PROFIL PERILAKU MENCONTEK SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS : Studi Untuk Membuat Rancangan Layanan Bimbingan dan Konseling Terhadap Siswa Kelas XI SMA PGRI 1 Kota Bandung Tahun Ajaran 2010/2011.

(1)

DAFTAR ISI

Abstrak i

Kata Pengantar ii

Ucapan Terima Kasih iii

Daftar Isi vi

Daftar Tabel viii

Daftar Gambar ix

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian 1

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah Penelitian 8

C. Tujuan Penelitian 11

D. Manfaat Penelitian 11

E. Struktur Organisasi Skripsi 12

BAB II. KONSEPTUALISASI RATIONAL EMOTIVE KONSELING KELOMPOK BEHAVIORAL UNTUK MEREDUKSI PERILAKU MENCONTEK SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS

A. Rational Emotive Behvaior Therapy 13

B. Konsep Dasar Mencontek 28

C. Mencontek Sebagai Salah Satu Bentuk Masalah Belajar 43 D. Langkah-Langkah Bimbingan dan Konseling dengan Pendekatan

Rasional Emotive Behavior Therapy

45

E. Peranan Konselor Dalam Menggunakan Pendekatan Rasional Emotive Behavior Therapy

47

BAB III METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian 49

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian 49


(2)

D. Pengembangan Instrumen Penelitian 53

E. Lokasi dan Subjek Penelitian 60

F. Teknik Analisis Data Penelitian 61

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Perilaku Mencontek Siswa Kelas XI SMA PGRI 1 Kota Bandung

64

B. Gambaran Umum Tingkat Kecenderungan Perilaku Mencontek pada Tiap Aspek Bentuk Mencontek

66

C. Gambaran Umum Tingkat Kecenderungan Perilaku Mencontek pada tiap Aspek Faktor Penyebab Mencontek

68

D. Rancangan Layanan Bimbingan untuk Mereduksi Perilaku Mencontek Siswa Kelas XI SMA PGRI 1 Kota Bandung

73

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan 88

B. Rekomendasi 89

DAFTAR PUSTAKA 90


(3)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 3.1 Kisi-kisi Instrumen pengungkap perilaku mencontek 54

Tabel.3.2 Validitas Instrumen Hasil Uji Coba 58

Tabel 3.3 Rentang Koefisien Reliabilitas 59

Tabel 3.4 Tingkat Reliabilitas Instrumen 59

Tabel 4.1 Gambaran Umum Perilaku Mencontek Siswa Kelas SMA PGRI 1 Kota Bandung

66

Tabel 4.2 Tingkat Kecenderungan Perilaku Mencontek Siswa berdasarkan bentuk mencontek

68

Tabel 4.3 Tingkat kecenderungan perilaku mencontek siswa berdasarkan aspek faktor penyebab

69

Tabel 4.4 Tingkat kecenderungan perilaku mencontek siswa Berdasarkan indikator pada aspek faktor penyebab

71

Tabel 4.5 Faktor Penyebab perilaku mencontek siswa kelas XI SMA PGRI 1 Kota Bandung

76

Tabel 4.6 Data kecenderungan penyebab perilaku mencontek siswa kelas XI SMA PGRI 1 Kota Bandung berdasarkan indikator faktor penyebab

78

Tabel 4.7 Rancangan Operasional Layanan Bimbingan dan Konseling untuk mengatasi Perilaku Mencontek Siswa kelas XI SMA PGRI 1 Kota Bandung

85

Tabel 4.8 Pengembangan Materi Layanan Bimbingan Untuk Mereduksi Perilaku Mencontek Siswa Kelas XI SMA PGRI 1 Kota Bandung


(4)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Persiapan Mencontek Menjelang Ujian 33

Gambar 2.2 Mencontek Dibalik Kerah Baju 34

Gambar 2.3 Mencontek Dengan Menggunakan Jam 35

Gambar 2.4 Mencontek Dengan Menggunakan Kaos Kaki 35

Gambar 2.5 Mencontek Dengan Menggunakan Pulpen 36

Gambar 2.6 Mencontek Dengan Menggunakan Kalkulator 36

Gambar 2.7 Mencontek Dengan Menggunakan HP 37

Gambar 2.8 Mencontek Dengan Menggunakan Buku 37


(5)

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan inti dan arah penelitian. Pokok bahasan yang dipaparkan pada bagian ini adalah latar belakang masalah, identifikasi dan rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan Struktur Organisasi Skripsi.

A. Latar Belakang Penelitian

Proses belajar erat kaitannya dengan proses perubahan. Belajar erat juga kaitannya dengan sebuah proses pengalaman yang dilalui oleh seseorang dalam hidupnya. Hal ini dikarenakan sebagian besar perkembangan manusia melalui kegiatan belajar di dunia pendidikan. Dalam konteks pendidikan formal, salah satu tempat individu belajar adalah sekolah. Proses perubahan perilaku di sekolah dilakukan secara sistematik dan programatik yang dipadu dengan kurikulum formal.

Dalam perjalanan pencarian ilmu dan proses belajar seseorang tidak terlepas dari berbagai permasalahan yang menghambat dalam penerimaan ilmu, masalah yang dapat menghambat proses belajar dan pencarian ilmu itu dapat muncul dari diri sendiri maupun lingkungan seseorang. Masalah yang dapat muncul misalnya seperti bolos sekolah, tawuran, penindasan dari kakak kelas (bullying), tidak bisa berkonsentrasi pada saat belajar, tidak suka pada guru atau teman sekelas, mencontek (cheating), dan masih banyak masalah yang sering


(6)

terjadi. Tetapi, masalah yang sering muncul dan tidak disadari bahwa itu adalah masalah yaitu perilaku mencontek (cheating).

Pada saat ini, seseorang dianggap berhasil atau berprestasi di sekolah jika memperoleh nilai yang tinggi. Akibatnya, banyak orang yang hanya mementingkan perolehan nilai yang tinggi tanpa mempedulikan prosesnya. Nilai yang tinggi diperoleh melalui cara yang tidak wajar, di antaranya dengan cara mencontek. Para remaja yang secara jelas merupakan pelajar menganggap bahwa mencontek merupakan hal yang wajar dan merasa aneh apabila tidak pernah melakukan mencontek. Hal ini didukung oleh kurangnya penindakan dari tenaga pendidik terhadap siswa yang mencontek, karena menganggap persoalan mencontek adalah hal yang sepele, padahal masalah mencontek merupakan sesuatu yang sangat mendasar.

Di Amerika Serikat studi tentang mencontek di penghujung abad 20 telah banyak dilakukan seperti oleh Bower (1964), Dientsbier (1971), Monte (1980), Antion (1983), Haines (1986), dan Dayton (1987). Ini menunjukkan bahwa masalah mencontek adalah isu lama yang tetap aktual dibicarakan dalam sistem persekolahan di seluruh dunia. Di Indonesia, Litbang Media Group pada tanggal 19 April 2007 melakukan survey di enam kota besar di Indonesia dengan wawancara terstruktur melalui kuesioner pesawat telepon kepada 480 responden dewasa yang dipilih secara acak (masyarakat) yang berada di Makasar, Surabaya, Yogyakarta, Bandung, Jakarta dan Medan menyatakan bahwa mayoritas pelajar, baik di bangku sekolah dan perguruan tinggi melakukan kecurangan akademik dalam bentuk mencontek.


