Nilai-nilai Islam dan budaya lokal dalam pengobatan tradisional: studi kasus di Yayasan Asy-Syifa' Dusun Banggle Desa Dapurkejambon Kecamatan Jombang Kabupaten Jombang.

(1)

NILAI-NILAI ISLAM DAN BUDAYA LOKAL DALAM

PENGOBATAN TRADISIONAL

(Studi Kasus di Yayasan Asy-

Syifa’

Dusun Banggle Desa

Dapurkejambon Kecamatan Jombang Kabupaten Jombang)

SKRIPSI

Oleh :

LAILATUN NIKMAH

NIM. E02213012

JURUSAN STUDI AGAMA AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

2017


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul ’’Nilai-Nilai Islam dan Budaya Lokal dalam Pengobatan Tradisional (Studi Kasus di Yayasan Asy-Syifa’ Dsn. Banggle Ds. Dapurkejambon Kec. Jombang Kab. Jombang)”. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab rumusan masalah mengenai Nilai-Nilai Islam dan Budaya Lokal dalam Pengobatan Tradisional (Studi Kasus di Yayasan Asy-Syifa’ Dsn. Banggle Ds. Dapurkejambon Kec. Jombang Kab. Jombang).

Guna menjawab permasalahan di atas, maka data penelitian ini dihimpun dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Adapun teknik pengumpulan datanya melalui observasi, wawancara dokumentasi, dan tidak berupa angka-angka, dengan metode analisis data Studi Kasus dengan rancangan Singgle Case, dengan teknik pengolahan data yakni, pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.

Hasil penelitian yang diperoleh adalah proses pengobatan tradisional di yayasan asy- syifa’ menggunakan semua jenis ketrampilan, sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 Ayat (1) Kepmenkes No. 1076 //MENKES/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional diklasifikasikan dalam jenis ketrampilan, ramuan, pendekatan agama dan supranatural, sedangkan fungsi nilai-nilai islam dan budaya lokal yang diterapkan pada masyarakat oleh yayasan as

syifa’ adalah masyarakat mampu mempertebal keimanan dan ketaqwaan mereka kepada Allah SWT, tidak bertentangan dengan akal sehat serta tidak mengakibatkan kedurhakaan, kerusakan, dan kemudharatan, dapat menumbuhkan kepercayaan pada hal-hal yang gaib yang memang dapat diakui eksistensinya karena diadopsinya budaya lokal seperti llmu bela diri dan meditasi yang dipadukan dengan energi prana, seperti menolak bala’, menyembuhkan dari gangguan jin dan lain sebagainya.

Berdasarkan penelitian di atas, diharapkan Yayasan Asy-Syifa’ bisa berkembang pesat serta mampu memberikan edukasi pada praktisi-praktisi lain untuk melakukan pengobatan tradisional dengan orientasi ketauhidan yang dipadukan dengan budaya lokal.

Kata Kunci : Nilai Islam Budaya, Pengobatan Tradisional Yayasan Asy-Syifa’


(7)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ……… i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ……… ii

PENGESAHAN ……… iii

PERNYATAAN KEASLIAN ……… iv

PERSEMBAHAN ……… v

MOTTO ……… vi

ABSTRAK ……… vii

KATA PENGANTAR ……… viii

DAFTAR ISI ……… x

DAFTAR TRANSILITERASI ……… Xii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Rumusan Masalah 5

C. Tujuan Penelitian 5

D. Kajian Pustaka 5

E. Kegunaan Hasil Penelitian / Teoritis 8

F. Penegasan Judul 9

G. Metode Penelitian 10

H. Sistematika Pembahasan 20

BAB II LANDASAN TEORI

A. Nilai-Nilai Islam 22

B. Budaya Lokal 37


(8)

BAB III GAMBARAN UMUM

A. Letak Geografis Yayasan Asy-Syifa’ 52

B. Sejarah Berdirinya Yayasan Asy-Syifa’ 54

C. Aktifitas Keagamaan Yayasan Asy-Syifa’ 55

D.Perkembangan Yayasan Asy-syifa’ 57

BAB IV PENGOBATAN TRADISIONAL

A. Proses Pengobatan Tradisional pada Yayasan Asy-Syifa’ 64 B. Fungsi Nilai-Nilai Islam dan Budaya Lokal pada Yayasan Asy-Syifa’ 73

BAB V ANALISA DATA

A. Analisis Proses Pengobatan Tradisional pada yayasan asy-syifa’ 77 B. Analisis Fungsi Nilai-Nilai Islam dan Budaya Lokal pada yayasan

asy-syifa’

81

BAB VI PENUTUP

A.Kesimpulan 83

B. Saran 84

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP


(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fenomena beragama dalam kehidupan manusia adalah fenomena yang universal, unik, dan penuh misteri, sekalipun hanya kepercayaan kepada yang ghaib, sakral, atau melakukan ritual dan mengalami kehidupan transendental. Ekspresi religius telah ada di kalangan masyarakat primitif maupun modern. Dalam masyarakat primitif, kehidupan beragama merupakan sosial budaya, sedangkan dalam masyarakat modern, kehidupan beragama hanya salah satu aspek saja dari kehidupan sehari-hari. Namun demikian, tidak ada aspek kebudayaan lain selain agama yang pengaruh dan implikasinya sangat luas terhadap kehidupan manusia. Tidak mengherankan kalau dikatakan agama mewarnai dan membentuk suatu budaya.

Kata mistik berasal dari bahasa Yunani Meyein, yang artinya ’’menutup

mata”. Kata mistik biasanya digunakan untuk menunjukkan hal-hal yang berkaitan dengan pengetahuan tentang misteri. Namun demikian, istilah tersebut telah disimpangkan dan diperluas artinya untuk mencakup manifestasi-manifestasi keagamaan yang dengan secara kuat ditandai dengan subjektivitas individualistik dan dikuasai oleh mentalitas yang tidak dapat melihat apa-apa yang di atas pandangan-pandangan eksoterisme.1

1

Annemarie Schimmel, Mystical Dimention of Islam, terjemah Sapardi Djoko Damono, dkk., (Bandung: Mizan,1986), hlm. 25.


(10)

Mistisisme dalam Islam disebut dengan Tasawuf, dan oleh para orientalis Barat disebut dengan Sufisme. Kata sufisme dalam istilah orientalis khusus dipakai dalam mistisisme Islam, dan tidak dipakai dalam agama-agama lain.2 Telah disadari bahwa dalam kata mistik terkandung sesuatu yang misteri yang tidak dapat dicapai dengan cara biasa atau dengan usaha intelektual.3

Ninian Smart dalam History of Mysticism, The Ensiclopedia of Phylosophy

membedakan antara pengalaman mistik dengan pengalaman kenabian. Ciri dari pengalaman kenabian adalah dengan merasakan kehadiran Tuhan (The Mysterium Tremendum et Fascinous), sedang pengalaman mistik introvert, di antara cirinya adalah merasakan berhubungan dengan yang transenden dan rasa berhubungan itu menimbulkan rasa bahagia.4

Kehidupan beragama pada dasarnya merupakan kepercayaan terhadap keyakinan adanya kekuatan gaib, luar biasa atau supranatural yang berpengaruh terhadap kehidupan individu dan masyarakat, bahkan terhadap segala gejala alam.

Kepercayaan itu menimbulkan perilaku tertentu, seperti berdo’a, memuja dan

lainnya. Karena keinginan, petunjuk dan ketentuan kekuatan gaib harus dipatuhi kalau manusia dan masyarakat ingin kehidupan ini berjalan dengan baik dan selamat.5

Melihat fenomena seperti ini, maka muncullah lembaga-lembaga kesehatan terapi yang bertujuan untuk membantu pasien dalam mengatasi

2

Harun Nasution, Falsafah dan Mistisisme dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), hlm 56.

3

Titus Burchardt, An Introduction to Shufi Doctrine, alih bahasa Azyumardi Azra, Mengenal Ajaran-ajaran Kaum Sufi, (Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, cet. 1, 1984), hlm. 24.

4

Romdon, Tasawuf dan Aliran Kebatinan, (Yogyakarta: Lembaga Studi Filsafat Islam, cet. II, 1995), hlm. 8.

5

Bustanuddin Agus, Agama dalam kehidupan manusia, (Jakarta: PT RajaGrafindo, Ed. 1-2, 2007), hlm. 1-2.


(11)

ketegangan jiwa, yaitu dengan mengkolaborasikan antara pengobatan alternatif dengan ajaran agama Islam, sehingga dari hasil pengkolaborasian kedua aspek ini, yaitu pengobatan alternatif dan ajaran agama Islam dapat membantu pasien dalam mengatasi segala persoalan hidup dan tentunya pasien dapat hidup sehat kembali, baik itu secara fisik maupun mental.

Dalam rangka penulisan skripsi ini, peneliti memfokuskan penelitian di yayasan AS-Syifa’, karena diantara sekian banyak lembaga kesehatan yang ada, pengobatan tradisional yang ada di yayasan AS-Syifa’ yang merupakan tempat dimana pasien memperoleh pertolongan dalam penyembuhan dari gangguan fisik maupun mental, yaitu dengan memadukan antara pengobatan alternatif (meditasi dan energi prana) dengan ajaran agama Islam. Dengan mengucapkan dzikir dan doa dalam setiap pengobatan, dan ada yang mengatakan bahwa pengobatan di yayasan AS-Syifa’ dipercaya karena manjur bahkan bisa menyembuhkan orang sakit, diharapkan nantinya pasien dapat lebih sabar dan lebih bertawakal dalam menghadapi, mengatasi dan memecahkan setiap persoalan-persoalan kehidupan dalam upaya meraih kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat, dan Islam selalu dijadikan dasar dalam memperoleh hakekat kebenaran, mengingat pada dasarnya manusia adalah makhluk religius.

Unsur spiritual dalam pengobatan tradisional ini lebih ditekankan dalam upaya untuk meningkatkan semangat hidup pasien agar tidak merasa cemas dalam menghadapi masalah-masalah hidup yang selalu datang. Untuk itu di yayasan

AS-Syifa’ ingin membantu pasien yang mengalami gangguan fisik maupun mental sehingga pasien dapat hidup sehat dan seimbang.


(12)

Diterangkan dalam firman Allah :

مِلاَع

ِبْيَغْلا

اَف

رِهْظ ي

ىَلَع

ِهِبْيَغ

اًدَحَأ

Artinya :

(dia adalah Tuhan) yang mengetahui yang ghaib, Maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu. (QS. Al-Jin: 26).6

Melihat betapa pentingnya agama dalam diri manusia, maka penulis akan membahas tentang psikoterapi Islam yang merupakan salah satu metode pengobatan kejiwaan terhadap masyarakat muslim dengan berdasar pada Al Qur'an dan Al Hadits. Ini sangat efektif dalam mengatasi ketegangan dan kegoncangan jiwa, hilangnya makna hidup, cemas dan sebagainya dengan mengaplikasikan dan mensistematisasi praktek-praktek tersebut dalam kerangka ilmiah.

