PENGEMBANGAN MULTIMEDIA INTERAKTIF DENGAN MENGGUNAKAN MODEL ADDIE UNTUK PEMBELAJARAN SENI TARI PADA SISWA SEKOLAH DASAR.

(1)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……… -

HALAMAN PENGESAHAN………. i

HALAMAN PERNYATAAN………. ii

ABSTRAK……… iii

ABSTRACT ………. iv

KATA PENGANTAR……….. vi

DAFTAR ISI……… ix

DAFTAR TABEL ……….. xi

DAFTAR GAMBAR……….. xii

DAFTAR BAGAN ………. xiii

DAFTAR LAMPIRAN ………... Xiv

BAB I PENDAHULUAN………..

A. Latar Belakang ……….

B. Identifikasi Masalah ………

C. Definisi Operasional ………

D. Tujuan Penelitian ……….

E. Manfaat Penelitian ………..

1 1 14 14 14 15 BAB II LANDASAN TEORETIS ………..

A. Penelitian Terdahulu ………

B. Konsep Dasar Belajar………...

1. Pengertian Belajar ……….

2. Teori-teori Belajar ……….

3. Sumber Belajar ………..

C. Multimedia dalam Pembelajaran ……….

1. Pengertian Media Pembelajaran ………

2. Tujuan dan Fungsi Media Pembelajaran ………... 3. Jenis Media dan Kedudukan Media dalam Sistem

Pembelajaran ……….

4. Prosedur Pemilihan Media ………

18 18 26 26 27 31 35 35 37 38 40


(2)

5. Multimedia Interaktif ………

42 BAB III METODE PENELITIAN ……….

A. Metode Penelitian ………

B. Prosedur Penelitian ………..

C. Langkah Pengembangan Model Multimedia Interaktif (Silat Pedang) ………

D. Lokasi dan Subjek Penelitian ………..

E. Instrumen Penelitian ………

F. Teknik Pengumpulan Data ………..

G. Teknik Analisis Data ………...

49 49 50 55 63 63 64 67 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………

A. Tahapan Pembuatan Media Pembelajaran Seni Tari Berbasis Multimedia Interaktif dengan Menggunakan Model ADDIE (analysis, design, development, implementation and evaluation)………

1. Tahap Analisis ………...

2. Tahap Desain ……….

3. Tahap Pengembangan ………

4. Tahap Implementasi ………..

5. Tahap Evaluasi ………..

B. Hasil Penelitian ………

1. Kegiatan dan Persepsi Siswa Selama Pembelajaran dengan Menggunakan Media Pembelajaran Silat Pedang Berbasis Multimedia Interaktif ……… 2. Hasil Belajar Siswa dengan Menggunakan Multimedia Interaktif (Silat Pedang) ………

a. Hasil Uji Coba Kelompok Kecil ………

b. Hasil Uji Coba Lapangan Terbatas ……… C. Pembahasan Hasil Penelitian (Efektivitas Media Pembelajaran Seni Tari Berbasis Multimedia Interaktif Dengan Menggunakan Model ADDIE (Analysis, Design, Development, Implementation And Evaluation) ………...

1. Kesesuaian atau Relevansi ………...

2. Kemudahan ………..

3. Kemenarikan ……….

4. Kemanfaatan………. 70 70 71 71 103 110 111 111 111 122 122 124 125 126 127 129 131 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ………...

A. Kesimpulan ………..

B. Rekomendasi ………...

134 134 136

DAFTAR PUSTAKA ………. 139


(3)

DAFTAR TABEL

Tabel

2.1 Tabel Penelitian terdahulu ……….. 23

2.2 Tabel Penelitian Pengembangan Multimedia Interaktif (Silat Pedang) 25 3.1 Kategorisasi Daya Serap Klasikal (Depdiknas) ……….. 68

4.1 Storyboard ……….. 86

4.2 Tampilan Multimedia Interaktif (Silat Pedang) ……….. 107


(4)

DAFTAR GAMBAR

Gambar

2.1 Pola RUDE ……….. 19

2.2 Kerucut Pengalaman Edgar Dale ……… 39

2.3 Ilustrasi Kedudukan Media dalam Sistem Pembelajaran ……… 40 3.1 Desain Prosedur Penelitian dan Pengembangan Sugiyono …………. 54 3.2 Desain atau Alur Penelitian Pengembangan Multimedia Interaktif

(Silat Pedang) .………. 55

4.1 Alat Musik Pengiring Serunai dan Dua Gendang Panjang …………. 78 4.2 Kostum Silat Pedang (Destar Batik Besurek, Baju Beskap, Mainan

Pakit, Kain Benang Emeh (Emas), dan Celana Panjang) ……… 79

4.3 Properti Pedang Panjang………. 80

4.4 Cerano (Daun sirih, kapur sirih, gambir, tembakau, dan pinang …… 82

4.5 Flowchart ……… 84

4.6 Salah Satu Bagian Media yang Menggunakan Adobe Flash ……….. 105 4.7 Salah Satu Bagian Media yang Menggunakan Adobe Photoshop ….. 106 4.8 Salah Satu Bagian Media yang Menggunakan Adobe Premiere ……. 106 4.9 Tampilan Respon Games Menebak Busana Silat Pedang Saat

berhasil diselesaikan dengan Sempurna ……….. 115

4.10 Siswa Mencoba Mempraktikkan Gerak Sembah ……… 118

4.11 Siswa Asyik dengan Media Mereka Masing-masing ……….. 127 4.12 Siswa dapat Menjawab Pertanyaan Evaluasi dengan Baik …………. 128


(5)

DAFTAR BAGAN Bagan


(6)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran

Lampiran 1. Daftar Riwayat Hidup ………. 142

Lampiran 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ………. 144

Lampiran 3A. Form Media Expert Judgement……….... 147

Lampiran 3B. Media Expert Judgement ………...………... 148

Lampiran 4A. Form Content Expert Judgement ………...…………. 149

Lampiran 4B. Content Expert Judgement ………...………... 150

Lampiran 5. Petunjuk teknis multimedia interaktif Silat Pedang untuk guru………... 151

Lampiran 6. Pedoman Observasi ………. 154

Lampiran 7. Pedoman wawancara (guru dan kepala sekolah) …….…… 155

Lampiran 8. Kuesioner untuk siswa ……..……….. 156


(7)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembelajaran merupakan proses komunikasi antara pembelajar, pengajar, dan bahan ajar (Sanaky, 2009: 3). Artinya harus ada keterkaitan antara pembelajar, pengajar dan bahan ajar. Ketiganya harus berjalan harmonis agar tujuan dari pembelajaran dapat tercapai. Fenomena proses pembelajaran seni tari yang terjadi dewasa ini hanya menitikberatkan kepada pembelajar dan pengajar, sedangkan bahan ajar sedikit terabaikan.

Hampir di seluruh jenjang pendidikan jarang sekali yang mempunyai bahan ajar untuk seni tari. Bahan ajar yang ada saat ini hanya sebatas buku teks, sedangkan media audio visualnya tidak dilampirkan. Idealnya contoh video audio visual disertakan dalam buku teks, mengingat substansi tari adalah gerak. Sementara ini, guru pendidikan seni menggunakan video tari bentuk yang terdapat di pasaran, sehingga kemasannya tidak disiapkan khusus untuk media pembelajaran pendidikan seni di sekolah. Oleh karena itu, media pembelajaran ini kurang optimal dalam mencapai tujuan pembelajaran dengan pertimbangan: 1) Pengemasan materi kurang menarik minat siswa; 2) Durasi materi kurang sesuai dengan lama waktu tatap muka; dan 3) Pengemasan materi kurang sesuai dengan tujuan pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar yang termuat dalam KTSP. Dapat dikatakan bahwa perlu adanya satu kesatuan kinerja antara kurikulum, guru dan media pembelajaran.


(8)

Ada juga beberapa buku teks untuk pembelajaran tari yang dilengkapi dengan Video Compact Disc (VCD). VCD tersebut menampilkan tarian utuh tanpa mempertimbangkan aspek pendidikan di dalamnya. VCD digunakan sebagai bahan apresiasi yang sulit untuk ditiru oleh anak. Pembuat VCD belum mempertimbangkan latar belakang pendidikan anak-anak yang menjadi objek dari pendidikan tari. Tidak semua siswa yang bersekolah di sekolah umum yang memiliki latar belakang dalam berkesenian, sehingga proses pembelajaran dan tujuan pembelajaran tidak dapat tercapai maksimal.

Penerapan pembelajaran seni dengan memberikan tarian bentuk juga terjadi pada beberapa sekolah di Kabupaten Bandung. Lebih khusus lagi, berdasarkan pengalaman yang dirasakan bahwa pada level Sekolah Dasar pun tarian bentuk juga diberikan. Guru mencontohkan gerak-gerak tari, kemudian siswa berada di belakang dan meniru serta melatihkan gerakan tersebut sampai sesuai dengan standar tuntutan estesis (wiraga, wirama, dan wirasa). Proses pembelajaran seperti ini lebih berpusat pada guru atau teacher centered dan bukan student centered (Masunah dan Narawati, 2003: 271). Hal ini membuat motivasi anak untuk lebih kreatif dan inovatif dalam berkesenian kurang berkembang, sehingga kebanyakan mereka menganggap bahwa pembelajaran seni yang sesuai dengan kurikulum dan tujuan pembelajaran dianggap tidak penting. Tentunya fenomena ini tidak bisa disamakan dengan sekolah kejuruan (seni tari) yang memang mewajibkan peserta didiknya untuk menguasai tarian bentuk.

Sebelumnya telah ada lembaga yang mengembangkan multimedia interaktif untuk pembelajaran SBK yang diproduksi oleh Pijar Nusantara tahun


(9)

2011. CD interaktif tersebut dirancang untuk mata pelajaran SBK kelas 3 SD semester 2 yang berjudul “Ekspresi Diri Melalui Seni Tari-Tari Pendek”. CD interaktif ini menggunakan animasi tari Merak dari Jawa Barat sebagai pengantar sebelum masuk ke materi inti. Materinya bersumber dari Buku Sekolah Elektronik (BSE) (http://bse.kemendiknas.go.id) yang terdiri dari: 1) gerak simbolis, 2) iringan tari, dan 3) busana dan properti. Antara pengantar dan isi materi tidak saling berhubungan, tidak ada keterkaitan sama sekali. Pada materi gerak simbolis, penyusun CD interaktif tidak mengambil contoh gerak yang ada pada tari Merak. Begitupun dengan materi iringan musik dan juga busana serta properti. Pada salah satu materi gerak patah-patah, penyusun multimedia memberikan contoh gerak Kuda Lumping yang geraknya tidak patah-patah. Kemudian pada salah satu materi iringan tari, penyusun memberikan definisi bahwa untuk menggambarkan suasana semangat maka hanya menggunakan satu alat musik yang dibunyikan secara terus-menerus. Jika melihat kondisi CD interaktif ini, keberadaan tari Merak tidak bersifat urgen. Hal ini terlihat pada animasi geraknya, gerak kaki pada tari Merak yang seharusnya srisik (berlari dengan berjinjit pada jari kaki), ketika dianimasikan menjadi seperti berjalan biasa. Hal ini tentu mengaburkan informasi tentang tari Merak tersebut pada siswa, sehingga contoh yang seharusnya dapat meningkatkan kompetensinya, tetapi malah mengakibatkan kebingungan. Sangat disayangkan mutlimedia interaktif yang sudah dirancang dengan sangat menarik, tetapi memberikan infromasi yang tidak benar.

