembar Kerja Kelompok (LKK) Berkarakter

Lembar Kegiatan Kelompok (LKK) digunakan sebagai panduan pembelajaran bagi siswa secara berkelompok. Dalam LKK ini disusun sesuai kurikulum dan standar kompetensi yang akan dicapai oleh siswa pada materi dimensi tiga dengan sub materi jarak pada bidang ruang kelas X. LKK ini pun disusun berdasarkan learning obstcle (kesulitan siswa) dan nilai-nilai karakter yang dapat diinternalisasikan dalam pelajaran matematika.


(29)

F. Teknik Pengolahan Data

Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan beberapa cara yaitu dengan memberikan soal ujian berupa pretes dan postes, pengisian angket, dan lembar observasi. Data yang telah diperoleh dikategorikan ke dalam jenis data kemampuan pemahaman matematis dan disposisi matematis. Data kemampuan pemahaman matematis diperoleh dari hasil ujian siswa yang berupa pretes dan postes. Data disposisi matematis meliputi hasil pengisian angket dan lembar observasi. Data-data yang diperoleh dari hasil ujian siswa, angket, dan lembar observasi diolah dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Pengolahan Data Kemampuan Pemahaman Matematis

Adapun beberapa langkah yang dilakukan dalam pengolahan data kemampuan pemahaman matematis adalah sebagai berikut:

a. Uji Normalitas

Setelah dilakukan proses penyekoran terhadap pretes dan postes, selanjutnya dilakukan uji normalitas terhadap data pretes, postes, dan indeks

gain untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak. Hipotesis

yang dapat dirumuskan untuk pengujian normalitas data pretes adalah sebagai berikut:

H0 : Data (pretes, postes, dan indeks gain) berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

H1 : Data (pretes, postes, dan indeks gain) berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal.

Uji normalitas data pretes, postes, dan indeks gain kemampuan pemahaman menggunakan uji 1-Sample K-S (Kolmogorov-Smirnov) pada program SPSS (Priyatno, 2009:187) dengan taraf signifikansi sebesar 5%. Kriteria pengujian hipotesis di atas yaitu:

Jika signifikansi (sig.) < 0,05 maka H0 ditolak

Jika signifikansi (sig.) ≥ 0,05 maka H0 diterima b. Uji Homogenitas Varians

Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah data yang diuji memiliki varians yang sama atau berbeda. Jika uji normalitas dipenuhi, maka


(30)

langkah selanjutnya adalah menguji homogenitas data. Untuk menguji homogenitas menggunakan uji Independent Sample T Test pada program SPSS (Priyatno, 2009:72). Hipotesis yang dirumuskan untuk pengujian homogenitas pretes, postes, dan indeks gain adalah sebagai berikut:

H0 : Tidak terdapat perbedaan varians (pretes, postes, dan indeks gain) antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.

H1 : Terdapat perbedaan varians (pretes, postes, dan indeks gain) antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Dengan taraf signifikansi sebesar 5%, kriteria pengujian hipotesis di atas yaitu:

Jika signifikansi (sig.) < 0,05 maka H0 ditolak

 Jika signifikansi (sig.) ≥ 0,05 maka H0 diterima c. Uji Kesamaan Dua Rata-rata

Uji kesamaan dua rata-rata dilakukan untuk mengetahui apakah data pretes yang diuji memiliki rata-rata yang sama atau berbeda. Uji kesamaan dua rata-rata dilakukan setelah melakukan uji homogenitas varians. Untuk menguji kesamaan dua rata-rata menggunakan uji Independent Sample T Test pada program SPSS (Priyatno, 2009:72). Hipotesis yang dirumuskan untuk pengujian kesamaan dua rata-rata pretes adalah sebagai berikut:

H0 : Tidak terdapat perbedaan rata-rata pretes antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.

H1 : Terdapat perbedaan rata-rata pretes antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Dengan taraf signifikansi sebesar 5%, kriteria pengujian hipotesis di atas yaitu:

Jika signifikansi (sig.) < 0,05 maka H0 ditolak

 Jika signifikansi (sig.) ≥ 0,05 maka H0 diterima d. Uji Perbedaan Dua Rata-rata

Uji Perbedaan dua rata-rata dilakukan untuk mengetahui apakah postes dan indeks gain kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol. Uji


(31)

perbedaan dua rata-rata dilakukan setelah melakukan uji homogenitas varians. Untuk menguji perbedaan dua rata-rata menggunakan uji Independent Sample

T Test pada program SPSS (Priyatno, 2009:72). Hipotesis yang dirumuskan

untuk pengujian perbedaan dua rata-rata postes adalah sebagai berikut:

H0 : Tidak terdapat perbedaan rata-rata postes antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.

H1 : Rata-rata postes siswa kelas eksperimen lebih tinggi daripada rata-rata postes siswa kelas kontrol.

Hipotesis yang dirumuskan untuk pengujian perbedaan dua rata-rata indeks gain adalah sebagai berikut:

H0 : Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol

H1 : Peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa kelas eksperimen lebih tinggi daripada siswa kelas kontrol

Dengan taraf signifikansi sebesar 5%, kriteria pengujian hipotesis di atas yaitu:

Jika signifikansi (sig.) < 0,05 maka H0 ditolak

 Jika signifikansi (sig.) ≥ 0,05 maka H0 diterima e. Uji Statistik Non-parametrik

Uji statistik non-parametrik dilakukan jika data tidak berdistribusi normal. Uji Mann-Whitney digunakan untuk menguji perbedaan dua rata-rata. f. Analisis Data Indeks Gain

Jika kemampuan awal pemahaman matematis kedua kelas berbeda maka dilakukan analisis data indeks gain untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemahaman matematis.

