IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER PADA SISWA DI SEKOLAH INKLUSI : STUDI PENELITIAN DI SMP NEGERI 29 SURABAYA.
IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER PADA SISWA
DI SEKOLAH INKLUSI (STUDI PENELITIAN DI SMP
NEGERI 29 SURABAYA)
SKRIPSI
Oleh:
MUCH. ARIF SAIFUL ANAM D01212041
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN ISLAM
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
2016
(2)
(3)
(4)
(5)
ABSTRAK
Anam, M. Arif Saiful. 2015. Implementasi Pendidikan Karakter pada Siswa di Sekolah Inklusi (Studi Penelitian di SMP Negeri 29 Surabaya). Skripsi. Program Studi Pendidikan Agama Islam, Jurusan Pendidikan Islam, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya. Pembimbing: Prof. Dr. H. Ali Mudlofir, M.Ag
Kata Kunci: Implementasi, Pendidikan Karakter, Sekolah Inklusi
Latar belakang penelitian ini adalah banyak yang mengatakan bahwa masalah terbesar yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini adalah masalah dekadensi moral. Perilaku menabrak etika, moral dan hukum dari yang ringan sampai yang berat acapkali kerap diperlihatkan oleh pelajar dan mahasiswa. Hal itulah yang kemudian mendorong munculnya tawaran pendidikan alternatif, salah satunya yaitu pendidikan karakter. Pendidikan karakter dirasa sangat penting karena dipandang sebagai solusi cerdas untuk menghasilkan peserta didik yang memiliki kepribadian unggul, berakhlak mulia, dan menjunjung tinggi nilai-nilai ke-Indonesian. SMP Negeri 29 Surabaya sebagai salah satu lembaga pendidikan dan sekolah inklusi di kota Surabaya juga ingin memberikan konstribusinya dalam membangun kualitas/karakter bangsa melalui pendidikan karakter. Sebagai sekolah inklusi, SMP Negeri 29 Surabaya sudah seharusnya memiliki cara tersendiri dalam implementasi pendidikan karakter kepada para siswanya yang heterogen. tidak hanya karena nilai-nilai karakter yang akan ditanamkan membutuhkan pendekatan yang berbeda dalam penginternalisasiannya, tetapi juga melihat subyek didik yang menjadi sasaran implementasi pendidikan karakter adalah siswa yang heterogen baik yang normal atau yang berkebutuhan khusus yang secara keseluruhan sangat berbeda baik tingkat kemampuan intelektual, karakteristik, maupun kematangannya. Oleh karena itu, diadakanlah penelitian tentang “Implementasi Pendidikan Karakter pada Siswa di Sekolah Inklusi (Studi Penelitian di SMP Negeri 29 Surabaya)”.
Penelitian ini bertujuan :1) Untuk mengetahui konsep pendidikan karakter, 2) Untuk mengetahui desain pendidikan karakter di SMP Negeri 29 Surabaya., 3) Untuk mengetahui implementasi pendidikan karakter pada siswa di SMP Negeri 29 Surabaya, 4) Untuk mengetahui faktor penghambat implementasi pendidikan karakter pada siswa SMP Negeri 29 Surabaya, 5) Untuk mengetahui solusi dari factor penghambat implementasi pendidikan karakter pada siswa di SMP Negeri 29 Surabaya.
Adapun Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang mengambil latar di SMPN 29 Surabaya. Pengumpulan data dilakukan dengan mengadakan observasi, wawancara (interview), dokumentasi, dan penyebaran kuisioner. Adapun teknik analisis data yang digunakan adalah dengan menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum, Implementasi Pendidikan Karakter pada siswa di Sekolah Inklusi SMP Negeri 29 Surabaya terbagi menjadi 3 macam, yaitu implementasi pendidikan karakter yang terintegrasi dalam pembelajaran, yang terintegrasi dalam kegiatan pengembangan diri (kegiatan intra/ekstrakulikuler), dan yang terintegrasi dalam pengembangan budaya sekolah. Selain itu, juga terintegrasi dalam pembelajaran muatan local. Adapun yang secara khusus. Implementasi Pendidikan karakter pada siswa diimplementasikan di kelas Pintar.
(6)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... ii
PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii
ABSTRAK ... iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
DAFTAR TRANSLITERASI ... xvi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 11
C. Tujuan Penelitian ... 11
D. Kegunaan Penelitian... 12
E. Penelitian Terdahulu ... 13
F. Definisi Operasional... 16
G. Sistematika Pembahasan ... 19
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 22
A. Tinjauan tentang Pendidikan Karakter ... 22
1. Hakekat Pendidikan Karakter ... 22
2. Pengertian Pendidikan Karakter ... 23
3. Landasan Pendidikan Karakter ... 34
4. Tujuan dan fungsi Pendidikan Karakter ... 38
5. Manfaat Pendidikan Karakter ... 43
(7)
7. Pilar-pilar Pendidikan Karakter... 50
8. Nilai-nilai dalam Pendidikan Karakter... 53
9. Pentingnya Pendidikan Karakter ... 58
10.Metode Pendidikan Pendidikan Karakter... 66
11.Hambatan dalam Pendidikan Karakter... 75
12.Solusi yang tepat pada hambatan Pendidikan Karakter ... 80
B. Tinjauan tentang Sekolah Inklusi ... 82
1. Latar Belakang adanya Sekolah Inklusi ... 82
2. Pengertian Pendidikan Inklusi... 86
3. Landasan Pendidikan Inklusi ... 92
4. Sejarah Pendidikan Inklusi di Indonesia ... 100
5. Tujuan Pendidikan Inklusi ... 104
6. Manfaat Pendidikan Inklusi ... 106
7. Komponen Pendidikan Inklusi ... 108
8. Model Sekolah Inklusi ... 114
C. Tinjauan tentang Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah ... 119
BAB III METODE PENELITIAN ... 127
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian... 127
B. Objek Penelitian ... 129
C. Jenis dan Sumber Data ... 129
D. Kehadiran Peneliti ... 130
E. Teknik Pengumpulan data ... 131
F. Teknik Analisis Data ... 134
G. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ... 136
H. Tahap-tahap Penelitian ... 138
BAB IV PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN ... 140
A. Gambaran Umum SMP Negeri 29 Surabaya ... 140
B. Tinjauan tentang Implementasi Pendidikan Karakter pada siswa di SMP Negeri 29 Surabaya ... 153
C. Faktor Penghambat Implementasi Pendidikan Karakter pada siswa di SMP Negeri 29 Surabaya ... 185
(8)
BAB V PEMBAHASAN ... 191
A. Analisis implementasi pendidikan karakter pada siswa di SMP Negeri 29 Surabaya ... 191
B. Solusi dari factor penghambat implementasi pendidikan karakter pada siswa di SMP Negeri 29 Surabaya ... 210
BAB VI PENUTUP ... 212
A. Kesimpulan ... 212
B. Saran ... 215
(9)
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 1.1 : Deskripsi Nilai Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa ... 55
Tabel 2.1 : Landasan Yuridis Pendidikan Inklusi ... 96
Tabel 3.1 : Nilai Karakter yang dikembangkan dalam Pembelajaran ... 123
Tabel 4.1 : Tenaga Kependidikan SMP Negeri 29 Surabaya ... 146
Tabel 4.2 : Kualifikasi Guru SMP Negeri 29 Surabaya ... 147
Tabel 4.3 : Data Guru SMP Negeri 29 Surabaya ... 147
Tabel 4.4 :Tenaga Pendukung SMP Negeri 29 Surabaya ... 150
Tabel 4.5 : Jumlah Siswa SMP Negeri 29 Surabaya (Lima tahun Terakhir) ... 151
Tabel 5.1 :Data dan Kondisi Ruang Belajar ... 151
Tabel 5.2 :Data ruang belajar (Fasilitas) Lainnya ... 152
Tabel 6.1 :Nilai Karakter yang dikembangkan dalam Pembelajaran ... 164
(10)
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Gambar 1.1: Keterkaitan antara komponen moral dalam rangkapembentukan
karakter yang baik menurut Lickona ... 62 Gambar 2.1: Struktur Organisasi SMP Negeri 29 Surabaya ... 146 Gambar 2.1: Implementasi Pendidikan Karkter SMP Negeri 29 Surabaya ... 195
(11)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Lampiran 1 : Pedoman Observasi Lampiran 2 : Pedoman Wawancara Lampiran 3 : Kuesioner
Lampiran 4: Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) K-13 Lampiran 5: Data Guru SMP Negeri 29 Surabaya
Lampiran 5: Data Siswa SMP Negeri 29 Surabaya Lampiran 4 : Surat Tugas
Lampiran 5 : Kartu Konsultasi Skripsi Lampiran 6 : Surat Izin Penelitian
Lampiran 7 : Surat Penerimaan Izin Penelitian Lampiran 8 : Surat Keterangan Penelitian Lampiran 9: Dokumentasi
(12)
PEDOMAN TRASLITERASI
Pedoman transliterasi Arab – Latin ini diambil dari Buku Pedoman Penulisan Makalah, Tesis, Disertasi Program Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya (Surabaya: Program Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya, 2005)
a = b = t = th = j = h} = kh = d = dh = r = z = s = sh = s} = d} = t} = z} = ‘ = gh =
f =
q =
k =
l =
m =
n =
h =
w =
‟ =
y =
1. Untuk menunjukkan bunyi hidup panjang (madd) caranya dengan menuliskan coretan horizontal (macron) di atas seperti huruf a>, i>, u>. 2. Vokal rangkap (diftong) yang dilambangkan secara gabungan antara
harakat dan huruf, ditransliterasikan sebagai berikut :
a. vokal rangkap ( وأ ) dilambangkan dengan huruf au seperti: syaukani, al yaum
b. vokal rangkap ( يأ ) dilambangkan dengan huruf ai, seperti ‘umairi, zuhaili.
(13)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keberhasilan suatu bangsa dalam memperoleh tujuannya tidak hanya ditentukan oleh melimpah ruahnya sumber daya alam, akan tetapi sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya. Bahkan ada yang mengatakan bahwa “Bangsa yang besar dapat dilihat dari kualitas/ karakter bangsa (manusia) itu sendiri” 1
Berbicara tentang kualitas sumber daya manusia, tidak dapat terlepas dari pendidikan. Karena pada dasarnya melalui proses itulah terciptanya karakter-karakter manusia yang selanjutnya akan menentukan sejauhmana besar kecilnya bangsa itu sendiri. Dari situlah pendidikan dianggap sebagai pilar utama untuk mencetak manusia-manusia berkualitas dan memiliki arti penting bagi kemajuan suatu bangsa.
