INTERKONEKSI MULTIPEL LEVEL REPRESENTASI MAHASISWA CALON GURU PADA KESETIMBANGAN DALAM LARUTAN MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS WEB.
x DAFTARISI
Hal.
LEMBAR PENGESAHAN ……… i
PERNYATAAN ……… .. ii
ABSTRAK ……… .. iii
KATA PENGANTAR ………. v
PENGHARGAAN DAN UCAPAN TERIMA KASIH ………. vii
DAFTAR ISI ……… x
DAFTAR TABEL ……… xii
DAFTAR GAMBAR ………. xiv
DAFTAR LAMPIRAN ……….. xvi
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian ……… 9
D. Manfaat Penelitian ……….. 9
E. Konstribusi Penelitian ………. 10
F. Penjelasan Istilah ………. 11
BAB II. PENGEMBANGAN KEMAMPUAN IMLR PADA KESETIM-BANGAN DALAM LARUTAN MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS WEB A. Peranan Multiple Representasi Dalam Belajar Sains/Kimia … 13
B. Level - Level Representasi Kimia ……… 18
C. Kemampuan Interkoneksi Multiple Level Representasi (IMLR) Kimia ……….. 25 D. Peranan Multimedia Dan Pembelajaran Berbasis Web Untuk Pengembangan Kemampuan IMLR ……….. 30
E. Analisis Materi Kesetimbangan Dalam Larutan Berdasarkan Tiga Level Representasi ………. 39
(2)
xi BAB III. METODE PENELITIAN
A. Paradigma Penelitian ………. 69
B. Desain Penelitian ……….. 70
C. Subyek Penelitian ……….. 70
D. Prosedur Penelitian ……… 72
E. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data ……….. 78
BAB IV. HASIL PENELITIAN , TEMUAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Hasil Studi pendahuluan ………... 82
2. Hasil Perancangan dan Ujicoba Terbatas ……….. 88
3. Hasil Pengujian Lebih Luas ……… 100
a. Kemampuan IMLR mahasiswa ……….. 101
b. Aktifitas mahasiswa pada pembelajaran berbasis web …. 112
c. Tanggapan mahasiswa terhadap model ……… 121
B. Temuan Dan Pembahasan 1. Karakteristik Model Pembelajaran IMLR Berbasis Web ….. 122
2. Peningkatan Kemampuan IMLR Mahasiswa ……… 125
3. Aktivitas mahasiswa ……… 147
4. Tanggapan mahasiswa ……… 149
5. Keunggulan dan Keterbatasan Model Pembelajaran IMLR Berbasis Web ……… 150 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ……….. 152
B. Saran-saran ……….. 153
DAFTAR PUSTAKA ……….. 155
RIWAYAT HIDUP ………. 162
(3)
xii
DAFTAR TABEL
Tabel Hal.
2.1 Reaksi reversible pada kesetimbangan larutan asam-basa …….. 41 2.2 Analisis konsep pada kesetimbangan dalam larutan …………. 57 3.1 Daftar perangkat multimedia ……….. 74 3.2 Distribusi jumlah soal dan indikator pada setiap topik ……… 76 3.3 Teknik pengumpulan data ……… 78 3.4 Tafsiran N-gain ……… 80 4.1 Ringkasan hubungan jenis konsep dan level representasi pada
konsep-konsep utama materi kesetimbangan dalam larutan ….. 85 4.2 Indikator –indikator Kemampuan IMLR dan Pola Interkoneksi
untuk setiap topik ……….. 86 4.3 Deskripsi model pembelajaran IMLR berbasis web …………. 92 4.3 Data hasil uji t untuk setiap topik pada tahap ujicoba ………. 98 4.4 Resume tanggapan mahasiswa tentang kualitas dan kemudahan
akses web ……… 99
4.5 Hasil ujicoba terbatas dan perbaikan pada model ……… 100 4.6 Hasil pretes-postes kemampuan IMLR semua topik pada tahap
pengujian lebih luas ………
101
4.7 Data hasil Wilcoxon sidned rank test untuk setiap topik ……… 102 4.8 Hasil uji t N-gain antar kategori mahasiswa ... 104 4.9 Rerata % skor prete-postes setiap kategori mahasiswa untuk
topik Kesetimbangan Asam-Basa ……… 104
4.10
Rerata % skor prete-postes setiap kategori mahasiswa untuk
topik Hidrolisis garam ………. 106 4.11 Rerata % skor prete-postes setiap kategori mahasiswa untuk
topik Larutan Penyangga ……….. 108 4.12 Rerata % skor prete-postes setiap kategori mahasiswa untuk
topik Kesetimbangan Kelarutan ……….. 110 4.13 Resume analisis tugas pada topik Kesetimbangan Asam-Basa .. 113 4.14 Resume hasil analisis tugas A pada topik Hidrolisis Garam … 115 4.15 Resume hasil analisis tugas B pada topik Hidrolisis Garam … 116 4.16 Resume hasil analisis tugas pada topik Larutan Penyangga ….. 117
(4)
xiii
4.17 Resume Hasil Analisis Tugas Pada Topik Kesetimbangan
Kelarutan ………. 118
(5)
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Hal.
2.1 Tiga Level Representasi Kimia ………. 19
2.2 Hubungan antara tiga level representasi berdasarkan realitas dan representasi ……… 22 2.3 Hubungan kemampuan representasi dengan pemahaman relasional 27 2.4 Sistem Pemrosesan Informasi Audiovisual pada Belajar Melalui Multimedia ……….. 34 2.5 Tiga level representasi larutan asam kuat dan asam lemah ……. 43
2.6 Representasi submikroskopik 3 buah larutan asam yang berbeda pH ………. 43
2.7 Representasi submikroskopik proses hidrasi NaCl ………... 45
2.8 Representasi submikroskopik larutan garam NaCl ……….. 45
2.9 Representasi submikroskopik hidrolisis anion X- terhidrolisis … 46 2.10 Representasi submikroskopik hidrolisis kation BH+ …………. 47
2.11 Pembentukan ikatan kovalen koordinasi pada kation logam terhidrasi ……….. 48 2.12 Reaksi hidrolisis pada kation terhidrasi Al(H2O)6+ ………. 49
2.13 Perbedaan interaksi elektrostatik antara ion logam +1 dan +3 terhadap molekul H2O ... 50 2.14 Representasi submikroskopik hidrolisis total larutan garam (Ka > Kb) ……….. 50 2.15 Diagram pengaruh ion senama terhadap kesetimbangan disosiasi asam asetat ……… 52 2.16 Representasi submikroskopik dan simbolik cara kerja larutan penyangga ………. 53 2.17 Representasi level makroskopik dan submikroskopik larutan jenuh CaF2 ……….. 54 2.18 Representasi level submikroskopik pengaruh pH terhadap kelarutan garam yang sukar larut ………. 56 2.19 Peta konsep dari materi Kesetimbangan dalam larutan ………. 68
3.1 Bagan Paradigma Penelitian ……… 69
3.2 Bagan Desain Penelitian Dan Pengembangan ... 71
3.3 Bagan Keenam Pola Interkoneksi ... 76
(6)
xv
4.2 Grafik hasil pretes-postes kemampuan IMLR pada ujicoba terbatas 97 4.3 Grafik rerata N-gain setiap kategori mahasiswa pada setiap topik 103 4.4 Grafik rerata N-gain untuk setiap indikator IMLR pada topik
Kesetimbangan asam-basa berdasarkan kategori mahasiswa …...
105
4.5 Grafik rerata N-gain untuk setiap indikator IMLR pada topik Hidrolisis garam berdasarkan kategori mahasiswa ………
107
4.6 Grafik rerata N-gain untuk setiap indikator IMLR pada topik Larutan penyangga berdasarkan kategori mahasiswa ………
109
4.7 Grafik rerata N-gain untuk setiap indikator IMLR pada topik Kesetimbangan kelarutan berdasarkan kategori mahasiswa …….
111
4.8 Grafik aktivitas mahasiswa pada forum diskusi ……… 120
DAFTAR LAMPIRAN
Hal.
Lampiran – lampiran
Lampiran A ……….. 163
Lampiran B ……… 166
(7)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Ilmu kimia merupakan salah satu disiplin bidang Ilmu Pengetahuan Alam yang memfokuskan mempelajari materi dan energi ditinjau dari segi sifat-sifat, reaksi, struktur, komposisi dan perubahan energi yang menyertai reaksi. Kajiannya memungkinkan pebelajar memahami mengapa dan bagaimana suatu fenomena terjadi di sekitarnya. Eksplanasi konsep-konsep kimia umumnya berlandaskan struktur materi dan ikatan kimia yang merupakan materi subyek yang sulit untuk dipelajari. Konsep-konsep abstrak tersebut penting dipelajari, karena konsep-konsep kimia selanjutnya akan sulit dipahami, jika tidak dikuasai pebelajar dengan baik. Sifat keabstrakan konsep-konsep kimia juga sejalan dengan konsep-konsep yang melibatkan perhitungan matematis. Hal ini menunjukkan bahwa pelajaran kimia memerlukan seperangkat keterampilan berpikir tingkat tinggi (Fensham dalam Chittlebourough & Treagust, 2007). Salah satu karakter esensial ilmu kimia adalah pengetahuan kimia mencakup tiga level representasi, yaitu makroskopik, submikroskopik dan simbolik serta hubungan antara ketiga level ini harus secara eksplisit diajarkan (Harrison & Treagust, 2002; Treagust & Chandrasegaran, 2009).