Menurut Hake (Andriatna, 2012:39), indeks gain dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

�� � ���� = skor posttest−skor pretest skor maksimum−skor pretest

Menurut Hake dalam Dahlia (2008: 43) mengungkapkan bahwa terdapat beberapa kriteria indeks gain yang dinyatakan dalam tabel berikut:


(32)

Tabel 3.8 Kriteria Indeks Gain

Indeks gain Kriteria

g  0,70 Tinggi

0,30≤g ˂ 0,70 Sedang

g ˂ 0,30 Rendah

2. Pengolahan Data Disposisi Matematis

Angket disposisi matematis yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket dengan skala likert. Pada angket tersebut responden diminta untuk memberikan penilaian yang berkaitan dengan disposisi matematis siswa. Angket ini berisikan pilihan jawaban sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), sangat tidak setuju (STS) yang harus diisikan oleh responden dengan cara

membubuhkan tanda cek (√) pada kolom yang tersedia. Angket ini terdiri dari

dua bagian pernyataan, yaitu pertanyaan positif (favorable) dan pernyataan negatif (unfavorable).

Untuk analisis angket dengan skala Likert sistem penilaian yang diberikan adalah sebagai berikut (Suherman dan Kusumah, 1990:236):

Tabel 3.9

Sistem Penilaian Angket

Setelah angket terkumpul kemudian diolah dengan menghitung rata-rata setiap indikator disposisi matematis dan rata-rata total untuk setiap siswanya. Kriteria yang digunakan untuk penilaian pencapaian sikap siswa dalam angket disposisi matematis ini adalah jika rata-ratanya lebih dari 3, maka siswa memperoleh sikap positif, sebaliknya jika rata-ratanya kurang dari 3, maka siswa memperoleh sikap negatif (Suherman dan Kusumah, 1990:237).

Selanjutnya adalah menghitung persentase banyaknya siswa yang memperoleh sikap positif dari setiap indikator disposisi matematis siswa

Pernyataan Sikap SS S TS STS

Pernyataan Positif 5 4 2 1


(33)

dengan menggunakan rumus menurut Putra (Hasanah, 2012:36) sebagai berikut:

P = f

n× 100% Dengan : P = presentase jawaban

f = frekuensi jawaban

n = banyaknya siswa (responden)

Penafsiran atau interpretasi menggunakan kategori persentase seperti yang dikemukakan Rochmat (Hasanah, 2012: 36) adalah sebagai berikut:

0% = tidak ada 1% - 24% = sebagian kecil 25% - 49% = hampir setengahnya 50% = setengahnya

51% - 74% = sebagian besar 75% - 99% = hampir seluruhnya 100% = seluruhnya

a. Uji Perbedaan Dua Rata-Rata

Uji perbedaan dua rata-rata angket disposisi siswa dilakukan menggunakan uji Mann-Whitney pada uji Two Independent Sample Test, karena hasil disposisi matematis siswa termasuk kedalam data berskala ordinal yang tidak mensyaratkan data berdistribusi normal (Priyatno, 2009:190). Hipotesis untuk pengujian perbedaan disposisi matematis siswa adalah sebagai berikut:

H0 : Tidak terdapat perbedaan rata-rata angket disposisi matematis antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.

H1 : Rata-rata angket disposisi matematis kelas eksperimen lebih tinggi daripada rata-rata angket disposisi matematis siswa kelas kontrol.

Dengan taraf signifikansi sebesar 5%, kriteria pengujian hipotesis di atas yaitu:


(34)

 Jika signifikansi (sig.) ≥ 0,05 maka H0 diterima

3. Pengolahan Data Hasil Lembar Observasi

Data hasil lembar observasi merupakan data pendukung dalam penelitian ini yang bernaksud untuk mengetahui keterlaksanaan pembelajaran yang dilakukan selama penelitian. Data tersebut diolah dan dianalisis secara deskriptif.

G. Prosedur Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh bahan ajar matematika berkarakter pada materi dimensi tiga terhadap peningkatan kemampuan pemahaman dan disposisi matematis siswa SMA. Untuk itulah dalam implementasinya, penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan, yakni:

Tahap 1. Penelitian dalam tahap satu diawali dengan penelitian pendahuluan untuk mengkaji learning obstacle (kendala pembelajaran) siswa di SMAN 2 Bandung. Kajian dalam learning obstacle ini dilakukan melalui pendekatan teoritis dan empirik. Pendekatan teoritis dilakukan melalui teori-teori yang mendukung pengembangan bahan ajar matematika berkarakter. Pendekatan empirik dilakukan melalui observasi terhadap jawaban siswa kelas XI IPA 4 SMAN 2 Bandung berdasarkan hasil uji instrumen. Hal tersebut dilakukan untuk memperoleh data yang berkaitan dengan kesulitan-kesulitan siswa dalam pembelajaran matematika. Pada tahap satu ini diperoleh pengembangan bahan ajar matematika berkarakter yang didasarkan pada hasil kajian terhadap toeri-teori pendukung dan hasil observasi terhadap kesulitan siswa dalam pembelajaran matematika, dan internalisasi nilai-nilai karakter yang bisa diterapkan dalam pembelajaran matematika.