Berdasarkan pembahasan di atas, peneliti menemukan permasalahan yang menarik dalam pengobatan tradisional di yayasan AS-Syifa’. Peneliti tertarik dalam pengobatan tradisional karena ingin mengetahui lebih dalam tentang pengobatan di yayasan AS-Syifa’, di mana yayasan AS-Syifa' dalam pengobatan tradisionalnya pada pasien mempunyai kepercayaan tersendiri. Di samping itu, pengobatan ini juga menggunakan ritual yang mana setiap pasienya yang datang akan diberi air yang ada do'anya. Oleh karena itu, penulis tertarik melakukan

penelitian dengan judul ’’ Nilai-Nilai Islam dan Budaya Lokal dalam Pengobatan Tradisional (Studi Kasus di Yayasan AS-Syifa’ Dsn. Banggle Ds. Dapurkejambon

Kec. Jombang Kab. Jombang)’’.

6

Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahannya, (Bandung: CV Penerbit J-ART, 2004), 574.


(13)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang sebagaimana tersebut di atas maka permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana proses pengobatan tradisional pada Yayasan As-Syifa’ Dsn. Banggle Ds. Dapurkejambon Kec. Jombang Kab. Jombang ?

2. Bagaimana fungsi nilai-nilai Islam dan budaya lokal pada Yayasan

As-Syifa’ Dsn. Banggle Ds. Dapurkejambon Kec. Jombang Kab. Jombang ?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang dirumuskan di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagaimana berikut:

1. Untuk mengetahui proses pengobatan tradisional pada yayasan AS-Syifa’ Dsn. Banggle Ds. Dapurkejambon Kec. Jombang Kab. Jombang.

2. Untuk mengetahui nilai-nilai Islam dan budaya lokal pada Yayasan

As-Syifa’ Dsn. Banggle Ds. Dapurkejambon Kec. Jombang Kab. Jombang.

D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian atau penelitian yang sudah dilakukan di seputar masalah yang akan diteliti, sehingga terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan pengulangan atau duplikasi dari kajian atau penelitian yang telah ada. Penelitian ini tentu tidak lepas dari penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai pandangan dan juga referensi. Adapun penelitian yang telah ada dan berkaitan dengan judul yang diteliti, seperti karya-karya di bawah ini.


(14)

Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Sri Astutik jurusan bimbingan dan konseling islam fakultas dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya yang berjudul

Penanganan Psikopatologi Dengan Psikoterapi Islam. dalam penelitian ini peneliti memfokuskan pada sasaran atau obyek psikopatologi menurut tinjauan psikologi kontemporer dengan patologi-patologi yang terkait dengan gangguna mental dan fisik jasmaniah. Fokus penyembuhan, perawatan atau pengobatan dalam psikoterapi Islam adalah manusia secara utuh, yakni yang berkaitan dengan gangguan pada mental, spiritual, moral dan akhlaq, serta fisik (jasmaniah) sekaligus.7

Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Ros Mayasari yang berjudul Islam Dan Psikoterapi. Dalam penelitian ini peneliti memfokuskan pada pada ajaran Islam dengan pendalaman materi dengan harapan seseorang setelah bisa mendalami ajaran Islam nantinya orang akan mendapatkan ketenangan jiwa tanpa ada rasa gelisah dan tidak mempunyai rasa dendam dan iri hati. 8

Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Zaini STAIN Kudus, Jawa Tengah yang berjudul Shalat Sebagai Terapi Bagi Pengidap Gangguan Kecemasan Dalam Perspektif Psikoterapi Islam. Dalam penelitian ini peneliti memfokuskan pada sholat. karena menurut peneliti Ritual shalat memiliki faidah yang sangat besar. Ibadah tersebut mampu menciptakan rasa tenang dan tenteram dalam jiwa, menghilangkan perasaan berdosa pada diri seseorang, menyingkirkan

7

Sri Astutik, Penanganan Psikopatologi Dengan Psikoterapi Islami, (Jurnal- -Program Studi Bimbingan dan Konseling Islam, Fakultas Dakwah, IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2012).

8


(15)

perasaan takut, gelisah, dan cemas, memberikan kekuatan spiritual yang dapat membantu proses penyembuhan berbagai penyakit fisik maupun psikis.9

Keempat, penelitian yang dilakukan oleh Hasbullah yang berjudul

Dialektika Islam dan Budaya Lokal: Potret Budaya Melayu Riau. Dalam penelitian ini peneliti memfokuskan pada ajaran Islam dengan pendalaman materi. Bahwa melayu identik dengan Islam. Karena adanya pepatah adat yang

menyebutkan “syarak mengata adat memakai”, yang mengandung arti bahwa adat

merupakan operasional dari nilai-nilai Islam. Di samping itu adat dalam kebudayaan Melayu bersumber dari Islam dan tidak boleh ada pertentangan adat dengan Islam, jika terdapat pertentangan maka adatlah yang harus mengalah. Hal

ini diungkapkan dalam pepatah adat “adat bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah”.10

Kelima, penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Irfan Syuhudi, M. Yamin Sani, M. Basir Said yang berjudul Etnografi Dukun: Studi Antropologi Tentang Praktik Pengobatan Dukun di Kota Makassar. Dalam penelitian ini peneliti memfokuskan pada dukun yang tidak menggunakan jasa media sosial tetapi tetap mempunyai banyak pasien. Dukun mengobati penyakit medis dan non medis (akibat gangguan makhluk halus berupa jin dan setan) dengan cara-cara tradisional berupa doa-doa, air putih yang diisi doa-doa, ramuan dari tumbuh-tumbuhan, menekan titik-titik syaraf pada bagian tubuh, serta kekuatan supranatural. Dukun juga menerapkan beberapa strategi budaya untuk

9 Ahmad Zaini, Shalat Sebagai Terapi Bagi Pengidap Gangguan Kecemasan Dalam Perspektif Psikoterapi Islam, (Jurnal- -STAIN Kudus Jawa Tengah, 2015).

10

Hasbullah, Dialektika Islam Dalam Budaya Lokal: Potret Budaya Melayu Riau, (Jurnal- -Program Ilmu Sosial dan Budaya, UIN Sultan Syarif Kasim Riau, 2014).


(16)

mempertahankan pasiennya. Pengobatan tradisional perlu terus dilestarikan karena merupakan salah satu kearifan lokal.11

Berdasarkan pada beberapa kajian pustaka di atas, belum ditemukan kajian yang membahas tentang ’’ Nilai-Nilai Islam dan Budaya Lokal dalam Pengobatan Tradisional (Studi Kasus di Yayasan AS-Syifa’ Dsn. Banggle Ds. Dapurkejambon Kec. Jombang Kab. Jombang)’’.

E. Kegunaan Hasil Penelitian / Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sedikitnya dua hasil sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangsih pemikiran dan bahan rujukan penelitian selanjutnya yang lebih kompleks. Manfaat lainnya sebagai sarana pengembangan pengetahuan ilmiah, dan diharapkan dapat mempercayai pengobatan tradisional, guna mendapatkan keberkahan dalam dirinya, serta sebagai pengembangan untuk prodi studi agama agama.

2. Secara Praktis

Hasil penelitian ini kiranya dapat diketahui bahwa tidak ada aspek kebudayaan lain selain agama yang pengaruh dan implikasinya sangat luas terhadap kehidupan manusia. tidak mengherankan kalau dikatakan agama mewarnai dan membentuk suatu budaya, serta kepercayaan terhadap

11

Muhammad Irfan Syuhudi, M. Yamin Sani, M. Basir Said, Etnografi Dukun: Studi Antropologi Tentang Praktik Pengobatan Dukun di Kota Makassar, (Jurnal- - Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Makassar, Jurusan Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Hasanuddin, 2009).


(17)

keyakinan adanya mistis, kekuatan gaib, luar biasa atau supranatural yang berpengaruh terhadap kehidupan individu dan masyarakat, bahkan terhadap segala gejala alam.

F. Penegasan Judul

1. Nilai-Nilai: Suatu keyakinan dan kepercayaan yang menjadi dasar bagi seseorang atau sekelompok orang untuk memilih tindakannya, atau menilai suatu yang bermakna bagi kehidupannya.12

2. Islam: Agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada ummat manusia melalui Nabi Muhammad SAW.13

3. Budaya: Keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.14

4. Lokal: Pengetahuan lokal yang sudah sedemikian menyatu dengan sistem kepercayaan, Norma, dan budaya, serta diekspresikan dalam tradisi dan mitos yang dianut dalam jangka waktu yang lama.15

5. Pengobatan Tradisional: Metode pengobatan yang digunakan dalam berbagai masyarakat sejak jaman dahulu yang diturunkan dan dikembangkan secara bertahap dari generasi kegenarasi berdasarkan tingkat pemahaman manusia terhadap pengetahuan dari masa ke masa.16

12

http// Pengertian dan Konsep Nilai dalam Islam, akses Minggu, 12 Februari 2017.

13

Harun Nasution, Islam, ditinjau dari berbagai aspeknya, Jilid 1 (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), 17.

14

Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002), 180.

15

http// Membangun Masyarakat Madani Berbasis Kearifan Lokal Oleh Dadang Respati Puguh, akses Minggu, 12 Februari 2017.

16

www.idmedis.com/2014/12/perbedaan-antara-pengobatan-tradisional-dan-pengobatan-modern.html (Di akses pada tanggal 06 Februari 2017).


(18)

G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif (metode), dimana peneliti membiarkan permasalahan-permasalahan muncul dari data atau dibiarkan terbuka untuk interpretasi. Data dihimpun dengan pengamatan yang seksama, mencakup deskripsi dalam konteks yang mendetail disertai catatan-catatan hasil wawancara yang mendalam, serta hasil analisis dokumen dan catatan-catatan dan tidak berupa angka-angka.17

Tujuan dalam penelitian kualitatif ini adalah ingin menggambarkan realitas empiris dari pengobatan tradisional di yayasan AS-Syifa’ secara mendalam, rinci dan tuntas. Kegiatan penelitian ini adalah mendeskripsikan secara intensif dan terperinci tentang gejala dan fenomena sosial yang berada di yayasan AS-Syifa’ yaitu mengenai masalah yang berkaitan dengan sejarah, kepercayaan, ritual. Dengan demikian, penelitian ini berjenis deskriptif analisis, karena hasil dari penelitian ini berupa data deskriptif dalam bentuk kata tertulis atau lisan dan perilaku dari orang-orang yang diamati serta hal-hal lain yang berkaitan dengan masalah pengobatan tradisional.

Berdasarkan penjelasan di atas dalam penelitian deskriptif kualitatif, penulis berusaha untuk mencari tahu, menggambarkan data, mendeskripsikan suatu kejadian atau informasi yang kemudian diidentifikasi (diteliti) dan dievaluasi (dikoreksi). Oleh karena itu penulis ingin mengetahui bagaimana

17

Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2007), 60.