Pendidikan merupakan upaya memanusiakan manusia yang pada dasarnya adalah usaha untuk mengembangkan potensi yang dimiliki setiap individu sehingga dapat hidup secara optimal, baik sebagai pribadi maupun sebagai bagian dari masyarakat, serta memiliki nilai–nilai moral dan sosial sebagai pedoman hidupnya. Dengan demikian pendidikan dipandang sebagai usaha sadar yang bertujuan dan usaha mendewasakan anak.2
1
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), Cet Ke-2,h. 2.
2
Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2005), h. 2. Lihat juga Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 22.
(14)
2
Sejalan dengan pengertian diatas, menurut Ki Hajar Dewantara. Pendidikan adalah upaya untuk memajukan budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek) dan jasmani anak didik.3 Manusia yang terdidik seharusnya menjadi orang yang bijak, yaitu yang dapat menggunakan ilmunya untuk hal-hal yang baik dan dapat hidup secara bijak dalam segala aspek kehidupan. Karenanya, sebuah sistem pendidikan yang berhasil adalah yang dapat membentuk manusia-manusia berkarakter.4
Begitu pula yang dikatakan Socrates tentang tujuan mendasar dari pendidikan adalah membuat seorang menjadi good and smart. Bahkan Sang Nabi terakhir Nabi Muhammad saw menegaskan bahwa misi utama dalam mendidik adalah untuk menyempurnakan akhlak dan mengupayakan pembentukkan karakter yang baik (good character). 5
“Sesungguhnya aku diutus di dunia itu tak lain untuk menyempurnakan akhlak budi pekerti yang mulia” (HR. Bukhori). 6
Sejatinya, tujuan-tujuan ini telah dapat dibuktikan di masa sekarang dengan melihat dan merasakan kebesaran bangsa kita, karena apa yang dikatakan kedua tokoh (Socrates dan Nabi Muhammad saw) tersebut telah ditetapkan juga sebagai tujuan utama pendidikan sejak beberapa abad silam.
3
Kementrian Pendidikan Nasional, Kerangka Acuan Pendidikan Karakter Tahun Anggaran 2010, (Jakarta: Direktorat Ketenagaan dan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, 2010), h. 3. Lihat juga Muclas Samani dan Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), cet. 2, h. 33.
4
Masnur Muslich, Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2011), h. 29. 5
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Islam, h. 2. 6
(15)
3
Namun, hal ini menjadi sangat ironis ketika kita memperhatikan kondisi bangsa saat ini. Bukan sebuah kesalahan jika kita mengatakan bangsa kita ini tengah mengalami krisis multidimensi yang berkepanjangan. Banyak yang mengatakan bahwa masalah terbesar yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini adalah terletak pada aspek moral. Bahkan Abu A’la Al-Maududi dalam buku “Ethical View Point Of Islam.” mengatakan:
“The greatest problem that has confronted man from immemorial is the moral problem, (masalah terbesar yang dihadapi manusia sejak zaman dahulu kala sampai saat ini adalah masalah dekadensi moral)” 7 Demikian masalah dekadensi moral memang sudah menjadi permasalahan dari zaman dahulu hingga sekarang. Dewasa ini dapat kita analisis, di tengah-tengah kehidupan berbangsa dan bernegara, masalah „dekadensi moral’ sedang menggejala, mewabah, marak dan merebak dalam berbagai bidang kehidupan. Di kalangan pelajar dan mahasiswa dekadensi moral ini tidak kalah memprihatinkan. Perilaku menabrak etika, moral dan hukum dari yang ringan sampai yang berat acapkali kerap diperlihatkan oleh pelajar dan mahasiswa.8 Kebiasaan mencontek pada saat ulangan atau ujian masih dilakukan. Keinginan lulus dengan cara mudah dan tanpa kerja keras pada saat ujian nasional menyebabkan mereka berusaha mencari jawaban dengan cara tidak beretika. Mereka mencari bocoran jawaban dari berbagai sumber yang tidak jelas. Apalagi jika keinginan lulus dengan mudah ini bersifat institusional karena direkayasa atau dikondisikan oleh pimpinan
7
Wahyu Saripudin, Optimalisasi Implementasi Pendidikan Karakter Menuju Bangsa Indonesia yang Lebih Baik, Artikel, 2012, h. 1.
8
Kementrian Pendidikan Nasional, Desain Induk Pendidikan Karakter, (Jakarta: Kemendiknas, 2010), h. 2-4.
(16)
4
sekolah dan guru secara sistemik. Pada mereka yang tidak lulus, ada di antaranya yang melakukan tindakan nekat dengan menyakiti diri atau bahkan bunuh diri. Perilaku tidak beretika juga ditunjukkan oleh mahasiswa. Plagiarisme atau penjiplakan karya ilmiah di kalangan mahasiswa juga masih bersifat massif. Bahkan ada yang dilakukan oleh mahasiswa program doktoral. Semuanya ini menunjukkan kerapuhan karakter di kalangan pelajar dan mahasiswa. Bukti lain yang dapat kita lihat adalah banyaknya berita dari mulai tentang tawuran antar pelajar atau antar mahasiswa, kasus penggunaan narkoba di kalangan pelajar atau remaja dan mahasiswa, kasus beberapa pelajar atau mahasiswa berada di "terali besi" karena menganiaya guru/dosennya sendiri, anak yang tidak lagi memiliki sopan santun pada orang tua, kasus-kasus asusila yang dilakukan oleh remaja bahkan hingga kasus pembunuhan terhadap orang tua yang pelakunya adalah remaja berpakaian seragam atau ber-almameter.9 Semua perilaku negatif di kalangan pelajar dan mahasiswa di atas, jelas menunjukkan kerapuhan karakter yang cukup parah yang salah satunya disebabkan oleh tidak optimalnya pengembangan karakter di lembaga pendidikan di samping karena kondisi lingkungan yang tidak mendukung. 10
9
Sri Narwanti, Pendidikan Karakter: Pengintegrasian 18 Nilai Pembentukan Karakter dalam Mata Pelajaran, (Yogyakarta: Familia, 2011), h. 13. Lihat juga Masnur Muslich,
Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional, h. 35. Mujamil Qomar,
Kesadaran Pendidikan: Sebuah Penentu Keberhasilan Pendidikan, (Jogjakarta :Ar-Ruzz Media. 2012), h. 28.
10
Kementrian Pendidikan Nasional, Kerangka Acuan Pendidikan Karakter Tahun Anggaran 2010, h. 2-3.
(17)
5
Hal itulah yang kemudian mengusik banyak pakar pendidikan, sehingga bermunculan berbagai tawaran pendidikan alternatif. Salah satunya adalah model pendidikan alternatif yaitu pendidikan karakter.
Menurut Ratna Megawangi bahwa pendidikan karakter adalah:11 “Sebuah usaha mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif pada lingkungannya. Adapun nilai-nilai karakter yang ditanamkan kepada anak-anak adalah nilai-nilai universal yang mana seluruh agama, tradisi dan budaya pasti menjunjung tinggi nilai-nilai tersebut yang selanjutnya dituangkan dalam kurikulum dan kegiatan anak-anak di sekolah”.
Dalam laporan tahunan Character Education Partnership bahkan disebutkan, bahwa pendidikan karakter bagi instansi pendidikan bukan lagi sebagai sebuah opsi, tetapi suatu keharusan yang tak terhindarkan. Menindaklanjuti Intruksi Presiden Nomor 01 Tahun 2010 tentang Budaya Karakter Bangsa, Kewirausahaan, dan ekonomi kreatif serta Inpres No. 06 Tahun 2009 tentang ekonomi kreatif, Depdiknas menyelenggarakan rintisan program yang mengaplikasikan nilai-nilai karakter budaya bangsa, kewirausahaan dan ekonomi kreatif.12 Di sinilah pentingnya implementasi pendidikan karakter. Pendidikan karakter merupakan tanggung jawab seluruh lembaga pendidikan, baik pendidikan formal, nonformal maupun informal baik di sekolah/madrasah maupun di perguruan tinggi. Pendidikan karakter dipandang sebagai solusi cerdas untuk menghasilkan peserta didik yang
11
Dharma Kesuma, dkk, Pendidikan Karakter: Kajian Teori dan Praktik di Sekolah,
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), h. 5. Lihat juga Ratna Megawangi, Pendidikan Karakter: Solusi yang Tepat untuk Membangun Bangsa, (Bogor: Indonesia Heritage Foundation, 2004), h. 95.
12
(18)
6
memiliki kepribadian unggul, berakhlak mulia, dan menjunjung tinggi nilai-nilai ke-Indonesian secara menyeluruh.13
Pendidikan karakter sebenarnya bukan hal yang baru. Sejak awal kemerdekaan, masa orde lama, masa orde baru, dan masa reformasi sudah dilakukan dengan nama dan bentuk yang berbeda-beda. Namun hingga saat ini belum menunjukkan hasil yang optimal, terbukti dari fenomena sosial yang menunjukkan perilaku yang tidak berkarakter sebagaimana disebut di atas. Dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan pada Pasal 3 yang berbunyi pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggung jawab. 14
Namun tampaknya upaya pendidikan yang dilakukan oleh lembaga pendidikan dan institusi pembina lain belum sepenuhnya mengarahkan dan mencurahkan perhatian secara komprehensif pada upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional.
13
Akhmad Muhaimin Azzet, Urgensi Pendidikan Karakter di Indonesia, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), h. 9.
14
Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2006), h. 8-9. Lihat juga Daryanto dan Suryatri Darmiatun, Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah, (Yoyakarta: Gava Media, 2013), h. 44. Zainal Aqib dan Sujak, Panduan dan Aplikasi Pendidikan Karakter, (Bandung: YRama Widya, 2011), h. 2. Kementrian Pendidikan Nasional, Pengembangan Pendidikan Budaya dan
Karakter Bangsa, (Jakarta: Badan Penelitian dan Pusat Kurikulum Kemendiknas, 2010), h. 2.
Undang-undang RI No 20 tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Semarang: Aneka Ilmu), h. 2. Darmiyati Zuchdi, dkk, Pendidikan Karakter dengan Pendekatan Komprehensif, (Yogyakarta: UNY Press, 2010), h. 2.
