TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN SEWA SAWAH NGGANTUNG PARI DI DESA BECIRONGENGOR KECAMATAN WONOAYU KABUPATEN SIDOARJO.
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN
PERJANJIAN SEWA SAWAH NGGANTUNG PARI DI DESA
BECIRONGENGOR KECAMATAN WONOAYU KABUPATEN
SIDOARJO
SKRIPSI
Oleh
Naila Rohmatillah
NIM. C02212068
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syariah dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam
Program Studi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah)
Surabaya
2016
ABSTRAK
Skripsi ini merupakan hasil penelitian lapangan yang berjudul Tinjauan
Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Perjanjian Sewa Sawah Nggantung Pari di
Desa Becirongengor Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo. Dalam skripsi ini
terdapat dua masalah yaitu 1. Bagaimana pelaksanaan perjanjian sewa sawah
nggantung pari di desa Becirongengor kecamatan Wonoayu kabupaten Sidoarjo,
2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap pelaksanaan perjanjian sewa sawah
nggantung pari di desa Becirongengor kecamatan Wonoayu kabupaten Sidoarjo.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif yaitu dengan
mengumpulkan informasi aktual secara rinci, mengindetifikasi masalah atau
memeriksa kondisi dan praktek-praktek perjanjian sewa sawah nggantung pari
yang berlaku di Desa Becirongengor Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo.
Setelah data terkumpul, maka dilakukan analisis menggunakan metode kualitatif
yaitu dengan cara menganalisis data menggunakan sumber informasi yang
relevan. Selanjutnya, data yang terhimpun tersebut dianalisis berdasarkan
perspektif hukum Islam.
Dari hasil penelitian, pelaksanaan perjanjian sewa sawah nggantung pari
merupakan sewa sawah yang dilakukan oleh dua belah pihak yaitu pemilik sawah
sebagai mu’jir dan petani sebagai musta’jir di Desa Becirongengor Kecamatan
Wonoayu Kecamatan Sidoarjo. Sewa sawah nggantung pari ini merupakan sewa sawah
yang dilakukan tanpa adanya bukti tertulis, dengan ketentuan pembayaran u>jrah berupa
uang tunai di awal perjanjian dan 30% dari hasil panen padi yang telah disepakati. Dan
dalam jangka waktu satu kali panen. Karena tidak ada lagi pekerjaan yang dilakukan
petani desa untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya, mereka tetap melaksanakan
perjanjian sewa sawah nggantung pari tersebut.
Dari hasil penelitian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan sewamenyewa atau ija>rah yang dilakukan tidak memenuhi syarat-syarat u>jrah dalam
ija>rah. Dengan memperhitungkan jumlah u>jrah berdasarkan 30% dari hasil panen
yang tidak pasti diketahui besarnya, sehingga tidak adanya kejelasan u>jrah dalam
pelaksanaannya.
Dengan demikian, maka kepada pemilik sawah dan petani agar lebih
memperhatikan syarat-syarat u>jrah dalam ija>rah agar dapat terlaksananya perjanjian
sewa sawah nggantung pari sesuai dengan hukum Islam. Dan kepada pembaca,
diharapkan agar penelitian ini dapat dijadikan rujukan awal yang kemudian
dikembangkan sehingga dapat menjadi lebih bermanfaat.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ...........................................................................................
i
PERNYATAAN KEASLIAN ............................................................................
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................................... iii
PENGESAHAN ................................................................................................
iv
ABSTRAK ........................................................................................................
v
KATA PENGANTAR .......................................................................................
vi
DAFTAR ISI ..................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL .............................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR .........................................................................................
xi
DAFTAR TRANSLITERASI ............................................................................ xii
BAB I
PENDAHULUAN .........................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ...........................................................
1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah ............................................
6
C. Rumusan Masalah.....................................................................
7
D. Tujuan Penelitian......................................................................
7
E. Kegunaan Hasil Penelitian .......................................................
8
F. Kajian Pustaka ..........................................................................
8
G. Definisi Operasional ................................................................. 11
H. Metode Penelitian..................................................................... 12
I.
BAB II
Sistematika Pembahasan .......................................................... 16
PEMBAHASAN ........................................................................... 18
A. Sewa Menyewa dalam Islam (Ijārah) ...................................... 18
1. Pengertian Ijārah ................................................................. 18
2. Dasar Hukum Ijārah ............................................................ 21
3. Rukun dan Syarat Ijārah ...................................................... 23
4. Ketetapan Ijārah .................................................................. 28
5. Macam-Macam Ijārah ......................................................... 29
6. Pembatalan dan Berakhirnya Ijārah .................................... 29
viii
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
7. Pengembalian Barang Sewaan ............................................. 31
BAB III
PELAKSANAAN
PERJANJIAN
SEWA
SAWAH
DI DESA BECIRONGENGOR
KECAMATAN WONOAYU KABUPATEN SIDOARJO ............ 33
NGGANTUNG
PARI
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ........................................ 33
1. Sejarah Desa ........................................................................ 33
2. Letak dan Kondisi Geografis ............................................... 33
3. Kependudukan dan Keadaan Sosial..................................... 35
4. Keadaan Sosial Agama ........................................................ 37
5. Sarana Pendidikan dan Tingkat Pendidikan Penduduk ....... 39
6. Struktur Kepemerintahan Desa ........................................... 41
B. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Sawah Nggantung Pari di
Desa Becirongengor Kecamatan Wonoayu Kabupaten
Sidoarjo ..................................................................................... 42
BAB IV
ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN
PERJANJIAN SEWA SAWAH NGGANTUNG PARI DI
DESA BECIRONGENGOR KABUPATEN SIDOARJO .............. 54
A. Analisis Praktek Pelaksanaan Perjanjian Sewa Sawah
Nggantung Pari di Desa Becirongengor Kecamatan
Wonoayu Kabupaten Sidoarjo ................................................. 54
B. Analisis Hukum Islam Terhadap Praktek Pelaksanaan
Perjanjian Sewa Sawah Nggantung Pari di Desa
Becirongengor Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo ..... 61
BAB V
PENUTUP .................................................................................... 69
A. Kesimpulan ............................................................................... 69
B. Saran` ......................................................................................... 70
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 71
LAMPIRAN ...................................................................................................... 73
ix
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk sosial, sehingga manusia tidak akan dapat
terlepas dari kegiatan-kegiatan bermuamalah dalam sehari-harinya yang telah
ditentukan dalam syariat Islam. Kegiatan bermuamalah merupakan suatu
kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh manusia dan telah diatur di dalam
kaidah-kaidah fiqih muamalah. Fiqih muamalah merupakan aturan-aturan
(hukum) Allah Swt, yang ditujukan untuk mengatur kehidupan manusia
dalam urusan duniawi dan sosial kemasyarakatan. Dalam pengertian ini,
manusia kapanpun dan dimanapun harus senantiasa mengikuti aturan yang
telah ditetapkan oleh Allah Swt, sekalipun dalam perkara yang bersifat
duniawi,
sebab
segala
aktivitas
manusia
akan
dimintai
pertanggungjawabannya di akhirat.1
Penduduk di Indonesia sebagian besar bermata pencaharian dalam
bidang pertanian, sehingga sektor pertanian sangat penting untuk
dikembangkan di negara kita. Salah satu bentuk pertanian di Indonesia adalah
pengelolahan sawah. Sawah memberikan pemenuhan kebutuhan utama bagi
masyarakat Indonesia yang pada umumnya menggunakan nasi sebagai bahan
makanan pokoknya. Banyak masyarakat di Indonesia yang memiliki lahan
sawah yang siap untuk dikelolah. Namun, tidak semua masyarakat yang
Ismail Nawawi, Fiqih Muamalah (Hukum Ekonomi, Bisnis, dan Sosial), (Jakarta: CV Dwiputra
Pustaka Jaya, 2010), 15.
1
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
2
memiliki peluang untuk mengelolah sawah tersebut mau mengerjakan karena
banyaknya aktivitas dan kesibukan masing-masing serta ketidakmampuan
dalam proses pengelolahan sawah. Tetapi tidak sedikit juga masyarakat yang
tidak memiliki lahan sawah untuk dikelolah namun memiliki kemampuan dan
keinginan untuk mengelolah sawah. Maka dari itu, timbul lah dalam suatu
masyarakat tersebut penyerahan lahan sawah dari pemilik sawah kepada
orang yang mampu mengelolah sawah tersebut agar dapat dimanfaatkan dan
produktivitasnya lebih meningkat. Di sisi lain juga dapat memberikan
keuntungan bagi kedua belah pihak. Dengan begitu rasa tolong-menolong,
dan saling mempedulikan satu sama lain tumbuh dan berkembang dalam
masyarakat tersebut.2 Karena manusia adalah makhluk sosial yang sangat
membutuhkan bantuan dan kepedulian dari sesamanya.
Praktek penyerahan lahan sawah tersebut merupakan salah satu
bentuk pemindahan hak guna/manfaat dalam jangka waku tertentu tanpa ada
pengalihan hak milik. Transaksi demikian dalam fiqih muamalah disebut
dengan sewa menyewa (ija>rah).
Dasar hukum sewa menyewa telah dijelaskan dalam Firman Allah
Swt dalam ayat sebagai berikut:
ََ ܆ َ َ َ ُ َ َ َ ُ ََ َُ َ َ َ ُ َ ܅
َ
َ وفۡ ۡ َۡوٱ ܅ت ُقواۡ ۡٱ ܅
ّۡۡ
ۡ ضعوۡاۡ ۡأوۡلۡدكݗۡ ۡفلۡ ۡجن
ِ اح ۡعݖيۡكݗۡ ۡإِذا ۡ َسݖݙۡ ُتݗ ۡ ܅ماۡ ۡ َءاتيۡ ُتݗ ۡبۡ ِٱلۡ َݙعۡ ُر
ِ ِۡنۡ ۡأردتݗۡ ۡأن ۡتسۡت
ُ
َ
َ
َ َ َ܅ ܅
َۡ عݖ ُݙوۡاۡۡأنۡۡٱ
ۡ ۡوٱ
ۡ ۡير
ۡ ونۡبَ ِص
ۡ ّۡب ِ َݙاۡتعۡ َݙݖ
Artinya:
Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat). (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2004), 271.
2
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
3
Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran
menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah
bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan (Q.S. Al-Baqarah:
233).3
Dalam firman lain dijelaskan:
ُ َ
ُ َ ُ َ ََ
َ َ َ َ َ ُ َ ُ ُ ܅ ُ ُ َُ ܅
ُ
ۡۡض ُۡعۡ ُلۡۥۡۡأخۡ َرى
ۡ وفِۡنۡتع
ۡ ݚۡ َوأۡت ِݙ ُرواۡۡبَيۡ َنكݗۡب ِ َݙعۡ ُر ل
ۡ ݚۡأجوره
ۡ َاتوهف
ۡ ۡۡݚۡلكݗ
ۡ ۡفإِنۡۡأۡضع
َ
ِ ۡاستݗۡۡف َست
Artinya:
Kemudian jika mereka menyusukan anak-anakmu untukmu, maka
berikanlah kepada mereka upahnya (Q.S. At-Thalaaq: 6).4
Dasar hukum ijarah dari As-Sunnah adalah:
َ َح ْن
ُُ ِ ْ َ اءاأ
ُْ ْنُ َخ ِ يْجُُ َع
ُِ سأ َ ْلتُُ َ افِ َُعُب
ُ ظ َ ُُبْنُُقَيْسُُا
ِ َ نُ ِك
َ َُُ أ َ ْن َ ا ِ ُُقَا
ُِ ِبال َ َه
ُِ ُاج َُُ َع َىُ َع ُُِالنَ ِبي
ِ َ بُ َ ْال َ ِ ُُِفَقَا َُُلَُُبَأ َُُ ِب ِهُُ ِنَ َ اُ َكا َُُالنَا ُُي
َ ُص َى
ُُس َ َُمُ َع َىُ ْال َ ا ِ يَانَا ُُِ َ أ َ ْقبَا ُُِ ْال َج َا ِ ُُِ َ أ َ ْشيَا َُءُ ِمنَُُال َ ْ ِع َيَ ِك
َ َ ُُُّ َع َ ْي ُِه
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
ْ
َُُ كُ ِج
َُ لُ َه اُفَ ِ ِل
ُ ِ ُُنُ ِل نا ِ ُُ ِك َ اء
ُ ََه ا َ يَ ْس مُُ َه اُ َ يَ ْس مُُ َه اُ َ يَ ِكُُ َه اُفَ ُْمُي
ُلَُبَأ َُُبِ ِه
ُ َض ُُف
َ ُُفَأ َ َما،َع ْنه
ْ ىءُُ َم ْع ُُ َم
ْ ش
Artinya:
Pada suatu hari, Hanzhalah bin Qais al-Anshari bertanya kepada Rafi’ bin
Khadij perihal hukum menyewakan ladang dengan uang sewa berupa
emas dan perak. Maka Rafi’ bin Khadij menjawab, “tidak mengapa.
