ADAPTASI AQIDAH MASYARAKAT DESA KEPUNTEN SIDOARJO DALAM BUDAYA PENDAM ARI-ARI.

(1)

ADAPTASI AQIDAH MASYARAKAT DESA KEPUNTEN SIDOARJO DALAM BUDAYA PENDAM ARI-ARI

SKRIPSI

Disusun Untuk Mengetahui Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) dalam ilmu Ushuluddin dan Filsafat

Oleh : Febri Adisusanto NIM : E81212061

PRODI FILSAFAT AGAMA JURUSAN PEMIKIRAN ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM UIN SUNAN AMPEL SURABAYA


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAKSI

Febri Adisusanto, E81212061 dengan judul skripsi: Adaptasi Aqidah dalam Budaya Pendam Ari-ari di Desa Kepunten Sidoarjo.

Skripsi ini bertujuan untuk menjelaskan pemahaman masyarakat terhadap aqidah masyarakat yang merupakan pelaku budaya pendam ari-ari di Desa Kepunten Sidoarjo. Masalah yang akan diteliti adalah: (1) Bagaimana sejarah budaya pendam ari-ari di Desa Kepunten Sidoarjo serta proses pelaksanaanya (2) Adaptasi aqidah masyarakat Desa Kepunten Sidoarjo dalam budaya pendam ari-ari menurut Tallcot Parson. Di dalam menjawab permasalahan tersebut peneliti menggunakan analisa data kualitatif guna memberikan laporan deskriptif. Penelitian ini menyimpulkan bahwa adaptasi aqidah menurut teori Tallcot Parson adalah penyesuaian diri suatu masyarakat tradisional terhadap budaya pendam ari-ari dengan aqidah melalui dialog tentang budaya pendam ari-ari. Masyarakat tradisional akan mampu menyesuaikan diri terhadap ajaran aqidah. Suatu budaya yang sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Desa Kepunten Sidoarjo lambat laun akan bisa menyesuaikan diri terhadap aqidah. Sehingga menciptakan masyarakat yang bisa memahami budaya dengan pemahaman yang luas.


(7)

DAFTAR ISI

Sampul Depan...i

Sampul Dalam ...ii

Halaman Abstraksi...iii

Halaman Persetujuan Pembimbing...iv

Halaman Pengeasahan...v

Halaman Pernyataan Keaslian...vi

Halaman Motto...vii

Persembahan...viii

Kata Pengantar...ix

Daftar Isi...xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1

B. Rumusan Masalah...15

C. Tujuan Penelitian...16

D. Kegunaan Penelitian...16

E. Kajian Teori...17

F. Kajian Pustaka...18

G. Metodologi Penelitian...19

H. Sistematika Pembahasan...25

BAB II LANDASAN TEORI A. Aqidah dan Agama...27

1. Pengertian Aqidah...27

2. Pengertian Agama...31

B. Budaya, Adat, Tradisi, dan Ritual...33

1. Pengertian Budaya...33

2. Pengertian Adat...36

3. Pengertian Tradisi...37


(8)

C. Singkretisme Budaya...47

1. Pengertian Singkretisme...47

2. Latar Belakang Munculnya Singkretisme Budaya...48

3. Praktek-praktek Singkretisme Budaya Islam Jawa...51

D. Adaptasi Aqidah Menurut Teori Tallcot Parson...55

1. Biografi...55

2. Pemikiran...57

BAB III PROFIL DESA KEPUNTEN KECAMATAN TULANGAN SIDOARJO A. Bentang Geografis dan Sejarah Desa Kepunten Sidoarjo...65

1. Letak Geografis...65

2. Data Kependudukan...66

3. Sejarah Desa Kepunten...67

B. Realita Penganut Keagamaan...68

C. Sudut Sosial Budaya...73

1. Bersih Desa...74

2. Pendam Ari-ari...75

3. Tradisi Menjelang Panen Raya...81

D. Lingkungan Hidup Masyarakat...82

E. Menguak Permasalahan Desa Kepunten...82

BAB IV ADAPTASI AQIDAH BUDAYA PENDAM ARI-ARI DESA KEPUNTEN SIDOARJO A. Perkembangan Budaya Pendam Ari-ari di Desa Kepunten Sidoarjo...88

B. Adaptasi Aqidah Masyarakat dalam Budaya Penda Ari-ari Desa Kepunten Sidoarjo...93

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan...100

B. Saran...102

DAFTAR PUSTAKA...103


(9)

DAFTAR GAMBAR

Prosentase Kependudukan Desa Kepunten……….67 Prosentase Keagamaan Desa Kepunten……….….72 Alur Kepercayaan Masyarakat Desa Kepunten………...72


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Daftar Wawancara……….108


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia adalah makhluk Allah, yang diciptakan di dunia sebagai khalifah. Manusia lahir, hidup dan berkembang di dunia, sehingga disebut juga makhluk duniawi. Sebagai makhluk duniawai sudah barang tentu bergumul dan bergulat dengan dunia, terhadap segala segi, masalah dan tantangannya, dengan menggunakan akal budi dan dayanya serta menggunakan segala kemampuannya baik yang bersifat karya, rasa maupun karsa. Hal ini menunjukan bahwa hubungan manusia itu tidaklah selalu diwujudkan dalam sikap pasif, pasrah dan menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungannya. Tetapi justru harus diwujudkan dalam sikap aktif, memanfaatkan lingkungannya untuk kepentingan hidup dan kehidupanya. Dari hubungan yang bersifat aktif itu tumbuhlah kebudayaan.1

Kebudayaan sebagai sistem simbol mempunyai arti yang sangat luas. Obyek apa saja mengenai hasil kebudayaan yang memiliki makna dapat simbol adalah sebagai suatu tanda yang disepakati dan secara konvensional dibentuk secara bersama-sama oleh masyarakat atau budaya yang hidup di dalam suatu masyarakat. Kebudayaan sebagai sistem simbol tampaknya lebih bersifat abstrak dan sulit untuk diobservasi, tetapi sebagai sistem sosial terlihat lebih kongkret kebudayaan yang berupa aktivitas manusia atau kelompok manusia saling berinteraksi memiliki kerangka aturan yang didasarkan pada sistem simbol sebagai sumbernya.

1 Muhaimin, Studi IslamDalam Ragam Dimensi & pendekatan, ( Jakarta : Kencana Perdana Media,2012), 333


(12)

Budaya atau kebudayaan secara entimologi berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) yang kemudian diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan atau dapat pula diartikan sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.2 Namun secara mudahnya, budaya dapat diartikan sebagai hasil cipta rasa dan karya dari manusia.

Kebudayaan adalah “manifestasi dari cara berfikir”.3 Pengertian ini amat luas, karena semua tingkah laku dan perbuatan manusia dapat dikategorikan hasil cara berfikir, bahwa perasaan pun termasuk pikiran juga.

Budaya merupakan suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya yang ada ini terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari. Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.4

2 Budiono Kusumohamodjojo, Kebhinekaan Masyarakat Indonesia. ( Jakarta : Grasindo,2000 ), 23. 3 Sidi Gazalba, Pengantar Kebudayaan Sebagai Ilmu, (Jakarta : Pustaka Antara,1986), 34

4 Burhanudin Salam, Etika Sosial: Asas Moral dalam Kehidupan Manusia, (Jakarta: PT Rineka Cipta.1997), 54


(13)

Wujud dan isi kebudayaan yang dimiliki oleh manusia pada gilirannya akan mewarnai konsep tentang manusia itu. Mengenai isi atau ruang lingkup kebudayaan itu adalah luas sekali, mencakup segala aspek kehidupan (hidup rohaniah) dan penghidupan (hidup jasmaniah) manusia. Hanya saja ada sementara ahli yang memasukan agama sebagai salah satu isi kebudayaan. Hal ini tentu merupakan persoalan tersendiri yang perlu didudukan secara proposional. Agama yang ada didunia ini pada intinya dapat dikelompokkan kedalam dua macam :

1. Agama budaya (non-revealed religion). Agama ini merupakan produk manusia dan berasal dari manusia, maka dapat dikategorikan kedalam bagian kebudayaan.5

Agama budaya adalah agama yang diajarkan dan diciptakan oleh manusia sendiri, tidak diwahyukan oleh Allah melalui RasulNya

Adapun ciri-cirinya sebagai berikut6 : a. Tidak dapat dipastikan kelahirannya. b. Tidak memiliki kitab suci.

c. Sistem merasa dan berfikirnya intern dengan sistem merasa dan berfikir setiap segi kehidupan.

d. Ajaranya berubah seiring dengan perubahan yang menganut.

e. Konsep ketuhanan yang dinamisme, animisme, politeisme paling tinggi monoteisme nisbi. Kebenaran prinsip ajaran tidak tahan dengan kritik akal. f. Nilai agama ditentukan oleh manusia dengan cita-citanya, pengalaman dan

penghayatan masyarakat penganutnya.

5 Muhaimmin, Studi Islam Dalam Ragam Dimensi & Pendekatan,…, 335-336


(14)

g. Pembentukan manusia disandarkan pada pengalaman dan penghayatan masyarakat penganutnya yang belum tentu diakui oleh masyarakat lain.

2. Agama samawi atau wahyu (revealed religion). Agama ini bukanlah produk manusia, tetapi dari Tuhan, oleh karena itu tidak bisa dimasukan dalam bagian kebudayaan. Agama samawi atau disebut juga agama langit, adalah agama yang dipercaya oleh para pengikutnya dibangun berdasarkan wahyu Allah. Beberapa pendapat menyimpulkan bahwa suatu agama disebut agama Samawi jika:

a. Mempunyai definisi Tuhan yang jelas

b. Mempunyai penyampai risalah (Nabi atau Rasul)

c. Mempunyai kumpulan wahyu dari Tuhan yang diwujudkan dalam Kitab Suci7 Di dunia ini agama-agama besar yang dianggap agama samawi diantaranya Yahudi, Kristen, Islam. Kebalikan dari agama samawi adalah agama budaya, ada beberapa ciri dan karakteristik utama yang membedakan antara agama samawi dan agama budaya, berikut ini perbedaan antara agama samawi dan agama budaya:

1. Agama Samawi8

a. Bukan tumbuh dari masyarakat, tapi diturunkan untuk masyarakat

Agama samawi tidak diciptakan oleh manusia lewat kontemplasi atau perenungan. Berbeda dengan agama Budha, yang diciptakan oleh Sidharta Gautama. Sang Budha konon dahulu duduk merenung di bawah pohon Bodi,

7 Magdalena Pranata Santoso,Filsafat Agama, (Yogyakarta : GRAHA ILMU, 2001),64

8 I waan watra, Dasar filsafat Agama-Agama dalam Rangka menciptkan keindahan Multikulturalisme diIndonesia, (Surabaya : Paramita,2000),34


(15)

lalu mendapatkan temuan-temuan berupa nilai-nilai kehidupan, yang kemudian dijadikan sebagai dasar agama itu.9

Demikian juga, agama samawi sangat jauh berbeda dengan konsep pengertian agama menurut beberapa ilmuwan barat, yang memandang bahwa asalkan sudah mengandung pengabdian kepada suatu kekuatan tertentu, atau ada ajaran tertentu, atau ada penyembahan tertentu, maka sudah bisa disebut agama.