Tahap 2. Tahap ini merupakan tahap eksperimen untuk menguji bahan ajar yang dikembangkan, terhadap peningkatan kemampuan pemahaman dan perbedaan disposisi matematika yang dapat berkembang melalui bahan ajar yang telah diberikan.


(35)

Secara lengkap tahapan-tahapan penelitian yang dijabarkan di atas dapat terlihat pada tabel berikut:

Tabel 3.10

Tahap-Tahap Penelitian

Tahap Tahap Penelitian

1

2

Implementasi dari tahap-tahap penelitian di atas diuraikan secara lengkap sebagai berikut:

a. Tahap Persiapan Penelitian

Penetapan Masalah Penelitian

Identifikasi Learning Obstacle Siswa

Observasi

Penyusunan Bahan Ajar Matematika Berkarakter

Pengkajian dan ExpertJudgment

Implementasi Bahan Ajar Matematika Berkarakter

Observasi Tes

Pemahaman Angket


(36)

Tahap persiapan yang dilaksanakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi masalah yang akan diteliti dilanjutkan dengan seminar 2. Perizinan melakukan penelitian

3. Melakukan observasi ke tempat penelitian

4. Memilih materi yang akan digunakan dalam penelitian

5. Mendesain instrumen tes kemampuan pemahaman matematis siswa 6. Menguji coba instrumen penelitian dan menganalisis learning obstcle

(kesulitan) siswa dari hasil tes uji instrumen

7. Merevisi tes kemampuan pemahaman matematis siswa 8. Pemilihan kelas eksperimen dan kontrol secara acak kelas b. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Tahap pelaksanaan yang dilaksanakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengadakan pretes kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk mengetahui kemampuan awal pemahaman matematis siswa.

2. Melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan yang berbeda pada kelas kontrol dan kelas eksperimen dengan jumlah jam pelajaran, pengajar, dan pokok bahasan yang sama. Pada kelas eksperimen pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan bahan ajar matematika berkarakter, sedangkan pada kelas kontrol pembelajaran yang dilakukan menggunakan bahan ajar biasa.

3. Mengadakan postes kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol sebagai evaluasi hasil pembelajaran serta pengisian angket.

c. Tahap Analisis Data

Tahap analisis data yang dilaksanakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengumpulkan hasil data pretes, postes, dan angket disposisi dari kedua kelas.


(37)

3. Melakukan analisis data pretes, postes, dan angket disposisi dari kedua kelas.

4. Melakukan analisis hasil lembar observasi pada kelas eksperimen

d. Tahap Pembuatan Kesimpulan

Tahap pembuatan kesimpulan yang dilaksanakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Membuat kesimpulan dari data kualitatif yang diperoleh, yaitu mengenai model bahan ajar matematika berkarakter yang dikembangkan berdasarkan learning obsticle siswa dan karakter yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran matematika.

2. Membuat kesimpulan dari data kuantatif yang diperoleh, yaitu mengenai peningkatan kemampuan pemahaman dan disposisi matematis antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.


(38)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui model bahan ajar matematika berkarakter yang dikembangkan berdasarkan learning obstacle siswa dan karakter yang dapat dikembangkan dalam pelajaran matematika, serta mengetahui pengaruh bahan ajar tersebut terhadap peningkatan kemampuan pemahaman dan disposisi matematis siswa SMA pada kelas yang mendapatkan model bahan ajar matematika berkarakter dan kelas yang mendapatkan bahan ajar biasa. Selanjutnya peneliti menyebutnya kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Penelitian ini dilakukan dalam 2 tahap, tahap 1 merupakan tahap pengkajian learning obstacle siswa. Tahap 2 merupakan tahap eksperimen atau pengujian pengaruh bahan ajar matematika berkarakter terhadap peningkatan kemampuan pemahaman dan disposisi matematis siswa SMA.

Penelitian tahap 1 dilakukan pada bulan April 2013 di SMAN 2 Bandung. Pada tahap 1 ini terlebih dahulu dilakukan uji instrumen tes kemampuan pemahaman matematis yang dilakukan pada tanggal 28 April 2013 di kelas XI IPA 4 SMAN 2 Bandung, serta pengkajian learning obstacle melalui observasi terhadap jawaban siswa pada hasil uji instrumen. Tahap 2 dilakukan pada tanggal 9 Mei – 24 Mei 2013 yang merupakan tahap implementasi pembelajaran matematika menggunakan bahan ajar matematika berkarakter yang telah dirancang.

A. Hasil Penelitian Tahap 1

1. Learning Obstacle (LO) pada Materi Dimensi Tiga Sub Bab Jarak pada

Bidang Ruang.

Analisis terhadap learning obstacle diperoleh dari hasil jawaban siswa melalui uji instrumen terhadap kelas XI IPA 4 yang dilaksanakan pada tanggal 28 April 2013 di SMAN 2 Bandung. Learning obstacle yang diamati oleh peneliti dalam hal ini hanya hambatan epistemologisnya saja.


(39)

Menurut Duroux (Suryadi, 2010:12), hambatan epistemologis pada hakekatnya merupakan pengetahuan seseorang yang hanya terbatas pada konteks tertentu saja. Jika orang tersebut dihadapkan pada konteks yang berbeda, pengetahuan yang dimiliki tidak bisa digunakan atau dia mengalami kesulitan untuk menggunakannya (Suryadi, 2010:12). Hambatan epistemologis dapat ditemukan pada jawaban siswa pada saat uji instrumen, karena pada dasarnya tes yang telah dilakukan bertujuan untuk mengetahui dan menguji sejauh mana siswa memahami materi yang telah mereka pelajari. Jika siswa menjawab tes dengan konsep yang salah maka siswa tersebut dikatakan memiliki hambatan epistemologis. Hambatan epistimologi ini yang akan dikaji dalam penelitian tahap 1, dan akan menjadi acuan untuk menentukan bahan ajar yang diusulkan dan digunakan dalam penelitian tahap 2.