Dahulu semasa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam masyarakat
menyewakan ladang dengan uang sewa berupa hasil dari bagian ladang
tersebut yang berdekatan dengan parit atau sungai, dan beberapa bagian
hasil tanaman. Dan kemudian di saat panen tiba, ladang bagian ini rusak,
sedang bagian yang lain selamat, atau bagian yang ini selamat, namun
bagian yang lain rusak. Kala itu tidak ada penyewaan ladang selain
dengan cara ini, maka penyewaan semacam ini dilarang. Adapun
menyewakan ladang dengan nilai sewa yang pasti, maka tidak mengapa”
(H.R. Imam Muslim).5
Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Al-Kaffah,
2014), Surat Al-Baqarah ayat 233, 37.
4
Ibid., 559
5
Almanhajindo, “Media Islam Salafiyyah, Ahlussunnah wal Jama'ah”, https://almanhaj.or.id/
3270-menyewakan-tanah-pertanian.html, diakses pada 28 April 2016.
3
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
4
Maksud dari isi hadist diatas adalah menjelaskan tentang ketentuan
uang sewa yang dibayarkan, yaitu apabila upah sewa ladang pertanian dibayar
dengan uang, emas, dan perak maka diperbolehkan. Karena dengan
pembayaran tersebut telah jelas nominal yang harus dibayarkan sesuai dengan
perjanjian di awal akad perjanjian sehingga tidak ada kemungkinan timbulnya
kerugian antara salah satu pihak. Namun, apabila upah sewa dibayar berupa
hasil tanaman yang ditanam di ladang dalam nilai persentase tertentu maka
tidak diperbolehkan, dengan alasan tidak adanya nilai sewa yang pasti.
Dalam sewa menyewa (ija>rah) ada beberapa syarat yang telah
ditentukan dan harus dipenuhi, yaitu ada tiga rukun umum yaitu:6
1.
Shib) dan penerimaan
(qobu>l).
2.
Pihak yang berakad, yang terdiri dari pihak yang menyewakan
(mu’jir) dan pihak penyewa (musta’jir)
3.
Obyek kontrak, yang terdiri dari pembayaran (sewa) dan manfaat
penggunaan aset
Manusia dalam melakukan transaksi bidang bisnis harus memberikan
sesuai haknya masing-masing atau berlaku secara adil dalam memenuhi
semua kewajiban.7 Selain itu dalam suatu akad ada juga beberapa hal yang
tidak boleh dilupakan dalam pelaksanaannya tersebut yaitu terdapat beberapa
syarat seperti bebas dari unsur ketidak jelasan (ghara>r) dan pemaksaan, agar
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Wacana Ulama dan Cendekiawan, (Jakarta: Tazkia
Institute, 1999), 156.
7
Ismail Nawawi, Fiqih Muamalah (Hukum Ekonomi, Bisnis, dan Sosial)…, 22.
6
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
5
tidak menimbulkan konflik atau perselisihan di kemudian hari yang dapat
merugikan salah satu pihak dalam transaksi tersebut. Begitu juga dengan
pertanian, dalam masyarakat model yang digunakan untuk transaksi akad
sewa menyewa (ija>rah) sawah ini bermacam-macam sesuai dengan keadaan
sosial, ekonomi serta adat-istiadat. Seperti sistem sewa-menyewa pertanian
yang berbentuk lahan sawah di Desa Becirongengor Kecamatan Wonoayu
Kabupaten Sidoarjo yang mayoritas penduduknya berprofesi sebagai petani.
Becirongengor adalah nama dari suatu desa yang terdapat di
Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo. Di desa ini menerapkan
pengelolahan sewa-menyewa sawah berdasarkan sistem adat nggantung pari.
Sistem nggantung pari ini adalah bentuk pengelolahan sawah dengan akad
sewa-menyewa (ija>rah) dalam jangka waktu satu kali panen kurang lebih 6
(enam) bulan dengan membayar uang sewa yang telah ditentukan di awal
akad perjanjian serta terdapat juga kewajiban membayar bagi hasil dari hasil
panen dengan pembagian sebesar 30% untuk pihak yang menyewakan sawah
dan 70% untuk pihak penyewa sawah. Oleh karena itu disebut dengan
nggantung pari (menggantung padi) yang dimaksud dari kata tersebut adalah
ketentuan bagi hasil yang sudah ditentukan masih menggantung pelaksanaan
pembayarannya, yaitu dibayar pada saat panen tiba. Jadi pembayaran
dilakukan dua kali pertama di awal akad dilakukan dengan membayar berupa
uang tunai untuk sewa, kedua dibayar di akhir berakhirnya akad setelah
panen dengan pembayaran berupa bagi hasil padi sebesar 30% untuk pihak
yang menyewakan sawah. Dengan demikian tidak memiliki nilai yang jelas
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
6
upah sewa dalam perjanjian ini karena belum diketahui hasil panen padi yang
diperoleh.
Berdasarkan fenomena di atas, penyusun tertarik untuk mengkaji
dalam bentuk skripsi yang berjudul: “Tinjauan Hukum Islam Terhadap
Pelaksanaan
Perjanjian
Sewa
Sawah
“Nggantung
Pari”
di
Desa
Becirongengor Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo”.
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat ditarik kesimpulan berupa
beberapa identifikasi masalah sebagai berikut:
1. Menimbulkan kerugian bagi pihak penyewa karena harus membayar uang
sewa dan bagi hasil panen padi.
2. Tidak jelasnya nilai upah sewa yang harus dipenuhi.
3. Jika hasil panen tidak maksimal pihak penyewa dirugikan karena hasil
tidak sebanding dengan biaya dan tenaga yang dikeluarkan untuk
pengelolahan sawah.
Untuk menghasilkan laporan penelitian yang lebih fokus ke judul yang
dikaji, penulis membatasi penelitian yaitu:
1. Pelaksanaan perjanjian sewa sawah nggantung pari di desa Becirongengor
kecamatan Wonoayu kabupaten Sidoarjo
2. Tinjauan hukum Islam terhadap pelaksanaan perjanjian sewa sawah
nggantung pari di desa Becirongengor kecamatan Wonoayu kabupaten
Sidoarjo.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
7
C. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dipaparkan diatas maka dapat ditarik
beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pelaksanaan perjanjian sewa sawah nggantung pari di desa
Becirongengor kecamatan Wonoayu kabupaten Sidoarjo.
2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap pelaksanaan perjanjian sewa
sawah nggantung pari di desa Becirongengor kecamatan Wonoayu
kabupaten Sidoarjo.
D. Tujuan Penelitian
Adapun beberapa tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan pelaksanaan perjanjian sewa
sawah nggantung pari di desa Becirongengor kecamatan Wonoayu
kabupaten Sidoarjo.
2. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan tinjauan hukum Islam terhadap
pelaksanaan perjanjian sewa sawah nggantung pari di desa Becirongengor
kecamatan Wonoayu kabupaten Sidoarjo.
E. Kegunaan Hasil Penelitian
Selanjutnya, dengan adanya penulisan skripsi ini diharapkan hasilnya
dapat digunakan sebagai berikut:
1. Bagi masyarakat khususnya warga desa Becirongengor agar dapat lebih
memahami bagaimana akad-akad yang harus dijalankan sesuai dengan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
8
syariat Islam agar keadilan dapat diterapkan serta kesejahteraan warga
dapat tumbuh dan berkembang.
2. Bagi penulis, hasil dari penelitian ini diharapkan agar dapat memberikan
kontribusi ilmu tentang muamalah.
3. Bagi pembaca, diharapkan dapat memberikan wawasan keilmuan dalam
hukum Islam, khususnya keilmuan di bidang fiqih muamalah.
F. Kajian Pustaka
Ada beberapa skripsi yang membahas tentang praktek akad sewamenyewa yang pertama adalah skripsi yang ditulis oleh Silvia Ratnani, yang
berjudul “Penggarapan Tanah Sawah Dengan Sistem Setoran Di Desa Lundo
Kecamatan Benjeng Kabupaten Gresik”, skripsi ini menjelaskan tentang
pelaksanaan perjanjian kerjasama antara pemilik sawah dengan penggarap
yang perjanjiannya hanya berupa lisan saja dengan sistem penyerahan seluruh
hasil panen pertama kepada pemilik sawah sesuai dengan permintaannya,
kemudian untuk hasil panen kedua dan ketiga adalah milik penggarap sawah
tersebut. Tetapi seluruh biaya yang dikeluarkan mulai dari bibit dan biaya
pengelolahannya ditanggung oleh pihak penggarap.8
Kedua, yaitu skripsi yang ditulis oleh Afis Sunani Khoiroiswa, yang
berjudul “Analisis Hukum Islam Tentang Sewa Menyewa Tanah Fasum
Yasbhum: Studi Kasus Di Perumahan TNI- AL Desa Sugihwaras Kecamatan
Candi Kabupaten Sidoarjo”, skripsi ini menjelaskan tentang praktek sewa-
Silvia Ratnani, “Penggarapan Tanah Sawah Dengan Sistem Setoran Di Desa Lundo Kecamatan
Benjeng Kabupaten Gresik”. (Skripsi--UIN Sunan Ampel Surabaya, 2015).
8
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
9
menyewa dengan obyek tanah fasum yang tidak dimanfaatkan oleh
pemerintah sehingga tanah tersebut dimanfaatkan oleh warga sekitar dengan
menyewakannya kepada orang lain tanpa adanya izin dari pemerintah daerah
dan warga juga merubah fungsi dari pemanfaatan tanah fasum tersebut untuk
kepentingan masyarakat.9
Ketiga, yaitu skripsi yang ditulis oleh Riyadus Sholikhah, dengan
judul “Analisis Hukum Islam Terhadap Sewa Tanah Pertanian Dengan
Pembayaran Uang Dan Barang: Studi Kasus Di Desa Klotok Kecamatan
Plumpang Kabupaten Tuban”, skripsi ini menjelaskan tentang praktek sewamenyewa lahan pertanian dengan sistem pembayaran bisa dilakukan dengan
cicilan, serta pembayaran juga bisa dibayar dengan uang atau hasil panen
tersebut tetapi nilai nominal yang dibayarkan harus sesuai dengan ketentuan
dalam perjanjian.10
Keempat, skripsi yang ditulis oleh Slamet Riyadin, dengan judul
“Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sistem Sewa Tanah Tegalan Yang
Dikelolah Kelompok Tani Di Desa Putat Kecamatan Tanggulangin
Kabupaten Sidoarjo”, skripsi ini menjelaskan tentang pelaksanaan sewa tanah
tegalan yang dilakukan kepala desa sebagai pihak penyewa tanah dengan cara
memaksa warga untuk menyewakan tanahnya, jika warga tidak mau, maka
kepala desa memberikan kebijakan tidak diperbolehkannya menggunakan air
Afis Sunani Khoiroiswa. “Analisis Hukum Islam Tentang Sewa Menyewa Tanah Fasum
Yasbhum : Studi Kasus Di Perumahan TNI- AL Desa Sugihwaras Kecamatan Candi Kabupaten
Sidoarjo”. (Skripsi--UIN Sunan Ampel Surabaya, 2015).
10
Riyadus Sholihah, “Analisis Hukum Islam Terhadap Sewa Tanah Pertanian Dengan
Pembayaran Uang Dan Barang : Studi Kasus Di Desa Klotok Kecamatan Plumpang Kabupaten
Tuban”, (Skripsi--UIN Sunan Ampel Surabaya, 2015).
9
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
10
yang biasanya dipakai irigasi oleh warga. Padahal jika warga menyewakan
tanah tersebut mereka merasa rugi.11
Dari kajian beberapa penulisan skripsi diatas maka dapat ditarik
sebuah kesimpulan bahwa skripsi yang akan ditulis oleh penulis dengan judul
Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Perjanjian Sewa Sawah
“Nggantung Pari” di Desa Becirongengor Kecamatan Wonoayu Kabupaten
Sidoarjo tidak memiliki kesamaan dengan penulisan skripsi-skripsi terdahulu,
karena dalam skripsi ini penulis fokus pada permasalahan sewa sawah dengan
pembayaran uang di muka kemudian pembayaran hasil panen padi saat panen
di akhir masa sewa dengan sistem bagi hasil yakni persentase 30% untuk
pemilik sawah dan 70% untuk pihak penyewa. Dengan beban yang tidak
sebanding dengan apa modal yang dikeluarkan oleh pihak penyewa. Maka
dari itu perlu adanya tinjauan berdasarkan hukum Islam atas permasalahan
ini.
G. Definisi Operasional
Judul dari penelitian diatas akan terlebih dahulu dijelaskan oleh
penulis agar dapat memberikan gambaran yang jelas. Adapun beberapa
pengertian atau arti dari istilah-istilah yang terdapat pada judul diatas adalah:
1. Hukum Islam
Slamet Riyadin, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sistem Sewa Tanah Tegalan Yang
Dikelolah Kelompok Tani Di Desa Putat Kecamatan Tanggulangin Kabupaten Sidoarjo”,
(Skripsi--UIN Sunan Ampel Surabaya, 2010).