(19)
7
Di tengah kegelisahan yang menghinggapi berbagai komponen bangsa, sesungguhnya terdapat beberapa lembaga pendidikan atau sekolah yang telah melaksanakan pendidikan karakter secara berhasil dengan model yang mereka kembangkan sendiri-sendiri. Mereka inilah yang menjadi best practices dalam pelaksanaan pendidikan karakter di Indonesia. Namun, hal itu tentu saja belum cukup, karena berlangsung secara sporadis dan pengaruhnya secara nasional tidak begitu besar. Oleh karena itu perlu ada gerakan nasional pendidikan karakter yang diprogramkan secara sistemik dan terintegrasi.
Hal ini sejalan dengan kebijakan pemerintah sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden nomor 5 Tahun 2010 tentang Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa. Menteri Pendidikan Nasional, Mohammad Nuh menegaskan, bahwa ―tidak ada yang menolak tentang pentingnya karakter, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana menyusun dan mensistematiskan, serta mengimplementasikan, sehingga anak-anak dapat lebih berkarakter dan lebih berbudaya.15 Untuk mencapai hal tersebut merupakan tugas dan tanggung jawab lembaga pendidikan di semua jenjang pendidikan termasuk dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi khususnya untuk menginternalisasikan dan menerapkan pendidikan karakter kepada peserta didiknya.
SMP Negeri 29 Surabaya sebagai salah satu lembaga pendidikan juga ingin memberikan konstribusinya dalam membangun kualitas/karakter bangsa
15
Kementrian Pendidikan Nasional, Kerangka Acuan Pendidikan Karakter Tahun Anggaran 2010, h. 3.
(20)
8
melalui pendidikan karakter. Adanya pendidikan karakter di SMPN 29 Surabaya ini dapat kita lihat dari penjewantahan visi dan misi SMPN 29 Surabaya yang salah satunya yaitu untuk mewujudkan suasana pendidikan yang berkarakter bangsa, kondusif, berwawasan lingkungan dan ramah bagi semua.
SMP Negeri 29 Surabaya merupakan salah satu sekolah inklusi yang ada di Surabaya. Sekolah Inklusi adalah sekolah yang menyediakan atau menampung anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) untuk di didik di lingkungan sekolah biasa dengan anak-anaknya yang normal. Tujuan utama program pendidikan inklusi ini ialah untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki anak berkebutuhan khusus (ABK) dan memberi kesempatan pada mereka untuk bersosialisasi. Berdasarkan tujuan diatas, harapan untuk bisa mengoptimalkan potensi ABK tentunya menjadi harapan banyak orang khususnya bagi orang tua yang memiliki ABK ini.
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 diamanatkan bahwa setiap warga negara mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan. Hal ini menegaskan bahwa setiap anak berhak untuk mendapatkan pendidikan yang layak tanpa memandang latar belakang agama, suku bangsa, ekonomi dan status sosialnya.
Pendidikan sebagaimana mestinya bukan hanya sekedar Transfer of knowledge akan tetapi juga transfer of values (pembentukan kepribadian) sehingga seseorang mampu mengenali dan mengasah potensi diri agar tercapai tujuan hidupnya. Dan pembentukan kepribadian ini tidak hanya
(21)
9
untuk seseorang yang normal saja, melainkan juga hak semua orang termasuk orang/anak berkebutuhan khusus. Hal ini menegaskan bahwa pendidikan karakter itu tidak hanya untuk anak yang normal saja tetapi untuk semua anak didik tanpa terkecuali. Karena pada dasarnya semua orang memiliki hak yang sama dalam memperoleh pendidikan.
SMP Negeri 29 Surabaya sebagai sekolah inklusi memiliki berbagai karakteristik anak didik yang berkebutuhan khusus, diantaranya, yaitu Lamban belajar (Slow Leaner), Authis, ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorder), Tunadaksa, Down Syndrom, Tunalaras, Tuna Rungu, dan Low Vision. Adanya heterogenitas pada siswa di SMPN 29 Surabaya membuat sekolah ini menjadi lebih spesial dibandingkan dengan sekolah pada umumnya. Dan hal itu menjadi ciri khas tersendiri bagi SMPN 29 Surabaya.
SMP Negeri 29 Surabaya sebagai sebuah instansi pendidikan diharapkan mampu menghasilkan output yang berkualitas yaitu SDM yang pandai, trampil dan berbudi pekerti luhur serta memiliki karakter yang unggul. Untuk dapat mewujudkan hal itu, maka implementasi pendidikan karakter di SMP Negeri 29 Surabaya menjadi sebuah keniscayaan
Namun yang penting menjadi sorotan adalah bagaimana cara atau strategi yang digunakan SMP Negeri 29 Surabaya dalam mengimplementasikan pendidikan karakter tersebut. Penggunaan cara atau strategi yang tepat sangat menentukan berhasil tidaknya implementasi dari pendidikan karakter tersebut. Ketika cara atau strategi yang digunakan dalam implementasi pendidikan karakter itu tepat, maka nilai-nilai yang akan
(22)
10
diinternalisasikan ke dalamnya akan dapat tertanam dengan baik. Begitu pula sebaliknya, ketika cara atau strategi yang digunakan dalam implementasi pendidikan karakter itu tidak tepat, bisa dipastikan proses internalisasi nilai-nilai karakter tersebut tidak akan berjalan dengan baik dan tidak dapat menghasilkan output yang sesuai dengan harapan. Inilah hal yang sangat patut untuk di perhatikan khusunya dalam merealisasikan pendidikan karakter.
Sebagai sekolah inklusi, SMP Negeri 29 Surabaya sudah seharusnya memiliki cara tersendiri dalam implementasi pendidikan karakter kepada para siswanya yang heterogen. tidak hanya karena nilai-nilai karakter yang akan ditanamkan membutuhkan pendekatan yang berbeda dalam penginternalisasiannya, tetapi juga karena melihat subyek didik yang menjadi sasaran implementasi pendidikan karakter adalah siswa yang heterogen baik yang normal atau yang berkebutuhan khusus yang secara keseluruhan sangat berbeda baik tingkat kemampuan intelektual, karakteristik, maupun kematangannya.
Berdasarkan Observasi awal yang dilakukan peneliti didapatkan data, bahwa SMP Negeri 29 Surabaya memiliki ciri khas tersendiri dalam menanamkan nilai-nilai karakter pada anak didiknya. Hal ini dapat kita lihat baik dalam kegiatan belajar mengajar, kegiatan ekstrakulikuler ataupun intrakulikulernya. Semua kegiatan yang direalisasikan di SMP Negeri 29 Surabaya sangat sarat akan nilai-nilai pendidikan karakter.
(23)
11
Oleh karena itu, berdasarkan uraian diatas sangatlah menarik untuk dikaji dan diteliti secara mendalam kaitannya dengan “Implementasi
Pendidikan Karakter pada Siswa di Sekolah Inklusi (Studi Penelitian di SMP Negeri 29 Surabaya”.
B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana konsep pendidikan karakter ?
2. Bagaimana desain pendidikan karakter di SMP Negeri 29 Surabaya ? 3. Bagaimana implementasi pendidikan karakter pada siswa di SMP Negeri
29 Surabaya ?
4. Apa faktor penghambat implementasi pendidikan karakter pada siswa di SMP Negeri 29 Surabaya?
5. Apa solusi dari factor penghambat implementasi pendidikan karakter pada siswa di SMP Negeri 29 Surabaya?
C. Tujuan Penelitian
Mengacu pada rumusan masalah yang telah penulis kemukakan diatas, tujuan penelitian yang hendak dicapai adalah:
1. Untuk mengetahui konsep pendidikan karakter.
2. Untuk mengetahui desain pendidikan karakter di SMP Negeri 29 Surabaya. 3. Untuk mengetahui implementasi pendidikan karakter pada siswa di SMP
Negeri 29 Surabaya.
4. Untuk mengetahui faktor penghambat implementasi pendidikan karakter pada siswa SMP Negeri 29 Surabaya.
(24)
12
5. Untuk mengetahui solusi dari factor penghambat implementasi pendidikan karakter pada siswa di SMP Negeri 29 Surabaya
D. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat secara teoritis maupun praktis. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat:
1. Dijadikan sebagai bahan pertimbangan, sebelum menentukan kebijakan, khususnya kebijakan yang berkenaan dengan implementasi pendidikan karakter.
2. Memberikan kontribusi yang positif bagi pengembangan keilmuan khususnya dalam penerapan pendidikan karakter.
3. Menambah wawasan dan khazanah dan ilmu pengetahuan tentang pendidikan Islam, khususnya tentang pendidikan karakter.
4. Menambah kepustakaan dalam dunia pendidikan, khususnya di fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Ampel Surabaya.
5. Memberi wawasan dan pemahaman tentang wacana pemikiran kontemporer dan hasil pembahasannya berguna menambah literatur/ bacaan tentang penerapan nilai-nilai karakter.
Adapun secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan: 1. Bagi penulis, diharapkan dapat:
a. Memberikan pengetahuan dan menambah wawasan penulis tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan Pendidikan karakter yang diimplementasikan di SMP Negeri 29 Surabaya.
(25)
13
b. Sebagai salah satu pemenuhan tahap akhir dari persyaratan menyelesaikan studi program strata satu (S1) pada Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya.
2. Bagi Lembaga Pendidikan, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan, masukan dan bahan pertimbangan untuk mengoptimalkan implementasi pendidikan karakter sekaligus sebagai umpan balik yang nyata yang sangat berguna sebagai bahan evaluasi demi keberhasilan dimasa yang akan datang.
3. Bagi pihak lain yang membaca tulisan ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan informasi dan pengetahuan mengenai Implementasi Pendidikan Karakter, ataupun sebagai bahan kajian lebih lanjut bagi peneliti berikutnya.
E. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu merupakan penelitian untuk mempertajam metodologi, memperkuat kajian teoritis dan memperoleh informasi mengenai penelitian sejenis yang telah dilakukan oleh peneliti lain 16
Penulis menggali informasi dan melakukan penelusuran buku dan tulisan ilmiah lainnya yang berkaitan dengan pembahasan penelitian ini untuk dijadikan sebagai sumber acuan dalam penelitian ini:
16
Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif, (Bandung: Pustaka Pelajar, 2002), cet. 1, h. 105.