Oleh karena itu, pada dua dekade terakhir ini, fokus studi pengembangan pendekatan belajar dan pembelajaran kimia lebih ditekankan pada tiga level representasi kimia (Chandrasegaran et al., 2007). Pemahaman pebelajar ditunjukkan oleh kemampuannya untuk mentransfer dan menghubungkan antara level representasi makroskopik, submiskroskopik dan simbolik atau disebut juga
(8)
interkoneksi multipel level representasi (IMLR). Kemampuan pemecahan masalah kimia sebagai salah satu keterampilan berpikir tingkat tinggi menggunakan kompetensi representasional secara jamak (multipel) atau kemampuan ‘bergerak’ antara berbagai mode representasi kimia (Kozma & Russell, 2005). Pebelajar dapat menggunakan representasi untuk memecahkan masalah, jika mereka mampu membuat koneksi yang mendalam antara ketiga level representasi kimia.
Representasi submikroskopik merupakan faktor kunci pada kemampuan multipel level representasi tersebut. Ketidakmampuan merepresentasikan aspek submikroskopik dapat menghambat kemampuan memecahkan masalah yang berkaitan dengan fenomena makroskopik dan representasi simbolik (Chittleborough & Treagust, 2007; Chandrasegaran et al., 2007). Umumnya pebelajar mengalami kesulitan dalam ilmu kimia akibat ketidak mampuan merepresentasikan dan memberikan eksplanasi mengenai struktur dan proses pada level submikroskopik (Devetak, 2004; Chittleborough & Treagust, 2007; Orgill & Shuterland, 2008).
Salah satu Materi kimia yang memerlukan kemampuan IMLR adalah Kesetimbangan dalam Larutan. Materi ini merupakan aplikasi dari konsep kunci Kesetimbangan Kimia yang terjadi pada larutan berpelarut air. Secara kontekstual, konsep-konsep pada materi Kesetimbangan dalam Larutan berperan penting dalam banyak proses biologi dan lingkungan, contohnya: proses pengontrolan pH darah manusia agar tetap pada nilai pH 7,4 yang melibatkan kesetimbangan pasangan asam-basa konjugat HCO3- dan CO32- , pengontrolan pH
(9)
air yang harus tetap 5,5 agar tumbuhan dan kehidupan air berlangsung dengan baik, proses pembentukan batu ginjal dan lain-lain (Mc Murry & Fay, 2006). Fenomena-fenomena tersebut, memerlukan pemahaman yang melibatkan tiga level representasi.
Namun demikian, eksplorasi konsep ini melalui representasi secara makroskopik, misalnya melalui praktikum tidak dapat menunjukkan dinamika yang sebenarnya terjadi pada level submikroskopik. Pada kesetimbangan dinamis, terjadi proses perubahan terus-menerus ke arah reaksi pembentukan produk dan pembentukan kembali reaktan secara bersamaan, sehingga konsentrasi produk dan reaktan tidak lagi berubah. Pengenalan keadaan kesetimbangan biasanya direpresentasikan secara simbolik dengan harga K (tetapan kesetimbangan) dan proses kesetimbangan direpresentasikan dengan tanda panah dua arah.
Analisis terhadap materi kesetimbangan dalam larutan menunjukkan bahwa sebagian besar subkonsep termasuk jenis konsep abstrak dengan contoh konkrit dan konsep yang menyatakan proses. Jenis konsep seperti itu, secara internal mengandung kesukaran dalam mempelajari dan mengajarkannya. Contohnya: terjadinya proses kesetimbangan dinamis dalam larutan elektrolit antara ion dan molekulnya sukar dipahami dan dibayangkan, bila dieksplanasi hanya dengan menggunakan kata-kata atau gambar statis dua dimensi atau hanya dinyatakan secara simbolik dengan menggunakan persamaan reaksi.
Berbagai temuan penelitian menyatakan kesulitan pebelajar pada konsep-konsep yang berkaitan dengan Kesetimbangan dalam Larutan, antara lain: Devetak et al. (2004) menyatakan bahwa siswa dan mahasiswa tahun I mengalami
(10)
kesulitan dalam menggambarkan skema partikulat dan mentransfer representasi submikro ke simbolik pada kesetimbangan dalam larutan asam-basa. Orgill & Shuterland (2008) menyatakan: meskipun mahasiswa mampu menyelesaikan perhitungan (sebagai representasi simbolik), namun mengalami kesulitan untuk merepresentasikan aspek submikroskopik sistem larutan penyangga. Studi kasus di salah satu Sekolah Menengah Atas (SMA) yang dilakukan Sopandi & Murniati (2007) menunjukkan siswa mengalami kesulitan merepresentasikan level submikroskopik kesetimbangan ion pada larutan asam lemah, basa lemah, hidrolisis garam dan larutan penyangga.
Diduga kesulitan tersebut, akibat kurang dikembangkannya representasi level submikroskopik melalui visualisasi yang tepat pada pembelajaran. Dugaan tersebut diperkuat kenyataan pengamatan di lapangan dan kajian literatur, bahwa umumnya guru dalam pembelajaran membatasi pada level representasi makroskopik dan simbolik, sedangkan kaitannya dengan level submikroskopik diabaikan. Siswa diharapkan dapat mengintegrasikan sendiri dengan melihat gambar-gambar yang ada dalam buku tanpa pengarahan dari guru. Selain itu, siswa juga lebih banyak belajar memecahkan soal matematis tanpa memaknai maksudnya. Keberhasilan siswa dalam memecahkan soal matematis, cenderung menjadi ukuran bahwa siswa telah memahami konsep kimia. Terjadi kecenderungan siswa menghafalkan representasi submikroskopik dan simbolik dalam bentuk deskripsi kata-kata. Akibatnya mereka tidak mampu untuk membayangkan dan merepresentasikan bagaimana proses dan struktur dari suatu zat yang mengalami reaksi. Savec et al. (2006), Weerawardhana et al. (2006)
(11)
dan Akselaa & Lundell (2008) secara terpisah menyatakan masalah tersebut akibat kurangnya kemampuan guru menggunakan berbagai mode representasi submikroskopik dan menghubungkannya ke dalam kedua aspek yang lain dalam pembelajaran. Kurangnya pemahaman pada level representasi submikroskopik ini juga dialami oleh para guru di daerah tertentu di wilayah Indonesia (Finatri, 2007).
Berdasarkan studi kasus terhadap mahasiswa calon guru di salah satu Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan (LPTK) diketahui, bahwa mahasiswa dapat merepresentasikan level makroskopik dan simbolik dengan baik, namun masih lemah dalam merepresentasikan level submikroskopik. Mereka cenderung berpikir parsial dan belum mampu menghubungkan tiga level representasi kimia, ketika mereka mengeksplanasi proses sintesis ammonia skala lab (Farida, 2008). Kesimpulan serupa dinyatakan Subarkah (2008), bahwa mahasiswa calon guru belum mampu merepresentasikan dan mengintegrasikan tiga level representasi pada topik fermentasi karbohidrat. Sudria (2007) menyatakan, meskipun telah dilakukan perbaikan melalui siklus penelitian tindakan kelas terhadap mahasiswa calon guru, mereka masih sulit untuk menghubungkan tiga level representasi, karena sebagian besar mahasiswa masih mengalami miskonsepsi pada level submikroskopik.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan di salah satu LPTK di Bandung terhadap 77 orang mahasiswa semester VI menunjukkan: sebagian besar mahasiswa calon guru kimia mengalami kesulitan dalam memberikan eksplanasi pada level submikroskopik yang diberikan berdasarkan representasi makroskopik
(12)
dan simbolik pada materi Kesetimbangan dalam larutan. Mahasiswa cenderung memecahkan masalah hanya menggunakan level transformasi makroskopik ke simbolik. Mahasiswa belum memahami peranan model dan gambar (representasi submikroskopik) untuk menjelaskan fenomena yang terjadi pada level makroskopik dan mentransformasikannya ke representasi simbolik. Diduga lemahnya kemampuan representasi mahasiswa calon guru, karena perkuliahan yang dilaksanakan cenderung memisahkan ketiga level representasi dan juga dipengaruhi proses pembelajaran yang mereka alami di Sekolah Menengah Atas (Farida et al., 2010).
Dengan dilandasi pemikiran bahwa efektivitas pembelajaran kimia di sekolah tergantung pada kemampuan guru, maka dipandang relevan upaya terbentuknya kompetensi profesional mahasiswa calon guru melalui pembekalan kemampuan IMLR. Diharapkan mereka kelak dapat memfasilitasi siswa mengkonstruksi pengetahuan dan mengembangkan kemampuan representasionalnya.
