Terapi "growth mindset (Carol S. Dweck, Ph.D.)" untuk meningkatkan keterampilan adaptasi diri pada seorang mahasiswa Malaysia di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA).
TERAPI “GROWTH MINDSET (CAROL S. DWECK, PH.D.)” UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN ADAPTASI DIRI PADA SEORANG MAHASISWA MALAYSIA DI UNIVERSITAS ISLAM
NEGERI SUNAN AMPEL (UINSA)
SKRIPSI
Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar
Sarjana Sosial Islam (S.Sos)
Oleh:
Nurin Sabiha Binti Ahmad Shah NIM: B43213042
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
ABSTRAK
Nurin Sabiha Binti Ahmad Shah (B43213042) Terapi “Growth Mindset (Carol S.
Dweck, PH.D.)” untuk Meningkatkan Keterampilan Adaptasi Diri seorang mahasiswa Malaysia di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA)”
Fokus penelitian ini adalah (1) Bagaimana proses terapi Growth Mindset (Carol
S. Dweck, PH.D.)”untuk meningkatkan keterampilan adaptasi diri seorang mahasiswa Malaysia di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA)? (2)
Bagaimana hasil proses terapi Growth Mindset (Carol S. Dweck, PH.D.) untuk
meningkatkan keterampilan adaptasi diri seorang mahasiswa Malaysia di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA)?
Dalam menjawab permasalahan tersebut, maka konselor menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Dalam pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi, setelah data terkumpul analisa dilakukan untuk mengetahui proses serta hasil, serta membandingkan terapi antara teori dan lapangan serta membandingkan kondisi sebelum dan sesudah mendapatkan terapi dalam menganalisa.
Dalam penelitian ini di simpulkan bahwa : (1) proses terapi Growth Mindset
(Carol S. Dweck, PH.D.) untuk Meningkatkan Keterampilan Diri Seorang Mahasiswa Malaysia di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA). Penelitian ini
mengunakan terapi Growth Mindset serta langkah-langkah dan juga sesi-sesi dalam
terapi Growth Mindset tersebut, diawali dengan menyiapkan konseli untuk diterapi
sama ada kesiapan fisik dan psikis pada tahap langkah-langkah. Manakala, sesi-sesi
digunakan pada konseli bagi mendeteksi Fixed Mindset yang dialami konseli dan
merubahnya dengan terapi Growth Mindset yang membantu klien untuk bisa
berkembang dari pemikiran negatif dan beradaptasi baik dengan lingkungan dengan adanya keterampilan adaptasi diri ini pada konseli.(2) hasil akhir dari proses adalah dikatakan cukup berhasil dengan presentase 80% yang mana hasil tersebut dapat dilihat dari adanya perubahan pada kondisi konseli atau perilaku awalnya kelihatan tertutup dan tidak berani untuk bersosialisasi kini menjadi lebih baik walaupun pada awalnya itu masih malu untuk tampil berhadapan dengan masyarakat, bisa mengawal emosi dan sabar dalam menghadapi dengan ketakutan pada diri sendiri seperti sebelumnya. Terpenting adalah konseli bisa melakukan kegiatan sehari-harinya dengan lebih yakin diri dan sudah bisa beradaptasi dengan baik dan berprestasi lebih baik dari sebelumnya dan tidak takut mencoba hal yang baru dalam arti hal yang positif pada diri konseli .
(7)
(8)
DAFTAR ISI
JUDUL PENELITIAN... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... ii
PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii
MOTTO………...…….... iv
PERSEMBAHAN ... v
PERNYATAAN PERTANGGUNGJAWABAN PENULISAN SKRIPSI ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiii
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. TujuanPenelitian ... 9
D. Manfaat Penelitian ... 9
E. Definisi konsep ... 10
1. Pengertian Growth Mindset... ... 11
2. Implimentasi Terapi Growh Mindset ... 13
3. Adaptasi diri dan Mindset ... 14
4. Aspek-aspek Adaptasi Diri ... 15
5. Pengembangan Self adaptive system dan self confidence ... 15
F. Metode Penelitian ... 18
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian... 18
2. Sasaran dan Lokasi Penelitian... 19
3. Jenis dan sumber data ... 20
4. Tahap-tahap Penelitian ... 23
5. Tahap Analisis Data ... 27
6. Teknik Pengumpulan data ... 28
7. Teknik Menganalisa Data ... 32
8. Teknik Keabsahan Data ... 34
G. Sistematika Pembahasan ... 36
BAB II : GROWTH MINDSET DAN KETERAMPILAN ADAPTASI DIRI A. Growth Mindset ... 37
(9)
5. Unsur-unsur emotion challenges dalam Terapi
Growth Mindset ... 47
6. Langkah-langkah Terapi Growth Mindset ... 51
7. Asas-asas Terapi Growth Mindset... 52
8. Pengertian Adaptasi Diri... 54
9. Percaya Diri ... 56
B. Implementasi Growth Mindset dan Keterampilan Adaptasi Diri ... 59
BAB III : GROWTH MINDSET DAN KETERAMPILAN ADAPTASI DIRI PADA MAHASISWA MALAYSIA DI UINSA A. Deskripsi Umum Obyek Penelitian ... 62
1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 62
2. Deskripsi Konselor ... 64
3. Deskripsi Konseli ... 66
4. Deskripsi Masalah Konseli…. ... 69
B. Deskripsi Hasil Penelitian ... 71
1. Deskripsi proses dari Terapi “Growth Mindset (Carol S. Dweck, PH.D.)”Dalam Meningkatkan Keterampilan Adaptasi Diri Pada seorang Mahasiswa Malaysia di Universitas islam negeri sunan Ampel (UINSA ... . 71
2. Deskripsi hasil Terapi “Growth Mindset (Carol S. Dweck, PH.D.)”dalam Meningkatkan Keterampilan Adaptasi diri Pada Seorang Mahasiswa Malaysia di Universitas Islam Negeri sunan Ampel (UINSA ... . 94
BAB IV : ANALISIS DATA GROWTH MINDSET DAN KETERAMPILAN ADAPTASI DIRI A. Analisis Proses Terapi “Growth mindset (Carol S. Dweck, PH.D.)”dalam Meningkatkan Keterampilan Adaptasi Diri Pada Seorang Mahasiswa Malaysia di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA)………...………...96
B. Analisis Hasil Dari Terapi “Growth Mindset (Carol S. Dweck, Ph.D.)”dalamMeningkatkan Keterampilan adaptasi Diri Pada Seorang Mahasiswa Malaysia di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) ... ...108
BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ………. 112
B. Saran ………... 113 DAFTAR PUSTAKA
(10)
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 : Jenis Data, Sumber Data, Teknik Pengumpulan Data Tabel 1.2 : Carta Organisasi UINSA
Tabel 1.3 : Kondisi Konseli Sebelum Pelaksanaan Terapi Tabel 1.4 : Treatmen (Terapi)
Tabel 1.5 : Mutaba’ah amal
Tabel 1.6 : Kondisi Konseli Setelah Proses Terapi Tabel 1.7 : Langkah-langkah Terapi Growth Mindset Tabel 1.8 : Bagan Proses Terapi
Tabel 1.9 : Kondisi konseli sebelum dan setelah proses terapi
Tabel 3.1 : Rincian sesi 1
Tabel 3.2 : Rincian sesi 2
Tabel 3.3 : Rincian sesi 3
Tabel 3.4 : Rincian sesi 4
Tabel 3.5 : Rincian sesi 5
Gambar 3.1: Emotion challenge 1
Gambar 3.2: Emotion challenge 2
Gambar 3.3: Emotion challenge 3
Gambar 3.4: Emotion challenge 4
(11)
(12)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Kepercayaan diri adalah sikap positif seseorang individu yang
menampilkan dirinya untuk mengembangkan nilai positif baik terhadap diri
sendiri maupun terhadap lingkungan atau situasi yang dihadapinya.
Kepercayaan diri saling terkait rapat dengan adaptasi seseorang didalam
lingkungan karna untuk bisa beradaptasi dengan baik maka perlunya Self
confidence yang tinggi dan kepercayaan diri adalah aset yang lebih penting
daripada keterampilan, pengetahuan atau bahkan pengalaman.1 Hal ini bukan
berarti bahwa individu tersebut mampu dan kompeten melakukan segala
sesuatu seorang diri. Rasa percaya diri yang tinggi pada diri setiap individu
sebenarnya hanya merujuk pada adanya aspek dari kehidupan individu
tersebut. Hampir semua orang merasakan kurangnya percaya diri dalam
rentang kehidupannya, sejak masih anak-anak hingga dewasa bahkan sampai
usia lanjut. Hilang kepercayaan diri akan memberi impak atau dampak ketika
berhadapan dengan situasi baru2
Menurut buku Action Power penulisnya Irwan Wiseful bahawa pikiran
menentukan kehidupan kita dan manusia adalah apa yang dipikirkannya.
1
Ritha J. Nainggolan, Personal Success Cockpit (Jakarta: PT Gramedia, 2003), hal. 45.
2
Cahyo Satria Wijaya, You Are What You Think You Are What You Believe
(13)
2
Pikiran adalah pemimpin atau pelopor dari semua tindakan.
Tindakan-tindakan adalah akibat langsung dari apa yang ada didalam fikiran kita. Jika
yang difikirkan ke arah negatif maka tindakannya juga akan turut negatif
sehingga akan memberi kesan negatif pada kehidupan kita.3 Sebagai contoh,
pohon dikenal dari buahnya. Hal itu juga berlaku dalam hidup kita. Pikiran
menghasilkan buah pikiran yang baik dan mulia akan menghasilkan
kehidupan yang mulia.
Saat menyentuh aspek pola pikir ianya juga sangat menarik untuk
menyentuh yang namanya “Growth Mindset” iaitu tipe orang yang tipenya
terbuka. Orang termasuk pada golongan ini adalah orang yang mau mengikuti
arah perubahan. Mereka memiliki pola pikir yang berkembang sesuai dengan
kebutuhan dan zaman. Mereka menyedari bahawa keberhasilan itu harus
diusahakan. Keberhasilan tidak datang satu kali dalam kehidupan mereka.
Keberhasilan datang berkali-kali karena mereka terus menerus
mengupayakannya.