11
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
11
Hukum Islam adalah ketentuan-ketentuan dalam agama Islam
yang diatur berdasarkan pada al-Qur’an, hadis serta pendapat para ulama’.
2. Perjanjian Sewa Sawah
Perjanjian
sewa-menyewa
dengan
obyek
sawah
dengan
pengambilan manfaat dari obyek tersebut namun tanpa pengalihan hak
milik dari obyek yang disewakan dengan memberi upah imbalan sebagai
ganti atas pemanfaat sawah yang disewakan serta dalam jangka waktu
tertentu sesuai akad yang telah diperjanjikan.
3. Nggantung Pari
Nggantung pari adalah perjanjian sewa-menyewa yang menjadi
adat masyarakat desa Becirongengor dimana pihak penyewa sawah
membayar upah sewa sawah berupa uang tunai di muka dan hasil panen
padi
dengan
digantungkan
atau
dibayarkan
dibelakang
ketika
diperolehnya hasil panen oleh penyewa sawah dengan aturan yang telah
ditentukan antara kedua belah pihak berupa bagi hasil. Persentase bagi
hasil yang ditentukan sebesar 30% untuk pemilik sawah dan 70% untuk
penyewa. Perjanjian ini berakhir dalam jangka waktu satu kali panen.
H. Metode Penelitian
Adapun bentuk penulisan skripsi ini berdasarkan pada metode sebagai
berikut:
1. Jenis Penelitian
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
12
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan yang
dilakukan di Desa Becirongengor Kecamatan Wonoayu Kabupaten
Sidoarjo. Dengan menggunakan metode penelitian deskriptif yang
bertujuan
untuk
mengumpulkan
informasi
aktual
secara
rinci,
mengindetifikasi masalah atau memeriksa kondisi dan praktek-praktek
perjanjian sewa sawah nggantung pari yang berlaku di Desa
Becirongengor Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo.12
2. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif, yaitu
merupakan suatu penelitian yang ditunjukkan untuk mendeskripsikan dan
menganalisis fenomena yang terjadi di Desa Becirongengor Kecamatan
Wonoayu Kabupaten Sidoarjo. Dalam penggunaan pendekatan ini, hasil
penelitian merupakan penjelasan setiap obyek yang diteliti. Kebenaran
hasil penelitian lebih banyak didukung melalui kepercayaan berdasarkan
informasi dari pihak-pihak yang diteliti.13
3. Obyek Penelitian
Obyek dalam penelitian ini adalah tempat dilaksanakanna
perjanjian sewa sawah nggantung pari tepatna di Desa Becirongengor
Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo.
4. Sumber Data
M. Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 2002), 76.
13
Ibid.
12
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
13
a. Sumber data primer adalah data atau informasi yang diperoleh
langsung dari sumber pertama melalui prosedur dan teknik
pengambilan data yang berupa wawancara atau observasi terhadap
para pihak pelaku sewa-menyewa yang dirancang sesuai dengan
tujuan.14 Dalam skripsi ini sumber data primer diperoleh melalui
wawancara dengan:
1) Pemilik sawah, sebagai pihak yang memberikan sewa.
2) Petani, sebagai pihak penyewa.
3) Tokoh masyarakat setempat.
b. Sumber data sekunder merupakan sumber data yang diperoleh secara
tidak langsung yang biasanya berupa data dokumentasi, artikel dan
buku-buku.15 Sumber data sekunder dalam skripsi ini diperoleh dari
beberapa buku:
1) Muhammad Syafi’i Antonio dalam bukunya yang berjudul Bank
Syariah Wacana Ulama dan Cendekiawan, Jakarta: Tazkia
Institute, 1999.
2) Ismail Nawawi dalam bukunya yang berjudul Fiqih Muamalah
(Hukum Ekonomi, Bisnis, dan Sosial), Jakarta: CV. Dwiputra
Pustaka Jaya, 2010.
3) Rachmad Syafei dalam bukunya yang berjudul Fiqih Muamalah
Bandung: CV Pustaka Setia, 2001.
5. Teknik Pengumpulan Data
14
15
Saifuddn Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), 36.
Ibid.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
14
Terdapat beberapa cara yang dilakukan untuk memperoleh datadata yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini yaitu:
a. Observasi adalah penyelidikan dan pendataan dengan sistematik
terhadap fenomena-fenomena yang diselidiki.16 Teknik ini digunakan
untuk mendapatkan data secara langsung maupun tidak langsung.
Dalam pelaksanaannya penelitian ini menemukan terjadinya praktek
sewa-menyewa sawah yang terjadi di Desa Becirongengor Kecamatan
Wonoayu Kabupaten Sidoarjo.
b. Interview atau wawancara, adalah teknik pengumpulan data yang
digunakan peneliti untuk mendapatkan keterangan-keterangan lisan
melalui bercakap-cakap dan berhadapan muka dengan beberapa
narasumber dari warga yang dapat memberikan keterangan tentang
perjanjian sewa-menyewa sawah di Desa Becirongengor Kecamatan
Wonoayu Kabupaten Sidoarjo,17 yaitu pihak pemilik sawah dan pihak
penyewa sawah sebagai responden dan tokoh masyarakat serta
perangkat desa sebagai informannya agar data yang diperoleh dari
wawancara ini lebih akurat.
c. Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data dengan cara
mengumpulkan data berupa dokumen-dokumen yang bersangkutan
dalam pelaksanaan perjanjian sewa-menyewa tersebut.18
6. Teknik Pengelolahan Data
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: Andi Offset, 1990), 136.
Mardalis, Metode Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), 64.
18
Ibid., 68.
16
17
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
15
Adapun teknik pengelolahan data yang digunakan adalah sebagai
berikut:
a. Editing, adalah pengecekan ulang data yang telah dikumpulkan untuk
menghilangkan kesalahan-kesalahan yang terdapat di lapangan yang
bersifat pengoreksian, pada kesempatan ini dapat dilakukan
pelengkapan terhadap kesalahan atau kekurangan data yang terjadi
baik dengan cara pengumpulan data ulang ataupun interpolasi
(penyisipan).19
b. Organizing, adalah penyusunan data yang telah diperoleh secara
terstruktur untuk dijadikan karangan yang akan dipaparkan dalam
hasil penelitian.20
7. Analisis Data
Setelah data mengenai sewa tanah terkumpul, maka kemudian
dilakukan analisis dengan menggunakan metode kualitatif yaitu dengan
cara menganalisis data tanpa mempergunakan perhitungan angka-angka
melainkan mempergunakan sumber informasi yang relevan untuk
memperlengkap data yang penulis inginkan. Selanjutnya, data yang
terhimpun tersebut dianalisis berdasarkan hukum Islam. Dengan metode
analisis data seperti ini diharapkan akan didapatkan suatu kesimpulan
akhir mengenai perjanjian sewa sawah nggantung pari dalam perspektif
hukum Islam dari kasus yang ada dalam data tersebut.
I. Sistematika Pembahasan
19
20
Ibid., 77.
Saifuddn Azwar, Metode Penelitian…, 127.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
16
Sistematika pembahasan adalah suatu gambaran singkat untuk
merinci keseluruhan dari isi penulisan. Sistematika pembahasan dalam
penulisan skripsi ini adalah:
Bab pertama merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang,
identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, tujuan masalah,
kegunaan hasil penelitian, tujuan penelitian, kajian pustaka, definisi
operasional, metode penelitian dan sistematika pembahasan.
Pada bab dua, membahas gambaran umum ija>rah, dalam hukum Islam.
Pada bab ini penyusun mencoba memaparkan tentang pengertian, dasar
hukum, syarat, rukun, serta masa berakhirnya akad ija>rah, selain itu penyusun
juga menjelaskan tentang mekanisme pelaksanaan ija>rah. Nilai penting dari
pembahasan ini adalah sebagai kerangka dasar tentang ija>rah, juga dijadikan
alat analisis pada pembahasan inti dalam penelitian ini.
Kemudian bab tiga ini penyusun membahas deskripsi daerah
penelitian yang meliputi keadaan sosial, agama, pendidikan, serta ekonomi
masyarakat setempat dan data obyektif di lapangan yaitu praktek yang
dilakukan masyarakat Desa Becirongengor Kecamatan Wonoayu Kabupaten
Sidoarjo dalam melaksanakan praktek sewa-menyewa sawah.
Bab empat, bab ini membahas tentang analisis pelaksanaan sewamenyewa sawah di Desa Becirongengor Kecamatan Wonoayu Kabupaten dan
analisis hukum islam terhadap pelaksanaan sewa-menyewa tersebut.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
17
Terakhir bab lima, bab ini merupakan penutup yang mana penyusun
akan mengambil kesimpulan dari hasil penelitian, dan saran-saran yang dirasa
dapat memberikan alternatif bagi solusi masalah-masalah hukum.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sewa Menyewa dalam Islam (Ija>rah)
1. Pengertian Ija>rah
Menurut etimologi, ija>rah berasal dari kata al-ajru yang berarti al-
‘iwa>dh artinya ialah penggantian dan upah.1 Sedangkan menurut
terminologi (ija>rah) merupakan pemindahan hak guna atas barang atau
jasa dalam batasan waktu tertentu melalui pembayaran upah sewa, tanpa
diikuti dengan pemindahan hak kepemilikan atas barang.2
Untuk lebih jelasnya di bawah ini dikemukakan beberapa definisi
ija>rah menurut pendapat beberapa ulama’ fiqih:
a. Ulama’ Hanafiyah:3
ُ ُْ ُعَُُىُ ْالُ َُنَاُفِعُُِبُِ َع
َُ
َ ُُ عُْق
“Akad atas suatu kemanfaatan dengan pengganti.”
b. Ulama’ Asy-Syafi’iyah:4
.ُ ُْ ُُم ْع
َُ ُُ
ُْ ُالبَُا َحُ ُُِ ِبُ َع
ُِ ْ َُ ُُِ ُْ َُعَُُىُ َُم ْنَُُ َُع ُُ َمُ ْقُ ُ ُْدَُُُ َمُ ُْعُ ُْ َمُ ُُمُُبَا َحُ ُُُقَا ِبَُُ ُُ ِلُُْب
َُ
َ ُُ عُْق
“Akad atas suatu kemanfaatan yang mengandung maksud
tertentu dan mubah, serta menerima pengganti atau kebolehan
dengan pengganti tertentu.”
c. Ulama’ Malikiyah dan Hanabilah:5
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), 114
Ismail Nawawi, Fiqh Mu’amalah, (Jakarta: Dwiputra Pustaka Jaya, 2010), 312.
3
Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2001), 121.
4
Ibid.,
1
2
19
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
20
ُ ُْ َُىءُُمُُبَا َحُ ُُمُ َُُُ َمُ ْعُُ ُْ َُم ُُ ِبُع
ُْ ُش
ُ ُُت َ ُُِْ ْي
َ ُُِكُ َمُنَافُِع
“Menjadikan milik suatu kemanfaatan yang mubah dalam waktu
tertentu dengan pengganti.”
d. Menurut Syaikh Syihab Al-Din dan Syaikh Umairah bahwa yang
dimaksud dengan ija>rah adalah:
ُُ َ ضْعا
ُِ ُْْدَُُقَاُ ِب َ ُُ ِل ْ َب ُُْ ُُِ َ ا
ْ ل َباُ َح ُُِ ِب َع
ع َىُ َم ْن َ َع ُُ َم ْع ْ َم ُُ َم ْق
َ ُُ ع ْق
َ
“Akad atas manfaat yang diketahui dan disengaja untuk memberi
dan membolehkan dengan imbalan yang diketahui ketika itu.”6
e. Menurut Muhammad Al-Syarbini al-Khatib bahwa yang dimaksud
dengan ija>rah yaitu:
ُ ْ ت َ ْ ِيْكُُ َم ْن َ َع ُُ ِب َع ْ دُُ ِبش
“Pemilikan manfaat dengan adanya imbalan dan syarat-syarat.”7
f. Menurut Sayyid Sabiq8 ija>rah merupakan suatu jenis akad untuk
mengambil manfaat dengan jalan penggantian.
g. Menurut Hasbi Ash-Shiddiqie ija>rah adalah akad yang objeknya ialah
berupa penukaran manfaat untuk masa tertentu, yaitu pemilikan
manfaat dengan imbalan, atau sma ajuga dengan menjual manfaat.9
h. Menurut Idris Ahmad bahwa upah artinya mengambil manfaat tenaga
orang lain dengan jalan member ganti menurut syarat-syarat
tertentu.10
5
Ibid, 122.
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah…, 114.
7
Ibid.,
8
Abdul Rahman Ghazaly, et al., Fiqh Muamalat, (Jakarta: Kencana, 2010), 277.
9
Ibid, 115.
10
Ibid,.
6
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
21
Ada yang menterjemahkan, ija>rah sebagai jual beli jasa (upahmengupah), yakni mengambil manfaat tenaga manusia, ada pula yang
menterjemahkan sewa-menyewa, yakni mengambil manfaat dari barang.
