PERATURAN DAERAH TENTANG PENDIDIKAN INKLUSI DALAM MENINGKATKAN KINERJA KONSELOR DI SEKOLAH INKLUSI SMP NEGERI 1 GONDANG BOJONEGORO.

(1)

PERATURAN DAERAH TENTANG PENDIDIKAN INKLUSI DALAM

MENINGKATKAN KINERJA KONSELOR DI SEKOLAH INKLUSI

SMP NEGERI 1 GONDANG BOJONEGORO

Skripsi

Oleh :

Zaenal Abidin

D03211025

JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

2016


(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

Zaenal Abidin 2015: “Peraturan Daerah Tentang Pendidikan Inklusi Dalam Meningkatkan Kinerja Konselor Di Sekolah Inklusi SMP Negeri 1 Gondang

Bojonegoro”. Skripsi, Jurusan Kependidikan Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. Pembimbing: Dra. Mukhlishah AM, M.Pd.

Skripsi ini adalah hasil penelitian tentang “Peraturan Daerah Tentang Pendidikan Inklusi Dalam Meningkatkan Kinerja Konselor Di Sekolah Inklusi Smp Negeri 1 Gondang Bojonegoro”.

Dalam skripsi ini penulis menguraikan tentang Bagaimanakah Implementasi peraturan daerah tentang pendidikan inklusi di SMPN 1 Gondang Bojonegoro, Bagaimana kinerja konselor di SMPN 1 gondang Bojonegoro, Dan Bagaimana Implementasi Peraturan Daerah Tentang Pendidikan Inklusi Dalam Meningkatkan Kinerja Konselor Di Sekolah Inklusi SMPN 1 Gondang Bojonegoro.

Skripsi ini merupakan penelitian deskriptif-kualitatif dengan informan kepala Sekolah, guru BK, dan Siswa. Menggunakan tiga metode pengumpulan data, yakni observasi, interview, dan dokumentasi, serta untuk menjawab rumusan masalah yang ada, penulis menggunakan analisis Reduksi Data, Penyajian Data, Penarikan Kesimpulan.

Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan Peraturan Daerah Tentang Pendidikan Inklusi Dalam Meningkatkan Kinerja Konselor Di Sekolah Inklusi Smp Negeri 1 Gondang Bojonegoro sudah berjalan cukup baik, karena dalam teori dan realita yang ada sudah sesuai walaupu tidak sepenuhnya sempurna. Implementasi Peraturan Daerah tentang Penyelengggaraan Pendidikan Inklusi Di sekolah inklusi sudah sesuai dengan ketentuan berdasarkan proses penelitian kualitatif yang penulis lakukan. Kinerja Konselor Di Sekolah Inklusi SMPN 1 Gondang Bojonegoro selama penulis melakukan penelitian di sekolah tersebut, konselor sekolah menunjukan ada peningkatan kinerja setelah adanya peraturan daerah tentang pendidikan Inklusi Peraturan Daerah Tentang Pendidikan Inklusi Dalam Meningkatkan Kinerja Konselor. Adanya peraturan daerah tentang pendidikan inklusi di kabupaten Bojonegoro sangat berperan dalam meningkatkan kenerja konselor khususnya di SMPN 1 Gondang Bojonegoro.


(6)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus Penelitian... 10

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 10

D. Definisi Operasional ... 11

E. Sistematika Penulisan ... 13

BAB II LANDASAN TEORI ... 15

A. Peraturan Daerah Tentang Pendidikan Inklusi di Sekolah inklusi ... 15

1. Pendidikan Inklusi ... 15

2.Latar Belakang Peraturan daerah Tentang Pendidikan Inklusi 24 3. Isi Peraturan Daerah Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi ... 25

4. Peserta Pendidikan Inklusi Menurut Peraturan Daerah Bojonegoro ... 34

B. Tinjauan Tentang Kinerja Konselor di Sekolah Inklusi ... 35


(7)

2. Syarat-syarat Menjadi Seorang Konselor ... 36

3. Tugas-tugas Seorang Konselor ... 48

C. Tinjauan Implementasi Peraturan Daerah Tentang Pendidikan Inklusi Dalam Meningkatkan Kinerja Konselor ... 51

1. Kinerja Konselor Menurut Peraturan Daerah ... 52

2. Sekolah Inklusi Menurut Peraturan Daerah Tentang Pendidikan Inklusi ... 53

BAB III METODE PENELITIAN... .. 57

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 57

B. Jenis dan Sumber Data... 58

C. Informan Penelitian ... 59

D. Tahap-Tahap Penelitian ... 60

E. Teknik Pengumpulan Data ... 64

F. Analisis Data ... 66

G. Teknik Keabsahan Data ... 70

BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS... ... 72

A. Gambaran Umum Objek Penelitian... ... 72

B. Penyajian Data... ... 80

C. Analisis Data... ... 94

BAB V PENUTUP ... 102

A. Kesimpulan ... 102

B. Saran ... 103 DAFTAR PUSTAKA


(8)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam pembukaan, alinea 4 Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan

bahwa tujuan dibentuknya negara Indonesia di antaranya adalah untuk

mencerdaskan kehidupan bangsa. Mencerdaskan bangsa berarti

membangun karakter bangsa yang berilmu pengetahuan dan berperadaban

tinggi. Untuk mencapai semua itu, diperlukan media, yakni pendidikan1.

Karena pendidikan memungkinkan manusia untuk tumbuh dan

berkembang sesuai dengan kodrat kemanusiaannya.

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,

serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan

negara2.

Di samping itu, dalam pasal 31 UUD 1945, secara jelas menyatakan

bahwa setiap warga berhak mendapatkan pengajaran. Sebagai konsekuensi

dari undang-undang tersebut, negara berkewajiban untuk melaksanakan

pendidikan sebagai upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Jadi

1 Setia Adi Purwanta, Pedoman Model Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi, (Dria Manunggal: Yogyakarta,

2006), hal. 1.


(9)

2

setiap warga negara tanpa terkecuali berhak atas pendidikan dan

pengajaran. Untuk mencapai pendidikan yang ideal, perlu cara strategis

yakni melalui system pendidikan yang terorganisir dan terpadu. Karena

itulah sistem pendidikan nasional harus dikuasai negara. Salah satu

komponen bangsa yang ada adalah anak-anak berkemampuan berbeda.

Perbedaan ini bisa terkait dengan fisik maupun psikis. Secara fisik,

perbedaan itu terkait kemampuan seseorang dalam menggunakan indera

yang ada, atau mempunyai perbedaan dengan manusia yang lain. Secara

psikis, seseorang memiliki penyimpangan kemampuan berpikir secara

kritis, logis dalam menanggapi dunia sekitarnya, baik dalam arti lebih

(supernormal), maupun kurang (subnormal). Di dunia internasional, telah

banyak langkah-langkah yang dilakukan oleh penggiat Hak Asasi Manusia

untuk menggulirkan pendidikan inklusif, yang jika diurutkan secara urutan

waktu sebagai berikut:

1. 1948 : Deklarasi universal Hak Asasi Manusia

2. 1989 : Konvensi PBB tentang Hak anak

3. 1990 : Deklarasi dunia tentang pendidikan untuk semua

4. 1993 : Peraturan standar tentang persamaan kesempatan bagi para

penyandang cacat

5. 1994 : Pernyataan Salamanca dan kerangka aksi tentang

pendidikan kebutuhan khusus

6. 1999 : Tinjauan 5 tahun Salamanca


(10)

3

8. 2000 : Tujuan kerangka milenium yang berfokus pada penurunan

angka kemiskinan dan pembangunan

9. 2001 : Flagship PUS tentang pendidikan dan kecacatan

Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang diadakan tahun

2006, telah mendeklarasikan hak-hak anak, dan ditegaskan bahwa semua

anak berhak memperoleh pendidikan tanpa diskriminasi dalam bentuk

apapun.3 Dalam Word Education Forum yang diadakan di Senegal tahun

2000 mengesahkan Education For All sebagai kerangka program aksi

untuk diterjemahkan oleh masing-masing negara yang memuat enam

komitmen, yang meliputi:

1. Memperluas dan meningkatkan mutu perawatan dan pendidikan anak

usia dini, terutama anak yang rawan dan kurang beruntung

2. Menjamin anak-anak yang dalam keadaan sulit mempunyai akses

untuk menyelesaikan pendidikan dasar yang berkualitas

3. Menjamin terpenuhinya kebutuhan belajar melalui akses yang adil

pada program belajar dan pendidikan keterampilan hidup yang sesuai

4. Menurunkan tingkat buta huruf

5. Menghapus disparsitas gender pada pendidikan dasar dan menengah

6. Memperbaiki semua aspek kualitas pendidikan dan menjamin

keunggulannya.


(11)

4

Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

pasal 5, ayat 1 menegaskan bahwa setiap warga negara mempunyai hak

yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.

Di sisi lain, pendidikan merupakan proses pengantaran manusia agar

tumbuh menjadi dirinya sendiri sebagai individu manusia seutuhnya,

sebagai makhluk sosial yang merdeka yang menjadi bagian integral dalam

kehidupan bangsa. Pendidikan nasional harus bisa mengayomi dan

menampung semua komponen bangsa, tanpa memandang latar belakang

sosial, ekonomi, suku, agama dan kepercayaan, jenis kelamin, dan

perbedaan kelainan fisik maupun mental. Pendidikan semacam inilah yang

disebut pendidikan inklusi. Dengan memberi kesempatan yang sama

kepada anak berkemampuan berbeda untuk memperoleh pengajaran dan

pendidikan, berarti memperkecil kesenjangan angka partisipasi pendidikan

anak normal dengan anak berkelainan. Pada umumnya, sekolah-sekolah

umum hanya menyelenggarakan pendidikan reguler, dimana

siswa-siswanya adalah anak-anak normal yang tidak mengalami kebutuhan

khusus dalam pendidikannya. Hal ini sudah berjalan sangat lama dan

menjadi kebiasaan umum bahwa anak-anak biasanya belajar di sekolah

umum, sementara anak-anak berkebutuhan khusus/difabel belajar di SLB.