Umumnya para ilmuwan barat cenderung menganggap sebuah aliran kepercayaan, spiritulisme tertentu serta nilai-nilai tertentu sebagai sebuah agama. Sementara konsep agama samawi adalah sebuah paket ajaran lengkap yang turun dari langit. Kata samawi mengacu kepada arti langit, karena tuhan itu ada di atas langit menurunkan wahyu. Wahyu bukan sekedar kata-kata ghaib atau magis, melainkan berisi hukum dan undang-undang yang mengatur semua tatanan hidup manusia, mulai dari masalah yang paling kecil hingga yang paling besar. Dari masalah mikro sampai masalah makro.10

Agama samawi tidak pernah menciptakan sendiri ajarannya, tetapi menerima ajaran itu dari atas langit begitu saja. Berbeda dengan agama budaya, di mana ajarannya memang diciptakan, disusun, dibuat dan diolah oleh sesama makhluk penghuni bumi, manusia.

a. Disampaikan oleh manusia pilihan Allah, utusan itu hanya menyampaikan bukan menciptakan.11

9 Ibid., 35

10 Harjoni, Agama Islam Dalam Pandangan Filoosofis Sebuah Penhargaan Terhadap Nafsu dan Akal, (Bandung : Alfabeta, 2006),123


(16)

Karena agama samawi datang dari tuhan yang ada di langit, dan tuhan tidak menampakkan diriNya secara langsung, maka agama samawi mengenal konsep kenabian.

Fungsi dan tugas nabi ini adalah menyampaikan semua kemauan, perintah, aturan, syariah, undang-undang dari tuhan kepada umat manusia. Seorang nabi tidak diberi wewenang untuk menciptakan ajaran sendiri. Nabi bukan manusia setengah dewa, maka tidak ada konsep penyembahan kepada nabi.

Dalam konsep agama samawi, seorang nabi hanyalah seorang manusia biasa. Dia bisa lapar lalu makan, dia bisa haus lalu minum, dia juga bisa berhasrat kepada wanita lalu dia menikah. Namun di balik semua sifat kemanusiaannya, seorang nabi mendapat wahyu dari langit. Serta mendapatkan penjagaan dan pemeliharaan dari langit agar tidak melakukan kesalahan.

b. Memiliki kitab suci yang bersih dari campur tangan manusia12

Agama samawi memiliki kitab suci yang turun dari langit. Kitab suci itu datang langsung dari tuhan, bukan hasil ciptaan manusia.

Diturunkan lewat malaikat Jibril alaihissalam, kepada para nabi. Lalu para nabi mengajarkan isi wahyu itu kepada umatnya. Jadilah kumpulan wahyu itu sebagai kitab suci. Itu adalah proses turunnya Al-Quran. Atau bisa jadi Allah SWT menurunkan kitab itu sekaligus dalam


(17)

satu penurunan, seperti yang terjadi para kitab-kitab suci yang turun kepada Bani Israil.13

c. Konsep tentang Tuhannya adalah tauhid

Agama samawi selalu mengajarkan konsep ketauhidan, baik islam, yahudi dan nasrani. Tuhan itu hanya satu, bukan dua atau tiga, apalagi banyak.

Agama samawi datang menolak semua konsep tuhan banyak dan beranak pinak. Dalam konsep agama samawi, tuhan hanya satu. Dia Maha Sempurna, tidak sama dengan manusia, Maha Agung dan Maha Suci dari segala sifat kekurangan. Selain tuhan yang satu, tidak ada apa pun yang boleh disembah. Maka tidak ada paganisme (paham kedewaaan) dalam agama samawi.14

Dari sisi ini dapat dipahami dengan melihat karakter agama budaya dan agama samawi terjadi benturan atau pencampur adukan antara agama dan budaya. Budaya pendam ari-ari termasuk kategori agama budaya yaitu agama yang diciptakan leh manusia itu sendiri. Tetapi, Dalam agama kita dilarang untuk bertaqlid buta, menerima sesuatu tanpa diperiksa terlebih dahulu, walau dari ibu bapak dan nenek moyang sekali pun.

Masyarakat Desa Kepunten pada umumnya menggunakan budaya tersebut untuk menghormati saudara dari si jabang bayi ketika lahir. Dan ada juga yang tidak menggunakan budaya itu sama sekal. Ada hal unik yang berada dalam masyarakat Desa Kepunten, disisi lain ada yang masi mengggunakan dan disisi lain juga tidak menggunakan

13 ibid.,125

14 Jirhanuddin, Perbandingggan Agama Pengantar Studi Memahami Agama-Agama, (Bandun : Alfabet, 2006),78


(18)

budaya tersebut. Dan mereka berdua mempunyai alasan tersendiri dalam menanggapi persoalan ini. Tetapi yang terjadi adalah masyarakat NU yang mendominasi di Desa Kepunten dibandingkan dengan masyarakat yang tidak menggunakan.

Mayoritas masyarakat Desa Kepunten adalah NU (Nadhatul Ulama). Dalam adaptasi aqidah15 masyarakat Desa Kepunten dalam budaya pendam ari-ari (Plasenta) di bagi menjadi dua varian masyarakat.

Pertama adalah mereka yang tidak melakukan budaya tersebut dan juga tidak pula menentang budaya itu. Artinya kelompok ini mempunyai aqidah sendiri dalam memaknai budaya pendam Ari-ari di Desa Kepunten Sidoarjo.

Kedua adalah mereka yang masih percaya kepada nenek moyang. Istilah penjelasan diatas terdapat dua varian : NU reformis dan NU tradisional sinkretis.16

Yang pertama merujuk kepada NU-reformis adalah kelompok yang memandang Islam sangat relevan untuk semua lapangan kehidupan, publik, dan pribadi. Bahkan mereka menyatakan bahwa pandangan-pandangan dan praktek tradisional harus direformasi berdasarkan sumber-sumber asli yang otoritatif, yakni al Qur’an dan al Sunnah, dalam konteks situasi dan kebutuhan kontemporer.

Dalamm firman Allah Surah Al-Hujurat Ayat 6:

15 Aqidah adalah apa yang diyakini oleh seseorang, aqidah merupakan perbuatan hati, yaitu kepercayaan hati dan pembenarannya kepada sesuatu. Dr. Shalih, Kitab Tauhid,(Jakarta : Al Shofwa, 1998), 4


(19)

Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”17

Surat al-Hujurat secara keseluruhan membimbing kehidupan bermasyarakat yang Islami. Surat ini mengajarkan bagaimana bersikap yang benar terhadap Rasulullah, bagaimana bersikap yang baik terhadap sesama mukmin, dan juga mengajarkan kewajiban dan tanggung jawab terhadap masyarakat Islam. Petunjuk-petunjuk tersebut bertujuan untuk menjaga dan memelihara keutuhan masyarakat Islam, dijauhkan dari intrik-intrik musuh, maupun kecerobohan internal umat Islam yang membahayakan masyarakat Islam.18

Tak bisa dielakkan, kehidupannya manusia selalu dihadapkan pada berbagai masalah, baik pribadi maupun sosial. Tidak ada kehidupan tanpa masalah, justru dengan berbagai masalah itulah manusia hidup. Demikian juga yang dihadapi oleh kaum muslimin dan masyarakat Islam. Berbagai masalah muncul di hadapan mereka untuk dihadapi dan diselesaikan dengan sebaik-baiknya. Dalam menyelesaikan masalah ini, ada satu faktor kunci yang menjadi dasar pijakan, yaitu informasi. Bagaimana pun, seseorang mengambil keputusan berdasarkan kepada pengetahuan, dan pengetahuan bergantung kepada informasi yang sampai kepadanya. Jika informasi itu akurat, maka akan bisa diambil keputusan yang tepat. Sebaliknya, jika informasi itu tidak akurat akan mengakibatkan

17 Al-Quran Surah Al-Hujurat Ayat 6

18 M Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran, (Ciputat : Lentera Hati, 2009),233


(20)

munculnya keputusan yang tidak tepat. Dan giliran selanjutnya, muncul kedhaliman di tengah masyarakat.19

Ayat ini untuk mengajarkan kepada kaum muslimin agar berhati-hati dalam menerima berita dan informasi. Sebab informasi sangat menentukan mekanisme pengambilan keputusan, dan bahkan entitas keputusan itu sendiri. Keputusan yang salah akan menyebabkan semua pihak merasa menyesal. Pihak pembuat keputusan merasa menyesal karena keputusannya itu menyebabkan dirinya mendhalimi orang lain. Pihak yang menjadi korban pun tak kalah sengsaranya mendapatkan perlakuan yang dhalim. Maka jika ada informasi yang berasal dari seseorang yang integritas kepribadiannya diragukan harus diperiksa terlebih dahulu.

Informasi tentang budaya pendam Ari-ari harus mempunyai dasar dan harus mempunyai sumber. Jika tidak memenuhi syarat tersebut maka kelompk ini akan menolak dengan tegas, karena acuan ang digunakan adalah Al-Quran dan Sunnah. Untuk memahami budaya pendam Ari-ari mengunakan akal. Sehingga tidak adanya pertentangan antara sumber dan akal.

Kelompok ini lebih modern dalam memahami setiap sesuatu. Munculnya modernisasi seringkali dikaitkan dengan perubahan sosial, sebuah perubahan penting dari struktur sosial (pola-pola perilaku dan interaksi sosial).20 Dan sebaiknya kita melihat perubahan sosial sebagai sesuatu yang melekat pada sifat sesuatu, termasuk di dalam sifat kehidupan sosial. Dan biasanya perubahan sosial itu akan merubah cara berfikir yang lebih masuk akal. Perubahan sosial ini terjadi ketika pendidikan masyarakat lebih tinggi.

19 Nur Solikin, Agama & Problem Sosial, (yogyakarta : Puustaka Pelajar207),76

20 Robert H. Lauer, Perspektif tentang Perubahan Sosial (terj.) Alimandan SU (Jakarta: Rineka Cipta, 2003),414.


(21)

Kelompok yang kedua merujuk kepada NU Tradisional singkretis. Kelompok ini lebih dekat kepada abangan,21karena mempercayai beberapa hal yang merupakan peninggalan dari kepercayaan nenek moyang.

Dalam pelaksanaan upacara kehamilan (tingkeban), mereka memilih bulan ketujuh sebagaimana para pendahulunya. seperti meyakini bahayanya membunuh binatang ketika istri sedang hamil, pentingnya rujak untuk hidangan yang harus disajikan pada saat upacara tingkeban.

Mereka juga meyakini adanya hubungan antara kedalaman tempat menyimpan ari-ari dengan masa tumbuhnya gigi. Mereka sangat menghindari-ari proses khitan yang bertepatan dengan hari kelahiran, karena diyakini dapat mendatangkan bahaya bagi yang dikhitan. Meyakini pentingnya penanggalan Jawa untuk menetapkan hari pernikahan. Mereka juga meyakini adanya hubungan antara mandinya pengantin di pagi hari dengan turunnya hujan di malam resepsi pernikahan. Mereka juga meyakini khasiat dari darah yang keluar dari hubungan suami istri pada malam pertama untuk obat anak yang sakit.

Dalam pelaksanaan upacara kematian, mereka sangat menekankan model makanan yang disajikan, seperti apem. Dalam melakukan tradisi ziarah makam wali, mereka cenderung untuk meminta kepada wali yang bersangkutan. Meyakini keutamaan dari wali yang dapat mendatangkan kekayaan, seperti Sunan Bungkul yang diyakini dapat mendatangkan rezeki. Mereka juga meyakini bahwa dalam melakukan ziarah makam wali, jika tidak mampir ke Sunan Bungkul akan mendapatkan celana di tengah perjalanan.