Jadi ija>rah dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu ija>rah atas jasa dan
ija>rah atas benda.
Jumhur ulama’ fiqih berpendapat bahwa ija>rah adalah menjual
manfaat dan yang boleh disewakan adalah manfaatnya bukan bendanya.
Jadi, dalam hal ini bendanya tidak berkurang sama sekali, dengan
perkataan lain terjadinya ijarah ini yang berpindah hanyalah manfaat
obyek yang disewakan.11 Oleh karena itu, mereka melarang menyewakan
pohon untuk diambil buahnya, domba untuk diambil susunya, sumur
untuk diambil airnya, dan lain-lain, sebab semua itu bukan manfaatnya,
tetapi bendanya. Namun sebagian ulama memperbolehkan mengambil
upah mengajar Al-Qur’an dan ilmu pengetahuan yang bersangkutan
dengan agama, sekedar untuk memenuhi kaperluan hidup, karena
mengajar itu telah memakai waktu yang seharusnya dapat mereka
gunakan untuk pekerjaan mereka yang lain.12
Sewa-menyewa
sebagaimana
perjanjian
lainnya,
adalah
merupakan perjanjian yang bersifat konsensual, perjanjian ini mempunyai
kekuatan hukum yaitu pada saat sewa-menyewa berlangsung, dan apabila
akad sudah berlangsung, maka pihak yang menyewakan berkewajiban
Chairuman Pasaribu, Hukum Perjanjian dalam Islam, (Jakarta: Sinar Grafik, 1994), 52.
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Hukum Fiqh Lengkap), (Bandung: Sinar Baru Algensido, 1994),
304.
11
12
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
22
untuk menyewakan barang kepada pihak penyewa, dan dengan
diserahkannya manfaat barang/benda maka pihak penyewa berkewajiban
pula untuk menyerahkan uang sewanya.13
2. Dasar Hukum Ija>rah
Ija>rah dalam bentuk sewa menyewa atau bentuk upah mengupah
merupakan kegiatan muamalat yang telah disyariatkan dalam Islam.
Hukum asal ija>rah menurut jumhur ulama’ adalah mubah atau boleh bila
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh syara’
berdasarkan al-Quran, hadist, dan ketetapan ijma’ ulama’. Dasar hukum
tentang kebolehan ijarah adalah sebagai berikut:
a. Dasar hukum Al-Quran
َ َ ََ ܆ َ َ َ ُ َ َ َ ُ ََ َُ َ َ َ ُ َ َ ܅ ُ ܅
ُ
ۡ ِۡنۡۡأردتݗۡۡأنۡتس
ܛحۡعݖيۡكݗۡۡإِذاۡسݖݙۡتݗۡمܛۡۡءاتيۡ ۡتݗۡب
ۡ لۡجݜ
ۡ ضعݠۡاۡۡأوۡلۡܯكݗۡۡف
ِ ت
َ
َ
ُ
َ َۡ ّۡۡب َݙܛۡ َتعۡ َݙݖ
َ ّۡۡ َۡوٱعۡݖ ُݙݠۡاۡۡأ ܅ۡ ܅
َ وفۡ َۡوٱ ܅ت ُقݠاۡۡٱ ܅
ۡ ِ ُܱ ِٱۡل َݙ ۡع
ۡ ܻۡٞر
ِ ݠنۡب
ِ نۡٱ
Artinya:
Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka
tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran
menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan
ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.
(Q.S. Al-Baqarah: 233).14
ُ َ ََ
َ َ َ َ َ َ ُ َ ُ ُ ܅ ُ ُ َُ ܅
ُ
ۡ ۡܛستݗ
ۡ ُِۖۡنۡتعٞݚۡ َوأۡت ِݙ ُܱواۡۡبَيۡ َݜكݗۡب ِ َݙعۡ ُܱوف
ۡ ݚۡأجݠره
ۡ َاتݠهۡݚۡلكݗۡۡف
ۡ ۡفإِنۡۡأۡضع
ُ َُ ُ ُ َ َ
ۡ ۡۡض ۡعۡلۡ ۡۥۡأخۡ َܱى
ۡ ۡفس
ِ ت
Chairuman Pasaribu, Hukum Perjanjian dalam Islam…, 52.
Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: Al-Fattah,
2013), 37.
13
14
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
23
Artinya:
Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu
maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah
di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik, dan jika kamu
menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak
itu) untuknya. (Q.S. At-Thalaaq: 6).15
َ َ ُ ُ َ ُ َ َََ ََ َ َ َ َ
َ َ َ َََ َ َ َ ََ َ ܅ى
َ
َ
َ
َ
َ
ۡ ۡستطۡعݙܛۡۡأهۡݖݟܛۡفأبݠۡاۡۡأنۡيضيِفݠهݙܛۡفݠجܯاۡفِيݟܛ
ۡ لۡقܱۡيܟۡۡٱ
ۡ ّۡۡإِذۡاۡأتيܛۡۡأه
ۡ ۡفٱنطݖقܛۡح
َ َ َ َ َ َ َ܅
َ َ َ ُ َ َََ ُ ُ َ َ َ ܅
ۡ ۡܛلۡلݠۡۡشِܚ
ۡ ܼۡفأقܛم ۡݝۥۡۡق
ۡ يܯۡأنۡيݜق
ۡ ِܱ اۡيٞج َܯار
ۡ ۡܰܠَۡܮ
ۡ ۡاܱٞج
ۡ تۡعݖيۡ ۡݝِۡأ
ِ
Artinya:
Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada
penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk
negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka,
kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah
yang hampir roboh, maka Khidhr menegakkan dinding itu. Musa
berkata: "Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk
itu." (Q.S. Al-Kahfi: 77).16
b. Dasar hukum hadist:
َ َح ْن
ُُ ِ ْ َ اءاأ
ُْ ْنُ َخُ ِ يْجُُ َع
ُِ سأ َ ْلتُُ َ ا ِف َُعُب
ِ َ نُ ِك
َ َُُ ظ َ ُُبْنُُقَيْسُُاأ َ ْن َ ا ِ ُُقَا
ُُِ اج َُُ َع َىُ َع
ُِ ِبال َ َه
ِ َ بُ َ ْال َ ِ ُُِفَقَا َُُلَُُ َبأ َُُ ِب ُِهُ ِنَ َ اُ َكا َُُالنَا ُُي
َ ُص َى
ُ النَ ِب
َُُس َ َُمُ َع َىُ ْال َ ا ِ يَانَا ُُِ َ أ َ ْقبَا ُُِ ْال َج َا ِ ُُِ َ أ َ ْشيَا َُءُ ِمن
َ َ ُُُّ َع َ ْي ُِه
َ ُِ ي
ُُنُ ِل نَا ِ ُُ ِك َ اء
ُْ َال َ ْ ِع َيَ ِكُُ َه َُا َ يَ ْس َمُُ َه َاُ َ يَ ْس َمُُ َه َاُ َ يَ ِكُُ َه َاُفَ َ ُْمُي
ُلَُبَأ َُُ ِب ِه
ُ َض ُُف
َُ لَُ َه َاُفَ ِ َ ِل
ُِ
َ ُُفَأ َ َما،ع ْنه
ْ ش ْىءُُ َم ْع ُُ َم
َ َُُ كُ ِج
Artinya:
Pada suatu hari, Hanzhalah bin Qais al-Anshari bertanya kepada
Rafi’ bin Khadij perihal hukum menyewakan ladang dengan uang
sewa berupa emas dan perak. Maka Rafi’ bin Khadij menjawab,
“tidak mengapa. Dahulu semasa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam masyarakat menyewakan ladang dengan uang sewa berupa
hasil dari bagian ladang tersebut yang berdekatan dengan parit
atau sungai, dan beberapa bagian hasil tanaman. Dan kemudian di
saat panen tiba, ladang bagian ini rusak, sedang bagian yang lain
selamat, atau bagian yang ini selamat, namun bagian yang lain
rusak. Kala itu tidak ada penyewaan ladang selain dengan cara ini,
maka penyewaan semacam ini dilarang. Adapun menyewakan
15
16
Ibid., 559.
Ibid., 302.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
24
ladang dengan nilai sewa yang pasti, maka tidak mengapa” (H.R.
Imam Muslim).17
Maksud dari isi hadist diatas adalah menjelaskan tentang
ketentuan uang sewa yang dibayarkan, yaitu apabila upah sewa ladang
pertanian dibayar dengan uang, emas, dan perak maka diperbolehkan.
Karena dengan pembayaran tersebut telah jelas nominal yang harus
dibayarkan sesuai dengan perjanjian di awal akad perjanjian sehingga
tidak ada kemungkinan timbulnya kerugian antara salah satu pihak.
Namun, apabila upah sewa dibayar berupa hasil tanaman yang
ditanam di ladang dalam nilai persentase tertentu maka tidak
diperbolehkan, dengan alasan tidak adanya nilai sewa yang pasti.
3. Rukun dan Syarat Ija>rah
Rukun-rukun ija>rah menurut jumhur ulama’ ada empat, yaitu:18
a. Aqid (orang yang berakad), yaitu mu’jir (orang yang menyewakan)
dan musta’jir (orang yang menyewa).
b. Shigat (ijab dan kabul).
c. U>j< rah (upah/imbalan).
d. Manfaat.
Syarat-syarat ija>rah adalah sebagai berikut:
a. Mu’jir dan musta’jir
Almanhajindo, “Media Islam Salafiyyah, Ahlussunnah wal Jama'ah”, https://almanhaj.or.id/
3270-menyewakan-tanah-pertanian.html, diakses pada 28 April 2016.
18
Abdul Rahman Ghazaly, et al., Fiqh Muamalat…, 278.
17
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
25
Mu’jir dan musta’jir yaitu orang yang melakukan akad sewamenyewa atau upah-mengupah. Mu’jir adalah yang memberikan upah
dan yang menyewakan, musta’jir adalah orang yang menerima upah
untuk melakukan sesuatu dan yang menyewa sesuatu.19 Disyaratkan
pada mu’jir dan musta’jir adalah baligh, berakal, cakap melakukan
tasharruf
(mengendalikan harta), dan saling meridhai. Allah Swt
berfirman:
َ ُ َ َ ܅
ُ
ُ َ َ ُ ُ َ َ َ َ َ َىَ܆ َ ܅
ِۡ ام ُݜݠاۡۡلۡۡتأۡكݖݠۡاۡۡأمۡ َوۡلكݗۡبَيۡݜَكݗۡبۡ ِٱلۡ َبۡ ِط
ۡ َ ݠنۡت
ۡ لۡإِلۡۡأنۡتۡك
ۡ َيأيݟܛۡٱ
ۡ
ِيݚۡء
ۡ ِۡۡج َܱة
َ َ
ُ
ۡۡمِݜك ۡݗٞعݚۡت َܱاض
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.
(Q.S. An-Nisa: 29).20
Menurut ulama’ Syafi’iyah dan Hanabilah disyariatkan telah
baligh dan berakal, apabila orang yang belum atau tidak baligh dan
berakal seperti orang gila dan anak kecil maka akad ija>rah nya tidak
sah. Namun menurut ulama’ Hanafiyah dan Malikiyah berpendapat
bahwa kedua orang yang berakad itu tidak harus mencapai usia baligh,
maka anak yang baru mumayyiz dibolehkan melakukan akad ija>rah
hanya pengesahannya perlu persetujuan walinya.21
Bagi orang berakad ija>rah juga disyaratkan mengetahui
manfaat barang yang diakadkan dengan sempurna sehingga dapat
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah…, 117.
Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya…, 73.
21
Abdul Rahman Ghazaly, et al., Fiqh Muamalat…, 279.
19
20
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
26
mencegah terjadinya perselisihan di kemudian hari. Apabila manfaat
yang menjadi obyek tidak jelas, maka akadnya tidak sah. Kejelasan
manfaat dapat dilakukan dengan menjelaskan jenis manfaatnya dan
penjelasannya berapa lama manfaat itu di tangan penyewanya.
b. Shighat
Shighat akad merupakan ucapan atau pernyataan yang
dilakukan saat akad yang terdiri dari ijab dan kabul antara mu’jir dan
musta’jir, ijab adalah permulaan penjelasan yang keluar dari salah
seorang yang berakad sebagai gambaran kehendaknya dalam
mengadakan akad, sedangkan Kabul adalah perkataan yang keluar dari
pihak yang berakad pula yang diucapkan setelah adanya ijab.22 Ijab
Kabul dalam akad ija>rah ini ada dua yaitu ijab kabul sewa-menyewa
dan upah-mengupah. Ijab kabul sewa-menyewa misalnya: “Aku
sewakan mobil ini kepadamu setiap hari Rp5.000,00”, maka musta’jir
menjawab “Aku terima sewa mobil tersebut dengan harga demikian
setiap hari”. Ijab kabul upah-mengupah misalnya seseorang berkata,
“Kuserahkan kebun ini kepadamu untuk dicangkuli dengan upah
setiap hari Rp 5.000,00”, kemudian musta’jir menjawab “Aku akan
kerjakan pekerjaan itu sesuai dengan apa yang engkau ucapkan.”
c. U
PERJANJIAN SEWA SAWAH NGGANTUNG PARI DI DESA
BECIRONGENGOR KECAMATAN WONOAYU KABUPATEN
SIDOARJO
SKRIPSI
Oleh
Naila Rohmatillah
NIM. C02212068
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syariah dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam
Program Studi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah)
Surabaya
2016
ABSTRAK
Skripsi ini merupakan hasil penelitian lapangan yang berjudul Tinjauan
Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Perjanjian Sewa Sawah Nggantung Pari di
Desa Becirongengor Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo. Dalam skripsi ini
terdapat dua masalah yaitu 1. Bagaimana pelaksanaan perjanjian sewa sawah
nggantung pari di desa Becirongengor kecamatan Wonoayu kabupaten Sidoarjo,
2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap pelaksanaan perjanjian sewa sawah
nggantung pari di desa Becirongengor kecamatan Wonoayu kabupaten Sidoarjo.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif yaitu dengan
mengumpulkan informasi aktual secara rinci, mengindetifikasi masalah atau
memeriksa kondisi dan praktek-praktek perjanjian sewa sawah nggantung pari
yang berlaku di Desa Becirongengor Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo.