Penelitian tentang bahan ajar juga dilakukan oleh Surahmat (2010) tentang kelayakan penyajian dan isi bahasan musik mancanegara pada buku teks pelajaran


(10)

seni budaya kelas 12, berdasarkan aspek apresiasi dan kreasi. Dalam dua buku teks yang menjadi batasan masalah penelitian ini, ditemukan dua informasi materi musik Jazz yang berbeda, kurang dalam dan luasnya cakupan materi, dan juga ketidakakuratan konsep dan fakta. Belum lagi persoalan penyajian bahasannya seperti: ilustrasi gambar atau foto yang kurang menarik minat siswa untuk mempelajari seni budaya sesuai dengan perkembangan usia peserta didik.

Menyimak temuan di atas, masalah pokok bahan ajar atau media tari yang digunakan dalam pembelajaran pendidikan seni selama ini adalah mengenai isi dan pengemasan materi pembelajaran. Idealnya, pengemasan media pembelajaran harus memikirkan keterkaitan antara substansi dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar, yang mana di dalamnya memuat tujuan pembelajaran untuk meningkatkan potensi siswa dalam mata pelajaran tersebut. Tentunya, agar tujuan pembelajaran dapat tercapai, maka harus didukung pula oleh guru yang berkompeten dalam bidangnya. Namun jika guru belum mampu untuk membuat media pembelajaran, maka tidak menutup kemungkinan bahwa orang-orang yang berada di luar sekolah yang memiliki kompetensi dapat membantu membuat media pembelajaran. Sudah tentu pembuatan media itu didampingi oleh pakar substansi tari yang akan dijadikan materi dalam media pembelajaran yang akan dibuat.

Kembali kepada fungsi bahan ajar, yaitu segala sesuatu yang dapat membantu guru untuk mencapai tujuan pembelajaran, maka fenomena di atas sangat mengkhawatirkan untuk keberlanjutan pendidikan seni di sekolah. Belum lagi pengaruh teknologi yang semakin menjamur di masyarakat. Perkembangan


(11)

teknologi di masa sekarang ini mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Teknologi tidak lagi dianggap sebagai barang mahal yang hanya dapat dimiliki oleh kalangan kelas elit saja, tetapi kalangan menengah ke bawah pun sudah tidak asing lagi dengan benda-benda yang dinamakan teknologi. Teknologi tidak lagi hanya memasuki dunia perkantoran yang didominasi oleh manusia dewasa, tetapi juga merambah ke sekolah-sekolah yang dihuni oleh kalangan remaja hingga anak usia dini. Berbagai macam jenis teknologi yang ditawarkan di pasaran, termasuk di dalamnya komputer sudah menjadi bagian dalam kehidupan masyarakat secara luas. Tidak heran jika ternyata teknologi mendapatkan perhatian khusus dari masyarakat, termasuk peserta didik. Mereka berlomba-lomba memanfaatkan komputer dan internet agar dikatakan tidak ketinggalan zaman dan kuno. Mereka merasa “gengsi” jika tidak mengenal komputer dan internet. Tidak dapat disalahkan bahwa ketertarikan mereka terhadap teknologi dikarenakan tampilan program-programnya dibuat sangat menarik dan berwarna, sehingga membuat mereka tertarik untuk mengetahuinya lebih dalam lagi.

Namun demikian, adanya teknologi tidak melulu membawa dampak yang buruk jika kita pandai memanfaatkannya. Selama ini kita menjadi objek dari teknologi, namun ada baiknya kita mengubah kedudukan kita sebagai subyek yang memanfaatkan teknologi dan teknologi sebagai objek yang digunakan untuk membantu pekerjaan kita agar menjadi lebih mudah, khususnya di dalam dunia pendidikan. Norman dalam Mayer (2009: 16) mendukung pendekatan berpusat-ke murid terhadap teknologi yang merujuk pada istilah human-centered technology. Norman mengatakan bahwa kita perlu membalik sudut pandang machine-centered


(12)

menjadi sudut pandang human-centered. Teknologi harus melayani kita, bukan kita yang melayani teknologi untuk mengembangkan kapabilitas kita.

Sanaky (2009: 3) mengatakan tentang pembelajaran, bahwa dibutuhkan alat yang mampu menjadi penghantar dalam proses komunikasi tersebut. Dalam dunia pendidikan alat tersebut dikenal dengan media pembelajaran. Kata media berasal dari bahasa Latin, yakni medius yang secara harfiahnya berarti tengah, penghantar atau perantara. Karena posisinya berada di tengah, ia bisa juga disebut perantara atau penghubung, yakni yang menghantarkan atau menghubungkan atau menyalurkan sesuatu hal dari satu sisi ke sisi lainnya (Munadi, 2009: 6). Media juga diartikan sebagai sarana pendidikan yang dapat digunakan sebagai perantara dalam proses pembelajaran untuk mempertinggi efektifitas dan efisiensi dalam mencapai tujuan pembelajaran (Sanaky, 2009: 4). Oleh sebab itu dibutuhkan kreativitas guru untuk menerapkan media dalam pembelajaran di dalam kelas. Kegunaan media di sini adalah untuk menjemput siswa dari kesenangannya terhadap teknologi. Dengan kata lain, tanpa memisahkan mereka dengan teknologi, guru dapat memanfaatkan dan memberdayakan teknologi untuk meningkatkan minat mereka terhadap pembelajaran seni tari, khususnya tari tradisi.

Sehubungan dengan pemanfaatan teknologi dalam dunia pendidikan, yang menjadi trend saat ini adalah menggunakan gabungan beberapa media (multimedia), yaitu kombinasi berbagai media audio, visual, grafis dan lain sebagainya yang diarahkan kepada komputer yang dalam perkembangannya sangat pesat dan sangat membantu dalam dunia pendidikan. Multimedia memiliki


(13)

beberapa kelebihan yaitu memberikan kemudahan bagi siswa untuk belajar secara individual maupun secara kelompok. Selain itu memberikan kemudahan bagi guru dalam menyampaikan materi, media komputer (multimedia interaktif) juga memberikan rangsangan yang cukup besar untuk meningkatkan motivasi belajar siswa (Kustandi dan Sutjipto, 2011: 78). Artinya dengan adanya multimedia interaktif anak tidak hanya belajar pada saat jam pelajaran di sekolah, tetapi juga bisa belajar mandiri di rumah, sehingga anak dapat mengulang pelajarannya kapan saja ia menginginkannya. Media yang sesuai dengan selera anak dapat memberikan dampak positif. Dengan memaksimalkan peluang pembelajaran mandiri dengan menggunakan multimedia interaktif secara terarah dapat membuahkan pembelajaran yang lebih bermakna bagi siswa.

Begitu banyak manfaat multimedia bagi pendidikan yang sudah seharusnya dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan mutu pembelajaran seni di sekolah. Apalagi melihat multimedia yang menarik dirasa tepat untuk diterapkan pada siswa Sekolah Dasar. Multimedia cocok untuk semua lapisan, termasuk siswa Sekolah Dasar. Siswa Sekolah Dasar yang masih berada dalam tahap pencarian memerlukan filter agar pengaruh teknologi tidak berdampak buruk bagi perkembangan mereka. Oleh sebab itu, perlu diberikan multimedia interaktif yang tepat dan terarah dimulai dari level Sekolah Dasar. Pengembangan media pembelajaran multimedia interaktif akan diterapkan pada siswa Sekolah Dasar (SD) kelas tinggi, yang dalam hal ini akan dilakukan uji coba pada siswa kelas 4 SD. Masa usia Sekolah Dasar (SD) kelas tinggi (kelas 4 sampai kelas 6) adalah masa yang tepat untuk mulai mengajarkan kepada mereka untuk mengenal,


(14)

mengapresiasi bahkan mempelajari kesenian tradisi. Pada masa ini anak sudah mulai beranjak remaja, namun belum memasuki masa remaja. Masa ini adalah masa transisi mereka. Kelabilan emosi dan keterbatasan kematangan pengetahuan anak harus diatasi dengan cara yang tepat. Pada masa ini mereka sangat realistis. Mereka akan melahap segala sesuatu yang dianggap baru dan menjadi trend di lingkungannya. Tentunya di sini mereka menyukai sesuatu yang baru dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Seperti yang dikatakan oleh Djamarah (2008: 125) bahwa ada beberapa sifat khas anak pada masa usia kelas tinggi, yaitu sebagai berikut.

1. Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret, hal ini menimbulkan adanya kecenderungan untuk membandingkan pekerjaan-pekerjaan yang praktis.

2. Amat realistik, ingin tahu, dan ingin belajar.

3. Menjelang akhir masa ini telah ada minat terhadap hal-hal dan mata pelajaran khusus, yang oleh para ahli ditafsirkan sebagai mulai menonjolnya faktor-faktor.

4. Sampai kira-kira umur 11 tahun anak membutuhkan guru atau orang-orang dewasa lainnya.

5. Anak-anak pada masa ini gemar membentuk kelompok sebaya, biasanya untuk dapat bermain bersama-sama. Di dalam permainan ini biasanya anak tidak lagi terikat pada aturan permainan yang tradisional, mereka membuat peraturan mereka sendiri.

Gayle Kassing dan Danielle M. Jay (2003) mengatakan bahwa anak pada rentang usia 9 sampai 14 tahun secara fisik lebih mengembangkan kemampuan motorik kasar dan halus, memiliki ketertarikan terhadap aturan dan peraturan, intens dan emosional. Pada masa usia ini anak membutuhkan kelompok atau dukungan dari teman-temannya untuk memutuskan sesuatu. Dengan melihat karakteristik siswa kelas 4 SD seperti yang telah dipaparkan di atas, maka Silat Pedang dirasa tepat untuk menjadi sampel tari dalam penelitian pengembangan


(15)

mutimedia interaktif ini. Pemantapan karakter pun menjadi alasan mengapa siswa SD perlu ditanamkan nilai-nilai ketradisian. Pemantapan karakter ini untuk menguatkan dan memunculkan identitas mereka supaya laci-laci kosong di otak mereka dapat dipenuhi oleh nilai-nilai ketradisian yang berharga, sehingga pengaruh negatif dari teknologi dapat teratasi.

Peran pendidik seni adalah bagaimana menjadikan pengaruh negatif itu menjadi sesuatu yang positif dan dapat dimanfaatkan dalam proses pembelajaran. Hobi mereka terhadap teknologi pun dapat dimanfaatkan untuk pengembangan karakter mereka terhadap kesenian tradisi khususnya tari. Tentunya hal ini didukung oleh sarana dan prasarana yang dapat membuat siswa tertarik untuk mempelajari kesenian tradisi, tidak hanya dengan teori saja.