Namun demikian, selama ini sistem perkuliahan yang berkaitan dengan pembekalan kompetensi profesional yang diperlukan calon guru, yaitu Mata Kuliah Kapita Selekta Kimia Sekolah belum mampu memfasilitasi mahasiswa untuk memiliki kemampuan tersebut. Terdapat berbagai kendala yang dihadapi di antaranya: 1) Keluasan dan kedalaman cakupan materi tidak berimbang dengan waktu tatap muka yang tersedia; 2) Terbatasnya pengeksplorasian tools pembelajaran yang dapat membantu peningkatan kemampuan representasi, seperti animasi/simulasi dan software pendukung; 3) Kesulitan mahasiswa
(13)
mengkomunikasikan permasalahan secara individual dan men’sharing’ pengetahuannya secara kolaboratif serta; 4) Adanya perbedaan kecepatan dan gaya belajar antar mahasiswa (Farida et al., 2010).
Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut, upaya penciptaan lingkungan belajar yang mendukung pengembangan kemampuan representasi pada mata kuliah tersebut dilakukan melalui pembelajaran berbasis web (e-learning), yaitu menggunakan sistem manajemen belajar (LMS: learning management system) berbasis Moodle 2.0 (Modular Object-Oriented Dynamic Learning Environment). Moodle adalah paket perangkat lunak yang mengaplikasikan prinsip dan strategi pembelajaran berdasarkan pedagogi konstruktivisme sosial (Vygostky dalam Stocker, 2010). Dengan perangkat lunak tersebut, memungkinkan terjadinya manajemen unit bahan pembelajaran secara interaktif, upload konten yang diatur secara periodik, memungkinkan pengintegrasian multimedia yang memfasilitasi multipel level representasi, fitur-fitur manajemen belajar dapat diatur melalui menu-menu dinamis, adanya forum komunikasi dan asesmen, sehingga dapat memfasilitasi pengembangan desain belajar yang mengkoneksikan multipel representasi, serta mengatasi kendala waktu (Gudimetla & Mahalinga, 2006).
Sejauh ini penelitian yang telah dilakukan oleh para peneliti pendidikan kimia berkaitan pengembangan kemampuan tiga level representasi kimia lebih difokuskan pada bagaimana meningkatkan kemampuan representasi dan konseptual pebelajar (siswa atau mahasiswa/calon guru) melalui animasi, simulasi, atau software pemodelan molekul menggunakan komputer secara terpisah (inclusive stand alone) atau terintegrasi dengan web yang berlandaskan
(14)
software materials, yaitu pada materi reaksi kimia (Ardac & Akaygun, 2004; Kozma & Russell, 2005), struktur atom, ikatan kimia dan partikel materi (Venkataraman, 2009), kesetimbangan kimia (Weerawardhana et al., 2006; Kozma & Russell, 2005), larutan ionik (Tasker & Dalton, 2006) dan elektrokimia (Talib et al., 2005). Namun hingga kini, belum dilakukan penelitian dan pengembangan yang ditujukan untuk mendesain pembelajaran/perkuliahan yang membekali mahasiswa calon guru agar memiliki kemampuan IMLR, terutama pada materi Kesetimbangan Dalam Larutan.
Dengan memperhatikan kajian terhadap penelitian terdahulu dan hasil studi pendahuluan tersebut, peneliti mengembangkan model pembelajaran berbasis web dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan IMLR mahasiswa calon guru kimia. Adapun materi kimia yang dikembangkan adalah Kesetimbangan dalam Larutan. Materi ini merupakan salah satu pokok bahasan pada perkuliahan Kapita Selekta Kimia Sekolah.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah meningkatkan kemampuan IMLR mahasiswa calon guru pada materi Kesetimbangan dalam Larutan melalui pembelajaran berbasis web ?
Permasalahan ini diuraikan lagi dalam bentuk pertanyaan penelitian, yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimanakah karakteristik model pembelajaran IMLR berbasis web pada materi Kesetimbangan dalam Larutan yang dikembangkan ?
(15)
2. Bagaimanakah peningkatan kemampuan IMLR tiap peringkat mahasiswa calon guru pada materi Kesetimbangan dalam Larutan setelah implementasi model ?
3. Bagaimanakah aktivitas belajar mahasiswa calon guru dalam mengembangkan kemampuan IMLR pada materi Kesetimbangan dalam Larutan ?
4. Keunggulan dan keterbatasan apa saja yang ada pada desain pembelajaran IMLR berbasis web yang dikembangkan ?
5. Bagaimanakah tanggapan mahasiswa terhadap model pembelajaran IMLR bebasis web ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan suatu produk berupa model pembelajaran IMLR berbasis web dan menganalisis pengaruh model terhadap peningkatan kemampuan IMLR mahasiswa calon guru.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan memberikan manfaat yang seluas-luasnya bagi berbagai pihak yang terkait dengan pendidikan calon guru kimia, antara lain: 1. Model pembelajaran IMLR berbasis web pada materi kesetimbangan dalam
larutan diharapkan dapat digunakan untuk meningkatkan mutu pendidikan mahasiswa calon guru dan meningkatkan kompetensi profesional guru di lapangan.
2. Prinsip desain pembelajaran IMLR berbasis web yang dikembangkan diharapkan dapat menjadi percontohan untuk mengembangkan desain sejenis untuk konsep-konsep lain pada jenjang yang sama atau berbeda.
(16)
3. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap efektivitas pembelajaran IMLR berbasis web yang ditemukan menjadi masukan bagi program pendidikan calon guru atau guru dalam upaya meningkatkan kompetensi profesional pada area kemampuan IMLR.
E. Konstribusi Penelitian
Kontribusi penelitian adalah sebagai berikut:
1. Desain pembelajaran IMLR berbasis web dikembangkan agar mahasiswa calon guru dapat menunjukkan saling keterhubungan secara konseptual antara representasi level makroskopik, submikroskopik dan simbolik dalam konteks pemecahan masalah.
2. Desain pembelajaran berbasis IMLR web diintegrasikan secara terstruktur dengan simulasi, animasi dan software representasi yang telah diadaptasi, sehingga dapat mendukung pengembangan kemampuan IMLR mahasiswa calon guru.
3. Pembelajaran IMLR berbasis web didesain untuk mendukung aktivitas belajar mahasiswa menggunakan berbagai mode representasi, baik secara verbal maupun visual melalui interaksi dan pertukaran informasi antar mahasiswa secara synchronous dan asynchronous.
4. Pengembangan lembar kerja dan panduan kegiatan belajar web dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan IMLR mahasiswa calon guru. 5. Ditemukan perangkat instrumen untuk mengukur kemampuan IMLR
(17)
F. Penjelasan Istilah
Berikut ini adalah penjelasan secara ringkas istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian yang dirumuskan berdasarkan kajian dari berbagai literatur: 1. Kompetensi representasional adalah keterampilan yang merefleksikan
penggunaan keanekaragaman mode representasi untuk mengkomunikasikan dan mengekspresikan suatu fenomena sains/kimia yang dilandasi suatu persepsi fisik dan proses (Kozma & Russel, 2005).
2. Kemampuan interkoneksi multipel level representasi (IMLR) adalah kemampuan untuk merepresentasikan kembali saling keterhubungan tiga level representasi kimia melalui berbagai mode representasi (Treagust & Chandrasegaran, 2009).
3. Representasi makroskopik yaitu representasi kimia yang diperoleh dari pengamatan nyata (tangible) terhadap suatu fenomena yang dapat dilihat (visible) dan dipersepsi oleh panca indra (sensory level) atau dapat berupa pengalaman sehari-hari pebelajar (Chandrasegaran et al., 2007; Chittleborough & Treagust, 2007).
4. Representasi submikroskopik yaitu representasi kimia untuk mengeksplanasi struktur dan proses pada level partikel (atom/molekular) mengenai fenomena makroskopik yang diamati (Chandrasegaran et al., 2007; Chittleborough & Treagust, 2007).
5. Representasi simbolik yaitu representasi kimia secara kualitatif dan kuantitatif mengenai fenomena makroskopik melalui rumus kimia, diagram,
(18)
persamaan reaksi, stoikiometri dan perhitungan matematik (Chandrasegaran et al., 2007, Chittleborough & Treagust, 2007).
6. Pembelajaran berbasis web merupakan lingkungan pembelajaran virtual yang menggunakan sistem manajemen belajar berbasis Moodle 2.0.