Sekolah inklusi adalah sebuah lembaga pendidikan yang

merepresentasikan keseluruhan aspek yang berkaitan dengan keterbukaan


(12)

5

dasarnya dalam pendidikan.4 Yang berarti sekolah inklusi adalah sekolah

yang menerima anak berkebutuhan khusus untuk dapat mengikuti

pelajaran seperti anak normal pada umumnya.

Pendidikan bagi peserta penyandang disabilitas di Indonesia telah

diwadahi melalui Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1991 tentang

Pendidikan Luar Biasa. Pendidikan bagi peserta didik penyandang

disabilitas ini disediakan dalam tiga jenis lembaga pendidikan, yakni:

Sekolah Luar Biasa (SLB), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), dan

Pendidikan Terpadu. Sekolah Luar Biasa (SLB) sebagai lembaga

pendidikan yang tertua, menanmpung peserta didik yang jenis kelainannya

sama. Contohnya: SLB Tunarungu, SLB Tunagrahita, SLB Tunanetra,

SLB Tunadaksa, SLB Tunalaras, dan sebagainya. SDLB menampung

berbagai jenis anak yang berkelainan menjadi satu, sehingga dalam satu

sekolah atau bahkan satu kelas terdiri dari berbagai macam peserta didik

yang berkelainan, misalnya tunarungu, tunadaksa, tunanetra, tunalaras,

tunagrahita, dan sebagainya. Adapun Pendidikan terpadu adalah sekolah

regular yang menampung anak berkelainan dengan kurikulum, guru,

sarana pengajaran, dan kegiatan belajar mengajarnya sama. Namun jenis

ini biasanya hanya masih menampung anak tunanetra saja, itu pun

terkadang masih banyak sekolah yang keberatan untuk menampungnya.

Dalam perkembangannya kemudian Pemerintah mengeluarkan

Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem pendidikan

4

Mohammad Takdir Ilahi, Pendidikan Inklusi Konsep dan Aplikasi,(Jakarta:Ar-Ruzz Media 2013).24


(13)

6

Nasional yang memberikan warna baru dalam penyediaan pendidikan bagi

peserta didik penyandang disabilitas ini. Dalam penjelasannya, pasal 15

dan pasal 32 menyebutkan bahwa pendidikan khusus merupakan

pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang

memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau

berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan

menengah. Aturan terbaru yang mengatur tentang pendidikan inklusif ini,

adalah dikeluarkannya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional

(Permendiknas) nomor 70 Tahun 2009 yang menyebutkan bahwa

pendidikan inklusi sebagai sistem penyelenggaraan pendidikan yang

memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki

kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk

mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan

secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya. Hal ini

tentunya merupakan terobosan bentuk pelayanan pendidkan bagi

anak-anak penyandang disabilitas dengan bentuk penyelenggaraan pendidikan

inklusif yang bertujuan untuk memberikan kesempatan seluas-luasnya dan

mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai

keanekaragaman dan tidak diskriminatif.

Pendidikan inklusi relatif banyak dibuka oleh berbagai lembaga

pendidikan di Indonesia, karena semangat pendidikan inklusi memang

sangat sesuai dengan filosofi Bangsa yang menyatakan Bhineka Tunggal


(14)

7

ternyata tidak sedikit lembaga swadaya atau swasta yang menyediakan

ruang bagi pendidikan inklusi di lembaganya. Namun demikian bila

dibanding dengan angka anak berkebutuhan khusus, maka jumlah lembaga

pendidikan yang menyediakan ruang untuk pendidikan inklusi belumlah

memadai.

Upaya pemerintah untuk melaksanakan pendidikan inklusi ini

tuangkan melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 tahun 1991

tentang pendidikan Luar Biasa, UU RI Nomor 20 tahun 2003 tentang

sistem Pendidikan Nasional tentang pendidikan bagi peserta didik

penyandang disabilitas, Permendiknas nomor 70 tahun 2009 tentang

pendidikan Pendidikan Inklusi bagi peserta didik yang memiliki kelainan

dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa, serta Surat

Edaran Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendiknas

Nomor 380/C.C6/MN/2003, tanggal 20 Januari 2003, Yakni: Setiap

kabupaten/kota diwajibkan menyelenggarakan dan mengembangkan

pendidikan inkluusif di sekurang-kuranya 4 (empat) sekolah yang terdiri

dari SD, SMP, SMA, SMK.

Walaupun telah ada usaha pemerintah untuk menyelenggarakan

pendidikan inklusi melalui Undang-undang atau Peraturan Pemerintah,

bukan berarti semuanya telah selesai. Dalam kenyataannya, dengan

berbagai alasan banyak sekolah yang masih keberatan untuk menerima

siswa berkebutuhan khusus ini, kalau ada terkadang pelaksanaannya


(15)

8

sendiri. Selain itu permasalahan-permasalah teknis lain berkait dengan

penyelenggaraan pendidikan inklusi ini, masih banyak perlu mendapat

perhatian dari pemangku kebijakan.

Pemerintah kabupaten Bojonegoro mengeluarkan peraturan daerah

yang tercantum pada peraturan Bupati Bojonegoro Nomor 38 tahun 2013,

yang berisi tentang ketentuan umum, tujuan pendidikan inklusi,

Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi, pembiayaan, pembinaan,

pengawasan, dan evaluasi, penutup. Perda ini berisikan tentang pendidikan

inklusi pada sekolah formal.

Sebelum dikeluarkan peraturan daerah tentang adanya sekolah inklusi

di Kabupaten bojonegoro hanya sekolah luar biasa (SLB) yang mau

menerima siswa yang bekebutuhan kusus (ABK). Begitu juga keadaan

konselor di SMPN 1 Gondang Bojonegoro hanya melakukan kegiatan

konseling pada umumnya. Kinerja konselor di SMPN 1 Gondang dirasa

kurang maksimal karena kurangnya ada perhatian dari dinas terkait.

Gambaran umum SMPN 1 Gondang Bojonegoro, merupakan salah

satu lembaga pendidikan sekolah menengah pertama yang

menyelenggarakan pendidikan inklusi di kabupaten Bojonegoro. sesuai

dengan peraturan daerah kabupaten Bojonegoro sekolah ini memiliki

Konselor yang bertugas melakukan bimbingan khusus terhadap siswa

inklusi yang ada di sekolah tersebut.

Konselor di SMPN 1 Gondang Bojonegoro sesuai peraturan daerah no


(16)

9

Indikator Konselor sebagai berikut : menjadi konselor adalah mempunyai

sikap menerima, sikap ingin memahami, sikap bertindak, dan berkata

secara jujur, memiliki kepekaan, mempunyai kemampuan komunikasi

yang tepat, memiliki kesehatan mental dan jasmani yang layak, serta

mentaati kode etik jabatan.

Dalam implementasi peraturan daereah penyelenggaraan pendidikan

inklusi pemerintah daerah bertanggung jawab menyediakan guru

pembimbing khusus, sarana dan kelompok kerja pendidikan inklusi di

Kabupaten Bojonegoro.5 guru pembimbing yang dimaksud adalah tenaga

pendidik yang memiliki kompeten dalam menangani anak berkebutuhan

kusus.

Peran konselor sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan pendidikan

inklusi di Kabupaten Bojonegoro, salah satu indikator sekolah yang

diperbolehkan melaksanakan pendidikan inklusi adalah sekolah yang

mempunyai tenaga konseling. Walaupun sebelum adanya peraturan daerah

penyelenggaraan pendidikan inklusi, konselor sudah ada di sebuah

lembaga pendidikan dengan tugas dan layanananya dalam menagani

problematika siswa di sekolah.

Dari penjelasan mengenai pendidikan inklusi kemudian adanya

peraturan daerah penyelenggaraan pendidikan inklusi di kabupaten

Bojonegoro serta keterkaitan dengan peningkatan kinerja konselor.

Sehingga peneliti memberi judul pada penelitian ini yaitu: “PERATURAN


(17)

10

DAERAH TENTANG PENDIDIKAN INKLUSI DALAM

MENINGKATKAN KINERJA KONSELOR DI SEKOLAH INKLUSI SMP

NEGERI 1 GONDANG BOJONEGORO”

B. Fokus Penelitian

Sebagaimana diskripsi diatas, agar pelaksanaan penelitian ini lebih

terfokus dan sesuai apa yang menjadi tujuan penelitian ini, maka kami

mengajukan beberapa permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah Implementasi peraturan daerah tentang pendidikan

inklusi di SMPN 1 Gondang Bojonegoro ?

2. Bagaimana kinerja konselor di SMPN 1 gondang Bojonegoro?

3. Bagaimana Implementasi Peraturan Daerah Tentang Pendidikan Inklusi

Dalam Meningkatkan Kinerja Konselor Di Sekolah Inklusi SMPN 1

Gondang Bojonegoro?

C. Tujuan dan Kegunaan penelitian

1. Tujuan penelitian

a. Untuk mengetahui perubahan peraturan daerah tentang adanya

pendidikan inklusi.

b. Untuk mengetahui kinerja konselor di SMPN 1 Gondang

Bojonegoro.

c. Untuk mengetahui Implementasi Peraturan Daerah Tentang

Pendidikan Inklusi Dalam Meningkatkan Kinerja Konselor Di


(18)

11

2. Kegunaan Penelitian

a) Akademik Ilmiah

Secara teoritis penelitian ini merupakan sumbangsih untuk

pengetahuan sebagai khazanah keilmuan.

b) Sosial Praktis

1. Bagi peneliti, merupakan bahan informasi untuk meningkatkan

dan menambah pengetahuan dalam mengetahui peran aktif

guru bimbingan konseling terhadap pendikan inklusi di daerah.

2. Untuk lembaga pendidikan, diharapkan mampu memberikan

motivasi dan koreksi bagi pihak sekolah agar terus berupaya

meningkatkan kualitas output terutama dalam hal moral anak

didik.