Melihat kecenderungan siswa yang saat ini menggandrungi multimedia, maka pemilihan multimedia interaktif dirasa akan membangkitkan gairah siswa untuk mempelajari tari tradisional. Berbagai jenis multimedia yang ditawarkan di pasaran, baik offline maupun online. Multimedia interaktif offline yang sedang berkembang saat ini diantaranya CD “Dora” yang menuntun anak untuk belajar mengenal benda dan belajar bahasa Inggris. Namun pada CD “Dora” tidak menawarkan interaktivitas. Anak hanya melihat dan mendengarkan serta memberi respon berupa jawaban pertanyaan yang diajukan oleh Dora. Selain itu game online yang ditawarkan oleh social network seperti facebook juga sangat banyak. Misalnya The Smurft, My Shop, Farmville, The Sims, dan masih banyak jenis-jenis permainan lainnya yang syarat dengan interaktivitas. Game online tidak ada materi yang berupa pengetahuan tentang apa yang dapat dipelajari dari permainan


(16)

tersebut. Keberhasilan pada game online dilakukan dengan trial and error yang dilakukan berulang-ulang hingga akhirnya menemukan jawaban atas teka-teki permainan tersebut. Penggemar games ini beragam, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa pun ikut terlibat di dalamnya, dan hal ini dapat mengakibatkan candu bagi yang memainkannya. Sebagai seorang peneliti, fenomena ini kemudian dikritisi dan kelebihan atau keunggulan dari keduanya diupayakan ditarik ke dalam dunia pendidikan agar dapat dimanfaatkan untuk menarik perhatian siswa untuk belajar. CD “Dora” yang menuntun dan game online yang untuk menyelesaikannya membutuhkan percobaan berulang-ulang, kemudian keduanya dikombinasikan menjadi sebuah multimedia ineraktif untuk pembelajaran Seni Tari.

Kesenian tradisional lambat laun sudah mulai ditinggalkan oleh generasi muda, baik di lingkungan formal, non formal maupun informal. Hal ini dikarenakan belum adanya upaya yang tepat untuk melestarikan kesenian tradisi tersebut. Dengan adanya multimedia interaktif, dengan mengambil sampel tari Silat Pedang Bengkulu, diharapkan mampu menumbuhkan kembali kecintaan dan minat siswa terhadap kesenian tradisi.

Selain alasan yang telah dipaparkan di atas, materi Silat Pedang memadukan dan mengembangkan kemampuan motorik kasar dan halus dalam gerakannya. Dengan melihat karakteristik usia 9-14 tahun pada siswa kelas tinggi yang memiliki kekhasan ini, maka dapat dilihat bahwa proses pembelajaran tari tradisional akan lebih efektif jika dibandingkan dengan anak pada kelas rendah.


(17)

Tentunya disesuaikan dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang sudah ditetapkan di dalam kurikulum.

Alasan lain penetapan Silat Pedang ini karena Silat Pedang belum dikenal oleh masyarakat di luar kota Bengkulu. Selain itu jenis kesenian ini memiliki sifat netral gender, artinya baik anak perempuan maupun laki-laki dapat menarikannya tanpa harus merasa malu, dengan demikian materi ini dapat digunakan untuk seluruh siswa. Tari Silat Pedang ini dipertunjukan dalam acara penyambutan tamu-tamu penting yang dirangkaikan dengan tari Persembahan. Pada awalnya, yang menjadi inti dari tari penyambutan adalah Silat Pedang, karena Silat Pedang memiliki nilai yang menjadi falsafah bagi masyarakat Bengkulu, yaitu adat datang, lembago menanti, artinya jika tamu datang dengan maksud yang baik, maka tamu akan diterima dengan baik pula, namun jika tamu datang dengan niat buruk, maka hulu balang sebagai penjaga daerah akan siap menghadapi tamu tersebut.

Persoalan pewarisan dan nilai filosofi yang harus dipertahankan inilah yang menjadi alasan lain Silat Pedang ini dipilih sebagai sampel tari untuk pengembangan media pembelajaran melalui pendidikan formal. Dengan kata lain, dapat disimpulkan bahwa antara siswa dan Silat Pedang terdapat sebuah hubungan simbiosis mutualisme. Bagi siswa, Silat Pedang dapat menjadi filter untuk pembentukan karakter. Bagi Silat Pedang, siswa dapat dimanfaatkan sebagai sarana pewarisan Silat Pedang.

Pewarisan Silat Pedang ini tergolong cukup baik, namun teknis pewarisannya tidak lagi mengikuti ketentuan-ketentuan yang berlaku sebagaimana


(18)

ketetapan adat (wawancara dengan Samsuri Zulkifli, 6 Juli 2011). Jika ingin mempelajari tari tradisi langsung dari Samsuri Zulkifli, maka kita harus mengikuti rangkaian upacara adat dan memenuhi beberapa syarat yang telah ditetapkan oleh adat. Rangkaian upacara tersebut dinamakan belimau. Pada upacara belimau terdapat beberapa kegiatan, yaitu membaca do’a selamat yang dihadiri oleh ketua-ketua adat serta tetangga tempat upacara belimau diselenggarakan, ketua-ketua upacara (Samsuri Zulkifli) kemudian memercikkan air ke tangan dan ke ubun-ubun calon penari, kemudian dilakukan kegiatan merobek kain panjang, dan yang terakhir menampilkan tari Kain Panjang, Tari Kecik, dan Tari Mabuk oleh seniman-seniman tradisi. Untuk dpaat menyelenggarakan kegiatan ini, harus disiapkan beberapa sesaji seperti: jeruk nipis, setawar sedingin, kemenyan, kain putih (2 meter), dan nasi kunyit (jambar). Peneliti mengikuti rangkaian upacara adat ini dan terlibat langsung untuk mendapatkan data-data yang akurat tentang tari Silat Pedang.

Melalui media multimedia interaktif dengan mengambil sampel tari Silat Pedang ini siswa tidak hanya mempelajari gerak tari, tetapi media ini juga disetting untuk dapat memberikan informasi apapun yang terkait dengan tari yang akan dipelajari, seperti kostum, alat musik pengiring, properti dan perlengkapan lainnya yang mendukung Silat Pedang. Pengembangan media pembelajaran ini dilakukan dengan menggunakan model ADDIE (Analysis, Design, Development, Implementation, and Evaluation).

Ada beberapa model pengembangan multimedia interaktif yang dikenal, yaitu RUDE, DDD-E, dan ADDIE. Model RUDE (Run/Realistic, Understand,


(19)

Debug/Making and Edit) tidak sampai pada tahap implementasi pada peserta didik yang akan menggunakan media tersebut. Begitu pun dengan DDD-E (Decide, Design, Development, and Evaluate). DDD-E juga tidak sampai pada tahap mensosialisasikan media tersebut kepada peserta didik. Setelah dikembangkan, model multimedia tersebut dievaluasi dengan cara menganalisis flowchart, storyboard, dan produk medianya. Adapun ADDIE memiliki tahapan yang ketat, yaitu pada tahap pengembangan validasi dari ahli media dan materi sudah dilakukan. Setelah mendapatkan validasi, produk tersebut disosialisasikan dan dievaluasi lagi untuk perbaikan agar produk multimedia tersebut sempurna. Untuk itu, pada pengembangan multimedia ini digunakan model ADDIE dikarenakan tahapan-tahapan yang ditawarkan sangat tepat dan dirasa cocok untuk penelitian pengembangan ini. Dalam proses pembelajaran, guru tetap memegang peranan utama sebagai pendidik, guru juga berperan sebagai fasilitator. Tentunya pengolahan materi multimedia interaktifnya disesuaikan dengan Standar Kompentensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang menjadi tuntutan kurikulum SD. Berdasarkan pada pemaparan di atas, maka akan dilakukan penelitian yang tergabung dalam payung Hibah Pascasarjana “Efektivitas Model Media Pembelajaran Interaktif Pendidikan Seni Tari”, dan penelitian ini termasuk ke dalam poin media pembelajaran interaktif untuk tahun pertama yang diberi judul “Pengembangan Multimedia Interaktif dengan Model ADDIE untuk Pembelajaran Seni Tari pada Siswa Sekolah Dasar”


(20)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini difokuskan pada ‘pengembangan bahan ajar dengan menggunakan multimedia interaktif’. Oleh sebab itu, untuk menjawab persoalan yang ada di latar belakang, maka dirumuskanlah beberapa pertanyaan penelitian, yaitu sebagai berikut.

1. Bagaimana tahapan pembuatan media pembelajaran seni tari berbasis multimedia interaktif dengan menggunakan model ADDIE (Analysis, Design, Development, Implementation and Evaluation)?

2. Bagaimana efektivitas media pembelajaran seni tari berbasis multimedia interaktif dengan menggunakan model ADDIE (Analysis, Design, Development, Implementation and Evaluation)?

C. Definisi Operasional

Menurut Hofstetter dalam Mulyanta dan Leong (2009: 1), multimedia adalah pemanfaatan komputer untuk menggabungkan teks, grafik, audio, gambar bergerak (video dan animasi) menjadi satu kesatuan dengan link dan tool yang tepat, sehingga memungkinkan pemakai multimedia dapat melakukan navigasi, berinteraksi, berkreasi, dan berkomunikasi.

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan pertanyaan penelitian, maka penelitian ini juga bertujuan sebagai berikut.


(21)

1. Memahami tahapan pembuatan media pembelajaran seni tari berbasis multimedia interaktif dengan menggunakan model ADDIE (Analysis, Design, Development, Implementation and Evaluation).

2. Mengetahui efektivitas media pembelajaran seni tari berbasis multimedia interaktif dengan menggunakan model ADDIE (Analysis, Design, Development, Implementation and Evaluation).

E. Manfaat Penelitian

Signifikansi penelitian ini berangkat dari keresahan peneliti melihat ketersediaan bahan ajar untuk pelajaran seni tari di sekolah-sekolah umum yang bisa dibilang jarang atau tidak ada. Maka peneliti akan membuat sebuah pengembangan bahan ajar dengan menggunakan multimedia interaktif. Hal ini dirasa sangat tepat karena melihat perkembangan teknologi yang sangat pesat dan sangat diminati dalam semua kalangan.

Adapun manfaat penelitian ini adalah: 1. Peneliti

Penelitian yang akan dilakukan merupakan pengalaman yang sangat berharga dan merupakan salah satu upaya untuk membantu menambah khasanah pengetahuan tentang pengembangan media pembelajaran berbasis multimedia interaktif serta menambah wawasan yang luas mengenai aspek-aspek pendidikan dalam pendidikan seni pada umumnya dan pendidikan tari pada khususnya. Selain itu, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan bagi


(22)

peneliti lain dalam mengembangkan media pembelajaran seni tari berbasis multimedia interaktif.