(7)

Diungkapkan Lewis R. Aiken (1986) bahwa kecenderungan melakukan mencontek di Amerika Serikat sudah sangat memprihatinkan bukan bagi para praktisi di dunia pendidikan saja tetapi juga telah menjadi bagian keprihatinan kalangan politisi. Diungkapkan bahwa kasus mencontek tidak hanya melibatkan siswa sebagai individu pelaku, tetapi mencontek diperkirakan telah dilakukan oleh institusi pendidikan dengan melibatkan pejabat-pejabat pendidikan seperti guru, superintendant, school districtst dll. Pada Penelitian yang ditujukan kepada kasus CAP dan CTBS (California Achievement Program dan California Test for Basic Skills), suatu ujian yang diselenggarakan oleh lembaga independen ditemukan bahwa alasan siswa melakukan mencontek karena adanya tekanan yang dirasakan oleh siswa dari orang tuanya, kelompoknya, guru, dan diri mereka sendiri untuk mendapatkan nilai tinggi (Kautsar, 2009).

Selanjutnya, alasan bagi pejabat pendidikan untuk membantu siswa dalam mengerjakan tes atau mengubah jawaban yang salah dengan jawaban yang benar sebelum lembaran jawaban diserahkan kepada lembaga penyelenggara, karena hal itu menyangkut reputasi sekolah dan menyangkut anggaran pendidikan yang akan dibayar oleh masyarakat. Hal itu terjadi karena hasil tes tidak saja mengevaluasi kemampuan individual siswa tetapi juga mengevaluasi reputasi dan kompetensi guru, kepala sekolah, dan pejabat pendidikan lainnya yang memiliki akuntabilitas langsung kepada masyarakat, politisi dan kalangan bisnis.

Penelitian yang dilakukan oleh Levina pada tahun 2005 (Puett, 2008) menyebutkan bahwa 78% siswa SMP dan SMA mengaku melakukan perilaku


(8)

Mahasiswa (Puett, 2008). Selanjutnya, kajian Smitt (Puett, 2008) terhadap anak-anak SD menunjukkan bahwa anak-anak SD telah melakukan perilaku mencontek. Penelitian yang dilakukan Williams, et al. (2001) di Nigeria memperlihatkan sebagian besar (76,5%) mahasiswa mencontek.

Mencontek dapat dikategorikan sebagai epidemi berdasarkan angka-angka statistik yang berhubungan dengan kebiasaan berbuat curang sebagai berikut: sepertiga siswa setingkat sekolah dasar mengaku pernah berbuat curang (Cizek, 1999), dan sekitar 60% siswa sekolah menengah menyebutkan bahwa mencontek merupakan masalah besar di sekolahnya (Evans & Craig, 1990), 30% siswa sekolah tingkat lanjut mengaku melakukan mencontek dalam tes yang mereka ikuti (McCabe, 2001), dan dalam lingkungan universitas, angka mencontek bisa mencapai 95% (McCabe & Trevino, 1997).

Pada Penelitian yang dilakukan oleh Whisnu Yudiana (2006) mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran dihasilkan korelasi antara frekuensi perilaku mencontek dengan motif untuk berhasil yang diperoleh adalah -0,265 dan signifikan pada taraf kepercayaan 95%. Hal ini ada hubungan antara keduanya, jika motif untuk sukses meningkat maka frekuensi untuk mencontek menurun. Tingkat perilaku siswa dalam mencontek mungkin terjadi dalam kualitas dan kuantitas yang berbeda tergantung kepada level perkembangan kognitif, sosial, dan moral siswa yang bersangkutan.

Masalah mencontek pada umumnya terkait dengan tes atau ujian. Pada


(9)

dengan cara tersebut, maka cara itu akan menjadi kebiasaan yang terus menerus dilakukan agar ia selalu dapat lulus dengan nilai yang tinggi. Pada akhirnya, mencontek menjadi hal yang wajar dan bukan lagi menjadi suatu tindakan pelanggaran. (Prenshaw, Straughan, Albers-miller, 2001). Bagi siswa mencontek merupakan jalan pintas dalam pembelajaran, dimana mencontek adalah jalan dari ketidaktahuan siswa menghadapi masalah belajar. Dengan mencontek siswa pun melupakan inti belajar yang sebenarnya yaitu, membaca kembali atau mempelajari pelajaran yang diterima dan sering melakukan. Tetapi hal itu terkadang terlupakan karena siswa menganggap memiliki banyak waktu untuk melakukan itu tanpa siswa sadari waktunya itu semakin sedikit, sehingga siswa tidak ada jalan lain dan mencari cara untuk mengatasi ujian yang tidak ada persiapan sama sekali sebelumnya yaitu dengan mencontek.

Bentuk penilaian guru yang subyektif, hanya dengan melihat nilai jawaban siswa saja, tanpa melihat proses bagaimana siswa mendapatkan jawaban tersebut, sehingga menimbulkan kerugian tidak hanya pada siswa yang pintar tetapi juga pada siswa yang malas. Adapun kebiasaan belajar dapat diartikan sebagai perilaku (kegiatan) belajar yang relatif menetap, karena sudah berulang-ulang (rutin) dilakukan. Tetapi para siswa ini bukannya mengembangkan pola belajar yang benar, tetapi lebih memilih mengembangkan kemampuan belajar untuk mengatasi kelemahan akan ketidaksiapan menghadapi masalah belajar dalam hal ini tes atau ujian yang memilih jalan mencontek.


(10)

Alasan utama peserta didik melakukan perilaku mencontek adalah adanya pandangan yang salah tentang prestasi belajar. Studi Anton dan Michel (1983) terhadap 148 orang mahasiswa di Los Angeles menemukan bahwa kombinasi dari faktor kognitif, afektif, personal, dan demografi lebih signifikan sebagai prediktor perbuatan mencontek dari pada jika faktor tersebut berdiri sendiri. Dengan kata lain, perbuatan mencontek lebih dipengaruhi oleh kombinasi varaibel-variabel dari pada varaibel tunggal (single variable). Smith (1971) menemukan bahwa keputusan moral (moral decision) dan motivasi untuk berprestasi/ketakutan untuk gagal menjadi alasan yang signifikan seseorang untuk melakukan mencontek atau cheating. Selain itu, alasan lain adalah peserta didik tidak percaya diri. Hal ini sesuai dengan penelitian Dian (Kompas, 7 Januari 2005) terhadap 231 responden yang memberikan alasan tidak percaya diri sebanyak 21,3%, tidak belajar sebanyak 14%, tidak dapat menjawab soal sebanyak 13,5%, dan sisanya untuk alasan lain (Kautsar, 2009).

Segala sistem dan taktik mencontek sudah dikenal siswa. Bower (1964)

mendefinisikan mencontek sebagai “manifestation of using illigitimate means to achieve a legitimate end (achieve academic success or avoid academic failure)” maksudnya mencontek adalah perbuatan yang menggunakan cara-cara yang tidak sah untuk tujuan yang sah/terhormat yaitu mendapatkan keberhasilan akademis

atau menghindari kegagalan akademis. Deighton (1971) menyatakan “is attempt an individuas makes to attain success by unfair methods.” Maksudnya, mencontek adalah upaya yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan keberhasilan dengan cara-cara yang tidak jujur.