(19)

Nilai-Nilai Islam dan Budaya Lokal dalam Pengobatan Tradisional di yayasan AS-Syifa’.

2. Sumber Data

Dalam penelitian ini, data yang dibutuhkan oleh peneliti adalah data yang berkaitan dengan, sejarah, latar belakang berdirinya yayasan AS-Syifa’, kepercayaan yang digunakan untuk pengobatan tradisional, ritual dalam pengobatan. Data-data diatas peneliti dapatkan dari sumber data yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer adalah sumber data yang dapat memberikan data penelitian secara langsung.18 Sedangkan sumber data sekunder adalah sumber yang mampu atau dapat memberikan informasi atau data tambahan yang dapat memperkuat data pokok.19

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer dari penelitian ini adalah dari stakeholder

(pelaku yayasan) yang ada di yayasan AS-Syifa’, client yang melakukan pengobatan dan orang-orang yang berkaitan dalam penelitian ini. Peneliti menggunakan data ini untuk mendapatkan informasi langsung mengenai permasalahan yang penulis teliti yakni tentang pengobatan tradisional pada client, dimana objek penelitian tersebut adalah yayasan AS-Syifa’ yang berada di kota Jombang. Narasumber yang diwawancarai adalah Terapis, client, dan masyarakat sekitar.

18

Joko P. Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek, (Jakarta, Rineka Cipta, 1991), 87.

19


(20)

b. Sumber Data Sekunder

Penelitian menggunakan sumber data sekunder ini untuk memperkuat penemuan dan melengkapi informasi yang telah dikumpulkan dari data primer. Salah satu metode dalam pengumpulan data sekunder adalah dokumen, dokumen merupakan bahan tertulis atau benda yang berkaitan dengan suatu peristiwa atau aktifitas tertentu. Dapat berupa rekaman atau dokumen tertulis seperti arsip, database, surat-surat, rekaman, gambar, benda-benda peninggalan yang berkaitan dengan masalah psikoterapi Islam. Banyak peristiwa yang telah lama terjadi bisa diteliti dan dipahami atas dasar dokumen atau arsip. Data dalam penelitian kualitatif kebanyakan diperoleh dari sumber manusia atau human resources, melalui observasi dan wawancara di yayasan AS-Syifa’. Akan tetapi ada pula sumber bukan manusia, non human resources, diantaranya dokumen, foto dan bahan statistic yang dimiliki yayasan AS-Syifa’. Menurut Sugiyono studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif. Bahkan kredibilitas hasil penelitian kualitatif ini akan semakin tinggi jika melibatkan/menggunakan studi dokumen ini dalam metode penelitian kualitatifnya.20

3. Metode Pengumpulan Data

20


(21)

Sesuai dengan permasalahan yang diangkat, Sesuai dengan prosedur tersebut, maka cara pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan tiga teknik pengumpulan data yaitu; 1) observasi (observation), 2) wawancara

(interview), dan 3) dokumentasi. Teknik pengumpulan data ini selanjutnya dikelompokkan dalam dua cara pokok yaitu metode interaktif yang meliputi observasi dan wawancara, antara lain:

a. Observasi

Observasi yaitu pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap unsur yang tampak dalam suatu gejala atau gejala-gejala pada obyek penelitian. 21 Metode observasi yaitu studi yang sengaja dan sistematis tentang fenomena sosial dan gejala-gejala alam dengan jalan pengamatan dan pencatatan.22

Terdapat bermacam-macam observasi, yaitu: 1. Observasi Partisipatif

Dalam observasi ini peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleeh sumber data, dan ikut merasakan suka dukanya. Observasi ini dibagi lagi menjadi empat, diantaranya:

21

Hadari Nawawi dan M. Martini, Instrumen Penelitian Bidang Sosial(Jogjakarta:Gadjah Mada Press,2006), 98.

22


(22)

a. Partisipasi aktif: Dalam hal ini peneliti datang di tempat kegiatan orang yang diamati, tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan tersebut.

b. Partisipasi moderat: Peneliti dalam mengumpulkan data ikut observasi partisipatif dalam beberapa kegiatan tetapi tidak semuanya.

c. Partisipasi aktif: Peneliti ikut melakukan apa yang dilakukan oleh narasumber tetapi belum sepenuhnya lengkap.

d. Partisipasi lengkap: Peneliti sudah terlibat sepenuhnya terhadap apa yang dilakukan sumber data.

Dalam penelitian ini, Observasi dilakukan secara sistematis (berkerangka) mulai dari metode yang digunakan dalam observasi sampai cara-cara pencatatannya. Dalam penelitian ini menggunakan observasi partisipasi aktif yakni peneliti memantau gejala pada obyek penelitian yang akan diteliti, namun peneliti tidak ikut andil dan observasi tersebut mengenai proses dan fungsi Nilai-Nilai Islam dan Budaya Lokal yang diterapkan dalam Pengobatan Tradisional di Yayasan AS-Syifa’.

b. Wawancara

Wawancara adalah metode pengumpulan data yang digunakan penelitian untuk mendapatkan keterangan-keterangan lisan melalui komunikasi langsung dengan subjek penelitian, baik dalam situasi sebenarnya ataupun dalam situasi buatan.23 Berguna untuk melengkapi

23


(23)

metode observasi lapangan. Sedangkan data-data yang tidak diperoleh dari wawancara dalam teknik ini digunakan teknik wawancara mendalam tanpa struktur. Percakapan ini dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan interview yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.24

Wawancara adalah alat yang dipergunakan dalam komunikasi langsung yang berbentuk sejumlah pertanyaan lisan yang diajukan oleh pengumpul data sebagai pencari informasi yang dijawab secara lisan oleh interview.25 Wawancara ditujukan pada penerapis, anak penerapis, keluarga penerapis, client, keluarga client, dan masyarakat sekitar, serta dokumen-dokumen yang ada di yayasan AS-Syifa’ yang berkenaan dengan pengobatan tradisional terhadap client, guna memperoleh data yang sesuai dengan fokus penelitian.

Dalam penelitian ini, wawancara yang digunakan adalah wawancara terstruktur. Wawancara terstruktur adalah merupakan model pilihan apabila pewawancara mengetahui apa yang tidak diketahuinya, dengan merumuskan atau membuat pertanyaan-pertanyaan terlebih dahulu dan informan diharapkan menjawab dalam hal-hal kerangka wawancara dan definisi serta ketentuan dari masalah. Dalam wawancara terstruktur pertanyaan ada di tangan pewawancara dan jawaban terletak pada informan, sehingga hal tersebut digunakan untuk menggali data tentang (1). Sejarah berdirinya yayasan

24

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung, Remaja Rosda Karya, 2003), 117.

25

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta, Rineka Cipta, Cet. X, 1996), 78.


(24)

Syifa’, (2). Kepercayaan yang dipakai pengobatan tradisional, (3)

Ritual apa saja yang dilakukan pada waktu pengobatan tradisional di yayasan AS-Syifa’. Dalam kegiatan ini, peneliti tidak menggunakan instrumen wawancara terstandar. Sebelum wawancara dilakukan, terlebih dahulu membuat dan menyusun pertanyaan-pertanyaan sesuai dengan fokus penelitian yang akan dipertanyakan kepada informan. Selain itu, pewawancara juga menyelipkan pertanyaan-pertanyaan pendalaman di saat berlangsungnya wawancara dengan tujuan untuk menggali data yang lebih mendalam lagi tentang hal-hal yang diwawancarakan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut dimulai dari hal-hal yang bersifat umum dan mengarah pada hal-hal yang khusus.

c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah kegiatan tertulis mengenai berbagai kegiatan atau kejadian yang dari segi waktu relatif belum terlalu lama.26 Adapun kegiatan tertulis atau arsip-arsip yang ditelaah dalam penelitian ini ialah arsip-arsip yang disimpan oleh yayasan AS-Syifa’, penerapis, maupun yang berada di tangan perorangan, yang berupa dokumen-dokumen sejarah, biografi, kepercayaan, ritual, rekaman berwujud foto dan rekaman dengar. Dokumen-dokumen yang diperoleh kemudian diseleksi sesuai dengan fokus penelitian.

Metode pengumpulan data di atas digunakan secara simultan, dalam arti digunakan untuk saling melengkapi antara data satu dengan

26

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek,(Jakarta, Rineka Cipta,Cet.X,1996),169.


(25)

data yang lain. Peneliti berusaha memperoleh keabsahan data sebaik mungkin. Sebagai alat pengumpul data adalah tape recorder, camera/foto, dan lembar catatan lapangan.

Diantara dokumen-dokumen yang akan dianalisis meliputi: (1). Catatan sejarah berdiri dan perkembangannya, (2). Foto-foto yang menjadi dokumen, terutama yang berkaitan dengan pengobatan tradisional, (3). Standar operasional prosedur di yayasan AS-Syifa’.

4. Metode Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis data kualitatif bersifat iterative (berkelanjutan) dan dikerjakan selama penelitian. Analisis data dilaksanakan mulai dari pengumpulan data dan setelah data terkumpul.27

Sebelum data dianalisis, adapun langkah-langkah teknik pengolahan data Menurut Miles Huberman yakni, dengan mengumpulkan data hingga penelitian itu berakhir secara simultan terus menerus. Selanjutnya, interpretasi dan penafsiran data dilakukan dengan mengacu kepada rujukan teoretis yang berhubungan atau berkaitan dengan permasalahan penelitian. Analisis data meliputi (1) Reduksi data, (2) Penyajian data, (3) Mengambil kesimpulan lalu diferifikasi.28

27

Imam Suprayogo, dkk, Metodologi Penelitian Sosial-Agama, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), 192.

28

Djunaidi Ghony & Fauzan Almansharu, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2014), 306.


(26)

Cara mencari data melalui,

Model analisis Interaktif: Miles dan Huberman

a. Proses Reduksi data

Proses Reduksi data ialah suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, membuang data yang tidak diperlukan, dan mengorganisasikan data yang sedemikian rupa sehingga diperoleh kesimpulan akhir dan diverifikasi. Laporan-laporan reduksi, dirangkum, dipilih hal-hal pokok, dan difokuskan mana yang penting dicari tema atau polanya dan disusun lebih sistematis.29

Reduksi data berlangsung terus menerus selama penelitian berlangsung. Peneliti mengumpulkan semua data hasil penelitian yang berupa wawancara, foto-foto, dokumen-dokumen yayasan AS-Syifa’ serta catatan penting lainnya yang berkaitan dengan pengobatan tradisional di yayasan AS-Syifa’ Jombang. Selanjutnya, peneliti memilih data yang penting dan menyusunnya secara sistematis dan disederhanakan.

b. Penyajian Data

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data atau menyajikan data. Dengan mendisplaykan

29

S. Nasution, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, (Bandung: Tarsito, 2003), 129.

Pengumpulan Data Reduksi Data


(27)

data atau menyajikannya, maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah difahami tersebut.30

c. Penarikan kesimpulan

Menarik kesimpulan haruslah selalu mendasarkan diri atas semua data-data yang diperoleh dalam kegiatan penelitian. Dengan kata lain, penarikan kesimpulan harus didasarkan atas data, bukan atas angan-angan atau keinginan peneliti.