Semestinya kehidupan manusia mendambakan ketenangan dan tidak
mempersulitkan diri melihat kekurangan diri yang membuatkan kita kurang
percaya diri dan tidak bisa beradaptasi dengan lingkungan ditambah pula
dengan unsur-unsur religius yang tertanam dalam diri, akan tetapi yang
mendapatkannya adalah sebagian kelompok yang memahaminya dan
3
(14)
3
menyebabkan manusia bagaikan tidak mengenal arti putus asa dalam
kehidupan, Ibnu Qayyim Al-Jauziyah berkata, “hati dan jiwa yang sehat
terbebas dari peribadahan selain Allah SWT dan pengambilan hukum kepada
selain Rasul-Nya. Ia mencintai Allah dengan tulus dan mengikuti ketentuan
Rasul-Nya dalam takut, harap dan tawakal, inabah dan ketundukan kepada
Allah, sentiasa mengutamakan ridha-Nya dan menjauhi kemurkaan-Nya
inilah hakikat peribadahan yang hanya boleh diberikan kepada Allah.4
Menurut ahli psikolog manusia ingin memenuhi kebutuhan primer seperti
rasa bahagia, keamanan dan juga tercukupinya dari segi biologis seperti tidur,
makan dan nafsu. Manusia hidup mempunyai rasa dan kemauan agar sifat
kebutuhannya terpenuhi. Ini juga bisa dikaitkan dengan kemauan seseorang
yang mana bisa terpenuhinya impian atau keinginan seseorang seperti ingin
memiliki mobil, rumah, kesuksesan dalam karir, kekayaan dan lain-lain.
Impian juga merupakan salah satu hal yang terkaitan dengan karir5. Impian
sebagaimana yang dinyatakan oleh Sigmund Freud, ia merupakan sebuah hal
yang didambakan oleh manusia secara tidak sadar atas pengaruh dari berbagai
hal untuk menjadi kenyataan.6
Sejak semula, manusia berpikir secara berbeda, bertindak secara berbeda,
dan menjalani hidup secara berbeda satu dengan lainnya, Ahli lainnya
4
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Isghatsatul Lahfan (Al-Qowam, Sanggarahan, Mantung Grogol Sukoharjo, 2014) hlm 9.
5
Jeffrey M. Schwartz, You Are Not Your Brain ( Canada, Penguin Group, 2012), hal. 86.
6
Robert S. Feldman, Understanding Psychology (New York, McGraw Hill Publishing, 2011), hal. 147.
(15)
4
menunjuk pada perbedaan-perbedaan kuat dalam latar belakang, pengalaman,
pelatihan, atau cara belajar manusia. Adanya orang-orang terpelajar yang
mampu mengungkapkan bahwa pandangan yang diadopsi untuk diri individu
sangat mempengaruhi cara dalam mengarahkan kehidupan dan bagaimana
sebuah kepercayaan sederhana memiliki kekuatan yang dapat mengubah
psikologi (pikiran, kesadaran, perasaan, sikap). Percaya bahwa kualitas
manusia sudah ditetapkan iaitu akan menciptakan kebutuhan untuk
membuktikan diri terus-menerus maju untuk mencapai kesuksesan diri secara
maksimal adalah merupakan suatu hal yang paling alami untuk seseorang
yang mempunyai impian atau pekerjaan yang ingin ia lakukan „suatu hari
kelak walau masih kecil. Bagi seorang yang mempunyai cita-cita namun
terhalang oleh beberapa faktor dan terpaksa merubah arah tujuan hidupnya.
Sedangkan ada juga yang mampu mencapai cita-citanya namun atas
faktor-faktor yang kurang mendukung maka bisa saja memberi efek negatif sehingga
merasa terbebankan oleh halangan tetapi dengan berkembangnya mindset
yang bisa merubah seseorang dari kegagalan dan jatuh terus bangkit lagi dan
tidak pernah patah semangat sampai tercapai impiannya7.
Ketika tumbuh dalam diri seseorang sifat positif dan pembaikan pada
dirinya untuk bisa berprestasi maksimal pada diri, keluarga, masyarakat dan
negara tercinta itu diawali dengan bagaimana diri individu terlebih dahulu
7
(16)
5
yang dimana ketika dihadapkan permasalahan atau ujian, bagaimana respon
dari seseorang tersebut untuk bisa beradaptasi baik di lingkungan. Maka
perlunya dibahas apa itu emotional challenge. Pada diri individu tersebut jadi
terpacu untuk membuktikan bahwa ia bisa berhasil. Apabila kita berhasil
menghadapinya. Maka, ia menjadikan peribadi jauh lebih berkembang
daripada keadaan sekarang sebagaimana aplikasi terapi growth mindset yang
akan digunakan pada penelitian ini. Emotional challenge ini di dalam terapi
ini pada dasarnya diterjemahkan sebagai tantangan-tantangan yang
menyentuh emosi kita. Justru karena tantangan emosi itu, membentuk diri
untuk tergerak maju, membuat komitmen, melangkah8, akhirnya mencapai
cita-cita tanpa dipengaruhi unsur-unsur negatif yang cenderung kepada
keputus-asaan serta memandang hidup sesuatu yang tidak bisa berubah dan
sulit beradaptasi dengan lingkungan juga masyarakat dan ketika mana
dihadapkan masalah ironisnya banyak diantara mereka yang sampai
memenangkan nafsu dari berpikir secara logis9.
Terapi growth mindset tidak asing lagi dengan penulis yang bernama
Carol S. Dweck dalam dunia psikologi. Tokoh tersebut mengkatagorikan dua
tipe orang ditinjau dari cara berfikir iaitu growth mindset dan fixed mindset.
Growth mindset yang bakal kita kupas adalah tipikal orang tidak pernah menyerah. Mereka yang berada dalam kategori ini condong berfikir positif
8
Anthony Dio Martin, Smart Emotion ( Jakarta, PT Gramedia, 2014), hal. 78.
9
Rizem Aizid, Melawan Stres Dan Depresi Dashyatnya Mukjizat Al-Quran Menumpas Segala Gangguan Jiwa (Saufa, Yogjakarta: 2015) hal. 49.
(17)
6
tentang kemampuan mereka dan mampu memperbaiki diri dengan melihat
sisi kelemahannya dalam segala hal. Kebanyakan orang dengan cara berfikir
growth mindset percaya bahwa kemampuan seseorang terletak pada dinamisnya dan bisa diperbaiki dengan usaha yang baik. Sebagai contoh,
mereka yang tergolong dalam growth mindset ketika mengalami kegagalan
akan kembali mencoba dan belajar dari kesalahan atas kegagalannya.
Motivasi mereka akan muncul karena tingkat kepercayaan akan kemampuan
mereka selalu mengarah ke sisi positif10.
Disisi lain, Fixed mindset adalah tipikal orang yang gampang menyerah
dan condong menyalahkan kelemahan dalam diri mereka. Orang-orang
seperti selalu melihat sisi negatif dalam diri mereka dan menganggap
kegagalan sebagai akhir dari segalanya. Mereka yang tergolong dalam fixed
mindset condong berfikir negatif jika mengalami kegagalan dalam segala hal
dan mudah putus asa atau tidak mau mencuba kembali serta menyalahkan
takdir. Tanggap pada perubahan adalah sesuatu yang akan sangat
berpengaruh pada keberhasilan seseorang. Karena kita hidup dalam dunia
nyata dan bukan dalam dunia mimpi yang ketika kita terbangun akan
mengecewakan kita. Hidup kita adalah sesuatu yang nyata yang akan menjadi
baik jika kita menjalaninya dengan usaha terus menerus.
10
Rezky Firmansyah, What Amazing You ( Jakarta, PT Elex Media Komputindo: 2013), hal. 99.
(18)
7
Oleh karena penelitian ini hanya berfokus pada faktor kejiwaan yang
dialami oleh objek, saya hanya menampilkan ciri-ciri dampak negatif itu dari
sisi psikis. Diantaranya adalah kurang percaya diri, emosi tidak stabil, ragu
dan was-was dalam mengambil keputusan, cemas, penakut, paranoid, tidak
fokus dan pelupa, malas dalam melibatkan diri dalam bersosialisasi.11 Konseli
bertekad untuk membanggakan keluarganya dan telahpun diterima kuliah dia
S1 di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. Sebagai seorang
mahasiswa, konseli Dalam terapi ini, konselor akan menggunakan Terapi
Growth Mindset untuk meningkatkan keterampilan adaptasi diri.
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka peran konselor yang profesional
mampu membimbing pemecahan masalah melalui terapi growth mindset,
maka perlunya keprofesional seorang pemberi terapi pada konseli terhadap
masalah emosional dan rasa kurang percaya diri tersebut supaya bisa
mengembangkan keterampilan adaptasi diri konseli. Dari pendapat tersebut,
pemberi terapi pada terapi ini harus mampu memahami dan memberi banyak
informasi bahwa melalui proses pengembangan pemikiran itu seperti apa dan
mempelajari bagaimana cara mempositifkan diri dalam menanggapi masalah
individu tersebut dan memandang kepada kemajuan diri, pilihan cara
memikirkan masalah, maka, dengan itulah individu semakin percaya diri.
11
(19)
8
Dari pendapat di atas, maka perlunya pemberian dari pengembangan minda dan fikiran yang landasannya “The Iceberg Illusion” yang pada dasar apa yang manusia lihat dengan sesuatu yang lebih positif dan memang
lumrah manusiawi setiap kejayaan pasti banyak halangan dan cubaan yang
harus kuat dan tegar kita jalani untuk mencapai kesuksesan. Dengan adanya
memberikan inspiration video atau motivation video serta emotional
challenges ianya merupakan satu media kepada membantu konseli dalam
membangun atau perkembangan mindsetnya dan pengungkapan makna dari
video tersebut serta gerak kerja membuktikan bahawa mindsetnya sudah
benar-benar bisa membantunya untuk berubah dan dipandu oleh konselor
yang mahir dan kreatif serta memperhatikan setiap gerak tubuh yang
merespon..
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang diuraikan tersebut, maka rumusan
masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana proses Terapi “Growth Mindset (Carol S. Dweck, PH.D.)”
dalam meningkatkan keterampilan adaptasi diri seorang mahasiswa
(20)
9
2. Bagaimana hasil dari pelaksanaan Terapi “Growth Mindset (Carol S.
Dweck, PH.D.)” dalam meningkatkan keterampilan adaptasi diri seorang mahasiswa Malaysia di Universitas Islam Negeri Sunan
Ampel (UINSA) ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan yang telah di uraikan di atas maka tujuan
penelitian adalah:
1. Untuk mengetahui proses pelaksanaan Terapi “Growth Mindset (Carol
S. Dweck, PH.D.)”dalam meningkatkan keterampilan adaptasi diri seorang mahasiswa Malaysia beradaptasi di Universitas Islam Negeri
Sunan Ampel (UINSA) ?
