ETIKA BERPAKAIAN PEREMPUAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM DAN KRISTEN.
ETIKA BERPAKAIAN PEREMPUAN
DALAM PERSPEKTIF
ISLAM DAN KRISTEN
Skripsi:
Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S-1) dalam Ilmu Ushuluddin dan Filsafat
Oleh:
ARIF OKFYOKI ISTIAWAN NIM: E02211005
JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA 2015
(2)
ETIKA BERPAKAIAN PEREMPUAN
DALAM PERSPEKTIF
ISLAM DAN KRISTEN
SKRIPSI
Diajukan Kepada
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu (S-I) Ilmu Perbandingan Agama
Oleh:
ARIF OKFYOKI ISTIAWAN NIM: E02211005
JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2015
(3)
(4)
(5)
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi yang ditulis oleh
Adf Otryoki
Istiawaaini
telah dipertahankandi
depansidang majelis Munaqasah Skipsi Fakultas Ushuluddin dan Filsafat llIN Stman
Ampel pada hari Kamis, 13 Agustus 2015.
Swabaya, 13 Agustus 2015
Mengesabkan
Islam Negeri Sunan Ampel
dan Filsafat
10021993031002
]\IIP. r 96409 181992031002
Penguji I,
Drp. Zainal Arifin. M. Pd.
NIP. 19520601 1985031001
NrP. l 96902081996032003
lv
6*
vlg
*1,*
Seketaris,
(6)
ABSTRAK
Nama: Arif Okfyoki Istiawan
Judul: Etika Berpakaian Perempuan dalam Perspektif Islam dan Kristen Kata Kunci: Etika, Berpakaian, Islam, Kristen.
Skripsi yang berjudul “Etika Berpakaian Perempuan dalam Perspektif Islam dan Kristen” ini merupakan hasil penelitian pustaka yang bertujuan untuk menjawab pertanyaan tentang bagaimana cara berpakaian yang sesuai dengan ajaran agama masing-masing.
Dalam realitas kehidupan sehari-hari banyak ditemui model-model pakaian yang dikenakan masyarakat yang tidak relevan dengan atau tidak merujuk pada apa yang telah diajarkan oleh Agama. Oleh karena itu, penelitian ini hendak menggali bagaimana petunjuk Agama dalam mengatur etika berpakaian umatnya. Kajian ini juga ingin mencari adakah persamaan dan perbedaan etika berpakaian yang terdapat dalam Agama Islam dan Kristen.
Data penelitian ini dihimpun dengan menggunakan pendekatan Literer melalui studi kepustakaan. Selanjutnya data yang telah dihimpun dianalisis dengan metode deskriptif-komparatif yaitu suatu metode yang menjelaskan dan membandingkan data dari hasil dua penelitian atau lebih.
Berdasarkan penelitian ini diperoleh hasil bahwa etika berpakaian perempuan perspektif Islam dan Kristen terdapat persamaan dan perbedaan. Baik Islam dan Kristen, kedua agama ini melarang untuk berpakaian lawan jenis, yang mana perempuan seharusnya memakai pakaian perempuan dan bukan perempuan memakai pakaian laki-laki. Etika berpakaian perempuan dalam Islam lebih menekankan berpakaian untuk menutupi aurat. Sementara dalam Kristen etika berpakaian perempuan dalam Alkitab di wajibkan bagi perempuan untuk berpakaian sopan, sederhana, dan sesuai dengan kondisi lingkuan serta norma-norma yang berlaku.
(7)
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN SKRIPSI... iv
MOTTO ... v
ABSTRAK ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TRANSLITERASI ... xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Fokus Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 7
E. Metode Penelitian ... 8
F. Telaah Pustaka ... 12
G. Sistematika Pembahasan ... 13
BAB II TINJAUAN UMUM ETIKA BERPAKAIAN A. Asal Usul Pakaian ... 15
1. Masa Lalu ... 15
2. Masa Kini ... 18
B. Etika Berpakaian ... 20
1. Etika ... 20
(8)
BAB III ETIKA BERPAKAIAN PEREMPUAN DALAM PERSPEKTIF
ISLAM
A. Asal Usul Pakaian ... 32
1. Masa Lalu ... 32
2. Masa Kini ... 34
B. Cara Berpakaian ... 38
1. Berpakaian Menutup Aurat ... 38
2. Cara Berpakaian Perempuan Dilarang dalam Islam ... 48
3. Syarat Berpakaian Muslimah ... 52
BAB IV ETIKA BERPAKAIAN PEREMPUAN DALAM PERSPEKTIF KRISTEN A. Asal Usul Pakaian ... 60
1. Masa Lalu ... 60
2. Masa Kini ... 62
B. Cara Berpakaian ... 63
1. Berpakaian Perempuan Sesuai Alkitab ... 63
2. Cara Berpakaian Perempuan Dilarang dalam Kristen ... 72
3. Syarat Berpakaian Perempuan ... 74
BAB V ANALISIS PERBANDINGAN A. Perbedaan dan Persamaan ... 77
1. Asal Usul Pakaian ... 77
2. Cara Berpakaian ... 78
BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan ... 79
B. Saran ... 80 DAFTAR PUSTAKA
(9)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan mode busana sejalan dengan perkembangan peradaban manusia yang terkait dengan manusia sebagai makhluk yang berbudaya, yang realitanya selalu berkembang dari suatu periode ke periode berikutnya. Semakin tinggi tingkat kebudayaan manusia, maka semakin tinggi pula tingkat pemikiran manusia. Kebudayaan bersifat akumulasi, maksudnya semakin lama akan semakin bertambah kaya seperti pemikirannya, kreativitasnya, dan keterampilannya dari sejak zaman primitif sampai saat ini dan ke depan. Untuk membuat bahan busana (tekstil) dan busana diperlukan alat, dari yang paling sederhana sampai dengan alat yang teknologi tinggi sesuai dengan kemajuan pemikiran manusia.1
Dalam memakai busana atau pakaian. Seseorang selalu mengikuti perkembangan mode yang selalu berjalanup to date, Sedangkan mode busana atau pakaian akan terpengaruh perubahan budaya serta perkembangan peradaban. maka dari itu tidak sedikit desainer busana dan pakaian selalu mengeluarkan ide atau gagasan kreatif dan inovatif dalam hal busana atau pakaian dan dari ide atau gagasan kreatif inovatif yang ditawarkan kemasyarakat akan tercipta trendsetter. Bila kita melihat ke sekeliling kita, maka kita akan menemukan berbagai macam
1
Arifah A. Riyanto, Sejarah dan Perkembangan Busana, (Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, 2005), 1
(10)
2
corak dan model busana yang biasanya berkaitan erat dengan agama, adat istiadat, dan kebudayaan setempat.2
Pakaian merupakan sebagian dari nikmat yang di karuniakan oleh Allah kepada manusia dan tidak kepada makhluk lain. Pada dasaarnya, tujuan berpakaian untuk melindungi atau memelihara tubuh dari panas, dingin, matahari, dan hujan. Selain untuk memelihara kemuliaan terutama perempuan atau wanita dan agar terlihat cantik dan indah, berpakaian juga bertujuan untuk menjaga aurat laki-laki dan perempuan.3Namun, pada masa kini pakaian bukan lagi digunakan sebagai penutup melainkan digunakan untuk pamer atau pertunjukkan kepada yang melihat. Banyak sekali kaum hawa yang memakai pakaian tapi masih terlihat telanjang. Ini terlihat jelas pada perkembangan masa kini pakaian yang digunakan banyak meniru mode pakaian barat. Tak jarang pakaian yang mereka kenakan sangat menggoda. Betapa tidak, pakaian yang mereka kenakan berukuran mini. Kalaupun pakaian itu menutup sebagian besar tubuh mereka, ukuran yang mini itu menyebabkan kontur tubuh tampak dengan jelas. Yang lebih dahsyat lagi, adalah ketika pakaian yang mereka kenakan sudah berukuran mini, dan membuka sebagian besar anggota badan mereka. Pakaian seperti itu bukannya dikenakan tidak hanya di dalam rumah mereka, bahkan di jalan-jalan dan di depan
2
Nina Surtiretna, Anggun Berjilbab, (Bandung: PT Mizan, 1997), 15
3Yasmin Siddik (Penerjemah : Sjaiful Masri),
Tampil Gaya dengan Jilbab (Jakarta: PT AgroMedia Pustaka, 2007), 8.
(11)
3
umum.4Lebih uniknya, semakin sedikit bahan yang digunakan dan semakin ketat pakaian tersebut maka semakin mahal pakaian tersebut.5
Dahulu, pakaian yang sopan adalah pakaian yang menutup aurat, dan juga longgar sehingga tidak memberikan gambaran bentuk tubuh seseorang terutama untuk kaum wanita. Namun fashion zaman sekarang ada sisi positifnya, pakaian-pakaian zaman sekarang lebih modern dan bervariasi, sehingga membuat pakaian-pakaian menjadi nyaman dipakai dengan model yang bagus.6
Sejarah membuktikan, pakaian wanita pada masa keemasan budaya suatu bangsa jauh lebih tertutup dibandingkan dengan masa-masa perkembangan dan masa kemunduran. Seiring dengan perubahan peradapan, busana perempuan biasanya terus berubah, baik dalam hal ukuran mapun modenya.7 Tetapi perkembangan budaya yang senantiasa bergerak maju, mempengaruhi banyak dan mode pakaian perempuan. Dan dalam perjalanan budaya tersebut, manakala terjadi kemandekan kreativitas, para perancang mode (designer) sering menengok ke belakang, lalu mengadaktasi mode-mode masa silam dengan sentuhan populer, dan berbagai macam improvisasi. Pengulangan ini tentunya mengalami perubahan bentuk dan corak, serta tampil dengan peningkatan mutu baik dari segi bahan, aksesoris maupun desain yang mendasari penampilan itu. Sebab itu tidaklah
4
Qumairoh Sulistiyo Fatikha Annajaa, Wanita Berpakaian Tapi Telanjang, diakses
http://ceshter.blogspot.com/2011/03/wanita-berpakaian-tapi-telanjang.html pada 24-06-2015 22.40wib
5
Fauzi Pratama, “Fauzi: Contoh Makalah Tentang Adab Berpakaian,” Fauzi, February 11, 2014, http://fauziuzik.blogspot.com/2014/02/makalah-tentang-adab-berpakaian.html.
6
“Perbedaan Fashion Zaman Dahulu Dengan Zaman Sekarang,” Worldofashionn, accessed March 4, 2015, https://worldofashionn.wordpress.com/2012/04/01/perbedaan-fashion-zaman-dahulu-dengan-zaman-sekarang/.
7
(12)
4
mengherankan, bila dalam perputarannya mode busana sering kembali kepada bentuk-bentuk lampau, bahkan sampai mencapai ukuran yang hampir primitif.8 Maksutnya memakai pakaian mini dan menunjukkan auratnya. Maka dari itu kita kembalikan kepada ajaran agama dan norma yang berlaku agar mampu membuat para kaum hawa yang dikatakan memakai baju namun telanjang bisa memakai pakaian yang lebih baik dan tidak senonoh.