Kesimpulan dilakukan secara terus menerus sepanjang proses penelitian berlangsung, yaitu pada awal peneliti mengadakan penelitian di yayasan AS-Syifa’ dan selama proses pengumpulan data. Dengan bertambahnya data melalui proses verifikasi secara terus menerus akan diperoleh kesimpulan yang bersifat menyeluruh (komprehensif). Dengan demikian, peneliti melakukan kesimpulan secara terus menerus, sehingga akan memperoleh kesimpulan yang bersifat menyeluruh dan semakin mendalam. Dan pada akhirnya, peneliti melakukan kesimpulan secara terus menerus selama penelitian berlangsung di yayasan AS-Syifa’ Jombang. Agar dalam meneliti penelitian ini peneliti bisa mendalami mengenai nilai-nilai Islam dan budaya lokal dalam pengobatan tradisional di yayasan AS-Syifa’.

30


(28)

H. Sistematika Pembahasan

Secara garis besar sistematika penulisan untuk penelitian ini terdiri atas 6 Bab. Penjelasannya adalah sebagai berikut:

Bab Pertama,Pada bab ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kajian pustaka, kegunaan hasil penelitian, penegasan judul, metode penelitian, sistematika pembahasan.

Bab Kedua, merupakan bab tentang landasan teoritik dalam penelitian ini. Bab ini akan ditujukan untuk membahas tentang wacana teoritik yang digunakan sebagai dasar dan tujuan di dalam melakukan penelitian. Selain itu, bab ini juga ditujukan untuk membahas nilai-nilai Islam dan budaya lokal dalam pengobatan tradisional.

Bab Ketiga, merupakan bab yang membahas tentang gambaran umum yayasan AS-Syifa’. Yang meliputi gambaran tentang letak geografis, sejarah berdirinya dan aktivitas keagamaan pada yayasan AS-Syifa’.

Bab Keempat, Pada bab ini membahas tentang meditasi, energi prana dalam pengobatan tradisional di yayasan AS-Syifa’. Selain itu, bab ini akan membahas implementasi nilai-nilai Islam dan budaya lokal dalam pengobatan tradisional yang ada di yayasan AS-Syifa’.

Bab Kelima, Pada bab ini akan membahas tentang hasil analisis terhadap proses pengobatan tradisional yang di berikan pada pasien. Dan akan membahas mengenai nilai-nilai Islam dan budaya lokal yang ada di yayasan AS-Syifa’.

Bab Keenam, pada bab ini merupakan bab terakhir yang berisi tentang penutup dari penulisan penelitian ini, penulis akan merumuskan kesimpulan dari


(29)

uraian yang telah disebutkan pada bab-bab sebelumnya. Kesimpulan ini merupakan jawaban dari masalah berdasarkan data yang diperoleh dan akan disajikan secara ringkas dan jelas. Sehingga dalam bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan, saran-saran, daftar pustaka dan lampiran-lampiran.


(30)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Nilai-Nilai Islam

1. Pengertian Nilai-Nilai Islam

Secara bahasa kata Islam berasal dari bahasa Arab yang di ambil dari kata

“salima” yang mempunyai arti “selamat”.Dari kata “salima” tersebut maka

terbetuk kata “aslama” yang memiliki arti “menyerah, tunduk, patuh, dan taat”. Kata “aslama” menjadi pokok kata Islam, mengandung segala arti yang terkandung dalam arti pokoknya, sebab itu orang yang melakukan “aslama” atau masuk Islam dinamakan muslim. Berarti orang itu telah menyatakan dirinya taat, menyerahkan diri, dan patuh kepada Allah Swt. dengan melakukan “aslama” maka orang terjamin keselamatannya di dunia dan di akhirat. Selanjutnya dari kata “aslama” juga terbentuk kata “silmun” dan“salamun”yang berarti “damai”. Maka Islam dipahami sebagai ajaran yang cinta damai. Karenanya seorang yang menyatakan dirinya muslim adalah harus damai dengan Allah dan dengan sesama manusia.1

Pada dasarnya konsep umum yang ada dalam masyarakat kita tentang istilah nilai merupakan konsep ekonomi.Hubungan suatu komoditi atau jasa dengan barang yang mau dibayarkan seseorang untuk memunculkan konsep nilai.Sedangkan makna spesifikasi nilai dalam ekonomi adalah segala sesuatu

1

Didiek Ahmad Supadie, dan Sarjuni (ed), Pengantar Studi Islam (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2011), hal. 71-72.


(31)

yang di inginkan dan diminta oleh manusia yang dapat memenuhi kebutuhan, maka barang itu mengandung nilai.2

Akan tetapi makna nilai dalam pembahasan ini berbeda dengan konsep nilai dalam bidang ekonomi dan karena pembahasan ini berobjek pada manusia dan prilakunya, maka kita akan berbicara mengenai hal-hal yang dapat membantu manusia agar dapat lebih bernilai dari sudut pandang Islam.

Menurut Zakiah Darajat, mendefinisikan nilai adalah suatu perangkat keyakinan atau perasaan yang diyakini sebagai suatu identitas yang memberikan corak yang khusus kepada pola pemikiran dan perasaan, keterikatan maupun perilaku.3

Kalau definisi nilai merupakan suatu keyakinan atau identitas secara umum, maka penjabarannya dalam bentuk formula, peraturan atau ketentuan pelakasanaannya disebut dengan norma. Dengan kata lain, norma merupakan penjabaran dari Nilai sesuai dengan sifat dan tata nilai.

Adapun definisi nilai yang benar dan dapat diterima secara universal menurut Linda dan Ricard Eyre adalah sesuatu yang menghasilkan perilaku dan perilaku berdampak positif baik yang menjalankan maupun bagi orang lain.

2. Nilai yang Terkandung Dalam Agama Islam

Luasnya materi ajaran agama Islam haruslah dipahami oleh seorang mukmin yang ingin mengamalkan ajaran Islam secara kaffah, akan tetapi dari kesemuanya itu yang juga penting untuk diketahui adalah pemahaman tentang nilai-nilai atau unsur-unsur yang terkandung dalam agama Islam.

2

M. Taqi Mishbah, Monoteisme Sebagai Sistem Nilai dan Aqidah Islam, (Jakarta : Lentera, 1984), hal.111.

3


(32)

Pendidikan Islam dikalangan umatnya merupakan salah satu bentuk manifestasi cita-cita hidup Islam untuk melestarikan, mengalihkan, menanamkan, dan mentransformasikan nilai-nilai Islam kepada pribadi penerusnya.Dengan demikian pribadi seorang muslim pada hakikatnya harus mengandung nilai-nilai yang didasari atau dijiwai oleh iman dan taqwa kepada Allah SWT sebagai sumber mutlak yang harus ditaati.

Ketaatan kepada kekuasaan Allah SWT yang mutlak itu mengandung makna sebagai penyerahan diri secara total kepadanya. Dan bila manusia telah 14 bersikap menghambakan diri sepenuhnya kepada Allah, berarti ia telah berada dalam dimensi kehidupan yang dapat mensejahterakan kehidupan didunia dan membahagiakan kehidupan di akhirat.

Adapun dimensi kehidupan yang mengandung nilai-nilai ideal Islam dapat dikategorikan kedalam tiga kategori, yaitu:

1) Dimensi yang mengandung nilai yang meningkatkan kesejahteraan hidup manusia didunia.

2) Dimensi yang mengandung nilai yang mendorong manusia untuk meraih kehidupan di akhirat yang membahagiakan.

3) Dimensi yang mengandung nilai yang dapat memadukan antara kepentingan hidup duniawi dan ukhrawi.4

Dari dimensi nilai-nilai kehidupan tersebut, seharusnya ditanam tumbuhkan didalam pribadi muslim secara seutuhnya melalui proses pembudayaan secara paedagogis dengan sistem atau struktur kependidikan yang beragam.

4


(33)

Dari sinilah dapat kita ketahui bahwa dimensi nilai-niali Islam yang menekankan keseimbangan dan keselarasan hidup duniawi ukhrawi menjadi landasan ideal yang hendak dikembangkan/dibudayakan dalam pribadi muslim melalui pendidikan sebagai alat pembudayaan.

Adapun nilai pendidikan Islam pada dasarnya berlandaskan pada nilai-nilai Islam yang meliputi semua aspek kehidupan.Baik itu mengatur tentang hubungan manusia, dan hubungan manusia dengan lingkungannya.Dan pendidikan disini bertugas untuk mempertahankan, menanamkan, dan mengembangkan kelangsungan berfungsinya nilai-nilai Islam tersebut.

Adapun nilai-nilai Islam apabila ditinjau dari sumbernya, maka dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu:

1) Nilai Ilahi Nilai Ilahi adalah nilai yang bersumber dari Al-Qur’an dan hadits. Nilai ilahi dalam aspek teologi (kaidah keimanan) tidak akan pernah mengalami perubahan, dan tidak berkecenderungan untuk berubah atau mengikuti selera hawa nafsu manusia. Sedangkan aspek alamiahnya dapat mengalami perubahan sesuai dengan zaman dan lingkungannnya.

2) Nilai Insani Nilai insani adalah nilai yang tumbuh dan berkembang atas kesepakatan manusia. Nilai insani ini akan terus berkembang ke arah yang lebih

maju dan lebih tinggi. Nilai ini bersumber dari ra’yu, adat istiadat dan kenyataan

alam.5

5


(34)

Perlu kita ketahui, sumber nilai-nilai yang tidak berasal dari AlQur’an dan Hadits, dapat digunakan sepanjang tidak menyimpang atau dapat menunjang sistem nilai yang bersumber pada Al-Qur’an dan Hadits.

Sedangkan nilai bila ditinjau dari orientasinya dikategorikan kedalam empat bentuk nilai yaitu:

1) Nilai etis Nilai etis adalah nilai yang mendasari orientasinya pada ukuran baik dan buruk.

2) Nilai Pragmatis Nilai Pragmatis adalah nilai yang mendasari orientasinya pada berhasil atau gagalnya.

3) Nilai Efek Sensorik Nilai efek sensorik adalah nilai yang mendasari orientasinya pada hal yang menyenangkan atau menyedihkan.

4) Nilai Religius Nilai religius adalah nilai yang mendasari orientasinya pada dosa dan pahala, halal dan haramnya.