2. Mengetahui respon dari konseli setelah dijalankan Terapi “Growth
Mindset ( Carol S. Dweck, PH.D.)” dalam meningkatkan keterampilan
adaptasi diri seorang mahasiswa di Universitas Islam Negeri Sunan
Ampel (UINSA)?
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini diharapkan sebagai berikut:
1. Manfaat dari segi teoritis
a. Dengan dilaksanakan penelitian ini, maka diharapkan agar ia
(21)
10
Dweck, PH.D.)” untuk meningkatkan keterampilan adaptasi diri dikalangan mahasiswa maupun masyarakat umum yang
mengalami problema yang diakibatkan masa lalu yang tidak
menyenangkan secara teoritis di bidang konseling Islam.
2. Sebagai sumber dan referensi bagi Program Bimbingan dan Konseling
Islam khususnya dan bagi mahasiswa umumnya tentang fungsi terapi
“Growth Mindset (Carol S. Dweck, PH. D.)”Manfaat dari segi praktis
a. Penelitian ini diharapkan dapat membantu mahasiswa bisa
meningkat keterampilan adaptasi diri .
b. Bagi konselor, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan
sebagai salah satu teknik pendekatan menggunakan Terapi
Growth Mindset (Carol S. Dweck, PH.D.)” yang efektif dalam
meningkatkan keterampilan adaptasi diri untuk bisa beradaptasi
dengan baik serta perubahan pada diri konseli setelah menjalani
terapi yang dihadapi oleh mahasiswa.
E. Definisi Konsep
Dalam pembahasan ini, peneliti haruslah membatasi dari sejumlah konsep
agar mudah dipahami dan agar memperoleh kejelasan dari judul yang akan
(22)
11
Meningkatkan Keterampilan Adaptasi Diri Pada Seorang Mahasiswa Malaysia di Universitas Islam negeri Sunan Ampel (UINSA)”
Untuk memperjelas variabel dalam penelitian ini, yaitu bagaimana
mengimplementasi terapi “Growth Mindset (Carol S. Dweck, PH.D.)”untuk
meningkatkan keterampilan adaptasi diri klien. Menurut Howard Gardner
menyimpulkan didalam buku Extraordinary Minds bahwa individu-individu
yang luar biasa memiliki bakat khusus untuk mengidentifikasi
kekuatan-kekuatan serta kelemahan-kelemahan mereka sendiri.12
1. Pengertian Growth Mindset
Bagi yang pernah mendengar nama Carol Dweck mungkin tidak asing lagi dengan teori growth mindset dalam dunia psikologi. Carol Dweck adalah professor yang aktif mengajar di Stanford University, California, amerika. Dalam tinjauannya, Growth mindset adalah tipikal orang yang tidak mudah menyerah. Mereka yang berada dalam katagori ini condong berpikir positif tentang kemampuan mereka dan mampu memperbaiki diri dengan melihat sisi kelemahannya dalam segala hal. Kebanyakan orang dengan cara berpikir growth mindset percaya bahwa kemampuan seseorang itu adalah dinamis dan bisa diperbaiki dengan usaha yang baik. Sebagai contoh, mereka yang tergolong dalam growth
mindset ketika mengalami kegagalan akan kembali mencoba dan belajar
12
(23)
12
dari kesalahan atas kegagalannya. Motivasi mereka akan muncul karena tingkat kepercayaan akan kemampuan mereka selalu mengarah ke sisi positif.
Growth berati perkembangan atau pertumbuhan dan Mindset
merupakan bagian penting dari kepribadian dan di dalam buku “The Secret
Of Mindset”, Adi W. Gunawan mengutip dari kamus elektronika
menyebutkan mind-set terdiri dari dua kata : Mind dan set. Kata “mind”
berarti “sumber pikiran dan memori; pusat kesadaran yang menghasilkan pikiran, perasaan, ide, persepsi yang menyimpan pengetahuan dan memori. Kata “Set” berarti “mendahulukan peningkatan kemampuan dalam sesuatu kegiatan, keadaan utuh/solid”.
Mindset adalah kepercayaan-kepercayaan yang memngaruhi sikap
seseorang; sekumpulan kepercayaan atau suatu cara berpikir yang
menentukan perilaku dan pandangan, sikap, dan masa depan. Sikap mental
tertentu atau watak yang menentukan respons dan pemaknaan seseorang
terhadap situasi. Jadi, mindset sebenarnya kepercayaan (belief), atau
sekumpulan kepercayaan (set of beliefs), atau cara berpikir yang
mempengaruhi perilaku dan sikap seseorang. Pemikiran yang mendalam
sehingga mencapai level yang disebut dengan keyakinan. Mindset ini di
(24)
13
Mindset juga adalah cara berpikir dan kepercayaan seseorang yang
mempengaruhi setiap sikap dan perilaku seseorang yang pada akhirnya
menentukan masa depan dan level keberhasilan hidup seseorang. Banyak
sekali yang dapat mempengaruhi terbentuknya mindset. Seperti pendidikan
dan juga pengalaman. Kenyataannya,kemampuan tertentu dapat dipelajari
dan bahwa tugas tertentu akan memberi mereka kesempatan untuk
belajar.13
2. Implimentasi Terapi Growth Mindset
Secara umumnya, ada 2 tipe orang yang tertutup dan terbuka dan
semuanya berawal dari pola pikir. Pada dasarnya, orang yang termasuk
dalam fixed mindset adalah orang-orang yang merasa dirinya sudah berhasil,
mapan dan nyaman dalam hidupnya dan merasakan sudah tidak perlu
dalam dirinya untuk berubah dan ketika mengalami kegagalan tipe
berpikiran tetap ini gampang menyerah, mudah menyalahkan kelemahan
dalam diri dan melihat sisi negatif dalam diri dan kegagalan adalah sebagai
akhir dari segalanya. Manakala, tipe growth mindset pula adalah orang yang
berpikirnya mengikuti arah perubahan, menyadari bahwa keberhasilan tidak
datang satu kali dalam hidup tetapi keberhasilan datang ketika terus
menerus dalam mengupayakannya. Terlebih dahulu akan dijelaskan rincian
13
(25)
14
tentang apa yang dikupas didalam Terapi Growth Mindset yang fokusnya
pada meningkatkan keterampilan adaptasi diri individu.
3. Adaptasi diri dan mindset
Adaptasi diri atau penyesuaian diri dapat didefinisikan sebagai
interaksi yang kontinu dengan diri sendiri , dengan orang lain dan dengan
dunia anda dan usaha manusia untuk mencapai harmoni pada diri sendiri
dan pada lingkungannya. Sehingga rasa permusuhan, dengki, iri hati,
prasangka, depresi, kemarahan dan lain-lain sikap negatif sebagai respon
peribadi yang tidak sesuai dan kurang efisien bisa dikikis habis. Satu
bentuk kebahagiaan sejati adalah ketika disamping kita cuba menjauhi
dan merubah pikiran negatif ke positif pentingnya kita mengantungkan
segala urusan hanya pada Allah yang kita letakkan sebagai spiritual life
skill14.
Adaptasi diri adalah satu proses yang mencakup respon mental dan
tingkah laku, dimana individu berusaha untuk dapat berhasil mengatasi
kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya, ketegangan-ketegangan,
konflik-konflik dan yang dialaminya, sehingga terwujud tingkat keselarasan atau
harmoni antara tuntutan dari dalam diri dengan apa yang diharapkan
oleh lingkungan ia tinggal.
14
(26)
15
4. Aspek-aspek adaptasi diri
Menurut Fromm dan Gilmore, ada empat aspek kepribadian dalam
penyesuaian diri yang sehat antaranya
a. Kematangan suasana kehidupan emosional
b. Kematangan intelektual
c. Kematangan sosial
d. Tanggungjawab.
5. Pengembangan self adaptive system dan Self Confidence
Menurut Gunarsa ada menjelaskan tentang Adaptive dimana
bentuk pengembangan sering dikenal dengan adaptasi. Bentuk adaptasi
ini bersifat badani, artinya perubahan-perubahan dalam proses badani
untuk menyesuaikan diri terhadap keadaan lingkungan misalnya
berkeringatan adalah usaha tubuh mendinginkan tubuh dari suhu panas
atau dirasakan terlalu panas.
Adjustive juga perlu dijelaskan selari dengan perlunya
pengembangan self adaptive system iaitu bentuk menyesuaikan diri dari
tingkah laku terhadap lingkungan yang dalam lingkungan ini terdapat
aturan-aturan atau norma. Misalnya, jika kita harus pergi ke tetangga atau
teman yang tengah berdukacita karena kematian salah seorang anggota
(27)
16
sehingga menampilkan wajah duka, sebagai tanda ikut menyesuaikan
terhadap suasana sedih dalam keluarga tersebut.
Self confidence atau percaya diri adalah sejauh mana adanya keyakinan terhadap penilaian atas kemampuan untuk berhasil, secara
sederhana Ignoffo mendefinisikan self confidence memiliki keyakinan
terhadap diri sendiri. Menurut Neill, self-confidence adalah kombinasi
dari self esteem dan self-efficacy. Percaya diri yang perlu kita fahami juga
muncul Karena ruang lingkup pada diri berada dalam kebenaran yang
nyata. Kualitas kepercayaan diri berbanding lurus dengan kuatnya
hubungan dengan Allah, meyakini Allah selalu bersama kita, mendukung
dan membela kita.15 Seperti dalil dari surah an-nahl ayat 97;
Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik[839] dan Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.
Berdasarkan berbagai pendapat yang terdapat dalam perkembangan
mindset yang telah dijelaskan, maka peneliti ingin menjelaskan bahawa di
dalam Terapi “Growth Mindset ( Carol S. Dweck, PH.D)” ini terapannya
15
(28)
17
seperti pemberian unsur-unsur positif dan sesuatu yang bisa mengubah
fixed mindset kepada growth mindset dengan menggunakan media seperti video motivation yang mengubah pola pikir konseli yang tidak terbuka dengan sekitar agar keterampilan adaptasi diri bisa ditingkatkan dan
semakin percaya diri.