Di dunia ini telah timbul bermacam-macam agama, yang mana banyak ditemukan persamaan-persamaan ajaran dalam berbagai agama dan kadang ditemukan juga perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam agama-agama tersebut. Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam yang berisi Firman-Firman Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad saw. dengan perantara malaikat Jibril untuk dibaca dan dipahami, diamalkan sebagai petunjuk atau pedoman hidup bagi umat manusia. Sedangkan al-Kitab adalah kitab suci agama Kristen yang berisi Firman Allah untuk dijadikan pedoman umat-Nya.9
Masalah tentang perempuan dalam Islam selalu menjadi sorotan, seakanakan wanita diperlakukan tidak pada tempatnya, bahkan persoalan hak wanita telah muncul sebagai masalah yang sangat penting di seluruh dunia di segala kelompok masyarakat.10 Terlebih lagi terkait soal cara berpakaian yang di kenakan bagi perempuan. Islam mengajarkan kepada para perempuan maupun laki-laki agar menutup aurat dan menjaga penampilan lahir maupun bathin. Islam
8
Ibid.., 17
9
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Balai Pustaka, 1993), 138
10
Sayid Sabiq, Islam Dipandang dari Segi Rohani, Moral, Sosial, (Rineka Cipta: Jakarta, 1994), 230-231
(13)
5
memiliki batasan untuk mengatur para umatnya, termasuk cara berpakaian yang baik dan sopan. Aturan yang mengikat umaynya berlangsung dari satu generasi lain, akan tetapi tidak semua umat Islam mau mengikuti aturan itu, termasuk tata cara berpakaian khusus perempuan yang dianggap memberatkan bagi sebagian orang. Cara berpakaian yang baik dapat mencerminkan sikap dan diri orang yang menggunakannya. Islam tidak melarang umatnya untuk tampil menarik di depan umum, bahkan Islam mengajarkan umatnya untuk berpenampilan sebaik mungkin. Akan tetapi, harus ingat akan batasan antara pakaian yang sipan dan tidak seronok dengan pakaian yang dianggap mengundang nafsu bagi kaum adam.11
Dalam Al-Qur’an ditegaskan bagaimana cara berpakaian yang baik adalah surat al-A’raf ayat 26: “Hai anak Adam Sesungguhnya kami Telah menurunkan kepadamu Pakaian untuk menutup auratmu dan Pakaian indah untuk perhiasan. dan Pakaian takwa Itulah yang paling baik. yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, Mudah-mudahan mereka selalu ingat”, yang mana memerintahkan tegas bagi kaum hawa untuk berpakaian yang tidak menunjukkan aurat dan juga bagaimana cara berpakaian yang tidak berlebihan, sopan dan tidak seronok. Kebanyakan kaum Muslim, walau agama mereka Islam, memang awam dengan penampakan penutup aurat yang syar'i, yang benar menurut pandangan dalil-dalil Islam.
Menurut Agama Kristen, dalam Al-Kitab dijelaskan dalam 1 Timotius 2:9-10 ini dijelaskan bahwa perempuan kristiani diharuskan memakai pakaian yang
11
(14)
6
sederhana dan tidak berlebih-lebihan dan juga di perkuat dalam 1 Petrus 3:3-5 bahwa perempuan harus menjaga kehormatannya. Dalam I Korintus 11:5-6 dijelaskan bahwa salah satu ajaran yang sudah ditinggalkan dan dihina oleh ummat kristiani itu ialah kerudung/tudung. Kerudung/tudung bukanlah jilbab. Jilbab itu pakaian muslim yang longgar, bukan kerudung. Jilbab ialah sejenis baju kurung yang dapat berfungsi sebagai penutup aurat yang dapat menutup kepala, muka dan dada. Karena itu, sedikit sekali yang memperhatikan masalah menutup aurat ini. Yang mana perempuan kristiani tidak begitu memperhatikan ajaran yang tertera pada al-Kitab.
Adapun yang sudah mengetahui, rupanya belum sempurna dalam memahami dalil. Berkaitan dengan berpakaian ada beberapa persoalan yang sering di perbincangkan banyak orang. Pertama, batasan aurat mengapa tubuh tertentu harus ditutupi. Apakah karena buruk, kotor, atau jelek. Kedua, pakaian seperti apa yang dianggap cukup menutup aurat dan batasan sopan seperti apa dalam etika berpakaian. Dalam hal ini peneliti akan lebih terfokus pada etika berpakaian perempuan dalam Islam dan Kristen.
B. Fokus Masalah
Didalam melakukan suatu penelitian fokus masalah memiliki peran yang sangat penting. Untuk lebih memfokuskan kajian masalah pada penelitian ini, maka fokus masalah tersebut disusun ke dalam pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut, yaitu :
1. Bagaimana etika berpakaian perempuan dalam perspektif Islam? 2. Bagaimana etika berpakaian perempuan dalam perspektif Kristen?
(15)
7
3. Bagaimana perbedaan dan persamaan etika berpakaian perempuan dalam Islam dan Kristen?
C. Tujuan Penelitian
Setiap kegiatan yang dilakukan manusia memiliki tujuan yang ingin dicapai. Begitu juga dalam penelitian ini mempunyai tujuan yang hendak dicapai agar memperoleh gambaran yang jelas dan tepat agar terhindar dari adanya interpretasi dan meluasnya masalah dalam memahami hasil penelitian. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menjelaskan etika berpakaian perempuan dalam perspektif Islam. 2. Menjelaskan etika berpakaian perempuan dalam perspektif Kristen.
3. Menjelaskan perbedaan dan persamaan etika berpakaian perempuan dalam Islam dan Kristen.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberi manfaat baik secara teoritis maupun secara peraktis. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Secara Teoritis
a. Memberikan tambahan pengetahuan keilmuan secara konseptual dan pengembangan pemikiran ke-Islaman.
b. Memberi wawasan dan khazanah ke ilmuan, khususnya di bidang Perbandingan Agama yaitu: Filsafat Agama, Akhlak Tassawuf, Multikulturalisme dan Pluralisme, Psikologi Agama, Sosiologi Agama, dan Agama Kristen.
(16)
8
a. Memahami secara benar bagaimana cara berpakaian yang baik menurut agama masing-masing.
b. Memberikan gambaran untuk membedakan antara berpakaian yang tidak sesuai dengan agama masing-masing bagi pembaca.
c. Memperoleh penjelasan yang akurat mengenai etika berpakaian, khususnya pada kaum perempuan untuk lebih mengubah penampilan karena adanya UU tentang pornografi.
d. Membuat para pembaca mengerti akan berpakaian yang sesuai dengan tempatnya, yang mampu membedakan pakaian untuk didalam rumah maupun diluar rumah.
e. Memahami serta memperkaya dan memperluas khazanah keilmuan khususnya tentang etika berpakaian perpektif Agama Islam dan Agama Kristen.
E. Metode Penelitian
Ketepatan menggunakan metode dalam penelitian adalah syarat utama dalam mengumpulkan data. Apabila seseorang mengadakan penelitian kurang tepat metode penelitiannya, tentu akan mengalami kesulitan, bahkan tidak akan mendapatkan hasil yang baik sesuai yang diharapkan. Berkaitan dengan hal ini Winarno Surachmad mengatakan bahwa metode merupakan cara utama yang digunakan dalam mencapai tujuan.12
1. Jenis Penelitian
Studi ini merupakan penelitian pustaka library research, yaitu
12
Winarno Surachmad, Pengantar Penelitian Ilmiah; Dasar, Metode dan Teknik, (Tarsito Rimbun: Bandung, 1995), 121
(17)
9
menjadikan bahan pustaka sebagai sumber data utama yang dimaksudkan untuk menggali teori-teori dan konsep-konsep yang telah ditemukan oleh para peneliti terdahulu, mengikuti perkembangan penelitian dalam bidang yang akan diteliti, memperoleh orientasi yang luas mengenai topik yang akan dipilih. Memanfaatkan data sekunder serta menghindari duplikasi penelitian.13
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakanpendekatan literer yaitu pendekatan lebih menekankan kesatuan teks sebagai keseluruhan. Pendekatannya bukan dengan melakukan interpretasi penggalan-penggalan teks tertentu, melainkan lebih pada hubungan antar teks sebagai satu kesatuan yang utuh.Dengan pendekatan ini penulis dapat membaca, menelaah, mengolah dan mengembangkan data yang diperoleh dari berbagai sumber tertulis.
2. Metode Pengumpulan Data
Kajian ini bersifat kepustakaan, karena itu data-data yang akan dihimpun merupakan data-data kepustakaan yang representatif dan relevan dengan obyek studi ini. Adapun sumber data yang menjadi acuan dasar dalam penelitian ini yaitu:
a. Dokumen
Buku-buku tercetak pilihan yang relevan dengan masalah yang diteliti tentang etika berpakaian perempuan dalam perspektif Islam dan Kristen, meliputi:
13
(18)
10
1) Etika Berpaian bagi Perempuan karya Muhammad Walid,
(Malang: UIN-Maliki Press, 2011)
2) Anggun Berjilbab karya Nina Surtiretna, (Bandung: PT Mizan, 1997)
3) Inspirasi Busana Muslimah karya Indah Rahmawati,
(Laskar Aksara: Bekasi, 2011)
4) Perempuan dan Jilbab karya Farid L Ibrahim, (Mitra Aksara Panaitan: Jakarta, 2011)
5) Al-Qur’an, dan Al Hadits
6) Alkitab Tafsir Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru Karya
Dianne Bergant, (Kanisius: Yogyakarta, 2002)
7) Aurat Kod Pakaian Islam karya Shofian Ahmad (Utusan Publications and Distributors: Kuala Lumpur, 2004),
8) Pakaian dalam Islam karya Fahd Salem Bahammam.
9) Sabda Langit Perempuan dalam Tradisi Islam, Yahudi, dan Kristen,karya Sherif Abdel Azeem (Yogyakarta: Gama Media, 2001)
b. Non-Dokumen
Sumber yang terdapat dalam catatan elektronik yang didapat melalui media internet yang meliputi:
1) Alkitab Online, http://alkitab.sabda.org 2) Katolisitas, Berpakaian yang
sopan,http://www.katolisitas.org
(19)
11
4) Dede Wijaya, Gaya Hidup Seorang Wanita Kristen,
http://www.kristenalkitabiah.com/gaya-hidup-seorang-wanita-kristen/
3. Metode Analisis Data a. Reduksi data
Dipilih data yang berasaldari Al-Qura, Al Hadits dan bukuEtika BerpakaianPerempuan dalam Perspektif Islam dan Kristen yang relevandenganpokokbahasan.
b. Disajikan
Data yang tepilihtentangEtika Berpakaian Perempuandalam Perspektif Islam dan Kristen yang meliputi: 1) Asal Usul Pakaian, 2) Cara Berpakaian.
c. VerivikasiatauTarikKesimpulan
Dalam hal ini penulis menganalisis melalui dua model pendekatan yaitu, deskriptif dan komparatif:
1) Metode Deskriptif
Metode ini menjelaskan etika berpakaian perempuan dalam perspektif Islam dan Kristen. sehingga mendapat penjelasan tentang etika berpakaian perempuan dalam perspektif Islam dan Kristen.
2) Metode Komparatif
Metode ini digunakan untuk membandingkan etika berpakaian perempuan perspektif Islam dan Kristen. sehingga mendapatkan sebuah persamaan dan perbedaan etika
(20)
12
berpakaiandalam perspektif Islam dan Kristen.
F. Telaah Pustaka/Penelitian Terdahulu
Setiap pada keorisinalitas penelitian harus berpegang teguh. Melihat hal tersebut memungkinkan terdapat karya orang lain yang sudah melakukan penelitian sebelumnya dengan tema yang sama, agar tidak terjadi subyektivitas terhadap hasil penelitian. Mengenai tema penelitian terdahulu dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Karya yang ditulis Farid L. Ibrahim dengan judulPerempuan dan Jilbab, 2009, didalam bukunya ini dijelaskan a. Informasi bagi perempuan muslimah di Indonesia, bagaimana cara menggunakan pakaian dan jilbab yang dapat menutupi aurat mereka. b. Cara berpakaian baik yang dapat mencerminkan sikap dan diri orang yang menggunakannya. c.Islam tidak melarang umatnya untuk tampil menarik di depan umum, bahkan islam mengajarkan umatnya untuk berpenampilan sebaik mungkin. Akan tetapi, harus ada batasan antara pakaian yang sopan dan tidak seronok dengan pakaian yang dianggap mengundang nafsu bagi kaum Adam.