D. Definisi Operasional

Untuk menghindari kesalahan pemahaman, maka menurut penulis

perlu adanya penjelasan berbagai istilah yang ada pada judul skripsi ini :

1. Peraturan Daerah Tentang Pendidikan Inklusi :

Peraturan Daerah adalah peraturan perundang-undangan yang

dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dengan


(19)

12

2011 tentang pembentukan perundang-undangan).6 Pendidikan Inklusi

adalah system penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan

kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi

kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau

pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama

dengan peserta didik pada umumnya.7

Dari uraian diatas dapat disimpulkan peraturan daerah tentang

pendidikan inklusi ialah peraturan daerah tenteng system penyelenggaraan

pendidikan inklusi. Oleh penulis yang diambil dari peraturan daerah

adalah peraturan Bupati Bojonegoro No 13 tahun 2013 tentang

penyelenggaraan pendidikan inklusi yang isinya antara lain penyelenggara

pendidikan inklusi, tenaga konselor pendidikan inklusi, sarana pendidikan

inklusi dan lain sebagainya.

2. Peningkatan Kinerja Konselor :

Dalam kamus bahasa Indonesia kinerja artinya sesuatu yang dicapai,

prestasi yang di perlihatkan, kemampuan kerja.8 Kinerja juga diartikan

cara bekerja atau menunjukkan kegiatan. Kinerja juga menunjukkan suatu

kegiatan atau keberanian untuk melakukan sesuatu.9 Sedangkan Konselor

adalah seorang tenaga professional yang memperoleh pendidikan khusus

6

http://penelitihukum.org/tag/pengertian-peraturan-daerah-kabupaten diakses tanggal 04 April 2015

7

Peraturan Bupati Bojonegoro Nomor 38 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi Di Kabupaten Bojonegoro.pasal 1 poin 11.

8

Daryanto, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), 368. 9

Badudu. J. s, Inilah Bahasa Indonesia Yang Benar, ( Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996), 469.


(20)

13

di perguruan tinggi dan mencurahkan seluruh waktunya pada pelayanan

bimbingan. 10 Menurut Mukhlishah dalam bukunya Administrasi Dan

Manajemen Bimbingan Konseling Di Sekolah konselor adalah : seseorang

yang memberikan bantuan khusus kepada semua siswa dalam membantu

siswa memahami, mengarahkan diri, bertindak dan bersikap sesuai dengan

runtutan dan keadaan lingkungan siswa di sekolah, keluarga dan

masyarakat dalam rangka mencapai perkembangan diri yang optimal.11

Dari penjelasan peningkatan kinerja konselor tersebut penulis dapat

menyimpulkan indikator kinerja konselor meningkat diantaranya: konselor

mampu membuat program sesuai dengan kebutuhan dan situasi kondisi

sekolah, konselor mampu melaksanakan program sesuai dengan

kemampuan dan kondisi disekolah, konselor mempunya hubungan antar

konselor di luar sekolah, konselor memiliki inovasi dan pengetahuan yang

up to date (terbaru).

E. Sistematika Pembahasan

Untuk mempermudah dalam memahami skiripsi ini, maka penulis

membuat sitematika pembahasan sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN. Dalam bab ini membahas tentang latar belakang,

rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup

penelitian, definisi operasional, dan sistematika pembahasan.

10

Winkel,w.s, Psikologi Pengajaran,(Yogjakarta: Media Abadi, 2004), 167-168.

11 Mukhlishah. Administrasi Dan Manajemen Bimbingan Konseling Di Sekolah. (Jakarta: CV. Dwi Pustaka Jaya,2012), 15.


(21)

14

BAB II : LANDASAN TEORI. Dalam kajian teori diungkapkan deskripsi

teoritis tentang masalah yang sesuai dengan fokus penelitian yaitu : a.

Peraturan Daerah Tentang Pendidikan Inklusi Di Sekolah Inklusi, b. Tinjauan

Tentang Kinerja Konselor Di Sekolah Inklusi, c. Tinjauan Tentang

Implementasi Peraturan Daerah Tentang Pendidikan Inklusi Dalam

Meningkatkan Kinerja Konselor.

BAB III : METODE PENELITIAN. Dalam bab ini membahas tentang

Metode Penelitian yang relefan, jenis penelitian, informan, jenis dan sumber

data, tahap tahap penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisa

datateknik keabsahan data.

BAB IV : PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS. Pada bab ini akan

disajikan laporan penelitian dan analisa data tentang 1. Bagaimanakah

Implementasi peraturan daerah tentang pendidikan inklusi di SMPN 1

Gondang Bojonegoro? 2. Bagaimana kinerja konselor di SMPN 1 gondang

Bojonegoro? 3. Bagaimana Implementasi Peraturan Daerah Tentang

Pendidikan Inklusi Dalam Meningkatkan Kinerja Konselor Di Sekolah

Inklusi SMPN 1 Gondang Bojonegoro?.

BAB V : PENUTUP. Pada bab ini dipaparkan hasil akhir dari sebuah


(22)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. PERATURAN DAERAH TENTANG PENDIDIKAN INKLUSI DI

SEKOLAH INKLUSI

1. Pendidikan Inklusi

a) Pengertian Pendidikan Inklusi

Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Bojonegoro Pendidikan

inklusi adalah : system penyelenggaraan pendidikan yang

memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang

memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat

istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam

satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta

didik pada umumnya.1

Menurut Hildegun Olsen pendidikan inklusi adalah sekolah

harus mengakomodasi semua anak tanpa memandang kondisi fisik,

intelektual, sosial emosional, linguistik atau kondisi lainnya. Ini

harus mencakup anak-anak penyandang cacat, berbakat.

Anak-anak jalanan dan pekerja Anak-anak berasal dari populasi terpencil atau

berpindah-pindah. Anak yang berasal dari populasi etnis minoritas,

1 Peraturan Bupati Bojonegoro Nomor 38 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi Di Kabupaten Bojonegoro. penyelenggara pendidikan inklusi. Pasal 1 poin 11.


(23)

16

linguistik, atau budaya dan anak-anak dari area atau kelompok

yang kurang beruntung atau termajinalisasi.2

Menurut Staub dan Peck pendidikan inklusi adalah

penempatan anak berkelainan ringan, sedang dan berat secara

penuh di kelas. Hal ini menunjukan kelas regular merupakan

tempat belajar yang relevan bagi anak-anak berkelainan, apapun

jenis kelainanya.3

Menurut Sapon-Shevin pendidikan inklusi adalah sistem

layanan pendidikan yang mensyaratkan anak berkebutuhan khusus

belajar di sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama

teman-teman seusianya.4

Dari beberapa pengertian tentang pendidikan inklusi diatas

dapat disimpulkan bahwa pendidikan inklusi adalah pelayanan

pendidikan untuk peserta didik yang berkebutuhan khusus tanpa

memandang kondisi fisik, intelektual, sosial emosional, linguistik

atau kondisi lainnya untuk bersama-sama mendapatkan pelayanan

pendidikan di sekolah regular (SD, SMP, SMU, maupun SMK

Sederajat).

2 http://www.kajianteori.com/2015/12/pengertian-pendidikan-inklusi.html diakses tanggal 31 Desember 2015

3 Ibid 4 ibid


(24)

17

b) Landasan penyelenggaraan pendidikan inklusi

Menurut Herry Widyastono Penyelenggaraan pendidikan

inklusi mempunyai landasan filosofis, religius, yuridis, pedagogis

dan empiris seperti di bawah ini.5 Adapun secara umum landasan

penyelenggaraan pendidikan inklusi adalah sebagai berikut :

1) Landasan Filosofis

Landasan filosofis utama penerapan pendidikan inklusi di

Indonesia adalah Pancasila yang merupakan lima pilar sekaligus

cita-cita yang didirikan atas fondasi yang lebih mendasar lagi,

yang disebut Bhineka Tunggal Ika.

Filsafat ini sebagai wujud pengakuan kebhinekaan manusia,

baik kebhinekaan vertikal maupun horisontal yang mengemban

misi tunggal sebagai umat Tuhan di muka bumi ini. Bertolak

dari filosofi Bhineka Tunggal Ika, kelainan (kecacatan) dan

hanyala satu bentuk kebhinekaan seperti halnya Bahasa, Budaya

atau Agama. Di dalam diri individu berkelainan pastilah dapat

ditemukan keunggulan tertentu, sebaliknya di dalam individu

anak normal pasti terdapat juga kecacatan tertentu. Karena

semua manusia tidak ada yang sempurna.

Hal ini juga sebaiknya diterapkan dalam sistem pendidikan

yang memungkinkanadanya pergaulan atau interaksi antarsiswa

5 Hery Widyastono.(2004).Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif Bagi Anak Berkelainan.Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan.Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan No 046 Tahun Ke-10, Januari 2004.


(25)

18

yang beragam, sehingga mendorong sikap silih asah, silih asih

dan silih asuh.

2) Landasan Religius

Landasan Religius pendidikan inklusi di Indonesia dalam

Agama Islam dijelaskan bahwa : manusia adalah khalifah Allah

di muka Bumi, selain itu dalam Al Qur’an Surat Al Hujurat Ayat

13 disebutkan;

























































































”Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari

seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi

Maha Mengenal.”.

3) Landasan Yuridis

Landasan yuridis internasional penerapan pendidikan


(26)

19

pendidikan sedunia. Deklarasi ini sebenarnya penegasan

kembali atas deklarasi PBB tentang HAM tahun 1948 dan

berbagai deklarasi lanjutan yang berujung pada peraturan

standar PBB tahun 1993 tentang kesempatan yang sama bagi

individu berkelainan memperoleh pendidikan sebagai bagi

integral dari sistem pendidikan yang ada. Deklarasi Salamnca

menekankan bahwa selama memunginkan semua anak

seyogyanya belajar bersama-sama tanpa memandang kesulitan

ataupun perbedaan yang mungkin ada pada mereka.

Di Indonesia, penerapan inklusi dijamin undang-undang

Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

yang dalam penejalasan pasal 15 antara lain menyebutkan

bahwa penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik

berkelainan diselenggarakan secara inklusif atau berupa sekolah

khusus.6

4) Landasan Pedagogis

Pasal 3 Undang-undang No 20 tahun 2003 menyebutkan

bahwa tujuan pendidikan nasional adalah berkembangnya

potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan

bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,

sehat, berilmu, cakap, kretaif, mandiri, dan menjadi warga


(27)

20

negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Jadi, melaui

pendidikan, peserta didik berkelainan dibentuk menjadi warga

negara yang demokratis dan bertanggung jawab, yaitu individu

yang mampu menghargai perbedaan dan berpartispiasi dalam

masyarakat. Tujuan ini mustahil tercapai jika sejak awal mereka

diisolasikan dari teman sebayanya di sekolah-sekolah khusus.