Dengan pemberian video motivation yang terkaitan dengan
pembangunan mindset yang terfokus pada ciri khas pada seorang
konselor yang profesional yang mengendalikan dan mengimplentasi
dalam proses terapi tersebut. Seperti yang pernah dijelaskan dalam
sebuah buku tulisan Carol S. Dweck yang pernah membuat program
Brainology yang di aplikasi dengan penyampaian dari para pakar
pendidikan , media, otak untuk mengembangkan program Brainology
iaitu program yang menampilkan tokoh-tokoh animasi, Christ dan Dahlia
yang mempunyai masalah dengan tugas mereka dan setelah mengikuti
program brainology tersebut mereka memiliki pandangan baru tentang
segala hal. Sikap terhadap sesuatu dan berusaha lebih keras secara lebih
bijak.16
(29)
18
F. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data yang
kelak akan digunakan dan berfungsi untuk kegunaan tertentu. Langkah-langkah
dalam metode penelitian ini adalah:
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini, konselor akan menggunakan penelitian
deskriptif kualitatif. Metode penelitian kualitatif atau disebut dengan
metode penelitian naturalistik dan etnographi merupakan sebuah
penelitian yang dilakukan di ruang lingkup budaya, alamiah dan
berlawanan dengan sifat eksperimental. Dalam metode peneltian
kualitatif, instrumennya konselor itu sendiri sehingga sebelum peneliti
ke lapangan maka peneliti harus mempunyai wawasan yang luas serta
teori akan digunakan agar bisa menanya, mengobservasi, menganalisa
serta mengkonstruksi sebuah situasi sosial agar menjadi lebih jelas dan
mempunyai makna.17Metode deskriptif kualitatif ini adalah
penggambaran secara kualitatif fakta, data, atau obyek material yang
bukan berupa rangkaian angka, melainkan berupa ungkapan bahasa atau
wacana melalui interpretasi yang tepat dan sistematis. Metode deskriptif
kualitatif membuang jauh-jauh hipotesis atau asumsi dan mengubahnya
17
Prof. Dr. Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D (Bandung, Alfabeta, 2011), hal. 14-15.
(30)
19
menjadi “perumusan masalah”, yakni dalam rangka menerang jelaskan fenomena-fenomena secara praktis atau dalam rangka menyusun atau
merumuskan teori, prinsip, konsep, atau pengetahuan baru berdasarkan
data yang dikumpulkan oleh peneliti.18
Jenis penelitian yang akan digunakan oleh konselor adalah studi
kasus. Studi kasus adalah suatu penyelidikan yang dilakukan secara
intensif terhadap suatu individu dan ia juga bisa digunakan untuk
menyelidiki unit sosial yang kecil seperti kelompok keluarga dan juga kelompok yang dilabelkan seperti “geng” tertentu.19
Studi Kasus menekankan tiga aspek dalam pelaksanaan penelitian
yaitu konselor adalah pengumpul data, yang bersifat deskriptif dan
mengutamakan proses berbanding hasil yang akan diperoleh.
2. Sasaran dan Lokasi Penelitian
Subjek penelitian peneliti adalah merupakan seorang mahasiswa
Malaysia yang bernama Salina binti Raduan yang mengalami
kurangnya keterampilan adaptasi diri pada awalnya dan menyebabkan
Salina kurang percaya diri dan mengakibatkan kemunduran dalam
menjalani kehidupannya yang diakibat kejadian masa lalu yang buruk.
18
Wahyu Wibowo, Cara Cerdas Menulis Artikel Ilmiah ( Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2011), hal. 43-44.
19
Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif
(31)
20
Lokasi penelitian ini akan dilakukan Universitas Islam Negeri Sunan
Ampel (UINSA). Mahasiswa Malaysia khususnya bagian negeri
Sarawak yang berada di Surabaya Indonesia itu dihantar atau hubungan
dengan Madrasah al-Quran Bintulu dan Pusat latihan Dakwah.
Konselor tertarik untuk meneliti karena konseli adalah salah seorang
mahasiswa yang punya rasa yang kuat ingin mengubah dirinya ke arah
positif dan membantunya bisa beradaptasi dengan lingkungan dan
sekelilingnya sama ada budaya organisasi walaupun mindsetnya pada
awalnya fixed mindset yang mendominan, Konselor melakukan
observasi yang bersifat observasi partisipatif iaitu peneliti terlibat
kegiatan sehari-hari orang yang sedang di amati atau yang digunakan
sebagai sumber data penelitian, sambil melakukan pengamatan, peneliti
ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data, dan ikut
merasakan suka dukanya. Dengan observasi partisipan ini, maka data
yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam dan sampai mengetahui pada
Observasi penuh terhadap konseli baik dari segi emosi maupun latar
belakang suasana lingkungannya.
3. Jenis dan Sumber Data
Data statistik akan digunakan dalam penelitian ini. Data
(32)
21
dalam bentuk angka. Jenis data yang akan diperoleh dalam penelitian
ini terbagi kepada dua yaitu:
a. Jenis data primer
Adalah data yang lansung didapat dari subjek yang diteliti
yakni konseli yang mengalami lemahnya dalam keterampilan
adaptasi diri dan mau meningkatkan rasa percaya dirinya berupa
informasi dan data deskriptif. Teknik yang dapat digunakan untuk
mengumpulkan data primer antara lain observasi dan wawancara.
Wawancara merupakan alat rechecking atau pembuktian
terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya.
Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian kualitatif
adalah wawancara mendalam. Wawancara mendalam (In-Depth
Interview) adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab bertatap muka antara
pewawancara (konselor). Wawancara dilaksanakan di rumah
kontrakan konseli sendiri, dalam kondisi konseli yang kelihatan
murung dan tidak terurus.
Pada awalnya, konseli sulit untuk diwawancara, tetapi selepas
beberapa menit konseli mulai memberikan respon dan bersedia
untuk menceritakan keadaannya. Menurut konseli, dia adalah
(33)
22
dirinya yang kurang percaya diri dan kurangnya skill untuk
beradaptasi menjadi hambatan buat konseli untuk bertahan dengan
mempositifkan dirinya agar tidak berputus asa dalam memperbaiki
dirinya dalam akademik juga dalam membangun peribadi yang
sukses. Klien pernah juga terlintas di pikiran untuk mencoba
membunuh diri, tetapi, konseli dihalang karna perasaan kasih sayang
yang terhadap keluarganya, tanggungjawab yang diamanahkan
kepadanya. Tetapi seringkali membingungkan diri konseli dan
menyebabkan ia terasa terbeban dan tidak bisa meningkatkan
kualitas dirinya dan kurangnya semangat untuk sukses dan mudah
berputus asa.
b. Jenis data sekunder
Yaitu informasi atau data yang diperoleh dari lingkungan
subjek penelitian seperti tetangga, keluarga dan teman konseli agar
bisa mendukung dan melengkapi data yang telah diperoleh dari
sumber data primer.
Data sekunder adalah data yang diperoleh hasil dari
wawancara dengan orang tua konseli dan temannya, Afiqah. Selesai
wawancara, konselor mengetahui bahwa konseli pernah menjalani
perawatan di rumah sakit umum. Diagnosa dokter adalah konseli
(34)
23
dan psikologi konseli. Di antara dampaknya adalah penurunan berat
badan, kelesuan, banyak tidur. Manakala dampaknya dari sisi
psikologi seperti cepat marah, mudah berputus asa, dan pernah
berkeinginan untuk bunuh diri. Masalah ini bias disebutkan
problematik yang sering manggangu dirinya dalam kehidupan
sehari-hari.
c. Sumber Data
Sumber data ialah dari mana data yang akan peneliti
dapatkan. Adapun yang menjadi sumber data dalam sebuah
penelitian adalah:
1) Sumber data primer yaitu lansung didapatkan dari lapangan yaitu
konseli.
2) Sumber data sekunder adalah sumber yang diperoleh dari sumber
kedua digunakan untuk memperkuat data primer sama ada dari
gambaran lokasi penelitian, kegiatan sosial di lingkungan,
keluarga dan maupun teman konseli.
4. Tahap-tahap Penelitian
Adapun persediaan yang perlu dilakukan dalam melaksanakan
penelitian adalah seperti berikut:
(35)
24
Tahap eksplorasi yaitu tahap dimana seorang konselor
harus melaksanakan penelitian sebelum terjun ke lapangan untuk
melakukan penelitian, antara lain yaitu: menyusun rancangan
penelitian, memilih lapangan, menjajaki dan menilai keadaan
lapangan tempat klien, memilih dan memanfaatkan informasi serta
menyiapkan perlengkapan untuk melaksanakan penelitian.
1) Menyusun Rancangan Penelitian
Untuk menyusun rancangan penelitian, konselor hendaklah
terlebih dahulu membaca bahan-bahan yang terkaitan dengan
masalah penelitian yaitu bagaimana meningkatkan ketrampilan
konseli yang masih fixed mindset yang menjadi pola pikir
seharian menghadapi kehidupannya. Setelah memahami
fenomena yang terjadi maka konselor membuat latar belakang
masalah, tujuan penelitian, definisi konsep dan membuat
rancangan data-data yang diperlukan untuk penelitian.
2) Memilih Lapangan Penelitian
Dalam hal ini, konselor sendiri salah seorang mahasiswi
dalam di Uinsa Maka, konselor akan melakukan penelitian di
tempat tersebut yaitu di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
(UINSA) yang bertempat di Surabaya, Indonesia.
(36)
25
Konselor pada tahap ini adalah untuk menjejaki lapangan
dengan tujuan untuk mengenali lebih lanjut keadaan dan
apa-apa unsur yang ada di lingkungan sosial serta konseli dengan
metode wawancara dan observasi agar konselor bisa
menyiapkan perlengkapan yang akan diperlukan untuk
melakukan penelitan dan mengumpulkan berbagai data di
lapangan. Hasil daripada observasi di sekitar kontrakan konseli
mendapati kondisi kamar yang kurang bersih, keadaan gelap
dan pintunya jarang dibuka.
b) Memilih dan Memafaatkan Informan
Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk
memberikan informasi tentang situasi, kondisi serta latar
belakang dari sebuah kasus. konselor dalam hal ini akan
memilih orang tua dan temannya sendiri untuk menjadi
informan. Informan yang pertama adalah orang tua konseli,
bagi menggali data-data dan kasus yang pernah terjadi kepada
konseli. Informan kedua adalah Afiqah teman satu negara
dengan konseli. Konselor akan dapat menggali data-data yang
terkini tentang konseli.