Kemudian sebagian para ahli memandang bentuk nilai berdasarkan bidang apa yang dinilainya, misalnya nilai hukum, nilai etika, nilai estetika, dan lain sebagainya. Namun pada dasarnya, dari sekian nilai diatas dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu:

a) Nilai formal

Yaitu nilai yang tidak ada wujudnya, tetapi memiliki bentuk, lambang, serta simbol-simbol.Nilai ini terbagi menjadi dua macam, yaitu nilai sendiri dan nilai turunan.


(35)

Yaitu nilai yang berwujud dalam kenyataan pengalaman rohani dan jasmani. Nilai ini juga terbagi menjadi dua macam, yaitu: nilai rohani yang terdiri dari : nilai logika, nilai estetika, nilai etika, dan nilai religi, yang kedua yakni nilai jasmani yang terdiri dari : nilai guna, nilai

hidup, dan nilai ni’mat.

Dan untuk memperjelas mengenai nilai-nilai diatas, maka akan dirinci mengenai nilai-nilai yang mendominasi jika ditinjau dari segala sudut pandang, yaitu antara lain:

1) Nilai etika

Nilai etika adalah nilai yang mempunyai tolak ukur baik atau buruk.Sedangkan pandangan baik dan buruk dalam nilai etika sangatlah beragam.Hal ini karena sudut pandang tinjauannya berbeda.

2) Nilai estetika

Nilai estetika ini mutlak mutlak dibutuhkan oleh manusia, karena merupakan bagian hidup manusia yang tak terpisahkan, yang dapat membangkitkan semangat baru dan gairah berjuang.Nilai ini merupakan fenomena sosial yang lahir dari rangsangan cipta dalam rohani seseorang. Rangsangan tersebut untuk memberikan ekspresi dalam bentuk cipta dari suatu emosi, sehingga akan melahirkan rasa yang disebut dengan indah.

3) Nilai logika

Nilai logika merupakan nilai yang banyak mencakup pengetahuan, penelitian, keputusan, penuturan, pembahasan, teori atau cerita.Nilai ini bermuara pada pencarian kebenaran.


(36)

4) Nilai religi

Nilai religi merupakan tingkatan integritas kepribadian yang mencapai tingkat budi, juga sifatnya mutlak kebenarannya, universal, dan suci.

Jadi dari sekian banyak nilai yang disebutkan, untuk mengetahui bentuk konkrit dari nilai-nilai itu, maka kita harus dapat melihat nilai dari sudut pandang mana kita meninjaunya.Karena hal ini mempermudah bagi kita semua untuk mengetahui apakah sesuatu yang kita lakukan sudah mengandung nilai-nilai Islam atau belum.

3. Landasan Nilai-Nilai Islam

Landasan atau dasar nilai-nilai Keislaman dapat dibagi menjadi dua kategori,yaitu:

a. Dasar pokok, yakni meliputi Al-Qur’an dan hadits 1) Al-Qur’an

Menurut Abdul Khallaf Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan melalui malaikat Jibril kepada hati Rasulullah anak Abdullah dengan lafadz bahasa arab dan makna hakiki untuk menjadi 19 hujjah bagi Rasulullah atas kerasulannya dan menjadi pedoman bagi manusia dengan penunjuknya serta beribadah membacanya.

Al-qur’an adalah firman Allah berupa wahyu yang disampaikan oleh Jibril kepada Nabi Muhammad SAW.Didalamnya terkandung ajaran pokok yang dapat dikembangkan untuk seluruh aspek kehidupan melalui ijtihad. Ajaran yang


(37)

berhubungan dengan masalah keimanan yang disebut aqidah, dan yang

berhubungan dengan amal yag disebut syari’ah.6

Nabi Muhammad sebagai pendidik pertama, pada masa awal petumbuhan Islam telah menjadikan Al-Qur’an sebagai dasar pendidikan Islam disamping Sunnah beliau sendiri.

Al-Qur’an lengkap dengan segala petunjuk yang meliputi seluruh aspek kehidupan dan bersifat universal, sudah barang tentu dasar pendidikan umat Islam adalah bersumber kepada filsafat hidup yang berdasarkan kepada Al-Qur’an.

Kedudukan Al-Qur’an sebagai sumber pokok pendidikan Islam dapat dipahami dari ayat Al-Qur’an itu sendiri. Firman Allah:

َ ِمْ يمْ َ ل ًةَ ْحَ َ ًد هَ ِهيِف ا فَلَتْخٱ ِ لٱ م هَل َ يَب تِل َِ َب َتِ ْلٱ َ ْيَلَع اَ ْلَز َأ اَمَ

“Dan kami tidak menurunkan kepadamu Al-Kitab (al-Qur’an) ini, melainkan

agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihan itu

dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. Surat? “. (Q.S. An

-Nahl: 64)

Dan firman Allah dalam

ِب َبْلَ ْْٱ ا ل أ َر َ َتَيِلَ ِهِت َياَء ا ر دَيل َر َب م َ ْيَلِ ه َْلَز َأ ب َتِ

ini adalah sebuah Kitab yang kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatNya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran”. (Q. S. as-Shad: 29)

Sehubungan dengan masalah ini Muhammad Fadhil Al-Jamali menyatakan

sebagai berikut: “Pada hakikatnya Al-Qur’an itu sebagai perbendaharaan yang

6


(38)

besar untuk kebudayaan manusia, terutama bidang kerohanian. Ia pada umumnya merupakan kitab pendidikan kemasyarakatan , moril (akhlak), dan spiritual

kerohanian”.7

2) Sunnah

As-sunnah adalah perkataan, perbuatan ataupun pengakuan Rasulullah SAW. Yang dimaksud dengfan pengakuan itu adalah kejadian atau perbuatan orang lain yang diketahui Rasulullah dan beliau membiarkan saja kejadian atau perbuatan itu berjalan.

Sunnah merupakan sumber ajaran kedua sesudah Al-Qur’an. Seperti Al

-Qur’an, sunnah juga berisi aqidah dan syariah. Sunnah berisi petunjuk untuk

kemashlahatan hidup manusia dalam segala aspeknya, untuk membina umat menjadi manusia seutuhnya atau manusia yang bertakwa.Untuk itu Rasulullah menjadi pendidik yang utama.Beliau sendiri yang mendidik, pertama dengan menggunakan rumah Al-Arqam ibnu Abi Al-Arqam, kedua dengan memanfaatkan tawanan perang untuk mengajar baca tulis, ketiga dengan mengirim para sahabat kedaerah-daerah yang baru masuk Islam. Semua itu adalah pendidikan dalam rangka pembentukan manusia muslim dan masyarakat Islam.

Sunnah dapat dijadikan dasar pendidikan Islam karena Sunnah menjadi sumber utama pendidikan Islam, karena Allah SWT menjadikan nabi Muhammad SAW sebagai teladan bagi umatnya.

Firman Allah SWT:

7

Muhammad Fadhil Al-Jamali, Tarbiyah Al-Insan Al-Jadid, ( Al-Turisiyyah, Al-Syarikat, tt), hal. 37.


(39)











“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan

(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. (Q.S.

Al-Ahzab: 21)

Konsepsi dasar yang dicontohkan Rasulullah SAW swbagai berikut: a) Disampaikan sebagai rahmatan lil-„alamin

َ يِ َل َعْلل ًةَ ْحَ َِ َ َْلَسْ َأ اَمَ

“Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat

bagi semesta alam”. (Q.S. Al-Anbiya’: 107)

b) Disampaikan secara universal

c) Apa yang disampaikan merupakan kebenaran mutlak

َ ظِف َحَل هَل ا ِ َ َرْ لٱ اَ ْلزَ ْحَ ا ِ

”Sesungguhnya kami-lah yangmenurunkan al-Qur’an, dan sesungguhnya

kami benar-benar memeliharanya”. (Q.S. Al-Hajr: 9)

c) Kehadiran Nabi sebagai evaluator atas segala aktivitas pendidikan.

َ ر َهَ ىَس م َ

“(yaitu) Tuhan Musa dan Harun”. (Q.S. Al-Syura: 48)

d) Perilaku Nabi sebagai figur identifikasi (uswah hasanah) bagi umatnya











“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari


(40)

Adanya dasar yang kokoh ini terutama Al-Qur’an dan AsSunnah, karena keabsahan dasar ini sebagai pedoman hidup telah mendapat jaminan Allah dan Rasul-Nya.

Prinsip menjadikan Al-Qur’an dan Sunnah sebagai dasar pendidikan Islam bukan hanya dipandang sebagai kebenaran keyakinan semata.Lebih jauh kebenaran itu juga sejalan dengan kebenaran yang dapat diterima oleh akal yang sehat dan bukti sejarah.Dengan demikian barangkali wajar jika kebenaran itu kita kembalikan kepada pembuktian kebenaran pernyataan Allah dalam Al-Qur’an.

Firman Allah Qs. Al-Baqarah : 2

َ يِ ت ْلل ًد ه ِهيِف َبْيَ ََ ب َتِ ْلٱ َ ِل َ

“Kitab (al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang

bertaqwa”. (Q.S. Al-Baqarah: 2)

b. Dasar tambahan

1) Perkataan, perbuatan, dan sikap para sahabat

Pada masa khulafaul Rasyidin sumber pendidikan dalam Islam sudah mengalami perkembangan.Selain Al-Qur’an dan Sunnah juga perkataan, sikap, dan perbuatran para sahabat. Perkataan mereka dapat dijadikan pegangan karena Allah sendiri didalam Al-Qur’an yang memberikan pernyataan:

َ يِقِد صلٱ َعَم ا َ ََٱ ا تٱ ا َماَء َ يِ لٱ اَهيَأ َي

“Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu


(41)

Yang dimaksud orang yang benar dalam ayat diatas adalah para sahabat Nabi. Para sejarawan mencatat perkataan sikap sahabatsahabat tersebut yang dapat dijadikan sebagai dasar pendidikan dalam Islam diantaranya yaitu:

a) Setelah Abu Bakar di bai’at menjadi khalifah ia mengucapkan pidato sebagai berikut:

“Hai manusia saya telah diangkat untuk mengendalikan urusanmu, padahal aku

bukan orang terbaik diantara kamu.Jika aku menjalankan tugasku dengan baik, ikutilah aku.Tetapi jika aku berbuat salah, betulkanlah aku, orang yang kamu pandang kuat, saya pandang lemah sehingga aku dapat mengambil hak daripadanya, sedangkan orang yang kamu pandang lemah aku pandang kuat, sehingga aku dapat mengembalikan haknya.Hendaklah kamu taat kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya, tetapi jika aku tak menaati Allah dan Rasul-Nya, kamu tak perlu mentaati aku.8

b) Umar bin Khattab terkenal dengan sifatnya yang jujur, adil, cakap, berjiwa demokrasi yang dapat dijadikan panutan masyarakat. Sifatsifat umar ini disaksikan dan dirasakan sendiri oleh masyarakat pada waktu itu sifat-sifat seperti ini sangat perlu dimiliki oleh seorang pendidik, karena didalamnya terkandung nilai-nilai pedagogis dan teladan yang baik yang harus ditiru.