(26)
14
Penulisan skripsi yang berjudul “Implementasi Pendidikan Karakter Melalui Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Khadijah A. Yani Surabaya”, yang disusun oleh Muhammad Sahlul Fikri (D31210105). Membahas mengenai bagaimana penerapan atau Implementasi pendidikan karakter melalui pembelajaran pendidikan agama Islam di SMP Khadijah A. Yani Surabaya. Dengan kesimpulan bahwa Implementasi pendidikan karakter melalui pembelajaran pendidikan agama Islam di SMP Khadijah A. Yani Surabaya direalisasikan melalui pembiasaan keagamaan yang berhaluan Aswaja An-Nadliyah yang dilakukan melalui kegiatan rutin sehari-hari seperti salam salim senyum, membaca do’a sebelum mulai pelajaran, shalat dhuha berjam’ah, shalat dhuhur berjama’ah, membaca surat al-waqi’ah, surat yasin, dan setiap jum’at selalu diadakan infaq dan juga pendidikan karakter tersebut terintregrasi dalam pembelajaran di semua mata pelajaran.17
Penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Keberhasilan Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran Pendididikan Agama Islam Di SMA GIKI 3 Surabaya” yang disusun oleh Adi Isma Aldayu (D31209061). Membahas tingkat keberhasilan pendidikan karakter dalam pembelajaran pendididikan Agama Islam Di SMA GIKI 3 Surabaya. Dengan kesimpulan bahwa keberhasilan pendidikan karakter dalam pembelajaran PAI di SMA GIKI 3 Surabaya sudah mencapai 85%. Hal ini terbukti dari hasil analisis data
17
Muhammad Sahlul Fikri, Implementasi Pendidikan Karakter Melalui Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Di SMP Khadijah A. Yani Surabaya.Skripsi Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Ampel Surabaya, (Surabaya: Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya, 2014).
(27)
15
mengenai factor yang mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan pendidikan karakter.18
Penulisan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pendidikan Karakter Dalam Menanggulangi Delinquency Siswa Kelas VIII di SMP al-Islah Surabaya” disusun oleh Hasran Punggeti (D01206087). Membahas mengenai Pengaruh pendidikan karakter dalam menanggulangi delinquency siswa kelas VIII di SMP al-Islah Surabaya. Dengan kesimpulan bahwa Pendidikan karakter telah menunjukkan pengaruh yang nyata dalam menangani tingkat delinquency siswa kelas VIII di SMP al-Islah Surabaya. Dengan kata lain, pendidikan karakter dapat membentuk perilaku yang baik bagi siswa.19
Penulisan skripsi yang berjudul “Implementasi Pembelajaran al-Qur'an Hadits Berbasis Pendidikan Karakter di MAN Babat Lamongan” disusun oleh Muslih (D31208006). Membahas mengenai bagaimana Implementasi pembelajaran al-Qur'an hadits berbasis pendidikan karakter di MAN Babat Lamongan. Dengan kesimpulan bahwa Implementasi pembelajaran al-Qur'an hadits berbasis pendidikan karakter di MAN Babat Lamongan dibuktikan dengan adanya perangkat pembelajaran al-qur’an hadis berkarakter dan adanya usaha-usaha guru dalam penanaman nilai nilai
18
Adi Isma Aldayu, Analisis Keberhasilan Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran Pendididikan Agama Islam Di SMA GIKI 3 Surabaya. Skripsi Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Ampel Surabaya, (Surabaya: Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya, 2013).
19
Hasran Punggeti, Pengaruh Pendidikan Karakter Dalam Menanggulangi Delinquency Siswa Kelas VIII di SMP al-Islah Surabaya. Skripsi Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Ampel Surabaya, (Surabaya: Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya, 2011).
(28)
16
karakter yang ada pada mata pelajaran Al-qur’an hadis yang berupa pembiasaan-pembiasaan.20
Dan dari tulisan-tulisan tersebut penulis belum menemukan suatu pembahasan mengenai Implementasi Pendidikan Karakter yang diimplementasikan khususnya pada sekolah inklusi. Oleh karena itu, penulis mencoba untuk membahas permasalahan tersebut dengan mengambil fokus pada “Implementasi Pendidikan Karakter pada Siswa di Sekolah Inklusi (Studi
Penelitian di SMP Negeri 29 Surabaya)”.
F. Definisi Istilah/Definisi Operasional
Definisi operasional adalah hasil dari operasionalisasi, menurut James A. Black dan Dean J. Champion untuk membuat definisi operasional adalah dengan memberi makna pada suatu konstruk atau variabel dengan menetapkan “operasi” atau kegiatan yang diperlukan untuk mengukur konstruk atau variabel tersebut.21
Untuk lebih jelas serta mempermudah pemahaman dan menghindari kesalahpahaman dalam memahami maksud dari skripsi yang berjudul “Implementasi Pendidikan Karakter pada Siswa di Sekolah Inklusi (Studi Penelitian di SMP Negeri 29 Surabaya)”, maka peneliti perlu memberikan penegasan definisi operasional variabel-variabel penelitian ini, sebagai berikut:
20
Muslih, Implementasi Pembelajaran al-Qur'an Hadits Berbasis Pendidikan Karakter di MAN Babat Lamongan. Skripsi Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Ampel Surabaya, (Surabaya: Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya, 2012).
21
James A. Black dan Dean J. Champion, Metode dan Masalah Penelitian Sosial,
(29)
17
1. Implementasi :
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian Implementasi adalah proses, cara, perbuatan menerapkan22. sedangkan Implementasi menurut pandapat beberapa ahli bahwa merupakan suatu proses penerapan ide, konsep, kebijakan, atau inovasi dalam suatu tindakan praktis sehingga memberikan dampak, baik berupa perubahan pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap.23
2. Pendidikan Karakter : a. Pendidikan
Pendidikan adalah suatu usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian peserta didik.24
b. Karakter
Karakter dalam Kamus Ilmiah Populer, berarti watak, tabiat, pembawaan atau kebiasaan. Karakter juga diartikan dengan kualitas mental atau moral, kekuatan moral, nama atau reputasi.25 Hermawan Kertajaya mendefinisikan karakter adalah “ciri khas” yang dimiliki oleh suatu benda atau individu. Ciri khas tersebut adalah “asli” dan mengakar pada kepribadian benda atau individu tersebut dan
22
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Balai Pustaka, 2008), h. 548. 23
Mulyasa, Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Kemandirian Guru dan Kepala Sekolah (Jakarta: Bumi Aksana, 2009), h. 178.
24
Qodri Azizy, Membangun Integritas Bangsa, (Jakarta: Renaisan, 2004), h. 73. 25
Achmad Maulana dkk, Kamus Ilmiah Populer, (Yogyakarta: Absolut, 2004), cet. II, h. 202.
(30)
18
merupakan „mesin’ pendorong bagaimana seorang bertindak, bersikap, berujar, dan merespons sesuatu.26
c. Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter adalah proses pemberian tuntunan kepada peserta didik untuk menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga serta rasa dan karsa. Yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.27
3. Siswa
Siswa adalah murid (terutama pada tingkat dasar atau menengah/ pelajar).28
4. Sekolah Inklusi
Sekolah Inklusi adalah sekolah yang menyediakan atau menampung anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) untuk di didik di lingkungan sekolah biasa dengan anak-anaknya yang normal.29
Dari definisi di atas, maka yang dimaksud dengan Implementasi Pendidikan Karakter pada Siswa di Sekolah Inklusi adalah berbagai usaha/upaya yang dilakukan oleh Sekolah Inklusi (SMP Negeri 29 Surabaya) dalam memasukan nilai-nilai karakter kepada para siswa baik yang normal atau yang berkebutuhan khusus di SMP Negeri 29 Surabaya.
26
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, h. 11. 27
Muchlas Samani dan Hariyanto, Pendidikan Karakter Konsep dan Model, h. 45. 28
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1362. 29
Marlina, 2008, Dinamika Penerimaan Sosial Pada Anak Berkesulitan Belajar. Jurnal Pembelajaran,Volume 30, Nomor 02, h. 84.
(31)
19
G. Sistematika Pembahasan
Penulis membagi sistematika pembahasan penelitian skripsi ini menjadi enam bab dengan rincian tiap bab sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan ini berisikan tentang kontek penelitian agar masalah yang diteliti dapat diketahui arah masalah dan konteksnya, yang meliputi tentang: A) Latar belakang masalah, B) Rumusan masalah, C) Tujuan penelitian, D) Kegunaan penelitian, E) Penelitian terdahulu, F) Definisi operasional, G) Sistematika pembahasan.
BAB II KAJIAN PUSTAKA Bab yang membahas tentang kajian teoritis yang memaparkan tentang A) Tinjauan tentang Pendidikan Karakter, yang terdiri dari: 1) Hakekat pendidikan karakter 2) Pengertian pendidikan karakter, 3) Landasan pendidikan karakter, 4) Tujuan dan fungsi pendidikan karakter, 5) Manfaat pendidikan karakter 6) Prinsip-prinsip pendidikan karakter 7) Pilar-pilar pendidikan karakter 8) Nilai-nilai dalam pendidikan karakter, 9) Pentingnya pendidikan karakter, 10) Metode pendidikan karakter 11) Strategi implememntasi pendidikan karakter 12) Solusi yang tepat pada hambatan Pendidikan Karakter B. Tinjauan tentang Sekolah Inklusi, yang terdiri dari 1) Latar belakang adanya sekolah inklusi, 2) Pengertian pendidikan inklusi, 3) Landasan pendidikan inklusi, 4) Sejarah inklusi di Indonesia, 5) Tujuan pendidikan inklusi, 6) Manfaat sekolah inklusi, 7) Komponen
(32)
20
pendidikan inklusi 8) Model sekolah inklusi. C) Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah Inklusi.
BAB III METODE PENELITIAN Bab yang membahas tentang metode
penelitian yang meliputi: A) Pendekatan dan jenis penelitian, B) Objek penelitian, C) Jenis dan sumber data, D) Kehadiran peneliti, E) Teknik pengumpulan data, F) Teknik analisis data, G) Teknik pemeriksaan keabsahan data, H) Tahap-tahap penelitian.