(37)
26
Konselor menyiapkan segala hal yang akan digunakan
untuk meneliti kelak seperti alat tulis, buku, perlengkapan
fisik, izin dari konseli atau bahan-bahan yang lain untuk
mendapatkan deskripsi data lapangan.
d) Persoalan Etika Penelitian
Etika Penelitian ialah hal yang menyangkut konseli
seperti mengetahui latar belakang budaya konseli yaitu berasal
dari agama Islam, mempunyai tempat tinggal yang mayoritas
beragama Islam, mengetahui budaya, adat-istiadat serta bahasa
yang digunakan agar konselor sebagai seorang yang
menghormati konseli.
b. Tahap Perkerjaan Lapangan
1. Memahami Latar Penelitian
Sebelum melakukan penelitian, konselor haruslah
memahami latar penelitian terlebih dahulu serta mempersiapkan
kemampuan diri dari segi fisik dan mental. Oleh karena itu,
konselor harus mempersiapkan mental dan fisik serta yang
paling utama adalah menjaga hubungan dengan Allah SWT agar
terapi ini berjalan lancar.
(38)
27
Seorang konselor harus mempunyai kemampuan untuk
menjalin hubungan yang baik dengan konseli agar tidak terjadi
jurang dalam berhubungan baik secara tatap muka maupun
tidak. Ini karena bertujuan agar saat melakukan interview maka
konseli akan memberikan respon yang baik dan mudah percaya
terhadap konselor.
3. Berperan Sambil Mengumpulkan Data
Konselor ikut berpartisipasi atau berperan aktif dalam
penelitian tersebut yaitu dengan mengumpulkan data dan
menganalisisnya. Konselor disini akan mewawancarai secara
langsung dengan orang tua konseli, dalam menjalani proses
terapi serta terus menghubunginya melalui aplikasi “Whatsapp”,
dan tatap muka agar bisa memotivasi dan mendapatkan data
yang secukupnya kemudian dianalisa.
5. Tahap analisis data
Suatu proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam
pola, katogori, dan satuan uraian dasar. Konselor menganalisis data
yang dilakukan dalam ssuatu proses yang berarti pelaksanaannya sudah
mulai dilakukan sejak pengumpulan data dan dikerjakan secara itensif.
(39)
28
Tahap pengumpulan data adalah tahap paling penting sekali
dalam melakukan penelitian karena sebuah penelitian tidak bisa
dilakukan tanpa adanya data. Dalam pengumpulan data haruslah
mengetahui teknik-teknik yang bisa digunakan untuk memperoleh data.
Adapun teknik-teknik pengumpulan data adalah sebagai berikut:
a. Observasi
Observasi (pengamatan) menurut Nasution (1998) observasi
adalah dasar dari semua ilmu pengetahuan. Para ilmuwan hanya bisa
bergerak atau bekerja berdasarkan data yang diperoleh melalui
observasi. Ia bertujuan agar peneliti mampu memahami konteks data
dalam keseluruhan situasi sosial, memperoleh pengalaman langsung,
bisa mengamati hal-hal yang kurang atau tidak diamati oleh orang
lain.20
yang bersifat observasi partisipatif iaitu peneliti terlibat
kegiatan sehari-hari orang yang sedang di amati atau yang digunakan
sebagai sumber data penelitian, sambil melakukan pengamatan,
peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data, dan
ikut merasakan suka dukanya. Dengan observasi partisipan ini, maka
data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam dan sampai
mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang tampak dan
20
Prof. Dr. Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D (Bandung, Alfabeta, 2011), hal. 310-313.
(40)
29
konselor cenderung memilih obeservasi partisipatif yang partisipasi
moderat (moderate participation) dalam observasi ini terdapat
keseimbangan antara konselor menjadi orang dalam dengan orang
luar. Konselor dalam mengumpulkan data ikut observasi partisipatif
dalam beberapa kegiatan, tetapi tidak semuanya
Dalam observasi konselor menggunakan observasi jenis
partisipasi, dimana observer terlibat langsung secara aktif dalam
objek yang diteliti. Hasil dari observasi, konselor mendapatkan ada
beberapa faktor yang turut memperburuk kondisi konseli. Faktor
yang pertama adalah lingkungan tetangga yang kurang kepedulian
terhadap sesama. Faktor yang kedua adalah kondisi rumah yang
kurang kondusif seperti suram, pengudaraan yang kurang baik..
Faktor ketiga adalah konseli gemar bersendirian. Saat diajukan
pertanyaan, konseli memandang konselor dengan sorotan mata yang
tidak enak. Apabila berbicara terkadang konseli seakan berbicara
tetapi sukar memberi perhatian sepenuhnya pada awalnya.
b. Wawancara
Dalam penelitian ini, konselor akan menggunakan
wawancara yang tidak terstruktur dimana konselor bebas untuk
menanyakan serta melakukan sesi wawancara tanpa adanya
(41)
30
mendapatkan data atau informasi awal tentang permasalahan atau isu
yang terkaitan dengan subyek penelitian. Untuk melakukan
wawancara tidak terstruktur, konselor berperan sebagai pendengar
untuk memperoleh data yang sebanyaknya. Wawancara seperti ini
haruslah dirancang terlebih dahulu yakni dengan menghubungi
konseli agar tidak menganggu waktu dan kegiatan konseli. Dalam
wawancara ini, konselor akan menanyakan hal-hal yang berupa garis
besar dari permasalahan yang dihadapi oleh konseli.21
Wawancara tidak terstruktur juga di gunakan bagi
mewawancara dua informan yang berbeda yaitu teman sekontrakan
dan juga orang tua konseli. Dalam wawancara ini konselor menggali
data tentang kasus yang terkini yang pernah terjadi pada konseli.
Informan pertama (teman konseli) perubahan perilaku konseli yang
pemarah, suka menyendiri, berkahayal. Informan yang kedua adalah
orang tua kepada konseli. Wawancara yang dilakukan juga
menggunakan wawancara yang sama. Dari pada informasi yang di
dapatkan orang tua konseli menyatakan perubahan perilaku dan
kesihatan konseli menjadi buruk.
c. Dokumentasi
21
Prof. Dr. Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D (Bandung, Alfabeta, 2011), hal. 320-321
(42)
31
Metode dokumentasi adalah metode dengan mengumpul data
mengenai hal yang berkaitan atau variabel yang berupa catatan,
transkrip, buku, majalah atau lain-lain yang bersangkutan dengan
permasalahan konseli. Metode dokumentasi merupakan pelengkap
dari penggunaan metode-metode sebelumnya yaitu wawancara dan
observasi.22
Data yang kelak akan diperoleh melalui metode ini
merupakan gambaran umum tentang lokasi penelitian, identitas
konseli, biografi dan masalah konseli. Untuk melakukan proses
pengumpulan data, maka peneliti bisa menggunakan dalam bentuk
table. Konselor juga telah mengambil beberapa gambar ketika proses
Terapi Growth Mindset dijalankan.
Tabel 1.1
Jenis Data, Sumber Data, Teknik Pengumpulan Data
No Jenis Data Sumber Data TPD
1. Data Sekunder Orang tua dan teman
sekontrakan + Dokumentasi
W+O+D
22
Prof. Dr. Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek
(43)
32
2. Data Primer Salina + Konselor + Orang
tua (klien) + Dokumentasi
W+D
3. Kondisi klien
sebelum proses
terapi
Konselor + Klien + Orang
tua (klien)
O+W
4. Proses terapi Konselor + Klien W
5. Home Visit Orang tua (klien) dan teman
sekontrakan
W+O
6. Hasil dari proses
konseling
Konselor + Klien W+O
Keterangan:
TPD :Teknik Pengumpulan Data
O :Observasi
W :Wawancara
D :Dokumentasi
7. Teknik Menganalisa Data
Analisis data kualitatif adalah upaya penyusunan, memilah dan
menyortir data yang banyak diperoleh dari berbagai sumber ketika
mengumpulkan data. Namun, dalam penelitian kualitatif, tidak ada
metode khusus untuk menganalisis data sehingga sulit bagi peneliti
(44)
33
diperoleh dari wawancara, observasi, dokumentasi, catatan lapangan
dan bahan-bahan yang lain akan disusun secara sistematis sehingga
mudah untuk dipahami.
Caranya ialah dengan menjabarkan data-data ke dalam sebuah
unit, mengorganisasikannya, menyusunnya dalam sebuah bab atau
pola agar bisa dipelajari dan mampu membuat kesimpulan yang dapat
diceritakan kepada orang lain. Analisis data kualitatif haruskan
dilakukan sebelum memasuki lapangan berdasarkan data yang
diperoleh. Hanya bersifat induktif sehingga data yang diperoleh
berkembang menjadi hipotesis dan dengan penginduktifan data
tersebut maka bisa membenarkan atau ditolaknya hipotesis yang sudah
dibuat berdasarkan data yang dikumpul.23
Oleh karena penelitian ini bersifat studi kasus maka analisis data
yang digunakan adalah deskriptif-kualitatif yakni dengan
mengolahkannya sehingga dapat dilihat dengan jelas Terapi yang
Growth Mindset dengan merubah pola pikir klien dengan menggunakan media terapi ini. Sehingga, bisa menilai dan mengetahui perbedaan
sebelum dan sesudah mendapatkan Terapi Growth Mindset yang
membangun self adaptive system dan self confidence dengan memberi
23
Prof. Dr. Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D (Bandung, Alfabeta, 2011), hal. 243-245
(45)
34
sesuatu yang positif seperti video motivation dan emotional challenges
kepada konseli.
8. Teknik Keabsahan Data
a. Perpanjangan Keikutsertaan
Perpanjangan keikutsertaan adalah konselor dalam melakukan
penelitian ini berpartisipasi dalam mengumpulkan data dibutuhkan
waktu relatif yang lama demi mendapatkan kesahihan data.
b. Ketekunan Pengamatan
Ketekunan pengamatan adalah konselor melakukan observasi
beserta interpretasi yang benar terhadap sesuatu dan ia
membutuhkan tingkat observasi yang tinggi. Antara lain adalah
dengan membaca buku, artikel dan sebagainya terkait dengan
permasalahan maupun hal yang terkait dalam penelitian yang
dilakukan.24
9. Triangulasi
Triangulasi adalah cara pengecekan data dengan menggunakan
sumber-sumber seperti sumber yaitu dari orang, triangulasi teknik
dimana data diperoleh melalui wawancara didiskusikan lebih lanjut
dengan kuesioner, observasi dan lain-lain. Manakala Triangulasi waktu
24
Prof. Dr. Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D (Bandung, Alfabeta, 2011), hal. 272.