Jadi, mereka yang tergolong ke dalam varian NU-tradisionalis sinkretis ini cenderung melakukan upacara siklus kehidupan dan budaya pendam Ari-ari dengan


(22)

disertai oleh keyakinan yang didapat dari nenek moyang. Semua itu disebabkan oleh minimnya pemahaman mereka terhadap ajaran normatif Islam, sehingga tidak dapat memahami mana yang Islami mana yang tidak. Mana yang benar-benar memiliki landasan normatif dan mana yang tidak.22

Mengubur Ari-ari (Plasenta) bayi yang baru lahir sudah menjadi tradisi masyarakat jawa sejak masa lampau. Proses penguburan ini menjadi sesuatu yang penting bagi sebagian masyarakat karena Ari-ari merupakan salah satu organ yang menjadi “jalur hidup”23 saat bayi dalam kandungan, bahkan masyarakat jawa menganggap ari-ari ini sebagai batur bayi (teman atau saudara bayi) yang dengan setia menemani jabang bayi dalam kandungan hingga lahir.

Bagi masyarakat Desa Kepunten yang masih menganut spiritual jawa, Ari-ari (Plasenta) dipandang tidak hanya berperan saat dalam kandungan. Istilah Kakang Kawah,(Air ketuban) Adi Ari-ari24,(Plasenta) Getih(Darah) lan Puser(Pusar25) merupakan sebuah penggambaran bahwasanya Ari-ari tetap menjadi satu bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan orang jawa, ia merupakan “adik kandung” setiap pribadi, ia salah satu sedulur papat (saudara empat) yang selalu ada dan menemani pancer (diri pribadi) kemanapun pergi, sebagaimana nafsu yang selalu melekat pada diri seseorang.

Mereka yang tergolong dalam kelompok ini adalah mereka yang tidak berpendidikan agama formal (pesantren atau madrasah). Mereka juga tidak aktif dalam

22 Hamis Syafaq, Studi tentang Makna Upacara Siklus Kehidupan dan Ziarah Makam Wali Bagi Masyarakat NU di Waru Sidoarjo Jawa Timur Indonesia, Disertasi Doktor pada UIN Sunan Ampel Surabaya

23http://www.islamjawa.Html23Maret2016pukul07:00

24 Ari-ari atau plasentamerupakan sebuah organ yang terdapat pada wanita hamil.

25 Pusar adalah suatu tanda lubang tertutup diatas perut, yang dibuat sengaja ketika tali pusar dilepas dari plasentanya pada saat keluar dari plasentanya.


(23)

kegiatan pengajian di masjid. Pemahaman agama yang minim itulah membuat mereka cenderung melakukan ritual-ritual.

Dari dua kelompok diatas terdapat benturan antara kelompok reformis dan tradisional sinkretis, kelompok reformis lebih bisa memahami kelompok tradisional sinkretis dalah hal budaya pendam ari-ari, mereka tidak menentang budaya pendam ari-ari dan mereka juga tidak mengikuti budaya itu. berbeda dengan kelompok tradisional sinkretis yang mempermasalahkan jika ada sebagian kelompok yang tidak menggunkan budaya tersebut.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Budaya Pendam Ari-Ari yang berkembang di Desa Kepunten Sidoarjo? 2. Bagaimana Adaptasi Aqidah Budaya Pendam Ari-Ari menurut Teori Talcott Parsons?

C. Tujuan Penelitihan

1. Untuk mengetahui dan memahami Budaya Pendam Ari-Ari yang berkembang di Desa Kepunten Sidoarjo.

2. Untuk menjelaskan dan memahami Adaptasi Aqidah Budaya Pendam Ari-Ari menurut Teori Talcott Parsons.

D. Kegunaan Penelitihan

Dari tujuan diadakan penelitian, maka adapun penelitian yang penulis lakukan ini mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi penulis sendiri maupun bagi para pembaca atau pihak-pihak lain yang berkepentingan.


(24)

1. Implementasi atau praktik

Penelitian ini menfokuskan pada budaya pendem ari-ari sebagai obyek penelitian, sehingga diharapkan para pengambil kebijakan dalam menentukan sebuah tindakan dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai bahan pertimbangan, khususnya bagi penulis sekaligus bagi para pembaca yang menggunakan penelitian ini sebagai referensinya.

2. Keilmuan

Diharapkan mampu memberikan sumbangan pikiran khususnya tentang memahami budaya pendem ari-ari masyarakat Jawa di Desa Kepunten Sidoarjo dan seluruh disiplin keilmuan secara umum.

E. Kajian Teori

Menurut Talcott Parson ada empat fungsi penting yang mutlak dibutuhkan bagi semua sistem sosial, meliputi

1. Adaptasi (A)

2. Pencapaian tujuan atau goal attainment (G) 3. Integrasi (I)

4. Latensi (L).

Empat fungsi tersebut wajib dimiliki oleh semua sistem agar tetap bertahan (survive), penjelasannya sebagai berikut:


(25)

a. Adaptation : fungsi yang amat penting disini sistem harus dapat beradaptasi dengan cara menanggulangi situasi eksternal yang gawat, dan sistem harus bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan juga dapat menyesuaikan lingkungan untuk kebutuhannnya.

b. Goal attainment : sebuah sistem harus mendefinisikan dan mencapai tujuan utamanya.

c. Integration : artinya sebuah sistem harus mampu mengatur dan menjaga antar hubungan bagian-bagian yang menjadi komponennya, selain itu mengatur dan mengelola ketiga fungsi (AGL).

d. Latency :laten berarti sistem harus mampu berfungsi sebagai pemelihara pola, sebuah system harus memelihara dan memperbaiki motivasi pola-pola individu dan kultural.26

F. Kajian Pustaka

1. Penenlitian Terdahulu

a. Beberapa penelitian yang penulis temukan terkait dengan judul penelitian kali ini, diantaranya :

1. Benturan budaya islam: Puritan & Sinkretis, yang ditulis oleh sutiyono27, yang memaparkan bagaimana pergulatan kultural nilai-nilai Islami yang dibawa kalangan islam puritan dan islam sinkretis.buku ini merupakan riset Sutiyono di daerah Klaten, terutama di Mojokuto dan Senjakarta, yang dalam sejarahnya

26 Pip Jones, Pengantar Teori-Teori Sosial : Dari Teori Fungsional hingga Post-Modernisme(Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia,2009),231


(26)

dikenal menjadi pusat kaum sinkretis, dan pada saat yang sama menjadi lawan dakwah penyebaran Islam puritan sejak Islam masuk ke wilayah ini pertama kali (sekitar abad ke 14) hingga saat ini. Berbagai tradisi seperti Slametan perkawinan, slametan kematian, slametan alam, ziarah kubur, ngalap berkah, pendem ari-ari, hingga saat ini masi bertahan.

2. Studi tentang Makna Upacara Siklus Kehidupan dan Ziarah Makam Wali Bagi Masyarakat NU di Waru Sidoarjo Jawa Timur Indonesia28 ditulis oleh Hamis Syafaq. Penelitian yang dilakukan di Waru ini menggambarkan bagaimana masyarakat NU di Waru yang berpendidikan agama tinggi melakukan upacara kelahiran dan kematian secara normatif dan tidak melakukan praktik yang dilakukan oleh mereka yang abangan. Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa masyarakat NU di Waru yang berpendidikan agama tinggi terbagi menjadi dua: tradisionalis dan reformis. Mereka ini sama-sama memahami praktik keagamaan populer melalui teks-teks keagamaan normatif.

G. Metode Penelitian

1. Pendekatan Dan Jenis Penelitian

Metode kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah,29 di mana peneliti adalah sebagai instrument kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara gabungan, analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.. Sehingga yang menjadi tujuan dari penelitian kualitatif ini adalah ingin menggambarkan realita

28 Hamis Syafaq, Studi tentang Makna Upacara Siklus Kehidupan dan Ziarah…,90


(27)

empirik di balik fenomena secara mendalam, rinci dan tuntas. Oleh karena itu penggunaan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini adalah dengan mencocokkan antara realita empirik dengan teori yang berlaku dengan menggunakkan metode field research.

a. Sumber Data (Primer Skunder)

Sumber data yang digunakan adalah sebagian data literatur dan ditunjang dengan beberapa lapangan berupa data primer dan data sekunder.

1. Sumber literature adalah referensi yang digunakan untuk memperoleh data teoritis dengan cara mempelajari dan membaca literature yang ada hubungannya dengan kajian pustaka dan permasalahan penelitian baik yang berasal dari buku maupun internet seperti jurnal online dan artikel jurnal. 2. Sumber data lapangan adalah sumber data yang diperoleh peneliti dari lapangan

secara langsung sumber data ini ada 2 macam yaitu:30

a. Data primer yang digunakan dalam penelitian ini berupa data langsung yang diperoleh dari orang orang yang memberikan data kepada pengumpul data, yaitu dengan menggunakan metode pengumpulan data. Dengan wawancara kepada :

1. Tokoh Masyarakat 2. Ulama Setempat


(28)

3. Warga Desa Kepunten

b. Sedangkan sumber sekunder adalah sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau dokumen. Jadi data ini berupa bahan kajian yang digambarkan oleh bukan orang yang ikut mengalami atau hadir dalam waktu kejadian berlangsung. Sehingga sumber data bersifat penunjang dan melengkapi data primer.

2. Lokasi dan alasan penelitian

Desa Kepunten Tulangan Sidoarjo, karena masyarakat desa kepunten terjadi benturan dalam memahami budaya pendam ari-ari. Dan cara memendam lebih dalam dibanding cara memendam di desa sekitarnya seperti Desa Grabakan, Desa Juwet, Desa Njojokan, Desa Malangbong.

3. Metode pengumpulan data

Pengumpulan data merupakan langkah yang sangat penting dalam penelitian, karena itu seorang peneliti harus terampil dalam mengumpulkan data agar mendapatkan data yang valid.Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan.31


(29)

a. Wawancara

Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka antara si penanya dengan si penjawab dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide (panduan wawancara)

Tujuan penulis menggunakan metode ini, untuk memperoleh data secara jelas dan kongkret tentang fungsi jantung dan hati sebenarnya. Dalam penelitian ini, peneliti akan mengadakan wawancara dengan Tokoh masyarakat, warga, dan Ulama setempat dalam bidang keilmuan yang mempunyai kapasitas di bidangnya agar mempunyai data yang empirik.

b. Dokumentasi

Dokumentasi adalah setiap bahan tertulis baik berupa karangan, memo, pengumuman, instruksi, majalah, buletin, pernyataan, aturan suatu lembaga masyarakat, dan berita yang disiarkan kepada media massa.

Dari uraian di atas maka metode dokumentasi adalah pengumpulan data dengan meneliti catatan-catatan penting yang sangat erat hubungannya dengan obyek penelitian.


(30)

Tujuan digunakan metode ini untuk memperoleh data secara jelas dan konkret tentang fungsi sebenarnya jantung dan hati pada organ manusia.

4. Analisis Data

Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.

Dari rumusan di atas dapatlah kita tanarik garis besar bahwa analisis data bermaksud pertama-tama mengorganisasikan data.Data yang terkumpul banyak sekali dan terdiri dari catatan lapangan, komentar peneliti, gambar, foto, dokumen berupa laporan, biografi, artikel, dan sebagainya.

Setelah data dari lapangan terkumpul dengan menggunakan metode pengumpulan data di atas, maka peneliti akan mengolah dan menganalisis data tersebut dengan menggunakan analisis secara deskriptif-kualitatif, tanpa menggunakan teknik kuantitatif.