7. Moodle adalah paket perangkat lunak sistem manajemen belajar berbasis web yang mengaplikasikan prinsip dan strategi pembelajaran berdasarkan pedagogi kontrustruktivisme sosial (Stocker, 2010). Dengan perangkat lunak tersebut, memungkinkan terjadinya manajemen unit bahan pembelajaran secara interaktif, upload konten yang diatur secara periodik, memungkinkan pengintegrasian multimedia yang memfasilitasi multipel level representasi, adanya forum komunikasi dan asesmen, sehingga dapat memfasilitasi pengembangan desain belajar yang mengkoneksikan multipel representasi. 8. Kesetimbangan dalam larutan adalah kesetimbangan ion yang terjadi dalam
larutan elektrolit antara ion dan molekulnya. Ada empat topik yang dikaji dalam penelitian, yaitu: 1) Kesetimbangan asam-basa; 2) Hidrolisis garam; 3) Larutan penyangga dan 4) Kesetimbangan kelarutan.
(19)
BABIII
METODE PENELITIAN A. Paradigma Penelitian
Paradigma penelitian merupakan kerangka pemikiran gagasan penelitian yang dikembangkan. Penelitian ini difokuskan pada pengembangan pembelajaran IMLR berbasis web pada materi kesetimbangan larutan untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa calon guru. Bagan paradigma penelitian, sebagai berikut:
Makroskopik
Simbolik
Submikros kopik
Gambar 3.1 Bagan Paradigma Penelitian
(20)
B. Desain Penelitian
Untuk menemukan karakteristik desain pembelajaran, sehingga menghasilkan produk berupa model pembelajaran berbasis web digunakan desain penelitian dan pengembangan yang diadaptasi dari Gall et al. ( 2003). Secara keseluruhan penelitian yang dilakukan melalui tiga tahap utama, yaitu :
1) Define, berupa studi pendahuluan untuk menganalisis kebutuhan (need assessment)
2) Design, yaitu tahap perancangan model berupa courseware pembelajaran berbasis web; dan
3) Develop yang meliputi tahap validasi dan tahap implementasi model.
Rincian tahap-tahap penelitian dan pengembangan yang dilaksanakan divisualisasikan dalam bagan 3.2.
C. Subyek Penelitian
Subyek penelitian pada studi pendahuluan adalah 77 mahasiswa calon guru yang telah mengikuti perkuliahan Kapita Selekta Kimia Sekolah dan dosen pengampu perkuliahan. Pada tahap validasi model melibatkan mahasiswa calon guru semester IV yang sedang mengikuti perkuliahan Kapita Selekta Kimia Sekolah. Untuk ujicoba sebanyak 31 orang, sedangkan pada ujicoba diperluas sebanyak 37 orang. Semua calon guru yang terlibat dalam penelitian merupakan mahasiswa di salah satu LPTK di Bandung.
(21)
(22)
D. Prosedur Penelitian
Sesuai dengan bagan desain penelitian dan pengembangan pada gambar 3.2 , berikut ini dideskripsikan prosedur penelitian yang dilakukan:
1. Studi pendahuluan (Define)
Studi pendahuluan dilakukan dilakukan untuk menganalisis kebutuhan (need assessment). Hasil analisis digunakan sebagai masukan untuk mengembangkan model (courseware pembelajaran) yang sesuai dengan kebutuhan di lapangan. Studi pendahuluan mencakup kajian teoretik dan kajian empirik. Berikut ini rincian kegiatan yang dilakukan :
a. Kajian teoretik dilakukan dengan menganalisis: materi Kesetimbangan dalam Larutan, indikator-indikator IMLR yang dikembangkan, dan strategi pengembangan desain pembelajaran berbasis web.
b. Kajian empirik dilakukan melalui studi lapangan di suatu lembaga pendidikan tenaga keguruan yang difokuskan pada analisis struktur kurikulum dan silabus pada mata kuliah yang relevan, analisis kondisi/pelaksanaan perkuliahan yang relevan dan analisis profil awal kemampuan tiga level representasi mahasiswa. Pada kajian empirik digunakan metode penelitian deskriptif.
2. Tahap perancangan (Design)
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang meliputi kajian teoritik dan empirik dikembangkan draft courseware pembelajaran berbasis web.
Berikut ini dideskripsikan Courseware beserta kelengkapan instrumen yang telah dikembangkan sebagai berikut :
(23)
a. Deskripsi halaman aktivitas pembelajaran berbasis web.
Deskripsi pembelajaran berisikan langkah-langkah pembelajaran dalam halaman web untuk setiap topik. Ada empat topik yang dikembangkan untuk setiap halaman aktivitas belajar, yaitu: kesetimbangan asam-basa, hidrolisis garam, larutan penyangga dan kesetimbangan kelarutan. Deskripsi dilengkapi juga dengan: 1) Outline perkuliahan; 2) Petunjuk penggunaan web; 3) Struktur alur pembelajaran. Outline perkuliahan memuat indikator-indikator hasil belajar yang ingin dicapai untuk setiap topik. Indikator-indikator yang disusun mengacu kepada pengembangan kemampuan IMLR mahasiswa. Petunjuk penggunaan web mendeskripsikan prosedur pembuatan akun, petunjuk penggunaan fitur-itur web, animasi dan simulasi serta aturan penggunaan web. Struktur alur pembelajaran memuat sekuens pembelajaran yang harus diikuti oleh user (mahasiswa) berdasarkan tenggang waktu tertentu. Lebih rinci deskripsi halaman aktivitas pembelajaran berbasis web tersebut dapat dilihat pada lampiran A.
b. Perangkat multimedia
Perangkat multimedia dikembangkan sebagai alat bantu pada aktivitas belajar berbasis web, yaitu berupa: animasi, dan simulasi dan software representasi. Berikut ini daftar perangkat multimedia yang digunakan dalam penelitian .
(24)
3.1 Daftar Perangkat Multimedia
No Nama Multimedia Jenis Multimedia
Sumber (diadaptasi dari) 1 Reaksi autoionisasi air
Animasi
The Vischem Project (www.vea.com.au) dan www.learningdesigns.uow. edu.au
2 Pelarutan asam kuat 3 Disosiasi asam lemah 4 Disosiasi basa lemah
5 Reaksi transfer proton Slideshow - 6 Pelarutan garam (NaCl)
Animasi
http://group.chem.iastate. edu
7 Hidrolisis Fe3+) The Vischem Projet (www.vea.com.au) 8 Hidrolisis NH4+
9 Larutan penyangga asam
Simulasi www.mhhe.com/ 10 Larutan penyangga basa
11 Kesetimbangan kelarutan http://phet.colorado.edu 12 Chemsense Animator Software/tool
representasi www.chemsense.org
Pada tabel 3.1 di atas, dapat dilihat animasi-animasi yang dikembangkan merupakan hasil adaptasi yang dilakukan peneliti. Adaptasi yang dilakukan meliputi pengalihbahasaan, reduksi frame rate, penyisipan teks, suara, gambar, dan animasi tambahan dengan menggunakan software AVS Video Editor 5.1. Simulasi larutan penyangga asam dan penyangga basa diadaptasi dengan menggunakan software Swf Decompiler Magic dan Macromedia Flash.
Adaptasi animasi dan simulasi ditujukan untuk mengakomodasi kebutuhan untuk pengembangan kemampuan IMLR sesuai materi belajar yang disajikan. Seluruh Animasi dan simulasi hasil adaptasi selanjutnya dikemas dalam format file berekstensi swf (small web format atau shockwave format) .
Tools representasi Chemsense Animator (www.chemsense.org), digunakan
(25)
larutan penyangga. Sedangkan untuk kesetimbangan kelarutan dibantu dengan menggunakan simulasi PhET (http://phet.colorado.edu). Kedua tools tersebut bersifat open source (freeware), sehingga dapat bebas diunduh dan digunakan. c. Lembar kerja mahasiswa
Lembar kerja mahasiswa merupakan bahan yang digunakan untuk mengembangkan kemampuan IMLR melalui aktivitas belajar kelompok secara offline. Ada empat lembar kerja mahasiswa sesuai topik yang dikembangkan, yaitu lembar kerja kesetimbangan asam-basa, hidrolisis garam, larutan penyangga dan kesetimbangan kelarutan. Lembar kerja mahasiswa ini selanjutnya dimuat ke dalam fitur halaman web, yaitu pada fitur penugasan (assignment). Selain sebagai bahan pembelajaran, lembar kerja mahasiswa juga digunakan untuk mendapatkan gambaran kemampuan IMLR mahasiswa selama aktivitas belajar (lembar tugas mahasiswa dan rubrik penilaian dapat dilihat pada lampiran B2).