(11)

Mencontek adalah suatu perbuatan atau cara-cara yang tidak jujur, curang, dan menghalalkan segala cara untuk mencapai nilai yang terbaik dalam ulangan atau ujian pada setiap mata pelajaran. Usaha-usaha yang tidak sah atau tidak fair (tidak jujur) menurut Alhadza (2004) adalah meniru pekerjaan teman, bertanya langsung pada teman ketika sedang mengerjakan tes/ujian, membawa catatan pada kertas yang disimpan pada anggota badan atau pada pakaian saat masuk ke ruang ujian, menerima dropping jawaban dari pihak luar, mencari bocoran soal, arisan (saling tukar) mengerjakan tugas dengan teman, menyuruh atau meminta bantuan orang lain dalam menyelesaikan tugas ujian di kelas atau tugas penulisan paper dan take home test.

Menurut Muhamad Surya (1988:186), dalam konsep behavioristik, perilaku manusia merupakan hasil belajar, sehingga dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkreasi kondisi-kondisi belajar. Menurut Gagne (Ratna Willis Dahar, 1988:11) belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses di mana suatu organisma berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman.

Disebutkan Abin Syamsudin Makmun (2002:157) belajar menunjuk pada suatu proses perubahan perilaku atau pribadi seseorang berdasarkan praktek atau pengalaman tertentu. Dengan kata lain, perilaku mencontek pun bisa diubah atau dihilangkan. Dampak serius yang timbul dari praktek mencontek yang secara terus menerus dilakukan akan mengakibatkan ketidakjujuran. Jika tidak dihilangkan sejak dini, dampak yang muncul dikemudian hari adalah siswa akan menanam kebiasaan berbuat tidak jujur.


(12)

Pengembangan program berdasarkan rational emotive behavior diharapkan akan mengarahkan siswa untuk memiliki wawasan terhadap cara mengenali masalah dengan melibatkan aspek perasaan, pikiran dan perilaku secara jujur, terutama dalam konteks kejujuran akademis. Dengan adanya program bimbingan dan konseling dengan pendekatan rational emotif behavior diharapkan dapat mengubah persepsi atau pemikiran siswa tentang mencontek dan dibimbing untuk dapat berperilaku efektif dan rasional serta memiliki kepercayaan diri dan mampu mempersiapkan diri sebelum ujian.

Dengan demikian, sangatlah tepat untuk mengembangkan kebiasaan berperilaku jujur apabila dilakukan di sebuah institusi pendidikan yang bernama sekolah. Oleh karena itu, berdasarkan pemaparan permasalahan di atas maka diperlukan suatu layanan bimbingan dan konseling untuk mereduksi perilaku mencontek.

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah penelitian

Perilaku mencontek membuat nilai ujian menjadi kabur dan tidak objektif. Hasil belajar yang seharusnya dapat menggambarkan kemampuan siswa menjadi tidak jelas akibat perilaku mencontek. Selain itu, perilaku mencontek pada siswa SMA akan memberikan dampak negatif pada jenjang pendidikan selanjutnya, yaitu perilaku ketidakjujuran dalam akademik yang sulit untuk dihilangkan apabila sudah menjadi kebiasaan.

Perilaku mencontek merupakan wujud rasa tidak percaya diri, pemalasan, spekulasi, kecurangan, irasional. Tujuan belajar adalah untuk mendapatkan ilmu


(13)

pengetahuan dan nilai-nilai baru secara afektif, kognitif, maupun motorik. Hal itu memerlukan evaluasi untuk mendapatkan report, sejauhmana proses pembelajaran telah terjadi pada seseorang.

Ada ungkapan “posisi menentukan prestasi”, pada saat ujian para siswa berlomba menempati tempat duduk tertentu, misalnya dekat dengan siswa yang paling pintar. Ada juga yang menyalin pelajaran di kertas-kertas kecil kemudian diselipkan di tempat tertentu. Berbagai trik dan cara dilakukan untuk mencontek.

Adapun mencontek di sekolah terjadi karena adanya tuntutan yang tinggi terhadap tingkat keberhasilan siswa dalam mendapatkan nilai yang bagus. Disebabkan tuntutan yang terlalu tinggi terhadap siswa, sehingga mengakibatkan timbulnya pemikiran irasional yang membuat siswa melakukan segala cara untuk mendapatkan nilai yang bagus sesuai dengan standard yang sudah ditentukan. Pada saat siswa melakukan mencontek ada 3 aspek dalam diri yang berperan pada saat siswa mencontek yakni aspek pikiran, aspek perasaan, dan aspek perilaku.

Aspek kognitif pada perilaku mencontek menunjukkan adanya pemikiran bahwa mencontek adalah perilaku wajar, semua orang mencontek, tidak mempunyai waktu yang cukup untuk mengerjakan soal, menganggap pelajaran yang diujikan tidak penting, menganggap dirinya tidak pintar, menganggap mencontek adalah cara untuk mendapatkan nilai yang baik. Aspek perasaan pada perilaku mencontek ditunjukkan dengan kurang percaya diri, cemas, merasa tertekan, tidak menyukai pelajaran, dan ketakutan untuk gagal. Aspek perilaku


(14)

pada perilaku mencontek ditunjukkan dengan perilaku malas, jarang masuk kelas, tidak dapat mengatur waktu, dan mudah menyerah.

Perilaku mencontek merupakan manifestasi dari pemikiran irasional yang mengakibatkan seseorang berperilaku irasional pula. Dengan demikian pendekatan rational emotif behavior sangat tepat untuk mengubah persepsi atau pemikiran siswa tentang mencontek dan dibimbing untuk dapat berperilaku efektif dan rasional dengan memandang aspek pikiran, aspek perasaan, dan aspek perilaku sebagai suatu hal yang saling terkait dan saling mempengaruhi.

Dari pemaparan latar belakang dan identifikasi masalah tersebut, diperoleh sebuah pertanyaan umum sebagai arahan rumusan masalah dalam penelitian ini adalah ”bagaimana rancangan layanan bimbingan dan konseling untuk mereduksi perilaku mencontek dengan pendekatan rasional emotif behavior terapi?”

Rumusan masalah dalam penelitian ini dijabarkan dalam beberapa pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana gambaran umum perilaku mencontek siswa kelas XI SMA PGRI 1 Kota Bandung?

2. Faktor penyebab dan bentuk perilaku mencontek apa yang dominan dilakukan siswa kelas XI SMA PGRI 1 Kota Bandung?

3. Bagaimana layanan bimbingan rational emotive behavior therapy untuk mengatasi perilaku mencontek siswa kelas XI SMA PGRI 1 Kota Bandung?


(15)

C. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai perilaku mencontek siswa Kelas XI SMA PGRI 1 Kota Bandung dan memperoleh data atau bahan untuk merumuskan program bimbingan Rational Emotive Behavior untuk mereduksi kebiasaan mencontek siswa.

Adapun tujuan khusus penelitian dirinci sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan gambaran umum perilaku mencontek siswa Kelas XI SMA PGRI 1 Kota Bandung.

2. Mengetahui faktor penyebab dan bentuk perilaku mencontek yang dominan dilakukan siswa Kelas XI SMA PGRI 1 Kota Bandung.

3. Merumuskan rancangan layanan bimbingan rasional emotif behavior untuk mereduksi perilaku mencontek siswa Kelas XI SMA PGRI 1 Kota Bandung.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah untuk memperkaya khasanah keilmuan tentang perilaku mencontek dan melengkapi berbagai bentuk intervensi bimbingan dan konseling maupun psikoterapi untuk mereduksi perilaku mencontek di lembaga pendidikan formal maupun nonformal.