2. Karya Abdillah Firmanzah Hasan yang berjudul Lebih Anggun dengan Berhijab, 2009. dalam buku ini a. Keharusan bagi kaum hawa untuk memakai hijab namun juga lebih memaknai hikmah dibalik memakai hijab. b. Kencederungan seseorang untuk selalu tampil anggun. c. Adanya keharusan untuk menutup aurat.
3. Karya Syaikh Abdul Wahab A.T yang berjudul Adab Berpakaian dan Berhias, 2008. Buku ini berisi tentang a. Menjelaskan tentang hukum
(21)
13
pakaian dan perhiasan dalam prespektif fikih Islam.b. Berisikan nasihat yang merupakan salah satu bentuk kemuliaan akhlak yang dihadirkan oleh Rasulullah saw.
4. Karya Emma Tarlo yang berjudul Visibly Muslim: Fashion, Politics, Faith, 2008.Buku ini berisi a. Jawaban bagi media barat yang begitu stereotif terhadap cara berpakaian muslimah. b. Cara berpakaian yang memberikan wawasan tentang keharusan bagi muslimah bukan untuk menutup aurat.
5. Karya M. Quraish Shihab dalam buku berjudul Jilbab:Pakaian Wanita Muslimah, 2003. Buku ini berisikan a. Hakikat pakaian dan aurat wanita. b. Batasan dan hakikat berjilbab. c. Dalil dan argumentasi masing-masing pendapat diberikan seobjektif mungkin.
G. Sistematika Pembahasan
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas dan untuk mendapatkan suatu hasil penelitian yang baik, maka diperlukan sistematika penulisan yang baik pula. Sehingga isi dari hasil penelitian tidak melenceng dari apa yang sudah direncanakan dan ditetapkan dalam rumusan masalah yang diteliti. Oleh karena itu, perlu adanya sistematika penulisan yang baik dan terarah dengan perincian sebagai berikut:
Bab I, Pendahuluan, yang terdiri atas latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, telaah pustaka, metode penelitian, dan sistematika pembahasan. Bab I ini merupakan pengantar penulis untuk dijadikan sebagai pedoman penelitian. Hal ini dilakukan agar dapat tetap fokus
(22)
14
dengan pembahasan yang penulis teliti.
Bab II, Tinjauan Umum Etika Berpakaian, dalam bab ini penulis menjelaskan tentang asal usul berpakaian, selain itu didalam bab kedua ini juga menerangkan tentang cara berpakaian. Dengan bahasan dalam bab ini bertujuan untuk memberikan gambaran agar penulis memahami etika berpakaian secara baik dan mendalam.
Bab III, data penelitian etika berpakaian perempuan perspektif Islam, didalam bab ini penulis membahas tentang etika berpakaian menurut agama, yaitu dalam perspektif agama Islam.
Bab IV, data penelitian etika berpakaian perempuan perspektif Kristen, didalam bab ini penulis membahas tentang etika berpakaian menurut agama, yaitu dalam perspektif agama Kristen.
Bab V, Analisis Data, dalam bab ini penulis mencoba mendiskripsikan dan memaparkan pokok-pokok bahasan penelitian, yaitu membandingkan tentang perbedaan dan persamaan etika berpakaian perempuan perspektif Islam dan Kristen.
Bab VI, Penutup, dalam bab ini meliputi kesimpulan dan saran. Dalam bab ini akan menyimpulkan semua pembahasan dari Bab I sampi Bab V.
Selain itu bab-bab tersebut, juga dilengkapi daftar pustaka dan lampiran-lampiran (jika ada) guna sebagai pendukung dan penguat dalam penulisan skripsi ini.
(23)
BAB II
TINJAUAN UMUM ETIKA BERPAKAIAN
A. Asal Usul Pakaian
Di sini akan dijelaskan tentang Asal Usul Pakaian meliputi: a. Masa Lalu dan b. Masa Kini.
1. Masa Lalu
Busana berasal dari bahasa sanskerta yaitu “bhusana”dan istilah yang popular dalam bahasa Indonesia yaitu “busana” yang dapat diartikan “pakaian”. Busana dalam pengertian luas adalah segala sesuatu yang dipakai mulai dari kepala sampai ujung kaki yang memberi kenyamanan dan menampilkan keindahan bagi sipemakai.
Pada zaman prasejarah manusia belum mengenal busana seperti yang ada sekarang. Manusia hidup dengan cara berburu, bercocok tanam dan hidup berpindah-pindah dari suatu tempat ke tempat lain dengan memanfaatkan apa yang mereka peroleh di alam sekitarnya. Ketika mereka berburu binatang liar, mereka mendapatkan dua hal yang sangat penting dalam hidupnya yaitu daging untuk dimakan dan kulit binatang untuk menutupi tubuh. Pada saat itu manusia baru berfikir untuk melindungi badan dari pengaruh alam sekitar seperti gigitan serangga, pengaruh udara, cuaca atau iklim dan benda-benda lain yang berbahaya.
(24)
16
Cara yang dilakukan manusia untuk melindungi tubuhnya pada saat itu berbeda-beda sesuai dengan alam sekitarnya.1
Manusia purba sudah mengenal penggunaan aksesoris, mereka menggunakan kerang, biji-bijian, dan taring binatang yang disusun sedemikian rupa menjadi asesoris seperti kalung, gelang, dll. Pemakaian asesoris pada jaman purba lebih ditekankan kepada fungsi kepercayaan atau mistis. menurut kepercayaan mereka, dengan memakai benda-benda tersebut dapat menunjukkan kekuatan atau keberanian dalam melindungi diri dari roh-roh jahat dan agar selalu dihormati. cara lain yang dilakukan yaitu dengan membubuhkan lukisan di tubuh mereka yang dikenal dengan "tattoo". Walaupun sudah mengenal bentuk tapi bentuknya sederhana dengan wujud geometris yaitu segi empat atau segi empat panjang. Cara pakai ada yang dililitkan, ada pula yang dilubangi untuk memasukkan kepala. Perkembangan bentuk busana mengalami kemajuan yang cukup pesat. Dari penggunaan kulit kayu, kulit binatang, dll manusia akhirnya menemukan teknologi pembuatan kain, yang pada awalnya masih sangat sederhana yaitu dengan menggunakan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM). Dalam perkembanganya, bentuk maupun cara penggunaannya digolongkan menjadi bentuk dasar busana, yaitu celemek panggul, ponco, tunika, kaftan, kutang, pakaian bungkus.
Asal mulanya manusia mengenakan pakaian berupa sehelai kain berbentuk segi empat. Pada tengahnya diberi lubang untuk kepala, sehingga sehelai kain itu
1
Rizky Pratama, asal usul pakaian?, https://rizkilmu.wordpress.com/2011/02/08/asal-usul-pakaian/, diakses 15-04-2015 19.16wib
(25)
17
dapat jatuh ke badan. Peninggalan dari bentuk pakaian tersebut sekarang dinamakan baju kurung, tetapi bagian sisi dibentuk jahitan memanjang ke lengan dengan bentuk ketiak membulat. Kemudian berkembang menjadi baju kaftan, yakni bagian tengah muka terbuka, karena baju kurung (bentuk pertama) dibelah dari leher terus kebawah. Yang sekarang dikenal di Indonesiadengan nama baju kebaya, hanya pada kaftan mempunyai lengan setali, sedangkan kebaya tidak. Kebaya bayi mempunyai lengan setali, tetapi memakai gir. Bentuk pakaian yang sederhana sekali ialah sehelai kain yang panjang dan dibelit-belit ke badan, sehingga menjadi pakaian bungkus. Pada masa kini masih terlihat pakaian semacam itu seperti pakaian sari dari India dan kain panjang dari Indonesia.2
Sejarah pakaian muncul sejak manusia Indonesia mengenal budaya menenun. Dengan masuknya budaya menenun di era neolitikum itulah manusia Indonesia mengenali cara menutup tubuh mereka. Sebagaimana kita mengetahui, manusia Indonesia di masa itu, memandang pakaian masih sebagai satu pelindung dari luar seperti panas, dingin, dan lain sebagainya. Manusia di Nusantara sendiri mengenal tradisi berpakaian sejak Zaman Batu Muda (Neolitikum). Saat itu, mereka telah dapat membuat pakaian dari kulit kayu yang sederhana yang telah diperhalus. Pekerjaan membuat pakaian ini merupakan pekerjaan kaum perempuan. Buktinya, di Kalimantan dan Sulawesi Selatan dan beberapa tempat lain ditemukan alat pemukul kulit kayu. Hal ini menunjukkan bahwa mereka sudah berpakaian.3 Di masa lalu, cara berpakaian nenek moyang kita pun seperti
2
Porrie Muliawan Dra, Kontruksi Pola Busana Wanita, (BPK Gunung Mulia: Jakarta, 1992), 1
3
(26)
18
tak jauh berbeda dengan kita, mereka menutupi tubuh mereka dengan pakaian untuk menunjukkan kelebihan dan status sosial mereka.
Pakaian memiliki sakralitas tersendiri bagi kaum bangsawan, istana, yang itu berlaku hingga saat ini. Pakaian dikhususkan, tidak boleh sembarangan kalangan desa atau rakyat memakai pakaian para raja atau kaum bangsawan. Kuasa “pakaian” ini menunjukkan identitas hingga kini, misalnya ketika kita jumpai pakaian kebesaran di keraton-keraton dan bangsawan di Yogyakarta dan di Solo. Pakaian mereka memiliki ciri khusus, seperti aksesoris, ikat pinggang, penutup kepala dari emas, hingga tongkat. Dari sanalah kita mengetahui pakaian di kalangan kerajaan atau bangsawan memiliki fungsinya sendiri baik pada upacara resmi keraton, upacara yang sifatnya kerakyatan, dan upacara-upacara lainnya. Nuansa etis dan sistem keraton yang ketat dalam tata budaya dan sistem adat ini barangkali bisa dilacak sebagai simbolisasi kuasa keraton yang mengadopsi nilai-nilai barat dan eropa yang dipadukan dengan nilai-nilai jawa.4
2. Masa Kini
Perkembangan bentuk busana telah mengalami kemajuan yang cukup pesat. Mulai dari penggunaan kulit kayu, kulit binatang hingga manusia akhirnya menemukan teknologi pembuatan kain yang pada awalnya yang masih sederhana yaitu dengan menggunakan alat bantu mesin, disinilah manusia mengenal busana dalam arti yang sesungguhnya.Setiap bangsa mengenal tradisi berpakaian pada
4
Arif Saifudin Yudistira, SEJARAH “KUASA” DAN “MAKNA” PAKAIAN,
http://retakankata.com/2012/09/21/sejarah-kuasa-dan-makna-pakaian/ diakses pada 24-06-2015 14.50wib
(27)
19
masa yang berbeda sesuai dengan perkembangan kebudayaan masing-masing. Jauh sebelum memasuki abad masehi, bangsa Mesir, Persia, Yunani, dan Romawi sudah mengenal tradisi berpakaian. Sekitar 2000 Sebelum Masehi (SM), pakaian mulai dibuat dengan cara ditenun. Saat itu, bangsa Mesir sudah menenun kain linen. Pada era Persia Kuno, wanita sudah menggunakan celana panjang. Setelah berhubungan dengan bangsa Mesir dan Yunani, sekitar 200 SM, bangsa Romawi mulai mengenakan tunik linen (seperti kaus) di bawah jubah wol.5
Kita mengenali pakaian di masa kini pun menjadi mode dan industri yang menjanjikan. Kelas sosial, gengsi, hingga eksistensi pun muncul, bahkan kini pakaian seperti menjadi budaya popular yang kerap membawa kontroversi dan polemik. Pakaian pun dimanfaatkan oleh dunia hiburan dan dunia kapitalisas modern untuk menyihir anak-anak muda kita ikut dan tak berdaya di mata trend, mode dan model pakaian yang dipakai para selebriti kita. Pakaian pun seperti semakin jelas menunjukkan sebagai alat untuk meningkatkan popularitas dan ketenaran para selebriti kita. Dengan gaya pakaian terbaru, pakaian “sexy” mereka menyihir dan membentuk opini publik melalui tayangan gosip, infotainment dan sebagainya. Pakaian di dunia modern pun seperti tak menunjukkan keadaban kita. Pakaian modern tersebut meniru gaya ala Barat yang bermotifkan ketelanjangan dan kebinatangan, yang tidak ada jenis bagian tubuh yang malu untuk dilihat,
5
Z Outket, Sejarah Pakaian, https://outletzet.wordpress.com/2014/01/27/sejarah-pakaian/, diakses 15-04-2015 19.43wib
(28)
20
pakaian model itulah yang dianggap maju dan modern yang mana pelakunya diangap sebagai modernis6
Anehnya sejarah pakaian masa kini malah cenderung lebih memilih pakaian pada masa tahun 60an, 70an, dan 80an.7 Tak jarang banyak perempuan-perempuan memilih pakaian zaman dahulu daripada zaman sekarang. Dan alasannya hanya karena mode trend masa kini saja.