2. Objek yang diteliti

Peneliti berharap dengan adanya penelitian pengembangan media pembelajaran berbasis multimedia interaktif ini dapat membantu meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan dan membantu siswa mengapresiasi karya seni tari nusantara. 3. Guru dan Seniman

Pada umumnya, guru seni budaya, khususnya seni tari, hanya dengan menggunakan media cassete tape, VCD tari atau pemodelan (guru yang mendemonstrasikan gerakan). Dengan adanya pengembangan multimedia interaktif ini dapat dimanfaatkan oleh para guru seni, sehingga siswa menjadi lebih bergairah untuk mengikuti pembelajaran seni tari. Peneliti juga berharap dengan dimanfaatkannya kesenian tradisional dalam proses pembelajaran di sekolah, seniman pun lebih antusias untuk tetap menjaga kelestarian kesenian tradisional, khususnya tari Silat Pedang agar proses transformasi dan transmisi nilai-nilai tradisi yang melekat pada tari Silat Pedang akan tetap terjaga kelestariannya.

4. Lembaga Pendidikan

Sampai saat ini beberapa lembaga pendidikan formal mulai dari pra sekolah sampai tingkat perguruan tinggi bahkan lembaga pendidikan yang menghasilkan calon-calon pendidik, dalam hal ini sekolah yang mengajarkan seni tari, belum ada yang menggunakan multimedia interaktif sebelumnya.


(23)

Mereka hanya menggunakan cassete tape, VCD, atau guru langsung bertindak sebagai model. Hasil dari penelitian ini adalah produk yang berupa program (software) media pembelajaran, maka diharapkan dapat menjadi bahan acuan penggunaan media pembelajaran bagi lembaga pendidikan, sehingga kesenian tradisional lebih menarik untuk dipelajari.

5. Instansi lain

Penelitian ini adalah salah satu upaya dalam membantu pemerintah atau instansi lain yang terkait dengan masalah seni budaya dan pendidikan, apalagi jika media pembelajaran multimedia interaktif Silat Pedang (atau kalau memungkinkan media pembelajaran multimedia interaktif tari lainnya) ini dimasukan ke dalam kurikulum pendidikan seni.


(24)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam pengembangan media pembelajaran berbasis multimedia interaktif ini adalah penelitian dan pengembangan (Research and Development/R&D), karena R&D merupakan metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tersebut (Sugiyono, 2010: 407). Selain itu, Sukmadinata (2010) juga mengatakan bahwa:

Penelitian dan pengembangan adalah suatu proses atau langkah-langkah untuk mengembangkan produk yang telah ada, yang dapat dipertanggungjawabkan. Produk tersebut tidak selalu berbentuk benda atau perangkat keras (hardware), seperti buku, modul, alat bantu pembelajaran di kelas atau laboratorium, tetapi bisa juga perangkat lunak (software), seperti program komputer untuk pengolahan data, pembelajaran di kelas, perpustakaan atau laboratorium, ataupun model-model pendidikan, pembelajaran, pelatihan, bimbingan, evaluasi, manajemen, dll.

Berdasarkan pernyataan di atas, maka penelitian ini termasuk kepada penelitian dan pengembangan (R&D), karena hasil dari penelitian ini adalah produk media pembelajaran yang berbentuk perangkat lunak (software), yaitu CD multimedia interaktif untuk mata pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan, khususnya materi seni tari.

Media pembelajaran yang dikembangkan dalam dunia pendidikan tidak serta-merta bisa digunakan dalam pembelajaran. Produk tersebut harus diuji keefektifannya agar dapat berfungsi di masyarakat dan dapat membantu guru serta


(25)

siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Hal serupa juga dipaparkan oleh Sugiyono (2010: 407) bahwa “untuk dapat menghasilkan produk tertentu digunakan penelitian yang bersifat analisis kebutuhan dan untuk menguji keefektifan produk tersebut supaya berfungsi di masyarakat, maka diperlukan penelitian untuk menguji keefektifan produk tersebut”. Penelitian yang digunakan untuk menguji keefektifan produk tersebut adalah penelitian yang menggunakan metode penelitian dan pengembangan atau Research and Development.

Ada beberapa metode yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian dan pengembangan, yaitu metode deskriptif, evaluatif, dan eksperimental. Metode penelitian deskriptif digunakan dalam penelitian awal untuk menghimpun data tentang kondisi yang ada, yaitu mencakup: 1) kondisi produk-produk yang sudah ada sebagai bahan perbandingan atau bahan dasar (embrio) untuk produk yang akan dikembangkan, 2) kondisi pihak pengguna, seperti sekolah, guru, kepala sekolah, siswa, serta pengguna lainnya, 3) kondisi faktor-faktor pendukung dan penghambat pengembangan dan penggunaan dari produk yang akan dihasilkan, mencakup unsur manusia, sarana-prasarana, biaya, pengelolaan, dan lingkungan. Metode evaluatif digunakan untuk mengevaluasi proses uji coba pengembangan suatu produk. Evaluasi dilakukan pada setiap kegiatan uji coba, dan berdasarkan hasil uji coba tersebut diadakan penyempurnaan produk. Metode eksperimen digunakan untuk menguji keampuhan dari produk yang dihasilkan (Sukmadinata, 2010: 166).


(26)

B. Prosedur Penelitian

Brog dan Gall (Sukmadinata, 2010: 169) memaparkan sepuluh langkah pelaksanaan strategi penelitian dan pengembangan, yaitu:

a. Penelitian dan pengumpulan data (research and information collecting). Pengukuran kebutuhan, studi literatur untuk menunjang pengetahuan peneliti dalam pengembangan media pembelajaran berbasis multimedia interaktif ini. b. Perencanaan (planning). Menyusun rencana penelitian, meliputi rencana

penelitian, meliputi kemampuan-kemampuan yang diperlukan dalam pelaksanaan penelitian, rumusan tujuan yang hendak dicapai dengan penelitian tersebut, desain atau langkah-langkah penelitian, kemungkinan pengujian dalam skala kecil.

c. Pengembangan draft produk (develop preliminary form of product). Pengembangan bahan pelajaran, proses pembelajaran dan instrumen evaluasi. d. Uji coba lapangan awal (preliminary field test). Uji coba di lapangan yang

dilakukan dalam lingkup terbatas. Selama uji coba diadakan pengamatan, wawancara dan pengedaran angket yang membantu dalam menganalisis data. e. Merevisi hasil uji coba (main product revision). Memperbaiki atau

menyempurnakan produk berdasarkan hasil uji coba tahap awal.

f. Uji coba lapangan (main field testing). Melakukan uji coba yang dilakukan dengan skala yang lebih luas. Hasil-hasil pengumpulan data kuantitatif berupa pretest dan posttest kemudian dievaluasi.

g. Penyempurnaan produk hasil uji coba lapangan (operasional product revision). Menyempurnakan produk hasil uji coba lapangan.


(27)

h. Uji pelaksanaan lapangan (operasional field testing). Merupakan uji coba yang dilakukan dalam skala yang lebih besar lagi. Pengujian dilakukan melalui angket, wawancara, dan observasi dan analisis hasilnya.

i. Penyempurnaan produk akhir (final product revision). Penyempurnaan didasarkan pada masukan dari uji pelaksanaan lapangan.

j. Diseminasi dan implementasi (Dissemination and implementation). Melaporkan hasilnya dalam pertemuan profesional dan dalam jurnal dengan terus melakukan monitoring penyebaran untuk pengontrolan kualitas produk.

Kesepuluh langkah penelitian dan pengembangan produk di atas jika dilakukan dengan benar, maka akan menghasilkan produk yang dapat dipertanggungjawabkan, siap digunakan di sekolah-sekolah. Dari sepuluh langkah penelitian dan pengembangkan yang dikembangkan oleh Brog dan Gall tersebut kemudian dimodifikasi oleh Sukmadinata (2010: 184-189) menjadi tiga tahap, yaitu: 1) studi pendahuluan, 2) pengembangan produk, dan 3) uji produk. Studi lapangan terdiri atas tiga langkah, yaitu studi kepustakaan, survai lapangan dan penyusunan produk awal atau draft produk. Pengembangan produk dilakukan dalam dua tahap, langkah pertama melakukan uji coba terbatas dan langkah kedua uji coba lebih luas. Uji coba produk merupakan tahap pengujian keampuhan produk yang dihasilkan, yaitu dengan menguji keampuhan produk baru yang dibandingkan dengan produk lama yang biasa digunakan di sekolah. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan metode eksperimental.


(28)

a. Potensi dan Masalah, penelitian dan pengembangan beranjak dari potensi dan masalah yang dikemukakan dalam bentuk data empirik. Potensi dan masalah tidak harus dicari sendiri, tetapi bisa berdasarkan laporan penelitian orang lain, atau dokumentasi laporan kegiatan dari perorangan atau instansi tertentu yang masih up to date.

b. Mengumpulkan informasi. Data faktual dan up to date yang didapat dari potensi dan masalah kemudian dikumpulkan sebagai informasi yang dapat digunakan sebagai bahan untuk perencanaan produk tertentu yang diharapkan dapat mengatasi masalah tersebut.

c. Desain produk. Desain produk harus diwujudkan dalam bentuk gambar atau bagan, sehingga dapat digunakan sebagai pegangan untuk menilai dan membuatnya.

d. Validasi desain, merupakan proses kegiatan untuk menilai apakah rancangan produk secara rasional akan lebih efektif dari produk lama atau tidak. Validasi produk dapat dilakukan dengan cara menghadirkan beberapa pakar atau tenaga ahli yang sudah berpengalaman untuk menilai produk baru yang dirancang tersebut. Setiap pakar diminta untuk menilai desain tersebut, sehingga selanjutnya dapat diketahui kelemahan dan kekuatannya.

e. Perbaikan desain. Berdasarkan validasi yang dilakukan oleh ahli (expert judgment), jika terdapat kelemahan maka harus dilakukan perbaikan atas desain produk tersebut.

f. Uji coba produk dilakukan pada kelompok terbatas yang telah ditentukan. Pengujian dapat dilakukan dengan metode eksperimen, yaitu membandingkan


(29)

efektivitas produk lama dengan yang baru. Indikatornya adalah kecepatan pemahaman murid pada pelajaran lebih tinggi, murid bertambah kreatif dan hasil belajar meningkat.

g. Revisi produk dilakukan jika masih dapat kekurangan dari uji coba yang telah dilakukan pada skala terbatas.

h. Uji coba pemakaian dilakukan untuk melihat efektivitas produk baru jika digunakan dalam ruang lingkup yang lebih luas lagi, tentunya harus tetap dinilai kekurangan atau hambatan yang muncul guna untuk perbaikan lebih lanjut.

i. Revisi produk dilakukan apabila dalam pemakaian pada skala lebih luas terdapat kekurangan dan kelemahan.

j. Pembuatan produk massal. Jika produk baru telah dinyatakan efektif dalam beberapa kali pengujian, maka produk baru tersebut dapat diterapkan pada setiap lembaga pendidikan.

Secara visual langkah-langkah pengembangan menurut Sugiyono tersebut adalah sebagai berikut.