Betapapun kecilnya mereka harus diberi kesempatan bersama

teman sebayanya.7

5) Landasan Empiris

Penelitian tentang inklusi telah banyak dilakukan di

negara-negara barat sejak tahun1980-an. Penelitian yang berskala besar

dipelopori oleh the National Academy of Science (Amerika

Serikat). Hasilnya menunjukan bahwa klasifikasi dan

penempatan anak berkelainan di sekolah, kelas, atau tempat

khusus tidak efektif dan diskriminatif. Penelitian ini

merekomendasikan agar pendidikan khusus secara segregatif

hanya diberikan terbatas berdasarkan hasil identifikasi yang

tepat, yang betul-betul dapat menentukan anak berkelainan yang

tergolong berat. Namun, beberapa pakar mengemukakan sangat

sulit untuk melakukan identifikasi anak berkelainan secara tepat,

karena karakteristik mereka yang sangat heterogen.

7Mohammad Takdir Ilahi, pendidikan inklusif konsep & aplikasi, (Jogjakarta: AR-RUZZ


(28)

21

Beberapa penelitian kemudian melakukan meta analisis

yang dilakukan oleh Carlberg dan Kavale (1980) terhadapa 50

buah penelitian; oleh Wang dan Barker (1994/1995) terhadap 11

buah penelitian; dan oleh Barker (1994) terhadap 13 buah

penelitian, menunjukan bahwa pendidikan inklusif berdampak

positif, baik terhadap perkembangan akademik maupun sosial

anak berkelainan dan teman sebayanya.8

c) Karakteristik Pendidikan Inklusif

Salah satu karakteristik terpenting dari sekolah inklusif adalah

satu komunitas yang kohesif, menerima dan responsif terhadap

kebutuhan individual setiap murid. Untuk itu, Sapon-Shevin dalam

bukunya Sunardi mengemukakan lima profil pembelajaran di

sekolah inklusif.9

a. Pendidikan inklusi berarti menciptakan dan menjaga

komunitas kelas yang hangat, menerima keanekaragaman,

dan menghargai perbedaan. Guru mempunyai

tanggungjawab menciptakan suasana kelas yang

menampung semua anak secara penuh dengan menekankan

suasana dan perilaku social yang menghargai perbedaan

yang menyangkut kemampuan, kondisi fisik,

social-ekonomi, suku, agama, dan sebagainya.

8Mohammad Takdir Ilahi, pendidikan inklusif konsep & aplikasi, (Jogjakarta: AR-RUZZ

MEDIA.2013), 79


(29)

22

b. Pendidikan inklusi berarti penerapan kurikulum yang

multilevel dan multimodalitas. Mengajar kelas yang

memang dibuat heterogen memerlukan perubahan

kurikulum secara mendasar. Guru di kelas inklusif secara

konsisten akan bergeser dari pembelajaran yang kaku,

berdasarkan buku teks, atau materi basal ke pembelajaran

yang banyak melibatkan belajar kooperatif, tematik, berfikir

kritis, pemecahan masalah, dan asesmen secara autentik.

c. Pendidikan inklusi berarti menyiapkan dan mendorong guru

untuk mengajar secara interaktif. Perubahan dalam

kurikulum berkaitan erat dengan perubahan metode

pembelajaran. Model kelas tradisional di mana seorang guru

secara sendirian berjuang untuk dapat memenuhi kebutuhan

semua anak di kelas harus diganti dengan model

murid-murid bekerja sama, saling mengajar, dan secara aktif

berpartisipasi dalam pendidikannya sendiri dan pendidikan

teman-temannya. Kaitan antara pembelajaran kooperatif dan

kelas inklusif sekarang jelas; semua anak berada di satu

kelas bukan untuk berkompetisi, tetapi untuk saling belajar

dari yang lain.

d. Pendidikan inklusi berarti penyediaan dorongan bagi guru

dan kelasnya secara terus-menerus dan penghapusan


(30)

23

guru selalu dikelilingi oleh orang lain, pekerjaan mengajar

dapat menjadi profesi yang terisolasi. Aspek terpenting dari

pendidikan inklusif meliputi pengajaran dengan tim,

kolaborasi dan konsultasi, dan berbagai cara mengukur

ketrampilan, pengetahuan, dan bantuan individu yang

bertugas mendidik sekelompok anak. Kerjasama tim antara

guru dengan profesi lain diperlukan, seperti paraprofesional,

ahli bina bahasa dan wicara, petugas bimbingan, dsb.

Meskipun untuk dapat bekerjasama dengan orang lain

secara baik memerlukan pelatihan dan dorongan, kerjasama

yang diinginkan ternyata dapat terwujud.

e. Pendidikan inklusi berarti melibatkan orangtua secara

bermakna dalam proses perencanaan. Pendidikan inklusif

sangat bergantung kepada masukan orangtua pada

pendidikan anaknya, misalnya keterlibatan mereka dalam

penyusunan Program Pengajaran Individual

Kelas inklusi menampung anak yang heterogen, ditangani oleh

tenaga dari berbagai profesi sebagai satu tim, sehingga kebutuhan

individual setiap anak dapat terpenuhi. Hal ini tentu saja menuntut

banyak perubahan pada sistem pembelajaran konvensional seperti


(31)

24

2. Latar Belakang Peraturan Daerah Tentang Pendidikan Inklusi

Secara formal, pendidikan inklusi di Indonesia baru dilaksanakan

dalam satu dasawarsa terakhir. Namun, diyakini bahwa secara alamiah

pendidikan inklusi sudah berlangsung sejak lama. Hal ini tidak telepas

dari faktor-faktor filosofi, sosial, maupun budaya Indonesia yang

sangat menghargai dan menjunjung tinggi kebhinekaan atau

keberagaman. Faktor-faktor ini tentu dapat menjadi modal dasar bagi

pengembangan penyelenggaraan pendidikan inklusi yang sekarang

sedang digalakan secara konseptual memang terdapat perbedaan dan

kaitan yang erat antara pengertian sekolah inklusi, pendidikan inklusi,

dan masyarakat inklusi.

Di Indonesia sendiri pendidikan inklusi secara resmi didefinisikan

sebagai system layanan pendidikan yang mengikutsertakan anak

berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak sebayanya di

sekolah regular yang terdekat dengan tempat tinggalnya.

Penyelenggaraaan pendidikan inklusi menuntut pihak sekolah

melakukan penyesuaian, baik dari segi kurikulum, sarana prasarana

pendidikan, maupun peserta didik. Definisi ini menunjukan bahwa

sekalipun secara konseptual pendidikan inklusi mengikutkan semua

anak berkebutuhan khusus, tetapi di Negara kita lebih banyak

dipahami atau ditekankan sebagai upaya mengikutkan anak

berkelainan dalam setting sekolah regular. Paradigma ini tentu saja


(32)

25

adalah keseluruhan aspek yang berkaitan dengan anak-anak

berkebutuhan khusus tanpa terkecuali.

3. Isi Peraturan Daerah Tentang Penyelenggaraan Pendidikan

Inklusi

Pemerintah kabupaten Bojonegoro mengeluarkan peraturan

Daerah yang tercantum Pada Peraturan Bupati Bojonegoro Nomor 38

tahun 2013, yang berisi tentang :

1) Ketentuan Umum Berisi Tentang10 :

Pasal 1

Dalam peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan :

1. Daerah adalah Kabupaten Bojonegoro

2. Pemerintah Daerah adalah Bupati beserta perangkat daerah selaku penyelenggara Pemerintahan Daerah.

3. Bupati adalah Bupati Bojonegoro.

4. Dinas Pendidikan adalah Dinas Pendidikan kabupaten.

5. Kepala Dinas pendidikan adalah Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bojonegoro.

6. Kantor Kementrian Agama adalah Kantor Kementrian Agama Kabupaten Bojonegoro.

7. Kepala Kantor Kementrian Agama adalah Kepala Kantor Kementrian Agama Kabupaten Bojonegoro.

8. Pendidikan Anak Usia Dini yang selanjutnya disingkat PAUD adalah sesuatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak

10 Peraturan Bupati Bojonegoro Nomor 38 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi Di Kabupaten Bojonegoro. ketentuan umum.


(33)

26

sejak lahir sampai usia enam tahunyang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak mampu memiliki kesiapandalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, PAUD pada pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-kanak(TK), Raudatul Athfal (RA) dan bentuk lain yang sederajat.PAUD pada pendidikan nonformal berbentuk Kelompok Bermain (KB),Taman Penitipan Anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat. PAUD pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.

9. Sekolah/Madrasah adalah satuan pendidikan Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), dan Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA) Negeri dan/atau swasta.

10.Sekolah Luar Biasa, yang selanjutnya disingkat SLB atau satuan pendidikan khusus adalah bentuk satuan pendidikan yang melayani program pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus melalui satuan pendidikan khusus.

11.Pendidikan Inklusi adalah system penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.

12.Pendidik adalah tenaga profesional yang bertugas untuk merancanakan, melaksanakan, menilai hasil proses pembelajaran, melakukan analisis dan perbaikan pengayaan, serta melakukan penelitiandan pengabdian kepada masyarakat.


(34)

27

13.Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan.

14.Peserta Didik Berkebutuhan Khusus adalah anak yang memiliki karakteristik, perkembangan dan pertumbuhan berbeda bila dibandingkan dengan perkembangan dan pertumbuhan anak normal sebayanya.

15.Pusat sumber adalah lembaga yang menyelenggarakan layanan pendukung pendidikan inklusi yang berasal dari sekolah luar biasa (SLB) atau lembaga lainya yang relevan terhadap pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus.

16.Guru Pembimbing khusus adalah guru yang bertugas mendampingi di sekolah penyelenggara pendidikan inklusi dan memiliki kompetensi dalam menangani peserta didik berkebutuhan khusus.

17.Kelompok kerja pendidikan inklusi adalah kelompok kerja yang melaksanakan penyelenggaraan pendidikan inklusi dan terdiri atas tenaga-tenaga dari instansi terkait.