Secara praktis, penelitian ini mengandung manfaat:

1. Bagi sekolah, institusi pendidikan lainnya, dapat dijadikan referensi untuk penyusunan program bimbingan dan konseling, materi pelatihan dan


(16)

seminar, ataupun program-program lainnya yang terkait dengan penanganan perilaku mencontek.

2. Bagi lembaga bimbingan dan konseling di sekolah menengah atas, dapat memanfaatkan hasil studi dalam mengembangkan intervensi untuk mencegah dan mereduksi perilaku mencontek di sekolah menengah atas, sebagai materi satuan kegiatan layanan bimbingan dan konseling di bidang akademik dan pribadi sosial.

3. Bagi sivitas akademika di jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, hasil dari penelitian ini dapat menambah khasanah pengetahuan di bidang bimbingan dan konseling, khususnya dalam menangani perilaku mencontek di sekolah menengah atas.

E. Struktur Organisasi Skripsi

Berikut akan dipaparkan mengenai struktur penulisan skripsi sebagai berikut: Bab I pada skripsi ini mengungkapkan latar belakang masalah, rumusan dan batasan masalah, tujuan, manfaat penelitian, dan struktur organisasi penulisan skripsi. Bab II merupakan sajian konsep teoretis yang relevan dijadikan landasan operasionalisasi penelitian. Bab III menampilkan pendekatan, metode dan teknik penelitian, definisi operasional variabel, pengembangan instrumen pengumpul data, penentuan subjek penelitian dan prosedur analisis data penelitian. Bab IV berisi deskripsi hasil penelitian yang dibahas untuk menghasilkan rancangan layanan bimbingan dan konseling. Sedangkan Bab V mengetengahkan kesimpulan dan rekomendasi pengembangan hasil penelitian.


(17)

BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan perencanaan penelitian dengan pokok pembahasan adalah pendekatan, definisi operasional variabel, pengembangan instrumen, prosedur penelitian, subjek dan lokasi, teknik analisis data.

A. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan Kuantitatif, metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif, yaitu suatu metode penelitian yang ditujukan untuk menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, yang sedang berlangsung pada saat ini atau saat yang lampau (Syaodih, 2007: 53-54). Metode ini bertujuan untuk memberikan gambaran keadaan pada saat penelitian dilakukan. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk memperoleh data tentang kecenderungan mencontek siswa. Informasi tentang kecenderungan mencontek siswa menjadi dasar untuk penyusunan rancangan layanan bimbingan dan konseling dengan pendekatan rational emotive behavior therapy (REBT) untuk mereduksi perilaku mencontek siswa SMA (Sekolah Menengah Atas).

B. Definisi Operasional Variabel 1. Mencontek

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), mencontek berasal dari kata “contek”. Kata “contek” memiliki definisi yang sama dengan kata sontek, yaitu mengutip sebagaimana aslinya atau menjiplak pekerjaan orang lain.


(18)

Mencontek menurut Sheslow (2001, tersedia online di http://kidshealth.org/kid/feeling/school/cheating_P3.html.), merupakan salah satu cara yang digunakan oleh siswa agar berhasil dalam ujian. Mencontek merupakan perilaku curang yang dilakukan secara sengaja. Diungkapkan juga bahwa mencontek sebagai perbuatan yang menggunakan cara-cara yang tidak sah untuk tujuan yang sah/terhormat dalam mencapai keberhasilan dalam belajar, mencontek adalah suatu upaya yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan keberhasilan dengan cara-cara yang tidak fair (tidak jujur).

Usaha-usaha yang tidak sah atau tidak fair (tidak jujur) menurut Alhadza (2004, tersedia online di http://www.depdiknas.go.id/Jurnal) adalah meniru pekerjaan teman, bertanya langsung pada teman ketika sedang mengerjakan tes/ujian, membawa catatan pada kertas yang disimpan pada anggota badan atau pada pakaian saat masuk ke ruang ujian, menerima dropping jawaban dari pihak luar, mencari bocoran soal, arisan (saling tukar) mengerjakan tugas dengan teman, menyuruh atau meminta bantuan orang lain dalam menyelesaikan tugas ujian di kelas atau tugas penulisan paper dan take home test.

Perilaku mencontek yang dimaksud dalam penelitian yaitu ekspresi mental seseorang untuk melakukan cara-cara yang tidak fair (jujur) untuk mendapatkan tujuan keberhasilan akademik terutama terkait dengan evaluasi/ujian hasil belajar. Bentuk perilaku mencontek yang dimaksud yaitu mencakup dua aspek sebagai berikut:


(19)

1. Aspek mencontek dengan usaha sendiri

a. Membawa catatan kecil atau buku yang disimpan pada anggota badan atau pakaian.

b. Mencari bocoran soal.

c. Melihat jawaban pada teman di dekatnya. 2. Aspek mencontek dengan kerjasama

a. Bertanya langsung pada teman ketika sedang mengerjakan ujian. b. Menerima dropping jawaban dari pihak luar.

c. Arisan (saling tukar) mengerjakan soal dengan teman.

d. Menyuruh atau meminta bantuan orang lain (joki) dalam menyelesaikan tugas ujian di kelas atau tugas penulisan paper dan take home test.

e. SMS memakai HP.

f. Giliran pergi ke luar ruangan ujian untuk saling memberikan jawaban soal.

2. Rational Emotive Behavior Therapy

Rational Emotif Behavior Therapy adalah teori yang diperkenalkan oleh Dr.Albert Ellis pada tahun 1955, seorang ahli Psikologi klinik setelah menimba pengalaman dari praktik yang dilakukannya dalam bidang Konseling Keluarga, Perkawinan dan Seks. Pada mulanya Albert Ellis menggunakan prosedur psikoanalisis dalam praktiknya, tetapi dia menemukan ketidakpuasan dengan prosedur tersebut. Akhirnya dia mengembangkan teori Rasional Emotif Behavior ini.


(20)

Salah satu pandangan pendekatan ini adalah bahwa permasalahan yang dimiliki seseorang bukan disebabkan oleh lingkungan dan perasaannya, tetapi lebih pada sistem keyakinan dan cara memandang lingkungan disekitarnya. Lebih khusus lagi, gangguan emosi yang dimiliki seseorang yang mempengaruhi keyakinan, bagaimana menilai dan mengiterpretasikan apa yang dialaminya. Jika seseorang terganggu, maka akan terganggu pula pola pikir yang dimilikinya, dengan demikian akan timbul pola pikir yang irasional.

Berdasarkan analisis terhadap rational emotive behavior therapy, faktor penyebab siswa mencontek dibagi ke dalam tiga aspek, yaitu sebagai berikut.

a. Aspek pikiran, yaitu siswa mencontek karena (1) menganggap mencontek adalah wajar; (2) menganggap tidak akan ketahuan jika mencontek; (3) menganggap pelajaran yang diujikan tidak penting; (4) menganggap dirinya tidak pintar; (5) tidak mengetahui materi pelajaran; (6) tidak mengetahui jadwal ujian; (7) tidak mempunyai waktu yang cukup untuk mengerjakan soal.

b. Aspek perasaan, yaitu siswa mencontek karena (1) cemas; (2) merasa tertekan; (3) tidak menyukai pelajaran; (4) kurang percaya diri; (5) merasa banyak PR, tes; (6) takut untuk gagal.

c. Aspek perilaku, yaitu siswa mencontek karena (1) malas atau tidak belajar; (2) menunda-nunda tugas sekolah; (3) jarang masuk kelas; (4) tidak dapat mengatur waktu; (5) kompetisi; (6) keinginan harus mendapatkan nilai bagus; (7) mudah menyerah.