Gambar 3.1. Desain Prosedur Penelitian dan Pengembangan Sugiyono (Sugiyono, 2010)

Potensi dan masalah

Pengumpul- an data

Desain produk

Validasi desain

Revisi Desain Revisi

produk

Uji coba produk Uji coba

pemakaian

Revisi


(30)

C. Langkah Pengembangan Model Multimedia Interaktif (Silat Pedang) Berdasarkan langkah-langkah research & development yang dikembangkan oleh Brog dan Gall, Sukmadinata dan Sugiyono, maka dilakukan beberapa modifikasi, hal ini dilakukan karena berbagai aspek pertimbangan, diantaranya waktu dan biaya. Dalam penelitian ini, langkah-langkah penelitian tersebut disederhanakan dibatasi hanya sampai dengan dihasilkannya produk setelah dilakukan uji coba terbatas. Hal ini merujuk pada pemaparan Sukmadinata (2010: 187), bahwa “untuk peneliti dari program S2 atau penyusunan tesis, kegiatan penelitian pengembangan dapat dihentikan sampai dihasilkan draft final tanpa pengujian hasil. Untuk peneliti dari program S3 atau penyusunan disertasi harus dilanjutkan dengan tahap ketiga, yaitu pengujian model”. Idealnya, uji coba produk (model) dilakukan pada sekolah atau kelompok eksperimen yang lebih luas lagi dengan kategori baik di pusat kota, pinggiran kota, sekolah sedang di pusat dan sekolah pinggiran kota dan sekolah kurang dari pusat dan sekolah pinggiran kota. Persoalan belajar tentu akan tetap dibahas dalam laporan penelitian ini, namun bukan berarti peneliti memasukkan ini bermaksud untuk uji coba validitas pemakaian agar media ini bisa dipasarkan secara luas. Adanya evaluasi ini merupakan rangkaian dari uji coba produk pada tahap uji coba terbatas, karena di dalam multimedia interaktif (Silat Pedang) juga terdapat menu evaluasi untuk menguji kompetensi siswa terhadap materi yang disajikan di dalam multimedia interaktif.


(31)

Gambar 3.2. Desain atau Alur Penelitian Pengembangan Multimedia Interaktif (Silat Pedang)

Langkah-langkah penelitian di atas dapat diuraikan menjadi beberapa kegiatan, yaitu sebagai berikut.

1. Penelitian dan Pengumpulan Data (Research and Information) a. Analisis Masalah

Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, bahwa pendidikan seni di sekolah formal maupun nonformal mengalami kesulitan untuk mendapatkan media pembelajaran seni tari yang berfungsi membantu proses pembelajaran di dalam kelas. Selain itu melihat kondisi siswa yang kurang menaruh minat terhadap pembelajaran seni, khususnya seni tari. Apalagi perkembangan multimedia di kalangan anak juga berkembang semakin pesat, sehingga kesenian tradisi menjadi semakin tersingkir dan kurang diminati. Berdasarkan masalah tersebut, peneliti mencari cara agar kesenian tradisi ini dapat terus diminati oleh anak dengan cara yang menyenangkan, yaitu dengan melakukan pengembangan

Penelitian dan pengumpulan data (research & information):

1.Analisis masalah

2.Studi literatur (teori dan hasil penelitian yang relevan) 3.Studi lapangan

Perencanaan (planning): 1.Desain Multimedia Interaktif

(disesuaikan dengan kebutuhan) 2.Validasi desain dan revisi oleh

expert judgement

Uji coba lapangan:

1.Uji coba kelompok kecil 2.Revisi hasil uji coba 3.Uji coba lapangan terbatas 4.Penyempurnaan produk

PRODUK (Multimedia Interaktif


(32)

media pembelajaran seni tari tradisi berbasis multimedia interaktif dan mengkaitkannya dengan kurikulum.

Kriteria utama mengembangkan produk pendidikan, dalam hal ini adalah media pembelajaran berbasis multimedia interaktif, merupakan produk yang penting dan dibutuhkan dalam dunia pendidikan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Oleh sebab itu, seorang pengembang produk pendidikan harus melihat kebutuhan dan masalah yang terdapat di lapangan.

b. Studi Literatur

Studi literatur dilakukan untuk menemukan konsep-konsep atau landasan-landasan teoretis yang memperkuat suatu produk. Selain itu, studi ini juga diperlukan untuk mengetahui langkah-langkah yang paling tepat dalam pengembangan produk tersebut. Studi literatur meliputi studi dokumentasi. Tentunya dalam penelitian dan pengembangan media pembelajaran berbasis multimedia interaktif ini diperkuat dengan teori-teori tentang media pembelajaran, psikologi perkembangan anak, dan juga tentang multimedia interaktif itu sendiri. Selain teori-teori juga dikaji masalah Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD), serta penelitian terdahulu yang berkaitan dengan pengembangan media pembelajaran berbasis multimedia interaktif.

c. Studi Lapangan

Studi lapangan dilakukan untuk mengetahui penghambat dan pendukung di lapangan ketika produk ini diujicobakan. Sehubungan dengan multimedia interaktif, maka harus dilihat fasilitas tempat penelitian ini dilakukan, tentunya


(33)

ketersediaan akan perangkat komputer yang merupakan player multimedia interaktif ini dapat dipergunakan.

2. Perencanaan (Planning)

a. Desain Produk Multimedia Interaktif

Perencanaan ini meliputi rancangan produk yang akan dihasilkan, serta proses pengembangannya. Rancangan produk meliputi: 1) tujuan penggunaan produk, 2) siapa pengguna produk, dan 3) deskripsi dari komponen-komponen produk dan pengunaannya. Tujuan dari penggunaan produk multimedia interaktif terkait dengan kurikulum mata pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan (SBK), dalam hal ini adalah mata pelajaran SBK semester 1. Kurikulum ini berfungsi sebagai rambu-rambu untuk membuat desain produk multimedia interaktif. Oleh sebab itu perlu dilakukan diskusi dengan pembimbing yang memahami tentang kurikulum dan tari itu sendiri (content). Selain itu juga dilakukan diskusi dengan pembimbing media yang mengerti tentang karakteristik media yang cocok untuk siswa SD.

Adapun pengguna produk multimedia adalah siswa kelas tinggi. Pada uji coba akan dilakukan pada siswa kelas 4 SD. Adapun komponen-komponen produk yang dikembangkan adalah berupa software CD pembelajaran multimedia interaktif yang mencakup rumusan tentang program, petunjuk penggunaan produk, Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD), materi, games yang terkait dengan materi, evaluasi, dan video pertunjukkan Silat Pedang dalam upacara adat pernikahan, serta petunjuk penggunaan bagi guru yang mengampu mata pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan.


(34)

Multimedia interaktif berisikan materi tentang Silat Pedang yang berasal dari Bengkulu. Data-data tentang Silat Pedang tersebut didapatkan dari hasil wawancara dengan seniman tradisinya, yaitu Samsuri Zulkifli serta peneliti pun terlibat langsung dalam kegiatan belimau dan latihan Silat Pedang itu sendiri. Kegiatan-kegiatan tersebut didokumentasikan dengan menggunakan handycam dan foto. Sebelum diwujudkan dalam bentuk CD pembelajaran, data-data tersebut diidentifikasi, dianalisis, dan diramu untuk kepentingan siswa SD kelas tinggi. Setelah mendapatkan ramuan yang tepat, kemudian perencanaan pengembangan media pembelajaran berbasis multimedia interaktif ini dirancang dalam bentuk flowchart dan disusun ke dalam storyboard yang berisikan tentang deskripsi tiap scene dengan mencantumkan semua objek multimedia yang akan dimuat di dalam CD pembelajaran nantinya. Selain itu, dalam tahap perencanaan peneliti harus menentukan subjek uji coba, lokasi uji coba, biaya, orang-orang yang membantu dan berpartisipasi dalam pelaksanaan pengembangan, alat dan bahan yang diperlukan serta perkiraan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan penelitian dari awal perencanaan hingga produk akhir selesai.

Selama tahap perancangan desain multimedia interaktif dilakukan konsultasi dengan pembimbing untuk memberikan masukan dan revisi baik dari segi content, maupun media itu sendiri, sehingga dalam proses mencapai model media yang layak untuk diujicobakan. Pada tahapan ini terdapat beberapa kali revisi yang dilakukan sebelum turun ke lapangan.


(35)

b. Validasi Desain dan Revisi Desain

Validasi desain merupakan proses kegiatan untuk menilai apakah rancangan produk secara rasional akan lebih efektif dari yang lama atau tidak. Dikatakan demikian karena validasi masih bersifat penilaian berdasarkan pemikiran rasional, belum fakta lapangan (Sugiyono, 2010: 414).

Menurut Sugiyono (2010: 414), validasi produk dapat dilakukan dengan menghadirkan beberapa pakar atau tenaga ahli yang sudah berpengalaman untuk menilai produk baru yang telah dirancang. Maka untuk menilai rancangan multimedia interaktif ini diperlukan pakar multimedia dan pakar seni tradisi yang juga pakar dalam ilmu pendidikan, yaitu salah seorang yang mengajar di Program Studi Pendidikan Seni Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung. Untuk memvalidasi desain produk, digunakan instrumen yang harus diisi oleh pakar seni (content expert judgement) dan pakar media (media expert judgemen). Instrumen untuk pakar seni meliputi aspek-aspek antara lain: a) kejelasan tujuan pembelajaran (rumusan, realistis); b) relevansi dengan KTSP; c) cakupan dan kedalaman materi teks dan konteks; d) ketepatan penggunaan strategi pembelajaran; e) interaktivitas; f) kontekstualitas dan aktualitas; g) kesesuaian materi dengan tujuan pembelajaran; h) kemudahan untuk dipahami; i) kejelasan uraian, pembahasan, contoh, simulasi, latihan; dan j) konsistensi evaluasi dengan tujuan pembelajaran. Aspek-aspek yang harus dinilai oleh pakar media antara lain: a) reliabilitas (kehandalan) Program dikatakan reliable atau handal bila program dapat berjalan dengan baik, tidak mudah hang, crash atau berhenti pada saat pengoperasian; b) efektif dan efisien dalam pengembangan maupun penggunaan


(36)

media pembelajaran; c) tidak membutuhkan spesifikasi komputer yang tinggi; d) usabilitas (mudah digunakan dan sederhana dalam pengoperasiannya); e) kejelasan sistem navigasi; f) konsistensi bentuk dan letak navigasi; g) desain tampilan latar; h) pemilihan warna pada desain tampilan; j) ketepatan pemilihan jenis aplikasi/software/tool untuk pengembangan; k) kompatibilitas (media pembelajaran dapat diinstalasi/dijalankan di berbagai hardware dan software yang ada); l) kemasan program media pembelajaran terpadu dan mudah dalam eksekusi (format expert judgement terlampir).

Setelah divalidasi oleh para ahli, kemudian rancangan atau desain produk tersebut direvisi sesuai dengan masukan yang diberikan oleh ahli media dan seniman tradisi tersebut, baru kemudian desain produk tersebut dapat diproduksi dan diujicobakan.