(46)
35
adalah dimana waktu yang dimanfaatkan oleh konselor untuk
mengumpulkan data.25
Dalam penelitian ini konselor menggunakan beberapa metode
seperti wawancara, observasi dan terjun langsung ke lapangan
penelitian. Wawancara dilakukan langsung dengan konseli sendiri dan
juga dua informan. Untuk wawancara, konselor mewawancara dengan
sumber informan yang berbeda bagi mengesahkan data yang di
perolehi. Selain itu, konselor juga menggunakan observasi, sebagi
pengesahan data. Konselor terjun sendiri ke lapangan dengan bermalam
di rumah konseli untuk melihat sendiri dampak-dampak masalah yang
ada pada konseli.
Waktu yang digunakan untuk konselor memberian terapi kepada
konseli adalah selama dua bulan dimana pada bulan yang pertama
konselor hanya melakukan wawancara, dan juga observasi bagi
menggali data awal. Wawancara dan juga obervasi di hanya dilakukan
konselor. Akan tetapi selama proses terapi dijalankan, konselor
memerlukan bantuan teman memberi dorongan untuk membantu
memerhatikan klien bagi melihat kondisi klien.
25
Prof. Dr. Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D (Bandung, Alfabeta, 2011), hal. 273-274.
(47)
36
G. Sistematika Pembahasan
1. Bagian Awal
Bagian Awal terdiri dari judul penelitian (Sampul), Persetujuan Pembimbing, Pengesahan Tim Penguji, Motto, Persembahan, Pernyataan
Otentisitas Skripsi, Abstrak, Kata Pengantar, Daftar Isi dan Daftar Tabel.
2. Bagian Inti
Bab I. Pendahuluan. Dalam bab ini meliputi : Latar Belakang Masalah,
Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Definisi operasional,
Implimentasi Terapi yang meliputi Pendekatan dan Jenis Penelitian,
aspek-aspek, pengembangan teori, metode penelitian, Sasaran dan lokasi penelitian,
Jenis dan Sumber Data, Teknik Analisis Data, Tahap-Tahap Penelitian, Teknik
Pengumpulan Data, Teknik Keabsahan Data dan terakhir yang termasuk dalam
pendahuluan adalah Sistematika Pembahasan.
Bab II. Tinjauan Pustaka. Bab ini berisi kerangka dan , penjelasan konsep
Terapi Growth Mindset, tujuan dan fungsi Terapi Growth mindset tersebut, ,
langkah-langkah membangun mindset dengan bantuan video motivation. Selain
itu, bagaimana perkembangan mindset serta adaptasi diri, Aspek-aspek
membangun percaya diri,
Bab III. penyajian Data. Didalam penyajian data, meliputi tentang
deskripsi umum objek penelitian yang dipaparkan secukupnya agar pembaca
(48)
37
penelitian meliputi hasil penelitian. Pada bagian ini dipaparkan mengenai data
dan fakta objek penelitian, terutama yang terkait dengan perumusan masalah
yang diajukan.
Bab IV. Analisis Data. Berisi tentang pemaparan hasil penelitian yang
diperoleh berupa analisis data dari faktor- faktor, dampak, proses serta hasil
pelaksanaan Terapi “Growth Mindset (Carol S. Dweck,PH.D.)”dalam
meningkatkan keterampilan adaptasi diri pada seorang mahasiswa Malaysia di
Universitas islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya, Indonesia.
Bab V. Penutup. Dalam hal ini terdapat 2 point, yaitu kesimpulan dan
(49)
37
BAB II
GROWTH MINDSET DAN KETERAMPILAN ADAPTASI DIRI
A.Growth Mindset
1. Pengertian Growth Mindset
Dijelaskan oleh Carol S. Dweck yang namanya tidak asing
lagi di bidang psikologi yang membahas tentang mindset dan Kata
Growth dikutip dari kamus lengkap inggeris-indonesia berarti
pertumbuhan, perkembangan manakala, kata mindset terdiri dari dua kata, Mind dan Set. Kata „mind’ berarti “sumber pikiran atau memori iaitu pusat kesedaran yang menghasilkan pemikiran,
perasaan, ide, persepsi yan g menyimpan pengetahuan dan memori. Kata „Set’ berarti „mendahulukan peningkatan kemampuan dalam sesuatu kegiatan atau dalam keadaan yang utuh. Menurut Dr.
Ibrahim Elfiky, mindset atau pola pikir adalah sekumpulan pikiran
yang menjadi berkali-kali di berbagai tempat dan waktu, serta
diperkuat dengan keyakinan dan proyeksi, sehingga menjadi
kenyataan yang dapat dipastikan di setiap tempat dan waktu yang
sama.1
Menurut Gunawan dan Irwan mindset adalah posisi atau
pandangan mental seseorang yang mempengaruhi pendekatan orang
tersebut dalam menghadapi suatu fenomena. Mindset terdiri dari
(50)
38
seseorang atau kelompok yang tertanam dengan sangat kuat.
Mindset bagi Gunawan adalah kepercayaan yang mempengaruhi
sikap seseorang, sekumpulan kepercayaan atau suatu cara berpikir
yang menentukan perilaku dan pandangan, sikap dan masa depan
seseorang. 2 Mindset sebenarnya lebih mirip dengan sebuah
kepercayaan atau doktrin yang tertanam di otak dan juga mindset
banyak dipengaruhi lingkungan.3
Seorang ahli mengatakan “Mindset is everything”. Ada orang yang mengembangkan “fixed mindset”, yaitu bagaikan mengukir kualitas diri kita dan orang lain di sebuah batu. Melihat
situasi sebagai hal yang tetap, kaku, tidak pernah berubah. Sekali
pemalas tetap pemalas, sekali pecundang tetap pecundang. Sebaiknya, orang yang mengembangkan “growth-mindset” bahwa bimbingan meliputi dua lapangan tugas, yaitu pertama minat,
mempelajari individu untuk mengetahui kemampuan, minat dan
keperibadian; kedua, membantu individu dengan menempatkan
dirinya dalam situasi yang memungkinkan dia dapat berkembang4.
Dari beberapa pengertian mindset di atas, yang dinamakan
mindset adalah cara berpikir dan kepercayaan seseorang yang
mempengaruhi setiap sikap dan perilaku seseorang yang pada
2
Wiseful, Irwan, Action Power (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2013), hal.15.
(51)
39
akhirnya yang menentukan masa depan dan level keberhasilan hidup
seseorang. adalah suatu proses pemberian batuan kepada individu
untuk mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki agar mampu
menyelesaikan masalah yang dihadapi dan menentukan jalan
hidupnya sendiri dengan tangungjawab tanpa harus bergantung
kepada orang lain.
Orang yang memiliki growth mindset percaya bahwa kecerdasan dapat dikembangkan, bahwa otak adalah seperti otot yang dapat dilatih. Ini mengarah pada keinginan untuk memperbaiki. Demikian pula hambatan-hambatan yang terjadi, citra diri orang
growth mindset tidak terlihat oleh sebuah kesuksesan, melainkan
bagaimana akan terlihat untuk orang lain. Kegagalan adalah kesempatan belajar, dan apapun yang terjadi tetap akan berusaha mencapainya. Bapak Rhenald Kasali mengatakan di satu pihak saya senang memiliki anak-anak cerdas, namun di pihak lain saya gelisah kalau mereka yang ber-IPK tinggi itu produk setting-an fixed
mindset. IPK tinggi tetapi terlalu membanggakan jejak sejarah,
“Ijazah”. Menurut Prof. Carol Dweck, seorang pakar psikolog dari
Stanford University berpendapat bahwa “Orang yang memiliki
setting-an fixed mindset biasanya memiliki sifat menolak tantangan baru, menganggap kerja keras sia-sia, dan tidak senang menerima kritik atau umpan balik negatif. Juga bila ada orang lain yang lebih
(52)
40
ancaman. Orang-orang seperti itu biasanya menjadi arogan dan sering membanggakan apa yang sudah ia capai.
Dalam perkembangan mindset juga perlunya kreativitas
karna ianya merupakan kekuatan yang diperlukan dalam mengasah
energi dan pikiran menjadi sesuatu yang berguna. 5 Jika kita
memiliki energi yang kuat untuk melangkah maju menuju
keberhasilan dan jelas di dalam peribadinya menerangi jalan menuju
sukses, maka sering kali ide disimbolkan dalam wujud sebuah
bohlam di atas kepala seseorang. Ide memberi penerangan pada
jalan kita dalam menangani masalah serta mengubah pola pikir kita
dalam memanfaatkan peluang dan mencapai tujuan6.
Menurut Anthony Dio Martin, dalam bukunya Smart
Emotion yang membahas mengenai solusi dengan emosi yang
cerdas untuk membangunkan growth mindset dan mampu
menunjukkan tanda-tanda kecerdasan yang tinggi. Selain itu, apabila
melatihkan kebiasaan diri dengan fixed mindset yang dibawa dengan
emosi kekerasan, perasaan jengkel, atau kemarahan yang tinggi,
tidak akan efektif dalam menyelesaikan masalah.7
Terapi Growth Mindset ini juga mefokuskan bahawa mindset
itu memiliki dua jenis iaitu Mindset tetap (fixed mindset) dan ini
5
(53)
41
didasari pada kepercayaan bahawa kualitas-kualitas seseorang sudah
ditetapkan. Jika seseorang memiliki sejumlah inteligensi tertentu,
kepribadian tertentu, dan karakter moral tertentu. Ciri-ciri orang
dengan mindset tetap (fixed mindset) itu antaranya memiliki
keyakinan bahawa inteligensi ,bakat, sifat adalah fungsi keturunan
dan sering menghindari adanya tantangan. Demikian juga,
menganggap bahawa usaha tidak ada gunanya. Orang yang
ber-mindset tetap ini juga, mudah mengabaikan kritikan dan merasa
terancam dengan kesuksesan orang lain. Manakala, Mindset
berkembang (growth mindset) ini didasarkan pada kepercayaan
bahwa kualitas-kualitas dasar seseorang adalah hal-hal yang dapat
diolah melalui upaya-upaya tetentu.
Meskipun, manusia mungkin berbeda dalam segala hal,
dalam bakat, dan kemampuan awal, minat atau temperamen setiap
orang dapat berubah dan berkembang melalui perlakuan dan
pengalaman. Ciri-ciri dari orang yang mindset berkembang adalah
memiliki keyakinan bahwa intelegensi, bakat, dan sifat bukan
merupakan fungsi keturunan, belajar menerima tantangan dan
bersungguh-sungguh dalam menjalankannya. Selain itu, Tetap
berpandangan ke depan dari kegagalan. Belajar dari kritik dan
(54)
42
orang lain agar bisa menemukan bakat alami yang dimiliki dan lebih
mudah mencapai excellent8.