5. Teknik Keabsahan Data

a. Kepercayaan

Kreadibilitas data dimaksudkan untuk membuktikan data yang berhasil dikumpulkan sesuai dengan sebenarnya. Ada beberapa teknik untuk mencapai kreadibilitas ialah teknik : teknik triangulasi, sumber, pengecekan anggota,


(31)

perpanjangan kehadiran peneliti dilapangan, diskusi teman sejawat, dan pengecekan kecakupan refrensi.32

b. Kebergantungan

Kriteria ini digunakan untuk menjaga kehati-hatian akan terjadinya kemungkinan kesalahan dalam mengumpulkan dan menginterprestasikan data sehingga data dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Kesalahan sering dilakukan oleh manusia itu sendiri terutama peneliti karena keterbatasan pengalaman, waktu, pengetahuan. Cara untuk menetapkan bahwa proses penelitian dapat dipertanggungjawabkan melalui audit dipendability oleh ouditor independent oleh dosen pembimbing.

c. Kepastian

Kriteria ini digunakan untuk menilai hasil penelitian yang dilakukan dengan cara mengecek data dan informasi serta interpretasi hasil penelitian yang didukung oleh materi yang ada pada pelacakan audit.

H. Sistematika Pembahasan

Agar lebih sistematis dan memudahkan untuk memahami hasil penulisan ini, maka penulis perlu mendiskripsikan sistematika pembahasan yang terkandung dalam penulisan ini yaitu:

Bab I : Pendahuluan


(32)

1. Latar belakang 2. Rumusan masalah

3. Tujuan Penulisan Penelitian 4. Kegunaan Penelitian

5. Kajian Teori 6. Kajian Pustaka 7. Metode Penelitian

8. Sistematika Pembahasan.

Bab II : Landasan Teori

1. Pengertian Aqidah dan Agama

2. Pengertian Budaya, Adat, Tradisi, Ritual 3. Sinkretisme budaya

4. Adaptasi aqidah menurut teori Tallcot Parson

Bab III : Penyajian Data Penilitian

1. Profil Desa Kepunten Tulangan Sidoarjo 2. Letak Geografis Desa Kepunten

3. Data kependudukan 4. Sejarah Desa Kepunten 5. Realita Penganut Keagamaan 6. Sudut Sosial Budaya

7. Lingkungan Hidup Masyarakat


(33)

Bab IV : Analisis Data

1. Perkembangan budaya Ari-ari di Desa Kepunten Sidoarjo. 2. Adaptasi aqidah masyarakat dalam budaya pendam ari-ari.


(34)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Aqidah dan Agama

1. Aqidah

a. Pengertian Aqidah

Aqidah menurut bahasa Arab (etimologi) berasal dari kata al-`aqdu tautsiiqu yang berarti ikatan, at-tautsiiqu yang berarti kepercayaan atau keyakinan yang kuat, al-ihkaamu yang artinya mengokahkan (menetapkan), dan ar-rabthu biquw-wah yang berarti (mengikat dengan kuat). Sedangkan menurut istilah (terminalogi) aqidah adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikit pun bagi orang yang meyakininya.1

Aqidah Islamiyah telah memecahkan ‘uqdah al-kubra’ (perkara besar) pada manusia. Aqidah Islam juga memberikan jawaban aras pertanyaan-pertanyaan manusia, sebab Islam telah menjelaskan bahwa alam semesta, manusia, dan kehidupan adalah ciptaan (makhluk) bagi pencipta (al-Kahliq) yaitu Allah swt, dan bahwasannya setelah kehidupan ini akan ada hari kiamat. Hubungan antara kahidupan dunia dengan apa yang ada sebelum kehidupan dunia adalah ketundukan manusia terhadap printah-perintah Allah dan laranga-laranganNya sedangkan hubungan antara kehidupan dunia dengan apa yang ada sesudah kehidupan dunia


(35)

adalah adanya Hari Kiamat, yang di dalamnya terdapat pahala dan siksa, serta surga dan neraka. Al-Quran telah menetapkan rukun-rukun aqidah.2

Allah berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 285 :

Artinya : "Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya",3

b. Aqidah

Aqidah Islam mempunyai kekhususan-kekhususan diantaranya adalah4 :

1. Aqidah Islam dibangun berlandaskan akal. Selama manusia beriman kepada Allah, al-quran, dan kepada kenabian Muhammad saw dengan jalan akal, maka wajib bagi manusia mengimani segala hal yang diberitakan al-Quran. Sama saja apakah yang diberitakan itu dapat dijangkau oleh akal dan panca indera manusia, atau berupa perkara-perkara ghaib yang sama sekali tidak dapat dijangkau oleh panca indera manusia seperti hari akhir, malaikat, dan

2 Sayid Sabiq, Aqidah Islamiyah, (Jakarta : Rabbani Pers, 2007),78 3 Al-Quran 2:285


(36)

perkara-perkara ghaib lainnya.

2. Aqidah Islam sesuai dengan fitrah manusia. Beragama (al-tadayun) merupakan hal yang fitri pada diri manusia. Perwujudan dari naluri beragama ini adalah kenyatan bahwa dirinya penuh kelemahan, kekurangan, membutuhkan terhadap sesuatu yang lain. Kemudian aqidah Islam hadir untuk memberikan pemenuhan terhadap naluri beragama yang ada pada diri manusia, dan membimbing mausia untuk mendapatkan kebenaran akan adanya Pencipta Yang Maha Kuasa. Dimana, semua makhluk yang ada, keberadaanNya sendiri tidak bergantung pada siapapun.

3. Aqidah Islam komprehensif (menyeluruh). Aqidah Islam telah menjawab seluruh pertanyaan manusia tentang alam semesta, manusia, kehidupan, dan menetapkan bahwa semuanya itu adalah makhluk. Aqidah Islam juga menetapkan bahwa sebelum kehidupan dunia ada Allah swt, sedangakn setelah kehidupan dunia adakan ada hari kiamat. Aqidah Islam juga menetapkan bahwa hubungan antara kehidupan dunia dengan apa yang ada sebelum kehidupan dunia adalah keterikatan manusia dengan perintah-perintah dan larangan-larangan Allah swt. Sedangakn hubungan antara kehidupan dunia ini dengan kehidupan sesudahnya adalah perhitungan, surga dan neraka.5

Jadi, Aqidah Islamiyyah adalah keimanan yang teguh dan bersifat pasti kepada Allah dengan segala pelaksanaan kewajiban, bertauhid dan taat kepada-Nya, beriman kepada Malaikat-malaikat-Nya. Rasul-rasulNya kitab-kitabkepada-Nya,

5 Ibid., 81


(37)

hari Akhir, takdir baik dan buruk dan mengimanai seluruh apa-apa yang telah shahih tentang Prinsip-prinsip Agama, perkara-perkara yang ghaib, beriman kepada apa yang menjadi Ijman' (konsensus) dari Salafush Shalih, serta seluruh berita-berita qath'i (pasti), baik secara ilmiah maupun secara amaliyah yang telah datetapkan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahih serta ijma' Salafush Shalih.6

Artinya : “Dan Barang siapa yang menta’ati Allah dan RasulNya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni'mat Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiqin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang shaleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.7

2. Agama

a. Pengertian Agama

Kata agama berasal dari bahasa Sansekerta dari kata a berarti tidak dan gama berarti kacau. Kedua kata itu jika dihubungkan berarti sesuatu yang tidak kacau. Jadi fungsi agama dalam pengertian ini memelihara integritas dari seorang atau sekelompok orang agar hubungannya dengan Tuhan, sesamanya, dan alam sekitarnya tidak kacau.8 Karena

6 Syeikh Muhammad Shalih, Al-Qadha wal Qadar, (Bogor : Daru Haq,1999),34 7 Al-Quran 2:69

8 Richar Martin, Pendekatan Kajian Islam dalam Studi Agama, (Surakarta : Muhammadiyah Press, 2007),123


(38)

itu menurut Hinduisme, agama sebagai kata benda berfungsi memelihara integritas dari seseorang atau sekelompok orang agar hubungannya dengan realitas tertinggi, sesama manusia dan alam sekitarnya. Kekacauan itu disebabkan oleh penerapan peraturan agama tentang moralitas,nilai-nilai kehidupan yang perlu dipegang, dimaknai dan diberlakukan.

Pengertian itu jugalah yang terdapat dalam kata religion (bahasa Inggris) yang berasal dari kata religio (bahasa Latin), yang berakar pada kata religare yang berarti mengikat. Dalam pengertian religio termuat peraturan tentang kebaktian bagaimana manusia mengutuhkan hubungannya dengan realitas tertinggi (vertikal) dalam penyembahan dan hubungan antar sesamanya (horizontal).

Agama itu timbul sebagai jawaban manusia atas penampakan realitas tertinggi secara misterius yang menakutkan tapi sekaligus mempesonakan Dalam pertemuan itu manusia tidak berdiam diri, ia harus atau terdesak secara batiniah untuk merespons. Dalam kaitan ini ada juga yang mengartikan religare dalam arti melihat kembali kebelakang kepada hal-hal yang berkaitan dengan perbuatan tuhan yang harus diresponnya untuk menjadi pedoman dalam hidupnya.

Agama merupakan suatu ciri kehidupan sosial manusia yang universal, dalam arti bahwa semua masyarakat mempunyai cara-cara berpikir dan pola-pola perilaku yang memenuhi syarat untuk disebut agama (religious).9

9Ada berbagai macam definisi agama. Ada kata agama, din (bahasa Arab), religion (bahasa Inggris), dan ada religie (bahasa Belanda). Ada yang berpendapat bahwa kata agama berasal dari bahasa Sansekerta : a berarti tidak, dan gama berarti kacau, kocar-kacir. Jadi agama berarti tidak kacau, kocar-kacir, melainkan teratur. Pendapat lain, walaupun dari segi asal-usul kata sependapat, berbeda pendapat dari segi akar katanya. Agama berasal dari akar kata gam yang berarti pergi, kemudian diberi awalan a sehingga menjadi agam yang berarti kebalikan dari pergi, yaitu datang, kalau diberi akhiran a maka menjadi agama yang mempunyai arti kedatangan. Pendapat lain lagi mengatakan bahwa agama


(39)

Agama menjadi salah satu faktor paling menentukan dalam mempromosikan nilai dan keutamaan hidup dalam masyarakat. Lewat ajaran-ajaran dan praktik-praktik religiusnya, agama mengarahkan cara pandang manusia dan masyarakat.

Dalam setiap masyarakat tentunya pasti membutuhkan yang namanya agama, masyarakat sebagai gabungan dari kelompok individu yang terbentuk berdasarkan tatanan sosial tertentu. Tatanan sosial didalamnya terdapat norma-norma sosial yang mereka pedomani dalam kehidupan sosialnya. Dalam hal ini bentuk ikatan agama dan masyarakat baik dalam bentuk organisasi maupun fungsi agama, maka yang jelas dalam setiap masyarakat agama masih tetap memiliki fungsi dalam kehidupan masyarakat. Agama sebagai anutan masyarakat, terlihat masih berfungsi sebagai pedoman yang dijadikan sebagai sumber untuk mengatur norma-norma kehidupan. Masalah agama tidak akan mungkin dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat, karena agama itu sendiri ternyata diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat.10

B. Pengertian Budaya, Adat, Tradisi dan Ritual

1. Budaya

A. Pengertian Budaya

Pengertian Budaya atau culture dalam bahasa Inggris adalah, berasal dari bahasa Yunani culere yang berarti mengerjakan tanah. Dalam bahasa Indonesia, kata kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta ’buddhayah’, yaitu bentuk jamak dari buddhi (budi atau

berasal dari kata a yang berarti tidak, dan gam yang berarti pergi. Jadi agama berarti tidak pergi. Agama dalam bahasa Arab adalah din yang menurut seorang ulama Islam berarti : “aturan-aturan yang berasal dari Tuhan yang harus ditaati dan dikerjakan oleh manusia demi kebahagiaan manusia itu sendiri baik di dunia maupun di akhirat nanti”. Jadi mesti merupakan aturan Tuhan. Lihat : Endang Sarfuddin Anshari, Ilmu Filsafat dan Agama, (Surabaya : Bina Ilmu, 1987),122-123.