3. Uji Coba Produk

a. Uji coba pada kelompok kecil.

Model atau draft multimedia yang sudah mengalami revisi kemudian diaplikasikan dalam pembelajaran kelompok kecil, yang selanjutnya siswa diminta untuk menanggapi model multimedia interaktif. Tanggapan itu diberikan dalam bentuk kuesioner dan evaluasi berupa pertanyaan multiple choice yang disediakan pada multimedia interaktif. Uji coba kelompok kecil ini melibatkan 1 kelompok yang terdiri dari 5 orang siswa. Hasil dari uji coba kelompok kecil ini digunakan sebagai dasar untuk melakukan revisi pada model multimedia, yang hasil revisinya selanjutnya akan diujicobakan pada uji coba lapangan terbatas.


(37)

b. Uji coba lapangan terbatas

Pada tahap ini, multimedia interaktif hasil revisi berdasarkan uji coba kelompok kecil diujicobakan melalui uji coba lapangan terbatas. Uji coba lapangan terbatas ini melibatkan satu kelas Seni Budaya dan Keterampilan yang berjumlah 25 orang. Pada tahap uji coba lapangan terbatas, peneliti juga menyebarkan kuesioner dan juga mengukur hasil belajar siswa berdasarkan evaluasi yang disajikan multimedia interaktif. Kuesioner dan hasil belajar ini untuk mengukur efektivitas multimedia interaktif tersebut berdasarkan 4 kriteria media pembelajaran yang baik untuk pembelajaran, yaitu relevansi, kemudahan, kemenarikan dan kebermanfaatan. Hasil dari uji coba ini akan digunakan untuk merevisi model multimedia interaktif selanjutnya, yang kemudian siap untuk diimplementasikan pada uji coba lapangan yang lebih luas. Namun sesuai dengan rancangan penelitian, maka uji coba hanya dibatasi pada uji coba lapangan terbatas saja, dan model multimedia interaktif yang sudah direvisi menjadi model multimedia interaktif final.

c. Revisi Produk

Setelah dilakukan uji coba lapangan terbatas, kemudian dilakukan revisi terhadap media pembelajaran multimedia interaktif berdasarkan pada temuan-temuan yang ada di lapangan. Revisi ini tidak hanya dilakukan setelah uji coba. Sebelum produk media ini diujicobakan juga telah dilakukan revisi-revisi berdasarkan masukkan dari ahli media dan ahli content, sehingga revisi akhir model multimedia interaktif ini menjadi model multimedia interaktif final.


(38)

D. Lokasi dan Subjek Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Sekolah Global Interaktif Tunas Unggul pada siswa kelas 4, yang beralamatkan di Jalan Pasir Impun nomor 90-94 Kota Bandung. Terdapat dua alasan penetapan sekolah ini sebagai lokasi penelitian. Alasan yang pertama dikarenakan prasyarat untuk dapat dilakukannya penelitian pengembangan media pembelajaran seni tari berbasis multimedia interaktif ini, sekolah yang dituju harus memiliki komputer. Kedua, siswa di sekolah ini sudah mempelajari komputer sejak di kelas 1, sehingga memungkinkan keterlaksanaan pengujicobaan media pembelajaran berbasis multimedia interatif dengan menggunakan komputer. Adapun contoh tari yang digunakan untuk pengembangan media pembelajaran animasi ini adalah Silat Pedang yang ada di sanggar Gentar Alam Pimpinan Samsuri Zulkifli.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan untuk mendapatkan data adalah instrumen yang berupa pertanyaan-pertanyaan yang membutuhkan respon balik sebagai data masukan. Pertanyaan-pertanyaan ini diarahkan untuk mengetahui kecepatan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran, apresiasi siswa terhadap materi dan eksplorasi siswa dalam menggunakan media animasi beserta responnya. Instrumen-instrumen tersebut berupa kuesioner untuk siswa, pedoman wawancara untuk guru dan kepala sekolah, dan pedoman observasi. Adapun untuk tahapan pengembangan mutlimedia interaktif ini menggunakan instrumen berupa flowchart dan storyboard.


(39)

F. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu: 1. Wawancara

Wawancara ditujukan untuk memperoleh data dari informan yang terkait dengan penelitian, dalam hal ini wawancara akan ditujukan kepada kepala sekolah, guru, dan seniman tradisi Silat Pedang. Wawancara dengan kepala sekolah untuk mendapatkan data mengenai sarana dan prasarana yang dapat mendukung atau pun menghambat pembelajaran dengan menggunakan multimedia interaktif, selain itu juga untuk mengetahui pendapat kepala sekolah tentang multimedia interaktif yang diujicobakan. Wawancara juga dilakukan dengan guru untuk mendapatkan data tentang proses pembelajaran di kelas dengan menggunakan multimedia interaktif, serta untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan multimedia interaktif dari sudut pandang guru. Sebelum melaksanakan wawancara peneliti menyiapkan instrumen wawancara (interview guide). Wawancara dapat dilakukan secara tatap muka (face to face), juga via sms (short message service), atau telepon.

Untuk mendapatkan data tentang tahapan pengembangan media pembelajaran, peneliti berdiskusi dengan teknisi pembuat multimedia interaktif ini, yaitu Riyana Firly. Diskusi tersebut dilakukan untuk mengetahui software apa saja yang digunakan, langkah-langkah apa yang harus dilakukan peneliti sebelum pengembangan media ini dilakukan.


(40)

2. Observasi

Observasi (observation) atau pengamatan merupakan suatu teknik atau cara mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung (Sukmadinata, 2010: 220). Peneliti melakukan observasi langsung pada subyek yang diteliti, yaitu siswa kelas 4 Sekolah Global Interaktif Tunas Unggul Pasir Impun Kota Bandung. Observasi dilakukan untuk mendapatkan data tentang kemampuan siswa dalam menggunakan komputer agar dapat mendukung pembelajaran dengan menggunakan multimedia interaktif. Selain itu, observasi juga dilakukan untuk melihat aktivitas pembelajaran di dalam kelas, melihat respon siswa terhadap multimedia interaktif yang diujicobakan, dan melihat kemampuan siswa dapat memahami materi yang disajikan multimedia interaktif. Pada saat observasi, peneliti membuat catatan-catatan mengenai kapan, di mana, apa, dan siapa yang diteliti. Pada saat obervasi ini, peneliti merekam semua kegiatan dengan handycam dan juga menggunakan foto, sehingga nantinya hasil observasi ini dapat diamati pada kesempatan yang lain. Tentunya juga dipersiapkan panduan observasi agar dapat mengarahkan peneliti untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan.

Observasi juga dilakukan dengan searching di internet dan melihat hasil-hasil multimedia interaktif lainnya yang ada di UPI-net untuk melihat jenis-jenis multimedia interaktif yang sudah pernah dikembangkan. Langkah ini dilakukan untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan dari media-media tersebut sebagai perbandingan dengan multimedia interaktif yang dikembangkan dalam penelitian ini.


(41)

3. Studi Dokumentasi

Peneliti menggunakan buku-buku atau hasil penelitian yang terkait dengan penelitian ini untuk mendapatkan data-data lain yang dianggap perlu dalam penelitian ini. Buku-buku yang digunakan berfungsi untuk mendapatkan data tentang multimedia interaktif dan model-model pengembangannya. Dalam hal ini adalah untuk melihat kriteria kefektivitasan media untuk pembelajaran pembelajaran dan juga tentang tahapan pengembangan media pembelajaran dengan menggunakan model ADDIE.

Selain itu juga dicari buku-buku untuk mendapatkan informasi tentang karakteristik anak yang dilibatkan di dalam uji coba multimedia interaktif. Selain buku, data juga bisa didapatkan dari foto dan video.

4. Kuesioner

Kuesioner digunakan untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan kecepatan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran, daya apresiasi terhadap materi pelajaran dengan menggunakan multimedia interaktif, serta efektivitas pembelajaran dengan menggunakan multimedia interaktif. Seperti yang dipaparkan oleh Alwasilah (2009: 151) bahwa kuesioner adalah teknik pengumpulan data yang sangat populer dalam penelitian deskriptif, yang mana teknik-teknik deskriptif lazimnya dipakai untuk mengukur eksistensi dan distribusi berbagai tingkah laku atau karakteristik yang terjadi secara alami, frekuensi kemunculan kejadian yang terjadi secara alami, dan yang terakhir adalah untuk mengukur hubungan serta besarnya hubungan-hubungan yang mungkin ada


(42)

antara karakteristik, tingkah laku, kejadian, atau fenomena yang menjadi perhatian peneliti.

5. Tes Hasil Belajar

Tes hasil belajar dilakukan dengan postest untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa di dalam pembelajaran dengan menggunakan multimedia interaktif. Tes hasil belajar tidak dimaksudkan untuk menguji validasi produk, tetapi ini dilakukan karena di dalam multimedia interaktif yang ditawarkan juga terdapat menu evaluasi yang harus dieksplorasi oleh siswa, sehingga tentunya akan muncul nilai sebagai hasil belajar siswa dengan menggunakan multimedia interaktif.

G. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dari kuesioner akan dianalisis dengan teknik prosentase, sedangkan data yang diperoleh dari hasil wawancara dan observasi dianalisis dengan menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif. Tes hasil belajar akan dianalisis dengan menggunakan analisis rata-rata, prosentase ketuntasan belajar secara klasikal dan daya serap klasikal. Berikut ini adalah rumus untuk mengukur rata-rata, prosentase ketuntasan belajar secara klasikal dan daya serap klasikal.

1. Nilai Rata-rata

X = N

x Σ

Keterangan:


(43)

ΣX= Jumlah nilai yang diperoleh

N = Jumlah siswa (Sudjana, 2004)

2. Persentase ketuntasan belajar secara klasikal KB = X 100%

Keterangan:

KB = Ketuntasan belajar klasikal

NS = Jumlah siswa yang mendapat Nilai ≥ 65

N = Jumlah (Depdiknas, 2006) 3. Daya Serap Klasikal

DS =

.

x

100%

Keterangan: DS = Daya Serap NI = Jumlah Skor Ideal S = Jumlah Siswa

NS = Jumlah nilai seluruh (Depdiknas, 2006)

Tabel 3. 1. Kategorisasi Daya Serap Klasikal (Depdiknas)

No. Interval Kategori

1. 0 – 39 % Sangat rendah

2. 40 – 59 % Rendah

1. 60 – 74 % Sedang

2. 75 – 84 % Tinggi


(44)

Setelah mendapatkan data, maka peneliti menganalisis data tersebut yang mengacu pada pertanyaan penelitian dan menjawab berdasarkan data-data yang didapatkan. Kemudian peneliti melakukan triangulasi data hasil observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Data-data tersebut dikategorisasikan, diberikan kode-kode (koding), dan kemudian diinterpretasi untuk mendapatkan data kualitatif.