Adapun hasil analisis learning obstacle berupa hambatan epistemologis yang terindikasi pada setiap butir soal adalah sebagai berikut.

2. Analisis Kemampuan dan Kesulitan Siswa pada Materi Dimensi Tiga Sub Materi Jarak pada Bidang Ruang.

a. Analisis soal nomor 1

Sebuah balok ABCD.EFGH memiliki panjang 10 cm, lebar 6 cm, dan tinggi 8 cm. Terdapat titik P dan Q dimana P merupakan titik tengah AB dan Q titik tengah HG.

a. Lukislah balok ABCD.EFGH, titik P dan Q! b. Lukislah jarak titik P ke titik Q!

c. Konsep apa saja yang digunakan untuk menghitung jarak dari titik P ke Q! Hitunglah jarak dari titik P ke Q!

Soal nomor 1 terdiri dari soal 1.a, 1.b, dan 1.c adalah soal dengan tingkat kesulitan sedang. Soal tersebut berkaitan erat dengan melukis bangun ruang yaitu balok, penggunaan konsep Phytagoras, proyeksi, dan konsep jarak pada bidang ruang untuk menghitung jarak dari titik P ke titik Q. Indikator kemampuan pemahaman yang digunakan dalam soal no.1 ini dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut:


(40)

Tabel 4.1

Indikator Kemampuan Pemahaman Matematis Soal 1

No. Soal Indikator

1.a Lukislah balok ABCD.EFGH, titik P dan Q!

Kemampuan menyatakan ulang konsep yang telah dipelajari. 1.b Lukislah jarak titik P ke titik Q! Kemampuan menyajikan konsep

dalam berbagai bentuk representasi matematika.

1.c - Konsep apa saja yang digunakan untuk menghitung jarak dari titik P ke Q!

- Hitunglah jarak dari titik P ke Q!

- Kemampuan mengaitkan berbagai konsep (internal dan eksternal matematika)

- Kemampuan menerapkan konsep secara algoritma.

Pada nomor 1.a, siswa diperintahkan untuk melukiskan balok ABCD.EFGH, titik P dan Q dengan petunjuk yang telah diberikan. Dalam hal melukis balok beberapa siswa menjawab salah karena mereka melukiskan sebuah kubus.

Pada nomor 1.b siswa diperintahkan untuk melukiskan jarak dari titik P ke titik Q pada balok ABCD.EFGH. Dalam melukis jarak dari titik P ke titik Q semua menjawab benar, tetapi saat menggambarkan balok beberapa siswa salah karena mereka melukiskan kubus.

Pada no. 1.c siswa diperintahkan untuk menyebutkan konsep apa saja yang digunakan untuk menghitung jarak dari titik P ke titik Q dan menghitung jarak tersebut. Untuk soal nomor 1.c ini dalam menentukan konsep yang digunakan dalam menentukan jarak dari titik P ke titik Q beberapa siswa menjawab tidak lengkap hanya menjawab konsep phytagoras saja. Konsep yang digunakan antara lain konsep phytagoras, konsep proyeksi, dan konsep jarak dari titik ke titik pada bidang ruang. Sedangkan dalam menghitung jarak dari titik P ke titik Q semua siswa menjawab benar, tetapi beberapa siswa menjawab hanya jawabannya saja tanpa mencantumkan caranya dengan jelas. Hal ini tidak salah, tetapi indikator siswa dalam menerapkan konsep secara algoritma tidak terukur.

Secara keseluruhan, jawaban siswa untuk nomor 1 ini dapat dikategorikan dalam beberapa jenis yaitu:


(41)

1) Jawaban Benar

Tabel 4.2

Distribusi Banyaknya Siswa yang Menjawab Benar pada Soal Nomor 1

No. Deskripsi Jawaban Banyak

Siswa

Persentase Siswa 1.a Melukiskan balok ABCD.EFGH

dengan benar 17 62.96%

1.b Melukiskan jarak dari titik P ke Q

dengan benar 16 59.26%

1.c Menentukan konsep secara lengkap dan menghitung panjang jarak P ke Q dengan benar

18 66.67%

2) Jawaban Salah

Tabel 4.3

Distribusi Banyaknya Siswa yang Menjawab Salah pada Soal Nomor 1

No. Deskripsi Jawaban Banyak

Siswa

Persentase Siswa 1.a Menggambarkan sebuah kubus 10 37.04% 1.b Melukiskan jarak dari titik P ke Q

tidak tepat 11 40.74%

1.c Menentukan konsep dan menghitung jarak P ke Q tidak lengkap.

9 33.33%

Catatan: 27 siswa kelas XI

Secara keseluruhan hambatan yang teridentifikasi dari nomor 1 adalah kesalahan siswa yang masih melukiskan kubus untuk melukiskan sebuah balok dan kurangnya pemahaman siswa mengenai konsep yang dgunakan untuk menentukan jarak dalam bidang ruang. Hal tersebut menunjukkan bahwa melukis bidang ruang dan konsep jarak pada bidang ruang masih kurang dipahami siswa. b. Analisis soal nomor 2


(42)

a. Tentukan gambar mana saja yang menunjukkan konsep jarak dari titik sudut ke titik sudut, berikan alasannya! Dan ruas garis apa yang mewakili jarak antar titik tersebut?

b. Berikan sebuah contoh gambar yang menunjukkan konsep jarak dari titik sudut ke garis dalam bidang ruang!

c. Tentukan gambar mana saja yang menunjukkan konsep jarak dari titik sudut ke bidang, berikan alasannya! Dan ruas garis apa yang mewakili jarak antara titik sudut dan bidang tersebut?