BAB IV PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN Bab yang
membahas hasil temuan dalam penelitian yang meliputi: A) Gambaran umum obyek penelitian, yang terdiri dari: 1) Profil SMP Negeri 29 Surabaya, 2) Sejarah berdirinya SMP Negeri 29 Surabaya, 3) Letak geografis SMP Negeri 29 Surabaya, 4) Visi, misi, dan tujuan SMP Negeri 29 Surabaya, 5) Struktur organisasi SMP Negeri 29 Surabaya, 6) Keadaan guru dan siswa SMP Negeri 29 Surabaya, 7) Sarana prasarana SMP Negeri 29 Surabaya. B) Tinjauan tentang Implementasi Pendidikan Karakter pada Siswa di SMP Negeri 29 Surabaya, yang terdiri dari: 1) Desain pendidikan karakter SMP Negeri 29 Surabaya, 2) Implementasi pendidikan karakter pada siswa di SMP Negeri 29 Surabaya. C) Faktor penghambat implementasi pendidikan karakter pada siswa SMP Negeri 29 Surabaya.
BAB V PEMBAHASAN, Bab ini berisi anilisis data hasil penelitian, yang meliputi: A) Analisis implementasi pendidikan karakter pada siswa di SMP Negeri 29 Surabaya. B) Solusi dari factor penghambat
(33)
21
implementasi pendidikan karakter pada siswa di SMP Negeri 29 Surabaya.
BAB VI PENUTUP, sebagai bab terakhir bab ini berisi tentang kesimpulan dari penelitian dan saran-saran dari penulis untuk perbaikan-perbaikan yang mungkin dapat dilakukan.
(34)
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan tentang Pendidikan Karakter
1. Hakekat Pendidikan Karakter
Pembangunan karakter yang merupakan upaya perwujudan amanat pancasila dan pembukaan UUD 1945 dilatar belakangi oleh realita permasalahan kebangsaan yang berkembang saat ini, seperti disorientasi dan belum dihayatinya nilai- nilai pancasila; bergesernya nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara; memudarnya kesadaran terhadap nilai-nilai budaya bangsa; ancaman disintregasi bangsa; dan melemahnya kemandirian bangsa.Untuk mendukung perwujudan cita-cita pembangunan karakter sebagaimana diamanatkan pancasila dan pembukaan UUD 1945 serta mengatasi permasalahan kebangsaan saat ini, maka pemerintah menjadikan pembangunan karakter sebagai salah satu program prioritas pembangunan nasional. Semangat itu secara implisit ditegaskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005- 2025, dimana pendidikan karakter ditempatkan sebagai landasan untuk mewujudkan visi pembangunan nasional, yaitu “Mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya dan beradab berdasarkan falsafah pancasila.”
Terkait dengan upaya mewujudkan pendidikan karakter sebagaimana yang diamanatkan dalam RPJPN, sesungguhnya hal yang dimaksud itu sudah tertuang dalam fungsi dan tujuan pendidikan nasional,
(35)
23
yaitu: “Pendidikan nasional yang berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradapan bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, beraklak mulia, sehat, berilmu, cakap, krestif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Dengan demikian, RPJPN dan UUSPN merupakan landasan yang kokoh untuk melaksanakan secara operasional pendidikan budaya dan karakter bangsa sebagai prioritas progam Kementrian Pendidikan Nasional 2010-2014 yang dituangkan dalam Rencana aksi Nasional Pendidikan Karakter; pendidikan karakter disebut sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan seluruh warga sekolah untuk memberikan keputusan baik-buruk, keteladanan, memelihara apa yang baik dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. 1
2. Pengertian Pendidikan Karakter
Sebelum diuraikan lebih lanjut tentang pengertian pendidikan karakter peneliti akan terlebih dahulu menguraikan tentang pengertian pendidikan dan karakter, sebab pendidikan karakter merupakan kalimat
1 Kementrian Pendidikan Nasional, Paduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter, (Jakarta:
(36)
24
yang terdiri dari dua kata yaitu pendidikan dan karakter, berikut pengertian dari pendidikan dan karakter.
a. Pendidikan
Kata “pendidikan” dalam bahasa Yunani dikenal dengan nama paedagogos yang berarti penuntun anak. Dalam bahasa Romawi dikenal dengan educare artinya membawa keluar. Bahasa Belanda menyebut istilah pendidikan dengan nama opvoeden yang berarti membesarkan atau mendewasakan. Dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah educate/education yang berarti to give and intellectual training artinya menanamkan moral dan melatih intelektual.2
Sementara dalam pandangan Islam, pendidikan dalam bahasa arab bisa disebut dengan istilah tarbiyah yang berasal dari kata kerja rabba, sedangkan pengajaran dalam bahasa arab disebut dengan ta’lim yang berasal dari kata kerja ‘allama. Pendidikan Islam sama dengan Tarbiyah Islamiyah. Kata rabba beserta cabangnya banyak dijumpai dalam al-Quran, misalnya dalam Q.S. al-Isra’ [17]: 24 dan Q.S. asy -Syu’ara’ [26]: 18, sedangkan kata ‘allama antara lain terdapat dalam Q.S. al-Baqarah [2]: 31 dan Q.S. an-Naml [27]: 16. Tarbiyah sering juga disebut ta’dib seperti sabda Nabi SAW.: addabani rabbi fa
2 Noeng Muhadjir, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial; Suatu Teori Pendidikan,
(Yogyakarta: Rake Sarasin, 1993), h. 15. Lihat juga Syamsul Kurniawan, dan Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam, (Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2011), h. 273.
(37)
25
absana ta’dibi (Tuhanku telah mendidikku, maka aku
menyempurnakan pendidikannya).3
Berdasarkan dari istilah-istilah dalam berbagai bahasa tersebut kemudian dapat disederhanakan bahwa pendidikan itu merupakan kegiatan yang di dalamnya terdapat: 1. Proses pemberian pelayanan untuk menuntun perkembangan peserta didik, 2. Proses untuk mengeluarkan atau menumbuhkan potensi yang terpendam dalam diri peserta didik; 3. Proses memberikan sesuatu kepada peserta didik sehingga tumbuh menjadi besar, baik fisik maupun non-fisiknya; 4. Proses penanaman moral atau proses pembentukan sikap, perilaku, dan melatih kecerdasan intelektual peserta didik.4
Sementara itu, Ki Hajar Dewantara seperti yang dikutip oleh Abu Ahmadi dan Nur Ukhbiyati mendefinisikan pendidikan sebagai
“Tuntutan segala kekuatan kodrat yang ada pada anak agar mereka kelak menjadi manusia dan anggota masyarakat yang dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya .5
Sedangkan menurut Yahya Khan pendidikan merupakan “Sebuah proses yang menumbuhkan, mengembangkan, mendewasakan, menata, dan mengarahkan. Pendidikan juga berarti proses pengembangan berbagai macam potensi yang ada dalam diri manusia agar dapat berkembang dengan baik dan bermanfaat bagi dirinya dan juga lingkungannya.6
3 Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta: LkiSYogyakarta, 2009), h. 14. Lihat
juga Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), h. 69. Moh.Haitami Salimdan Syamsul Kurniawan, Studi Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta : Ar-Ruzz
Media, 2012), h. 28.
4 Fatah Yasin, Dimensi
-Dimensi Pendidikan Islam, (Malang: UIN-Malang Press, 2008), h.
16.
5 Binti Maunah, Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: Teras, 2009), h. 4.
6 Yahya Khan, Pendidikan Karakter Berbasis Potensi Diri, (Yogyakarta: Pelangi
(38)
26
Dari beberapa pengertian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana yang dilakuan oleh pendidik kepada perserta didik untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara dengan cara pembelajaran, bimbingan, pelatihan dan semua itu berlangsung seumur hidup.
Dari pengertian di atas, jelas sekali bahwa pendidikan tidak hanya bertitikberat pada kecerdasan intelektual saja melainkan juga pembentukan karakter anak. Pendidikan tidak hanya sekedar proses belajar guna mengejar kecerdasan tetapi juga harus mengembangkan potensi lain yang dimiliki peserta didik dan mendapat perhatian dari pendidik agar dapat berkembang secara optimal.
b. Karakter
Kata karakter sesungguhnya berasal dari bahasa Latin: “kharakter”, “kharassein”, “kharax” yang berarti membuat tajam, membuat dalam.7 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia karakter merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlaq atau budi pekerti yang
7 Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, (PT. Remaja
Rosdakarya, 2012), h.11. Lihat Juga Abdullah Munir, Pendidikan Karakter Membangun Karakter Anak Sejak dari Rumah, (Yogyakarta: Pusataka Insan Madani, 2010), h. 2. Syamsul Kurniawan,
Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Implememntasi Secara Terpadu Di Lingkungan Keluarga, Sekolah, Perguruan Tinggi dan Masyarakat, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), cet. 1, h. 28.
(39)
27
membedakan seseorang dengan yang lain.8 Jadi karakter merupakan sifat utama (pola) baik pikiran, sikap, perilaku maupun tindakan yang melekat kuat dan menyatu dalam diri seseorang.
Hendro Darmawan mengartikan karakter sebagai watak, tabiat, pembawaan, dan kebiasaan.9 Pengertian yang tidak berbeda juga dikemukakan Dharna Kesuma yang mengatakan bahwa arti kata karakter adalah budi pekerti, akhlak, moral, afeksi, susila, tabiat, dan watak. 10 Orang berkarakter berarti orang yang berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, atau berwatak. Ungkapan serupa juga diungkapkan oleh Udik Budi Wibowo yang mengatakan bahwa manusia yang berkarakter adalah individu yang menggunakan seluruh potensi diri, mencakup pikiran, nurani, dan tindakan seoptimal mungkin untuk mewujudkan kesejahteraan umum. Dengan makna seperti ini berarti karakter identik dengan kepribadian atau akhlak. Kepribadian merupakan ciri atau karakteristik atau sifat khas diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil, dan juga bawaan sejak lahir. 11
8 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat
Bahasa Depdiknas, 2008), h. 682. Lihat juga Muchlas Samani dan Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012), h. 42.
9 Hendro Darmawan, dkk., Kamus Ilmiah Populer Lengkap, (Yogyakarta: Bintang
Cemerlang, 2010), h. 277
10 Dharma Kesuma, dkk., Pendidikan Karakter; Kajian Teori dan Praktik di Sekolah,
(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011), h. 24.
11 Fatchul Mu’in, Pendidikan Karakter Konstruksi Teoritik dan Praktik, (Yogyakarta : Ar
-Ruzz Media, 2011), h. 162. Doni A. Koesoemo, Pendidikan Karakter: Mendidik Anak di Zaman Global, (Jakarta: Grasindo, 2007), 80. Udik Budi Wibowo. 2010. Pendidikan dari Dalam: Strategi Alternatif Pengembangan Karakter . Jurnal Dinamika Pendidikan No. 1/Th.XVI/Mei 2010, h. 4.