Muhammad shalih samak menyatakan bahwa contoh teladan yang baik dan cara guru memperbaiki pelajarannya, serta kepercayaan yang penuh kepada tugas,

8


(42)

kerja, akhlak, dan agama adalah kesan yang baik untuk sampai kepada matalamat pendidikan agama.9

b) Usaha-usaha para sahabat dalam pendidikan Islam sangat menentukan bagi perkembangan pendidikan Islam sampai sekarang, diantaranya:

• Abu Bakar melakukan kodifikasi Al-Qur’an.

• Umar bin khatab sebagai bapak reaktutor terhadap ajaran Islam yang

dapat dijadikan sebagai prinsip strategi pendidikan.

• Utsman bin Affan sebagai bapak pemersatu sistematika penulisan

ilmiah melalui upaya mempersatukan sistematika penulisan Al-Qur’an.

• Ali bin Abi Thalib sebagai perumus konsep-konsep pendidikan.

2) Ijtihad

Ijtihad adalah istilah para fuqaha’, yaitu berpikir dengan menggunakan seluruh ilmu yang dimiliki oleh ilmuwan syariat Islam untuk menetapkan atau menentukan suatu hukum syariat Islam dalam hal-hal yang ternyata belum ditegaskan hukumnya oleh Al-Qur’an dan Sunnah.

Dengan demikian ijtihad adalah penggunaan akal pikiran oleh fuqaha’-fuqaha’ Islam untuk menetapkan suatu hukum yang belum ada ketetapannya dalam

Al-Qur’an dan Sunnah dengan syarat-syarat tertentu.Ijtihad dapat dilakukan dengan

ijma’, qiyas, istihsan, mashalih mursalah, dan lain-lain.

Ijtihad dalam hal ini dapat saja meliputi seluruh aspek kehidupan termasuk aspek pendidikan, tetapi juga berpedoman pada Al-Qur’an dan Sunnah.

9

Muhammad Salih Samak, Terjemahan Wan Amnah Yacob dkk, (Kuala Lumpur : Dewan Bahasa Pustaka Pelajaran Malaysia, 1983), hal. 71.


(43)

Ijtihad haruslah mengikuti kaidah-kaidah yang diatur oleh para mujtahid dan tidak boleh bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah tersebut.Karena itulah ijtihad dipandang sebagai salah satu sumber hukum Islam yang sangat dibutuhkan sepanjang masa setelah 27 Rasulullah wafat.Sasaran ijtihad ialah segala sesuatu yang diperlukan dalam kehidupan yang senantiasa berkembang.

Ijtihad dibidang pendidikan ternyata semakin perlu, sebab ajaran Islam yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Sunnah, hanya berupa prinsip-prinsip pokok saja.Ijtihad bidang pendidikan sejalan dengan perkembangan zaman yang semakin maju, terasa semakin urgen dan mendesak, tidak saja dibidang materi atau isi, melainkan juga dibidang sistem dalam artinya yang luas.

Islam telah tumbuh dan berkembang melalui ijtihad yang dituntut agar perubahan oleh perubahan situasi dan kondisi sosial yang tumbuh dan berkembang.Melaui ijtihad yang dituntut agar perubahan situasi dan kondisi sosial yang tumbuh dan berkembang pula, dapat disesuaikan dengan ajaran Islam.

Dengan demikian untuk melengkapi dan merealisir ajaran Islam itu memang sangat dibutuhkan ijtihad, sebab glogalisasi dari AlQur’an dan sunnah saja belum menjamin tujuan pendidikan Islam akan tercapai.

Usaha ijtihad para ahli dalam merumuskan teori pendidikan Islam dipandang sebagai hal yang sangat penting bagi perkembangan teori pendidikan pada masa yang akan datang, sehingga pendidikan Islam tidak melegitimasi status quo serta terjebak dengan ide 28 justifikasi terhadap khazanah pemikiran para orientalis dan sekuralis. Allah sangat menghargai kesungguhan para mujtahid dalam berijtihad.


(44)

“Apabila hakim telah menetapkan hukum, kemudian dia berijtihad dan ijtihadnya itu benar, maka baginya dua pahala, akan tetapi apabila ia

berijtihad dan ternyata ijtihadnya salah, maka baginya satu pahala”. (H.R.

Bukhari Muslim dan Amr bin Ash).

3) Maslahah Mursalah

Mashlahah mursalah adalah menetapkan peraturan atau ketetapan undang-undang yang tidak disebutkan dalam Al-Qur’an dan sunnah atas pertimbangan penarikan kebaikan dan menghindarkan kerusakan.10

Para ahli pendidikan sejak dini harus mempunyai persiapan untuk merancang dan membuat peraturan sebagai pedoman pokok dalam proses berlangsungnya pendidikan sehingga pelaksanaan pendidikan islam tidak mengalami hambatan. Kegiatan ini tidak semuanya diterima oleh Islam, dibutuhkan catatan khusus sebagaimana dikemukakan oleh Abdul Wahab Khalaf sebagai berikut:

a) Keputusan yang diambil tidak menyalahi keberadaan-keberadaan Qur’an dan Sunnah.

b) Apa yang di usahakan benar-benar membawa kemashlahatan dan menolak kemudharatan setelah melalui tahapan-tahapan observasi penganalisaan.

c) Kemashlahatan yang diambil merupakan kemashlahatan yang baru universal yang mencakup totalitas masyarakat.11

Masyarakat yang berada disekitar lembaga pendidikan Islam berpengaruh terhadap berlangsungnya pendidikan, maka dalam setiap pengambilan kebijakan

10

Mustafa Zaid, Al-mashlahah fi al-Islami wa Najmudin al-Thufi wa an-Nasyar, (mishr : Dar al- Fikr, 1964), cet ke-2, hal. 149.

11


(45)

hendaklah mempertimbangkan kemashlahatan masyarakat supaya jangan terjadi hal-hal yang dapat menghambat berlangsungnya proses pembelajaran.

4) Urf (Nilai-nilai adat Istiadat Masyarakat)

Urf adalah sesuatu yang tertanam dalam jiwa yang diperoleh melalui kesaksian dan akan diterima oleh tabiat.12

Urf adalah suatu perbuatan dan perkataan yang menjadikan jiwa merasa tenang mengerjakan suatu perbuatan, karena sejalan dengan akal sehat yang diterima oleh tabiat yang sejahtera, namun tidak semua tradisi yang dapat dijelaskan dasar ideal

pendidikan Islam,melainkan setelah melalui seleksi terlebih dahulu. Mas’ud Zuhdi

mengemukakan bahwa urf yang dijadikan dasar pendidikan Islam itu haruslah: 1) Tidak bertentangan dengan ketentuan nash baik itu Al-Qur’an maupun Hadits

2) Tradisi yang berlaku tidak bertentangan dengan akal sehat dan tabiah sejahtera, serta tidak mengakibatkan kedurhakaan, kerusakan, dan kemudharatan.

B. Budaya Lokal

Nurcholish Madjid salah-satu tokoh intelektual muslim Indonesia mengungkapkan bahwasanya antara agama (Islam) dan budaya adalah dua bidang yang dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan. Agama bernilai mutlak, tidak berubah menurut perubahan waktu dan tempat.Tetapi berbeda dengan budaya, sekalipun berdasarkan agama, dapat berubah dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat.Kebanyakan budaya berdasarkan agama, namun tidak pernah terjadi sebaliknya, agama berdasarkan budaya.Oleh karena itu, agama adalah primer, dan

12


(46)

budaya adalah sekunder. Budaya dapat berupa ekspresi hidup keagamaan, karena iasub-kordinat terhadap agama.13

Secara bahasa kata kebudayaan adalah merupakan serapan dari kata Sansekerta, “Budayah” yang merupakan jamak dari kata “buddi” yang memiliki

arti “budi” atau “akal”. Dengan demikian ke-budaya-an dapat diartikan dengan hal-hal yang bersangkutan dengan akal.Kebudayaan adalah hal-hal yang merupakan hasil dari keseluruhan system gagasan, tindakan, cipta, rasa dan karsa manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang semua itu tersusun dalam kehaidupan masyarakat.14

Secara istilah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Budaya memiliki arti pikiran; akal budi, adat istiadat, sesuatu mengenai kebudayaan yang sudah berkembang (beradab, maju), sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sudah sukar diubah.Sedangkan Kebudayaan diartikan sebagai hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat, keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya dan yang menjadi pedoman tingkah lakunya.15

Berbicara masalah kebudayaan tidaklah mudah, sebab ada banyak perbedaan pendapat dari masing-masing tokoh dalam mendefinisikan kebudayaan.Berikut ini definisi-definisi kebudayaan yang dikemukakan oleh beberapa ahli.16

13

Yustion dkk.,Islam dan Kebudayaan Indonesia: Dulu, Kini, dan Esok (Jakarta: Yayasan Festival Istiqlal, 1993), hal. 172.

14

Rohiman Notowidagdo, Ilmu Budaya Dasar Berdasarkan Al-qur‟an dan hadis (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada , 1996), hal. 22.

15

Sugono, Kamus Besar ..., hal. 169.

16


(47)

Menurut Edward B. Taylor Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat oleh seseorang sebagai anggota masyarakat.

Menurut M. Jacobs dan B.J. Stern Kebudayaan mencakup keseluruhan yang meliputi bentuk teknologi sosial, ideologi, religi, dan kesenian serta benda, yang kesemuanya merupakan warisan sosial.

Menurut Koentjaraningrat Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.17

Menurut Clifford Geertz yang dikutip Nur Syam dalam bukunya menjelaskan bahwasanya pengertian kebudayaan memiliki dua elemen, yaitu kebudayaan sebagai sistem kognitif serta sistem makna dan kebudayaan sebagai sistem nilai.Dalam hal ini Geertz memberikan contoh bahwasanya upacara keagamaan yang dilakukan oleh suatu masyarakat itu adalah merupakan sistem kognitif dan sistem makna, sedangkan sistem nilainya adalah ajaran yang diyakini kebenarannya sebagai dasar atau acuan dalam melakukan upacara keagamaan.18

Kehidupan beragama pada dasarnya merupakan kepercayaan terhadap keyakinan adanya kekuatan gaib, luar biasa atau supranatural yang berpengaruh terhadap kehidupan individu dan masyarakat, bahkan terhadap segala gejala

alam.kepercayaan itu menimbulkan perilaku tertentu setiap berdo’a, memuja dan

lainnya. Karena keinginan petunjuk dan ketentuan kekuatan gaib harus di patuhi

17

Ibid.