Soal nomor 2 terdiri dari soal 2.a, 2.b, dan 2.c adalah soal dengan tingkat kesulitan sedang. Soal-soal tersebut berkaitan dengan konsep jarak dari titik sudut ke titik sudut, titik sudut ke garis, dan titik sudut ke bidang dalam bidang ruang. Indikator kemampuan pemahaman yang digunakan dalam soal nomor 2 ini dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut:

Tabel 4.4

Indikator Kemampuan Pemahaman Matematis Soal 2

No. Soal Indikator

2.a Tentukan gambar mana saja yang menunjukkan konsep jarak dari titik sudut ke titik sudut, berikan alasannya! Dan ruas garis apa yang mewakili jarak antar titik tersebut?

Kemampuan mengklasifikaikan objek-objek berdasarkan dipenuhi atau tidaknya persyaratan yang membentuk konsep tersebut.

2.b Berikan sebuah contoh gambar yang menunjukkan konsep jarak dari titik sudut ke garis dalam bidang ruang!

Kemampuan memberikan contoh dari konsep yang dipelajari.

2.c Tentukan gambar mana saja yang menunjukkan konsep jarak dari titik sudut ke bidang, berikan alasannya! Dan ruas garis apa yang mewakili jarak antara titik sudut dan bidang tersebut?

Kemampuan mengklasifikaikan objek-objek berdasarkan dipenuhi atau tidaknya persyaratan yang membentuk konsep tersebut.


(43)

Pada nomor 2.a, siswa diperintahkan untuk menentukan gambar yang menunjukkan konsep jarak dari titik sudut ke titik sudut dari 5 gambar yang telah disediakan. Hampir semua menjawab benar, tetapi beberapa siswa tidak memberikan jawaban ruas garis yang mewakili jarak titik sudut ke titik sudut tersebut. Jadi mereka menjawab benar tanpa memberikan alasan yang jelas.

Pada nomor 2.b siswa diperintahkan untuk memberikan contoh gambar yang menunjukkan konsep jarak dari titik sudut ke garis dalam bidang ruang. Beberapa siswa yang menjawab dengan benar dengan menggambarkan kembali gambar yang ada pada soal, dan beberapa siswa menjawab salah karena hanya mencantumkan nomor gambar pada soal tanpa menggambarkannya.

Pada no. 2.c siswa diperintahkan untuk menentukan gambar yang menunjukkan konsep jarak dari titik sudut ke bidang. Beberapa siswa menjawab dengan benar dengan menjawab pula ruas garis yang mewakili jarak dari titik sudut ke bidang, dan beberapa siswa menjawab salah dengan menentukan gambar yang benar tetapi jawaban ruas garis yang mewakili jarak dari titik sudut ke bidang salah dan menentukan gambar yang salah.

Secara keseluruhan, jawaban siswa untuk nomor 2 ini dapat dikategorikan dalam beberapa jenis yaitu:

1) Jawaban Benar

Tabel 4.5

Distribusi Banyaknya Siswa yang Menjawab Benar pada Soal Nomor 2

No. Deskripsi Jawaban Banyak

Siswa

Persentase Siswa 2.a Menunjukkan Gambar II dengan ruas

garis yang mewakili jarak yaitu ruas garis AG, dan Gambar III dengan ruas garis yang mewakili jarak yaitu ruas garis AF.

19 70.37%

2.b Melukiskan jarak dari titik sudut ke garis

dalam bidang ruang dengan benar. 17 62.96% 2.c Menunjukkan Gambar IV dengan ruas

garis yang mewakili jarak yaitu ruas garis AO.

7 25.92%

2) Jawaban Salah


(44)

Distribusi Banyaknya Siswa yang Menjawab Salah pada Soal Nomor 2

No. Deskripsi Jawaban Banyak

Siswa

Persentase Siswa

2.a Menunjukkan gambar yang salah 8 29.63%

2.b Tidak melukiskan jarak dari titik sudut ke garis dalam bidang ruang dengan benar, tetapi menyebutkan gambar pada soal.

10 37.04%

2.c Menunjukkan gambar yang salah 20 74.08% Catatan: 27 siswa kelas XI

Secara keseluruhan hambatan yang teridentifikasi dari nomor 2 adalah kesalahan siswa dalam menentukan gambar yang termasuk konsep jarak dari titik sudut ke titik sudut, titik sudut ke garis, dan titik sudut ke bidang dalam bidang ruang, serta menentukan ruas garis yang mewakili jarak dari konsep-konsep tersebut.

c. Analisis soal nomor 3

Perhatikan gambar kubus di bawah ini:

Jika luas permukaan kubus tersebut 150 cm2, tentukan: a. Panjang rusuk kubus tersebut!

b. Lukislah ruas garis yang menggambarkan jarak dari titik E ke garis HK, lalu tentukan panjang jarak tersebut!

c. Lukislah ruas garis yang menggambarkan jarak dari ruas garis KG ke bidang EHLI, lalu tentukan panjang jarak tersebut!