Triangulasi juga dilakukan untuk menganalisis data tentang media pembelajaran, yaitu kebutuhan media pembelajaran yang sesuai dengan karaktersitik siswa, proses ujicoba, dan juga hasil dari proses ujicoba pengembangan media pembelajaran berbasis multimedia interaktif ini.


(45)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Pengembangan media pembelajaran multimedia interaktif untuk pembelajaran seni tari pada siswa Sekolah Dasar dengan menggunakan model ADDIE (Analysis, Design, Development, Implementation and Evaluation) terdiri dari beberapa tahapan, yaitu tahap analisis, tahap desain, tahap pembuatan, tahap implementasi, dan tahap evaluasi. Tahap analisis terkait dengan sasaran pengguna media dan durasi waktu efektif yang diperlukan untuk menggunakan media dalam proses pembelajaran. Sasaran pengguna multimedia interaktif (Silat Pedang) dalam uji coba ini adalah siswa kelas 4 SD, namun tidak menutup kemungkinan untuk digunakan pada siswa kelas tinggi lainnya, seperti kelas 5 dan 6 dengan menyesuaikan materi sesuai dengan kebutuhan tiap-tiap tingkatan. Waktu yang dibutuhkan untuk menggunakan multimedia interaktif ini sangat fleksibel. Bisa digunakan dalam satu kali pertemuan atau pun juga disetting untuk beberapa kali pertemuan, tergantung pada kesiapan guru dan siswa yang menerima materi. Tahap desain (design phase), yaitu tahapan menentukan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dari media pembelajaran yang terkait dengan kurikulum yang kemudian dirumuskan ke dalam SK dan KD, jenis pembelajaran yang akan diterapkan yaitu pembelajaran mandiri, dan materi tari, yaitu Silat Pedang Bengkulu. Pada tahap ini semua data dan informasi yang terkait dengan Silat Pedang dikumpulkan, baik data berupa hasil wawancara dengan seniman tradisi,


(46)

foto dan juga video Silat Pedang. Data-data tersebut dianalisis dengan analisis flowchart dan storyboard.

Tahap pembuatan (development phase), yaitu tahap pengembangan media sesuai dengan yang telah didesain sebelumnya. Dalam pengembangan media ini perlu diingat kembali 4 kriteria media yang dianggap ideal. Pembuatan multimedia interaktif ini menggunakan software adobe flash untuk membuat animasi, adobe photoshop untuk memuat gambar, adobe premiere untuk memuat video dan disatukan (compile) dengan menggunakan adobe director. Tahapan selanjutnya adalah tahap implementasi (implementation phase), yaitu tahap mensosialisasikan media ke peserta didik. Kemudian yang terakhir adalah tahap evaluasi (evaluasi phase) yang mana pada tahap ini dilakukan untuk mengetahui kefektivitasan multimedia media tersebut dengan menggunakan 4 kriteria media yang dianggap ideal untuk pembelajaran sebagai indikatornya.

Berdasarkan hasil uji coba pada siswa kelas 4 Sekolah Global Interaktif Tunas Unggul Nasional kota Bandung, multimedia interaktif (Silat Pedang) dapat memenuhi 4 kriteria media pembelajaran yang dikatakan baik, yaitu materi yang disajikan memiliki kesesuaian atau relevan dengan kurikulum dan karakteristik siswa SD, mudah digunakan karena disetting dengan sistem navigasi yang sederhana, tampilan yang colourfull, games, video, dan sound effect yang membuat pembelajaran seni tari menjadi lebih menarik dan berkesan, serta siswa dapat belajar mandiri dan pencapaian daya serap klasikal yang menurut tetapan Depdiknas sudah dikatakan tinggi serta lebih dari separuh siswa dikatakan tuntas dalam belajar, sehingga pembelajaran dengan menggunakan multimedia interaktif


(47)

(Silat Pedang) lebih bermanfaat dan bermakna. Maksud bermanfaat dan bermakna di sini adalah siswa tidak hanya menambah pengetahuan tentang Silat Pedang, tetapi juga dapat meningkatkan kemampuannya dalam menari dan juga dapat siswa dapat mengadopsi nilai-nilai kehidupan yang ditawarkan oleh tari Silat Pedang dalam kehidupan sehari-hari. Artinya ketiga ranah yang diharapkan dalam pembelajaran, yaitu kognisi, afeksi dan psikomotor dapat tercapai. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa multimedia interaktif (Silat Pedang) penting bagi pembelajaran seni tari.

B. Rekomendasi

Beberapa rekomendasi atau saran yang dapat diajukan berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagi guru, multimedia interaktif (Silat Pedang) dapat dijadikan alternatif untuk melengkapi atau membantu siswa dalam pembelajaran seni tari untuk meningkatkan kemampuan dan pemahaman siswa dalam bidang seni tari, baik dari tekstual maupun kontekstual. Multimedia interaktif yang menggunakan komputer dan membutuhkan keterlibatan siswa secara langsung, dapat menumbuhkan minat, ketertarikan dan motivasi siswa terhadap pembelajaran seni tari. Selain itu, dengan tidak mengurangi ketertarikan siswa terhadap teknologi, multimedia interaktif yang dikemas dengan baik dapat membuat siswa berperan aktif di dalam proses pembelajaran.


(48)

2. Proses pembelajaran dengan menggunakan multimedia interaktif (Silat Pedang) mengajak siswa untuk dapat belajar mandiri, sehingga peran aktif guru sangat diperlukan untuk memonitor dan membimbing atau memberi petunjuk kepada siswa agar aktivitas pembelajaran dapat sesuai dengan sasaran atau tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.

3. Jumlah komputer sangat berpengaruh terhadap tercapainya tujuan pembelajaran. Jika jumlah komputer tidak dapat memfasilitasi tiap siswa satu komputer, maka setidaknya satu komputer dapat digunakan untuk dua orang siswa. Pembagian kelas menjadi dua sesi pembelajaran dirasa kurang tepat, karena dengan demikian waktu siswa untuk menerima materi pembelajaran menjadi berkurang dan tidak maksimal.

4. Multimedia interaktif terdiri dari video dan musik. Untuk itu, sangat baik jika komputer yang tersedia di sekolah atau di rumah siswa dilengkapi soundsystem atau speaker. Tentunya adanya peralatan tersebut akan sangat membantu siswa lebih mengenal musik yang menjadi pengiring tari tersebut. 5. Ruang belajar sebaiknya ditata lebih berjarak agar tidak mengganggu

konsentrasi dan privasi tiap-tiap siswa, kecuali jika pembelajaran memang menggunakan strategi pembelajaran yang menuntut siswa untuk belajar berkelompok. Layout ruangan yang melingkar ternyata kurang menguntungkan bagi pembelajaran dengan menggunakan multimedia interaktif ini, karena siswa akan terpengaruh dengan teman yang lainnya dengan melihat-lihat serta ingin saling mendahului teman yang berada di sebelahnya. Sebaiknya, jika pembelajaran disetting untuk pembelajaran


(49)

mandiri, maka tata ruangnya dibuat bersekat selayaknya laboratorium komputer.

6. Pembuatan media pembelajaran, apapun itu bentuk dan konsepnya, sangat disarankan teknisi untuk selalu didampingi oleh pakar seni tari. Tentunya hal ini dilakukan agar antara media dan materi sejalan dan dapat saling mendukung, bukannya antara materi dan media bertolak belakang serta tidak saling mendukung. Tentunya dibutuhkan guru seni yang memenuhi kualifikasi sarjana seni tari untuk membuat atau mengisi storyboard yang baik.

7. Bagi guru seni yang ingin mengembangkan sendiri multimedia interaktif, maka guru tersebut harus menguasai beberapa software yang dibutuhkan dalam mengembangkan multimedia interaktif.

8. Media pembelajaran seni tari yang masih sangat jarang. Oleh sebab itu, sangat diharapkan bagi peneliti-peneliti lain untuk mengembangkan media pembelajaran seni tari berbasis multimedia interaktif dengan menggunakan sampel tari-tari lainnya yang ada di Nusantara dan juga dapat mengolah sisi kreasi yang belum tersentuh oleh multimedia interaktif (Silat Pedang). Dengan demikian, cagar budaya yang kita miliki dapat tetap hidup dan dicintai oleh masyarakat secara luas, dimulai dari siswa Sekolah Dasar.


(50)

DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, A. Chaedar. (2009). Pokoknya Kualitatif. Jakarta: Pustaka Jaya. Artati, A. A. Ayu Mayun et al. (2007) Tari Bali. Bandung: P4ST.

Budiman, Agus. (2008). Pembelajaran Seni Tari Berbasis Media Proyeksi dan Non Proyeksi sebagai Optimalisasi Kemampuan Berfikir Kreatif Siswa Sekolah Dasar. Tesis Magister pada Program Studi Pendidikan Seni UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Dananjaya, Utomo. (2010). Media Pembelajaran Aktif. Bandung: Nuansa.

Depdiknas, 2006. Kurikulum Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Jakarta : Balai Pustaka.

deLahunta, Scott. (1996). New Media and Information Technologies and Dance Education. [Online]. Tersedia:http://art.net/~dtz/scott1.html.[5 Desember 2010]

Djamarah, Syaiful Bahri. (2008). Psikologi Belajar (Edisi 2). Jakarta: Rineka Cipta.

Hanefi et al. (2004). Talempong Minangkabau Bahan Ajar Musik dan Tari. Bandung: P4ST.

Heinich, Robert et al.. (2002). Instructional Media and Technologies for Learning. New Jersey: Macmillan Publishing Company.

Hernawan, Dedy et al. (2004). Metodologi Pengajaran Seni Talempong dan Tari Piring Minangkabau. Bandung: P4ST.

Kassing, Gayle & Danielle M. Jay. Dance Teaching Methods and Curriculum Design. United States of America: Human Kinetics.

Kustandi, Cecep dan Sutjipto, Bambang. (2011). Media Pembeajaran : Manual dan Digital. Bogor: Ghalia Indonesia.

Mangunsong, Andreas. (2008). Pengembangan Model Media Interaktif Bonang Slendro untuk Meningkatkan Minat Siswa dalam Kesenian Tradisional. Tesis Magister Program Studi Pendidikan Seni UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Maryati, Yetti Sri. (2011). Éfektivitas Media Pembelajaran CD Interaktif untuk Meningkatkan Kemampuan Gerak Tari pada Pembalajaran Seni Tari


(51)

(Studi Eksperimen di SDN Situraja dan Sindawangi Kecamatan Situraja Kabupaten Sumedang Tahun Pelajaran 2010/2011). Tesis Magister Program Studi Pendidikan Seni UPI Bandung: tidak diterbitkan

Masunah, Juju dan Karwati, Uus. (2003). Topeng Cirebon. Bandung: P4ST. Masunah, Juju et al. (2003). Metodologi Pengajaran Topeng Cirebon. Bandung:

P4ST.

Masunah, Juju dan Narawati, Tati. (2003). Seni dan Pendidikan Seni. Bandung: P4ST.

Mukhtar dan Iskandar. (2010). Desain Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Jakarta: Gaung Persada Press.