(40)

akal), sehingga kebudayaan diartikan sebagai hasil pemikiran atau akal manusia. Ada pendapat yang mengatakan bahwa kata budaya merupakan perkembangan dari kata majemuk ’budi-daya’ yang berarti daya dari budi, yaitu berupa cipta, karsa, dan rasa. Budi adalah akal yang merupakan unsur rohani dalam kebudayaan, sedangkan kebudayaan diartikan sebagai hasil dari akal dan ikhtisar manusia.11

Kebudayaan yang diartikan sebagai totalitas pikiran, tindakan dan karya manusia tersebut mempunyai tiga wujud.12

a. Pertama, kebudayaan sebagai kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai, norma-norma, peraturan, yag bersifat abstrak yang hanya dapat dirasakan, tetapi tidak dapat dilihat dan diraba. Gagasan-gagasan yang ada di masyarakat saling terkait antara satu dengan yang lainnya, sehingga membentuk suatu sistem budaya atau culture system, contohnya adalah adat istiadat dan ilmu pengetahuan.

b. Wujud kedua adalah suatu kompleks aktivitas, tingkah laku berpola, perilaku, upacara-upacara serta ritus-ritus dari manusia dalam masyarakat yang mempunyai sifat dapat dirasakan dan dilihat tetapi tidak dapat diraba. wujud ini sebagai Sistem Sosial atau social system, contohnya adalah gotong royong dan kerja sama.

c. Wujud ketiga adalah kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia yang bersifat dapat dilihat, dirasa, dan diraba. Wujud ini paling konkrit yang disebut kebudayaan fisik atau material (material culture), contohnya adalah Candi borobudur, rumah adat sampai kepada pesawat terbang, pesawat ruang angkasa.

11 Ahmad Efendi, Kebudayaan Sebagai Identitas Bangsa (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2009),143 12 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Teologi, (Jakarta : Rinaka Cipta, 2012),77


(41)

Masyarakat menghasilkan sebuah karya teknologi dan kebudayaan kebendaan atau kebudayaan jasmaniah (material culture) yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam sekitarnya, agar kekuatan serta hasilnya dapat diabdikan pada keperluan masyarakat. Cipta merupakan kemampuan mental, kemampuan berpikir dari orang-orang yang hidup bermasyarakat dan antara lain menghasilkan filsafat serta ilmu pengetahuan, baik yang berwujud murni, maupun yang telah disusun untuk langsung diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Rasa dan Karsa dinamakan kebudayaan rohaniah (spritual dan immaterial culture).

Dalam konteks ini, hasil rasa masyarakat mewujudkan norma-norma dan nilai-nilai kemasyarakatan yang sangat perlu untuk mengadakan tata tertib dalam pergaulan kemasyarakatan. Hal ini dimaksudkan untuk melindungi dari kekuatan-kekuatan yang buruk yang tersembunyi dalam masyarakat. Dengan demikian, hakikatnya penciptaan norma-norma dan kaidah-kaidah adalah merupakan petunjuk-petunjuk tentang bagaimana manusia harus bertindak dan berlaku di dalam pergaulan hidup.

Oleh karena itu, setiap masyarakat terdapat apa dinamakan pola-pola perilakuan (pattern of behavior). Pola-pola perilakuan tersebut adalah cara-cara bertindak atau berkelakuan yang sama daripada orang-orang yang hidup bersama dalam masyarakat yang harus diikuti oleh semua anggota masyarakat tersebut. Pola perilakuan masyarakat sangat dipengaruhi oleh kebudayaannya.13

2. Adat

13 http://www.artikelsiana.com/2015/10/pengertian-budaya-unsur-ciri-budaya.html tgl 16-06-2016 pukul 3:30 wib


(42)

A. Pengertian Adat

Istilah Hukum Adat tidak begitu dikenal dalam pergaulan masyarakat sehari-hari. Istilah ini adalah terjemahan dari bahasa Belanda, ‘Adat-recht” yang pertama-tama dikenalkan oleh Snouck hurgronje yang kemudian dikutip dan dipakai oleh Van vollenhoven sebagai istilah teknis yuridis untuk menunjukkan kepada apa yang sebelumnya disebut dengan Undang-Undang agama, lembaga rakyat, kebiasaan, lembaga asli dan sebagainya. Dikalangan masyarakat atau dalam pergaulan rakyat umum hanya dikenal istilah “adat” saja.

Terminologi “Adat” dan “Hukum Adat” seringkali dicampur aduk dalam memberikan suatu pengertian padahal sesungguhnya keduanya adalah dua lembaga yang berlainan.

Adat sering dipandang sebagai sebuah tradisi sehingga terkesan sangat lokal, ketinggalan jaman, tidak sesuai dengan ajaran agama dan lain-lainnya. Hal ini dapat dimaklumi karena “adat” adalah suatu aturan tanpa adanya sanksi riil (hukuman) di masyarakat kecuali menyangkut soal dosa adat yang erat berkaitan dengan soal-soal pantangan untuk dilakukan (tabu dan kualat).Terlebih lagi muncul istilah-istilah adat budaya, adat istiadat, dll.14

Kata adat berasal dari bahasa Arab yang berarti kebiasaan atau tradisi. Hubungannya dengan hukum adalah bahwa adat atau kebiasaan dapat menjadi atau dijadikan hukum dengan syarat tidak bertentangan dengan kepentingan umum.

3. Tradisi

A. Pengertian tradisi

Tradisi adalah kebiasaan yang turun temurun dalam suatu masyarakat. Tradisi merupakan mekanisme yang dapat membantu untuk memperlancar perkembangan pribadi anggota masyarakat, misalnya dalam membimbing anak menuju kedewasaan.


(43)

Tradisi juga penting sebagai pembimbing pergaulan bersama di dalam masyarakat. W.S. Rendra menekankan pentingnya tradisi dengan mengatakan bahwa tanpa tradisi, pergaulan bersama akan menjadi kacau, dan hidup manusia akan menjadi biadab. Namun demikian, jika tradisi mulai bersifat absolut, nilainya sebagai pembimbing akan merosot. Jika tradisi mulai absolut bukan lagi sebagai pembimbing, melainkan merupakan penghalang kemajuan. Oleh karena itu, tradisi yang kita terima perlu kita renungkan kembali dan kita sesuaikan dengan zamannya.15

Tradisi (Bahasa Latin: traditio, "diteruskan") atau kebiasaan, dalam pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan untuk sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu negara, kebudayaan, waktu, atau agama yang sama. Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun (sering kali) lisan, karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah.

Tradisi merupakan keyakinan yang dikenal dengan istilah animism dan dinanisme. Animisme berarti percaya kepada roh-roh halus atau roh leluhur yang ritualnya terekspresikan dalam persembahan tertentu di tempattempat yang dianggap keramat.

Kepercayaan seperti itu adalah agama mereka yang pertama, semua yang bergerak dianggap hidup dan mempunyai kekuatan gaib atau memiliki roh yang berwatak buruk maupun baik. Dengan kepercayaan tersebut mereka beranggapan bahwa disamping semua roh yang ada, terdapat roh yang paling berkuasa dan lebih kuat dari manusia. Dan, agar terhindar dari roh tersebut mereka menyembahnya dengan jalan upacara yang disertai dengan sesaji-sesaji.


(44)

Seperti prosesi upacara selamatan atau ruwatan yang dilaksanakan dengan metode pertunjukan tari-tarian tradisional dan pagelaran wayang kulit misalnya, semua itu adalah sisa-sisa tindakan keagamaan orang Jawa peninggalan zaman animisme yang hingga saat ini masih terus dianut dan dilaksanakan secara turun temurun sebagai tradisi. meskipun saat ini adalah sudah termasuk era modern yang semuanya serba teknologi canggih, dan syari‟at Islam pun sudah sempurna oleh Nabi Muhammad Saw, akan tetapi bagi masyarakat atau orang-orang jawa yang jiwanya sudah menyatuh dengan tanah pulau jawa, mereka masih erat dengan sikap-sikap dan tingkah laku orang-orang jawa terdahulu yang diwariskan oleh nenek moyang tanah Jawa, bahkan orang-orang jawa tulen tersebut berkeyakinan betapa pentingnya budaya-budaya dan adat-adat jawa untuk kehidupannya. Meskipun orang-orang Jawa tersebut mengakui telah memeluk agama islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw, dan semua tindakan yang tersebut diatas bukanlah yang termasuk dari ajaran-ajaran syari‟at islam, akan tetapi adat peninggalan dari ajaran hindu-budha yang masih lekat dengan kepercayaan animismedinamisme tersebut masih dijaga dan dilaksanakan serta dipercayai dan diyakini oleh mereka.

Sedangkan dinamisme adalah suatu istilah dalam antropologi untuk menyebut sesuatu pengertian tentang sesuatu kepercayaan. Kata ini berasal dari kata Yunani dynamis atau dynaomos yang artinya kekuatan atau tenaga. Jadi dinamis ialah keyakinan bahwa benda-benda tertentu memilki kekuatan gaib, karena itu harus dihormati dan terkadang harus dilakukan ritual tertentu untuk menjaga tuah-nya. Keyakinan semacam itu membentuk prilaku mereka dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam wujud etika maupun ekspresi berkesenian. Melalui proses pewarisan, dari orang per-orang atau dari generasi ke generasi lain, tradisi mengalami perubahan-perubahan baik dalam skala besar


(45)

maupun kecil. Inilah yang dikatakan dengan invented tradition, dimana tradisi tidak hanya diwariskan secara pasif, tetapi juga direkonstruksi dengan maksud membentuk atau menanamkannya kembali kepada orang lain.16 Oleh karena itu, dalam memandang hubungan islam dengan tradisi atau kebudayaan. selalu terdapat variasi interpretasi sesuai dengan konteks lokalitas masingmasing.

4. Ritual

A. Pengertian Ritual

Semua agama mengenal ritual, salah satu tujuan pelaksanaan ritual adalah untuk pemeliharaan dan pelestarian kesakralan. Ritual juga merupakan tindakan yang memperkokoh hubungan pelaku dengan objek yang suci, dan memperkuat solidaritas kelompok yang menimbulkan rasa aman dan kuat mental.

Ritual sendiri didefinisikan sebagai perilaku yang diatur secara ketat, dilakukan sesuai dengan ketentuan dan berbeda dengan perilaku sehari-hari, baik cara melakukannya maupun maknanya.

Ritual sendiri didefinisikan sebagai perilaku yang diatur secara ketat, dilakukan sesuai dengan ketentuan dan berbeda dengan perilaku sehari-hari, baik cara melakukannya maupun maknanya.