(40)
28
Dalam kamus psikologi, dinyatakan bahwa karakter adalah kepribadian yang ditinjau dari titik tolak etis atau moral, misalnya kejujuran seseorang, biasanya mempunyai kaitan dengan sifat-sifat yang relatif tetap. 12
Dalam buku Kerangka Acuan Pendidikan Karakter Tahun Anggaran 2010 yang diterbitkan oleh Dirjen Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional disebutkan bahwa 13 perilaku seseorang yang berkarakter pada hakekatnya adalah merupakan perwujudan fungsi totalitas psikologis yang mencakup seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik) dan fungsi totalitas sosial kultural dalam konteks interaksi (dalam keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dapat dikelompokan dalam : (1) olah hati (spiritual and emotional development), (2) olah pikir (intellectual development), (3) olah raga dan kinestetik (physical and kinestetic development), dan (4) olah rasa dan karsa (affective and creativity development). Olah hati berkenaan dengan perasaan sikap dan keyakinan atau keimanan menghasilkan karakter jujur dan bertanggung jawab. Olah pikir berkenaan dengan proses nalar guna mencari dan menggunakan pengetahuan secara kritis, kreatif, dan inovatif
12 Jamal Ma’mur Asmani, Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah,
(Yogyakarta: DIVA Press, 2011), h. 27.
13 Kementrian Pendidikan Nasional, Kerangka Acuan Pendidikan Karakter Tahun Anggaran 2010, (Jakarta: Direktorat Ketenagaan dan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, 2010), h. 8-9.
(41)
29
menghasilkan pribadi cerdas. Olah raga berkenaan dengan proses persepsi, kesiapan, peniruan, manipulasi, dan penciptaan aktivitas baru disertai sportivitas menghasilkan karakter tangguh. Olah rasa dan karsa berkenaan dengan kemauan yang tercermin dalam kepedulian. Dengan demikian, terdapat enam karakter utama dari seorang individu, yakni jujur dan bertanggung jawab, cerdas, kreatif, tangguh, dan peduli.14
Sementara dalam konteks ajaran Islam, karakter adalah akhlak, yang berasal dari kata khuluq, yaitu tabi’at atau kebiasaan melakukan hal-hal yang baik, atau sebagaimana digambarkan oleh Imam al-Gazali bahwa akhlak adalah tingkah laku seseorang yang berasal dari hati yang baik15. Hal senada dikemukakan oleh Husni Rahim bahwa akhlak adalah perilaku sehari-hari yang dicerminkan dalam ucapan, sikap dan perbuatan. Bentuk konkret-nya misalnya, hormat dan santun kepada orangtua, guru, dan sesama manusia; suka bekerja keras, peduli dan mau membantu orang lemah atau yang mendapat kesulitan; suka belajar, tidak suka membuang waktu untuk hal-hal yang tidak berguna; menjauhi dan tidak mau melakukan kerusakan (vandalime), merugikan orang lain, mencuri, menipu atau berbohong; terpercaya, jujur, pemaaf dan sebagainya.16
14 Dasim Budimansyah, Implementasi Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran.
Makalah disajikan dalam Seminar Nasional HIMNAS PKn, Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan UNJ, Jakarta, 22 November 2010, h.2.
15 Ratna Megawangi, Pendidikan Karakter; Solusi Yang Tepat Untuk Membangun Bangsa, (Bogor: Indonesia Heritage Foundation, 2004), h. 23.
16 Husni Rahim, Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia. (Jakarta:Logos Wacana Ilmu,
(42)
30
Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa karakter adalah kualitas atau kekuatan mental dan moral, akhlak atau budi pekerti individu yang merupakan kepribadian khusus yang menjadi pendorong atau penggerak, serta yang membedakan dengan individu lain. Dengan demikian, seseorang dapat dikatakan berkarakter jika telah berhasil menyerap nialai-nilai dan keyakinan yang dikehendaki oleh masyarakat serta digunakan sebagai kekuatan moral dalam hidupnya. c. Pendidikan Karakter
Setelah mengetahui tentang pengertian dari ”pendidikan” dan “karakter”, maka peneliti akan menguraikan tentang pengertian pendidikan karakter. Seperti yang telah dijelaskan di atas, dari konsep karakter dan pendidikan maka muncul yang namanya pendidikan karakter (Character Education). Terminology pendidikan karakter mulai dikenalkan sejak tahun 1990-an. Thomas Lickona dianggap sebagai pengusungnya, terutama ketika bukunya yang berjudul The Return of Character Education kemudian disusul bukunya Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and Responsibility (1991). Melalui buku-buku itu, ia menyadarkan dunia Barat akan pentingya pendidikan karakter. Sedangkan di Indonesia sendiri, istilah pendidikan karakter mulai diperkenalkan sekitar tahun 2005-an. Hal itu secara implisit ditegaskan dalam Rencana Pembanguna Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2015, di mana pendidikan karakter ditempatkan sebagai landasan untuk mewujudkan visi pembangunan
(43)
31
nasional, yaitu “mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya dan beradab berdasarkan falsafah pancasila”. 17
Pada dasarnya, Pendidikan karakter diartikan sebagai usaha sengaja untuk mewujudkan kebajikan18 , yaitu kualitas kemanusiaan yang baik secara obyektif, bukan hanya baik untuk individu perseorangan tapi juga baik untuk masyarakat secara keseluruhan. Raharjo memaknai pendidikan karakter sebagai:
“Suatu proses pendidikan secara holistic yang menghubungkan dimensi moral dengan ranah sosial dalam kehidupan peserta didik sebagai fondasi bagi terbentuknya generasi yang berkualitas yang mampu hidup mandiri dan memiliki prinsip suatu kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan”.
Beberapa ahli mengemukakan pendapatnya tentang pengertian pendidikan karakter, diantaranya:
1) Menurut Kementerian Pendidikan Nasional, pendidikan karakter dimaknai sebagai:
“Pendidikan yang mengembangkan karakter bangsa pada diri peserta didik sehingga mereka memiliki nilai dan karakter sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan warganegara yang religius, nasionalis, produktif dan kreatif. 19
2) Menurut Koesoema pendidikan karakter merupakan:20
17 Syarbin Amirulloh, Buku Pintar Pendidikan Karakter, (Jakarta: As
-Prima Pustaka,
2012), h. 16.
18 Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter Konsep dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan,(Jakarta: Kencana, 2011), h. 15.
19 Kementrian Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat
Kurikulum. Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi Pembelajaran Berdasarkan Nilai-Nilai
Budaya Untuk Membentuk Daya Saing Dan Karakter Bangsa; Pengembangan Pendidikan dan Karakter Bangsa, (Jakarta: Kemendiknas, 2010), h. 4.
(44)
32
“Nilai-nilai dasar yang harus dihayati jika sebuah masyarakat mau hidup dan bekerja sama secara damai. Nilai-nilai seperti kebijaksanaan, penghormatan terhadap yang lain, tanggung jawab pribadi, perasaan senasib, sependeritaan, pemecahan konflik secara damai, merupakan nilai-nilai yang semestinya diutamakan dalam pendidikan karakter”.
3) Menurut Dharma Kesuma, Pendidikan karakter adalah:21
“Sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya”.
4) Pendidikan karakter menurut Thomas Lickona adalah: 22
“Pendidikan untuk membentuk kepribadian seseorang melalui pendidikan budi pekerti, yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata seseorang, yaitu: tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati hak orang lain, kerja keras dan sebagainya”.
5) Menurut Fakry Gaffar, pendidikan karakter adalah:23
“Sebuah proses transformasi nilai-nilai kehidupan untuk ditumbuhkembangkan dalam kepribadian seseorang sehingga menjadi satu dalam perilaku kehidupan orang itu”.
Berdasarkan pengertian para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter adalah usaha sadar dan terencana yang bertujuan untuk menginternalisasikan nilai-nilai moral, akhlak, budi pekerti yang terwujud dalam implementasi sikap dan perilaku yang baik sehingga menumbuhkan kemampuan untuk memberikan keputusan baik dan buruk serta mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari.
21 Dharma Kesuma, dkk., Pendidikan Karakter; Kajian Teori dan Praktik di Sekolah,, h.
5. Lihat juga Ratna Megawangi, Pendidikan Karakter; Solusi Yang Tepat Untuk Membangun Bangsa, h. 95.
22 Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep Dan Implementasi, (Bandung: Alfabeta,
2012), h. 23.
(45)
33
Jika dikaitkan dengan sekolah maka, Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter pada hakekatnya ingin membentuk individu menjadi seorang pribadi bermoral yang dapat menghayati kebebasan dan tanggung jawabnya, dalam relasinya dengan orang lain dan dunianya dalam komunitas pendidikan. Dengan demikian pendidikan karakter senantiasa mengarahkan diri pada pembentukan individu bermoral, cakap mengambil keputusan yang tampil dalam perilakunya, sekaligus mampu berperan aktif dalam membangun kehidupan bersama.24
Pendidikan karakter ini harus dipahami sebagai upaya penanaman kecerdasan dalam pikiran, penghayatan dalam bentuk sikap dan pengamalan dalam bentuk perilaku yang sesuai dengan nilai luhur yang menjadi jati dirinya, diwujudkan daam interaksi terhadap Tuhannya, diri sendiri, antar sesama, dan lingkungannya. Nilai-nilai luhur 25 tersebut antara lain kejujuran, kemandirian, sopan santun, kemuliaan sosial, kecerdasan berfikir termasuk kepenasaran akan intelektual, dan berfikir logis. Oleh karena itu, penanaman pendidikan karakter tidak bisa hanya
24 Fihris, Pendidikan Karakter di Madrasah Salafiyah, (Semarang: PUSLIT IAIN
Walisongo, 2010), h. 24-28. 25 Nilai
-nilai luhur di sini dapat diambil atau disarikan dari teori-teori pendidikan,
psikologi pendidikan, nilai-nilai sosial budaya, Pancasila dan UUD 1945, dan UU No 20 Tahun
2003 tentang Sistem pendidikan Nasional, serta pengalaman terbaik dalam praktik nyata dalam kehdupan sehari-hari. Lihat Oos M. Anwar, Televisi Mendidik Karakter Bangsa: Harapan dan Tantangan, dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, (Jakarta: Balitbang Kementrian Pendidikan Nasional, Vol.16 Edisi Khusus III Oktober 2010), h. 258.