Setelah data terkumpul, maka dilakukan analisis menggunakan metode kualitatif
yaitu dengan cara menganalisis data menggunakan sumber informasi yang
relevan. Selanjutnya, data yang terhimpun tersebut dianalisis berdasarkan
perspektif hukum Islam.
Dari hasil penelitian, pelaksanaan perjanjian sewa sawah nggantung pari
merupakan sewa sawah yang dilakukan oleh dua belah pihak yaitu pemilik sawah
sebagai mu’jir dan petani sebagai musta’jir di Desa Becirongengor Kecamatan
Wonoayu Kecamatan Sidoarjo. Sewa sawah nggantung pari ini merupakan sewa sawah
yang dilakukan tanpa adanya bukti tertulis, dengan ketentuan pembayaran u>jrah berupa
uang tunai di awal perjanjian dan 30% dari hasil panen padi yang telah disepakati. Dan
dalam jangka waktu satu kali panen. Karena tidak ada lagi pekerjaan yang dilakukan
petani desa untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya, mereka tetap melaksanakan
perjanjian sewa sawah nggantung pari tersebut.
Dari hasil penelitian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan sewamenyewa atau ija>rah yang dilakukan tidak memenuhi syarat-syarat u>jrah dalam
ija>rah. Dengan memperhitungkan jumlah u>jrah berdasarkan 30% dari hasil panen
yang tidak pasti diketahui besarnya, sehingga tidak adanya kejelasan u>jrah dalam
pelaksanaannya.
Dengan demikian, maka kepada pemilik sawah dan petani agar lebih
memperhatikan syarat-syarat u>jrah dalam ija>rah agar dapat terlaksananya perjanjian
sewa sawah nggantung pari sesuai dengan hukum Islam. Dan kepada pembaca,
diharapkan agar penelitian ini dapat dijadikan rujukan awal yang kemudian
dikembangkan sehingga dapat menjadi lebih bermanfaat.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ...........................................................................................
i
PERNYATAAN KEASLIAN ............................................................................
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................................... iii
PENGESAHAN ................................................................................................
iv
ABSTRAK ........................................................................................................
v
KATA PENGANTAR .......................................................................................
vi
DAFTAR ISI ..................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL .............................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR .........................................................................................
xi
DAFTAR TRANSLITERASI ............................................................................ xii
BAB I
PENDAHULUAN .........................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ...........................................................
1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah ............................................
6
C. Rumusan Masalah.....................................................................
7
D. Tujuan Penelitian......................................................................
7
E. Kegunaan Hasil Penelitian .......................................................
8
F. Kajian Pustaka ..........................................................................
8
G. Definisi Operasional ................................................................. 11
H. Metode Penelitian..................................................................... 12
I.
BAB II
Sistematika Pembahasan .......................................................... 16
PEMBAHASAN ........................................................................... 18
A. Sewa Menyewa dalam Islam (Ijārah) ...................................... 18
1. Pengertian Ijārah ................................................................. 18
2. Dasar Hukum Ijārah ............................................................ 21
3. Rukun dan Syarat Ijārah ...................................................... 23
4. Ketetapan Ijārah .................................................................. 28
5. Macam-Macam Ijārah ......................................................... 29
6. Pembatalan dan Berakhirnya Ijārah .................................... 29
viii
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
7. Pengembalian Barang Sewaan ............................................. 31
BAB III
PELAKSANAAN
PERJANJIAN
SEWA
SAWAH
DI DESA BECIRONGENGOR
KECAMATAN WONOAYU KABUPATEN SIDOARJO ............ 33
NGGANTUNG
PARI
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ........................................ 33
1. Sejarah Desa ........................................................................ 33
2. Letak dan Kondisi Geografis ............................................... 33
3. Kependudukan dan Keadaan Sosial..................................... 35
4. Keadaan Sosial Agama ........................................................ 37
5. Sarana Pendidikan dan Tingkat Pendidikan Penduduk ....... 39
6. Struktur Kepemerintahan Desa ........................................... 41
B. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Sawah Nggantung Pari di
Desa Becirongengor Kecamatan Wonoayu Kabupaten
Sidoarjo ..................................................................................... 42
BAB IV
ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN
PERJANJIAN SEWA SAWAH NGGANTUNG PARI DI
DESA BECIRONGENGOR KABUPATEN SIDOARJO .............. 54
A. Analisis Praktek Pelaksanaan Perjanjian Sewa Sawah
Nggantung Pari di Desa Becirongengor Kecamatan
Wonoayu Kabupaten Sidoarjo ................................................. 54
B. Analisis Hukum Islam Terhadap Praktek Pelaksanaan
Perjanjian Sewa Sawah Nggantung Pari di Desa
Becirongengor Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo ..... 61
BAB V
PENUTUP .................................................................................... 69
A. Kesimpulan ............................................................................... 69
B. Saran` ......................................................................................... 70
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 71
LAMPIRAN ...................................................................................................... 73
ix
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk sosial, sehingga manusia tidak akan dapat
terlepas dari kegiatan-kegiatan bermuamalah dalam sehari-harinya yang telah
ditentukan dalam syariat Islam. Kegiatan bermuamalah merupakan suatu
kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh manusia dan telah diatur di dalam
kaidah-kaidah fiqih muamalah. Fiqih muamalah merupakan aturan-aturan
(hukum) Allah Swt, yang ditujukan untuk mengatur kehidupan manusia
dalam urusan duniawi dan sosial kemasyarakatan. Dalam pengertian ini,
manusia kapanpun dan dimanapun harus senantiasa mengikuti aturan yang
telah ditetapkan oleh Allah Swt, sekalipun dalam perkara yang bersifat
duniawi,
sebab
segala
aktivitas
manusia
akan
dimintai
pertanggungjawabannya di akhirat.1
Penduduk di Indonesia sebagian besar bermata pencaharian dalam
bidang pertanian, sehingga sektor pertanian sangat penting untuk
dikembangkan di negara kita. Salah satu bentuk pertanian di Indonesia adalah
pengelolahan sawah. Sawah memberikan pemenuhan kebutuhan utama bagi
masyarakat Indonesia yang pada umumnya menggunakan nasi sebagai bahan
makanan pokoknya. Banyak masyarakat di Indonesia yang memiliki lahan
sawah yang siap untuk dikelolah. Namun, tidak semua masyarakat yang
Ismail Nawawi, Fiqih Muamalah (Hukum Ekonomi, Bisnis, dan Sosial), (Jakarta: CV Dwiputra
Pustaka Jaya, 2010), 15.
1
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
2
memiliki peluang untuk mengelolah sawah tersebut mau mengerjakan karena
banyaknya aktivitas dan kesibukan masing-masing serta ketidakmampuan
dalam proses pengelolahan sawah. Tetapi tidak sedikit juga masyarakat yang
tidak memiliki lahan sawah untuk dikelolah namun memiliki kemampuan dan
keinginan untuk mengelolah sawah. Maka dari itu, timbul lah dalam suatu
masyarakat tersebut penyerahan lahan sawah dari pemilik sawah kepada
orang yang mampu mengelolah sawah tersebut agar dapat dimanfaatkan dan
produktivitasnya lebih meningkat. Di sisi lain juga dapat memberikan
keuntungan bagi kedua belah pihak. Dengan begitu rasa tolong-menolong,
dan saling mempedulikan satu sama lain tumbuh dan berkembang dalam
masyarakat tersebut.2 Karena manusia adalah makhluk sosial yang sangat
membutuhkan bantuan dan kepedulian dari sesamanya.
Praktek penyerahan lahan sawah tersebut merupakan salah satu
bentuk pemindahan hak guna/manfaat dalam jangka waku tertentu tanpa ada
pengalihan hak milik. Transaksi demikian dalam fiqih muamalah disebut
dengan sewa menyewa (ija>rah).
Dasar hukum sewa menyewa telah dijelaskan dalam Firman Allah
Swt dalam ayat sebagai berikut:
ََ ܆ َ َ َ ُ َ َ َ ُ ََ َُ َ َ َ ُ َ ܅
َ
َ وفۡ ۡ َۡوٱ ܅ت ُقواۡ ۡٱ ܅
ّۡۡ
ۡ ضعوۡاۡ ۡأوۡلۡدكݗۡ ۡفلۡ ۡجن
ِ اح ۡعݖيۡكݗۡ ۡإِذا ۡ َسݖݙۡ ُتݗ ۡ ܅ماۡ ۡ َءاتيۡ ُتݗ ۡبۡ ِٱلۡ َݙعۡ ُر
ِ ِۡنۡ ۡأردتݗۡ ۡأن ۡتسۡت
ُ
َ
َ
َ َ َ܅ ܅
َۡ عݖ ُݙوۡاۡۡأنۡۡٱ
ۡ ۡوٱ
ۡ ۡير
ۡ ونۡبَ ِص
ۡ ّۡب ِ َݙاۡتعۡ َݙݖ
Artinya:
Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat). (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2004), 271.
2
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
3
Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran
menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah
bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan (Q.S. Al-Baqarah:
233).3
Dalam firman lain dijelaskan:
ُ َ
ُ َ ُ َ ََ
َ َ َ َ َ ُ َ ُ ُ ܅ ُ ُ َُ ܅
ُ
ۡۡض ُۡعۡ ُلۡۥۡۡأخۡ َرى
ۡ وفِۡنۡتع
ۡ ݚۡ َوأۡت ِݙ ُرواۡۡبَيۡ َنكݗۡب ِ َݙعۡ ُر ل
ۡ ݚۡأجوره
ۡ َاتوهف
ۡ ۡۡݚۡلكݗ
ۡ ۡفإِنۡۡأۡضع
َ
ِ ۡاستݗۡۡف َست
Artinya:
Kemudian jika mereka menyusukan anak-anakmu untukmu, maka
berikanlah kepada mereka upahnya (Q.S. At-Thalaaq: 6).4
Dasar hukum ijarah dari As-Sunnah adalah:
َ َح ْن
ُُ ِ ْ َ اءاأ
ُْ ْنُ َخ ِ يْجُُ َع
ُِ سأ َ ْلتُُ َ افِ َُعُب
ُ ظ َ ُُبْنُُقَيْسُُا
ِ َ نُ ِك
َ َُُ أ َ ْن َ ا ِ ُُقَا
ُِ ِبال َ َه
ُِ ُاج َُُ َع َىُ َع ُُِالنَ ِبي
ِ َ بُ َ ْال َ ِ ُُِفَقَا َُُلَُُبَأ َُُ ِب ِهُُ ِنَ َ اُ َكا َُُالنَا ُُي
َ ُص َى
ُُس َ َُمُ َع َىُ ْال َ ا ِ يَانَا ُُِ َ أ َ ْقبَا ُُِ ْال َج َا ِ ُُِ َ أ َ ْشيَا َُءُ ِمنَُُال َ ْ ِع َيَ ِك
َ َ ُُُّ َع َ ْي ُِه
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
ْ
َُُ كُ ِج
َُ لُ َه اُفَ ِ ِل
ُ ِ ُُنُ ِل نا ِ ُُ ِك َ اء
ُ ََه ا َ يَ ْس مُُ َه اُ َ يَ ْس مُُ َه اُ َ يَ ِكُُ َه اُفَ ُْمُي
ُلَُبَأ َُُبِ ِه
ُ َض ُُف
َ ُُفَأ َ َما،َع ْنه
ْ ىءُُ َم ْع ُُ َم
ْ ش
Artinya:
Pada suatu hari, Hanzhalah bin Qais al-Anshari bertanya kepada Rafi’ bin
Khadij perihal hukum menyewakan ladang dengan uang sewa berupa
emas dan perak. Maka Rafi’ bin Khadij menjawab, “tidak mengapa.