Soal nomor 3 terdiri dari soal 3.a, 3.b, dan 3.c adalah soal dengan tingkat kesulitan sedang. Pada soal tersebut berkaitan dengan konsep luas permukaan kubus yang telah dipelajari siswa sebelumnya untuk menentukan panjang rusuk kubus, penggunaan konsep Phytagoras, proyeksi, konsep jarak dari titik ke garis, dan konsep jarak antara garis ke bidang. Indikator kemampuan pemahaman yang digunakan pada nomor 3 dapat dilihat pada Tabel 4.7 berikut.


(45)

Indikator Kemampuan Pemahaman Matematis Soal 3

No. Soal Indikator

3.a. Panjang rusuk kubus tersebut! Kemampuan menerapkan konsep secara algoritma.

3.b - Lukislah ruas garis yang menggambarkan jarak dari titik E ke garis HK!

- lalu tentukan panjang jarak tersebut!

- Kemampuan menyajikan konsep dalam berbagai bentuk

representasi matematika.

- Kemampuan menerapkan konsep secara algoritma.

No. Soal Indikator

3.c - Lukislah ruas garis yang

menggambarkan jarak dari ruas garis KG ke bidang EHLI! - lalu tentukan panjang jarak

tersebut!

- Kemampuan menyajikan konsep dalam berbagai bentuk

representasi matematika.

- Kemampuan menerapkan konsep secara algoritma.

Pada nomor 3.a, siswa diperintahkan untuk menentukan panjang rusuk kubus yang telah diketahui luas permukaannya. Pada soal ini semua siswa menjawab benar, tetapi beberapa siswa ada yang menjawab tidak sesuai dengan langkah-langkah yang benar dan tidak menuliskan rumus luas permukaan kubus terlebih dahulu.

Pada nomor 3.b siswa diperintahkan untuk melukiskan jarak dari titik E ke garis HK pada kubus yang terdapat pada soal dan menghitung panjang jarak tersebut. Pada soal ini beberapa siswa menggambarkan dan menentukan panjang jaraknya dengan benar dan beberapa siswa menjawab salah. Kesalahan yang ditemukan banyak siswa yang salah menggunakan konsep phytagoras dalam menghitung jarak dan menggambarkan jarak dari titik E ke garis HK.

Pada nomor 3.c siswa diperintahkan melukiskan jarak dari garis KG ke bidang EHLI pada kubus yang terdapat pada soal dan menghitung panjang jarak tersebut. Pada soal ini beberapa siswa menggambarkan dan menentukan panjang jaraknya dengan benar dan beberapa siswa menjawab salah. Kesalahan yang ditemukan banyak siswa yang salah menggunakan konsep phytagoras dalam menghitung jarak dan menggambarkan jarak dari garis KG ke bidang EHLI.

Secara keseluruhan, jawaban siswa untuk nomor 3 ini dapat dikategorikan dalam beberapa jenis yaitu:


(46)

Tabel 4.8

Distribusi Banyaknya Siswa yang Menjawab Benar pada Soal Nomor 3

No. Deskripsi Jawaban Banyak

Siswa

Persentase Siswa 3.a Menghitung panjang rusuk kubus

dengan benar menggunakan konsep luas permukaan kubus dengan cara yang lengkap

10 37.04%

No. Deskripsi Jawaban Banyak

Siswa

Persentase Siswa 3.a Menghitung panjang rusuk kubus

dengan benar tanpa menggunakan konsep luas permukaan kubus dengan cara yang lengkap

17 62.96%

3.b Melukiskan dengan benar dan

menghitung jarak dari titik E ke garis HK menggunakan konsep phytagoras dengan benar

8 29.64%

3.c Melukiskan dengan benar dan menghitung jarak dari titik KG ke bidang EHLI menggunakan konsep phytagoras dengan benar

4 14.81%

2) Jawaban Salah

Tabel 4.9

Distribusi Banyaknya Siswa yang Menjawab Salah pada Soal Nomor 3

No. Deskripsi Jawaban Banyak

Siswa

Persentase Siswa 3.b Melukiskan dengan benar dan keliru

menghitung jarak dari titik E ke garis HK menggunakan konsep phytagoras yang salah.

6 22.22%

Tidak melukiskan jaraknya dan menghitung jarak dari titik E ke garis HK menggunakan konsep phytagoras dengan benar.

4 14.81%

Salah melukiskan jarak dan tidak

menghitung panjang jarak dari titik E ke garis HK

6 22.22%

Mengkosongkan jawaban 3 11.11%

3.c Melukiskan dengan benar dan keliru menghitung jarak dari titik KG ke bidang EHLI menggunakan konsep


(1)

81

Mita Santika, 2013

Pengaruh Bahan Ajar Matematika Berkarakter Pada Materi Dimensi Tiga Terhadap Peningkatan Kemampuan Pemahaman Dan Disposisi Matematis Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang diuraikan pada bab IV, diperoleh kesimpulan bahwa:

1. Model bahan ajar matematika berkarakter yang dikembangkan sesuai dengan:

a. Learning obsticle (kesulitan) yang dialami oleh siswa yaitu kemampuan

siswa dalam menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika dan kemampuan menerapkan konsep secara algoritma. b. Internalisasi nilai-nilai karakter yang dapat dimplimentasikan dalam

pelajaran matematika antara lain disiplin, jujur, berpikir kreatif, kerja keras, rasa ingin tahu, dan kepedulian sosial.

2. Peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa pada kelas yang diberikan bahan ajar matematika berkarakter lebih baik daripada kelas yang diberikan bahan ajar biasa.

3. Disposisi matematis siswa pada kelas yang diberikan bahan ajar matematika berkarakter lebih baik daripada kelas yang diberikan bahan ajar biasa.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka saran peneliti terhadap penggunaan bahan ajar matematika berkarakter dalam pembelajaran matematika adalah sebagai berikut.

1. Bahan ajar matematika berkarakter yang dikembangkan harus memiliki tampilan yang menarik agar siswa tidak cepat bosan, dan tidak hanya memuat materi ajar saja tetapi sebaiknya memuat nilai-nilai karakter yang tersirat secara eksplisit.

2. Jika guru akan mengimplementasikan bahan ajar matematika berkarakter dalam pembelajaran matematika di kelas, perlu beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu kesiapan siswa belajar dengan suasana baru, kreatif dalam


(2)

82

Mita Santika, 2013

Pengaruh Bahan Ajar Matematika Berkarakter Pada Materi Dimensi Tiga Terhadap Peningkatan Kemampuan Pemahaman Dan Disposisi Matematis Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

membuat bahan ajar, dan harus memberikan contoh karakter yang baik karena setiap perilaku guru akan dilihat dan dicontoh oleh muridnya.


(3)

82

Mita Santika, 2013

Pengaruh Bahan Ajar Matematika Berkarakter Pada Materi Dimensi Tiga Terhadap Peningkatan Kemampuan Pemahaman Dan Disposisi Matematis Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Daftar Pustaka

Anonim. (2011). Dampak Pendidikan Karakter Terhadap Akademik Anak. [Online]. Tersedia: http://pondokibu.com/dampak-pendidikan-karakter-terhadap-akademi-anak.html . [25 Januari 2013]

Andriatna, R. (2012). Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa

SMA Melaui Menulis Matematika dalam Pembelajaran Berbasis Masalah.

Skripsi FPMIPA UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta

Dahlia, D. (2008). Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Model

Trefinger dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Penalaran Adaptif Siswa. Skripsi FPMIPA UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.

Depdiknas. (2006). Pedoman Memilih dan Menyusun Bahan Ajar. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

___________. (2008). Panduan Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

___________. (2011). Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter Bangsa,

Puskurbuk. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Gemily, S. (2012). Teori Belajar Sosial Bandura. [Online]. Tersedia:

http://syilgagemily.blogspot.com/2012/06/teori-belajar-sosial-bandura.html

Hamidah. (2011). Pengaruh Model Pembelajaran ARIAS terhadap Kemampuan

Pemahaman Matematis Siswa SMP Ditinjau dari Tingkat Kecerdasan

Emosional. [Online]. Tersedia:

http://repository.upi.edu/operator/upload/t_mtk_0808068_chapter1.pdf. [27 Januari 2013]

Hasanah, R. (2012). Pengembangan Bahan Ajar Matematika Berbasis Aktifitas

Kritis Siswa SMP Pada Pokok Bahasan Persamaan Garis Lurus. Skripsi

FPMIPA UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.

Hendriana, H. (2009). Pembelajaran dengan Pendekatan Metaphorical Thinking

untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Matematik, Komunikasi Matematik dan Kepercayaan Diri Siswa Sekolah Menengah Pertama.

[Online]. Tersedia:

http://repository.upi.edu/operator/upload/d_mat_056090_chapter2.pdf. [16 Januari 2013]


(4)

83

Mita Santika, 2013

Pengaruh Bahan Ajar Matematika Berkarakter Pada Materi Dimensi Tiga Terhadap Peningkatan Kemampuan Pemahaman Dan Disposisi Matematis Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Herdian. (2010). Kemampuan Pemahaman Matematika. [Online]. Tersedia:

http://herdy07.wordpress.com/2010/05/27/kemampuan-pemahaman-matematis/ . [2 Januari 2013]

Karlimah. (2010). Pengembangan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan

Masalah serta Disposisi Matematis Mahasiswa PGSD melalui

Pembelajaran Berbasis Masalah. [Online]. Tersedia:

http://repository.upi.edu/operator/upload/d_mtk_056048_chapter2.pdf. [5 Januari 2013]

Katuuk, D.A. (2012). Pengembangan Pembelajaran yang Mendidik Berbasis

Nilai dan Pendidikan Karakter Bangsa. Bandung: FIP UPI

Khamdanah, E. (2005). Ketrampilan Guru dalam Mengelola Kelas pada

Pembelajaran Matematika di SD Negeri I Kertek Kecamatan Kertek

Kabupaten Wonosobo. [Online]. Tersedia:

http://etd.eprints.ums.ac.id/4538/1/A410050024.pdf. [20 Mei 2012]

Kemendiknas. (2011). Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter di SMP. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Kurniawan, R. (2011). Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan

Masalah Matematis melalui Pembelajaran dengan Pendekatan

Kontekstual pada Siswa Sekolah Menengah Kejuruan. [Online]. Tersedia:

http://repository.upi.edu/operator/upload/d_mat_0706244_chapter2.pdf . [ 27 Januari 2013]

Kusumawati, N. (2011). Peningkatan Kemampuan Pemahaman, Pemecahan

Masalah, dan Disposisi Matematis Siswa SMP melalui Pendekatan

Pendidikan Matematika Realistik. [Online]. Tersedia:

http://repository.upi.edu/operator/upload/d_mtk_0707260-chapter2.pdf. [5 Januari 2013]