d. Perangkat asesmen
Perangkat asesmen digunakan untuk mengukur kemampuan IMLR mahasiswa sebelum dan sesudah aktivitas belajar berbasis web. Perangkat asesmen berupa tes pilihan ganda dengan alasan pemilihan jawaban beroption pilihan ganda atau disebut juga two-tier multipel choice (Chandrasegaran, et al. 2007). Jumlah butir soal pada perangkat asesmen sebanyak 44 butir soal yang mengukur 24 indikator kemampuan IMLR mahasiswa pada materi kesetimbangan dalam larutan. Secara keseluruhan perangkat asesmen yang dimuat ke dalam fitur kuis pada halaman web sebanyak 44 nomor soal, namun dalam perhitungan butir
(26)
soal pada fitur kuis Moodle 2.0 menjadi 88 butir soal. Hal ini karena alasan pemilihan jawaban pada tipe soal two-tier multipel choice dianggap sebagai nomor tersendiri. Berikut ini adalah tabel distribusi jumlah soal pada setiap topik. Tabel 3.2 Distribusi Jumlah Soal Dan Indikator Pada Setiap Topik
No Sub materi Kesetimbangan dalam Larutan Indikator IMLR Jumlah Jumlah butir soal
1. Kesetimbangan Asam-basa 8 14
2. Hidrolisis Garam 8 8
3. Larutan Penyangga 8 12
4. Kesetimbangan Kelarutan (Ksp) 8 10
Total 32 44
Terdapat enam kemungkinan pola interkoneksi untuk setiap indikator IMLR yang diukur melalui perangkat tes berjenis two-tier multipelchoice. Keenam pola tersebut digambarkan dalam bagan berikut ini :
Gambar 3.3. Bagan Keenam Pola Interkoneksi Tiga Level Representasi (Keterangan : Ma = Makroskopik; Sub = Submikroskopik; Sim = Simbolik)
(27)
Berdasarkan keenam pola interkoneksi tersebut dapat ditelusuri kecenderungan kemampuan IMLR mahasiswa dalam pemecahan masalah. Adapun kisi-kisi dan perangkat tes yang dikembangkan dapat dilihat pada lampiran B1.
Berdasarkan hasil ujicoba, diperoleh reliabilitas perangkat kuis (Alfa Cronbach) sebesar 0,86. Adapun hasil pengujian terhadap daya pembeda, tingkat kesukaran, validitas internal setiap butir soal dapat dilihat pada lampiran C1. Butir-butir soal yang belum memenuhi kriteria diperbaiki dahulu sebelum digunakan kembali untuk tahap penelitian berikutnya.
e. Kuesioner.
Kuesioner digunakan untuk menjaring tanggapan mahasiswa terhadap pembelajaran berbasis web. Ada dua kuesioner yang diberikan: kuesioner pertama untuk menjaring tanggapan mahasiswa antara lain mengenai tampilan halaman web, navigasi, kemudahan akses dari setiap fitur. Kuesioner kedua untuk menjaring tanggapan mengenai: manfaat dan kesulitan/hambatan yang dihadapi dan pengaturan aktivitas belajar yang mereka lakukan melalui web. Tipe pertanyaan pada kuesioner berupa pilihan berganda dan format isian untuk menuliskan kesan dan saran terhadap pembelajaran berbasis web (lampiran B3).
Secara keseluruhan, perancangan model pembelajaran berbasis web melibatkan pengkaji materi (reviewer), yaitu tim pembimbing/promotor. Perangkat assesmen yang telah disusun diuji validitas kontennya melalui judgment ahli. Setelah seluruh courseware pembelajaran dinyatakan layak,
(28)
kemudian courseware diinstalasikan ke dalam software sistem manajemen belajar berbasis web, yaitu Moodle 2.0.
3. Tahap pengembangan (Develop)
Draft model yang telah dikemas dalam bentuk web tersebut, kemudian diuji kelayakannya secara terbatas melalui judgment ahli. Berdasarkan saran ahli, draft model direvisi menghasilkan model hipotetis I dan selanjutnya dilakukan ujicoba terbatas. Ujicoba terbatas dilakukan menggunakan metode quasi eksperimen dengan desain one group pretest-postest. Berdasarkan hasil ujicoba terbatas dilakukan revisi, kemudian diperoleh desain model hipotetis II yang siap untuk ujicoba lebih luas. Pengujian model hipotetis II dilakukan terhadap subyek penelitian melalui metode quasi eksperimen dengan desain one group pretest-postest. Data-data yang diperoleh selanjutnya dianalisis dan diinterpretasikan untuk pengambilan kesimpulan, sehingga diperoleh produk akhir.
E. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data
Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan sesuai tahap-tahap penelitian yang dilakukan, yaitu seperti terlihat pada tabel 3.3 berikut ini:
Tabel 3.3 Teknik Pengumpulan Data
No. Data Teknik Pelaksanaan
1 Kondisi Perkuliahan Observasi,
Wawancara Dosen
Pada Studi Pendahuluan Profil Kemampuan
Representasi Mahasiswa
Tes Tertulis Pada Studi Pendahuluan 2 Kemampuan IMLR
Mahasiswa
Tes tertulis online (pretes-postes)
Sebelum dan sesudah aktivitas pembelajaran
3 Proses pengembangan Kemampuan IMLR
Tugas kelompok Selama aktivitas pembelajaran Rekaman aktivitas
pada forum diskusi
Selama aktivitas pembelajaran 4 Tanggapan mahasiswa Kuesioner online Sesudah aktivitas pembelajaran
(29)
Data hasil penelitian yang diperoleh berupa data kuantitatif dan data kualitatif. Data-data yang terkumpul diolah, dianalisis dan diinterpretasi dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif sesuai dengan jenis data. Untuk selanjutnya diambil kesimpulan.
Data kuantitatif diperoleh dari hasil pretes dan postes kemampuan IMLR mahasiswa untuk setiap sub materi kesetimbangan dalam larutan. Berikut ini langkah-langkah pengolahan dan analisis data hasil pretes dan postes:
1. Jawaban mahasiswa untuk setiap nomor soal pilihan berganda jenis two tier mendapatkan skor 1, bila jawaban dan alasan dua-duanya benar. Bila hanya salah satu jawaban yang benar atau kedua-duanya salah, maka mendapatkan skor 0.
2. Skor hasil pretes dan postes diubah ke dalam nilai skala 100 dengan cara membagi perolehan skor setiap mahasiswa dengan total skor, kemudian dikalikan dengan 100, yaitu sebagai berikut :
Nilai = x 100
3. Untuk mengetahui apakah terjadi peningkatan kemampuan IMLR mahasiswa, dilakukan uji signifikansi perbedaan antara data hasil pretes dan postes untuk setiap topik pada taraf signifikasi (α) = 0,05. Sebelumnya dilakukan dulu uji normalitas untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal ataukah tidak. 4. Untuk mempermudah analisis dan penafsiran data, mahasiswa dikategorikan
ke dalam mahasiswa kategori tinggi, sedang dan rendah. Pengkategorian ini berdasarkan nilai rata-rata keseluruhan yang diperoleh dari ujian tengah
(30)
semester dan akhir semester untuk mata kuliah Kimia Dasar I/II dan Kimia Anorganik I/II yang telah mereka tempuh pada semester sebelumnya. Untuk menentukan batas-batas kategori terlebih dulu dicari nilai rata-rata ( ) dan simpangan baku (Sd). Batas-batas kategori ditetapkan sebagai berikut (Arikunto, 2001) :
- Kategori atas : ≥ + 1
- Kategori sedang : − 1 < < + 1
- Kategori rendah : ≤ − 1
5. Peningkatan kemampuan IMLR mahasiswa setiap indikator dilakukan melalui perhitungan N-gain (gain ternormalisasi) atau (<g>). Perhitungan N-gain ditujukan menghilangkan pengaruh faktor tebakan (guessing) dan efek pencapaian nilai tertinggi (ceilling effect), sehingga terhindar dari kesimpulan yang bias (Hake,2002). Persamaannya : N-gain =
Tafsiran pencapaian peningkatan menggunakan tabel berikut ini : Tabel 3. 4 Tafsiran N-gain menurut Hake (2002)
N-gain (<g>) Tafsiran (<g>) ≥ 0,7 Tinggi
0,7 > (<g>) ≥ 0,3 Sedang
(<g>) < 0,3 Rendah
Analisis data kualitatif dilakukan dengan persentase dan analisis matrik keterkaitan data kualitatif. Berikut ini langkah-langkah pengolahan data kualitatif sesuai sumber datanya:
(31)
1. Data-data hasil penyelesaian tugas mahasiswa yang dinilai sesuai dengan rubrik. Kemudian dideskripsikan persentase penyebaran jawabannya sesuai aspek-aspek yang dinilai.
2. Aktivitas pada forum diskusi, dan aktivitas belajar melalui web dideskripsikan dengan menggunakan analisis matriks keterkaitan.
3. Tanggapan mahasiswa yang dihimpun melalui kuesioner, dikategorisasikan berdasarkan jenis jawaban. Kemudian dikuantifikasikan dalam persentase dan ditabulasikan.
Seluruh data yang telah dianalisis, selanjutnya diinterpretasikan dan ditriangulasikan untuk menarik kesimpulan.
(32)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, temuan dan pembahasan dapat diambil kesimpulan bahwa :
1. Model pembelajaran IMLR berbasis web memiliki karakteristik: belajar secara multimodal representasi disertai penugasan dan pertanyaan yang menggali pengetahuan, penciptaan iklim sosial melalui kolaborasi dan diskusi online untuk mengkonstruksi pengetahuan dan asesmen online sebagai umpanbalik kinerja belajar.