(46)
34
mentransfer pengetahuan atau melatih suatu keterampilan tertentu. penenaman karakter perlu proses, contoh keteladanan, dan pembiasaan atau pembudayaan dalam lingkungan peserta didik, baik lingkungan sekolah, kelarga maupun masyarakat termasuk lingkungan exposure media massa.
3. Landasan Pendidikan Karakter
a. Dasar Filosofi
Dasar filosofi akan adanya pendidikan karakter adalah Pancasila. Sebagaimana yang telah diidentifikasi oleh Soedarsono, yakni pancasila harus menjadi dasar negara, pandangan hidup bangsa, kepribadian bangsa, jiwa bangsa, tujuan yang akan dicapai, perjanjian luhur bangsa, asas kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta jati diri bangsa. 26
Karakter yang berlandaskan falsafah pancasila maknanya adalah setiap aspek karakter harus dijiwai oleh kelima sila pancasila secara utuh dan komprehensif.
1) Bangsa yang berketuhanan Yang Maha Esa
Bentuk kesadaran dan perilaku iman dan taqwa serta akhlak mulia sebagai karakteristik pribadi bangsa Indonesia.
26 Muchlas Samani dan Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, (Bandung:
(47)
35
2) Bangsa yang menjunjung Kemanusiaan yang Adil dan Beradab Karakter kemanusiaan tercermin dalam pengakuan atas kesamaan derajat, hak dan kewajiban, saling mengasihi, tenggang rasa, peduli, tidak semena-mena terhadap orang lain, gemar melakukan kegiatan kemanusiaan, menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, berani membela kebenaran dan keadilan.
3) Bangsa yang mengedepankan persatuan dan kesatuan bangsa Karakter kebangsaan seseorang tercermin dalam sikap menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa, bangga sebagai bangsa Indonesia yang bertanah air Indonesia serta menjunjung tinggi bahasa Indonesia, cinta tanah air dan negara indonesia yang ber-Bhineka Tunggal Ika
4) Bangsa yang Demokratis dan Menjunjung tinggi hukum dan hak asasi manusia
Karakter bangsa yang demokratis tercermin dari sikap dan perilakunya yang senantiasa dilandasi nilai dan semangat kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, menghargai pendapat oranglain. 5) Bangsa yang mengedepankan keadilan dan kesejahteraan
Karakter berkeadilan sosial tercermin dalam perbuatan yang menjaga adanya kebersamaan, kekeluargaan, dan kegotongroyongan, menjaga harmonisasi antara hak dan kewajiban.
(48)
36
b. Dasar Hukum
Dasar hukum pendidikan karakter adalah sebagai berikut : 1) Undang -Undang Dasar 1945
2) Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
3) Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
4) Permendiknas No 39 tahun 2008 tentang Pembinaan Kesiswaan 5) Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi
6) Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan
7) Rencana Pemerintah Jangka Menengah Nasional 2010-2014 8) Renstra Kemendiknas Tahun 2010-2014 27
c. Dasar Agama
Implementasi pendidikan karakter dalam Islam, tersimpul dalam karakter pribadi Rasulullah SAW. Dalam pribadi Rasul, tersemai nilai-nilai akhlak yang mulia dan agung. Al-qur’an dalam surat Al-Ahzab/33 ayat 21 mengatakan: 28
27 Jamal Ma’mur Asmani, Buku Internalisasi Pendidikan Karakter Di Sekolah, h. 41 -42. 28 Kementrian Agama RI, Al
-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Widya Cahaya, 2011), h. 827.
(49)
37
“Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. (QS. Al-Ahzab/33: 21).
Karakter atau akhlak tidak diragukan lagi memiliki peran besar dalam kehidupan manusia. Menghadapi fenomena krisis moral, tuduhan seringkali diarahkan kepada dunia pendidikan sebagai penyebabnya. Hal ini dikarenakan pendidikan berada pada barisan terdepan dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, dan secara moral memang harus berbuat demikian29 Pembinaan karakter dimulai dari individu, karena pada hakikatnya karakter itu memang individual, meskipun ia dapat berlaku dalam konteks yang tidak individual. Karenanya pembinaan karakter dimulai dari gerakan individual, yang kemudian diproyeksikan menyebar ke individu-idividu lainnya, lalu setelah jumlah individu yang tercerahkan secara karakter atau akhlak menjadi banyak, maka dengan sendirinya akan mewarnai masyarakat. Pembinaan karakter selanjutnya dilakukan dalam lingkungan keluarga dan harus dilakukan sedini mungkin sehingga mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Melalui pembinaan karakter pada setiap individu dan keluarga akan tercipta peradaban masyarakat yang tentram dan sejahtera.
Dalam Islam, karakter atau akhlak mempunyai kedudukan penting dan dianggap mempunyai fungsi yang vital dalam memandu
29 Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2007), h. 219.
(50)
38
kehidupan masyarakat. Sebagaimana firman Allah SWT di dalam Al-qur’an surat An-Nahl/16 ayat 90 sebagai berikut:30
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”.31
Pendidikan karakter dalam Islam diperuntukkan bagi manusia yang merindukan kebahagiaan dalam arti yang hakiki, bukan kebahagiaan semu. Karakter Islam adalah karakter yang benar-benar memelihara eksistensi manusia sebagai makhluk terhormat sesuai dengan fitrahnya.32 Karena sebaik-baik manusia adalah yang baik karakter atau akhlaknya dan manusia yang sempurna adalah yang memiliki akhlak al-karimah, karena ia merupakan cerminan iman yang sempurna.
4. Tujuan dan Fungsi pendidikan karakter
a. Tujuan Pendidikan karakter
Tujuan yang paling mendasar dari pendidikan adalah untuk membuat seseorang menjadi good and smart. Dalam sejarah Islam, Rasulullah SAW juga menegaskan bahwa misi utamanya dalam
30 Amru Khalid. Tampil Menawan Dengan Akhlak Mulia. (Jakarta: Cakrawala Publishing,
2008) , h. 37.
31 Kementrian Agama RI, Al
-Qur’an dan Terjemahnya, h. 519.
(51)
39
mendidik manusia adalah untuk mengupayakan pembentukan karakter yang baik (good character).
Tokoh pendidikan barat yang mendunia seperti Socrates, Klipatrick, Lickona, Brooks dan Goble seakan menggemakan kembali gaung yang disuarakan nabi Muhammad SAW, bahwa moral, akhlak atau karakter adalah tujuan yang tak terhindarkan dari dunia pendidikan.
Begitu juga dengan Marthin Luther King menyetujui pemikiran nabi Muhammad SAW tersebut dengan menyatakan “Intelligence plus character, that is the true aim of education”33 Kecerdasan plus karakter, itulah tujuan yang benar dari pendidikan. Sejalan dengan hal itu, pendidikan karakter mempunyai tujuan sebagai berikut:
1) Mengembangkan potensi dasar peserta didik agar ia tumbuh menjadi sosok yang berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik
2) Memperkuat dan membangun perilaku masyarakat yang multikultur.
3) Meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia. 34
Selain itu, berkaitan dengan pentingnya diselenggarakan pendidikan karakter disemua pendidikan formal, presiden Republik
33 Ibid, h. 29.
34 Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep Dan Implementasi, h. 30. Lihat juga Sri
Judiani, Implementasi Pendidikan Karakter Di Sekolah Dasar Melalui Pengatan Pelaksaan Kurikulum, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Volume 16 Edisi khusus III, Oktober 2010., Balitbang Kementerian Pendidikan Nasional, h. 40.
(52)
40
Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono mengemukakan sedikitnya ada lima hal dasar yang menjadi tujuan dari perlunya menyelenggarakan pendidikan karakter sebagai berikut :
1) Membentuk manusia Indonesia yang bermoral.
2) Membentuk manusia Indonesia yang cerdas dan rasional. 3) Membentuk manusia Indonesia yang inovatif dan bekerja keras. 4) Membentuk manusia Indonesia yang optimis dan percaya diri. 5) Membentuk manusia Indonesia yang berjiwa patriot 35
Sedangkan dalam Islam tujuan pendidikan karakter adalah untuk menjadikan manusia yang berakhlak mulia. Dalam hal ini yang menjadi tolok ukur adalah akhlak Nabi Muhammad SAW dan yang menjadi dasar pembentukan karakter adalah al-Quran. Tetapi kita harus menyadari tidak ada manusia yang menyamai akhlaknya dengan Nabi Muhammad SAW.
Sebagaimana seperti dalam hadis riwayat Muttafaq „alaih, berikut:
(
“Anas ra. Berkata, “Rasulullah Saw. adalah orang yang paling baik budi pekertinya”. (Muttafaq „alaih).
Dari hadis tersebut bahwa, sangat jelas akhlak Rasulullah adalah bukti bahwa akhlak beliau sangat sempurna. Dalam hadis ini
35 Nurla Isna Aunillah, Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter di Sekolah,
(Jogjakarta: Laksana, 2011), h. 97-104. Lihat juga Sri Narwanti, Pendidikan Karakter: Pengintegrasian 18 Nilai Pembentuk Karakter dalam Mata Pelajaran, (Yogyakarta: Familia Grup Relasi Inti Media, 2003), h. 16.
(53)
41
juga memperkuat pendapat Bambang Q-Anees bahwa Nabi Muhammad Saw. adalah al-Quran berjalan, karena dalam diri Rasulullah terdapat al-Quran tersebut dan beliau tidak pernah sekalipun melakukan perbuatan yang menyimpang dan melenceng dari akhlak mulia. 36
Dengan kata lain, dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pendidikan karakter dalam perspektif pendidikan Islam adalah pertama, supaya seseorang terbiasa melakukan perbuatan baik. Kedua, supaya interaksi manusia dengan Allah SWT dan sesama makhluk lainnya senantiasa terpelihara dengan baik dan harmonis. Esensinya sudah tentu untuk memperoleh yang baik, seseorang harus membandingkannya dengan yang buruk atau membedakan keduanya. Kemudian setelah itu, dapat mengambil kesimpulan dan memilih yang baik tersebut dengan meninggalkan yang buruk. Dengan karakter yang baik maka kita akan disegani orang. Sebaliknya, seseorang dianggap tidak ada, meskipun masih hidup, kalau akhlak atau karakternya rusak.37
Adapun tujuan pendidikan karakter dalam setting sekolah adalah sebagai berikut :
1) Menguatkan dan mengembangkan niali-nilai kehidupan yang dianggap penting dan perlu sehingga menjadi
36 Q
-Anees Bambang dan Hambali Adang, Pendidikan Karakter Berbasis al-Quran, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2009), h. 6.