18


(48)

kalau manusia dan masyarakat ingin kehidupan ini berjalan dengan baik dan selamat.19

Mistisime dalam islam disebut dengan Tasawuf, dan oleh para orientalis barat disebut dengan Sufisme. Kata Sufisme dalam istilah orientalis khusus dipakai dalam mistisme islam dan tidak dipakai dalam agama-agama lain. Telah disadari bahwa kata mistik terkandung sesuatu yang misteri yang tidak dapat dicapai dengan cara biasa atau dengan usaha intelektual.20

Bahwasannya mengenai keagamaan sudah selayaknya disandingkan dengan istilah budaya, karena keberadaan agama itu terkonstruk dari adanya sistem budaya. Budaya akan selalu membawa dampak yang signifikan terhadap bangunan kehidupan keagamaan yang ada, walaupun agama dan budaya mempunyai watak yang berbeda.21

C. Pengobatan Tradisional

Pengobatan tradisional sebagai salah satu pengobatan di luar ilmu kedokteran juga dirumuskan pada Pasal 12 Ayat (1) dan (2) Kepmenkes No.1076//MENKES/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional bahwa pengobatan tradisional merupakan salah satu upaya pengobatan dan /atau perawatan cara lain di luar ilmu kedokteran dan/atau ilmu keperawatan. Pengobatan tradisional sebagaimana dimaksud pada Ayat (1)

19

Bustanuddin Agus, Agama dalam kehidupan manusia, (Jakarta: PT Raja Grafindo, Ed. 1-2, 2007), hal. 1-2.

20

Harun Nasution, Falsafah dan Mistisisme dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), hal. 56.

21

Ninian Smart.Pengantar dalam Peter Connolly, Aneka Pendekatan Studi Agama, terj. Imam Khoiri (Yogyakarta, LKiS, 2002), vii, lihat juga Muhaimin, Problematika Agama Dalam Kehidupan Manusia ( Jakarta: Kalam Mulia, 1989), hal. 1.


(49)

dilakukan sebagai upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit, dan/atau pemulihan kesehatan.

Metode pengobatan tradisional meskipun di luar ilmu kedokteran namun tetap dipercaya dan diminati oleh masyarakat, hal ini karena tidak semua lapisan masyarakat dapat menerima pengobatan secara medis yang pada umumnya menggunakan obat-obatan melalui proses kimia. Pemerintah menerbitkan aturan melalui Kepmenkes No. 1076//MENKES/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional.Peraturan tersebut dibentuk oleh Pemerintah, hal ini membuktikan bahwa pengobatan tradisional mendukung peningkatan derajat kesehatan masyarakat.

Pelayanan kesehatan tradisional didasarkan pada pengalaman dan keterampilan yang didapat secara turun menurun. Pengobatan tradisional dalam perkembangannya terbagi dua yaitu: ada yang bersifat tradisional irasional dan tradisional rasional. Pengobatan tradisional rasional yang dimaksud adalah pengobatan tradisional yang dapat diteliti secara ilmiah.22

Sarana pengobatan umumnya ditempuh oleh seorang yang sakit/tidak sehat dengan menjalani pengobatan baik secara medis (konvensional) maupun secara tradisional (nonkonvensional).Medis memiliki makna yang berhubungan dengan kedokteran.Pengobatan medis ditangani tenaga medis yang dapat dipertanggungjawabkan dan telah diakui oleh ilmu pengetahuan di bidang kedokteran, sedangkan pengobatan tradisional (nonkonvensional) merupakan pengobatan yang bersifat turun-temurun dan diakui oleh kalangan masyarakat.

22

Soerjono Soekanto dan Herkutanto, Pengantar Hukum Kesehatan, Bandung: Remaja Karya, 1987, hal. 114.


(50)

Peraturan pengobatan tradisional tersebut dibentuk sebagai upaya mendukung peningkatan derajat kesehatan masyarakat selain medis. Pasal 1 Ayat (1) Kepmenkes No. 1076//MENKES/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan pengobatan tradisional adalah pengobatan dan/atau perawatan dengan cara, obat dan pengobatnya yang mengacu kepada pengalaman, keterampilan turun temurun, dan/atau pendidikan/pelatihan, dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat.

Tujuan pengaturan penyelenggaraan pengobatan tradisional dirumuskan pada Pasal 2 Ayat (1),(2) dan (3) Kepmenkes No.1076//MENKES/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional, bahwa tujuannya (1) membina upaya pengobatan tradisional; (2) memberikan perlindungan kepada masyarakat; (3) menginventarisasi jumlah pengobat tradisional, jenis dan cara pengobatannya. Pengaturan pada Kepmenkes tersebut secara tegas mengatur dan melindungi penyelenggara pengobatan tradisional dan masyarakat selaku pasien.

Pengaturan pengobatan tradisional juga ditunjang dan dirumuskan oleh WHO

pada tahun 2000 telah menetapkan bahwa pengobatan tradisional adalah jumlah total pengetahuan, keterampilan, dan praktik-praktik yang berdasarkan pada teoriteori, keyakinan, dan pengalaman masyarakat yang mempunyai adat budaya yang berbeda, baik dijelaskan atau tidak, digunakan dalam pemeliharaan kesehatan serta dalam pencegahan, diagnosa, perbaikan atau pengobatan penyakit secara fisik dan juga mental.


(51)

Pengobatan tradisional sebagai alternatif pengobatan di luar cara medis hanya dapat dilakukan oleh pengobat/orang yang ahli di bidangnya. Menurut rumusan Pasal 1 Angka 16 UU No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang dimaksud dengan pengobatan tradisional adalah pengobatan dan/atau perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun temurun secara empiris yang dapat dipertanggungjawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.

Para ahli dalam bidang kesehatan melaksanakan profesi berdasarkan suatu pekerjaan yang mengandung resiko.Tugas para ahli dalam bidang kesehatan jika telah dilaksanakan dengan benar menurut tolok ukur profesional (standar profesi), maka yang bersangkutan harus mendapat perlindungan hukum.23 Tanggung jawab ukum dokter dan tenaga kesehatan didasarkan atas kode etik profesi untuk dipatuhi dan dilaksanakan oleh para pendukungnya mengandung 3 (tiga) tujuan, yaitu: pertama, suatu kode etik profesi memudahkan dalam pengambian keputusan secara efisien; kedua, secara individual para pengemban profesi itu seringkali membutuhkan arahan untuk mengarahkan prilaku profesionalnya; dan ketiga, etik profesi menciptakansuatu pola prilaku yang diharapkan oleh para pelanggannya secara profesional.24

Jenis-jenis pengobatan tradisional tercantum dalam Pasal 3 Ayat (1) Kepmenkes No. 1076//MENKES/SK/VII/2003tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional diklasifikasikan dalam jenis ketrampilan, ramuan, pendekatan agama dan supranatural. Pasal 3 Ayat (2) Kepmenkes

23

Soerjono Soekanto dan Herkutanto,Op. Cit., hal. 35.

24

Hermien Hadiati Koeswadji, Hukum Untuk Perumahsakitan, Bandung: Citra Aditya Bhakti. 2002, hal. 37.


(52)

No.1076//MENKES/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional merumuskan Klasifikasi dan jenis sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) meliputi:

a. Pengobatan tradisional ketrampilan terdiri dari pengobat tradisional pijat urut, patah tulang, sunat, dukun bayi, refleksi, akupresuris, akupunkturis, chiropractor dan pengobat tradisional lainnya yang metodenya sejenis.

b. Pengobatan tradisional ramuan terdiri dari pengobat tradisional ramuan Indonesia (Jamu), gurah, tabib, shinshe, homoeopathy, aromatherapist dan pengobat tradisional lainnya yang metodenya sejenis.

c. Pengobatan tradisional pendekatan agama terdiri dari pengobat tradisional dengan pendekatan agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, atau Budha.

d. Pengobatan tradisional supranatural terdiri dari pengobat tradisional tenaga dalam (prana), paranormal, dukun kebatinan dan pengobat tradisional lainnya yang metodenya sejenis.

Pasal 3 Ayat (3) Kepmenkes No.1076//MENKES/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional menyatakan, definisi operasional klasifikasi pengobat tradisional sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) sebagaimana terlampir pada Lampiran.Klasifikasi dan jenis pengobat tradisional dikenal dengan istilah battra.

a. Battra ketrampilan adalah seseorang yang melakukan pengobatan dan/atau perawatan tradisional berdasarkan keterampilan fisik dengan menggunakan anggota gerak dan/atau alat bantu lain:


(53)

1) Battra Pijat Urut adalah seseorang yang melakukan pelayanan pengobatan dan/atau perawatan dengan cara mengurut/memijat bagian atau seluruh tubuh. Tujuannya untuk penyegaran relaksasi otot hilangkan capai, juga untuk mengatasi gangguan kesehatan atau menyembuhkan suatu keluhan atau penyakit. Pemijatan ini dapat dilakukan dengan menggunakan jari tangan, telapan tangan, siku, lutut, tumit, atau dibantu alat tertentu antara lain pijat yang dilakukan oleh dukun/tukang pijat, pijat tunanetra.

2) Battra Patah Tulang adalah seseorang yang memberikan pelayanan pengobatan dan/atau perawatan patah tulang dengan cara tradisional. Disebut Dukun Potong (Madura), Sangkal Putung (Jawa), Sandro Pauru (Sulawesi Selatan).

3) Battra Sunat adalah seseorang yang memberikan pelayanan sunat (sirkumsisi) secara tradisional. Battra sunat menggunakan istilah berbeda seperti: Bong Supit (Yogya), Bengkong (Jawa Barat). Asal keterampilan umumnya diperoleh secara turun temurun.

4) Battra Dukun Bayi adalah seseorang yang memberikan pertolongan persalinan ibu sekaligus memberikan perawatan kepada bayi dan ibu sesudah melahirkan selama 40 hari. Jawa Barat disebut Paraji, dukun Rembi (Madura), Balian Manak (Bali), Sandro Pammana (Sulawesi Selatan), Sandro Bersalin (Sulawesi Tengah), Suhu Batui di Aceh.

5) Battra Pijat Refleksi adalah seseorang yang melakukan pelayanan pengobatan dengan cara pijat dengan jari tangan atau alat bantu lainnya pada zona‐zona refleksi terutama pada telapak kaki dan/atau tangan.


(54)

6) Akupresuris adalah seseorang yang melakukan pelayanan pengobatan dengan pemijatan pada titik‐titik akupunktur dengan menggunakan ujung jari dan/atau alat bantu lainnya kecuali jarum.

7) Akupunkturis adalah seseorang yang melakukan pelayanan pengobatan dengan perangsangan pada titik‐titik akupunktur dengan cara menusukkan jarum dan sarana lain seperti elektro akupunktur.

8) Chiropractor adalah seseorang yang melakukan pengobatan kiropraksi (Chiropractie) dengan cara teknik khusus untuk gangguan otot dan persendian.

9) Battra lainnya yang metodenya sejenis.

b. Battra Ramuan adalah seseorang yang melakukan pengobatan dan/atau perawatan tradisional dengan menggunakan obat/ramuan tradisional yang berasal dari tanaman (flora), fauna, bahan mineral, air, dan bahan alam lain, antara lain:

1) Battra Ramuan Indonesia (Jamu) adalah seseorang yang memberikan pelayanan pengobatan dan/atau perawatan dengan menggunakan ramuan obat dari tumbuh-tumbuhan, hewan, mineral, dll, baik diramu sendiri, maupun obat jadi tradisional Indonesia.