(21)

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa rational emotive behavior therapy dalam penelitian ini adalah pendekatan yang berusaha menghilangkan cara berfikir konseli yang irasional, serta menyerang, menentang, mempertanyakan dan membahas keyakinan-keyakinan yang irasional itu sehingga memiliki perilaku yang rasional.

C. Pengembangan Instrumen Perilaku Mencontek 1. Jenis Instrumen

Instrumen merupakan alat bantu dalam penelitian yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatan pengumpulan data. Instrumen penelitian ini disajikan dalam angket tertutup dalam bentuk daftar cek, yakni angket yang disajikan dalam bentuk sedemikian rupa sehingga responden tinggal memberikan tanda check (√) pada kolom jawaban yang sesuai (Arikunto, 2005). Untuk mengetahui kelayakan instrumen ini dilakukan uji validitias rasional model melalui penilaian pakar.

Setiap item dalam angket ini berisi suatu pernyataan yang menggambarkan perilaku dan faktor mencontek. Jawaban untuk masing-masing item terdiri dari dua alternatif jawaban meliputi “Ya” dan “Tidak”. Responden diminta untuk memberikan jawaban “Ya” jika item-item pernyataan itu sesuai dengan diri siswa dan dirinya dan “Tidak” bila sebaliknya. Pemberian skor pada alat ini mengacu kepada dua alternative jawaban, yaitu jawaban “Ya” diberi skor satu dan jawaban “Tidak” diberi skor nol.


(22)

2. Pengembangan Kisi-kisi Instrumen

Untuk memperoleh informasi atau keterangan yang dibutuhkan dalam penelitian, maka perlu adanya pengembangan ruang lingkup permasalahan. Dengan adanya penyusunan ruang lingkup masalah, akan membantu penyusunan dan pengembangan butir-butir pernyataan. Jadi, dalam penyusunan instrumen terlebih dahulu disusun kisi-kisi instrumen berdasarkan indikator dari masaing-masing aspek perilaku mencontek.

Dari hasil pengembangan kisi-kisi instrumen penelitian ini dihasilkan angket untuk mengungkap intensitas perilaku mencontek dan bentuk perilaku mencontek siswa yang diajikan dalam satu angket.

Instrumen yang dikembangkan bertujuan untuk mengungkap intensitas perilaku mencontek siswa. Instrumen penelitian ini dikonstruksi sendiri oleh peneliti yang dikembangkan dari kisi-kisi yang dibuat berdasarkan konsep yang dikemukakan oleh Alhadza (2004). Kisi-kisi instrumen pengungkap intensitas perilaku mencontek siswa disajikan pada Tabel 3.1 berikut.

Tabel 3.1 Kisi-Kisi instrumen

Pengungkap Perilaku Mencontek Siswa

No. Aspek Indikator Nomor

Item

1. 1. Usaha Sendiri

a. Membawa catatan kecil atau buku yang disimpan pada anggota badan atau pakaian.

b. Melihat jawaban pada teman di dekatnya.

1,2,3,4

5,6

4


(23)

2. Kerja

sama a. Bertanya langsung pada teman ketika sedang mengerjakan ujian.

b. Menerima dropping jawaban dari pihak luar.

c. Arisan (saling tukar) mengerjakan soal dengan teman.

d. Menyuruh atau meminta bantuan orang lain (joki) dalam menyelesaikan tugas ujian di kelas atau tugas penulisan paper dan take home test.

e. SMS memakai HP.

7,8 9 10 11 12 2 1 1 1 1

2. 1. Pikiran

2. Perasaan

3. Perilaku

a. Menganggap

mencontek adalah wajar

b. Menganggap tidak akan ketahuan mencontek

c. Menganggap

pelajaran yang diujikan tidak penting d. Menganggap dirinya

tidak pintar e. Menganggap

mencontek adalah

cara untuk

mendapatkan nilai yang baik

f. Tidak mempunyai waktu cukup untuk mengerjakan soal a. Cemas, stress b. Merasa tertekan c. Tidak menyukai

pelajaran

d. Kurang percaya diri

13,14 15 16,17 18 19,20,21 22,23 24 25,26,27,28 29 30 31,32,33 34,35,36 2 1 2 1 3 2 1 4 1 1 3 3


(24)

gagal

a. Malas atau tidak belajar

b. Jarang masuk kelas c. Tidak dapat mengatur

waktu d. Kompetisi

(persaingan)

e. Keinginan untuk mendapatkan nilai bagus

f. Mudah menyerah

38 39,40

41

42

1 2 1

1

3. Uji Coba Instrumen a. Uji Validitas Rasional

Untuk melihat kesesuaian antara konstruk instrumen dengan landasan teoretis, ketepatan bahasa baku dan subjek yang memberikan respon maka dilakukan telaah butir-butir pernyataan instrumen atau yang lebih dikenal dengan penimbangan (judgement) alat pengumpul data. Judgement dapat juga berfungsi sebagai uji validitas internal.

Penimbangan (judgement) dalam penelitian ini dilakukan oleh para pakar bimbingan dan konseling di lingkungan jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan yaitu Dra. S.A. Lili Nurillah, M.Pd, Dadang Sudrajat, M.Pd, dan Eka Sakti Yudha, M. Pd. Berdasarkan validasi instrumen penelitian dari kelompok panel penilai, masing-masing pernyataan dikelompokkan dalam kualifikasi memadai (M) atau tidak memadai (TM). Kategori antara memadai atau tidak memadai sebuah instrumen dilihat dari konstruk instrumen, konten instrumen, dan


(25)

redaksi instrumen tersebut. Pernyataan yang berkualifikasi memadai (M) dapat langsung digunakan sebagai butir item dalam instrumen penelitian sementara pernyataan yang berkualifikasi tidak memadai (TM) perlu direvisi dan diperbaiki.

b. Uji Keterbacaan

Uji keterbacaan instrumen dilakukan kepada 10 orang subjek usia remaja yang berasal dari kelas XI Sekolah Menengah Atas dalam rangka mengukur sejauh mana keterbacaan instrumen. Melalui uji keterbacaan ini dapat diketahui kata-kata yang kurang dipahami serta kalimat yang rancu dan kurang jelas sehingga pernyataan dalam instrumen dapat disederhanakan tanpa mengubah maksud dari pernyataan tersebut.

Setelah dilakukan uji keterbacaan, pernyataan instrumen yang kurang jelas diperbaiki sesuai kebutuhan sehingga dapat dimengerti oleh siswa, baru kemudian dilakukan uji validitas dan reliabilitas terhadap instrumen tersebut.

c. Uji Validitas Empirik

Instrumen yang valid adalah alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data yang valid dan dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak diukur. Semakin tinggi nilai validitas, semakin valid instrumen tersebut digunakan di lapangan. Dari hasil uji coba instrumen diperoleh sebuah instrumen yang memenuhi syarat dan dapat digunakan sebagai pengumpul data.

Validitas dari setiap butir item instrumen penelitian dapat diketahui dengan cara analisis item yaitu mengkorelasikan skor tiap butir dengan skor total


(26)

dengan menganalisis daya pembeda menggunakan prosedur pengujian Spearman’s rho. Data hasil uji coba instrumen diolah validitasnya menggunakan program SPSS For Windows Versi 17.0.