37 Saifuddin Aman, 8 Pesan Lukman Al
(1)
Bagus, Lorens Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia. 2005.
Baihaqi, MIF. dan M. Sugiarmin. Memahami dan Membantu Anak ADHD. Bandung: PT. Refika Aditama. 2006.
Barnawi dan M. Arifin. Strategi Dan Kebijakan Pembelajaran Pendidikan
Karakter. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. 2013.
Budiyanto, dkk. Modul Pelatihan Pendidikan Inklusif. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar. Direktorat Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus Pendidikan Dasar. 2012.
Bungin, Burhan. Metode Penelitian Sosial-Format-Format Kuantitatif dan
Kualitatif. Surabaya: Airlangga University Press. 2001.
Danim, SudarwanMenjadi Peneliti Kualitatif. Bandung: Pustaka Pelajar. 2002.
Darmawan, Hendro dkk. Kamus Ilmiah Populer Lengkap. Yogyakarta: Bintang Cemerlang. 2010.
Daryanto dan Suryatri Darmiatun. Implementasi Pendidikan Karakter di
Sekolah. Yoyakarta: Gava Media. 2013.
Departemen Pendidikan Nasional. Kebijakan Direktorat PLB tentang Lavanan
Pendidikan Inklusi bagi Anak Berkebutuhan Pendidikan Khusus. Jakarta:
Depdiknas. 2002.
Direktorat Jenderal Pendidikan Islam. Undang-Undang dan Peraturan
Pemerintah RI tentang Pendidikan. Jakarta: Departemen Agama RI. 2006.
Direktorat Pendidikan Nasional. Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan
Inklusif. Jakarata: Direktorat Pendidikan Nasional. 2007.
Direktorat Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Policy Brief, Sekolah
Inklusif; Membangun Pendidikan Tanpa Diskriminasi, No. 9. Th.II/2008,
Departemen Pendidikan Nasional.
Djamarah, Syaiful Bahri. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta. 2010.
Fathurrohman, Pupuh, dkk. Pengembangan Pendidikan Karakter. Bandung: Refika Aditama. 2013.
(2)
Fikri, Muhammad Sahlul. ImplementasiPendidikan Karakter melalui Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Khadijah A. Yani
Surabaya. Skripsi Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Ampel
Surabaya. Surabaya: Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya. 2014. Futukha. Analisis Kesulitan Pembelajaran Matematika pada Anak Berkebutuhan
Khusus (ABK) di Kelas Inklusi (Studi Kasus pada Pembelajaran KPK di
Kelas V SD Kreatif the Naff Sidoarjo). Skripsi Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan UIN Sunan Ampel Surabaya, (Surabaya: Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya, 2014.
Gufron, Muhammad. Implementasi Sistem Pendidikan Inklusi di MTS. Terpadu
Al-Raudlah Tuwiri Seduri Mojosari Mojokerto. Skripsi Fakultas Tarbiyah
dan Keguruan UIN Sunan Ampel Surabaya. Surabaya: Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya. 2009.
Gunawan, Heri. Pendidikan Karakter Konsep Dan Implementasi. Bandung: Alfabeta. 2012.
Hamid, Hamdani dan Beni Ahmad Saebani. Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Bandung: CV. Pustaka Setia 2013.
Mansur HR. Implementasi Pendidikan Karakter di Satuan Pendidikan. Artikel LPMP Sulawesi Selatan Desember 2014. LPMP Sulawesi Selatan. 2014. Judiani, Sri. Implementasi Pendidikan Karakter Di Sekolah Dasar Melalui
Pengatan Pelaksaan Kurikulum, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan,
Volume 16 Edisi khusus III, Oktober 2010. Balitbang Kementerian Pendidikan Nasional.
Kementrian Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Widya Cahaya. 2011.
Kementrian Pendidikan Nasional. Desain Induk Pendidikan Karakter. Jakarta: Kemendiknas. 2010.
. Kerangka Acuan Pendidikan Karakter Tahun Anggaran
2010. Jakarta: Direktorat Ketenagaan dan Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi. 2010.
. Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi Pembelajaran Berdasarkan Nilai-Nilai Budaya Untuk Membentuk Daya Saing Dan
Karakter Bangsa;Pengembangan Pendidikan dan Karakter Bangsa.
Jakarta: Badan Penelitian dan Pusat Kurikulum Kemendiknas. 2010. . Paduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter. Jakarta:
(3)
Kesuma, Dharma, dkk. Pendidikan Karakter: Kajian Teori dan Praktik di
Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2011.
Koesoemo, Doni A. Pendidikan Karakter: Mendidik Anak di Zaman Global, Jakarta: Grasindo. 2007.
Kurniawan, Syamsul. Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Implememntasi Secara Terpadu Di Lingkungan Keluarga, Sekolah, Perguruan Tinggi dan
Masyarakat. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. 2013.
Listyarti, Retno. Pendidikan Karakter dalam Metode Aktif, Inovatif dan Kreatif. Jakarta: Esensi. 2012.
Majid, Abdul dan Dian Andayani. Pendidikan Karakter Dalam Perspektif
Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2012.
Margono. Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta. 1997.
Marlina. 2008. Dinamika Penerimaan Sosial Pada Anak Berkesulitan Belajar. Jurnal Pembelajaran.Volume 30. Nomor 02.
Maulana, Achmad, dkk. Kamus Ilmiah Populer. Yogyakarta: Absolut.. 2004.
Megawangi, Ratna. Pendidikan Karakter: Solusi yang Tepat untuk Membangun
Bangsa. Bogor: Indonesia Heritage Foundation. 2004.
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2004.
Mukhoyaroh, Roziqoh. Implementasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
pada Kelas Inklusif di Sekolah Kreatif SD Muhammadiyah 16 Surabaya,
Skripsi Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Ampel Surabaya. Surabaya: Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya. 2011.
Mulyasa, E. Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Kemandirian
Guru dan Kepala Sekolah. Jakarta: Bumi Aksana. 2009.
.Manajemen Pendidikan Karakter. Jakarta: Bumi Aksara. 2012.
Munir, Abdullah. Pendidikan Karakter Membangun Karakter Anak Sejak dari
Rumah. Yogyakarta: Pusataka Insan Madani. 2010.
Muslich, Masnur. Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Krisis
(4)
Muslih. Implementasi Pembelajaran al-Qur'an Hadits Berbasis Pendidikan
Karakter di MAN Babat Lamongan. Skripsi Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan UIN Sunan Ampel Surabaya. Surabaya: Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya. 2012.
Nana Sukmadinata, Syaodih. Metodo logi Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2009.
Narwanti, Sri. Pendidikan Karakter: Pengintegrasian 18 Nilai Pembentukan
Karakter dalam Mata Pelajaran.Yogyakarta: Familia. 2011.
Punggeti, Hasran. Pengaruh Pendidikan Karakter Dalam Menanggulangi
Delinquency Siswa Kelas VIII di SMP al-Islah Surabaya. Skripsi Fakultas
Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Ampel Surabaya. Surabaya: Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya, 2011.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009 Tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa Pasal 1
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 2005.
Rahim, Husni. Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta:Logos Wacana Ilmu. 2001.
Rakhmat, Jalaludin. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya 2004.
Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia. 2002.
Samani, Muclas dan Hariyanto. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2012.
Saptono. Dimensi-dimensi Pendidikan Karakter; Wawasan, Strategi, dan
Langkah Praktis. Jakarta: Esensi. 2011.
Saripudin, Wahyu. Optimalisasi Implementasi Pendidikan Karakter Menuju
Bangsa Indonesia yang Lebih Baik. Artikel. 2012.
Smith, J. David. Inklusi: Sekolah Ramah untuk Semua. Bandung: Penerbit Nuansa, 2006.
(5)
. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta. 2008.
. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta. 2006.
. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D. Bandung: Alfabeta. 2010.
Sukardi. Metodologi Penelitian Pendidikan: Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta: PT. Bumi Aksara. 2009.
Sukmadinata, Nana Syaodih. Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2009.
UU RI No. 4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat Pasal 6 ayat 1. UU RI No. 4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat Pasal 6 ayat 6.
Undang-undang RI No 20 tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Semarang: Aneka Ilmu.
Usman, Husami dan Purnomo Setiady Akbar. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara. 2008.
Wibowo. Udik Budi. Pendidikan dari Dalam: Strategi Alternatif Pengembangan
Karakter . Jurnal Dinamika Pendidikan No. 1/Th.XVI/Mei 2010. 2010.
Wirartha, I Made. Metodologi Penelitian Sosial Ekonomi. Yogyakarta: CV. Andi Offset. 2006.
Wiyono, Bambang Dibyo. Pendidikan Inklusif (Bunga Rampai Pemikiran
Educational for All). Malang: Univ. Negeri Malang, 2011.
Zubaedi. Desain Pendidikan Karakter Konsep dan Aplikasinya dalam Lembaga
Pendidikan. Jakarta: Kencana. 2011.
Zuchdi, Darmiyati, dkk. Pendidikan Karakter dengan Pendekatan Komprehensif. Yogyakarta: UNY Press. 2010.
INTERNET
Ensiklopedi Online Wikipedia “Mainstreaming” dari
http://en.wikipedia.org/wiki/Mainstreaming_%28education%29,03 Oktober 2015.
(6)
Kamal Fuadi, Pendidikan Inklusif, dalam
https://fuadinotkamal.wordpress.com/2011/
04/12/pendidikan-inklusif/, diakses 30 September 2015.
Sukadari, Peran Pendidikan Inklusi Bagi Anak Berkelainan, dalam www.madina.com, diakses 18 September 2015
WAWANCARA
Eko Anwar Haryono, S.T (Guru Pendidikan Agama Islam SMPN 29 Surabaya), Wawancara pribadi, Surabaya, 26 Oktober 2015. Hj. Sri Giyanti, S. Pd, M. Si (Kepala SMPN 29 Surabaya), Wawancara
pribadi, Surabaya, 9 November 2015.
Muhamad Jemadi, MA (WAKA Kurikulum SMPN 29 Surabaya; dan Guru PAI SMPN 29 Surabaya), Wawancara pribadi, Surabaya, 15 Oktober 2015 Rahmawati Pranatasafitri, S. Pd (Guru Pendamping Khusus (GPK) Kelas
Pintar SMPN 29 Surabaya), Wawancara pribadi, Surabaya, 3 November 2015.