Mulyanta dan Leong, Marlon. (2009). Tutorial Membangun Multimedia Interaktif: Media Pembelajaran. Yogyakarata: Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

Munadi, Yudhi. (2008). Media Pembelajaran: Sebuah Pendekatan Baru. Jakarta: Gaung Persada Press.

Munir. (2010). Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Bandung: Alfabeta.

Munir. (2009). Pembelajaran Jarak Jauh Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Bandung: Alfabeta.

Nugraheni, Trianti et al. (2007). Metodologi Pengajaran Tari Bali. Bandung: P4ST.

Sanaky, Hujair AH. (2009). Media Pembelajaran. Yogyakarta: Safiria Insania Press.

Slameto. (2010). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Sudjana, Nana. 2004. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.Sukmadinata.

Sujiono, Yuliani Nurani. (2009). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: PT. Indeks.


(52)

Sukmadinata, Nana Syaodiyah. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Surahmat, Tono. (2010). Kajian Buku Teks Seni Budaya Bahasan Musik Mancanegara untuk SMA Kelas 12. Tesis Magister Program Studi Pendidikan Seni UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Susilana, Rudi dan Riyana, Cepi. (2008). Media Pembelajaran. Bandung: Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan FIP UPI.

Warsita, Bambang. (2008). Teknologi Pembelajaran, Landasan dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Wawancara dengan Azwar Efendi (Buyung Azum) Tanggal 16 Juli 2011 Wawancara dengan Samsuri Zulkifli Tanggal 6 Juli 2011.

Wawancara dengan Samsuri Zulkifli Tanggal 16 Juli 2011

Yani. (2010). Pengembangan Multimedia Pembelajaran Interaktif Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) (Studi pada Sekolah Menegah Pertama di Kabupaten Lebak-Banten). Tesis Magister Program Studi Pendidikan Seni UPI Bandung: tidak diterbitkan


(1)

(Silat Pedang) lebih bermanfaat dan bermakna. Maksud bermanfaat dan bermakna di sini adalah siswa tidak hanya menambah pengetahuan tentang Silat Pedang, tetapi juga dapat meningkatkan kemampuannya dalam menari dan juga dapat siswa dapat mengadopsi nilai-nilai kehidupan yang ditawarkan oleh tari Silat Pedang dalam kehidupan sehari-hari. Artinya ketiga ranah yang diharapkan dalam pembelajaran, yaitu kognisi, afeksi dan psikomotor dapat tercapai. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa multimedia interaktif (Silat Pedang) penting bagi pembelajaran seni tari.

B. Rekomendasi

Beberapa rekomendasi atau saran yang dapat diajukan berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagi guru, multimedia interaktif (Silat Pedang) dapat dijadikan alternatif untuk melengkapi atau membantu siswa dalam pembelajaran seni tari untuk meningkatkan kemampuan dan pemahaman siswa dalam bidang seni tari, baik dari tekstual maupun kontekstual. Multimedia interaktif yang menggunakan komputer dan membutuhkan keterlibatan siswa secara langsung, dapat menumbuhkan minat, ketertarikan dan motivasi siswa terhadap pembelajaran seni tari. Selain itu, dengan tidak mengurangi ketertarikan siswa terhadap teknologi, multimedia interaktif yang dikemas dengan baik dapat membuat siswa berperan aktif di dalam proses pembelajaran.


(2)

2. Proses pembelajaran dengan menggunakan multimedia interaktif (Silat Pedang) mengajak siswa untuk dapat belajar mandiri, sehingga peran aktif guru sangat diperlukan untuk memonitor dan membimbing atau memberi petunjuk kepada siswa agar aktivitas pembelajaran dapat sesuai dengan sasaran atau tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.

3. Jumlah komputer sangat berpengaruh terhadap tercapainya tujuan pembelajaran. Jika jumlah komputer tidak dapat memfasilitasi tiap siswa satu komputer, maka setidaknya satu komputer dapat digunakan untuk dua orang siswa. Pembagian kelas menjadi dua sesi pembelajaran dirasa kurang tepat, karena dengan demikian waktu siswa untuk menerima materi pembelajaran menjadi berkurang dan tidak maksimal.

4. Multimedia interaktif terdiri dari video dan musik. Untuk itu, sangat baik jika komputer yang tersedia di sekolah atau di rumah siswa dilengkapi soundsystem atau speaker. Tentunya adanya peralatan tersebut akan sangat membantu siswa lebih mengenal musik yang menjadi pengiring tari tersebut. 5. Ruang belajar sebaiknya ditata lebih berjarak agar tidak mengganggu

konsentrasi dan privasi tiap-tiap siswa, kecuali jika pembelajaran memang menggunakan strategi pembelajaran yang menuntut siswa untuk belajar berkelompok. Layout ruangan yang melingkar ternyata kurang menguntungkan bagi pembelajaran dengan menggunakan multimedia interaktif ini, karena siswa akan terpengaruh dengan teman yang lainnya dengan melihat-lihat serta ingin saling mendahului teman yang berada di sebelahnya. Sebaiknya, jika pembelajaran disetting untuk pembelajaran


(3)

mandiri, maka tata ruangnya dibuat bersekat selayaknya laboratorium komputer.

6. Pembuatan media pembelajaran, apapun itu bentuk dan konsepnya, sangat disarankan teknisi untuk selalu didampingi oleh pakar seni tari. Tentunya hal ini dilakukan agar antara media dan materi sejalan dan dapat saling mendukung, bukannya antara materi dan media bertolak belakang serta tidak saling mendukung. Tentunya dibutuhkan guru seni yang memenuhi kualifikasi sarjana seni tari untuk membuat atau mengisi storyboard yang baik.

7. Bagi guru seni yang ingin mengembangkan sendiri multimedia interaktif, maka guru tersebut harus menguasai beberapa software yang dibutuhkan dalam mengembangkan multimedia interaktif.

8. Media pembelajaran seni tari yang masih sangat jarang. Oleh sebab itu, sangat diharapkan bagi peneliti-peneliti lain untuk mengembangkan media pembelajaran seni tari berbasis multimedia interaktif dengan menggunakan sampel tari-tari lainnya yang ada di Nusantara dan juga dapat mengolah sisi kreasi yang belum tersentuh oleh multimedia interaktif (Silat Pedang). Dengan demikian, cagar budaya yang kita miliki dapat tetap hidup dan dicintai oleh masyarakat secara luas, dimulai dari siswa Sekolah Dasar.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, A. Chaedar. (2009). Pokoknya Kualitatif. Jakarta: Pustaka Jaya. Artati, A. A. Ayu Mayun et al. (2007) Tari Bali. Bandung: P4ST.

Budiman, Agus. (2008). Pembelajaran Seni Tari Berbasis Media Proyeksi dan Non Proyeksi sebagai Optimalisasi Kemampuan Berfikir Kreatif Siswa Sekolah Dasar. Tesis Magister pada Program Studi Pendidikan Seni UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Dananjaya, Utomo. (2010). Media Pembelajaran Aktif. Bandung: Nuansa.

Depdiknas, 2006. Kurikulum Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Jakarta : Balai Pustaka.

deLahunta, Scott. (1996). New Media and Information Technologies and Dance Education. [Online]. Tersedia:http://art.net/~dtz/scott1.html.[5 Desember 2010]

Djamarah, Syaiful Bahri. (2008). Psikologi Belajar (Edisi 2). Jakarta: Rineka Cipta.

Hanefi et al. (2004). Talempong Minangkabau Bahan Ajar Musik dan Tari. Bandung: P4ST.

Heinich, Robert et al.. (2002). Instructional Media and Technologies for Learning. New Jersey: Macmillan Publishing Company.

Hernawan, Dedy et al. (2004). Metodologi Pengajaran Seni Talempong dan Tari Piring Minangkabau. Bandung: P4ST.

Kassing, Gayle & Danielle M. Jay. Dance Teaching Methods and Curriculum Design. United States of America: Human Kinetics.

Kustandi, Cecep dan Sutjipto, Bambang. (2011). Media Pembeajaran : Manual dan Digital. Bogor: Ghalia Indonesia.

Mangunsong, Andreas. (2008). Pengembangan Model Media Interaktif Bonang Slendro untuk Meningkatkan Minat Siswa dalam Kesenian Tradisional. Tesis Magister Program Studi Pendidikan Seni UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Maryati, Yetti Sri. (2011). Éfektivitas Media Pembelajaran CD Interaktif untuk Meningkatkan Kemampuan Gerak Tari pada Pembalajaran Seni Tari


(5)

(Studi Eksperimen di SDN Situraja dan Sindawangi Kecamatan Situraja Kabupaten Sumedang Tahun Pelajaran 2010/2011). Tesis Magister Program Studi Pendidikan Seni UPI Bandung: tidak diterbitkan

Masunah, Juju dan Karwati, Uus. (2003). Topeng Cirebon. Bandung: P4ST. Masunah, Juju et al. (2003). Metodologi Pengajaran Topeng Cirebon. Bandung:

P4ST.

Masunah, Juju dan Narawati, Tati. (2003). Seni dan Pendidikan Seni. Bandung: P4ST.

Mukhtar dan Iskandar. (2010). Desain Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Jakarta: Gaung Persada Press.

Mulyanta dan Leong, Marlon. (2009). Tutorial Membangun Multimedia Interaktif: Media Pembelajaran. Yogyakarata: Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

Munadi, Yudhi. (2008). Media Pembelajaran: Sebuah Pendekatan Baru. Jakarta: Gaung Persada Press.

Munir. (2010). Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Bandung: Alfabeta.

Munir. (2009). Pembelajaran Jarak Jauh Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Bandung: Alfabeta.

Nugraheni, Trianti et al. (2007). Metodologi Pengajaran Tari Bali. Bandung: P4ST.

Sanaky, Hujair AH. (2009). Media Pembelajaran. Yogyakarta: Safiria Insania Press.

Slameto. (2010). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Sudjana, Nana. 2004. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung:

Alfabeta.Sukmadinata.

Sujiono, Yuliani Nurani. (2009). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: PT. Indeks.


(6)

Sukmadinata, Nana Syaodiyah. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Surahmat, Tono. (2010). Kajian Buku Teks Seni Budaya Bahasan Musik Mancanegara untuk SMA Kelas 12. Tesis Magister Program Studi Pendidikan Seni UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Susilana, Rudi dan Riyana, Cepi. (2008). Media Pembelajaran. Bandung: Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan FIP UPI.

Warsita, Bambang. (2008). Teknologi Pembelajaran, Landasan dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Wawancara dengan Azwar Efendi (Buyung Azum) Tanggal 16 Juli 2011 Wawancara dengan Samsuri Zulkifli Tanggal 6 Juli 2011.

Wawancara dengan Samsuri Zulkifli Tanggal 16 Juli 2011

Yani. (2010). Pengembangan Multimedia Pembelajaran Interaktif Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) (Studi pada Sekolah Menegah Pertama di Kabupaten Lebak-Banten). Tesis Magister Program Studi Pendidikan Seni UPI Bandung: tidak diterbitkan