Berdasarkan pengolahan data, hasil uji validitas menunjukkan bahwa dari 49 butir item pernyataan dari angket pengungkap perilaku mencontek hanya terdapat 42 butir item pernyataan valid yang memiliki daya pembeda yang signifikan pada p > 0.01 dan p < 0.05 dengan rentang 0.216 – 0.707. Ini artinya terdapat 42 butir item pernyataan yang dapat digunakan dalam penelitian di lapangan.

TABEL 3.2

VALIDITAS INSTRUMEN HASIL UJI COBA Kesimpula

n

Nomor Item Jumlah

Valid 1,2,3,4,6,7,8,9,11,12,15,16,19,20,21,22,23,24,25,2 6,27,28,29,30,31,32,33,34,35,36,37,38,39,40,41,4 2,43,44,45,46,47,48,49

42

Tidak Valid 5,10,13,14,17,18,31 7

d. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas ini dimaksudkan untuk mengetahui keterandalan alat ukur atau ketetapan alat ukur. Pengujian reliabilitas instrumen bertujuan untuk melihat tingkat keterandalan atau kemantapan sebuah instrumen (level of consistency) penelitian atau dengan kata lain sejauh mana instrumen mampu menghasilkan skor-skor secara konsisten. Jika suatu alat ukur yang memiliki reliabilitas baik, maka alat ukur tersebut dapat memberikan skor yang relatif sama pada seorang responden jika responden tersebut mengisi kuesioner itu pada waktu yang


(27)

berbeda. Sebagai tolok ukur, digunakan klasifikasi rentang koefisien reliabilitas sebagai berikut.

Tabel 3.3

Rentang Koefisien Reliabilitas

Indeks Hubungan Kriteria Korelasi 0,00 – 0,199 Sangat rendah

0,20 – 0,399 Rendah

0,40 – 0,599 Sedang

0,60 – 0,799 Kuat

0,80 – 1,000 Sangat kuat

(Sugiyono, 2007:257)

Pengujian reliabilitas instrumen dilakukan terhadap item terpakai sebanyak 42 butir item yang valid. Hasil pengujian menggunakan SPSS for Windows Versi 17.0 adalah sebagai berikut:

TABEL 3.4

TINGKAT RELIABILITAS INSTRUMEN Cronbach's

Alpha

N of Items

.900 42

Berdasarkan pengolahan data, hasil perhitungan memperlihatkan bahwa dari ke-42 butir item, menunjukkan koefisien reliabilitas (konsistensi internal) sebesar 0.900 yang artinya bahwa derajat keterandalan instrumen yang digunakan sangat tinggi dan dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data.


(28)

Penelitian dilaksanakan di SMA PGRI 1 Bandung yang berlokasi di Jalan Sukagalih no. 80 Kota Bandung. Subjek penelitian yaitu siswa kelas XI dengan karakteristik sebagai berikut :

1. Berada pada rentang usia siswa SMA yakni 15-18 tahun (remaja madya). 2. Teridentifikasi pernah mencontek baik dengan intensitas rendah, sedang

maupun tinggi selama duduk di bangku sekolah menengah atas. 3. Tercatat sebagai siswa SMA PGRI 1 Bandung.

Pemilihan sampel penelitian didasarkan atas asumsi sebagai berikut : 1. Siswa SMA kelas XI berada pada puncak masa remaja yang sedang

mencari ketenaran di antara teman pergaulannya yang menyebabkan munculnya keinginan untuk mendapatkan pengakuan dari orang lain. 2. Siswa SMA kelas XI sedang menghadapi tuntutan untuk mendapatkan

nilai sesuai dengan batas kelulusan yang ditetapkan agar bisa melanjutkan pendidikan atau sekedar lulus dari SMA.

3. Siswa SMA kelas XI sedang mengalami ketegangan karena akan menghadapi ujian nasional, sehingga sangat rentan untuk melakukan mencontek dengan intensitas yang tinggi agar nilai yang dimiliki memenuhi standard kelulusan.

Sampel merupakan sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti (Arikunto, 1993:104). Sampel ditentukan untuk memperoleh informasi tentang obyek penelitian dengan mengambil representasi populasi yang diprediksikan sebagai inferensi terhadap seluruh populasi.


(29)

Populasi penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA PGRI 1 Kota Bandung tahun ajaran 2010/2011. Sampel penelitian diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling, yaitu pengambilan sampel bertujuan melalui angket untuk mengetahui perilaku dan faktor-faktor mencontek siswa.

E. Teknik Analisis Data Penelitian

Analisis data bertujuan untuk mengubah data hasil penyebaran instrumen penelitian menjadi data yang selanjutnya akan diinterpretasikan, sehingga dapat memberikan arahan untuk pengkajian lebih lanjut. Data diolah dan dimasukan kedalam dua kategori berdasarkan skala guttman sesuai dengan bentuk jawaban instrumen yang menggunakan alternatif jawaban „ya-tidak‟. Sugiyono (2007) mengemukakan bahwa alternatif jawaban yang dihasilkan adalah jawaban yang tegas yakni „ya-tidak‟, „benar-salah‟, „positive-negatif‟, dan lain-lain.

Skala guttman digunakan karena peneliti bermaksud mengkategorikan data hasil penelitian kedalam dua kategori yaitu tinggi dan rendah, data yang dihasilkan merupakan data intensitas perilaku mencontek. Sebelum dikategorikan, data yang dihasilkan dihitung persentase dari jawaban instrumen penelitian. Pengolahan data penelitian dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Menghitung persentase

Perhitungan data digunakan untuk mengetahui besar kecilnya jawaban yang diberikan sampel penelitian dalam bentuk persentase. Persentase digunakan untuk mendapatkan gambaran umum perilaku mencontek. Pengolahan data untuk mendapatkan nilai persentse menggunakan rumus sebagai berikut:


(30)

= � 100% Keterangan:

p = nilai persentase

f = frekwensi jawaban sampel penelitian n = jumlah sampel penelitian

2. Menghitung skor kecenderungan perilaku mencontek

Perhitungan skor kecenderungan perilaku mencontek digunakan untuk mengetahui tingkat kecenderungan perilaku mencontek siswa. Yang selanjutnya dimasukkan kedalam kategori tinggi dan rendah. Pengolahan data untuk menghasilkan skor kecenderungan mencontek, digunakan rumus sebagai berikut:

��� = Σ �

Σ � � � � Keterangan:

SKM = Skor kecenderungan mencontek ∑skor real = jumlah jawaban sampel penelitian ∑skor item = jumlah skor maksimal

F. Prosedur penelitian

Prosedur dalam penelitian ini meliputi beberapa langkah sebagai berikut: 1. Menyusun proposal penelitian dan mengkonsultasikannya dengan dosen

mata kuliah metode penelitian dan disahkan dengan persetujuan dari dewan skripsi jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan dan dosen pembimbing skripsi.


(31)

2. Mengajukan permohonan pengangkatan dosen pembimbing skripsi pada tingkat fakultas.

3. Mengajukan permohonan ijin penelitian dari jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan yang memberi rekomendasi untuk melanjutkan ke tingkat Fakultas.

4. Menyusun instrumen penelitian berikut penimbangannya kepada tiga orang dosen Psikologi Pendidikan dan Bimbingan.

5. Uji coba keterbacaan angket kepada 5 orang siswa

6. Mengumpulkan data dengan menyebarkan angket pada siswa SMA PGRI 1 Kota Bandung.

7. Mengolah dan menganalisis data tentang hasil angket pengungkap perilaku mencontek.

8. Penyusunan rancangan layanan bimbingan untuk mereduksi perilaku mencontek.


(32)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Pada bab ini dipaparkan kesimpulan dan rekomendasi penelitian. Kesimpulan penelitian merupakan temuan dari hasil penelitian dan kajian pustaka. Sementara rekomendasi penelitian merupakan upaya untuk mensosialisasikan hasil penelitian dan pengembangan hasil kajian empirik.