2. Tujuan Terapi Growth Mindset
Karna semua berawal dari pikiran, maka perlu diberi kesedaran
yang tidak kurang penting dalam membentuk mindset yang
berkembang agar apabila golongan fixed mindset yang merasa
dirinya sudah berhasil, mapan dan nyaman dalam hidupnya dan
menganggap hidup sudah sempurna sehingga tidak menginginkan
apa-apa lagi. Pemikiran seperti ini sangat berbahaya bagi
kelangsungan kehidupan manusia. Pola pikir yang tetap ini akan
menghambat kemajuan kualitas kehidupan mereka. Orang yang
berpikiran fixed mindset ini akan melihat orang lain maju dan
menjadi lebih baik tanpa ikut di dalamnya dan memilih untuk
menonton di saat yang lain menikmatinya.
Berbeda pula dengan tipe yang terbuka iaitu growth mindset
yang dimana golongan yang mengikuti arah perubahan. Memiliki
pola pikir yang berkembang sesuai kebutuhan dan zaman. Menyadari
bahwa keberhasilan itu harus terus diusahakan dan keberhasilan
tidak datang satu kali dalam hidup. Malah menganggap keberhasilan
tersebut datang berkali-kali karena mereka terus-menerus
(55)
43
akan sangat berpengaruh pada keberhasilan seseorang karna
menyadari bahwa hidup ini nyata dan bukan mimpi yang ketika
bangun akan mengecewakan serta menjadikan diri seseorang akan
terus-menerus bertekad untuk memperbaiki kehidupannya dan
mengamalkan nilai-nilai mulia dalam kehidupan, norma, etika, setia
kawan, gotong-royong, dan hal-hal lain sebaiknya tidak berubah.
Akan tetapi, beberapa hal memang harus berubah karena hidup di
dunia yang terus berkembang dan berubah.9
Adapun tujuan akhir dalam terapi Growth Mindset ini adalah;
a. Untuk menghasilkan perubahan, perbaikan, kesihatan dalam
perkembangan mindset dalam pengendalian diri untuk lebih
percaya diri untuk beradaptasi baik dengan lingkungan.
b. Agar mendapat suatu kesopanan tingkah laku yang dapat
memberikan manfaat bagi dirinya sendiri, lingkungan
keluarga, sosial dan sekitarnya.
c. Agar mendapat kecerdasan pada individu agar muncul rasa
toleransi pada dirinya dan orang lain.
d. Agar menghasilkan potensi ilahiyah juga dari perkembangan
pemikiran yang positif, sehingga mampu melakukan tugas
sebagai khalifah di dunia dengan baik dan benar 10.
(56)
44
3. Fungsi Terapi Growth Mindset.
Dalam upaya pemberian terapi Growth Mindset ini,bantuan, ia
juga memiliki beberapa fungsi yang nantinya dapat membantu
tercapainya tujuan terapi ini.
Diantara fungsi Terapi Growth Mindset adalah;
a. Fungsi Preventif (pencegahan)
Yaitu membantu individu agar dapat berupaya aktif untuk
melakukan pencegahan sebelum mengalami masalah pada di jiwa
iaitu cepat bersangka buruk, berfikiran negatif serta mudah
berputus asa supaya ini meliputi: pengembangan strategi dan
program yang dapat digunakan mengantisipasi resiko hidup yang
tidak perlu terjadi. Yang dimaksudkan dengan pencegahan ini
adalah menghindari dari perbuatan yang tidak baik atau hasad
serta dendam dan menjauhkan diri dari larangan Allah SWT.
Sesuai dengan firman-Nya surat al-Ankabut: 45
“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab
(Al-Quran) dan dirikanlah solat. Sesungguhnya salat itu mencegah dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar dan sesungguhnya
(57)
45
ibadat-ibadat yang lain), dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan.”11
Daripada ayat di atas bisa kita pahami bahwa sesuatu yang
dilarang akan menjerumuskan pelakunya ke lembah kebinasaan,
dan juga sesuatu yang dilarang adalah sesuatu yang dicegah Allah
daripada melakukannya, sekiranya kita menghedaki keselamatan,
ketenangan dan juga kasih sayang-Nya.
b. Fungsi Remedail atau Rehabilatif.
Secara historis Terapi lebih banyak memberikan
penekanan pada fungsi remedial karena sangat dipengaruhi oleh
psikologi klinik dan psikiatri. Peranan remedial berfokus pada
masalah: penyesuaian diri, menyembuhkan masalah psikologis
yang dihadapi, mengembalikan kesehatan mental dan mengatasi
gangguan emosional.
c. Fungsi educatif / pengembangan
Fungsi ini berfokus kepada masalah: membantu
meningkatkan keterampilan-keterampilan dalam kehidupan,
mengidentifikasi dan memecahkan masalah-masalah hidup,
membantu meningkat kemampuan menghadapi transisi dalam
kehidupan, untuk keperluan jangka pendek, terapi membantu
(58)
46
mengendalikan kecemasan, meningkatkan keterampilan
komunikasi antar pribadi, memutuskan arah hidup, menghadapi
kesepian dan sebagainya12.
d. Fungsi kuratif (Korektif)
Mambantu individu memecahkan masalah yang sedang
dihadapi oleh klien sehingga masalah dapat diselesaikan dengan
baik. Terapi Growth Mindset ini adalah membantu mengubah
cara hidup klien kepada yang lebih berkualitas dan sukses dalam
merencanakan hidup berkonsepkan Islam secara syumul dan
dari perilaku agar selaras dengan tuntutan agama Islam serta
maju selari dengan zaman.
4. Prinsip-prinsip Terapi Growth Mindset.
Prinsip-prinsip adalah hal-hal yang dapat menjadi pegangan di
dalam proses terapi ini, di nukilkan Martga Bella di dalam karyanya
Mahasiswa ½ Dewa Saatnya Menjadi Mahasiswa Penggempar Dunia,
sebagai berikut:
a. Membantu individu mengembangkan kemampuannya
mengantisipasi masa depan, sehingga mampun memperkirakan
(59)
47
memperkirakan akibat yang akan terjadi, sehingga membantu
mengingati individu untuk lebih berhati-hati dalam bertindak.
b. Membantu individu untuk mengetahui, mengenal dan memahami
keadaan dirinya sesuai dengan hakikatnya.
c. Membantu individu menemukan alternatiif pemecahan masalah.
d. Membantu individu menerima keadaan dirinya sebagai mana adanya
baik dan buruknya kekuatan dan kelemahannya sebagai sesuatu yang
telah ditakdirkan oleh Allah SWT namun, manusia hendaknya
menyadari bahwa diperlukan ikhtiar sehingga dirinya mampu
bertawakal kepada Allah SWT dengan mindset yang dirubah kearah
lebih positif dan berkembang13.
5. Unsur-unsur Emotion challenges dalam Terapi Growth Mindset Antara unsur- unsur yang ada dalam bimbingan dan konseling
Islam pada personal konseling adalah seperti berikut:
a. Konselor
Adalah pendidik yang bertugas mendewasakan manusia agar
selalu bertanggungjawab atas segala tindakan yang dilakukan,
sedang konselor lebih menitik beratkan bantuan yang diberikan pada
klien dalam mengatasi berbagai masalah yang dihadapinya untuk
(60)
48
melaksanakan hal tersebut, seorang konselor harus memiliki
kemampuan khusus (keahlian tertentu) dan persyaratan-persyaratan
tertentu agar dapat mengantarkan klien kearah kesejahteraan hidup
lahir dan batin. Adapun syarat-syarat konselor professional:
a) Meyakini akan kebenaran agama yang dianutnya, menghayati
dan mengamalkan karena ia akan menjadi pembawa norma
agama serta menjadi idola sebagai muslim sejati baik lahir
maupun batin.
b) Kematangan jiwa dalam bertindak menghadapi permasalahan
yang memerlukan pemecahan.
c) Bersikap wajar, artinya sikap dan tingkah laku konselor harus
wajar tidak dibuat-buat.
d) Ramah, sebab keramahan konselor dapat menjadikan klien
merasa enak, aman, dan betah berhadapan dengan konselor serta
merasa diterima oleh konselor.
e) Hangat, sikap yang hangat dari konselor mempunyai pengaruh
yang penting bagi suksesnya proses konseling, karena sikap
hangat dari konselor dapat menciptakan hubungan baik antara
klien dan konselor, sehingga dengan hubungan baik itu klien
(61)
49
f) Bersungguh-sungguh dalam proses terapi agar dapat tercapai
tujuan, maka konselor harus bersungguh-sungguh mau
melibatkan diri berusaha menolong klien dalam memecahkan
masalah yang dihadapi, dengan kesungguhan konselor dapat
mempengaruhi proses terapi.
g) Mempunyai sifat kreatif, sebab dunia bimbingan konseling
berorientasi pada individu dengan segala keunikannya, artinya
setiap orang pasti berbeda-beda dalam sikap, cita-cita, nilai yang
dianutnya, latar belakang yang dianutnya, serta latar belakang
kehidupannya. Oleh karena itu, konselor harus kreatif dalam
mencari jalan keluar dari berbagai masalah yang sama oleh klien
yang berbeda.
h) Flexibel atau luwes, sikap luwes yang dimiliki oleh konselor
sangat penting, sebab konselor tidak selalu berhadapan dengan
individu yang berasal dari satu zaman saja. Oleh karena itu,
konselor harus flexible dalam memahami dan menerima system
nilai yang dimiliki oleh kliennya.
2. Konseli (Klien)
Klien adalah individu yang mempunyai masalah yang
memerlukan bimbingan dan konseling. Roger menyatakan bahwa
(62)
50
bantuan, dia bukanlah obyek atau individu yang pasif, atau yang
tidak memiliki kemampuan apa-apa. Dalam konteks terapi, klien
adalah subyek yang memiliki kekuatan, motivasi, memiliki
kemauan untuk berubah, dan pelaku bagi perubahan dirinya.