2) Tujuan Pendidikan Inklusi11

adapun tujuan penyelenggaran pendidikan inklusi di bojonegoro dalam peraturan daerah terdapat dalam pasal 2 yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 2

Tujuan penyelenggaraan pendidikan inklusi adalah :

a. memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental,

11Peraturan Bupati Bojonegoro Nomor 38 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan


(35)

28

dansosial atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuha dan kemampuanya.

b. Mewujudkan penyelenggaraan pendidik yang menghargai keanekaragaman, dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik berkebutuhan khusus sebagaimana dimaksud huruf a. 3) Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi12

Pasal 3

(1) Pendidikan inklusi diselenggarakan pada PAUD dan Sekolah/Madrasah

(2) Penyelenggara pendidikan inklusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan oleh penyelenggara kepada kepala dinas pendidikan atau kepala kantor kementrian agama sesuai kewenangan masing-masing.13

Pasal 4

Setiap kecamatan paling sedikit memiliki 1 (satu) PAUD dan 1 (satu) sekolah/madrasah untuk masing-masing jenjang.

Pasal 5

Setiap PAUD dan Sekolah/Madrasah sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 memprioritaskan untuk menerima peserta didik yang berkebutuhan khusus yang bertempat tinggal berdekatan dengan sekolah/Madrasah dan dikehendaki oleh orang tua anak yang bersangkutan.

Pasal 6

12 Peraturan Bupati Bojonegoro Nomor 38 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi Di Kabupaten Bojonegoro. penyelenggara pendidikan inklusi.


(36)

29

Stiap PAUD dan Sekolah/madrasah sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 paling sedikit mengalokasikan 1 (satu) peserta didik dalam 1 (1) rombongan belajar.

Pasal 7

Pemerintah daerah bertanggung jawab dalam :

a. Menyediakan guru pembimbing khusus yang dapat memberikan program pembelajaran bagi peserta didik berkebutuhan khusus yang disediakan oleh dinas pendidikan. b. Menyediakan sarana dan prasarana bagi peserta didik

berkebutuhan khusus serta memperhatikan aksesibilitas dan/atau alat sesuai kebutuhan peserta didik.

c. Membentuk kelompok kerja pendidikan inklusi di kabupaten Bojonegoro.

Pasal 8

(1) Pembentukan kelompok kerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 huruf c ditetapkan oleh Bupati.

(2) Kelompok kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas sebagai berikut :

(a) Menyiapkan data dan informasi tentang keadaan maupun perkembangan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan inklusi di Kabupaten Bojonegoro

(b) Menganalisa masalah dan kebutuhan program berdasarkan pilihan alternative pemecahan masalah sesuai dengan kebutuhan

(c) Menyusun rencana kegiatan dan mengupayakan adanya sumber pendanaan untuk mendukung penyelenggaraan pendidikan inklusi


(37)

30

(d) Memfasilitasi dalam pengembangan partisipasi, gotong royong dan swadaya masyarakat.

Pasal 9

(1) Setiap PAUD dan Sekolah/Madrasah yang menyelenggarakan pendidikan inklusi pada jenjang pendidikan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 harus mendapat izin dari kepala dinas atau kepala kantor kementrian agama sesuai kewenangannya. (2) Setiap PAUD Sekolah/Madrasah yang menyelenggarakan

pendidikan Inklusi pembinaanya dilakukan oleh Kepala dinas pendidikan dan/atau kantor kementian agama sesuai kewenangannya.

Pasal 10

(1) Kurikulum yang digunakan dalam penyelenggaraan pendidikan inklusi adalah kurikulum yang berlaku dan sesuai dengan kebutuhan masing-masing peserta didik berkebutuhan khusus. (2) Proses belajar mengajar dilaksanakan dengan memperhatikan

hasis asesmen dan perbedaan kemampuan individual peserta didik yang berkebutuhan khusus agar mereka dapat berkembang sesuai kondisi dan kemampuanya.

(3) Bentuk penyelenggaraan pendidik inklusi disesuaikan dengan kondisi satuan pendidikan dan karakteristik belajar peserta didik berkebutuhan khusus.

(4) Kegiatan belajar mengajar peserta didik pada satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusi merupakan tugas dan tanggung jawab kepala sekolah.

(5) Kegiatan belajar mengajar peserta didik di kelas merupakan tugas dan tanggung jawab guru kelas dan/atau guru mata pelajaran.


(38)

31

Pasal 11

(1) Guru pembimbing khusus mempunyai tugas dan tanggung jawab, meliputi :

a. Merancang dan melaksanakan program kekhususan b. Melakukan proses identifikasi, asesmen, dan menyusun

program pembelajaran individual c. Memodifikasi bahan ajar

d. Melakukan evaluasi program pembelajaran bersama guru kelas

e. Membuat laporan program dan perkembangan anak berkebutuhan khusu

(2) Dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya, guru pembimbing khusus mendapatkan insentif tambahan dan jumlah angka kredit sesuai ketentuan yang berlaku.

Pasal 12

(1) Peserta didik pada PAUD dan Sekolah/Madrasah yang menyelenggarakan pendidikan inklusi adalah semua peserta didik termasuk peserta didik berkebutuhan khusus.

(2) Peserta didik berkebutuhan khusus sebagaimana dimaksud pada aya (1) meliputi :

a. Tuna netra b. Tuna rungu c. Tuna wicara d. Tuna grahita e. Tuna daksa f. Tuna laras


(39)

32

g. Berkesulitan belajar h. Lamban belajar i. Autis

j. Memiliki gangguan motorik

k. Menjadi korban penyalahgunaan narkoba, obat terlarang dan zat adiktif lainya

l. Memiliki kelainan lainnya m. Tuna ganda

n. Cerdas istimewa dan/atauberbakat istimewa.

Pasal 13

Sarana dan prasarana yang terdapat pada satuan pendidikan penyelenggaraan pendidikan inklusi merupakan sarana dan prasarana yang terdapat pada PAUD dan Sekolah/Madrasah yang bersangkutan dan dapat ditambah dengan aksesibiliitas serta media pembelajaran yang diperlukan bagi peserta didik berkebutuhan khusus.

Pasal 14

Manajemen PAUD dan Sekolah/Madrasah penyelenggara pendidikan inklusi menerapkan manajemen berbasis sekolah.

Pasal 15

Dalam rangka terselenggaranya pendidikan inklusi, kepala PAUD, dan Sekolah/Madrasah dapat bekerjasama dengan komite sekolah, yayasan, dewan pendidikan, perguruan tinggi dan lembaga pendidikan, serta lembaga terkait lainya baik pemerintah maupun swasta serta forum pemerhati pendidikan inklusi.


(40)

33

4) Pembiayaan14

Pasal 16

Pembiayaan bagi penyelenggara pendidikan inklusi bersumber dari:

a. Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara

b. Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Profinsi c. Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Kabupaten d. Sumber-sumber lain yang sah dan tidak mengikat 5) Pembinaan, Pengawasan dan Evaluasi

Pasal17

Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pendidikan inklusi dilaksanakan oleh :

a. Dinas Pendidikan untuk satuan pendidikan TK, SD, SMP, SMA, SMK, Negeri dan/atau swasta

b. Kantor Kementian Agama untuk RA, MI, MTs, dan MA/MAK Negeri dan/atau swasta.

Pasal 18

(1) Evaluasi hasil penyelenggaraan pendidikan inklusi dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan dsn Kepala Kantor Kementrian Agama sesuai kewenanganya.

(2) Laporan hasil evaluasi sebagaimana pada ayat (1) disampaikan kepada Bupati.

6) Penutup15

Pasal 19

14Peraturan Bupati Bojonegoro Nomor 38 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan

Inklusi Di Kabupaten Bojonegoro. pembiayaan.

15Peraturan Bupati Bojonegoro Nomor 38 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan


(41)

34

Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan peraturan Bupati ini dengan penempatanya dalam Berita Daerah Kabupaen Bojonegoro.

Peraturan Daerah ini berisikan tentang pendidikan inklusi pada sekolah formal, yang diselenggakan pada PAUD Sekolah/Madrasah

Pada peraturan daerah Bojonegoro nomor 38 tahun 2013 BAB III pasal 4 menyatakan : setiap kecamatan memiliki satu PAUD dan satu Sekolah/Madrasah untuk masing-masing jenjang.

4. Peserta Pendidikan Inklusi Menurut Peraturan Daerah

Bojonegoro

Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Bojonegoro peserta

pendidikan inklusi tercantup pada pasal 3 yang berbunyi :

(1) Pendidikan inklusi diselenggarakan pada PAUD dan Sekolah/Madrasah

(2) Penyelenggara pendidikan inklusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan oleh penyelenggara kepada kepala dinas pendidikan ataukepala kantor kementrian agama sesuai kewenangan masing-masing.

Dari isi peraturan daerah bojonegoro pasal 3 diatas dapat

dijelaskan bahwa peserta pendidikan inklusi ialah : PAUD yang

berarti, Taman Kanak-kanak(TK), Raudatul Athfal (RA) dan


(42)

35

berbentuk Kelompok Bermain (KB),Taman Penitipan Anak (TPA),

atau bentuk lain yang sederajat. PAUD pada jalur pendidikan

informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang

diselenggarakan oleh lingkungan. Dan Sekolah Dasar/Madrasah

Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah

Tsanawiyah (SMP/MTs), dan Sekolah Menengah Atas/Madrasah

Aliyah (SMA/MA) Negeri dan/atau swasta.