Perkembangan bentuk busana telah mengalami kemajuan yang cukup pesat. Mulai dari penggunaan kulit kayu, kulit binatang hingga manusia akhirnya menemukan teknologi pembuatan kain yang pada awalnya yang masih sederhana yaitu dengan menggunakan alat bantu mesin, disinilah manusia mengenal busana dalam arti yang sesungguhnya.
B. Etika Berpakaian
Terkait dengan pembahasan etika berpakaian secara umum, di sini akan dijelaskan beberapa sub fokus, meliputi: a. Etika dan b. Cara Berpakaian.
1. Etika
Etika secara bahasa “etika” merupakan kata turunan dari ethokos (Yunani) yang berasal dari ethos, yang berarti: penggunaan, karakter, kebiasaan, kecenderungan atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah ethical yang mempunyai arti pantas, layak dan beradab (sesuatu yang dapat membedakan sesuai dengan prosedur atau tidak) dan sebagai kata bendanya adalah ethic yang
6
Ibnu Rabbani, Bukan Wanita Biasa, (QultumMedia: Tangerang, 2000), 59
7
Dunia Wanita, Perkembangan Fashion Wanita Zaman Dulu Hingga Zaman Sekarang, diakses http://tentangwanita.com/dunia-wanita/perkembangan-fashion-wanita-zaman-dulu-hingga-zaman-sekarang.html pada 25-06-2015 22.14
(29)
21
mempunyai arti kesusilaan atau etika.8 Etika merupakan sebuah kajian tentang moralitas the study of morality. Etika berkaitan dengan apa yang secara moral benar dan salah.9 Etika identik memiliki makna yang sama dengan moral. Akan tetapi secara terminologis, etika dalam posisi tertentu memiliki makna yang berbeda dengan moralitas. Sebab etika memiliki tiga posisi yakni etika sebagai sistem nilai, kode etik dan filsafat moral.10
Moralitas adalah sistem nilai tentang bagaimana kita harus hidup secara baik sebagai manusia. Sistem nilai ini terkandung dalam ajaran berbentuk petuah-petuah, nasihat, wejangan, peraturan, perintah dan semacamnya yang diwariskan secara turun-menurun melalui agama atau kebudayaan tertentu tentang bagaimana manusia harus hidup secara baik agar benar-benar menjadi manusia yang baik.11
Moralitas dimaknai untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etika dipakai untuk sistem pengkajian nilai-nilai yang ada. Morallebih cenderung terhadap hal-hal bersifat praktis, sedangkan etika lebih cenderung terhadap hal-hal yang bersifat teoritis.12Sebagai sistem nilai, etika berarti nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Posisi inilah dimana sebagian besar makna etika dipahami sehingga muncul istilah-istilah Etika Islam, Etika Budha, Etika Kristen, Etika Berpakaian, dsb.
8
Rosdakarya, Kamus Filsafat, (Remaja Rosda Karya: Bandung, 1995), 105
9
Norman L. Geisler, Etika Kristen, (Departemen Literatur: Malang, 2000), 17
10
K. Bertens, Etika, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993), 35
11
A. Sonny Keraf, Etika Bisnis, (Kanisius: Yogyakarta, 1991), 20
12
(30)
22
Posisi ini pula makna etika sama dengan moral. Pengertian moral sebagai sistem nilai dapat pula dilihat dalam definisi Prof. Dr. Frans Magnis Suseno yakni sebuah ilmu dan bukan sebuah ajaran. Jadi etika merupakan ilmu atau refleksi sistematik mengenai pendapat-pendapat, norma-norma istilah dan istilah moral. Keseluruhan norma dan penilaian yang dipergunakan oleh masyarakat yang bersangkutan untuk mengetahui bagaimana manusia seharusnya menjalankan kehidupannya, yakni bagaimana mereka membawa diri, sikap-sikap, dan tindakan-tindakan yang harus dikembangkan agar hidupnya berhasil.13 Maksutnya etika adalah ilmu yang memberi arah dan pijakan pada tindakan manusia. Etika merupakan pemikiran bagaimana manusia harus hidup dan bertindak. Pengertian etika yang di buatnya lebih menitik beratkan bahwa etika bisa membantu manusia untuk bertanggung jawab atas kehidupannya.14
Etika mengkritik kritis terhadap moralitas, maksutnya etika tidak bermaksut membuat orang bertindak sesuai dengan moralitas begitu saja. Etika menghimbau orang untuk bertindak sesuai dengan moralitas, tetapi bukan karena tindakan yang diperintahkan oleh moralitas (oleh nenek moyang, orangtua, guru), melainkan karena menurut orang itu baik. Ia sendiri sadar secara kritis dan rasional bahwa ia memang sudah sepantasnya bertindak seperti itu atau kalau ia akhirnya bertindak tidak sebagaimana yang diperintahkan oleh moralitas, orang itu tidak bertindak sesuai dengan moralitas bukan karena ikut-ikutan atau sekedar mau lain, melainkan karena ia punya alasan rasional untuk itu. Ia bertindak
13
Franz M Suseno, Etika Dasar: Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral, (Yogyakarta: Kanisius, 1987), 6
14
AnneAhira, Pengertian Etika – Semua Ada Aturannya, http://www.anneahira.com/pengertian-etika.htm, diakses pada 13-04-2015 20.11wib.
(31)
23
berdasarkan pertimbangan bahwa hal itu bertentangan dengan moralitas adalah baik baginya dan bagi masyarakat karena alasan-alasan yang rasional.15
Etika berusaha menggugah kesadaran manusia untuk bertindak secara otonom16 dan bukan secara heteronom.17 Etika membantu manusia untuk bertindak secara bebas dan dapat dipertanggungjawabkan karena setiap tindakannya selalu lahir dari keputusan pribadi yang bebas dengan selalu bersedia mempertanggungjawabkan tindakannya itu karena memang ada alasan-alasan dan pertimbangan-pertimbangan yang kuat mengapa ia bertindak begitu atau begini.18
2. Cara Berpakaian
Pakaian adalah barang tertentu untuk menutupi anggota tubuh seseorang dari sengatan matahari dan dinginnya malam dengan memakai baju, celana dll. Definisi pakaian secara singkat menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah barang apa yang dipakai (baju, celana, dll.).19 Pakaian terbuat dari bahan tekstil dan serat yang digunakan sebagai penutup tubuh. Pakaian adalah sejarah jutaan tahun, pakaian adalah perlepasan dari materi, dan umur pakaian mungkin memang telah sejalan dengan usia manusia dimuka bumi ini. Pakaian adalah kebutuhan pokok manusia selain makanan dan tempat berteduh/tempat tinggal (rumah). Pakaian adalah kebutuhan primer manusia. Manusia membutuhkan pakaian untuk
15
A. Sonny Keraf, Etika Bisnis, (Kanisius: Yogyakarta, 1991), 21
16
Otonomi adalah sikap moral manusia dalam bertindak berdasarkan kesadarannya bahwa tindakan yang diambilnya itu baik. Suatu tindakan dinilai bermoral kalau sejalan atau didasarkan pada kesadaran pribadi.
17
Heteromi adalah sikap manusia dalam bertindak dengan hanya sekedar mengikuti aturan moral. Suatu tindakan dianggap baik hanya karena sesuai dengan aturan, disertai perasaan takut atau bersalah. Pertanggung jawaban hanya bisa diberikan kalau manusia bertindak secara heteronom.
18
Ibid., 22
19
(32)
24
melindungi dan menutup dirinya. Namun seiring dengan perkembangan kehidupan manusia, pakaian juga digunakan sebagai simbol status, jabatan, ataupun kedudukan seseorang yang memakainya. Perkembangan dan jenis-jenis pakaian tergantung pada adat-istiadat, kebiasaan, dan budaya yang memiliki ciri khas masing-masing. Pakaian juga meningkatkan keamanan selama kegiatan berbahaya seperti hiking dan memasak, dengan memberikan penghalang antara kulit dan lingkungan. Pakaian juga memberikan penghalang higienis, menjaga toksin dari badan dan membatasi penularan kuman.20Pakaian merupakan alat penting di dalam kehidupan seseorang individu. Cara seseorang itu berpakaian terutamanya wanita adalah penting agar ia dilihat oleh masyarakat sebagai seorang yang mempunyai kepribadian yang baik. Cara berpakaian dapat membedakan status sosial dalam masyarakat. Status atau kedudukan dapat memberikan pengaruh, kehormatan, kewajiban pada seseorang.21
Pakaian adalah suatu hal yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Semenjak abad-abad terdahulu manusia sudah mengenal pakaian sebagai penutup tubuh. Pakaian adalah sesuatu yang harus bagi laki-lakidan perempuan. Sebab pakaian merupakan penutup yang melindungi sesuatu yang dapat menyebabkan malu apabila terlihat oleh orang lain.22
Manusia sudah lama mengenal konsep pakaian sebagai antisipasi terhadap perubahan cuaca dan ganasnya alam. Dimana semenjak intelektualitas mengalami
20
http://id.wikipedia.org/wiki/Pakaian, diakses pada 13-04-2015 19.54wib.
21
Bagja Waluya, Sosiologi: Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat (Bandung: PT Setia Purna inves, 2007), 24.