2. Kemampuan IMLR mahasiswa pada setiap topik dalam materi Kesetimbangan dalam Larutan meningkat dengan peningkatan lebih tinggi pada mahasiswa kategori tinggi dan tidak berbeda antara mahasiswa kategori sedang dan rendah. Peningkatan tertinggi pada topik kesetimbangan asam-basa (N-gain = 0,7) dan terendah pada topik larutan penyangga (N-gain = 0,4).
3. Mahasiswa lebih mampu menyelesaikan masalah dengan pola interkoneksi
makroskopik-submikroskopik-simbolik atau
makroskopik-simbolik-submikroskopik dibandingkan dengan pola interkoneksi makroskopik-simbolik- submikroskopik-simbolik-makroskopik atau submikroskopik-makroskopik-simbolik.
4. Terjadi pola interaksi antar mahasiswa yang menguatkan dan memperbaiki kemampuan IMLR mahasiswa untuk memecahkan masalah.
(33)
5. Model pembelajaran memiliki keunggulan, yaitu: memfasilitasi belajar secara
multimodal representasi, memperbaiki pemahaman level representasi
submikroskopik, memperbaiki kemampuan memecahkan masalah kimia menjadi enam pola interkoneksi, memperbaiki pola interaksi mahasiswa menjadi aktif berdiskusi dan mendorong mahasiswa untuk memperbaiki pola belajarnya.
6. Model pembelajaran memiliki keterbatasan, yaitu: belum mampu meningkatkan kemampuan IMLR pada mahasiswa kategori sedang dan rendah, pengaksesan setiap fitur-fitur dalam web belum bersifat adaptif, feedback kurang cepat dan belum berupa uraian, respon terhadap posting mahasiswa pada forum diskusi belum dapat dijustifikasi secara otomatis, bergantung pada ketersediaan bandwith internet dan kapasitas hosting yang memadai.
7. Mahasiswa memberikan tanggapan positif terhadap model, karena membuat kegiatan mahasiswa lebih terstruktur, interaktif, dan termotivasi untuk belajar.
B. Saran-saran
Saran yang dapat diajukan berdasarkan hasil penelitian dan temuan adalah sebagai berikut :
1. Sebaiknya pembelajaran dibuat adaptif agar dapat mengakomodasi kebutuhan mahasiswa kategori sedang dan rendah.
2. Sebaiknya disediakan jumlah soal yang lebih banyak dan variatif untuk mengukur setiap indikator, agar mahasiswa dapat mengembangkan kemampuan IMLR dengan pola interkoneksi yang berbeda.
(34)
3. Perlu dikembangkan sistem scaning untuk kata-kata tertentu dan gambar submikroskopik sebagai kunci jawaban, sehingga mempermudah skoring soal essay.
4. Perlu dikembangkan sistem penilaian kinerja secara otomatis pada forum diskusi online.
5. Pembelajaran IMLR berbasis web, perlu dikembangkan untuk topik kimia lain, sehingga dapat didesain secara utuh model perkuliahan Kapita Selekta Kimia Sekolah yang sesuai dengan kebutuhan.
6. Sebaiknya institusi terkait memfasilitasi ketersediaan perangkat keras pendukung dan jaringan internet dengan bandwith memadai agar e-learning berlangsung optimal.
(35)
DAFTAR
PUSTAKA
Akselaa, M. & Lundell, J. (2008). Computer-based molecular modeling: Finnish School teachers’ experiences and views. Chemistry Education Research and Practice, 9, (4), 301–308.
Ardac, D. & Akaygun, S. (2004). Effectiveness of multimedia-based instruction that emphasizes molecular representations on students’ understanding of chemical change. Journal of Research and Science Teaching. 41,(4),317– 337.
Arikunto, Suharsimi. (2001). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: Bumi Aksara.
Barke, H. D., Hazari A. & Yitbarek S. (2008). Misconception in Chemistry. Berlin: Springer.
Borg, W.R., et.al. (2003). Educational Research: An Introduction;(Seventh Ed.). Newyork: Longman, Inc
Brown. Theodore L., & Bursten B.E. (2009). Chemistry: The Central Science. (11th Ed.) Upper Saddle River, NJ: Pearson Prentice Hall
Chandrasegaran, Treagust & Mocerino. (2007). Enhancing students’ use of multiple levels of representations to describe and explain chemical reactions. School Science Review, 88, 325-330.
Chittleborough, G. D. & Treagust D.F. (2007). The modeling ability of non-major chemistry students and their understanding of the sub-microscopic level. Chemistry Education Research and Practice, 8:274-292.
Chiu, M.H & Wu, H.K. (2009). The roles of multimedia in the teaching and learning of the triplet relationship in chemistry. In: J.K. Gilbert & D. Treagust (Eds.). Multiple Representations in Chemical Education: Models and Modeling in Science Education. Dordrecht: Springer. pp. 251-283 Cheng, M. & Gilbert, J.K. (2009). Towards a better utilization of diagrams in
research into the use of representative levels in chemical education. in: J.K. Gilbert & D. Treagust (Eds.). Multiple Representations in Chemical
Education: Models and Modeling in Science Education. Dordrecht:
Springer.pp. 55-73.
Dahar, Ratna W. (1996). Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
(36)
Dawley, Lisa. (2007). The Tools for Successful Online Teaching. London: Infoscl.
Davidowitz B. & Chittleborough, G. D. (2009). Linking the macroscopic and sub-microscopic levels : Diagram. In: J. Gilbert & D. Treagust (Eds.). Multiple Representation in Chemical Education: Models and Modeling in Science Education. Dordrecht: Springer. 169-191.
Devetak, Iztok, et al. (2004). Submicroscopic representations as a tool for evaluating students’ chemical conceptions. Acta Chim. Slov., 51, (4), 799:814.
Donovan,W. & Nakhleh, M. (2007). Student use of web-based tutorial materials and understanding chemistry concepts. Journal Comp. Math. and Sci.Tech. 26,(4), 291-327
Falvo, David. (2008). Animations and simulations for teaching and learning molecular chemistry. International Journal of Technology in Teaching and Learning, 4(1), 68–77.
Farida, I. (2008). Kemampuan Mahasiswa Merepresentasikan Tingkat Makroskopik, Mikroskopik & Simbolik pada Topik Sintesis Amonia (Skala Lab). Prosiding Seminar Nasional Kimia & Pendidikan Kimia IV. Bandung : FPMIPA UPI
Farida, I., Liliasari, Widyantoro, D.H. & Sopandi, W. (2010). Representational competence’s profile of Pre-Service Chemistry Teachers in chemical problem solving. Proceeding The 4th
International Seminar on Science Education. Bandung: SPs UPI
Finatri, Dian. (2007). Analisis konsepsi guru pada konsep larutan ditinjau dari representasi level mikroskopik. Tesis. Bandung:SPs UPI. Tidak diterbitkan. Garrison, D. R., & Vaughan, N. (2008). Blended Learning in Higher Education.
San Francisco: Jossey-Bass.
Gillani, Bijan B. (2003). Learning theories and the design of e-learning environments. Maryland: University Press of America.
Gilbert, J.K. & Treagust, D.F. (2009). Introduction: Macro, sub-micro and symbolic representations and the relationship between them: Key models in chemical education. In: J. K. Gilbert & D. Treagust (Eds.). Multiple Representations in Chemical Education: Models and Modeling in Science
(37)
Education. Dordrecht: Springer.1-8
Gilbert, John K. (2005). Visualization: a metacognitive skill in science and science education. In Gilbert, J.K. (Ed.), Visualization in Science Education. Dordrecht: Springer.
Gudimetla, P. & Iyers, R. Mahalinga (2006). The role for e-learning in engineering education: creating quality support structures to complement traditional learning. In Proceedings 17th Annual Conference of The Australasian Association for Engineering Education, Auckland, New Zealand.
Hake, Richard R. (2002). Assessment of student learning in introductory science courses. PKAL Roundtable on The Future: Assessment in The Service of
Student Learning. Duke University. [Available online:
www.physics.indiana.edu/~hake].
Harrison, A. G., & Treagust, D. F. (2002). The particulate nature of matter: challenges in understanding the submicroscopic world. In Gilbert, J.K et.al (Eds.), Chemical Education: Towards Research-Based Practice. Dordrecht: Kluwer Academic Publishers.
Herron, J. Dudley. (1977). Problems associated with concept analysis. Journal of Science Education, 61(2),185 – 199.
Howard, Larry, Zsolt Remenyi, & Gabor Pap. (2006). Adaptive blended learning environments. 9th International Conference on Engineering Education : July 23 – 28.
Horton, William K., (2006). E-learning by Design. San Francisco: Pfeiffer Willey Imprint.
Hughes, J. M., Mitchell, P. A., and Ramson, W. S. (1995). Australian Concise Oxford Dictionary. Melbourne: Oxford University Press.