B. TINJAUAN TENTANG KINERJA KONSELOR DI SEKOLAH

INKLUSI

1. Pengertian Kinerja Konselor di Sekolah Inklusi

Dalam kamus bahasa Indonesia kinerja artinya sesuatu yang

dicapai, prestasi yang di perlihatkan, kemampuan kerja.16 Kinerja juga

diartikan cara bekerja atau menunjukkan kegiatan. Kinerja juga

menunjukkan suatu kegiatan atau keberanian untuk melakukan

sesuatu.17

Beberapa Para ahli telah mendefinisikan pengertian tengtang

konselor di antaraya adalah: Menurut Winkel : konselor sekolah adalah

seorang tenaga profesional yang memperoleh pendidikan khusus

diperguruan tinggi dan mencurahkan seluruh waktunya pada pelayanan

16 Daryanto, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), 368.

17 Badudu. J. s, Inilah Bahasa Indonesia Yang Benar, ( Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996), 469.


(43)

36

Bimbingan dan Konseling.18 Menurut Mukhlishah dalam bukunya

Administrasi Dan Manajemen Bimbingan Konseling Di Sekolah konselor adalah : seseorang yang memberikan bantuan khusus kepada

semua siswa dalam membantu siswa memahami, mengarahkan diri,

bertindak dan bersikap sesuai dengan runtutan dan keadaan lingkungan

siswa di sekolah, keluarga dan masyarakat dalam rangka mencapai

perkembangan diri yang optimal.19

Berdasarkan beberapa pendapat tentang pengertian kinerja dan

konselor dapat di simpulkan bahwa kinerja konselor di sekolah Inklusi

adalah kegiatan atau cara kerja tenaga profesional baik pria atau wanita

yang telah memperoleh pendidikan khusus di perguruan tinggi yang

berasal dari lulusan program studi bimbingan dan konseling yang

bertugas, bertanggung jawab, berhak penuh dan mencurahkan seluruh

waktunya pada pelayanan bimbingan dan konseling terhadap sejumlah

peserta didik yang ada di sekolah Inklusi.

2. Syarat-syarat Menjadi seorang Konselor

Dalam menjabat suatu profesi di tuntut untuk memenuhi

persyaratan tertentu. Oleh karena itu, seseorang harus memenuhi

18 Winkel,w.s, Psikologi Pengajaran,(Yogjakarta: Media Abadi, 2004), 167-168.

19 Mukhlishah. Administrasi Dan Manajemen Bimbingan Konseling Di Sekolah. (Jakarta: CV. Dwi Pustaka Jaya,2012), 15.


(44)

37

persyaratan tersebut. Persyaratan konselor menurut beberapa ahli

adalah sebagai berikut:

Menurut winkel : Syarat menjadi konselor adalah mempunyai

sikap menerima, sikap ingin memahami, sikap bertindak, dan berkata

secara jujur, memiliki kepekaan, mempunyai kemampuan komunikasi

yang tepat, memiliki kesehatan mental dan jasmani yang layak, serta

mentaati kode etik jabatan.20

Pendapat lain yang mengemukakan tentang syarat – syarat konselor antara lain:

a. Ketrampilan Interpersonal Konselor

Mampu membentuk hubungan produktif dengan klien,

menyusun laporan atau kontak, merupakan hal ditekankan oleh

semua pendekatan konseling. Analisis awal terhadap area

kompetensi dalam kerangka keterampilan ini, mendorong

pendidikan konseling seperti Ivey untuk merekomendasikan

konselor agar mempraktikan ketrampilan mendengar dan

merenung. Dari perspektif analisis kompetensi yang lebih luas,

model “aliansi terapeutik” Bordin menekankan tiga elemen inti pembentukan hubungan hubungan kerja yang baik dengan klien,

yaitu adalah: penciptaan ikatan konselor antara klien dan konselor,


(45)

38

pencapaian kesepakatan berkenaan dengan tujuan konseling, dan

pemahaman bersama terhadap tugas untuk mencapai tujuan ini.

Model aliansi terapeutik menyajikan kerangka umum untuk

memahami kompetensi yang dituntut dalam konseling yang efektif.

Teoretikus lain memerhatikan dimensi interpersonal berkaitan

dengan kontribusi yang diberikannya kepada proses pembentukan

aliansi. Roger misalnya, telah mengusulkan hubungan terapeutik

fasilitatif di mana konselor dapat memberikan “kondisi inti” yaitu

adalaha: empati, kongruen, dan penerimaan .

Hobson menyatakan bahwa ikatan antara konselor dan klien

tumbuh dari penciptaan “bahasa perasaan” bersama, yaitu cara berbicara bersama yang mengizinkan ekspresi perasaan klien. Rise

telah melaksanakan cukup banyak riset tentang nilai penting

kualitas suara terapis atau konselor.21

Hubungan antar manusia sangat dipengaruhi oleh factor

umum, seperti kelas sosial, usia, etnisitas, dan gender. Walaupun

sulit untuk menggeneralisir efek hubungan konseling dari berbagai

variabelini, cakup rasional rasanya untuk menyimpulkan bahwa

salah satu hubungan kompetensi penting bagi konselor adalah

keharusannya untuk sadar akan nilai penting karakteristik

21 John McLeod. Pengantar Konseling Teori dan Study Kasus. (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), 354.


(46)

39

demografis ini, dan mampu meningkatkan gaya atau

pendekatannya secara tepat.22

b. Keyakinan dan Sikap Personal

Kualitas pribadi seorang konselor memanglah sangat penting

pengaruhnya terhadap konseling, karena untuk pencapaian

konseling yang efektif.

Menurut Cahanagh, kualitas pribadi konselor ditandai dengan

beberapa karakteristik sebagai berikut:

Self knowledge (pemahaman diri)

Competence (kompetensi). Konselor yang efekti adalah

yang memiliki pengetahuan akademik, kualitas, pribadi,

ketrampilan konseling

Good psychological health (kesehatan psikologi yang baik)

 Dapat dipercaya

Honesty (jujur)

Strength (kekuatan)

Warmth (bersikap hangat)

Patience (sabar)

 kepekaan23

22 John McLeod. Pengantar Konseling Teori dan Study Kasus. (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), 538


(47)

40

Sejak pengujian terhadap “keyakinan konselor” oleh Halmos, masih terdapat keterkaitan terhadap ide bahwa semua konselor

yang efektif memiliki sistem keyakinan atau cara memahami dunia

yang mirip satu dengan yang lainnya. Asumsinya adalah konselor

mampu membantu seseorang karena mereka melihat masalah klien

dengan cara tertentu, dengan demikian para penolong yang

mengambil perspektif yang berbeda bisa jadi justru menghambat

pertumbuhan dan pembelajaran klien.

Usaha paling koheren untuk mengidentifikasi keyakinan dan

sikap yang berkaitan dengan efektivitas konseling dilakukan oleh

Combs. Dalam rangkaian 14 penelitian menggunakan bukan hanya

konselor saja tapi juga anggota profesi pelayanan kemanusiaan lain

seperti halnya pendeta dan guru, Combs dan Soper menemukan

bahwa penolong yang efektif dalam profesi ini cenderung untuk

memandang dunia dari perspektif person- centred.

Penelitian yang dilakukan oleh Combs memiliki akar yang

kuat pada aliran person-centred dan clien-centred, dan salah satu

batasan dari kerjanya adanya pembatasan pada dirinya sendiri

untuk hanya menguji nilai penting sikap “person-centred”. Padahal mungkin terdapat serangkaian keyakinan lebih luas yang dapat

ditujukan dimiliki oleh konselor yang efektif. Akan tetapi kerja

Combs sangat relevan dalam memberikan kontribusi untuk


(48)

41

seperti perawat, pelayanan sosial, dan pegawai negeri untuk

berpindah karier dan memasuki konseling. Suatu saat, keyakinan

dan sikap yang digambarkan Combs dapa bertabrakan dengan

praktik potensi lain.

Kompeten dalam bidang keyakinan dan sikap pribadi bukan

hanya mengandung beberapa cara memandang dunia, tapi juga

kesadaran diri yang akurat terhadap dunia. Klien mungkin

memiliki rangkaian keyakinan dan sikap yang agak berbeda, dan

terkadang menolak legimitasi bahwa apa yang mereka terima

merupakan cara konselor memandang sesuatu. Untuk dapat

mengatasi situasi semacam ini, konselor dituntut untuk mampu

melepaskan diri dari posisi filosofisnya sendiri sebagai cara agar

para klien mengetahui bahwa ia dapat menerima perspektif yang

berbeda. Karena itu, banyak pendidikan menyertakan pembahasan

“klasifikasi nilai”. Isu ini juga merupakan hal umum terdapat dalam supervisi.

c. Kemampuan Konseptual

Masalah besar berkenaan dengan apa yang terjadi dalam

konseling adalah tentang pemahaman, klien mendatangi konselor

karena mereka putus asa dengan kemampuan mereka untuk

memahami apa yang terjadi atau untuk memutuskan apa yang


(49)

42

mereka memberitahukan mereka apa yang terjadi dan memberikan

masukan apa yang harus dilakukan. Mereka akan kecewa ketika

konselor menyatakan bahwa akan lebih baik bagi klien untuk

mendapatkan pemahaman dan keputusan tersebut seorang diri.

Meskipun demikian, konselor harus mampu menghadapi klien

dalam daerah yang sulit ini, dan karena harus kompeten dalam

memikirkan apa yang terjadi.

Hanya ada sangat sedikit riset terhadap kemampuan

konseptual atau kognitif konselor. Dalam ulasan literatur, Beutler

menemukan tidak adanya hubungan antara kompetensi akademik

konselor, sebagaimana diukur dengan prestasi mereka pada jenjang

sastra satu, dan kesuksesan mereka dalam dalam masa pelatihan

lanjutan. Hal ini bukan merupakan hasil yang mengejutkan, karena

dengan menyelesaikan program sastra satu, konselor telah

mendemonstrasikan kompetensi intelektual yang cukup untuk

menjadi seorang konselor. Akan tetapi, hal tersebut

mengkonfirmasi pandangan yang diterima umum bahwa prestasi

akademik tidak berkaitan dengan efektivitas konseling yang tinggi.

Whitelly, menyelidiki perbedaan level fleksibilitas kognitif dalam

diri konselor pada saat pelatihan, dan menemukan keterkaitan yang

kuat antara fleksibilitas dan seluruh kompetensi konseling. Shaw

dan Dobson menyatakan bahwa “ingatan klinis” kemampuan untuk mengingat informasi yang diberikan oleh klien-membentuk


(50)

43

kompetensi kognitif kunci. Walaupun konsep ingatan klinis logis

pada level intuitif, tetapi belum ada riset yang membahas tentang

bagian yang dimainkan dalam konseling. Martin, menemukan

bahwa konselor yang lebih tinggi berpengalaman akan memandang

klien berdasarkan sistem konstruksi yang kompleks secara kognitif.