Pendapat para ahli tentang ritual diantaranya yaitu : 1. Menurut Djamari, ritual ditinjau dari dua segi, yaitu:17

a. Tujuan (makna)

16 Darori Amin, Islam dan Kebudayaan Jawa (Yogyakarta, Gama Media, 2000),6.


(46)

1. Bersyukur kepada Tuhan.

2. Mendekatkan diri kepada Tuhan agar mendapatkan keselamatan dan rahmat. 3. Meminta ampun atas kesalahan.

b. Cara

1. Individual, seperti meditasi, bertapa dan yoga.

2. Kolektif (umum), seperti khutbah, shalat berjamaah dan haji.

2. Menurut Hormans, ritual berawal dari kecemasan dan membaginya menjadi dua tingkatan, yaitu :

a. Kecemasan primer yang melahirkan ritual primer. Ritual ini didefinisikan sebagai upacara yang bertujuan mengatasi kecemasan, meskipun tidak langsung berpengaruh terhadap tercapainya tujuan.

b. Kecemasan sekunder sebagai upacara penyucian untuk kompensasi kemungkinan kekeliruan dan kekurangan dalam ritual primer.

3. Antony Wallace, meninjau ritual dari segi jangkauannya yakni sebagai berikut :18 a. Ritual sebagai teknologi, seperti upacara yang berhubungan dengan kegiatan

pertanian dan perburuan.

b. Ritual sebagai terapi, seperti upacara untuk mengobati dan mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.

c. Ritual sebagai ideologis mitos dan ritual tergabung untuk mengendalikan suasana perasaan hati, nilai, sentimen dan perilaku untuk kelompok yang baik. Misal upacara inisiasi yang merupakan konfirmasi kelompok terhadap status, hak dan tanggung jawab yang baru.

18 Ibid., 69


(47)

d. Ritual sebagai penyelamatan (salvation), misalnya seseorang yang mempunyai pengalaman mistikal seolah-olah menjadi orang baru, ia berhubungan dengan kosmos yang juga mempengaruhi dunia profan.

e. Ritual sebagai revitalisasi (penguatan atau penghidupan kembali) yang bertujuan untuk penyelamatan tetapi fokusnya masyarakat. Contohnya kegiatan istighotsah yang sering dilakukan warga NU.19

Semua Agama mengenal ritual, karena setiap agama memiliki ajaran tentang hal yang sakral. Salah satu tujuan pelaksanaan ritual adalah pemeliharaan dan pelestarian kesakralan. Disamping itu, ritual merupakan tindakan yang memperkokoh hubungan pelaku dengan objek yang suci; dan memperkuat solidaritas kelompok yang menimbulkan rasa aman dan kuat mental.

Hampir semua masyarakat yang melakukan ritual keagamaan dilatarbelakangi oleh kepercayaan. Adanya kepercayaan pada yang sakral, menimbulkan ritual. Oleh karena itu, ritual didefinisikan sebagai perilaku yang diatur secara ketat, dilakukan sesuai dengan ketentuan, yang berbeda dengan perilaku sehari-hari, baik cara melakukannya maupun maknanya. Apabila dilakukan sesuai dengan ketentuan, ritual diyakini akan mendatangkan keberkahan, karena percaya akan hadirnya sesuatu yang sakral. Sedangkan perilaku profan dilakukan secara bebas.

Ritual ditinjau dari dua segi: tujuan (makna) dan cara. Dari segi tujuan, ada ritual yang tujuannya bersyukur kepada Tuhan; ada ritual yang tujuannya mendekatkan diri kepada

19 http://haznsinaga.blogspot.co.id/2012/10/makalah-pendidikan-agama-islam.html tgl 16-06-2016 pukul 4:40 wib


(48)

Tuhan agar mendapatkan keselamatan dan rahmat; dan ada yang tujuannya meminta ampun atas kesalahan yang dilakukan.20

Adapun dari segi cara, ritual dapat dibedakan menjadi dua: individual dan kolektif. Sebagian ritual dilakukan secara perorangan, bahkan ada yang dilakukan dengan mengisolasi diri dari keramaian, seperti meditasi, bertapa, dan yoga. Ada pula ritual yang dilakukan secara kolektif (umum), seperti khotbah, salat berjamaah, dan haji.

George Homans menunjukkan hubungan antara ritual dan kecemasan. Menurut Homans, ritual berawal dari kecemasan. Dari segi tingkatannya, ia membagi kecemasan menjadi: kecemasan yang bersifat "sangat", yang ia sebut kecemasan primer; dan

kecemasan yang biasa, yang ia sebut kecemasan.

Selanjutnya, Homans menjelaskan bahwa kecemasan primer melahirkan ritual primer; dan kecemasan sekunder melahirkan ritual sekunder. Oleh karena itu, ia mendefinisikan ritual primer sebagai upacara yang bertujuan mengatasi kecemasan meskipun tidak langsung berpengaruh terhadap tercapainya tujuan- dan ritual sekunder sebagai upacara penyucian untuk kompensasi kemungkinan kekeliruan atau kekurangan dalam ritual primer.

Berbeda dengan Homans, C. Anthony Wallace21 meninjau ritual dari segi jangkauannya, yakni sebagai berikut.

1. Ritual sebagai teknologi, seperti upacara yang berhubungan dengan kegiatan pertanian dan perburuan.

20 Darori Amin, Islam dan Kebudayaan Jawa… , 8-9 21 Djamari, Islam dan Kebudayan Indonesia…, 70


(49)

2. Ritual sebagai terapi, seperti upacara untuk mengobati dan mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.

3. Ritual sebagai ideologis mitos dan ritual tergabung untuk mengendalikan suasana perasaan hati, nilai, sentimen, dan perilaku untuk kelompok yang baik. Misalnya, upacara inisiasi yang merupakan konfirmasi kelompok terhadap status, hak, dan tanggung jawab yang baru.

4. Ritual sebagai penyelamatan (salvation), misalnya seseorang yang mempunyai pengalaman mistikal, seolah-olah menjadi orang baru; ia berhubungan dengan kosmos yang juga mem¬pengaruhi hubungan dengan dunia profan.

5. Ritual sebagai revitalisasi (penguatan atau penghidupan kembali). Ritual ini sama dengan ritual salvation yang bertu¬juan untuk penyelamatan tetapi fokusnya masyarakat.

B. Ritual Islam

Secara umum, ritual dalam Islam dibedakan menjadi dua, yaitu :

1 Ritual yang mempunyai dalil yang tegas dalam Alqur’an dan sunnah. Seperti sholat. 2 Ritual yang tidak mempunyai dalil, baik dalam Alqur’an maupun As sunnah.

Contohnya marhaban atau mauludan dan tahlil.22

Ditinjau dari sudut tingkatan dibedakan menjadi tiga, yaitu :

1 Ritual Islam yang primer adalah ritual yang wajib dilakukan oleh umat Islam. Umpamanya, salat wajib lima waktu dalam sehari semalam. Kewajiban ini

22 Iqbal Irham, Rasa Ruhani Spiritualitas di Abad Modern, (Bandung : Cita Pustaka Media Perintis,2002), 100


(50)

disepakati oleh ulama karena berdasarkan ayat Al-Quran dan hadis Nabi Muhammad Saw.

2 Ritual Islam yang sekunder adalah ibadah shalat sunah, umpamanya bacaan dalam rukuk dan sujud, salat berjamaah, salat tahajud dan salat duha.

3 Ritual Islam yang tertier adalah ritual yang berupa anjuran dan tidak sampai pada derajat sunah. Umpamanya, dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Nasa'i dan Ibnu Hibban yang rnenyatakan bahwa Nabi Muhammad Saw bersabda, "Orang yang membaca ayat kursi setelah salat wajib, tidak akan ada yang menghalanginya untuk masuk surga. Meskipun ada hadis tersebut, ulama tidak berpendapat bahwa membaca ayat kursi setelah salat wajib adalah sunah. Karena itu, membaca ayat kursi setelah salat wajib hanya bersifat tahsini.

Dari sudut mukallaf, ritual islam dibedakan menjadi dua, yaitu : 1 Ritual yang diwajibkan pada tiap orang (fardlu ain).

2 Ritual yang diwajibkan pada tiap individu tetapi pelaksanaannya dapat diwakili oleh sebagian orang (fardlu kifayah).

Dari segi tujuan, ritual Islam dibedakan menjadi dua, yaitu :

1 Ritual yang betujuan mendapatkan ridlo Allah dan kebahagiaan ukhrowi.

2 Ritual yang bertujuan mendapatkan balasan didunia, seperti sholat istisqa’ yang dilaksanakan untuk memohon kepada Allah agar berkenan menakdirkan turun hujan23

23 Ibid., 102


(51)

Dengan meminjam pembagian ritual menurut Hormans, ritual Islam juga dapat dibagi menjadi dua, yaitu primer dan sekunder. Misalnya kewajiban melakukan sholat Jum’at bagi muslim laki-laki, untuk menutup kemungkinan tidak terpenuhinya salah satu atau beberapa syarat shalat Jum’at, sebagian masyarakat Indonesia terdapat kebiasaan melakukan shalat I’adah. Maka shalat Jum’at berkedudukan sebagai ritual primer dan shalat I’adah sebagaai ritual sekunder.

C. Singkretisme Budaya

1. Pengertian Singkretisme

Secara etimologis, sinkretisme berasal dari kata syin dan kretiozein atau kerannynai, yang berarti mencampurkan elemen-elemen yang saling bertentangan. Adapun pengertiannya adalah suatu gerakan di bidang filsafat dan teologi untuk menghadirkan sikap kompromi pada hal yang agak berbeda dan bertentangan.Simuh menambahkan bahwa sinkretisme dalam beragama adalah suatu sikap atau pandangan yang tidak mempersoalkan murni atau tidaknya suatu agama. Oleh karena itu, mereka berusaha memadukan unsur-unsur yang baik dari berbagai agama, yang tentu saja berbeda antara satu dengan yang lainnya, dan dijadikannya sebagai satu aliran, sekte, dan bahkan agama.24

Menurut Sumanto al-Qurtubi, “proses sinkretisme menjadi tak terelakkan ketika terjadi perjumpaan dua atau lebih kebudayaan atau tradisi yang berlainan”25

Dalam menerangkan keberagaman masyarakat Jawa, kuncaraningrat membagi mereka menjadi dua, yaitu agama Islam Jawa dan agama Islam Santri. Yang pertama

24 Jules Archer, Mistik Kejawen singkretisme simbolisme dan sufisme, (Yogyakarta : Kanisius,2006), 234 25 Ibid., 235


(52)

kurang taat kepada syariat dan bersikap sinkretis yang menyatukan unsur-unsur pra-Hindu, pra-Hindu, dan Islam, sedangkan yang kedua lebih taat dalam menjalankan ajaran agama Islam dan bersifat puritan.Namun demikian, meski tidak sekental pengikut agama Islam Jawa dalam keberagamaan, para pemeluk Islam santri juga masih terpengaruh oleh animisme, dinamisme, dan Hindu-Budha.