Kelly, R., & Jones, L. (2005). A qualitative study of how general chemistry students interpret features of molecular animations. Paper Presented at The National Meeting of The American Chemical Society, Washington, DC. Kozma, R., & Joel Russell. (2005). Modeling students becoming chemists:
developing representational competence. In J. Gilbert (Ed.), Visualization in Science Education. Dordrecht: Springer. pp. 121-145
(38)
Kozma, R. & Joel Russell. (2004). Multimedia learning of chemistry. In Richard Mayer (Ed.). Cambridge Handbook of Multimedia Learning . On-line version.
Linn, M. C., Davis, E. A. & Bell, P. (Eds.). (2004). Inquiry and technology. Internet Environments for Science Education. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates: 3 – 27
Leahy, W., & Sweller, J. (2004). Cognitive load and the imagination effect. Applied Cognitive Psychology . 18:7, 857-73.
Mammino L. (2008). Teaching chemistry with and without external representations in professional environments with limited resources. In : J.K Gilbert, Reiner & Nakhleh (Eds.). Visualization : Theory and Practice in Science Education. Dordrecht: Springer. pp. 155−185.
Mc Murry, John & Fay, Robert. (2006). Chemistry. Fourth Edition. NewYork : Prentice Hall.
Michalchik, V., Rosenquist, A., Kozma, R., Schank, P., & Kreikemeier, P. (2008). Representational resources for constructing shared understandings in the high school chemistry classroom. In : J.K Gilbert, Reiner & Nakhleh (Eds.). Visualization: Theory and Practice in Science Education. Models and modeling in science education . Dordrecht: Springer. 233-282.
Morgil, I., Yavuz, S., Oskay, Ö. & Seçil, A. (2005). Traditional and Computer-Assisted Learning In Teaching Acids and Bases. Chemistry Education Research and Practice, 6 (1), 52-63
Oliver, Martin & Keith Trigwell. (2005). Can ‘blended learning’ be redeemed ?. E–Learning, 2, (1),17-26
Onder, Ismail & Geban, Omer. (2006). The effect conceptual change texts oriented instruction on students’ understanding of solubility equilibrium concept. H.U Journal of education. 30, 166-173.
Orgill, M. & Sutherland, A. (2008). Undergraduate chemistry students’ perceptions of and misconceptions about buffers & buffer problems. Chemistry Education Research and Practice, 9:131–143.
Özmen, Haluk. (2008). Determination of students’ alternative conceptions about chemical equilibrium: a review of research and the case of Turkey. Chemistry Education Research and Practice, 9, 225–233
(39)
Pekdag , Bulent (2010). Alternative methods in learning chemistry: Learning with animation, simulation, video and multimedia. Journal of Turkish Science Education , 7, (6), 111-118
Rosengrant, D., Van Heuleven, A., & Etkina, E. (2006). Students’ use of multiple representations in problem solving. In P. Heron, L. McCullough & J. Marx, Physics Education Research Conference (AIP Conference Proceedings) Melville. New York : American Institute of Physics. pp. 49-52.
Savec, Vesca, F., et,al. (2006). In-service and pre-service teachers` opinion on the use of models in teaching chemistry. Acta Chim. Slov. 53:381–390.
Sheppard, Keith. (2006). High school students’ understanding of titrations and related acid-base phenomena. Chemistry Education Research and Practice,7,(1), 32-45
Silberberg, M. (2009). Chemistry: The molecular nature of matter and change, 5th, New York : McGraw-Hill
Singh, Harvey. (2003). Building effective blended learning programs. Issue of Educational Technology, 43. (6):51-54.
Snelson, Chareen. (2005). Designing dynamic online lessons with multimedia representations. The Journal of Educator Online. 2, (1), 1-12
Sopandi, W. & Murniati. (2007). Microscopic level misconceptions on topic acid base, salt, buffer, and hydrolysis: a case study at a state Senior High School, Prosiding Seminar Internasional I. Bandung: SPS UPI.
Stocker, Vincent Lee (2010). Science Teaching With Moodle 2.0. Brimingham : Packt Pub. Ltd (Tersedia online : www.packtpub.com).
Subarkah, Cucu Zenab. (2008). Analisis kemampuan intertekstualitas mahasiswa pada topik Fermentasi Karbohidrat. Prosiding Seminar Nasional Kimia & Pendidikan Kimia IV. Bandung: Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI. Sudria, Ida Bagus Nyoman (2007). Peningkatan kualitas konsepsi mahasiswa
tentang konsep dasar kimia melalui optimalisasi pengaitan kajian aspek makroskopis, mikroskopis, & simbolik pada perkuliahan Kimia Dasar. Prosiding Seminar Internasional I. SPS UPI Bandung.
(40)
using learner & information characteristics in the design of powerful learning environments. Applied Cognitive. Psychology. 20, 353–357. Talib, Othman, Robert Matthews & Margaret Secombe. (2005). Constructivist
animations for conceptual change: An effective instructional strategy in understanding complex, abstract and dynamic science concepts. Malaysian Online Journal of Instructional Technology (MOJIT). 2,(3),78-87.
Taber, K. S. (2003). The atom in the chemistry curriculum: fundamental concept, teaching model or epistemological obstacle? Foundations of Chemistry, 5, 43-84.
Taber, K. S. (2009). Learning at the symbolic level. In: Gilbert, J.K & D. Treagust (Eds.). Multiple Representation in Chemical Education: Models & Modeling in Science Education . Dordrecht: Springer. pp. 75-105
Tasker, Roy & Rebecca Dalton. (2006). Research into practice: visualization of the molecular world using animations. Chemistry Education Research and Practice,7, 141-159.
Treagust, David F., Chittleborough & Mamiala (2003). The role of submicroscopic and symbolic representations in chemical explanations. International Journal of Science Education, 25, (11): 1353– 1368
Treagust, David F. (2008). The role of multiple representations in learning science: enhancing students’ conceptual understanding and motivation. In Yew-Jin & Aik-Ling (Eds.). Science Education at The Nexus of Theory & Practice. Rotterdam - Taipei: Sense Publishers. pp:7-23
Treagust, David F. & Chandrasegaran, (2009). The efficacy of an alternative instructional programme designed to enhance secondary students’ competence in the triplet relationship. In: Gilbert, J.K & D. Treagust (Eds.). Multiple Representation in Chemical Education: Models & Modeling in Science Education . Dordrecht: Springer. pp:151-164
Venkataraman, Bhawani. (2009). Visualization and interactivity in the teaching of chemistry to science and non-science students. Chemistry Education Research and Practice, 10: 62–69.
Waldrip, B., Prain, V. & Carolan, J. (2006). Learning junior secondary sience through multi-modal representation. E-Journal of Science
(41)
Education,11,(1),87-107.
Wu, H-K. & Shah, P. (2004). Exploring Visuospatial Thinking in Chemistry Learning. Science Education, 88, 465-92
Weerawardhana, Anula, Brian Ferry & Christine Brown (2006). Use of visualization software to support understanding of chemical equilibrium: the importance of appropriate teaching strategies. Proceedings of The 23rd Annual Ascilite Conference: The University of Sydney
Yeung, A., Schmid, S. & Tasker, R. (2008). Can one version of online learning materials benefit all students ?. Symposium Presentation : Universe Science Proceedings Visualization.
(1)
Dawley, Lisa. (2007). The Tools for Successful Online Teaching. London: Infoscl.
Davidowitz B. & Chittleborough, G. D. (2009). Linking the macroscopic and sub-microscopic levels : Diagram. In: J. Gilbert & D. Treagust (Eds.). Multiple Representation in Chemical Education: Models and Modeling in Science Education. Dordrecht: Springer. 169-191.
Devetak, Iztok, et al. (2004). Submicroscopic representations as a tool for evaluating students’ chemical conceptions. Acta Chim. Slov., 51, (4), 799:814.
Donovan,W. & Nakhleh, M. (2007). Student use of web-based tutorial materials and understanding chemistry concepts. Journal Comp. Math. and Sci.Tech. 26,(4), 291-327
Falvo, David. (2008). Animations and simulations for teaching and learning molecular chemistry. International Journal of Technology in Teaching and Learning,4(1), 68–77.
Farida, I. (2008). Kemampuan Mahasiswa Merepresentasikan Tingkat Makroskopik, Mikroskopik & Simbolik pada Topik Sintesis Amonia (Skala Lab). Prosiding Seminar Nasional Kimia & Pendidikan Kimia IV. Bandung : FPMIPA UPI
Farida, I., Liliasari, Widyantoro, D.H. & Sopandi, W. (2010). Representational competence’s profile of Pre-Service Chemistry Teachers in chemical problem solving. Proceeding The 4th International Seminar on Science Education. Bandung: SPs UPI
Finatri, Dian. (2007). Analisis konsepsi guru pada konsep larutan ditinjau dari representasi level mikroskopik. Tesis. Bandung:SPs UPI. Tidak diterbitkan. Garrison, D. R., & Vaughan, N. (2008). Blended Learning in Higher Education.
San Francisco: Jossey-Bass.
Gillani, Bijan B. (2003). Learning theories and the design of e-learning environments. Maryland: University Press of America.