Adapun syarat-syarat seorang konseli adalah:
a. Klien harus sudah sampai pada umur tertentu, sehingga dapat
menyadari tentang tugas-tugasnya, kesadaran itu dapat
terwujud dengan mengetahui secara refleksi bahwa tugas-tugas
itu merupakan suatu tantangan demi pengembangan diri
sendiri. Tanpa kesadaran itu, pelayanan bimbingan tidak dapat
mencapai sasarannya.
b. Klien harus dapat menggunakan pikiran dan kemauan sendiri
sebagai manusia yang berkehendak bebas, serta harus bebas
dari keterikatannya yang keterlaluan pada perasaan-perasaan
itu.
c. Klien harus rela untuk memanfaatkan pelayanan terapi. Dengan
kata lain, terapi yang digunakan tidak dapat dipaksa-paksakan.
d. Klien harus ada kebutuhan obyektif untuk menerima pelayanan
(63)
51
3. Masalah
Masalah adalah sesuatu yang menghambat, merintang atau
mempersulit usaha untuk mencapai tujuan, hal yang perlu ditangani
ataupun dipecahkan oleh konselor bersama konseli, karena masalah
bisa timbul karena berbagi faktor atau bidang kehidupan, maka
masalah yang ditangani oleh konselor dapat menyangkut beberapa
bidang kehidupan, antara lain:
a. Bidang pernikahan dan keluarga
b. Bidang pendidikan dan keluarga
c. Bidang pendidikan
d. Bidang sosial ( kemasyarakatan)
e. Bidang pekerjaan ( jabatan)
f. Bidang keagamaan15.
6. Langkah-langkah Terapi Growth Mindset
Langkah-langkah yang harus dilakukan oleh konselor selama
proses konseling dilakukan adalah seperti berikut :
a. Langkah identifikasi kasus. Langkah ini dimaksudkan untuk
mengenal kasus beserta gejala-gejala yang nampak. Dalam langkah
ini mencatat kasus-kasus mana yang akan mendapatkan bantuan
(64)
52
b. Diagnosa. Langkah diagnosa yaitu untuk menetapkan masalah yang
dihadapi, kasus beserta latar belakang. Dalam hal ini menggunakan
teknik pengumpulan data.
c. Prognosa. Langkah ini menetapkan jenis bantuan atau terapi apa
yang akan dilaksanakan untuk membimbing kasus. Langkah ini
ditetapkan berdasarkan kesimpulan dalam langkah diagnosa, yaitu
setelah ditetapkan masalah beserta latar belakangnya degan beberapa
pertimbangan berbagai kemungkinan dan berbagai faktor.
d. Langkah Terapi. Langkah ini adalah terapi bantuan atau bimbingan
konseling personal. Langkah ini juga, merupakan pelaksanaan apa
yang ditetapkan dalam langkah prognosa.
e. Langkah evaluasi dan follow up. Langkah ini dimaksudkan untuk
menilai atau mengetahui sejauh manakah langkah terapi yang telah
dilakukan telah mencapai hasilnya. Dalam langkah follow up (tindak
lanjut), dilihat dari perkembangan selanjutnya dalam jangka waktu
yang jauh atau panjang16
6 . Asas-asas Terapi Growth Mindset
a. Keyakinan positif
Sebagai dasar utama atau fundamental dalam terapi
(1)
113
tidak Nampak dari yaitu 9 point jadi, 9/11 x 100% = 81, manakala gejala
yang nampak = 2 point, jadi 2/11 x 100% = 18 (dikatagorikan berhasil)
walaupun masih ada sedikit dorongan atau input negatif untuk lebih
bersemangat yang dialami konseli. Adanya perubahan positif yang ada pada
diri konseli terutama dari kepercayaan diri konseli iaitu bias beradaptasi
baik dengan teman-temannya, terima masa lalu dan belajar dari pengalaman,
buang pikiran negatif, berani mencuba sesuatu yang baru serta dari segi
ibadah, dekat kepada Allah SWT, sebelumnya seorang yang pasif kini
menjadi kembali aktif dan sentiasa berpikiran positif dan tidak putus asa
dengan namanya kegagalan dan mencuba yang terbaik dan terus mencuba
sehingga berjaya setelah mendapat Terapi Growth Mindset (Carol S.
Dweck, PH.D.)”.
B. SARAN
Dalam penelitian ini, konselor menyadari masih banyak kekurangan.
Oleh sebab itu, konseli berharap kepada konselor atau pun peneliti
selanjutnya yang ingin mendalami kajian berkaitan tema ini, bisa melakukan
dengan lebih baik, dan lebih berhasil. Berdasarkan hasil penelitian yang
diperoleh, maka dapat dikemukan saran sebagai berikut:
1. Terapi growth mindset (Carol S. Dweck, PH.D.)” ini seharusnya lebih
menekankan aspek yang lebih luas pada changing your thingking,
change your beliefs, change your expectations, change your attitude,
change your behaviour, change your performance dan terakhir setelah
(2)
114
akan lebih mengubah persepsi dan will change your life. dan
kekurangan dalam pengembangan teori asas pada studi kasus yang
perlu diperbaiki sesuai kebutuhan konseli.
2. Terapi “Growth Mindset (Carol S. dweck, PH.D.)” pada masyarakat
maupun individu, hendaklah diteruskan dan perlu dikembangkan sesuai
dengan konselor yang berkelulusan dalam Bimbingan Konseling Islam
dan lebih efektif jka dikuasi dengan lebih mendalam teorinya.
3. sebagai konselor harus meningkatkan kreatifitas pola pikir dan cara
pandang terhadap sesuatu masalah tersebut. Maka, perlunya
peningkatan skill dan mutu layanan agar masyarakat dan individu
merasakan kepelbagaian metode-metode dalam pegembangan minda
seseorang konseli. Di tambahkan sumber-sumber rujukan bagi konselor
karena terapi “Growth Mindset (Carol S. Dweck, PH.D.)” ini jika
dikembangkan secara teoritik yang lebih banyak akan lebih menambah
efektifnya terapi ini buat konseli.
4. Langkah-langkah serta sesi-sesi perlu dikuasai oleh konselor agar
membantu konseli mudah memahami apa langkah yang mudah bagi
konseli dalam mengaplikasikan terapi “Growth mindset (Carol S.
Dweck, PH.D.)” tersebut dan membina kekuatan semangat
meningkatkan spritual life skill konseli dengan mengambil tempoh
(3)
115
5. Kedepannya diharapkan dapat dimasukkan materi-materi yang bisa
digunakan lebih meluas ke peringkat internasional,
(4)
DAFTAR PUSTAKA
Adz-Dzaky, Hamdani Bakran. Psikoterapi Konseling Islam. Yogjakarta: Fajar
Pustaka Baru. 1998
Afriansyah, Jazak Yus. Stress? So What?. Jakarta : Elex Media Komputindo. 2014
Aizid, Rizem. Melawan Stres Dan Depresi Dahsyatnya Mukjizat Al-Quran
Menumpas Segala Gangguan Jiwa. Yogjakarta: Saufa. 2015
Al-Jauziyah, Ibnu Qayyim. Isghatsatul Lahfan. Al-Qowam. Sanggarahan,
Mantung Grogol Sukoharjo. 2014
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek.
Yogyakarta: PT Rineka Cipta. 2002
Berutu, Irwan Wiseful. Action Power. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. 2013
Cahyo Satria Wijaya,Cahyo Satria. You Are What You Think You Are What You
Believe. Yogyakarta: Shira Media. 2015
Darajat, Zakiah. Peranan Agama Dalam Kesihatan Mental. Jakarta: Haji
Masagung. 1988
Department Agama RI AL Quran dan Terjemahaannya. Republik Indonesia. 2009
Dio Martin, Anthony, Smart Emotion. Jakarta: PT Gramedia Pustaka utama. 2014
Dweck, Carol S. Mindset. Jakarta: Baca, 2016
Feldman, Robert S. Understanding Psychology. New York, McGraw Hill
Publishing. 2011
Firmansyah, Rezky. What Amazing You. Jakarta, PT Elex Media Komputindo.
(5)
Hadisubrata, Robby. Success Through The original You. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo. 2012
Idrus, Muhammad. Metode Penelitian Ilmu Sosial Pendekatan Kualitatif dan
Kuantitatif. Jakarta: Terbitan Erlangga. 2009
Kamaluddin, M., Kesalahan Fatal Suami Yang Membuat Buruk & Hancur Rumah
Tangga. Jakarta: Pustaka Ilmu Alam Semesta. 2016
Kenneth J. Leveno. Obstetri Williams Panduan Ringkas, Jakarta: ECG. 2009
Martga, Bella. Mahasiswa ½ Dewa Saatnya Menjadi Mahasiswa Penggempar
Dunia. Jakarta: PT Gramedia. 2015
Masykur, Nazhif. Living smart. Yogyakarta: pro-U media. 2007
Moh Suraya, Djumhur Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Bandung: CV
Ilmu. 1975
Nainggolan, Ritha J. Personal Success Cockpit. Jakarta: PT Gramedia. 2003
Reserch Centere, Beyond Boders: Communication Modernity and History.
London: STIKOM The London of Public Relations. 2010
Santoso, AM. Rukky. Right Brain Training. Jakarta: Gramedia. 2013
Satria, Cahyo. You Are What You Think You Are What You Believe. Yogyakarta:
Shira Media. 2015
Schwartz, David J. The Magic Of Thinking Big. Kuala Lumpur: PTS Profesional
Publishing. 2015
Schwartz, Jeffrey M. You Are Not Your Brain. Canada: Penguin Group. 2012
Sugiyono, Dr. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif
dan R&D.Bandung: Alfabeta. 2011
Wijaya, Yuana. Psikologi Bimbingan. Bandung: PT Resco. 1988
Winkel, W.S. Bimbingan dan Konseling di Sekolah Menengah. Jakarta :Gramedia.
1989
(6)
Wahyu Wibowo, Cara Cerdas Menulis Artikel Ilmiah. Jakarta: PT Kompas Media
Nusantara. 2011
http://kandidatkonselor.blogspot.com/2013/02/bimbingan-dan-konseling-Islam-ii.html 20 september 2016
http://kandidatkonselor.blogspot.com/2013/02/bimbingan-dan-konseling-Islam-ii.html 20 september 2016
http://www.kabarmakkah.com/2015/08/waspada-ini-ciri-ciri-terkena-gangguan.html, 15 september 2016
https://yuliantimediabkiblog.wordpress.com/2014/04/08/unsur-dan-metode-bk-keagamaan-islam diambil tanggal 20 september 2016
https://yuliantimediabkiblog.wordpress.com/2014/04/08/unsur-dan-metode-bk-keagamaan-Islam 28 september 2016