22
(33)
25
evolusi, manusia dalam sejarahnya mulai mempercayakan insting bertahan dalam melihat tubuhnya, untuk mencapai aspek ketahanan dalam hidup. Pakaian kemudian memang sebagai representasi fisik, dari perlindungan terhadap cuaca dalam melindungi organ-organ tubuh dan tubuh biologis manusia itu sendiri. Manusia butuh perlindungan dan pertahanan dalam diri sendiri, sebuah cikal bakal antroposentris, dimana manusia memandang diri lebih unggul dari alamnya, dan berlaku seolah-olah penguasa jagat raya. Manusia telah menciptakan evolusi dan pemahaman tentang pakaian sesuai dengan pentas sejarah dimasanya. Setiap Abad dan masa, serta menciptakan definisi tersendiri tentang apa itu pakaian bagi setiap bangsa-bangsa di dunia ini. Bisa jadi, pakaian memang makhluk 'hidup' tersendiri.23
Pakaian mencerminkan sifat dasar manusia yang mempunyai rasa malu sehingga manusia beruaha untuk menutupi badanya dengan pakaian. Jika dahulu manusia mengenakan pakaian hanya untuk melindungi tubuh,kini manusia tidak hanya memandang pakaian sebagai pelindung tubuh, tapi juga melihatnya dari segi estetika dimana pakaian berfungsi untuk membuat penampilan semakin menarik.24
Pakaian berperan besar dalam enentukan citra seseorang. Lebih dari itu, Pakaian berkaitan bukan saja dengan etika dan estetika, tetapi juga dengan kondisi sosial ekonomi dan budaya, bahkan iklim. Pakaian adalah cermin dari identitas,
23
Wahyudi Pratama, Busana, kostum, pakaian, baju , kaos, celana bla bla bla, http://first-things-first.blogspot.com/2005/09/busana-kostum-pakaian-baju-kaos-celana.html diakses pada 23-06-2015 22.35wib
24
(34)
26
status, hierarki, gender, memiliki nilai simbolik, dan merikapan ekspresi cara hidup tertentu. Pakaian juga mencerminkan sejarah, hubungan kekuasaan, serta perbedaan dalam pandangan sosial, politik dan religius. Dengan kata lain, pakaian adalah kulit sosial dan kebudayaan kita. Pakaian dapat dilihat sebagai perpanjangan tubuh, namun sebenarnya bukan bagian dari tubuh. Pakaian tidak saja dapat menghubungkan tubuh dengan dunia luar, tetapi memisahkan keduanya.25
Pakaian adalah salah salah satu ciri peradaban manusia sebagai mahluk terhormat dalam kehidupan, berbeda dengan mahluk lain seperti hewan, bagi hewan pakaian tidaklah masalah (berpengaruh) dalam kehidupannya.26 Orang yang memakai pakaian baik itu pakaian daerah ataupun pakaian yang modern terlihat lebih menarik dan terlihat lebihindah, dengan berpakaian orang akan lebih mudah berinteraksi dengan lingkungan sekitar.
Menurut Abul A’La Maududi (1985) pakaian bukanlah sekedar suatu alat bagi menutup sebagian anggota badan dari ancaman udara, berperanan lebih daripada itu, mempunyai sejarah yang mendalam dalam jiwa suatu bangsa, peradaban, kemajuan hidup, tradisinya dan lain-lain yang termasuk ke dalam semua aspek sosial. Pakaian merupakan salah satu keperluan asas manusia selain daripada makanan dan tempat kediaman. Hieraki Maslow mengatakan, pakaian merupakan salah satu elemen penting di dalam keperluan fisiologi manusia. Ia melindungi tubuh badan daripada hujan, panas dan daripada gangguan fizikal
25
Henk Schulte Nordholt, Outward Apperances, terj M. Imam Aziz, (LkiS: Yogyakarta, 1997), v
26
(35)
27
(Horn & Gurel, 1981). Bagi orang Islam, pakaian mereka perlu menutup aurat. Bagi penganut agama lain, mereka mempunyai ketetapan pakaian mengikut agama masing-masing (Warmke et.al. 1977).27
Menurut Rohani Marude (1989) memakai pakaian yang up to date memberikan keyakinan yang lebih kepada sipemakainya. Oleh itu seseorang itu haruslah pandai memilih pakaian yang baik. Untuk kelihatan lebih fresh dan menarik pilihlah baju yang sesuai dengan bentuk badan, warna kulit, keadaan dan umur. Pernyataan ini dikatakan oleh Noor Aini (1988) yang mengatakan bahawa walau bagaimana sekali pun anda anggap diri anda sebagai seorang yang berpengalaman dalamhal mode, seorang yang terpelajar atau pun anda seorang yang sama sekali tidak hiraukan tentang pakaian, kita tidak boleh mengenepikan “peraturan-peraturan pakaian” yang tertentu dan harus diterima oleh orang-orang yang tertentu dari masa ke masa.28
Secara sederhana pakaian adalah sesuatu yang digunakan untuk penutup tubuh baik dari bahan kapas/kain, kulit, daun maupun rumput. Pakaian adalah penutup tubuh (aurat), yang dengan penutup tersebut masih memungkinkan oranglain untuk bisa mengenali/mengetahui satu sama lainnya. Dengan busananya tidak menutup orang lain untuk bisa melihat sesamanya. Bukan menyembunyikan seseorang dari pandangan orang lain sehingga tidak bisa dikenali siapa yang ada dibalik pakaian itu. Pakaian itu bagaimanapun kadar dan jenisnya, bahkan biarpun menutup seluruh badan seseorang hingga wajahnya, maka ia tidak menghalangi
27
Noor Hanim Abdul Aziz, Persepsi Pelajar siswi mengenai amalan berpakaian yang sesuai di UTM, (Tesis Fakultas Pendidikan: Malaysia, 2004), 1-2
28 Ibid., 3
(36)
28
yang memakainya untuk melihat manusia yang ada di sekelilingnya, dan juga tidak menghalangi orang lain untuk mengenali diri orang tersebut.29
Berpakaian adalah untuk kenyamanan dan bukan untuk dipertontonkan dan kesederhaaan adalah yang paling sesuai. Pakaian untuk menghadiri kuliah misalnya hendaklah disesuaikan dengan kuliah yang dihadiri. Pemilihan jenis pakaian juga penting di mana tidak semua mode itu sesuai dengan kita dan tidak juga dalam berbagai keadaan. Seharusnya sesuaikan pakaian dengan aktiviti yang dijalankan supaya nyaman dan menghindari dari perhatian khusus.30
Busana atau pakaian yang pantas di pakai dan sesuai dengan kondisi, akan memudahkan seseorang dalam pergaulan sehari–hari. Hal ini akan membuatnya tidak canggung dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan dapat menimbulkan rasa percaya diri. Pada umumnya setiap orang memerlukan busana untuk berbagai macam kesempatan antara lain:busana rumah, busana kerja, busana olah raga, busana rekreasi, busana pesta, busana berkabung.31 Etika berpakaian sendiri dalam bersosialisasi dengan segala lapisan harus mengedepankan etika tersebut bila ingin dihargai. Tampilan berbusana adalah tampilan kualitas budaya kepribadian dan norma manusia. Sehingga etika itu tergantung juga pada faktor kondisi budaya, adat, agama, dan lingkungan. Terkadang etika tersebut tidak bersifat keseluruhan bila dalam kondisi yang berbeda.
29
Abdul Halim Mahmud Abu Syuqqah, Busana dan Perhiasan Wanita Menurut Al-Qur’an dan Hadist, (terj.) Mudzakir Abdussalam, (Bandung: Mizan, 1998) hlm. 16.
30 Ibid., 4
31
Dewi Apriliati Rokhim, Etika Dalam Berbusana, http://ayoberbagiceria.blogspot.com/2013/12/ makalah-etika-berbusana.html, diakses pada 14-04-2015 20.00wib
(37)
29
Etika Berpakaian dan berbusana dalam bersosialisasi dengan segala lapisan kita harus mengedepankan etika tersebut bila ingin dihargai. Tampilan berbusana adalah tampilan kualitas budaya, kepribadian dan moral manusia. Etika dan etiket dalam berbusana tergantung juga pada faktor kondisi budaya, adat, agama, sosial ekonomi, waktu dan lingkungan. Kadangkala etika tersebut tidak bersifat universal bila dalam kondisi yang berbeda. Misalnya, bila menghadiri perkawinan di suku pedalaman papua, di desa Jawa, di perumahan kota dan hotel berbintang lima sangat berbeda. Kadangkala tidak memakai baju, memakai sandal, memakai kaos, tidak berjas adalah normal dalam tempat tertentu tetapi kadang tidak beretika ditempat tertentu.Dewi Apriliati Rokhim, Etika Dalam Berbusana,
Tetapi sebenarnya ada aturan atau tips umum yang dapat digunakan dalam semua keadaan di antaranya adalah :
1. Ditempat umum sebaiknya berpakaian sopan, tidak mengumbar anggota tubuh tertentu yang terlarang.
2. Berpakaian bersih, rapi dan tidak berbau.
3. Berpakaian harus disesuaian kondisi, baju renang tidak boleh ditempat umum. Demikian pula baju kaos sebaiknya tidak dipakai dalam suasana formal seperti seklah, kantor, seminar, pertemuan bisnis resmi, seminar, perkawaninan dan sebagainya.
4. Celana jeans sebaiknya dipakai hanya dalam keadaan non formal, dalam keadaan semi formal sebaiknya dikombinasi dengan jas atau blazer. Dalam keadaan formal sebaiknya tidak dipakai.
(38)
30
5. Pemilihan asesoris seperti topi, gelang, kalung, kacamata juga sangat penting untuk disesuaikan dengan kondisi dan suasana.
6. Suasana formal seperti perkawinan, pemakaman, pelantikan jabatan, gelar, harus memakai baju formal.
7. Pemilihan warna dan model sepatu, baju dan topi juga harus disesuaikan dengan situasi dan waktu. Warna gelap, warna cerah dan warna lembut dijadikan dasar pemilihan busana menyesuaikan kondisi. Demikian juga model baju formal, semi formal dan non formal.
8. Pemilihan jenis baju saat hendak bertemu dengan orangtua, atasan atau orang yang dihormati.
9. Tidak mengganggu orang lain, Pakailah baju-baju yang biasa-biasa saja tidak mengganggu akivitas maupun kenyamanan orang lain. Misalnya menggunakan gaun wanita dengan ekor puluhan meter sangattidak pantas jika kitagunakan di tempat seperti di bus umum.
10.Tidak Melanggar Hukum Negara dan Hukum Agama, Sebelum memakai pakaian ada baiknya diingat- ingat dulu hukum di dalam maupun diluar negeri. Hindari memakai pakaian yang bertentangan dengan adat istiadat, hukum budayayang berlaku di tempat tersebut.32
Etika berpakaian memang diperlukan, karena dengan demikian pemakai dan penikmat pakaian akan mengetahui mana yang layak (baik) danmana yang tidak untuk dipakai. Hal tersebut berimplikasi bahwa etika yang dipahami adalah sebagai ilmu pengetahuan tentang kesusilaan atau moral, dimana kesusilaan
32
Teguh Mulyono, Etika Di Tempat Umum, http://www.scribd.com/doc/176934471/Etiket-Di-Tempat-Umum#scribd diakses 23-06-2015 23.00wib
(39)
31
merupakan keseluruhan aturan, kaidah atau hukum yang mengambil bentuk amar maupun larangan, baik tertulis maupun tidak tertulis.33 Etika Berpakaian yaitu mencari gaya pribadi bukan hal yang mudah untuk setiap orang. Namun begitu jika menemukannya, baru menyadari bahwa lewat pakaian, seseorang bisa mengekspresikan diri dan menunjukan diri apa yang di pakainya. Tanpa sadar banyak hal diluar sana yang bias memepengaruhi cara kita berpakaian dan bergaya. Percaya atau tidak , gaya personal seseorang dapat mengubah perspektif seseorang. Manusia membutuhkan pakaian (sandang) untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dasar sehari-hari di samping kebutuhan akan tempat tinggal (papan) dan makanan (pangan). Pakaian dapat memberikan keindahan, proteksi dari penyakit, kenyamanan, dan lain sebagainya. Tanpa pakaian dapat mengakibatkan seseorang dikatakan gila. Oleh karena itu, dalam berpakaian seharusnya kita memerhatikan etika dalam berpakaian.