2. Latar Belakang Munculnya Sinkretisme Islam Jawa

Membaca lahirnya sinkretisme Islam-Jawa ada baiknya jika dihubungkan dengan masuknya Islam di Jawa. Ada tiga hal yang sangat penting untuk diketahui berkaitan dengan latar belakang sejarah sinkretisme Islam-Jawa. Pertama, pada waktu itu sejarah Islam tercatat dalam periode kemunduran. Runtuhnya Dinasti Abbasiyah oleh serangan Mongol pada 1258 M., dan tersingkirnya Dinasti Al-Ahmar (Andalusia atau Spanyol) oleh gabungan tentara Aragon dan Castella pada 1492 M menjadi pertanda kemunduran politik Islam. Begitu juga arus keilmuan dan pemikiran Islam saat itu terjadi stagnasi.26

Hal ini berpengaruh pada tipologi penyiaran Islam yang elastis dan adaptif terhadap kekuatan unsur-unsur lokal, mengingat kekuatan Islam baik secara politik maupun keilmuan sedang melemah. Bertepatan pada akhir abad XV di mana terjadi Islamisasi secara besar-besaran di tanah Jawa, maka metode dakwah Islam seperti pada umumnya waktu itu bercorak apresiatif dan toleran terhadap budaya dan tradisi setempat.27

Kedua, pandangan hidup masyarakat Jawa sangat tepo seliro dan bersedia membuka diri serta berinteraksi dengan orang lain. Menurut Marbangun Hardjowirogo, masyarakat Jawa lebih menekankan sikap atau etika dalam berbaur dengan seluruh komponen bangsa yang bermacam-macam suku dan bahasa, adat dan termasuk agama. Karena manusia

26 Slamet Andi, Sorotan Budaya jawa, (Yogyakarta : FESET, 2009), 311 27 Ibid., 312


(53)

Jawa sadar bahwa tak mungkin orang Jawa dapat hidup sendiri. Pandangan demikian senada dengan filsafat Tantularisme khas Jawa yang mengajarkan humanisme dalam segala bidang sinkretismeme.

Pandangan hidup masyarakat Jawa seperti ini lebih mempermudah dalam menerima ajaran Islam yang kategorinya paham asing. Akhirnya proses interaksi antara keduanya tidak bersifat konfrontatif, sebaliknya bersifat akomodatif dan toleran. Kedua hal itulah yang melatarbelakangi sinkretisme Islam dengan budaya kejawen terjadi sangat mudah dan seakan tanpa sekat.

Ketiga, sebelum Islam membumi di Jawa, yang membingkai corak kehidupan masyarakat adalah agama Hindu-Budha serta kepercayaan animisme maupun dinamisme. Hindu, Budha, animisme maupun dinamisme yang menjadi system kepercayaan atau agama tentunya (sesuai agama-agama lain) telah mengajarkan konsep-konsep religiusitas yang mengatur hubungan menusia dengan Tuhan yang diyakini sebagai pencipta alam.28

Spiritualitas dan religiusitas yang menjadi pijakan keberagamaan orang Jawa yang terkandung dari keempat unsur tersebut jika kita benturkan dalam “kesalihan” Jawa tidak lain adalah untuk mencapai satu titik tertinggi, yaitu kasunyatan atau kesejatian hidup. Tak berbeda dengan Islam, sebagai ajaran agama nilai-nilai ajaran yang ada di dalamnya pun memuat prinsip-prinsip kepercayaan masyarakat Jawa, khususnya berkaitan dengan keberadaan sang pencipta atau Tuhan. Dalam semua tradisi tersebut, termasuk Islam, Tuhan merupakan wujud kekuatan adikodrati yang mengendalikan segala sesuatu yang manusia harus tunduk kepada-Nya dalam bentuk pengabdian.

28 Ibid., 313


(54)

Dengan menggunakan kerangka berpikir sedemikian, Islam menjadi mudah diterima dan menyatu di dalam masyarakat merupakan sebuah keniscayaan yang tak terhindarkan. Pandangan Jawa yang meyakini agama ageming aji, adalah falsafah yang mengajarkan bahwa agama merupakan sebuah ajaran agar kehidupan yang dijalani mendapatkan kebahagiaan dan ketentraman sesuai dengan norma-norma dan nilai-nilai kemanusiaan dan nilai-nilai ketuhanan.

Tiga hal inilah yang melatarbelakangi masuknya Islam di tanah Jawa terhitung cukup mudah dan bisa berinteraksi secara damai dengan masyarakat. Tetapi di samping itu, tidak terlepas pula peran besar Walisongo yang menggunakan metode yang toleran dan akomodatif terhadap budaya dan agama Jawa.29

3. Praktek-praktek Sinkretisme Budaya Islam Jawa

Untuk lebih mengkongkritkan pengertian dan pemahaman tentang masalah

sinkretisme, berikut ini diuraikan bebrapa contoh.

Penggabungan antara Dua Agama atau Aliran atau Lebih

a. Bidang Ritual

1. Upacara Midodareni

Bagi masyarakat tradisional, pergantian waktu dan perubahan fase kehidupan adalah saat-saat genting yang perlu dicermati dan diwaspadai. Untuk itu mereka mengadakan upacara peralihan yang berupa slametan, makan


(55)

bersama (kenduri), prosesi dengan benda-benda keramat dan sebagaimya. Begitu pula sebelum Islam datang, di kalangan masyarakat Jawa sudah terdapat ritual-ritual keagamaan. Hal ini diwujudkan dalam bentuk slametan yang berkait dengan siklus kehidupan, seperti kelahiran, kematian, membangun dan pindah rumah, menanam dan memanen padi, serta penghormatan terhadap roh para leluhur dan roh halus. Ketika Islam datang ritual-ritual ini tetap dilanjutkan, hanya isinya diubah dengan unsur-unsur dari ajaran Islam. Maka terjadilah islamisasi Jawaisme (keyakinan dan budaya Jawa).

Upacara Midodareni misalnya, adalah suatu ritual yang dilangsungkan pada malam hari menjelang hari perkawinan. Ritual ini dimaksudkan sebagai usaha keluarga pengantin untuk mendekati para bidadari dan roh halus supaya melindungi kedua calon pengantin dari mara bahaya yang menganggu jalannya perkawinan dan hari-hari sesudahnya. Dikalangan muslim yang taat dalam beragama, ritual ini diisi dengan pembacaam Barzanji, kalimat toyyibah, dan tahlil.30

2. Upacara Barokahan dan Sepasaran

Dalam Islam, ketika seorang bayi lahir, ayah ibunya disyariatkan untuk melaksanakan aqiqah, dengan menyembelih seekor kambing kalau yang dilahirkan perempuan, dan duaekor kambing kalau yang dilahirkan laki-laki. Namun kenyataan menunjukkan masyarakat muslim Jawa tidak melaksanakan perintah ini. Sebagai gantinya mereka mengadakan upacara barokahan (diadakan setelah bayi lahir ke dunia ni dengan selamat) dan sepasaran (ketika


(56)

bayi berusia lima hari), dengan harapan dan doa, agar anak yang dilahirkan tersebut akan menjadi orang linuwih di kemudian hari.

3. Sungkeman

Menggabungkan Islam dengan budaya lokal dalam konteks ini adalah melaksanakan syariat Islam dengan kemasan budaya Jawa. Berbakti kepada kedua orang tua adalah wajib. Dalam melaksanakan syariat ini masyarakat Jawa biasanya menggunakan media sungkem. Sungkeman31

Menggabungkan Islam dengan budaya lokal dalam konteks ini adalah melaksanakan syariat Islam dengan kemasan budaya Jawa. Berbakti kepada kedua orang tua adalah wajib. Dalam melaksanakan syariat ini masyarakat Jawa biasanya menggunakan media sungkem.

a. Aspek Kepercayaan

Fondasi Islam telah menyatu dengan berbagai unsur keyakinan Hindu-Budha maupun kepercayaan primitif. Sebutan Allah dengan berbagai nama yang terhimpun dalam asma’ al husna telah berubah menjadi Gusti Allah, Gusti Kang Murbeng Dumadi (al-Khaliq), Ingkang Maha Kuwaos (al-Qadir), Ingkang Maha Esa (al-Ahad), Ingkang Maha Suci, dan lain-lain.

Nama-nama itu bercampur dengan nama dari agama lain sehingga muncul sebutan Hyang Maha Agung (Allahu Akbar), Hyang Widi, Hyang Jagad Nata (Allah rabb al-alamin), atau Sang Hyang Maha Luhur (Allah Ta’ala). Kata Hyang berarti Tuhan atau lebih tepatnya dewa, sehingga


(57)

Hyang-an diartikan sebagai tempat para dewa. Dalam hal ini Allah terhayati sebagai pribadi yang menjadikan, memelihara, memberikan petunjuk, dan memberi rizki kepada semua makhluk ciptaan-Nya. 32

b. Dalam Doa dan Mantera

Salah satu jasa Sunan Makhdum Ibrahim, yang dikenal sebagai Sunan Bonang, dalam menyebarkan Islam di Jawa adalah mengganti nama-nama dewa-dewa yang terdapat dalam mantera-mantera dan doa dengan nama nabi, malaikat, dan tokoh-tokoh terkenal di dalam Islam. Dengan cara ini diharapkan masyarakat berpaling dari memuja dewa-dewa dengan menggantinya dengan tokoh-tokoh yang berasal dari dunia Islam.33

c. Reaksi terhadap Usaha Sinkretisasi

Dalam mengahadapi sinkretisasi ajaran-ajaran Islam dengan tradisi Jawa pra-Islam, paling tidak telah muncul tiga pendapat. Di kalangan masyarakat Jawa terdapat orang-orang muslim taat, yang kalu ditanya tentang landasan dalam mengamalkan ajaran-ajaran Islam, mereka menjawab landasanya adalah al-Quran dan as-Sunnah. Namun meskipun mereka mempunyai landasan yang sama, implementasi gagasan ini di lapangan berbeda antara satu kelompok dengan kelompok lainnya.

D. Adaptasi Aqidah Menurut Tallcot Parson

1. Biografi Tallcot Parson

32 Ibid., 68


(58)

Talcott Parsons dilahirkan di Colorado Springs pada tahun 1902. Ia berasal dari latar belakang religius dan intelektual. Ayahnya seorang pendeta, Profesor dan akhirnya menjadi rektor sebuah perguruan tinggi kecil. Pada 1920 Ia masuk ke Amherst College. Setelah itu, ia melanjutkan studi pascasarjana di London School of Economics tahun 1924. Pada tahun 1925, Parsons pindah ke Heidelberg, Jerman. Max Weber lama berkarier di Heidelberg dan meski ia telah meninggal 5 tahun sebelum kedatangan Parsons, pengaruh Weber tetap bertahan dan jandanya meneruskan pertemuan-pertemuan di rumahnya, yang juga diikuti oleh Parsons.34

Parsons sangat dipengaruhi oleh karya Weber dan akhirnya menulis d45isertasinya di Heidelberg, yang sebagian menjelaskan karya Weber.Pada tahun 1927, ia menjadi instruktur dalam ekonomi di Amherst.

Sejak tahun 1927 hingga wafat pada tahun 1979 ia berprofesi sebagai pengajar di Harvard, Amerika Serikat. Pada 1937, ia mempublikasikan sebuah buku yang menjadi dasar bagi teori-teorinya, yaitu buku “The Structure of Social Action”.35

Sejak tahun 1944, ia menjadi ketua jurusan sosiologi di Harvard, Amerika Serikat. Pada tahun 1946, ia menjadi ketua jurusan hubungan sosial di universitas tersebut. Pada tahun 1949, ia dipilih sebagai Presiden Assosiasi Sosiologi Amerika. Dan pada tahun 1951, ia menjadi tokoh dominant sosiologi Amerika seiring dengan terbitnya buku karyanya “The Social System”.

Pada akhir 1960-an, Parsons mendapat serangan oleh sayap radikal sosiologi Amerika karena ia dipandang konservatif (dalam sikap politiknya maupun

34 Mudji sutrisno, Teori-teori Kebudayaan,(Yogyakarta : Kanisius, 2006).345 35 Ibid., 346


(59)

teorinya). Selain itu teori-teorinya juga dipandang hanya sebagai skema kategorisasi panjang-lebar.