Dalam kondisi tidak adanya study riset terhadap kemampuan

konselor yang efektif, maka akan sangat berguna dan informatif

untuk melihat studi terhadap manajer yang sukses, sebuah bidang

yang kerap menjadi bahan riset. Klem dan Mc Clelland

melaksanakan riset tentang kompetensi yang ditujukkan oleh

manager efektif dalam sejumlah organisasi yang berbeda, dan

menemukan kompetensi “inti” yang cenderung teridentifikasi dalam semua manager sukses. Salah satu hasil utama dari study ini

adalah adanya bukti yang jelas bahwa manager yang lebih efektif

memiliki kapasitas yang lebih baik untuk mengkonseptualisasikan

masalah.

d. Kompetensi Personal

Berlawanan dengan sedikitnya riset terhadap kompetensi

kognitif atau konseptual, terhadap sejumlah besar riset substansi

yang menjadi dasar pembahasan nilai penting factor kepribadian

dan kesehatan mental umum sebagai variable yang dikaitkan


(51)

44

utama: mengidentifikasikan karakteristik kepribadian terapis

efektif, dan memberikan penilaian terhadap nilai terapi personal

bagi praktisi. Sebagian besar pekerjaan dalam bidang ini

dilaksanakan dengan tujuan untuk memberikan dukungan terhadap

kritik ketrampilan atau pendekatan berorientasi teknik. Semangat

yang mendasari studi ini digambarkan oleh Mc Connaughy dalam

pernyataan bahwa:24

Teknik aktual yang dilakukan oleh terapis kurang penting

dibandingkan dengan karakter dan kepribadian unik terapis itu

sendiri. Terapis memilih teknik dan teori berdasarkan “siapa

mereka” sebagai seorang individu,dengan kata lain, stategi terapi

tersebut merupakan menifestasi kepribadian terapis. Dengan

demikian, sebagai individu, terapis merupakan instrument

pengaruh utama dalam bidang terapi. Konsekuensi dari prinsip ini

adalah semakin terapis menerima dan menilai dirinya sendiri,

semakin efektif ia dalam membantu klien untuk mengetahui dan

menghargai dirinya sendiri.

Sejumlah study telah mengeksplorasi pengaruh kepribadian

konselor terhadap hasil konselor. Dapat dikatakan bahwa seluruh

bidang riset kepribadian merupakan hal yang problematik, karena

ciri kepribadian yang diukur oleh kuesioner cenderung

menunjukan kolerasi yang rendah dengan perilaku aktual pada

24 Ibid, 304.


(52)

45

semua studi.di samping itu terdapat bukti yang cukup kuat bahwa

konselor yang baik adalah orang yang menunjukan tingkat

penyesuaian emosional umum yang lebih tinggi dan kemampuan

membuka diri yang besar.

e. Penguasaan Teknik

Bagi seorang konselor menguasai teknik konseling adalah

mutlak. Sebab dalam proses konseling, teknik yang baik adalah

kunci keberhasilan menuju tercapainya tujuan konseling. Seorang

Konselor yang efektif harus mampu merespon klien dengan teknik

yang benar, sesuai keadaan klien saat itu. Respon yang benar

adalah respon yang mampu mendorong, merangsang, dan

menyentuh klien sehingga klien dapat terbuka untuk menyatakan

dengan bebas perasaan, pikiran dan pengalamannya. Selanjutnya

klien harus terlibat dalam diskusi mengenai dirinya.

Respon konselor terhadap klien mencakup dua sasaran yaitu

perilaku verbal dan perilaku nonverbal. Seorang konselor bukanlah

robot melainkan seseorang yang sarat akan latar belakang

sosial-budaya-agama, persoalan-persoalan hidup, keinginan dan cita-cita,

dan sebagainya. Apabila seorang konselor sedang dalam kondisi

tidak nyaman, maka besar kemungkinan kondisi tersebut akan

terbawa tanpa sengaja kedalam hubungan konseling. Untuk


(53)

46

masalah diri semaksimal mungkin, dan paling harus ada kepekaan

terhadap diri. Kemudian Konselor harus peka terhadap bahasa

tubuh klien.

Teknik umum merupakan teknik konseling yang lazim

digunakan dalam tahapan-tahapan konseling dan merupakan teknik

dasar konseling yang harus dikuasai oleh konselor. Untuk itu,

penulis berinisiatif untuk menulis beberapa keterampilan atau

teknik konseling yang harus dimiliki oleh seorang konselor.25

f. Pengembangan Kompetensi Konselor

Kategorisasi dan identifikasi ketrampilan dan kualitas

berhubungan dengan efektivitas konseling berfokus kepada

kompetensi yang ditunjukkan kepada orang-orang yang telah

menjadi praktisi. Walaupun demikian, penekanan dalam literatur

atas pentingnya factor dan nilai personal dalam area supervisi

modal perkembangan identitas konselor menyatakan bahwa

perspektif perkembangan dapat pula diaplikasikan kepada

pertanyaan terhadap kompetensi konselor. Banyak konselor yang

menemukan makna dalam metafora “counselor’s journey”

(perjalanan konselor), citra yang memungkinkan mereka untuk

melacak akar peran konseling mereka, dan memahami perbedaan

daerah serta halangan yang mereka temui dijalan untuk menjadi

25 John McLeod. Pengantar konseling: teori dan study Kasus. (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010)


(54)

47

seorang konselor. Jalan personal dan professional yang diikuti

konselor dapat dibagi dalam 5 tahap, yaitu:

1. Peran, hubungan dan pola kebutuhan emosional yang terbentuk

dimasa anak-anak.

2. Keputusan untuk menjadi seorang konselor.

3. Pengalaman menjalani pendidikan.

4. Mengatasi praktikyang berat.

5. Mengekspresikan kreatifitas dalam peran konseling

Hal-hal yang perlu dihindari sebagai Konselor di sekolah

dalam melaksanakan yaitu melakukan tindakan layanan yang tidak

sesuai dengan peruntukkannya.Untuk dapat menjalankan

tugas-tugas BK yang efektif dan bermakna tentu guru BK harus mampu

berkonsen¬trasi pada bidang profesinya, ini artinya

kegiatan-kegiatan yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip Konselor harus

dihindari kegiatan yang dimaksud anatara lain sebagai berikut:

1. Konselor merangkap sebagai guru bidang studi.

2. Konselor berlaku seperti penegak disiplin di sekolah / polisi

sekolah atau menjadi petugas guru piket sehingga harus

menghukum siswa yang melanggar tata tertib.

3. Konselor yang tidak mampu menyimpan data rahasia kliennya.

4. Konselor membuat surat perjanjian tertentu dengan siswa yang

dapat berakhir pada sangsi hukuman tertentu.


(55)

48

3. Tugas-tugas Konselor

Sebagai Konselor tentu kita sangat menaruh harapan besar agar

Konselor dapat berjalan efektif di sekolah. Kami merasa prihatin jika

pelaksanakan tugas-tugas Konselor di sekolah kurang maksimal, oleh

karena itu untuk dapat mingkatkan kinerja Konselor disekolah kita

harus bekerja keras agar eksistensi Konselor disekolah dapat dakui

keberadaanya dan terasa manfaatnya baik terhadap siswa, guru,

sekolah dan masyarakat., oleh karenan itu ada beberapa saran yang

dapat direnungkan dan dilaksanakan antara lain adalah sebagai berikut,

1. Membuat program BK sesuai dengan kubutuhan dan situasi

kondisi sekolah

2. Melaksanakan program sesuai dengan kemampuan anda

dan sekolah

3. Melaksanakan sosialisasi tentang tugas BK di Sekolah agar

para siswa , guru dan kepala sekolah memahaminya tentang

tugas-tugas BK di sekolah.

4. Jangan terlalu menuntut kepada sekolah untuk melengkapi

sarana dan prasarana BK jika sekolah memang tidak

mampu menyediakannya.Namun membuat usulan adalah

hal yang bijak untuk dilaksanakan.

5. Menguasai konsep BK dan Jangan malu bertanya jika anda


(56)

49

lebih baik dari pada salah dalam melaksanakan layanan

BK.

6. Menjalin kerja sama yang solid antar guru BK melalui

komunikasi intensif dalam forum MGBK, ABKIN dan

forum-forum lain yang dapat meningkatkan kinerja BK.

7. Segera di “ Referal “ atau alih tangan kasuskan. Jangan memaksakan diri untuk menangani kasus yang bukan

menjadi tanggung jawab anda sepeti narkotika, kasus-kasus

Kriminal, atau kasu-kasus kelainan jiwa, ingat bahwa

betanggiung jawab sebatas siswa yang normal. Dan jika hal

ini terjadi di sekolah, maka segera kordinasi dengan pihak

terkait untuk

8. Tumbuhkan Niat dan mantapkan hati bahwa akan menjadi

guru BK yang professional mulai hari ini.

Budaya serba instan menjadi kendala tersendiri manakala guru

bimbingan dan konseling yang sudah lulus sertifikasi mendapat

sertifikat guru bimbingan dan konseling profesional kemudian

mendapatkan tunjangan profesi tetapi belum menunjukkan kinerja

yang profesional. Salah satu indikatornya adalah kecemasan

menghadapi penilaian kinerja guru bimbingan dan konseling yang

lebih parah bingung dan tidak paham apa yang semestinya disiapkan.

Padahal kalau guru bimbingan dan konseling sudah professional


(57)

50

kinerja yang mau diterapkan pada tahun 2013. Kuncinya adalah pada

kinerja Konselor yang benar-benar profesional.

Konselor Profesional adalah konselor yang mampu melaksanakan

tugasnya secara menyeluruh sesuai dengan kompetensinya dan di

dasari semangat membangun dan menyelesaikan dan menghantarkan

kepada kebahagiaan konseli yang di tanganinya.

Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh

seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang

memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi

standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan

profesi. (UU No. 14/2005: Pasal 1 Butir 4).

Konselor di harapkan dapat mengutamakan kepentingan

kon-seli/siswa misalnya :

1. Konselor dapat memberdayakan kekuatan pribadi,

dan keprofesionalan Guru Bimbingan dan

Konseling/konselor.