Lindawati, S. (2010). Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Inkuri

Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Matematis

Siswa Sekolah Menengah Pertama. [Online]. Tersedia:

http://repository.upi.edu/operator/upload/t_mtk_0809421_chapter2.pdf. [16 Januari 2013]

Lestari, F. (2012). Pengaruh Pembelajaran Menggunakan Model Peta Pikiran

(Mind Mapping) terhadap Peningkatan Kemampuan Pemahaman

Matematis Siswa. [Online]. Tersedia:

http://repository.upi.edu/operator/upload/s_mat_0800540_chapter2.pdf. [ 10 Februari 2013]

Lestari, I. (2012). Desain Didaktis Konsep Jarak pada Bidang Ruang dalam


(5)

Mita Santika, 2013

Pengaruh Bahan Ajar Matematika Berkarakter Pada Materi Dimensi Tiga Terhadap Peningkatan Kemampuan Pemahaman Dan Disposisi Matematis Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

http://repository.upi.edu/operator/upload/s_mtk_0804632_chapter2.pdf. [30 Mei 2013]

Mahmudi, A. (2010). Pengaruh Pembelajaran dengan Strategi MHM Berbasis

Masalah terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif, Kemampuan Pemecahan Masalah, dan Disposisi Matematis, serta Persepsi terhadap Kreativitas.

[Online]. Tersedia:

http://repository.upi.edu/operator/upload/d_mat_0604957_chapter2.pdf . [5 Januari 2013]

Mu’in, F. (2011). Pendidikan Karakter Konstruksi Teoritik dan Praktik (edisi

kedua). Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Mulyana, E. (2009). Pengaruh Model Pembelajaran Matematika Knisley

Terhadap Peningkatan Pemahaman dan Disposisi Matematika Siswa

Sekolah Menengah Atas Program Ilmu Pengetahuan

Alam.Disertasi.Program Pascasarjana UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia. (2006). Standar Isi

untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Mendiknas.

Permana, Y. (2011). Mengembangkan Kemampuan Pemahaman, Komunikasi, dan Disposisi Matematis Siswa Sekolah Menengah Atas

melalui Model-Eliciting Activities. [Online]. Tersedia:

http://repository.upi.edu/operator/upload/d_mtk_0706273_chapter2%281% 29.pdf. [5 Januari 2013]

Prasetyo, A. dan Rivasintha. E. (2011). Konsep, Urgensi, dan Implementasi

Pendidikan Karakter di Sekolah. [Online]. Tersedia:

http://edukasi.kompasiana.com/2011/05/27/konsep-urgensi-dan-implementasi-pendidikan-karakter-di-sekolah/. [10 Desember 2012]

Priyatno, D. (2009). 5 Jam Belajar Olah Data dengan SPSS 17. Yogyakarta: ANDI.

Riduwan. (2011). Belajar Mudah Penelitian: untuk Guru-Karyawan dan Peneliti

Pemula. Bandung: Alfabeta.

Ruseffendi, E. T. (2005). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang

Non-Eksakta Lainnya. Semarang: Tarsito.

Samawi, A. (2012). Pendidikan Karakter Berorientasi Nilai Pancasila, Antara

Harapan, dan Kenyataan. Bandung: FIP UPI

Setyawan, A. (2013). Penerapan Model Pembelajaran

Connecting-Organizing-Reflecting-Extending (Core) untuk Meningkatkan Kemampuan


(6)

85

Mita Santika, 2013

Pengaruh Bahan Ajar Matematika Berkarakter Pada Materi Dimensi Tiga Terhadap Peningkatan Kemampuan Pemahaman Dan Disposisi Matematis Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Penelitian Kuasi Eksperimen terhadap Siswa SMA di Duri. [Online].

Tersedia:

http://repository.upi.edu/operator/upload/t_mtk_1009544_chapter1.pdf. [27 Maret 2013]

Sudrajat, A. (2008). Konsep Pengembangan Bahan Ajar. [Online]. Tersedia: http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/03/04/konsep-pengembangan-bahan-ajar-2/ . [10 Desember 2012]

___________. (2010). Apa Pendidikan Karakter itu?. [Online]. Tersedia: http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2010/09/15/konsep-pendidikan-karakter/ . [10 Desember 2012]

Suherman, E. dan Kusumah, Y. S. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan

Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijayakusumah.

___________, dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: FPMIPA UPI.

Sudjana. (2005). Metoda Statistika. Bandung: TARSITO.

Suryadi, D. (2010). Penelitian Pembelajaran Matematika Untuk Pembentukan

Karakter Bangsa. [Online]. Tersedia:

http://eprints.uny.ac.id/10461/1/1Makalah%20Utama%20-%20Didi%20Suryadi.pdf [14 juni 2013]

Syaban, M. (2009). Menumbuhkembangkan Daya dan Disposisi Matematis Siswa

Sekolah Menengah Atas melalui Pembelajaran Investigasi. [Online].

Tersedia:

http://file.upi.edu/Direktori/JURNAL/EDUCATIONIST/Vol._III_No._2-Juli_2009/08_Mumun_Syaban.pdf. [2 Januari 2013]

Tim Pengembang Pendidikan Berkarakter Dinas Pendidikan Provinsi Banten. (2012). Pedoman Pengembangan Bahan Ajar Pendidikan Berkarakter. Banten: Tidak Diterbitkan.

Wahyuningtyas, S. (2012). Guru Sebagai Penentu Arah Pendidikan Karakter. [Online]. Tersedia: www.bpkpenabur.or.id/id/node/8123. [14 juni 2013]