A. Kesimpulan

Merujuk pada tujuan, dan hasil penelitian dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu:

1. Bentuk perilaku mencontek yang paling sering dilakukan oleh siswa kelas XI di SMAPGRI1 Kota Bandung adalah mencontek dengan kerja sama yakni dengan cara bertanya langsung pada teman, hal ini berarti siswa saling bertukar jawabandengan teman di dekatnya.

2. Faktor-faktor penyebab perilaku mencontek yang paling menonjol adalah aspek perilaku yakni dengan indikator ‘malas atau tidak belajar’, diikutioleh ‘menganggap mencontek adalah untuk mendapat nilai yang baik’, ‘ketakutan untuk gagal’, ‘mencontek adalah suatu yang wajar’, ‘tidak mempunyai waktu yang cukup untuk mengerjakan soal’, ‘mudah menyerah’, ‘menganggap pelajaran yang diujikan tidak penting’ dan ‘cemas dan stress’.

3. Layanan Bimbingan dan Konseling untuk mereduksi perilaku mencontek siswa kelas XI SMAPGRI 1 Kota Bandung Tahun ajaran 2010/2011 adalah layanan bimbingan dan konseling yang berdasarkan data mengenai kebutuhan siswa


(33)

akan perilaku dan faktor-faktor penyebab perilaku mencontek dengan menggunakan salah satunyapendekatan rasional emotive behavior therapy. B. Rekomendasi

Rekomendasi penelitian ditujukan bagi guru bimbingan dan konseling untuk: 1. Merancanglayanan responsif untuk mengubah sikap, persepsi, cara berpikir,

dan keyakinan-keyakinan irasional dalam pencapaian prestasi.

2. Menyusun layanan dasar untuk menghilangkan rasa takut, rasa cemas dalam menghadapi ujian, serta menumbuhkan keyakinan dankepercayaan diri.

3. Merancang layanan perencanaan individual untuk mengembangkan kebiasaan dan keterampilan belajar yang baik.


(34)

Ali, Mohammad dan Mohammad Asrori.(2004). Psikologi Remaja : Perkembangan Peserta Didik. Jakarta : Bumi Aksara.

Ames G. A., & Eskridge C. W. (1992). "The impact of ethics courses on student attitudes and behavior regarding cheating". Journal of College Student Development.

Aiken L. R. (1991). "Detecting, understanding, and controlling for cheating on tests". Research in Higher Education.

Anderman E. M., Griesinger T., & Westerfield G. (1998). "Motivation and cheating during early adolescence". Journal of Educational Psychology. Anderson R. E., & Obenshain S. S. (1994). "Cheating by students: Findings,

reflections, and remedies". Academic Medicine.

Arikunto, Suharsimi.(2001). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.

Arikunto, Suharsimi.(1993). Prosedur Penelitian. Jakarta : PT. Rineka Cipta Dewa Ketut Sukardi. (1985). Pengantar Teori Konseling Cetakan ke II. Jakarta:

Ghalia Indonesia.

Dian Vegawati, Dwita Oki dan Rina Noviani. (2007). Perilaku Mencontek di Kalangan Mahasiswa. Kompas [Online], halaman 4. Tersedia: http://www.kompas.com.

Dobson, Keith S. (2001). Handbook of cognitive behavioral therapies. New York: The Guild Press

Ellis, Albert (2006). Terapi REBT Agar Hidup Bebas Derita. A.b. Ikramullah Mahyuddin. Yogyakarta : B-First.

Furqon. (1999). Statistika Terapan untuk Peneltian. Bandung: Alfabeta.

Geral Corey. (2003). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT. Rafika Aditama.

John Mc Leod, (2003). Pengantar Konseling Teori dan Studi Kasus, Jakarta: Open University Press.


(35)

Rujukan. Disertasi. Bandung : PPS IKIP Bandung

Kautsar, Ilman. (2009) . Progam Bimbingan Belajar untuk Mengatasi Masalah Mencontek Siswa Sekolah Menengah Pertama (Dikembangkan Berdasarkan Studi terhadap Siswa Kelas VIII SMP Pasundan 3 Kota Bandung Tahun Ajaran 2009/2010). UPI Bandung: Skripsi

Latipun, (2003), Psikologi Konseling, Malang: UMM Press.

Mohammad Surya. (2003). Teori-teori Konseling. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.

Nurihsan, Ahmad Juntika. (2005). Strategi Layanan Bimbingan dan Konseling. Bandung : Refika Aditama

Puett, A. Robin. (2008) . Cheating : What Do Elementary School Children Think. Missouri Western State University.

Pajar M., Patah. (2009) . Konseling Kognitif-Perilaku Dalam Mengurangi Mencontek Siswa Kelas V Sekolah Dasar (Pra-Eksperimen Terhadap Siswa Kelas V SD Negeri Raya Barat 2 Kota Bandung Tahun Ajaran 2009/2010). Bandung: Skripsi

Singgih D.Gunarsah, (2000), Konseling dan Psikoterapi, Jakarta: BPK Gunung Mulya.

Subino, S. (1987). Konstruksi dan Analisis Tes : Suatu Pengantar Kepada Teori Tes dan Pengukuran. Jakarta : Depdikbud Ditjen Dikti LP3TK.

Steinberg, Laurence.(1993). Adolesence. San Fransisco : by McGraw-Hill Inc. Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Alfabeta

W.S. Winkle, (1991), Bimbingan dan Konseling di Institut Sekolah, Jakarta: Grafindo.

Yusuf, Syamsu. (2005). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung : Rosda.

Yudiana, Whisnu. (2006). Hubungan Antara Frekuensi Mencontek dengan Motif untuk Berhasil dan Motif untuk Menghindari Kegagalan pada Mahasiswa yang Mengikuti Ujian. Skripsi Unpad. Bandung: tidak diterbitkan.

Alhadza, Abdullah. (2004). Masalah menyontek (Cheating) di Dunia Pendidikan, http://www.depdiknas.go.id/Jurnal


(36)

Content Analysis Across fourteen university. Tersedia: http://www.sbaer.uca.edu/Research/2001/ACME/203ACME01.htm. Robert, Kennedy. Anderson &Yanish. Cheating an Epidemi. Tersedia:

http://Privateschool.about.com/cs/forteachers/a/cheating_4.htm.

Sheslow, David.(2002).What exactly is cheating?. Tersedia: http://kidshealth.org/kid/feeling/school/cheating_P3.html.

Wright, Rusty.(1999). Cheating in School and Life: what to do?. Tersedia: http://www.iamnext.com/academic/beyond/cheating.html


(1)

2. Mengajukan permohonan pengangkatan dosen pembimbing skripsi pada tingkat fakultas.

3. Mengajukan permohonan ijin penelitian dari jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan yang memberi rekomendasi untuk melanjutkan ke tingkat Fakultas.