2. Konselor dapat meminimalisir dampak lingkungan

dan keterbatasan pribadi Guru Bimbingan dan

Konseling/konselor.

3. Konselor dapat menyelenggarakan pelayanan


(58)

51

kewenangan dan kode etik profesional Guru

Bimbingan dan Konseling/konselor.

4. Konselor dapat mempertahankan objektivitas dan

menjaga agar tidak larut dengan masalah peserta

didik/konseli.

5. Konselor dapat melaksanakan layanan pendukung

sesuai kebutuhan peserta didik/konseli (misalnya

alih tangan kasus, kunjungan rumah, konferensi

kasus, instrumen bimbingan, himpunan data)

6. Konselor dapat menghargai identitas profesional

dan pengembangan profesi.

7. Konselor dapat mendahulukan kepentingan peserta

didik/konseli daripada kepentingan pribadi Guru

Bimbingan dan Konseling/konselor.

C. TINJAUAN IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH TENTANG

PENDIDIKAN INKLUSI DALAM MENINGKATKAN KINERJA

KONSELOR

Setelah kita ketahui uraian panjang lebar tentang Peraturan Daerah

Tentang pendidikan inklusi serta Kinerja Konselor di sekolah inklusi,

maka pembahasan dalam bab ini merupakan rangkaian dari uraian yang

telah penulis sajikan pada bab maupun sub-bab terdahulu yakni korelasi


(59)

52

1. Kinerja Konselor Menurut Peraturan Daerah

Dalam peraturan daerah pasal 7 disebutkan, Pemerintah daerah bertanggung jawab dalam : Menyediakan guru pembimbing khusus yang dapat memberikan program pembelajaran bagi peserta didik berkebutuhan khusus yang disediakan oleh dinas pendidikan. Menyediakan sarana dan prasarana bagi peserta didik berkebutuhan khusus serta memperhatikan aksesibilitas dan/atau alat sesuai kebutuhan peserta didik.26

Sesuai dengan peraturan daerah diatas kinerja konselor diawasi

oleh dinas pendidikan kabupaten Bojonegoro. dalam melaksanakan

kegiatan konseling di SMPN 1 Gondang seorang konselor didampingi

oleh dinas pendidikan yang menaunginya, sehingga kinerja yang

dilakukan oleh konselor terawasi dengan baik.

Sedangkan sarana dan prasarana konselor disediakan oleh

pemerintah daerah guna menunjang kinerja konselor sebagaimana

yang dijelaskan dalam pasal 7 poin b. sehingga konselor diaharapkan

lebih maksimal dalam melaksanakan kinerjanya di sekolah inklusi

SMPN 1 Gondang Bojonegoro.

26 Peraturan Bupati Bojonegoro Nomor 38 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi Di Kabupaten Bojonegoro.


(1)

98

3. Analisis Tentang Peraturan Daerah Tentang Pendidikan Inklusi Dalam Meningkatkan Kinerja Konselor

Dari paparan data yang penulis sampaikan diatas, adanya peraturan

daerah tentang pendidikan inklusi di kabupaten Bojonegoro sangat berperan

dalam meningkatkan kenerja konselor khususnya di SMPN 1 Gondang

Bojonegoro. hal itu dapat dilihat dari berbagai kegiatan yang dilakukan

pemerintah daerah yang berdasarkan pada peraturan yang dikeluarkan tersebut

yang berbunyi “Pasal 7

Pemerintah daerah bertanggung jawab dalam :

a. Menyediakan guru pembimbing khusus yang dapat

memberikan program pembelajaran bagi peserta didik berkebutuhan khusus yang disediakan oleh dinas pendidikan.

b. Menyediakan sarana dan prasarana bagi peserta didik

berkebutuhan khusus serta memperhatikan aksesibilitas dan/atau alat sesuai kebutuhan peserta didik.

c. Membentuk kelompok kerja pendidikan inklusi di kabupaten

Bojonegoro.”

Dari pasal 7 poin “a” guru pembimbing khusus disediakan oleh

pemerintah dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh penulis khususnya di

SMPN 1 Gondang yang menjadi guru pembimbing khusus adalah konselor


(2)

99

Pasal 7 poin “c” pemerintah membentuk kelompok kerja yang

beranggotakan dinas-dinas yang ada dinaungan pemerintah kabupaten yang

bertujuan sebagai supervisor atau pengawas dalam menjalankan kegiatan

terkait peraturan daerah tentang adanya pendidikan inklusi.

Dari pasal 7 diatas dapat diambil kesimpulan bahwa peraturan daerah

tentang pendidikan inklusi di Bojonegoro merupakan kebijakan yang elegan

mengingat pentingnya pendidikan bagi semua tanpa memilih. Dan

pelaksanaannya diawasi langsung oleh pemerintah daerah. Sehingga sangat

berperan dalam meningkatkan kinerja konselor khususnya di SMPN 1

Gondang Bojonegoro.

Selain itu hal tersebut juga diperkuat dengan jawaban hasil wawancara

dengan kepala sekolah guru BK dan siswa yang ada di SMPN 1 Gondang

Bojonegoro. bahwa adanya peraturan daerah tentang pendidikan inklusi di

sekolah inklusi SMPN 1 gondang dapat meningkatkan kinerja konselor.

Dengan indikator adanya pelatihan, adanya pengawasan, adanya biaya,

dan adanya evaluasi pasca dikeluarkanya peraturan bupati Bojonegoro No.38


(3)

BAB V PENUTUP

Dalam bab ini akan di jelaskan oleh penulis tentang beberapa hasil kesimpulan dari

beberapa bab yang telah di jelaskan di dalam pembahasan yang terdahulu, dan dapat

ditarik kesimpulan dan juga saran diantaranya adalah sebagai berikut :

A. Kesimpulan

Berdasarkan penyajian dan analisa data, maka peneliti dapat memberikan kesimpulan

sebagai berikut:

1. Implementasi Peraturan Daerah tentang Penyelengggaraan Pendidikan Inklusi Di

sekolah inklusi sudah sesuai dengan ketentuan berdasarkan proses penelitian

kualitatif yang penulis lakukan.

2. Kinerja Konselor Di Sekolah Inklusi SMPN 1 Gondang Bojonegoro selama

penulis melakukan penelitian di sekolah tersebut, konselor sekolah menunjukan

ada peningkatan kinerja setelah adanya peraturan daerah tentang pendidikan

Inklusi. Akan tetapi kesimpulan ini dapat berubah sesuai dengan keadaan peneliti


(4)

100

SMPN 1 Gondang Bojonegoro. kesimpulan ini penulis sampaikan berdasarkan

proses penelitian yang ada di SMPN 1 Gondang Bojonegoro.

B. Saran

Dari hasil penelitian yang penulis lakukan, ternyata banyak hal yang terjadi

dalam Implementasi Peraturan Daerah Tentang Pendidikan Inklusi Di SMPN 1

Gondang Bojonegoro. Apa yang kita ketahui dan kita pahami dalam teori, tidak mesti

sama dengan keadaan sebenarnya di lapangan. Maka dengan segala rendah hati dari

sifat yang bijak penulis memberikan masukan sebagai berikut:

1. Menjadi kewajiban kita bersama baik dari pemerintah maupun konselor dalam

implementasi pendidikan inklusi yang ada di SMPN 1 Gondang Bojonegoro agar

tujuan pendidikan inklusi terlaksana dengan baik.

2. Seharusnya ada tidaknya sebuah peraturan daerah bukan menjadi indikator

seorang konselor dalam meningkatkan kinerjanya. Akan tetapi seorang konselor

harus selalu Up To Date sesuai perkembangan zaman.

3. Dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan kiranya peneliti selanjutnya


(5)

Daftar pustaka

Latif. Abdul, Pendidikan Berbasis Nilai Kemasyarakatan. Bandung: Refika

Aditama. 2007

Ketut Sukardi. Dewa, Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan

Konseling di sekolah, Jakarta: Rineka Cipta, 2008

Reid. Gavin, Dyslexia and Inclusion; Classroom Approaches for Assesment,

Teaching and Learning, London: David Fulton Publisher, 2005

Subagyo.Joko, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek, (Jakarta :

Rineka Cipta, 1999

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja

Rosdakarya, 2000)

Bagus. Loren, Kamus Filsafat, Jakarta: Pustaka Utama, 2001

Prayitno, Dasar-Dasar bimbingan dan konseling, Jakarta : Rineka Cipta,

2008

Muhadjir.Noeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta :

Rakesarasin, 1996)

Adi Purwanta. Setia, Pedoman Model Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi,

Dria Manunggal: Yogyakarta, 2006.

Tri Hariastuti. Retno, Dasar-dasar bimbingan dan konseling, Surabaya :

UNESA press, 2008).

Undang undang Sisdiknas no. 20 tahun 2003

Peraturan Bupati Bojonegoro nomor 38 tahun 2013 tentang


(6)

Hery Widyastono.(2004).Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif Bagi Anak Berkelainan.Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan.Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan No 046 Tahun Ke-10, Januari 2004.

Undang-Undang SISDIKNAS (Sistem Pendidikan Nasional), 2003.

Mohammad Takdir Ilahi, pendidikan inklusif konsep & aplikasi, (Jogjakarta:

AR-RUZZ MEDIA.2013), 79

Daryanto, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997).

Badudu. J. s, Inilah Bahasa Indonesia Yang Benar, ( Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama, 1996).

Winkel,w.s, Psikologi Pengajaran,(Yogjakarta: Media Abadi, 2004).

Mukhlishah. Administrasi Dan Manajemen Bimbingan Konseling Di

Sekolah. (Jakarta: CV. Dwi Pustaka Jaya,2012).

John McLeod. Pengantar Konseling Teori dan Study Kasus. (Jakarta:

Kencana Prenada Media Group, 2010).

Ahmad Syarif, Pengenalan Kurikulum Sekolah dan Madrasah (Bandung: Citra Umbara, 1995).

http://penelitihukum.org/tag/pengertian-peraturan-daerah kabupaten

diaksestanggal 04 April 2015

http://www.pokjainklusifbojonegoro.com/informasi-a-kegiatandiakses tanggal 04 April 2015