33
(40)
BAB III
ETIKA BERPAKAIAN PEREMPUAN DALAM PERSPEKTIF
ISLAM
A. Asal Usul Pakaian
Terkait dengan etika berpakaian, di sini akan dijelaskan tentang asal usul pakaian meliputi sub fokus: a. Masa Lalu dan 2. Masa Kini.
1. Masa lalu
Pakaian wanita pada masa Nabi Saw adalah pakaian yang umum dikenakan dan digunakan pada masa tersebut; artinya kaum perempuan menutupi badan mereka dan membungkus kepalanya dengan kerudung. Akan tetapi sebagian telinga, leher dan bagian dadanya kelihatan kemudian turun ayat yang memerintahkan Rasulullah Saw untuk menutup yang sebagian itu sehingga keindahan mereka tidak nampak dan terlihat.
Sejarah mengatakan, hijab bermakna pakaian wanita, sebelum kedatangan Islam dan agama-agama lainnya terdapat dalam berbagai ragam bentuk dan Islam membatasi ruang lingkupnya.1
Hijab secara leksikal bermakna tirai, pembatas dan sesuatu yang menjadi penghalang antara dua hal. Akan tetapi sebagaimana yang disebutkan para penafsir dan periset, redaksi hijab bermakna pakaian wanita, adalah sebuah terminologi yang kebanyakan dijumpai pada masa belakangan. Artinya bahwa hijab merupakan sebuah terminologi baru. Apa yang digunakan oleh orang-orang
1
Shofian Ahmad, Aurat Kod Pakaian Islam, (Utusan Publications and Distributors: Kuala Lumpur, 2004), 13
(41)
33
terdahulu khususnya di kalangan fuqaha, adalah terminologi "satr" yang bermakna pakaian.2
Keharusan dan kewajiban menutup aurat bagi kaum perempuan di hadapan kaum pria asing (non-mahram) merupakan salah satu masalah penting dalam Islam. Dalam al-Qur'an disebutkan bahwa hijab dimaksudkan untuk kesempurnaan, kemajuan perempuan dan juga untuk menciptakan suasana yang sehat dalam lingkungan keluarga dan masyarakat karena itu hijab wajib bagi kaum perempuan. Menurut catatan sejarah, hijab yang bermakna pakaian wanita, sebelum Islam di dunia dan pada agama-agama lainnya digunakan dalam ragam bentuk. Dan hal ini bukan merupakan hukum ta'sisi; artinya Islam tidak menciptakan hijab ini, melainkan menerimanya. Sebagaimana hal tersebut dapat disimpulkan pada masa Rasulullah Saw, Islam memperluas batasannya dan mengokohkannya. Di Iran, masa sebelum kedatangan Islam, juga di kalangan kaum Yahudi, di India, terdapat penerapan hijab-hijab secara ketat. Pada masa Iran kuno, bahkan ayah-ayah dan saudara-saudara (sendiri) adalah non-mahram bagi wanita yang bersuami.3
Karena itu, menurut catatan sejarah disebutkan bahwa para wanita pada masa Rasulullah Saw mengenakan hijab, akan tetapi bukan hijab sempurna. Para wanita Arab biasanya memakai busana-busana sehingga bagian depan baju (kerah), lingkaran leher, dada terlihat.
Kerudung yang dikenakan adalah untuk menutup kepala, bagian-bagian bawahnya diturunkan hingga menujulur ke bagian belakang punggung, wajar
2
Ibid., 14
3
(42)
34
kalau kedua telinga, bagian depan dada, dan leher terlihat oleh orang-orang.4 Jadi, hijab kaum perempuan pada masa Rasulullah Saw bentuknya seluruh badan mereka tertutup, demikian juga kerudung yang mereka gunakan untuk menutup kepala, akan tetapi sebagian dari bagian dada, lehernya, dan tempat-tempat yang menawarkan keindahan dan mempesona syahwat kaum pria terbuka.
2. Masa Kini
Di zaman sekarang, banyak sekali wanita yang tidak takut dosa. Walaupun ia berlaber “muslimah”. Mereka dengan rela dan bangga menampakkan aurat di jalan-jalan, mall, lembaga pendidikan, dan tempat lainnya. Mereka telah terkena racun dan tipu daya peradaban barat yang semu dan fatamnorgana. Peradaban barat memacu para wanitanya untuk membuka aurat. Karenanya terbalalaklah pandangan para lelakinya. Fitnah pandangan kemudian berlanjut kepada fitnah perzinahan. Hal ini pula yang ditiru oleh banyak wanita berlabel “muslimah” di negeri ini. Ironisnya, semakin banyak pandangan lelaku tertuju padanya maka wanita itu akan semakin bangga. Padahal semakin banyak lelaki yang memandangi auratnya, maka semakin banyak pula dosa yang mengalir kepadanya. Ada pula sebagian muslimah yang membuka auratnya karena tuntutan pekerjaan. Jika tidak membuka aurat maka perusahaan tidak mau menerimanya. Kantor-kantor perusahaan pun banyak yang menerapkan aturan kepada karyawati untuk memakai pakaian seksi. Tidak boleh berpakaian sopan seperti memakai rok
4
(43)
35
panjang. Terlebih lagi berbusana muslimah sangat dilarang keras. Sehingga di hati muslimah terjadi pertentangan antara tuntutan agama dan tuntutan pekerjaan.5
Sesungguhnya syariat jilbab merupakan syariat Islam yang mulia. Tidak satu agama pun yang memuat perintah penutup aurat atau berjilbab seperti yang ada pada Islam. Perintah jilbab adalah perintah yang secara khusus ditujukan untuk memuliakan para muslimah. Dengannya, kehormatan seorang muslimah akan terjaga dengan baik dari segala bentuk bahaya.P5F
6
P
Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Al Ahzab ayat 59, Allah Ta’ala berfirman:
Artinya: “Hai nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, Karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”Perintah untuk berjilbab yang terdapat dalam Al-Qur’an adalah kemuliaan. Al-Qur’an adalah kitab yang mulia, maka perintah jilbab sebagai salah satu kandungannya juga mulia. Ancaman terhadap pelanggaran tidak berjilbab menunjukkan bahwa jilbab adalah kemuliaan sehingga Allah harus memaksa wanita-wanita muslimah untuk berjilbab. Jumlah wanita yang berjilbab dibandingkan dengan yang membuka aurat adalah tanda kemuliaan yang lainnya.
5
Anton Ramdan, The Miracle of Jilbab: Hikmah Cantik dan Sehat Secara Ilmiah Dibalik Syari’at
Jilbab, (Anton Ramdan: Indonesia, 2014), 13
6
(44)
36
Karena alaminya kemuliaan hanya dimiliki oleh sedikit orang. Lebih mulia dan lebih mahal mana antara emas dan berlian. Bukankah orang yang menggunakan perhiasan berlian lebih sedikit daripada orang yang berhias dengan emas. Berlian pun dihargai mahal karena kemuliaannya. Ketabahan untuk tetap komitmen dalam berjilbab adalah kemuliaan meski berhadapan dengan berbagai cibiran menusuk hati. Jilbab mampu merubah yang buruk menjadi baik adalah bentuk kemuliaan. Jilbab menutupi keburukan dan menampilkan dengan kesan yang lebih baik itu pun sebuah kemuliaan. Manahan diri untuk tidak menampakkan kemolekan tubuh dengan jilbab adalah kemuliaan.dibalik perintah jilbab ada hikmah secara ilmiah yang memelihara kecantikan dan kesehatan muslimah. Hikmah itu menambah kemuliaan jilbab dan rasa malu bila auratnya terlihat orang lain merupakan kemuliaan yang tinggi. Terlebih banyak wanita zaman sekarang yang telah kehilangan rasa malu. Sehingga mereka memamerkan auratnya di depan umum dengan rasa bangga. Padahal malu adalah bagian dari iman.7
Jilbab melindungi muslimah dari godaan atau gangguan lelaki jahat, lelaki yang berpenyakit hati. Itu adalah kemuliaan. Kemuliaan itu sesuai dengan awal tujuan perintahnya. Kebencian syaitan terhadap muslimah yang berjilbab adalah suatu kemuliaan. Bukankah yang dilakukan syaitan terhadap Adam dan Hawa adalah menampakkan aurat mereka dengan memakan buah khuldi. Tertutupnya aurat dengan jilbab sehingga tidak membuat para lelaki yang memandangnya turut berdosa juga sebuah kemuliaan. Jika aurat tubuh wanita terbuka, maka akan membuat banyak lelaki berdosa karena memandang. In termasuk dalam perbuatan
7
(45)
37
zina yaitu zina mata.P7F 8
P
Sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah saw. Abu Hurairah dari Rasulullah saw, beliau bersabda:
ﺭﻅﻧ ﻣ ﻧﺯ ﻥ ﻧْ ْ ﺣﻣ ﺫ ﺭْﺩﻣ ﻧﺯ ْﻥﻣ ﺑ ﺻﻧ ﺩﺁ ﻥْﺑ ﺗﻛ
ﻧﺯ ﻝ ْﺟﺭ ﺵْﻁﺑْ ﻧﺯ ﺩ ْ ﻛْ ﻧﺯ ﻥ ﺳ ﻣﺗْﺳ ﻣ ﻧﺯ ﻥ ﻧﺫﻷْ
ﺑﺫﻛ ﺝ ْﺭ ْ ﺫ ﺩﺻ ﻧﻣﺗ ْ ْ ْ ﻁﺧْ
“Sesungguhnya manusia itu telah ditentukan nasib perzinaannya yang tidak mustahil dan pasti akan dijalaninya. Zina kedua mata adalah melihat, zina kedua telinga adalah mendengar, zina lidah adalah berbicara, zida kedua tangan adalah menyentuh, zina kedua kaki adalah melangkah, dan zina hati adalah berkeinginan dan berangan-angan, sedangkan semua itu akan ditindak lanjuti atau ditolak oleh kemaluan.” (HR. Muslim: 2657).Jika ditelaah lebih lanjut, kewajiban berbusana muslimah ini bukan hanya berfungsi sebagai penutup aurat, tapi juga melindungi kulit dan tubuh dari kondisi alam terutama sinar matahari. Dengan busana muslimah, kulit tidak terkena terpaan langsung sinar matahari yang berarti juga mengurangi dampak kanker kulit. Busana muslimah dapat digunakan siapa pun, kapan pun, dan di mana pun, baik bagi muslimah yang tinggal di negara tropis, subtropis, dan negara dengan empat musim. Saat musim panas misalnya, busana muslimah akan melindungi kulit sengatan matahari, sedangkan pada musim dingin, bisa berfungsi menghangatkan tubuh.P8F
9
Secara sosial. Busana muslimah juga menhindari kita dari fitnah dan melindungi dari kejahilan orang lain. Bagaimanapun juga dengan mengenakan
8
Ibid., 24 9
Anton Ramdan, Inikah Jodoh?: Tausiyah, Hikmah, & Kisah, (Shahara Digital Publishing: Yogyakarta, 2014), 16
(46)
38
busana muslimah, orang akan segan dan lebih menghormati pemakai. Lebih dari itu, busana muslimah menjadi identitas dan pembeda perempuan Islam dengan perempuan lainnya.10
B. Cara Berpakaian
Terkait etika berpakaian, di sini akan dijelaskan tentang cara berpakaian meliputi sub fokus: a. Berpakaian Menutup Aurat, b. Berpakaian yang Dilarang Islam, dan c. Syarat Berpakaian Muslimah
1. Berpakaian Menutup Aurat
Agama Islam adalah cahaya yang menerangi setiap sudut kegelapan pada ranah kehidupan. Agama yang senantiasa menjamin keselamatan dan kebahagiaan dunia dan akhirat. Agama sempurna yang mempunyai sendi sentral dalam mengarahkan, membimbing, dan memberi petunjuk ke jalan yang benar.11
Pada dasarnya, ajaran Islam adalah ajaran yang sangat mudah untuk dipelajari dan di amalkan oleh siapa pun. Secara garis besar, ajaran Islam dapat diklasifikasikan menjadi dua: ajaran yang bersifat praktis dan ajaran yang bersifat teoritis. Ajaran Islam praktis adalah ajaran Islam yang mendapatkan porsi lebih dari dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, ajaran yang dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan yang dimaksud dengan ajaran Islam teoritis adalah ajaran Islam yang berbentuk khazanah intelektual keislaman secara umum yang meliputi berbagai disiplin ilmu.12
10
Indriya Rusmana Dani, 3 Jam Pintar Membuat Abaya, (Qultum Media: Jakarta, 2009), 3 11
Tim Darul Ilmi, Buku Panduan Lengkap Agama Islam, (Jakarta: QultumMedia, 2010), v
12 Ibid., v
(47)
39
Islam mengatur semua hal, bahkan hal kecil sekalipun, apalagi soal harkat dan martabat perempuan. Dalam Islam, perempuan sangat di muliakan. Sebelum datangnya Islam, perempuan diperlakukan semena-mena. Pada masa jahiliyah, bayi perempuan dikubur hidup-hidup karena di pandang bahwa perempuan hanya akan menyusahkan.13
Islam merupakan agama yang sangat bijaksana, sehingga Islam tidak pernah membiarkan setiap keutamaan dan kebaikkan berlalu begitu saja tanpa perintah melaksanakannya. Begitu pula dengan sikap keburukan atau kehinaan juga tidak akan berlalu tanpa perintah untuk melarangnya. Dalam hal berpakaian misalnya, Islam dikenal sebagai agama yang sangat menjunjung tinggi dan menghormati nilai-nilai keindahan, kebersihan, dan kerapihan. Bahkan Islam selalu mendorong pengikutnya untuk selalu berhias serta mempercantik diri secara lazim dan wajar dalam rangka beribadah dan mencari ridha Allah.P13F
14
P
Sebagaimana dijelaskan dalam Q.S. al-A’raf [7]: 31
Artinya:“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”P14F
15
13
Nur Fitri Fatimah, Perempuan Bekerja Boleh Saja, Asal...,
http://muslimah.or.id/keluarga/perempuan-bekerja-boleh-saja-asal.html, diakses pada 10-06-2015 20:17wib
14
Muhammad Walid dkk, Etika Berpakaian bagi Perempuan, (Malang: UIN-Maliki Press, 2011), 7
15
Mushaf Ar Rusydi, Al-Qur’an Tajwid & Terjemahan, (Departemen Agama RI: Depok, 2008), 154
(48)
40
Pakaian bahasa Arabnya Albisah yang merupakan bentuk jamak dari kata libas, yaitu sesuatu yang digunakan manusia untuk menutupi dan melindungi seluruh atau sebagian tubuhnya dari panas dan dingin, seperti kemeja, sarung, dan serban. Pakaian juga didefinisikan sebagai setiap sesuatu yang menutupi tubuh.