4. Menyusun instrumen penelitian berikut penimbangannya kepada tiga orang dosen Psikologi Pendidikan dan Bimbingan.

5. Uji coba keterbacaan angket kepada 5 orang siswa

6. Mengumpulkan data dengan menyebarkan angket pada siswa SMA PGRI 1 Kota Bandung.

7. Mengolah dan menganalisis data tentang hasil angket pengungkap perilaku mencontek.

8. Penyusunan rancangan layanan bimbingan untuk mereduksi perilaku mencontek.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Pada bab ini dipaparkan kesimpulan dan rekomendasi penelitian. Kesimpulan penelitian merupakan temuan dari hasil penelitian dan kajian pustaka. Sementara rekomendasi penelitian merupakan upaya untuk mensosialisasikan hasil penelitian dan pengembangan hasil kajian empirik.

A. Kesimpulan

Merujuk pada tujuan, dan hasil penelitian dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu:

1. Bentuk perilaku mencontek yang paling sering dilakukan oleh siswa kelas XI di SMAPGRI1 Kota Bandung adalah mencontek dengan kerja sama yakni dengan cara bertanya langsung pada teman, hal ini berarti siswa saling bertukar jawabandengan teman di dekatnya.

2. Faktor-faktor penyebab perilaku mencontek yang paling menonjol adalah aspek perilaku yakni dengan indikator ‘malas atau tidak belajar’, diikutioleh ‘menganggap mencontek adalah untuk mendapat nilai yang baik’, ‘ketakutan untuk gagal’, ‘mencontek adalah suatu yang wajar’, ‘tidak mempunyai waktu yang cukup untuk mengerjakan soal’, ‘mudah menyerah’, ‘menganggap pelajaran yang diujikan tidak penting’ dan ‘cemas dan stress’.

3. Layanan Bimbingan dan Konseling untuk mereduksi perilaku mencontek siswa kelas XI SMAPGRI 1 Kota Bandung Tahun ajaran 2010/2011 adalah layanan bimbingan dan konseling yang berdasarkan data mengenai kebutuhan siswa


(3)

akan perilaku dan faktor-faktor penyebab perilaku mencontek dengan menggunakan salah satunyapendekatan rasional emotive behavior therapy.

B. Rekomendasi

Rekomendasi penelitian ditujukan bagi guru bimbingan dan konseling untuk: 1. Merancanglayanan responsif untuk mengubah sikap, persepsi, cara berpikir,

dan keyakinan-keyakinan irasional dalam pencapaian prestasi.

2. Menyusun layanan dasar untuk menghilangkan rasa takut, rasa cemas dalam menghadapi ujian, serta menumbuhkan keyakinan dankepercayaan diri.

3. Merancang layanan perencanaan individual untuk mengembangkan kebiasaan dan keterampilan belajar yang baik.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mohammad dan Mohammad Asrori.(2004). Psikologi Remaja : Perkembangan Peserta Didik. Jakarta : Bumi Aksara.

Ames G. A., & Eskridge C. W. (1992). "The impact of ethics courses on student attitudes and behavior regarding cheating". Journal of College Student Development.

Aiken L. R. (1991). "Detecting, understanding, and controlling for cheating on tests". Research in Higher Education.

Anderman E. M., Griesinger T., & Westerfield G. (1998). "Motivation and cheating during early adolescence". Journal of Educational Psychology. Anderson R. E., & Obenshain S. S. (1994). "Cheating by students: Findings,

reflections, and remedies". Academic Medicine.

Arikunto, Suharsimi.(2001). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.

Arikunto, Suharsimi.(1993). Prosedur Penelitian. Jakarta : PT. Rineka Cipta Dewa Ketut Sukardi. (1985). Pengantar Teori Konseling Cetakan ke II. Jakarta:

Ghalia Indonesia.

Dian Vegawati, Dwita Oki dan Rina Noviani. (2007). Perilaku Mencontek di Kalangan Mahasiswa. Kompas [Online], halaman 4. Tersedia: http://www.kompas.com.

Dobson, Keith S. (2001). Handbook of cognitive behavioral therapies. New York: The Guild Press

Ellis, Albert (2006). Terapi REBT Agar Hidup Bebas Derita. A.b. Ikramullah Mahyuddin. Yogyakarta : B-First.

Furqon. (1999). Statistika Terapan untuk Peneltian. Bandung: Alfabeta.

Geral Corey. (2003). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT. Rafika Aditama.

John Mc Leod, (2003). Pengantar Konseling Teori dan Studi Kasus, Jakarta: Open University Press.


(5)

Kartadinata, S. (1988). Profil Kemandirian dan Orientasi Timbangan Sosial Mahasiswa serta Kaitannya dengan Perilaku empatik dan Orientasi Nilai Rujukan. Disertasi. Bandung : PPS IKIP Bandung

Kautsar, Ilman. (2009) . Progam Bimbingan Belajar untuk Mengatasi Masalah Mencontek Siswa Sekolah Menengah Pertama (Dikembangkan Berdasarkan Studi terhadap Siswa Kelas VIII SMP Pasundan 3 Kota Bandung Tahun Ajaran 2009/2010). UPI Bandung: Skripsi

Latipun, (2003), Psikologi Konseling, Malang: UMM Press.

Mohammad Surya. (2003). Teori-teori Konseling. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.

Nurihsan, Ahmad Juntika. (2005). Strategi Layanan Bimbingan dan Konseling. Bandung : Refika Aditama

Puett, A. Robin. (2008) . Cheating : What Do Elementary School Children Think. Missouri Western State University.

Pajar M., Patah. (2009) . Konseling Kognitif-Perilaku Dalam Mengurangi Mencontek Siswa Kelas V Sekolah Dasar (Pra-Eksperimen Terhadap Siswa Kelas V SD Negeri Raya Barat 2 Kota Bandung Tahun Ajaran 2009/2010). Bandung: Skripsi

Singgih D.Gunarsah, (2000), Konseling dan Psikoterapi, Jakarta: BPK Gunung Mulya.

Subino, S. (1987). Konstruksi dan Analisis Tes : Suatu Pengantar Kepada Teori Tes dan Pengukuran. Jakarta : Depdikbud Ditjen Dikti LP3TK.

Steinberg, Laurence.(1993). Adolesence. San Fransisco : by McGraw-Hill Inc. Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Alfabeta

W.S. Winkle, (1991), Bimbingan dan Konseling di Institut Sekolah, Jakarta: Grafindo.

Yusuf, Syamsu. (2005). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung : Rosda.

Yudiana, Whisnu. (2006). Hubungan Antara Frekuensi Mencontek dengan Motif untuk Berhasil dan Motif untuk Menghindari Kegagalan pada Mahasiswa yang Mengikuti Ujian. Skripsi Unpad. Bandung: tidak diterbitkan.

Alhadza, Abdullah. (2004). Masalah menyontek (Cheating) di Dunia Pendidikan, http://www.depdiknas.go.id/Jurnal


(6)

Prenshaw, Penelope J., Straughan & Albers-Miller. (20001). University Academic Dishonesty Policy and Student Perceptions of Cheating: An Exploratory Content Analysis Across fourteen university. Tersedia: http://www.sbaer.uca.edu/Research/2001/ACME/203ACME01.htm. Robert, Kennedy. Anderson &Yanish. Cheating an Epidemi. Tersedia:

http://Privateschool.about.com/cs/forteachers/a/cheating_4.htm.

Sheslow, David.(2002).What exactly is cheating?. Tersedia: http://kidshealth.org/kid/feeling/school/cheating_P3.html.

Wright, Rusty.(1999). Cheating in School and Life: what to do?. Tersedia: http://www.iamnext.com/academic/beyond/cheating.html