Gilbert, J.K. & Treagust, D.F. (2009). Introduction: Macro, sub-micro and symbolic representations and the relationship between them: Key models in chemical education. In: J. K. Gilbert & D. Treagust (Eds.). Multiple Representations in Chemical Education: Models and Modeling in Science
(2)
Education. Dordrecht: Springer.1-8
Gilbert, John K. (2005). Visualization: a metacognitive skill in science and science education. In Gilbert, J.K. (Ed.), Visualization in Science Education. Dordrecht: Springer.
Gudimetla, P. & Iyers, R. Mahalinga (2006). The role for e-learning in engineering education: creating quality support structures to complement traditional learning. In Proceedings 17th Annual Conference of The Australasian Association for Engineering Education, Auckland, New Zealand.
Hake, Richard R. (2002). Assessment of student learning in introductory science courses. PKAL Roundtable on The Future: Assessment in The Service of Student Learning. Duke University. [Available online: www.physics.indiana.edu/~hake].
Harrison, A. G., & Treagust, D. F. (2002). The particulate nature of matter: challenges in understanding the submicroscopic world. In Gilbert, J.K et.al (Eds.), Chemical Education: Towards Research-Based Practice. Dordrecht: Kluwer Academic Publishers.
Herron, J. Dudley. (1977). Problems associated with concept analysis. Journal of Science Education,61(2),185 – 199.
Howard, Larry, Zsolt Remenyi, & Gabor Pap. (2006). Adaptive blended learning environments. 9th International Conference on Engineering Education : July 23 – 28.
Horton, William K., (2006). E-learning by Design. San Francisco: Pfeiffer Willey Imprint.
Hughes, J. M., Mitchell, P. A., and Ramson, W. S. (1995). Australian Concise Oxford Dictionary. Melbourne: Oxford University Press.
Kelly, R., & Jones, L. (2005). A qualitative study of how general chemistry students interpret features of molecular animations. Paper Presented at The NationalMeeting of The American Chemical Society, Washington, DC. Kozma, R., & Joel Russell. (2005). Modeling students becoming chemists:
developing representational competence. In J. Gilbert (Ed.), Visualization in Science Education. Dordrecht: Springer. pp. 121-145
(3)
Kozma, R. & Joel Russell. (2004). Multimedia learning of chemistry. In Richard Mayer (Ed.). Cambridge Handbook of Multimedia Learning . On-line version.
Linn, M. C., Davis, E. A. & Bell, P. (Eds.). (2004). Inquiry and technology. Internet Environments for Science Education. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates: 3 – 27
Leahy, W., & Sweller, J. (2004). Cognitive load and the imagination effect. Applied Cognitive Psychology . 18:7, 857-73.
Mammino L. (2008). Teaching chemistry with and without external representations in professional environments with limited resources. In : J.K Gilbert, Reiner & Nakhleh (Eds.). Visualization : Theory and Practice in Science Education. Dordrecht: Springer. pp. 155−185.
Mc Murry, John & Fay, Robert. (2006). Chemistry. Fourth Edition. NewYork : Prentice Hall.
Michalchik, V., Rosenquist, A., Kozma, R., Schank, P., & Kreikemeier, P. (2008). Representational resources for constructing shared understandings in the high school chemistry classroom. In : J.K Gilbert, Reiner & Nakhleh (Eds.). Visualization: Theory and Practice in Science Education. Models and modeling in science education . Dordrecht: Springer. 233-282.
Morgil, I., Yavuz, S., Oskay, Ö. & Seçil, A. (2005). Traditional and Computer-Assisted Learning In Teaching Acids and Bases. Chemistry Education Research andPractice, 6 (1), 52-63
Oliver, Martin & Keith Trigwell. (2005). Can ‘blended learning’ be redeemed ?. E–Learning, 2, (1),17-26
Onder, Ismail & Geban, Omer. (2006). The effect conceptual change texts oriented instruction on students’ understanding of solubility equilibrium concept. H.U Journal of education. 30, 166-173.
Orgill, M. & Sutherland, A. (2008). Undergraduate chemistry students’ perceptions of and misconceptions about buffers & buffer problems. Chemistry Education Research and Practice,9:131–143.
Özmen, Haluk. (2008). Determination of students’ alternative conceptions about chemical equilibrium: a review of research and the case of Turkey. Chemistry Education Research and Practice,9, 225–233
(4)
Pekdag , Bulent (2010). Alternative methods in learning chemistry: Learning with animation, simulation, video and multimedia. Journal of Turkish Science Education , 7, (6), 111-118
Rosengrant, D., Van Heuleven, A., & Etkina, E. (2006). Students’ use of multiple representations in problem solving. In P. Heron, L. McCullough & J. Marx, Physics Education Research Conference (AIP Conference Proceedings) Melville. New York : American Institute of Physics. pp. 49-52.
Savec, Vesca, F., et,al. (2006). In-service and pre-service teachers` opinion on the use of models in teaching chemistry. Acta Chim. Slov. 53:381–390.
Sheppard, Keith. (2006). High school students’ understanding of titrations and related acid-base phenomena. Chemistry Education Research and Practice,7,(1), 32-45
Silberberg, M. (2009). Chemistry: The molecular nature of matter and change, 5th, New York : McGraw-Hill
Singh, Harvey. (2003). Building effective blended learning programs. Issue of Educational Technology, 43. (6):51-54.
Snelson, Chareen. (2005). Designing dynamic online lessons with multimedia representations. The Journal of Educator Online. 2, (1), 1-12
Sopandi, W. & Murniati. (2007). Microscopic level misconceptions on topic acid base, salt, buffer, and hydrolysis: a case study at a state Senior High School, Prosiding Seminar Internasional I. Bandung: SPS UPI.
Stocker, Vincent Lee (2010). Science Teaching With Moodle 2.0. Brimingham : Packt Pub. Ltd (Tersedia online : www.packtpub.com).
Subarkah, Cucu Zenab. (2008). Analisis kemampuan intertekstualitas mahasiswa pada topik Fermentasi Karbohidrat. Prosiding Seminar Nasional Kimia & Pendidikan Kimia IV. Bandung: Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI. Sudria, Ida Bagus Nyoman (2007). Peningkatan kualitas konsepsi mahasiswa
tentang konsep dasar kimia melalui optimalisasi pengaitan kajian aspek makroskopis, mikroskopis, & simbolik pada perkuliahan Kimia Dasar. Prosiding Seminar Internasional I. SPS UPI Bandung.
(5)
using learner & information characteristics in the design of powerful learning environments. Applied Cognitive. Psychology. 20, 353–357. Talib, Othman, Robert Matthews & Margaret Secombe. (2005). Constructivist
animations for conceptual change: An effective instructional strategy in understanding complex, abstract and dynamic science concepts. Malaysian Online Journal of Instructional Technology (MOJIT). 2,(3),78-87.
Taber, K. S. (2003). The atom in the chemistry curriculum: fundamental concept, teaching model or epistemological obstacle? Foundations of Chemistry, 5, 43-84.
Taber, K. S. (2009). Learning at the symbolic level. In: Gilbert, J.K & D. Treagust (Eds.). Multiple Representation in Chemical Education: Models & Modeling in Science Education . Dordrecht: Springer. pp. 75-105
Tasker, Roy & Rebecca Dalton. (2006). Research into practice: visualization of the molecular world using animations. Chemistry Education Research and Practice,7, 141-159.
Treagust, David F., Chittleborough & Mamiala (2003). The role of submicroscopic and symbolic representations in chemical explanations. International Journal of Science Education, 25, (11): 1353– 1368
Treagust, David F. (2008). The role of multiple representations in learning science: enhancing students’ conceptual understanding and motivation. In Yew-Jin & Aik-Ling (Eds.). Science Education at The Nexus of Theory & Practice. Rotterdam - Taipei: Sense Publishers. pp:7-23
Treagust, David F. & Chandrasegaran, (2009). The efficacy of an alternative instructional programme designed to enhance secondary students’ competence in the triplet relationship. In: Gilbert, J.K & D. Treagust (Eds.). Multiple Representation in Chemical Education: Models & Modeling in Science Education . Dordrecht: Springer. pp:151-164
Venkataraman, Bhawani. (2009). Visualization and interactivity in the teaching of chemistry to science and non-science students. Chemistry Education Research and Practice,10: 62–69.
Waldrip, B., Prain, V. & Carolan, J. (2006). Learning junior secondary sience through multi-modal representation. E-Journal of Science
(6)
Education,11,(1),87-107.
Wu, H-K. & Shah, P. (2004). Exploring Visuospatial Thinking in Chemistry Learning. Science Education, 88, 465-92
Weerawardhana, Anula, Brian Ferry & Christine Brown (2006). Use of visualization software to support understanding of chemical equilibrium: the importance of appropriate teaching strategies. Proceedings of The 23rd Annual Ascilite Conference: The University of Sydney
Yeung, A., Schmid, S. & Tasker, R. (2008). Can one version of online learning materials benefit all students ?. Symposium Presentation : Universe Science Proceedings Visualization.