Pakaian dipahami sebagai “alat” untuk melindungi tubuh atau “fasilitas“ untuk memperinda penampilan. Tetapi selalin untuk memenuhi dua fungsi tersebut, pakaian pun dapat berfungsi sebagai “alat” komunikasi yang non-verbal, karena pakaian mengandung simbol-simbol yang memiliki beragam makna.16 Berpakaian mempunyai makna menggunakan pakaian.17 Gaya berpakaian merupakan bagian dari cara membawa diri dalam lingkungan. Berpakaian di haruskan memakai pakaian sesuai kondisi seperti halnya kita mau beribadah hendaknya kita memakai pakaian yang menunjukkan ke takwaan bukan malah memakai pakaian seperti compang camping.18
Pakaian mempunyai arti yang tertentu. Sebab itu pakaian harus berukuran sedemikian rupa, sehingga dalam sikap dan gerak gerik tidak menimbulkan godaan bagi orang lain. Dengan pakaian yang sesuai norma susila, orang tidak hanya harus menjaga moral masyarakat (orang lain) melainkan juga untuk
16
Dena Alfiana, Akhlak Berpakaian, diakses http://dena-alfiana.blogspot.com/2012/12/pengertian-pakaian.html 29-06-2015 21.54wib
17
Fera Paujiyanti, Kamus Lengkap Tata Bahasa Indonesia: Buku Penting Untuk Semua Orang Indonesia, (Lembar Pustaka Indonesia: Jakarta, 2014), 116
18
Nilam Widyarini, PsikologiPopuler: Memb Hub Antar Manusia, (PT. Elex Media Komputindo: Jakarta, 2009), 72
(49)
41
menjaga diri. Dengan pakaian begitu manusia meluhurkan sesama dan diri sendiri, manusia menyempurnakan bangsa manusia.P18F
19
Sesungguhnya Allah SWT telah menurunkan pakaian yang baik dan pakaian itu memiliki banyak fungsi. Dapat ditemukan fungsi pakaian dalam al-Qur’an sebagaimana dalam dijelaskan dalam Q.S. al-A’raf [7]: 26
Artinya: “Hai anak Adam, Sesungguhnya kami Telah menurunkan kepadamu Pakaian untuk menutup auratmu dan Pakaian indah untuk perhiasan. dan Pakaian takwa Itulah yang paling baik. yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, Mudah-mudahan mereka selalu ingat.”P19F
20
Dalam Al-Qur’an surat al-A’raf [7]: 26 diuraikan bahwa bagi umat manusia telah di sediakan pakaian penutup aurat (untuk memenuhi unsur etis kehidupan manusia) dan pakaian hias (untuk memenuhi unsur estetis dalam kehidupannya). Sementara standar berpakaian itu sendiri ialah takwa yakni pemenuhan terhadap ketentuan-ketentuan agama.
M. Quraish Shihab, dalam karyanya Wawasan al-Qur’an menjelaskan, ayat di atas setidaknya menjelaskan dua fungsi pakaian, yaitu sebagai penutup aurat dan sebagai perhiasan. Tetapi ada ulama yang mengatakan, bahwa ayat di atas menjelaskan tentang fungsi pakaian yang ketiga, yaitu fungsi taqwa.
19
Drijarkara, Filsafat Manusia, (Kanisius: Yogyakarta, 1969), 44
20
Mushaf Ar Rusydi, Al-Qur’an Tajwid & Terjemahan, (Departemen Agama RI: Depok, 2008), 153
(50)
42
Maksudnya, pakaian dapat menghindarkan seseorang terjerumus ke dalam bencana dan kesulitan, baik bencana duniawi maupun ukhrawi.21
Islam mengatur mengenai etika berpakian adalah dengan menutup aurat. Seseorang wanita muslimah akan mendapati syariat Islam sebagai pelindung yang sempurna, yang menjamin (iffah) kesucian dirinya, menempatkannya dalam posisi yang terhormat sekaligus menyandang derajat tinggi. Adapun aturan yang diwajibkan atas mereka dalam berpakaian dan berhias tidak lain sebagai tindakan preventif. 22
Pakaian Hijab dan Jilbab salah satu bentuk model pakaian yang dapat menutup aurat yang ditawarkan. Kata hijab berasal dari kata hajaba, yang berarti bersembunyi dari penglihatan,23 yang juga berarti al-satr, suatu benda yang menjadi sekat bagi benda yang lain. Jadi hijab adalah sesuatu yang digunakan sebagai alat untuk memisah.24 Pemakaian hijab lebih dikhususkan pada isteri-isteri Nabi ketika mereka berbicara dengan laki-laki lain, mereka harus berbicara dibalik tabir dengan begitu laki-laki yang bukan mahram (orang yang haram dinikahi) tidak bisa melihat sosok isteri-isteri Nabi. Sedangkan, Jilbab adalah busana muslim terusan panjang menutupi seluruh badan kecuali tangan, kaki dan wajah yang biasa dikenakan oleh para wanita muslim. Penggunaan jenis pakaian ini terkait dengan tuntunan syariat Islam untuk menggunakan pakaian
21
M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 2003), Cet. ke-XIV, h. 160.
22
Muhammad ibn Ismail al-Muqaddam, dkk, Jilbab itu Cahayamu, (PT. Mirqot Ilmu Ihsani: Jakarta, 2008), 2
23
Fatima Mernissi, Wanita di dalam Islam, terj. Yaziar Radianti, (Pustaka: Bandung, 1991), 118
24
Abdur-Rasul Abdul Hasan Al- Ghaffar, Wanita Islam Dan Gaya Hidup Modern, terj. Bahruddin Fanani, (Pustaka Hidayah: Bandung, 1989), 35
(51)
43
yang menutup aurat atau dikenal dengan istilah hijab. Sementara kerudung sendiri di dalam Al-Qur'an0T0Tdisebut dengan istilah0T0Tkhumur.
Ayat lain yang memerintahkan tentang penggunaan hijab adalah:
...
Artinya: “Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kedadanya.” (Q.S. an-Nur [24]: 31)Dari ayat yang tersebut kaum wanita tidak hanya diperintahkan untuk menahan pandangan tetapi juga diperintahkan untuk mentaati dan memperhatikan kehidupan sosial. Hal tersebut memperlihatkan bahwa untuk melindungi moralitas kaum wanita tidak hanya cukup dengan menghindari pandangan mata dan menjaga auratnya.
Hijab dan jilbab tidak lebih dari ekspresi rasa malu yang tercermin dari sikap kaum wanita yang menutupi sisi sensualitasnya, ketika ia berinteraksi dengan pria bukan mahram, dan untuk menjaga dan mengantisipasi bahaya-bahaya yang akan menyebabkan kemerosotan moral kaum wanita.P24F
25
25
M. Sa’id Ramadhan Al- Buthi, Perempuan Antara Kezaliman Sistem Barat dan Keadilan Islam, terj. Darsim Ermaya Imam Fajaruddin, (Intermedia: Solo, 2002), 190
(1)
Daftar Pustaka
AB, Alex, Dandanan Wanita yang Beribadah, diakses
http://www.angelfire.com/anime/elishaerick/Artikel13.html diakses 05-07-2015 13.00wib
Alfiana, Dena, Akhlak Berpakaian, diakses
http://dena-alfiana.blogspot.com/2012/12/pengertian-pakaian.html diakses 29-06-2015 21.54wib
AlkitabOnline, http://alkitab.sabda.org/.
Annajaa, Qumairoh Sulistiyo Fatikha, Wanita Berpakaian Tapi Telanjang,
diakses http://ceshter.blogspot.com/2011/03/wanita-berpakaian-tapi-telanjang.html pada 24-06-2015 22.40wib
AnneAhira, Pengertian Etika – Semua Ada Aturannya, diakses pada
http://www.anneahira.com/pengertian-etika.htm, diakses pada 13-04-2015 20.11wib.
Asy-Syayi', Khalid Bin Abdurrahman, Bahaya Mode, Gema Insani: Jakarta, 1993.
al-Atsariyyah, Pakaian Wanita dalam Islam, diakses
http://al-atsariyyah.com/pakaian-wanita-dalam-islam.html 04-07-2015 11.24wib
Aziz, Noor Hanim Abdul, Persepsi Pelajar siswi mengenai amalan berpakaian
yang sesuai di UTM, Tesis Fakultas Pendidikan: Malaysia, 2004.