Pada tahun 1980-an, teori-teorinya diminati diseluruh dunia. Menurut Holton dan Turner (1986),36 karya-karya parsons memberikan kontribusi lebih besar bagi teori sosiologi, daripada Marx, Weber maupun Durkheim. Selain itu, ide-ide pemikiran Parsons maupun teori-teorinya, tidak hanya mempengaruhi para pemikir konservatif namun juga teoretisi Neo-Marxian (khususnya Jurgen Habermas).

Setelah kematian Parsons, sejumlah bekas mahasiswanya, semuanya sosiolog sangat terkenal, merenungkan arti pentingnya teorinya maupun pencipta teori itu sendiri. Dalam renungan mereka, para sosiolog ini mengemukakan pengertian menarik tentang Parsons dan karyanya. Beberapa pandangan selintas mengenai Parsons yang direproduksi di sini bukan dimaksudkan untuk membuat gambaran yang masuk akal, tetapi dimaksudkan untuk mengemukkan pandangan selintas yang provokatif mengenai Parsons dan karya-karyanya.

2. Pemikiran

Sebagai seorang sosiolog kontemporer dari Amerika yang menggunakan pendekatan fungsional dalam melihat masyarakat, baik yang menyangkut fungsi dan prosesnya. Pendekatannya selain diwarnai oleh adanya keteraturan masyarakat yang ada di Amerika juga dipengaruhi oleh pemikiran Auguste Comte, Emile Durkheim, Vilfredo Pareto dan Max Weber.37 Hal tersebut di ataslah yang menyebabkan Teori Fungsionalisme Talcott Parsons bersifat kompleks. Asumsi

36 Ibid., 347


(60)

dasar dari Teori Fungsionalisme Struktural, yaitu bahwa masyarakat terintegrasi atas dasar kesepakatan dari para anggotanya akan nilai-nilai kemasyarakatan tertentu yang mempunyai kemampuan mengatasi perbedaan-perbedaan sehingga masyarakat tersebut dipandang sebagai suatu sistem yang secara fungsional terintegrasi dalam suatu keseimbangan. Dengan demikian masyarakat adalah merupakan kumpulan sistem-sistem sosial yang satu sama lain berhubungan dan saling ketergantungan.38

Teori Fungsionalisme Struktural yang mempunyai latar belakang kelahiran dengan mengasumsikan adanya kesamaan antara kehidupan organisme biologis dengan struktur sosial dan berpandangan tentang adanya keteraturan dan keseimbangan dalam masyarakat tersebut dikembangkan dan dipopulerkan oleh Talcott Parsons.

Teori Fungsionalisme Struktural yang dibangun Talcott Parsons dan dipengaruhi oleh para sosiolog Eropa menyebabkan teorinya itu bersifat empiris, positivistis dan ideal. Pandangannya tentang tindakan manusia itu bersifat voluntaristik, artinya karena tindakan itu didasarkan pada dorongan kemauan, dengan mengindahkan nilai, ide dan norma yang disepakati. Tindakan individu manusia memiliki kebebasan untuk memilih sarana (alat) dan tujuan yang akan dicapai itu dipengaruhi oleh lingkungan atau kondisi-kondisi, dan apa yang dipilih tersebut dikendalikan oleh nilai dan norma.

Prinsip-prinsip pemikiran Talcott Parsons, yaitu bahwa tindakan individu manusia itu diarahkan pada tujuan. Di samping itu, tindakan itu terjadi pada suatu

38 Ibid.,124


(1)

Suatu budaya yang sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Desa Kepunten Sidoarjo lambat laun akan bisa menyesuaikan diri terhadap aqidah. Sehingga menciptakan masyarakat yang bisa memahami budaya dengan pemahaman yang luas.

Adaptasi aqidah masyarakat Desa Kepunten dalam budaya pendam Ari-ari dapat ditemukan suatu pemahaman aqidah hanya sebagai teori yang dihafal bukan dilaksanakan. Artinya mereka tidak melaksanakan ajaran aqidah dalam kehidupanya. Mereka paham aqidah itu iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikit pun bagi orang yang meyakininya. Faktanya mereka tidak percaya dengan keagungan Allah melainkan percaya dengan nenek moyang mereka. Untuk mengetahui aqidah masyarakat yang telah tercampur dengan budaya. Kemudian tujuan mereka yang menggunakan budaya pendam-ari karena terlalu cintanya terhadap buah cintanya sehingga mereka menerabas batasan-batasan aqidah. Upaya untuk mencari titik tengah antara aqidah dan budaya dengan pemahaman-pemahaman mengenai budaya pendam ari-ari, sehingga menghasilkan ilmu-ilmu. Itu salah satu upaya mengintegrasikan antara aqidah dan budaya. Hasil dari integrasi aqidah dan budaya yaitu beranjak meninggalkan budaya pendam ari-ari tanpa mencela mereka yang masih menggunakan dengan menguatkan aqidah. Kemudian menjaga tingkah laku kita agar tidak terjebak dalam penyelewengan aqidah.

B. Saran

Setelah selesai membahas aqidah masyarakat Desa Kepunten terhadap budaya pendam ari-ari, maka penulis mempunyai beberapa saran yang diantaranya kepada seluruh masyarakat luas dan khususnya penduduk Desa Kepunten Sidoarjo hendaknya


(2)

memperhatikan dan menyadari bahwa kepercayaan tersebut sedikit banyak mempengaruhi keyakinan masyarakat yang lainya. Oleh karena itu mari kita mengawali dan berani meninggalkan sesuatu yang menjadi budaya terhadap suatu pemahaman ilmu pengetahuan tentang budaya penda ari-ari.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Muhaimin, Studi Islam Dalam Ragam Dimensi & pendekatan, Jakarta: Kencana Perdana Media,2012

Kusumohamodjojo,Budiono Kebhinekaan Masyarakat Indonesia. Jakarta: Grasindo,2000 Gazalba,Sidi Pengantar Kebudayaan Sebagai Ilmu, Jakarta : Pustaka Antara,1986

Salam,Burhanudin Etika Sosial: Asas Moral dalam Kehidupan Manusia, Jakarta: PT Rineka Cipta.1997

Efendi,Ahmad Agama dan Budaya Di Indonesia dan perkembanganya, Jakarta : UI Press, 1986 Pranata Santoso,MagdalenaFilsafat Agama, Yogyakarta : GRAHA ILMU, 2001

Watra,I Waan Dasar filsafat Agama-Agama dalam Rangka menciptkan keindahan

Multikulturalisme diIndonesia, Surabaya : Paramita,2000

Harjoni, Agama Islam Dalam Pandangan Filoosofis Sebuah Penhargaan Terhadap Nafsu dan Akal, Bandung : Alfabeta, 2006

Jirhanuddin, Perbandingggan Agama Pengantar Studi Memahami Agama-Agama, Bandung : Alfabet, 2006

Syafaq, Hamis Masyarakat Islam dan Tantangan Modernisasi, Surabaya, IAIN PRES, 2007 Shihab, Quraish Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran, Ciputat : Lentera Hati,

2009

Solikin, Nur Agama & Problem Sosial, Yogyakarta : Pustaka Pelajar 2007

H. Lauer,Robert Perspektif tentang Perubahan Sosial (terj.) Alimandan SU Jakarta: Rineka Cipta, 2003

Pramono, M Bambang Memahami Islam Jawa, Yogyakarta : Pustaka Alvabet, 2009 .

Jones, Pip Pengantar Teori-Teori Sosial : Dari Teori Fungsional hingga Post-Modernisme Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia,2009


(4)

Moleong, J Lexy Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2007 Sugiyono, Metodologi Penelitian Kuantitatif Kulaitatif dan R dan D, Bandung : Alfabeta,2009 Straus, Anselm Dasar-dasar penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2001

Sarwono, Jonatan Metodologi Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, Yogyakarta : Graha Ilmu,2006 Abdul Qadir, yazid Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, Bogor : Pustaka At-Taqwa,2004 Sayid Sabiq, Sayid Aqidah Islamiyah, Jakarta : Rabbani Pers, 2007

Shalih, Muhammad Al-Qadha wal Qadar, Bogor : Daru Haq,1999

Martin, Richar Pendekatan Kajian Islam dalam Studi Agama, Surakarta : Muhammadiyah Press, 2007

Anshari, Endang Sarfuddin Ilmu Filsafat dan Agama, Surabaya : Bina Ilmu, 1987

Amin, Abdullahh Studi Agama : Normati ataukah Hstoris (Yogyakarta : Pustaka Pelajar,2006 Efendi, Ahmad Kebudayaan Sebagai Identitas Bangsa Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2009 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Teologi, Jakarta : Rinaka Cipta, 2012

Kuncoroningrat, Sejarah Kebudayaan Indonesia Yogyakarta: Jambatan, 1954 Johanes, Mardimin Jangan Tangisi Tradisi Yogyakarta: Kanisius, 1994 Amin, Darori Islam dan Kebudayaan Jawa Yogyakarta, Gama Media, 2000 Djamari, Islam dan Kebudayan Indonesia.(Yogyakarta : Kanisius, 2006), 67

Irham, Iqbal Rasa Ruhani Spiritualitas di Abad Modern, Bandung : Cita Pustaka Media Perintis,2002

Archer, Jules Mistik Kejawen singkretisme simbolisme dan sufisme, Yogyakarta : Kanisius,2006 Andi, Slamet Sorotan Budaya jawa, Yogyakarta : FESET, 2009

Purna, Setia Antropologi Mengungkap Keagamaan Budaya, Yogyakarta : Pustaka Pelajar,2005 Sutrisno, Mudji Teori-teori Kebudayaan, Yogyakarta : Kanisius, 2006


(5)

Makinudin, Teori-teori Analisis Sosial, Bandung : AKATIGA,2009

Lechte, John 50 Filsuf Kontemporer dari strukturalisme sampai Postmodernisme, Yogyakarta : Kanisius,2006

Poloma, Margaret Sosiologi Kontemporer, Jakarta : Bumi Aksara Curry, 2012

Giddens, Anthony Kapitalisme dan Teori Sosial modern, terj. Soeheba Kramadibrata, Jakarta: UI Press, 1985

B. Internet :

https://kyaimbeling.wordpress.com/sedulur-papat-limo-pancer(2 Agustus 2016 pukul 13:00)

http://haznsinaga.blogspot.co.id/2012/10/makalah-pendidikan-agama-islam.html tgl 16-06-2016 pukul 4:40 wib

http://www.artikelsiana.com/2015/10/pengertian-budaya-unsur-ciri-budaya.html tgl 16-06-2016 pukul 3:30 wib

http://www.islamjawa.Html23Maret2016pukul07:00

C. Wawancara

Bambang Supriadi, kepala desa Kepunten, wawancara, 1 Juni 2016 Mbah ketang ,Juru kunci punden ,wawancara, 2 Juni 2016

Kamadi, Juru kunci punden ,Wawancara, 5 Juni 2016

H.Sucipto, Ta’mir masjid Baitus Shalihin ,Wawancara , 11 Juli 2016 Ali Shohdikin, Pengurus pondok mahasiswa,Wawancara, 7 Juni 2016

Abu Shony Al-Ma’rify, Pengasuh Pondok Baitul Mutashowwif,Wawancara, 14 Juni 2016

Bu Ung Warga Desa Kepunten, Wawancara, 13 juli 2016


(6)

D. Disertasi

Hamis Syafaq, Studi tentang Makna Upacara Siklus Kehidupan dan Ziarah Makam Wali Bagi Masyarakat NU di Waru Sidoarjo Jawa Timur Indonesia, Disertasi Doktor pada UIN Sunan Ampel Surabaya