Dahulu semasa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam masyarakat
menyewakan ladang dengan uang sewa berupa hasil dari bagian ladang
tersebut yang berdekatan dengan parit atau sungai, dan beberapa bagian
hasil tanaman. Dan kemudian di saat panen tiba, ladang bagian ini rusak,
sedang bagian yang lain selamat, atau bagian yang ini selamat, namun
bagian yang lain rusak. Kala itu tidak ada penyewaan ladang selain
dengan cara ini, maka penyewaan semacam ini dilarang. Adapun
menyewakan ladang dengan nilai sewa yang pasti, maka tidak mengapa”
(H.R. Imam Muslim).5
Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Al-Kaffah,
2014), Surat Al-Baqarah ayat 233, 37.
4
Ibid., 559
5
Almanhajindo, “Media Islam Salafiyyah, Ahlussunnah wal Jama'ah”, https://almanhaj.or.id/
3270-menyewakan-tanah-pertanian.html, diakses pada 28 April 2016.
3
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
4
Maksud dari isi hadist diatas adalah menjelaskan tentang ketentuan
uang sewa yang dibayarkan, yaitu apabila upah sewa ladang pertanian dibayar
dengan uang, emas, dan perak maka diperbolehkan. Karena dengan
pembayaran tersebut telah jelas nominal yang harus dibayarkan sesuai dengan
perjanjian di awal akad perjanjian sehingga tidak ada kemungkinan timbulnya
kerugian antara salah satu pihak. Namun, apabila upah sewa dibayar berupa
hasil tanaman yang ditanam di ladang dalam nilai persentase tertentu maka
tidak diperbolehkan, dengan alasan tidak adanya nilai sewa yang pasti.
Dalam sewa menyewa (ija>rah) ada beberapa syarat yang telah
ditentukan dan harus dipenuhi, yaitu ada tiga rukun umum yaitu:6
1.
Shib) dan penerimaan
(qobu>l).
2.
Pihak yang berakad, yang terdiri dari pihak yang menyewakan
(mu’jir) dan pihak penyewa (musta’jir)
3.
Obyek kontrak, yang terdiri dari pembayaran (sewa) dan manfaat
penggunaan aset
Manusia dalam melakukan transaksi bidang bisnis harus memberikan
sesuai haknya masing-masing atau berlaku secara adil dalam memenuhi
semua kewajiban.7 Selain itu dalam suatu akad ada juga beberapa hal yang
tidak boleh dilupakan dalam pelaksanaannya tersebut yaitu terdapat beberapa
syarat seperti bebas dari unsur ketidak jelasan (ghara>r) dan pemaksaan, agar
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Wacana Ulama dan Cendekiawan, (Jakarta: Tazkia
Institute, 1999), 156.
7
Ismail Nawawi, Fiqih Muamalah (Hukum Ekonomi, Bisnis, dan Sosial)…, 22.
6
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
5
tidak menimbulkan konflik atau perselisihan di kemudian hari yang dapat
merugikan salah satu pihak dalam transaksi tersebut. Begitu juga dengan
pertanian, dalam masyarakat model yang digunakan untuk transaksi akad
sewa menyewa (ija>rah) sawah ini bermacam-macam sesuai dengan keadaan
sosial, ekonomi serta adat-istiadat. Seperti sistem sewa-menyewa pertanian
yang berbentuk lahan sawah di Desa Becirongengor Kecamatan Wonoayu
Kabupaten Sidoarjo yang mayoritas penduduknya berprofesi sebagai petani.
Becirongengor adalah nama dari suatu desa yang terdapat di
Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo. Di desa ini menerapkan
pengelolahan sewa-menyewa sawah berdasarkan sistem adat nggantung pari.
Sistem nggantung pari ini adalah bentuk pengelolahan sawah dengan akad
sewa-menyewa (ija>rah) dalam jangka waktu satu kali panen kurang lebih 6
(enam) bulan dengan membayar uang sewa yang telah ditentukan di awal
akad perjanjian serta terdapat juga kewajiban membayar bagi hasil dari hasil
panen dengan pembagian sebesar 30% untuk pihak yang menyewakan sawah
dan 70% untuk pihak penyewa sawah. Oleh karena itu disebut dengan
nggantung pari (menggantung padi) yang dimaksud dari kata tersebut adalah
ketentuan bagi hasil yang sudah ditentukan masih menggantung pelaksanaan
pembayarannya, yaitu dibayar pada saat panen tiba. Jadi pembayaran
dilakukan dua kali pertama di awal akad dilakukan dengan membayar berupa
uang tunai untuk sewa, kedua dibayar di akhir berakhirnya akad setelah
panen dengan pembayaran berupa bagi hasil padi sebesar 30% untuk pihak
yang menyewakan sawah. Dengan demikian tidak memiliki nilai yang jelas
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
6
upah sewa dalam perjanjian ini karena belum diketahui hasil panen padi yang
diperoleh.
Berdasarkan fenomena di atas, penyusun tertarik untuk mengkaji
dalam bentuk skripsi yang berjudul: “Tinjauan Hukum Islam Terhadap
Pelaksanaan
Perjanjian
Sewa
Sawah
“Nggantung
Pari”
di
Desa
Becirongengor Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo”.
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat ditarik kesimpulan berupa
beberapa identifikasi masalah sebagai berikut:
1. Menimbulkan kerugian bagi pihak penyewa karena harus membayar uang
sewa dan bagi hasil panen padi.
2. Tidak jelasnya nilai upah sewa yang harus dipenuhi.
3. Jika hasil panen tidak maksimal pihak penyewa dirugikan karena hasil
tidak sebanding dengan biaya dan tenaga yang dikeluarkan untuk
pengelolahan sawah.
Untuk menghasilkan laporan penelitian yang lebih fokus ke judul yang
dikaji, penulis membatasi penelitian yaitu:
1. Pelaksanaan perjanjian sewa sawah nggantung pari di desa Becirongengor
kecamatan Wonoayu kabupaten Sidoarjo
2. Tinjauan hukum Islam terhadap pelaksanaan perjanjian sewa sawah
nggantung pari di desa Becirongengor kecamatan Wonoayu kabupaten
Sidoarjo.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
7
C. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dipaparkan diatas maka dapat ditarik
beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pelaksanaan perjanjian sewa sawah nggantung pari di desa
Becirongengor kecamatan Wonoayu kabupaten Sidoarjo.
2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap pelaksanaan perjanjian sewa
sawah nggantung pari di desa Becirongengor kecamatan Wonoayu
kabupaten Sidoarjo.
D. Tujuan Penelitian
Adapun beberapa tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan pelaksanaan perjanjian sewa
sawah nggantung pari di desa Becirongengor kecamatan Wonoayu
kabupaten Sidoarjo.
2. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan tinjauan hukum Islam terhadap
pelaksanaan perjanjian sewa sawah nggantung pari di desa Becirongengor
kecamatan Wonoayu kabupaten Sidoarjo.
E. Kegunaan Hasil Penelitian
Selanjutnya, dengan adanya penulisan skripsi ini diharapkan hasilnya
dapat digunakan sebagai berikut:
1. Bagi masyarakat khususnya warga desa Becirongengor agar dapat lebih
memahami bagaimana akad-akad yang harus dijalankan sesuai dengan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
8
syariat Islam agar keadilan dapat diterapkan serta kesejahteraan warga
dapat tumbuh dan berkembang.
2. Bagi penulis, hasil dari penelitian ini diharapkan agar dapat memberikan
kontribusi ilmu tentang muamalah.
3. Bagi pembaca, diharapkan dapat memberikan wawasan keilmuan dalam
hukum Islam, khususnya keilmuan di bidang fiqih muamalah.
F. Kajian Pustaka
Ada beberapa skripsi yang membahas tentang praktek akad sewamenyewa yang pertama adalah skripsi yang ditulis oleh Silvia Ratnani, yang
berjudul “Penggarapan Tanah Sawah Dengan Sistem Setoran Di Desa Lundo
Kecamatan Benjeng Kabupaten Gresik”, skripsi ini menjelaskan tentang
pelaksanaan perjanjian kerjasama antara pemilik sawah dengan penggarap
yang perjanjiannya hanya berupa lisan saja dengan sistem penyerahan seluruh
hasil panen pertama kepada pemilik sawah sesuai dengan permintaannya,
kemudian untuk hasil panen kedua dan ketiga adalah milik penggarap sawah
tersebut. Tetapi seluruh biaya yang dikeluarkan mulai dari bibit dan biaya
pengelolahannya ditanggung oleh pihak penggarap.8
Kedua, yaitu skripsi yang ditulis oleh Afis Sunani Khoiroiswa, yang
berjudul “Analisis Hukum Islam Tentang Sewa Menyewa Tanah Fasum
Yasbhum: Studi Kasus Di Perumahan TNI- AL Desa Sugihwaras Kecamatan
Candi Kabupaten Sidoarjo”, skripsi ini menjelaskan tentang praktek sewa-
Silvia Ratnani, “Penggarapan Tanah Sawah Dengan Sistem Setoran Di Desa Lundo Kecamatan
Benjeng Kabupaten Gresik”. (Skripsi--UIN Sunan Ampel Surabaya, 2015).
8
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
9
menyewa dengan obyek tanah fasum yang tidak dimanfaatkan oleh
pemerintah sehingga tanah tersebut dimanfaatkan oleh warga sekitar dengan
menyewakannya kepada orang lain tanpa adanya izin dari pemerintah daerah
dan warga juga merubah fungsi dari pemanfaatan tanah fasum tersebut untuk
kepentingan masyarakat.9
Ketiga, yaitu skripsi yang ditulis oleh Riyadus Sholikhah, dengan
judul “Analisis Hukum Islam Terhadap Sewa Tanah Pertanian Dengan
Pembayaran Uang Dan Barang: Studi Kasus Di Desa Klotok Kecamatan
Plumpang Kabupaten Tuban”, skripsi ini menjelaskan tentang praktek sewamenyewa lahan pertanian dengan sistem pembayaran bisa dilakukan dengan
cicilan, serta pembayaran juga bisa dibayar dengan uang atau hasil panen
tersebut tetapi nilai nominal yang dibayarkan harus sesuai dengan ketentuan
dalam perjanjian.10
Keempat, skripsi yang ditulis oleh Slamet Riyadin, dengan judul
“Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sistem Sewa Tanah Tegalan Yang
Dikelolah Kelompok Tani Di Desa Putat Kecamatan Tanggulangin
Kabupaten Sidoarjo”, skripsi ini menjelaskan tentang pelaksanaan sewa tanah
tegalan yang dilakukan kepala desa sebagai pihak penyewa tanah dengan cara
memaksa warga untuk menyewakan tanahnya, jika warga tidak mau, maka
kepala desa memberikan kebijakan tidak diperbolehkannya menggunakan air
Afis Sunani Khoiroiswa. “Analisis Hukum Islam Tentang Sewa Menyewa Tanah Fasum
Yasbhum : Studi Kasus Di Perumahan TNI- AL Desa Sugihwaras Kecamatan Candi Kabupaten
Sidoarjo”. (Skripsi--UIN Sunan Ampel Surabaya, 2015).
10
Riyadus Sholihah, “Analisis Hukum Islam Terhadap Sewa Tanah Pertanian Dengan
Pembayaran Uang Dan Barang : Studi Kasus Di Desa Klotok Kecamatan Plumpang Kabupaten
Tuban”, (Skripsi--UIN Sunan Ampel Surabaya, 2015).
9
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
10
yang biasanya dipakai irigasi oleh warga. Padahal jika warga menyewakan
tanah tersebut mereka merasa rugi.11
Dari kajian beberapa penulisan skripsi diatas maka dapat ditarik
sebuah kesimpulan bahwa skripsi yang akan ditulis oleh penulis dengan judul
Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Perjanjian Sewa Sawah
“Nggantung Pari” di Desa Becirongengor Kecamatan Wonoayu Kabupaten
Sidoarjo tidak memiliki kesamaan dengan penulisan skripsi-skripsi terdahulu,
karena dalam skripsi ini penulis fokus pada permasalahan sewa sawah dengan
pembayaran uang di muka kemudian pembayaran hasil panen padi saat panen
di akhir masa sewa dengan sistem bagi hasil yakni persentase 30% untuk
pemilik sawah dan 70% untuk pihak penyewa. Dengan beban yang tidak
sebanding dengan apa modal yang dikeluarkan oleh pihak penyewa. Maka
dari itu perlu adanya tinjauan berdasarkan hukum Islam atas permasalahan
ini.
G. Definisi Operasional
Judul dari penelitian diatas akan terlebih dahulu dijelaskan oleh
penulis agar dapat memberikan gambaran yang jelas. Adapun beberapa
pengertian atau arti dari istilah-istilah yang terdapat pada judul diatas adalah:
1. Hukum Islam
Slamet Riyadin, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sistem Sewa Tanah Tegalan Yang
Dikelolah Kelompok Tani Di Desa Putat Kecamatan Tanggulangin Kabupaten Sidoarjo”,
(Skripsi--UIN Sunan Ampel Surabaya, 2010).