2) Battra Gurah adalah seseorang yang memberikan pelayanan pengobatan dengan cara memberikan ramuan tetesan hidung, yang berasal dari larutan kulit pohon sengguguh dengan tujuan mengobati gangguan saluran pernafasan atas seperti pilek, sinusitis.

3) Shinshe adalah seseorang yang memberikan pelayanan pengobatan dan/atau perawatan dengan menggunakan ramuan obat‐obatan tradisional Cina. Falsafah


(55)

yang mendasari cara pengobatan ini adalah ajaran “Tao (Taoisme)” di mana dasar pemikirannya adalah adanya keseimbangan antara unsur Yin dan unsur Yang.

4) Tabib adalah seseorang yang memberikan pelayanan pengobatan dengan ramuan obat tradisional yang berasal dari bahan alamiah yang biasanya dilakukan oleh orang‐orang India atau Pakistan.

5) Homoeopath adalah seseorang yang memiliki cara pengobatan dengan menggunakan obat/ramuan dengan dosis minimal (kecil) tetapi mempunyai potensi penyembuhan tinggi, dengan menggunakan pendekatan holistik berdasarkan keseimbangan antara fisik, mental, jiwa, dan emosi penderita.

6) Aromatherapist adalah seseorang yang memberikan perawatan dengan menggunakan rangsangan aroma yang dihasilkan oleh sari minyak murni (essential oils) yang didapat dari sari tumbuh‐tumbuhan (ekstraksi dari bungan, buah, daun, biji, kulit, batang/ranting akar, getah) untuk menyeimbangkan fisik, pikiran dan perasaan.

7) Battra lainnya yang metodenya sejenis.

c. Pendekatan Agama adalah seseorang yang melakukan pengobatan dan/atau perawatan tradisional dan/atau perawatan tradisional dengan menggunakan pendekatan agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, atau Budha.

d. Battra Supranatural adalah seseorang yang melakukan pengobatan dan/atau perawatan tradisional dengan menggunakan tenaga dalam, meditasi, olah pernapasan, indera keenam, (pewaskita), kebatinan, antara lain:

1) Tenaga Dalam (Prana) adalah seseorang yang memberikan pelayanan pengobatan dengan menggunakan kekuatan tenaga dalam (bio energi, inner


(1)

BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah menguraikan penjelasan mengenai Nilai-Nilai Islam dan Budaya Lokal dalam Pengobatan tradisional di Yayasan Asy-Syifa’ Dusun Banggle Desa Dapurkejambon Kecamatan Jombang Kabupaten Jombang, penulis memberikan beberapa kesimpulan.

1. Bahwa Proses pengobatan tradisional sangat bermacam-macam diantaranya, pengobatan dengan ketrampilan melakukan pengobatan pijat urut, refleksi. Pengobatan dengan ramuan seperti menggunakan ramuan yang diracik oleh tabib. Ada juga pengobatan dengan pendekatan agama islam karena proses penyembuhannya tidak terlepas dari ayat-ayat

al-qur’an. Dan juga pengobatan secara supranatural dengan tenaga dalam

(prana), paranormal, serta melakukan meditasi dalam proses

penyembuhan.

2. Nilai-nilai islam yang menekankan keseimbangan dan keselarasan hidup duniawi ukhrawi menjadi landasan ideal yang hendak dikembangkan atau dibudayakan dalam pribadi muslim melalui pendidikan sebagai alat

pembudayaan. Kehidupan beragama pada dasarnya merupakan

kepercayaan terhadap keyakinan adanya kekuatan gaib, luar biasa atau supranatural yang berpengaruh terhadap kehidupan individu dan


(2)

masyarakat, bahkan terhadap segala gejala alam. kepercayaan itu

menimbulkan perilaku tertentu setiap do’a, memuja dan lainnya. Karena keinginan petunjuk dan kretentuan gaib harus di patuhi kalau manusia dan masyarakat ingin kehidupan ini berjalan dengan baik dan selamat.

Mengenai keagamaan sudah selayaknya disandingkan dengan istilah budaya, karena keberadaan agama itu terkonstruk dari adanya sistem budaya. Budaya akan selalu membawa dampak yang signifikan terhadap bangunan kehidupan keagamaan yang ada, walaupun agama dan budaya mempunyai watak yang berbeda. Sehingga pengobatan tradisional di

yayasan as syifa’ ini harus di adopsi oleh praktisi-praktis terapis lain, karena telah memadukan antara nilai-nilai islam dan budaya lokal, dan hal ini harus dikembangkan pada kalangan masyarakat, agar masyarakat tidak tersesat pada pengobatan tradisional yang pedomannya tidak pada ketauhidan, namun justru pengobatan tradisional yang berujung pada kesesatan.

B. Saran

Berdasarakan hasil penelitian yang terangkum dalam kesimpulan. Maka penulis memberikan masukan, yakni :

1. Mempertahankan eksistensi pengobatan tradisional dengan berbagai kreatifitas, agar mampu bersaing dengan yang lainnya. Memperluas jaringan melalui promosi di beberapa media cetak atau jejaring sosial, agar masyarakat mengetahui lebih jelas jika yayasan tersebut memang


(3)

Nilai-nilai islam dan budaya lokal dalam pengobatan tradisional ini harus dihargai, dilestarikan dan diamalkan yang mana tidak bertentangan dengan keyakinan agama, sehingga dapat menjadi alat pemersatu bangsa.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Agama RI, Departemen. 2004. Al-Qur'an dan Terjemahannya, Bandung: CV Penerbit J-ART. Agus, Bustanuddin. 2007. Agama dalam kehidupan manusia, Jakarta: PT RajaGrafindo. Arikunto,Suharsimi.1996.Prosedur Penelitian:Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka

Cipta.

Astutik, Sri. 2012. Penanganan Psikopatologi Dengan Psikoterapi Islami, Jurnal- -Program Studi Bimbingan dan Konseling Islam, Fakultas Dakwah, IAIN Sunan Ampel Surabaya. Azra, Azyumardi. 1984. Mengenal Ajaran-ajaran Kaum Sufi, Jakarta: Dunia Pustaka Jaya. Damono, Djoko Sapardi, dkk. 1986. Dimensi Mistik Islam, Bandung: Mizan.

Fauzan Almansharu & Djunaidi Ghony. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Abdurrahman Wahid, Pergulatan Negara, Agama, dan kebudayaan, (Cet. II; Depok: Desantara, 2001), h. 101. (Fitriyani, Jurnal PDF, diakses pada tanggal 06 Februari 2017). Koentjaraningrat. 2002. Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: PT Rineka Cipta.

www.idmedis.com/2014/12/perbedaan-antara-pengobatan-tradisional-dan-pengobatan-modern.html. (di akses pada tanggal 06 Februari 2017).

Hadari Nawawi & M. Martini. 2006. Instrumen Penelitian Bidang Sosial, Jogjakarta:Gadjah Mada Press.

Hadi, Sutrisno. 1993. Metodologi Research, Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM. Haetami, M. Iqbal. 2004. Menyibak Tabir Alam Ghaib, Bogor: Qultum Media.


(5)

James, William. 1974. The Varieties of Religious Experience; a Study in Human Nature, New York: Collier Books.

Mayasari, Ros. 2013. Islam Dan Psikoterapi, Jurnal- -Dosen Jurusan Dakwah, STAIN Kendari. Moleong, Lexy J. 2003. Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosda Karya. Nasution, Harun. 1995. Falsafah dan Mistisisme dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang. Nasution, S. 2003. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, Bandung, Tarsito.

Romdon. 1995. Tasawuf dan Aliran Kebatinan, Yogyakarta: Lembaga Studi Filsafat Islam. Subagyo, Joko P. 1991. Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek, Jakarta, Rineka Cipta. Suprayogo, Imam, dkk. 2001. Metodologi Penelitian Sosial-Agama, Bandung: Remaja Rosda

Karya.

Sugiono. 2008. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta. Sukmadinata, Nana Syaodih. 2007. Metode Penelitian Pendidikan, Bandung, PT. Remaja

Rosdakarya.

Surachmad, Winarno. 2003. Pengantar Penelitian Ilmiah, Bandung: Tarsito. Suryabrata, Sumadi. 1998. Metodologi Penelitian, Jakarta, Raja Grafindo Persada.

Zaini, Ahmad. 2015. Shalat Sebagai Terapi Bagi Pengidap Gangguan Kecemasan Dalam Perspektif Psikoterapi Islam, Jurnal- -STAIN Kudus Jawa Tengah.

http// Pengertian dan Konsep Nilai dalam Islam, akses Minggu, 12 Februari 2017. Nasution, Harun. 1974. Islam, ditinjau dari berbagai aspeknya, Jakarta: Bulan Bintang. Koentjaraningrat. 2002. Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: PT Rineka Cipta.

http// Membangun Masyarakat Madani Berbasis Kearifan Lokal Oleh Dadang Respati Puguh, akses Minggu, 12 Februari 2017.


(6)

Sugiono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D,

Bandung: Alfabeta.

Hasbullah. 2014. Dialektika Islam Dalam Budaya Lokal: Potret Budaya Melayu Riau, Jurnal- -Program Ilmu Sosial dan Budaya, UIN Sultan Syarif Kasim Riau.

Irfan Syuhudi, Muhammad,dkk.2009. Etnografi Dukun: Studi Antropologi Tentang Praktik

Pengobatan Dukun di Kota Makassar,Jurnal- -Balai Penelitian dan Pengembangan Agama

Makassar, Jurusan Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Hasanuddin.

Supadie Ahmad Didiek, Sarjuni. 2011. Pengantar Studi Islam. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Misbhah Taqi M. 1984. Monotesime Sebagai Nilai dan Aqidah islam. Jakarta: Lentera. Darajat Zakia. 1984. Dasar-dasar Agama Islam. Jakarta: Bulan Bintang.

Arifin M. 1993. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta : Bumi Aksara.

Mujib Abd. Muhaimin. 1991. Pemikiran Pendidikan Islam. Bandung : Bumi Aksara. Yustion, dkk. 1993. Islam dan Kebudayaan Indonesia. Jakarta : Yayasan Festival.

Notowidagdo Rohiman. 1996. Ilmu Budaya Dasar Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Agus Bustanuddin. 2007. Agama dalam Kehidupan Manusia. Jakarta : Raja Grafindo. Soekanto Soerjono. 1987. Pegantar Hukum Kesehatan. Bandung : Remaja Karya.

Kepmenkes No. 1076//MENKES/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan

Tradisional. Klarifikasi dan Jenis Pengobatan Tradisional.

Koeswadji Hadiati Hermien. 2002. Hukum Untuk Perumahsakitan. Bandung : Citra Aditya Bhakti.