Azeem, Sherif Abdel, Sabda Langit Perempuan dalam Tradisi Islam, Yahudi, dan
Kristen, Yogyakarta: Gama Media, 2001, cet. ke-2.
Bahammam, Fahd Salem, Makanan dan Pakaian: Penjelasan tentang makanan,
minuman, dan pakaian dalam Islam, Google Book, 2015.
Bahammam, Fahd Salem, Pakaian dalam Islam (ILLUSTRATION), Google Book,
2015.
al-Bani, Syaikh Muhammad Nashiruddin, Jilbab Wanita Muslimah, terj. Hawin
Murtadlo, Abu Sayyid Sayyaf, At-Tibyan: Solo, 2000
el-Bantanie, Muhammad Syafi'ie, Bidadari Dunia – Potret Ideal Wanita Muslim,
Qultum Media: Jakarta, 2005.
el-Bantanie, Muhammad Syafi’ie, Shalat Jarik Jodoh, PT. Elex Media
(2)
Bergant dkk, Dianne, Tafsir Alkitab Perjanjian Lama, Kanisius: Yogyakarta,
2002.
Bertens, K, Etika, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993.
BibbleInfo, Perhiasan, diakses http://www.bibleinfo.com/id/topics/perhiasan
05-07-2015 13.38wib
al-Buthi, M. Sa’id Ramadhan, Perempuan Antara Kezaliman Sistem Barat dan
Keadilan Islam, terj. Darsim Ermaya Imam Fajaruddin, Intermedia: Solo, 2002
Daily, Tim Muslim, Jilbab Menurut Islam, Kristen dan Yahudi: Mitos dan
Realita, http://www.muslimdaily.net/uncategorized/jilbab-menurut-islam-kristen-dan-yahudi-mitos-dan-realita.html 06-07-2015 12.02wib
Dani, Indriya Rusmana, 3 Jam Pintar Membuat Abaya, Qultum Media: Jakarta,
2009.
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka: Jakarta, 1993.
Devos, H, Pengantar Etika, terj. Soejono Soemargono, Tiara Wacana:
Yogyakarta, 1987.
Drijarkara, Filsafat Manusia, Kanisius: Yogyakarta, 1969.
Fatimah, Nur Fitri, Perempuan Bekerja Boleh Saja, Asal...,
http://muslimah.or.id/keluarga/perempuan-bekerja-boleh-saja-asal.html, diakses pada 10-06-2015 20:17wib
Fourtofour, Aris, Makna Dibalik Penggunaan Kerudung Pada Ajaran Kristen,
http://www.kumpulanmisteri.com/2015/04/makna-dibalik-penggunaan-kerudung-pada.html 06-07-2015 11.54wib.
Frommel, Marie Claire Barth, Hati Allah Bagaikan Hati Seorang Ibu, Gunung
Mulia: Jakarta, 2006.
Geisler, Norman L, Etika Kristen, Departemen Literatur: Malang, 2000.
al-Ghaffar, Abdur-Rasul Abdul Hasan, Wanita Islam Dan Gaya Hidup Modern,
terj. Bahruddin Fanani, Pustaka Hidayah: Bandung, 1989.
al-Hajjaj, Imam Abu Husain Muslim Ibn, Shahih Muslim, Global Islamic
Software Company, t.tp., 2000.
al-Hilali, Abu Usamah Salim bin ‘Ied, Syarah Riadhush Shalihin, Pustaka Imam
Asy-Syafi’i: Jakarta, 2005. http://id.wikipedia.org/wiki/
(3)
Ilmi, Tim Darul, Buku Panduan Lengkap Agama Islam, Jakarta: QultumMedia,
2010.
Irsyad, Mohammad, Jilbab Terbukti Memperlambat Penuaan dan Kanker Kulit,
Mutiara Media: Yogyakarta, 2012.
Islam, Hukum, Fatwa Tentang Pakaian Ketat Bagi Wanita, diakses pada
http://hukmulislam.blogspot.com/2011/06/fatwa-tentang-pakaian-ketat-bagi-wanita.html 04-07-2015 22.26wib
Janmohamed, Shelina Zahra, Jumpalitan Mencari Pangeran: Catatan Kocak
Muslimah Inggris Menemukan Calon Suami, PT. Mizan Pustaka: Bandung, 2010.
Kamal, Syaikh Abu Malik, Panduan Beribadah Khusus Wanita, Almahira:
Jakarta, 2007.
Katolisitas, Berpakaian yang sopan, diakses
http://www.katolisitas.org/7237/berpakaian-yang-sopan pada 28-06-2015 22.59wib.
Keraf, A. Sonny, Etika Bisnis, Kanisius: Yogyakarta, 1991.
Long, Indy, Test Kerendahan Hati Khusus Wanita..., diakses
http://divinelife12.blogspot.com/2014/08/test-kerendahan-hati-khusus-wanita.html 05-07-2015 pada 11.50wib
Mermissi, Fatima, Wanita di dalam Islam, terj. Yaziar Radianti, Pustaka:
Bandung, 1991.
Monady, Hanief, Etika dan Estetika Berpakaian, Artikel: Juli, 2015.
Muliawan, Porrie, Kontruksi Pola Busana Wanita, BPK Gunung Mulia: Jakarta,
1992.
Mulyono, Teguh, Etika Di Tempat Umum,
http://www.scribd.com/doc/176934471/Etiket-Di-Tempat-Umum#scribd diakses 23-06-2015 23.00wib.
al-Muqaddam, Muhammad ibn Ismail, dkk, Jilbab itu Cahayamu, PT. Mirqot
Ilmu Ihsani: Jakarta, 2008.
al-Muqtadir, Ibrahim bin Fathi Abd, Wanita Berjilbab VS Wanita Bersolek,
Amzah: Jakarta, 2007.
Nordholt, Henk Schulte, Outward Apperances, terj M. Imam Aziz, LkiS:
Yogyakarta, 1997.
Outlet, Z, Sejarah Pakaian,
(4)
Paujiyanti, Fera, Kamus Lengkap Tata Bahasa Indonesia: Buku Penting Untuk
Semua Orang Indonesia, Lembar Pustaka Indonesia: Jakarta, 2014.
Pengawal, Perpustakaan Online Menara, Mengapa Kami Berpakaian Rapi ke
Perhimpunan?, diakses pada http://wol.jw.org/id/wol/d/r25/lp-in/1102012149 04-07-2015 23.08
Pratama, Fauzi, “Fauzi: Contoh Makalah Tentang Adab Berpakaian,” Fauzi,
February 11, 2014, http://fauziuzik.blogspot.com/2014/02/makalah-tentang-adab-berpakaian.html.
Pratama, Rizky, asal usul pakaian?,
https://rizkilmu.wordpress.com/2011/02/08/asal-usul-pakaian/, diakses 15-04-2015 19.16wib
Pratama, Wahyudi, Busana, kostum, pakaian, baju , kaos, celana bla bla bla,
http://first-things-first.blogspot.com/2005/09/busana-kostum-pakaian-baju-kaos-celana.html diakses pada 23-06-2015 22.35wib
Purnomo, Heri, Dilema Wanita Di Era Modern, Mustaqim, Jakarta, 2003.
Pustaka, Tim Balai, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2007.
Rabbani, Ibnu, Bukan Wanita Biasa, QultumMedia: Tangerang, 2000.
Rahmawati, Indah, Inspirasi Desain Busan Muslim, Laskar Aksara: Bekasi, 2015.
Ramdan, Anton, Inikah Jodoh?: Tausiyah, Hikmah, & Kisah, Shahara Digital
Publishing: Yogyakarta, 2014.
Ramdhan, Anton, The Miracle of Jilbab: Hikmah Cantik dan Sehat Secara Ilmiah
Dibalik Syari’at Jilbab, Anton Ramdan: Indonesia, 2014.
Redaksi BPK, Tim & Kelompok Kerja PAK PGI, Berbuah Dalam Kristus, PT
BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2007.
RenunganMinggu, You are What You Wear, (22 Juni 2014), download pdf
http://www.orpc.org.sg/indonesian/warta_jemaat/warta2014/warta2014062 2.pdf 05-07-2015
Riyanto, Arifah A, Sejarah dan Perkembangan Busana, Dinas Pendidikan
Provinsi Jawa Barat, 2005.
RI, Departemen Agama, al-Qur’an dan Terjemahnya, Yayasan Penyelenggara
Penterjemah Al-Qur’an, al-Waah: Semarang, 1993.
Rokhim, Dewi Apriliati, Etika Dalam Berbusana,
http://ayoberbagiceria.blogspot.com/2013/12/makalah-etika-berbusana.html, diakses pada 14-04-2015 20.00wib
(5)
Rusydi, Mushaf Ar, Al-Qur’an Tajwid & Terjemahan, Departemen Agama RI:
Depok, 2008.
Sabiq, Sayid, Islam Dipandang dari Segi Rohani, Moral, Sosial, Rineka Cipta:
Jakarta, 1994.
Shihab, M. Quraish, Wawasan al-Qur’an, Bandung: Mizan, 2003, Cet. ke-XIV.
Siddik, Yasmin (Penerjemah : Sjaiful Masri), Tampil Gaya dengan Jilbab,
Jakarta: PT AgroMedia Pustaka, 2007.
Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survey, LP3ES:
Jakarta, 1982.
Supriatna, Nana, Sejarah Untuk Kelas X, (Grafindo: Jakarta, 2007), 119
Surachmad, Winamo, Pengantar Penelitian Ilmiah; Dasar, Metode dan Teknik,
Tarsito Rimbun: Bandung, 1995.
Sodiq, Burhan, Engkau lebih Cantik Dengan Jilbab, Samudera: Sukoharjo, 2006.
Suseno, Franz M, Etika Dasar: Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral,
Yogyakarta: Kanisius, 1987.
Surtiretna, Nina, Anggun Berjilbab, Bandung: PT Mizan, 1997.
Syuqqah, Abdul Halim Mahmud Abu, Busana dan Perhiasan Wanita Menurut
Al-Qur’an dan Hadist, (terj.) Mudzakir Abdussalam, Bandung: Mizan, 1998.
Syuqqoh, Abdul Halim Abu, Kebebasan Wanita, terj. As’ad Yasin, Gema Insani
Press: Jakarta, 1997.
Takaria, Gerry CJ, Seventh-day Adventists Believe, Pacific Press Publishing:
California, 2005.
Walid, Muhammad dkk, Etika Berpakaian bagi Perempuan, Malang: UIN-Maliki
Press, 2011.
Waluya, Bagja, Sosiologi: Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat, Bandung:
PT Setia Purna inves, 2007.
Wanita, Dunia, Perkembangan Fashion Wanita Zaman Dulu Hingga Zaman
Sekarang, diakses http://tentangwanita.com/dunia-wanita/perkembangan-fashion-wanita-zaman-dulu-hingga-zaman-sekarang.html pada 25-06-2015 22.14
Widyarini, Nilam, PsikologiPopuler: Memb Hub Antar Manusia, PT. Elex Media
(6)
Wijaya, Dede, Gaya Hidup Seorang Wanita Kristen, diakses
http://www.kristenalkitabiah.com/gaya-hidup-seorang-wanita-kristen/ 05-07-2015 pada 12.00wib.
Yafie, Ali, Menggagas Fiqih Sosia, Mizan, Bandung, 1994.
Yudistira, Arif Saifudin, SEJARAH “KUASA” DAN “MAKNA” PAKAIAN,
http://retakankata.com/2012/09/21/sejarah-kuasa-dan-makna-pakaian/ diakses pada 24-06-2015 14.50wib