11
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
11
Hukum Islam adalah ketentuan-ketentuan dalam agama Islam
yang diatur berdasarkan pada al-Qur’an, hadis serta pendapat para ulama’.
2. Perjanjian Sewa Sawah
Perjanjian
sewa-menyewa
dengan
obyek
sawah
dengan
pengambilan manfaat dari obyek tersebut namun tanpa pengalihan hak
milik dari obyek yang disewakan dengan memberi upah imbalan sebagai
ganti atas pemanfaat sawah yang disewakan serta dalam jangka waktu
tertentu sesuai akad yang telah diperjanjikan.
3. Nggantung Pari
Nggantung pari adalah perjanjian sewa-menyewa yang menjadi
adat masyarakat desa Becirongengor dimana pihak penyewa sawah
membayar upah sewa sawah berupa uang tunai di muka dan hasil panen
padi
dengan
digantungkan
atau
dibayarkan
dibelakang
ketika
diperolehnya hasil panen oleh penyewa sawah dengan aturan yang telah
ditentukan antara kedua belah pihak berupa bagi hasil. Persentase bagi
hasil yang ditentukan sebesar 30% untuk pemilik sawah dan 70% untuk
penyewa. Perjanjian ini berakhir dalam jangka waktu satu kali panen.
H. Metode Penelitian
Adapun bentuk penulisan skripsi ini berdasarkan pada metode sebagai
berikut:
1. Jenis Penelitian
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
12
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan yang
dilakukan di Desa Becirongengor Kecamatan Wonoayu Kabupaten
Sidoarjo. Dengan menggunakan metode penelitian deskriptif yang
bertujuan
untuk
mengumpulkan
informasi
aktual
secara
rinci,
mengindetifikasi masalah atau memeriksa kondisi dan praktek-praktek
perjanjian sewa sawah nggantung pari yang berlaku di Desa
Becirongengor Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo.12
2. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif, yaitu
merupakan suatu penelitian yang ditunjukkan untuk mendeskripsikan dan
menganalisis fenomena yang terjadi di Desa Becirongengor Kecamatan
Wonoayu Kabupaten Sidoarjo. Dalam penggunaan pendekatan ini, hasil
penelitian merupakan penjelasan setiap obyek yang diteliti. Kebenaran
hasil penelitian lebih banyak didukung melalui kepercayaan berdasarkan
informasi dari pihak-pihak yang diteliti.13
3. Obyek Penelitian
Obyek dalam penelitian ini adalah tempat dilaksanakanna
perjanjian sewa sawah nggantung pari tepatna di Desa Becirongengor
Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo.
4. Sumber Data
M. Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 2002), 76.
13
Ibid.
12
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
13
a. Sumber data primer adalah data atau informasi yang diperoleh
langsung dari sumber pertama melalui prosedur dan teknik
pengambilan data yang berupa wawancara atau observasi terhadap
para pihak pelaku sewa-menyewa yang dirancang sesuai dengan
tujuan.14 Dalam skripsi ini sumber data primer diperoleh melalui
wawancara dengan:
1) Pemilik sawah, sebagai pihak yang memberikan sewa.
2) Petani, sebagai pihak penyewa.
3) Tokoh masyarakat setempat.
b. Sumber data sekunder merupakan sumber data yang diperoleh secara
tidak langsung yang biasanya berupa data dokumentasi, artikel dan
buku-buku.15 Sumber data sekunder dalam skripsi ini diperoleh dari
beberapa buku:
1) Muhammad Syafi’i Antonio dalam bukunya yang berjudul Bank
Syariah Wacana Ulama dan Cendekiawan, Jakarta: Tazkia
Institute, 1999.
2) Ismail Nawawi dalam bukunya yang berjudul Fiqih Muamalah
(Hukum Ekonomi, Bisnis, dan Sosial), Jakarta: CV. Dwiputra
Pustaka Jaya, 2010.
3) Rachmad Syafei dalam bukunya yang berjudul Fiqih Muamalah
Bandung: CV Pustaka Setia, 2001.
5. Teknik Pengumpulan Data
14
15
Saifuddn Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), 36.
Ibid.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
14
Terdapat beberapa cara yang dilakukan untuk memperoleh datadata yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini yaitu:
a. Observasi adalah penyelidikan dan pendataan dengan sistematik
terhadap fenomena-fenomena yang diselidiki.16 Teknik ini digunakan
untuk mendapatkan data secara langsung maupun tidak langsung.
Dalam pelaksanaannya penelitian ini menemukan terjadinya praktek
sewa-menyewa sawah yang terjadi di Desa Becirongengor Kecamatan
Wonoayu Kabupaten Sidoarjo.
b. Interview atau wawancara, adalah teknik pengumpulan data yang
digunakan peneliti untuk mendapatkan keterangan-keterangan lisan
melalui bercakap-cakap dan berhadapan muka dengan beberapa
narasumber dari warga yang dapat memberikan keterangan tentang
perjanjian sewa-menyewa sawah di Desa Becirongengor Kecamatan
Wonoayu Kabupaten Sidoarjo,17 yaitu pihak pemilik sawah dan pihak
penyewa sawah sebagai responden dan tokoh masyarakat serta
perangkat desa sebagai informannya agar data yang diperoleh dari
wawancara ini lebih akurat.
c. Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data dengan cara
mengumpulkan data berupa dokumen-dokumen yang bersangkutan
dalam pelaksanaan perjanjian sewa-menyewa tersebut.18
6. Teknik Pengelolahan Data
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: Andi Offset, 1990), 136.
Mardalis, Metode Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), 64.
18
Ibid., 68.
16
17
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
15
Adapun teknik pengelolahan data yang digunakan adalah sebagai
berikut:
a. Editing, adalah pengecekan ulang data yang telah dikumpulkan untuk
menghilangkan kesalahan-kesalahan yang terdapat di lapangan yang
bersifat pengoreksian, pada kesempatan ini dapat dilakukan
pelengkapan terhadap kesalahan atau kekurangan data yang terjadi
baik dengan cara pengumpulan data ulang ataupun interpolasi
(penyisipan).19
b. Organizing, adalah penyusunan data yang telah diperoleh secara
terstruktur untuk dijadikan karangan yang akan dipaparkan dalam
hasil penelitian.20
7. Analisis Data
Setelah data mengenai sewa tanah terkumpul, maka kemudian
dilakukan analisis dengan menggunakan metode kualitatif yaitu dengan
cara menganalisis data tanpa mempergunakan perhitungan angka-angka
melainkan mempergunakan sumber informasi yang relevan untuk
memperlengkap data yang penulis inginkan. Selanjutnya, data yang
terhimpun tersebut dianalisis berdasarkan hukum Islam. Dengan metode
analisis data seperti ini diharapkan akan didapatkan suatu kesimpulan
akhir mengenai perjanjian sewa sawah nggantung pari dalam perspektif
hukum Islam dari kasus yang ada dalam data tersebut.
I. Sistematika Pembahasan
19
20
Ibid., 77.
Saifuddn Azwar, Metode Penelitian…, 127.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
16
Sistematika pembahasan adalah suatu gambaran singkat untuk
merinci keseluruhan dari isi penulisan. Sistematika pembahasan dalam
penulisan skripsi ini adalah:
Bab pertama merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang,
identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, tujuan masalah,
kegunaan hasil penelitian, tujuan penelitian, kajian pustaka, definisi
operasional, metode penelitian dan sistematika pembahasan.
Pada bab dua, membahas gambaran umum ija>rah, dalam hukum Islam.
Pada bab ini penyusun mencoba memaparkan tentang pengertian, dasar
hukum, syarat, rukun, serta masa berakhirnya akad ija>rah, selain itu penyusun
juga menjelaskan tentang mekanisme pelaksanaan ija>rah. Nilai penting dari
pembahasan ini adalah sebagai kerangka dasar tentang ija>rah, juga dijadikan
alat analisis pada pembahasan inti dalam penelitian ini.
Kemudian bab tiga ini penyusun membahas deskripsi daerah
penelitian yang meliputi keadaan sosial, agama, pendidikan, serta ekonomi
masyarakat setempat dan data obyektif di lapangan yaitu praktek yang
dilakukan masyarakat Desa Becirongengor Kecamatan Wonoayu Kabupaten
Sidoarjo dalam melaksanakan praktek sewa-menyewa sawah.
Bab empat, bab ini membahas tentang analisis pelaksanaan sewamenyewa sawah di Desa Becirongengor Kecamatan Wonoayu Kabupaten dan
analisis hukum islam terhadap pelaksanaan sewa-menyewa tersebut.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
17
Terakhir bab lima, bab ini merupakan penutup yang mana penyusun
akan mengambil kesimpulan dari hasil penelitian, dan saran-saran yang dirasa
dapat memberikan alternatif bagi solusi masalah-masalah hukum.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sewa Menyewa dalam Islam (Ija>rah)
1. Pengertian Ija>rah
Menurut etimologi, ija>rah berasal dari kata al-ajru yang berarti al-
‘iwa>dh artinya ialah penggantian dan upah.1 Sedangkan menurut
terminologi (ija>rah) merupakan pemindahan hak guna atas barang atau
jasa dalam batasan waktu tertentu melalui pembayaran upah sewa, tanpa
diikuti dengan pemindahan hak kepemilikan atas barang.2
Untuk lebih jelasnya di bawah ini dikemukakan beberapa definisi
ija>rah menurut pendapat beberapa ulama’ fiqih:
a. Ulama’ Hanafiyah:3
ُ ُْ ُعَُُىُ ْالُ َُنَاُفِعُُِبُِ َع
َُ
َ ُُ عُْق
“Akad atas suatu kemanfaatan dengan pengganti.”
b. Ulama’ Asy-Syafi’iyah:4
.ُ ُْ ُُم ْع
َُ ُُ
ُْ ُالبَُا َحُ ُُِ ِبُ َع
ُِ ْ َُ ُُِ ُْ َُعَُُىُ َُم ْنَُُ َُع ُُ َمُ ْقُ ُ ُْدَُُُ َمُ ُْعُ ُْ َمُ ُُمُُبَا َحُ ُُُقَا ِبَُُ ُُ ِلُُْب
َُ
َ ُُ عُْق
“Akad atas suatu kemanfaatan yang mengandung maksud
tertentu dan mubah, serta menerima pengganti atau kebolehan
dengan pengganti tertentu.”
c. Ulama’ Malikiyah dan Hanabilah:5
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), 114
Ismail Nawawi, Fiqh Mu’amalah, (Jakarta: Dwiputra Pustaka Jaya, 2010), 312.
3
Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2001), 121.
4
Ibid.,
1
2
19
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
20
ُ ُْ َُىءُُمُُبَا َحُ ُُمُ َُُُ َمُ ْعُُ ُْ َُم ُُ ِبُع
ُْ ُش
ُ ُُت َ ُُِْ ْي
َ ُُِكُ َمُنَافُِع
“Menjadikan milik suatu kemanfaatan yang mubah dalam waktu
tertentu dengan pengganti.”
d. Menurut Syaikh Syihab Al-Din dan Syaikh Umairah bahwa yang
dimaksud dengan ija>rah adalah:
ُُ َ ضْعا
ُِ ُْْدَُُقَاُ ِب َ ُُ ِل ْ َب ُُْ ُُِ َ ا
ْ ل َباُ َح ُُِ ِب َع
ع َىُ َم ْن َ َع ُُ َم ْع ْ َم ُُ َم ْق
َ ُُ ع ْق
َ
“Akad atas manfaat yang diketahui dan disengaja untuk memberi
dan membolehkan dengan imbalan yang diketahui ketika itu.”6
e. Menurut Muhammad Al-Syarbini al-Khatib bahwa yang dimaksud
dengan ija>rah yaitu:
ُ ْ ت َ ْ ِيْكُُ َم ْن َ َع ُُ ِب َع ْ دُُ ِبش
“Pemilikan manfaat dengan adanya imbalan dan syarat-syarat.”7
f. Menurut Sayyid Sabiq8 ija>rah merupakan suatu jenis akad untuk
mengambil manfaat dengan jalan penggantian.
g. Menurut Hasbi Ash-Shiddiqie ija>rah adalah akad yang objeknya ialah
berupa penukaran manfaat untuk masa tertentu, yaitu pemilikan
manfaat dengan imbalan, atau sma ajuga dengan menjual manfaat.9
h. Menurut Idris Ahmad bahwa upah artinya mengambil manfaat tenaga
orang lain dengan jalan member ganti menurut syarat-syarat
tertentu.10
5
Ibid, 122.
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah…, 114.
7
Ibid.,
8
Abdul Rahman Ghazaly, et al., Fiqh Muamalat, (Jakarta: Kencana, 2010), 277.
9
Ibid, 115.
10
Ibid,.
6
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
21
Ada yang menterjemahkan, ija>rah sebagai jual beli jasa (upahmengupah), yakni mengambil manfaat tenaga manusia, ada pula yang
menterjemahkan sewa-menyewa, yakni mengambil manfaat dari barang.
Jadi ija>rah dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu ija>rah atas jasa dan
ija>rah atas benda.
Jumhur ulama’ fiqih berpendapat bahwa ija>rah adalah menjual
manfaat dan yang boleh disewakan adalah manfaatnya bukan bendanya.
Jadi, dalam hal ini bendanya tidak berkurang sama sekali, dengan
perkataan lain terjadinya ijarah ini yang berpindah hanyalah manfaat
obyek yang disewakan.11 Oleh karena itu, mereka melarang menyewakan
pohon untuk diambil buahnya, domba untuk diambil susunya, sumur
untuk diambil airnya, dan lain-lain, sebab semua itu bukan manfaatnya,
tetapi bendanya. Namun sebagian ulama memperbolehkan mengambil
upah mengajar Al-Qur’an dan ilmu pengetahuan yang bersangkutan
dengan agama, sekedar untuk memenuhi kaperluan hidup, karena
mengajar itu telah memakai waktu yang seharusnya dapat mereka
gunakan untuk pekerjaan mereka yang lain.12
Sewa-menyewa
sebagaimana
perjanjian
lainnya,
adalah
merupakan perjanjian yang bersifat konsensual, perjanjian ini mempunyai
kekuatan hukum yaitu pada saat sewa-menyewa berlangsung, dan apabila
akad sudah berlangsung, maka pihak yang menyewakan berkewajiban
Chairuman Pasaribu, Hukum Perjanjian dalam Islam, (Jakarta: Sinar Grafik, 1994), 52.
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Hukum Fiqh Lengkap), (Bandung: Sinar Baru Algensido, 1994),
304.
11
12
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
22
untuk menyewakan barang kepada pihak penyewa, dan dengan
diserahkannya manfaat barang/benda maka pihak penyewa berkewajiban
pula untuk menyerahkan uang sewanya.13
2. Dasar Hukum Ija>rah
Ija>rah dalam bentuk sewa menyewa atau bentuk upah mengupah
merupakan kegiatan muamalat yang telah disyariatkan dalam Islam.
Hukum asal ija>rah menurut jumhur ulama’ adalah mubah atau boleh bila
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh syara’
berdasarkan al-Quran, hadist, dan ketetapan ijma’ ulama’. Dasar hukum
tentang kebolehan ijarah adalah sebagai berikut:
a. Dasar hukum Al-Quran
َ َ ََ ܆ َ َ َ ُ َ َ َ ُ ََ َُ َ َ َ ُ َ َ ܅ ُ ܅
ُ
ۡ ِۡنۡۡأردتݗۡۡأنۡتس
ܛحۡعݖيۡكݗۡۡإِذاۡسݖݙۡتݗۡمܛۡۡءاتيۡ ۡتݗۡب
ۡ لۡجݜ
ۡ ضعݠۡاۡۡأوۡلۡܯكݗۡۡف
ِ ت
َ
َ
ُ
َ َۡ ّۡۡب َݙܛۡ َتعۡ َݙݖ
َ ّۡۡ َۡوٱعۡݖ ُݙݠۡاۡۡأ ܅ۡ ܅
َ وفۡ َۡوٱ ܅ت ُقݠاۡۡٱ ܅
ۡ ِ ُܱ ِٱۡل َݙ ۡع
ۡ ܻۡٞر
ِ ݠنۡب
ِ نۡٱ
Artinya:
Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka
tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran
menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan
ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.
(Q.S. Al-Baqarah: 233).14
ُ َ ََ
َ َ َ َ َ َ ُ َ ُ ُ ܅ ُ ُ َُ ܅
ُ
ۡ ۡܛستݗ
ۡ ُِۖۡنۡتعٞݚۡ َوأۡت ِݙ ُܱواۡۡبَيۡ َݜكݗۡب ِ َݙعۡ ُܱوف
ۡ ݚۡأجݠره
ۡ َاتݠهۡݚۡلكݗۡۡف
ۡ ۡفإِنۡۡأۡضع
ُ َُ ُ ُ َ َ
ۡ ۡۡض ۡعۡلۡ ۡۥۡأخۡ َܱى
ۡ ۡفس
ِ ت
Chairuman Pasaribu, Hukum Perjanjian dalam Islam…, 52.
Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: Al-Fattah,
2013), 37.
13
14
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
23
Artinya:
Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu
maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah
di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik, dan jika kamu
menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak
itu) untuknya. (Q.S. At-Thalaaq: 6).15
َ َ ُ ُ َ ُ َ َََ ََ َ َ َ َ
َ َ َ َََ َ َ َ ََ َ ܅ى
َ
َ
َ
َ
َ
ۡ ۡستطۡعݙܛۡۡأهۡݖݟܛۡفأبݠۡاۡۡأنۡيضيِفݠهݙܛۡفݠجܯاۡفِيݟܛ
ۡ لۡقܱۡيܟۡۡٱ
ۡ ّۡۡإِذۡاۡأتيܛۡۡأه
ۡ ۡفٱنطݖقܛۡح
َ َ َ َ َ َ َ܅
َ َ َ ُ َ َََ ُ ُ َ َ َ ܅
ۡ ۡܛلۡلݠۡۡشِܚ
ۡ ܼۡفأقܛم ۡݝۥۡۡق
ۡ يܯۡأنۡيݜق
ۡ ِܱ اۡيٞج َܯار
ۡ ۡܰܠَۡܮ
ۡ ۡاܱٞج
ۡ تۡعݖيۡ ۡݝِۡأ
ِ
Artinya:
Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada
penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk
negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka,
kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah
yang hampir roboh, maka Khidhr menegakkan dinding itu. Musa
berkata: "Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk
itu." (Q.S. Al-Kahfi: 77).16
b. Dasar hukum hadist:
َ َح ْن
ُُ ِ ْ َ اءاأ
ُْ ْنُ َخُ ِ يْجُُ َع
ُِ سأ َ ْلتُُ َ ا ِف َُعُب
ِ َ نُ ِك
َ َُُ ظ َ ُُبْنُُقَيْسُُاأ َ ْن َ ا ِ ُُقَا
ُُِ اج َُُ َع َىُ َع
ُِ ِبال َ َه
ِ َ بُ َ ْال َ ِ ُُِفَقَا َُُلَُُ َبأ َُُ ِب ُِهُ ِنَ َ اُ َكا َُُالنَا ُُي
َ ُص َى
ُ النَ ِب
َُُس َ َُمُ َع َىُ ْال َ ا ِ يَانَا ُُِ َ أ َ ْقبَا ُُِ ْال َج َا ِ ُُِ َ أ َ ْشيَا َُءُ ِمن
َ َ ُُُّ َع َ ْي ُِه
َ ُِ ي
ُُنُ ِل نَا ِ ُُ ِك َ اء
ُْ َال َ ْ ِع َيَ ِكُُ َه َُا َ يَ ْس َمُُ َه َاُ َ يَ ْس َمُُ َه َاُ َ يَ ِكُُ َه َاُفَ َ ُْمُي
ُلَُبَأ َُُ ِب ِه
ُ َض ُُف
َُ لَُ َه َاُفَ ِ َ ِل
ُِ
َ ُُفَأ َ َما،ع ْنه
ْ ش ْىءُُ َم ْع ُُ َم
َ َُُ كُ ِج
Artinya:
Pada suatu hari, Hanzhalah bin Qais al-Anshari bertanya kepada
Rafi’ bin Khadij perihal hukum menyewakan ladang dengan uang
sewa berupa emas dan perak. Maka Rafi’ bin Khadij menjawab,
“tidak mengapa. Dahulu semasa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam masyarakat menyewakan ladang dengan uang sewa berupa
hasil dari bagian ladang tersebut yang berdekatan dengan parit
atau sungai, dan beberapa bagian hasil tanaman. Dan kemudian di
saat panen tiba, ladang bagian ini rusak, sedang bagian yang lain
selamat, atau bagian yang ini selamat, namun bagian yang lain
rusak. Kala itu tidak ada penyewaan ladang selain dengan cara ini,
maka penyewaan semacam ini dilarang. Adapun menyewakan
15
16
Ibid., 559.
Ibid., 302.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
24
ladang dengan nilai sewa yang pasti, maka tidak mengapa” (H.R.
Imam Muslim).17
Maksud dari isi hadist diatas adalah menjelaskan tentang
ketentuan uang sewa yang dibayarkan, yaitu apabila upah sewa ladang
pertanian dibayar dengan uang, emas, dan perak maka diperbolehkan.
Karena dengan pembayaran tersebut telah jelas nominal yang harus
dibayarkan sesuai dengan perjanjian di awal akad perjanjian sehingga
tidak ada kemungkinan timbulnya kerugian antara salah satu pihak.
Namun, apabila upah sewa dibayar berupa hasil tanaman yang
ditanam di ladang dalam nilai persentase tertentu maka tidak
diperbolehkan, dengan alasan tidak adanya nilai sewa yang pasti.
3. Rukun dan Syarat Ija>rah
Rukun-rukun ija>rah menurut jumhur ulama’ ada empat, yaitu:18
a. Aqid (orang yang berakad), yaitu mu’jir (orang yang menyewakan)
dan musta’jir (orang yang menyewa).
b. Shigat (ijab dan kabul).
c. U>j< rah (upah/imbalan).
d. Manfaat.
Syarat-syarat ija>rah adalah sebagai berikut:
a. Mu’jir dan musta’jir
Almanhajindo, “Media Islam Salafiyyah, Ahlussunnah wal Jama'ah”, https://almanhaj.or.id/
3270-menyewakan-tanah-pertanian.html, diakses pada 28 April 2016.
18
Abdul Rahman Ghazaly, et al., Fiqh Muamalat…, 278.
17
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
25
Mu’jir dan musta’jir yaitu orang yang melakukan akad sewamenyewa atau upah-mengupah. Mu’jir adalah yang memberikan upah
dan yang menyewakan, musta’jir adalah orang yang menerima upah
untuk melakukan sesuatu dan yang menyewa sesuatu.19 Disyaratkan
pada mu’jir dan musta’jir adalah baligh, berakal, cakap melakukan
tasharruf
(mengendalikan harta), dan saling meridhai. Allah Swt
berfirman:
َ ُ َ َ ܅
ُ
ُ َ َ ُ ُ َ َ َ َ َ َىَ܆ َ ܅
ِۡ ام ُݜݠاۡۡلۡۡتأۡكݖݠۡاۡۡأمۡ َوۡلكݗۡبَيۡݜَكݗۡبۡ ِٱلۡ َبۡ ِط
ۡ َ ݠنۡت
ۡ لۡإِلۡۡأنۡتۡك
ۡ َيأيݟܛۡٱ
ۡ
ِيݚۡء
ۡ ِۡۡج َܱة
َ َ
ُ
ۡۡمِݜك ۡݗٞعݚۡت َܱاض
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.
(Q.S. An-Nisa: 29).20
Menurut ulama’ Syafi’iyah dan Hanabilah disyariatkan telah
baligh dan berakal, apabila orang yang belum atau tidak baligh dan
berakal seperti orang gila dan anak kecil maka akad ija>rah nya tidak
sah. Namun menurut ulama’ Hanafiyah dan Malikiyah berpendapat
bahwa kedua orang yang berakad itu tidak harus mencapai usia baligh,
maka anak yang baru mumayyiz dibolehkan melakukan akad ija>rah
hanya pengesahannya perlu persetujuan walinya.21
Bagi orang berakad ija>rah juga disyaratkan mengetahui
manfaat barang yang diakadkan dengan sempurna sehingga dapat
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah…, 117.
Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya…, 73.
21
Abdul Rahman Ghazaly, et al., Fiqh Muamalat…, 279.
19
20
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
26
mencegah terjadinya perselisihan di kemudian hari. Apabila manfaat
yang menjadi obyek tidak jelas, maka akadnya tidak sah. Kejelasan
manfaat dapat dilakukan dengan menjelaskan jenis manfaatnya dan
penjelasannya berapa lama manfaat itu di tangan penyewanya.
b. Shighat
Shighat akad merupakan ucapan atau pernyataan yang
dilakukan saat akad yang terdiri dari ijab dan kabul antara mu’jir dan
musta’jir, ijab adalah permulaan penjelasan yang keluar dari salah
seorang yang berakad sebagai gambaran kehendaknya dalam
mengadakan akad, sedangkan Kabul adalah perkataan yang keluar dari
pihak yang berakad pula yang diucapkan setelah adanya ijab.22 Ijab
Kabul dalam akad ija>rah ini ada dua yaitu ijab kabul sewa-menyewa
dan upah-mengupah. Ijab kabul sewa-menyewa misalnya: “Aku
sewakan mobil ini kepadamu setiap hari Rp5.000,00”, maka musta’jir
menjawab “Aku terima sewa mobil tersebut dengan harga demikian
setiap hari”. Ijab kabul upah-mengupah misalnya seseorang berkata,
“Kuserahkan kebun ini kepadamu untuk dicangkuli dengan upah
setiap hari Rp 5.000,00”, kemudian musta’jir menjawab “Aku akan
kerjakan pekerjaan itu sesuai dengan apa yang engkau ucapkan.”
c. U