PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT. docx

MAKALAH PANCASILA
“PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT”

Disusun oleh :
Isra Ayu Susanti

1612440003

Nur Mutiah

1612440004

Nur Amrini Safitri

1612442001

Mifthahiatussaada

1212440012

PENDIDIKAN FISIKA ICP

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala Rahmat, sehingga
kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya
yang mungkin sangat sederhana. Makalah ini berisikan tentang informasi
mengenai pancasila sebagai system filsafat.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
kami miliki sangat kurang. Oleh karena itu kami harapkan kepada para pembaca
untuk

memberikan

masukan-masukan

yang

bersifat


membangun

untuk

kesempurnaan makalah ini. Kami berharap semoga makalah ini dapat
dipergunakan sebagai salah satu pedoman dan juga berguna untuk menambah
pengetahuan bagi para pembaca.

Makassar, 19 Mei 2017

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………... i
DAFTAR ISI………………………..……………………………... ii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………..1
1.1 Latar Belakang……………………………………………………………….1
1.2 Rumusan Masalah………….…………………………………………………2
1.3 Tujuan………………………………………………………………………...2

1.4 Manfaat………………………………………………………………………2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA…...…………………………….3
1. Pengertian Filsafat…………………………………………………………….3
2. Pegertian Sistem Filsafat……………………………………………………...6
3. Filsafat Pancasila…………………………………………….………………..8
4. Hakikat Nilai-nilai Pancasila……………………………..………………...…15

BAB III PENUTUP `…………………….………...………………24
3.1 Simpulan……… ……………………………………… ………………...…24
3.2 Saran………………………………………………………………………...24

DAFTAR PUSTAKA…………………...………………………..25

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pancasila sebagai ajaran falsafah, yaitu mencerminkan nilai-nilai dan
pandangan mendasar dan hakiki rakyat Indonesia dalam hubungannya dengan
sumber kesemestaan, Pancasila adalah dasar dari falsafah Negara Indonesi,

sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Oleh karena itu, setia
warga Negara Indonesia wajib untuk mempelajari, menghayati, mendalami, dan
menerapkan nilai-nilai pancasila dalam setiap bidang kehidupan.
Pancasila merupakan suatu pedoman dana acuan bagi setiap manusia untuk
berprilaku dan beraktivitas dalam segala bidang.. Pancasila juga sebagai
sistemetika, yang dalam kehidupan berbangsa mengedepankan kejujuran,
amanah,keteladanan, sportifitas, disiplin, etos kerja, kemandirian, sikap toleransi,
rasa malu,tanggung jawab, menjaga kehormatan, serta martabat diri sebagai warga
bangsa sesuai dengan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam pancasila. Tetapi
terkadang nilai-nilai luhur yang ada dalam pancasila yang merupakan penjelmaan
dari seluruh bangsa Indonesia dipraktekan dalam kehidupan sehari-hari,tetapi
diabaikan sehingga akibat dari itu nilai-nilai luhur tersebut dengan sendirinya
akan hilang. menyadari bahwa untuk kelestarian nilai-nilai pancasila itu perlu
diusahakan secara nyata dan terus menerus penghayatan dan pengamalan nilainilai luhur yang terkandung didalamnya Pada akhirnya diharapkan nilai-nilai
tersebut meresap didalam segenap jiwa Bangsa Indonesia sebagai suatu yang
penting bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Lebih jauh kita akan
mempunyai kepercayaan diri dan keyakinan untuk memantapkan eeksistensi
denagn jati diri Pancasila sebagai idiologi nasional ditengah-tengah percaturan
idiologi-idiologi internasional.
Pancasila sebagai system filsafat adalah merupakan kenyataan pancasila

sebagai kenyataan yang obyektif, yaitu bahwa kenyataan itu ada pada pancasila
sendiri terlepas dari sesuatu yang lain atau terlepas dari pengetahuan orang.
Kenyataan obyekrif yang ada dan terletak pada pancasila, sehingga pancasila

sebagai suatu system filsafat bersifat khas dan berbeda dalam system-sistem
filsafat yang lain. Hal ini secara ilmiah disebut sebagai filsafat secara obyektif.
Dan untuk mendapatkan makna yang lebih mendalam dan mendasar, kita perlu
mengkaji nilai-nilai pancasila dari kajian filsafat secara menyeluruh.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian filsafat ?
2. Bagaimana filsafat pancasila ?
3. Bagaimana hakikat pada sila-sila pancasila ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian filsafat.
2. Untuk mengetahui filsafat pancasila.
3. Untuk mengetahui hakikat sila-sila pancasila.
1.4 Manfaat Penulisan
1. Mahasiswa dapat mengetahui pengertian filsafat.
2. Mahasiswa dapat mengetahui filsafat pancasila.
3. Mahasiswa dapat mengetahui hakikat sila-sila pancasila.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5. Pengertian Filsafat
Kata filsafat berasal dari kata ‘philosophia’ (bahasa Yunani), yang artinya
‘mencintai kebijaksanaan’. Sedangkan dalam bahasa Inggris kata filsafat disebut
dengan istilah ‘philosophy’, dan dalam bahasa Arab disebut dengan istilah
‘falsafah’, yang biasa diterjemahkan dengan ‘cinta kearifan’.(Rasidhasan, 2005:1)

Filsafat adalah ilmu yang berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi
segala sesuatu berdasarkan pikiran atau rasio. Filsafat adalah pandangan hidup
seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar mengenai
kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai suatu sikap
seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara
mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala
hubungan.(Rifka, 2013)
Istilah philosophia memiliki akar kata philien yang berarti mencintai dan
sophos yang berarti bijaksana . Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa
filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Sedangkan orang yang berusaha mencari
kebijaksanaan atau pencinta pengetahuan disebut dengan filsuf atau filosof.

(Rasidhasan, 2005:1)
Sumber dari filsafat adalah manusia, dalam hal ini akal dan kalbu manusia
yang sehat dan berusaha keras dengan sunguh-sungguh untuk mencari kebenaran
dan akhirnya memperoleh kebenaran. (Rasidhasan, 2005:1)
Proses mencari kebenaran itu melalui beberapa tahap. Tahap pertama, manusia
berspekulasi dengan pemikirannya tentang semua hal. Kedua, dari berbagai
spekulasi disaring menjadi beberapa buah pikiran yang dapat diandalkan. Tahap
ketiga, buah pikiran tadi menjadi titik awal dalam mencari kebenaran
(penjelajahan pengetahuan yang didasari kebenaran), kemudian berkembang
sebagai ilmu pengetahuan, seperti matematika, fisika, hukum, politik, dan lainlain. (Rasidhasan, 2005:2)
Berikut definisi filsafat yang dikemukakan para ahli:
1. Pythagoras
Dalam tradisi filsafat zaman Yunani Kuno, Pythagoras adalah orang yang
pertama-tama

memperkenalkan

istilah philosophia, yang

kemudian


dikenal dengan istilah filsafat. Pythagoras memberikan definisi filsafat
sebagai the love of wisdon. Menurutnya, manusia yang paling tinggi
nilainya adalah manusia pecinta kebijakan (lover of wisdom),sedangkan
yang dimaksud dengan wisdom adalah kegiatan melakukan perenungan

tentang Tuhan. Pythagoras sendiri menggap kebijakan yang sesungguhnya
hanya dimiliki Tuhan semata-mata.
2. Socrate
Ia adalah seorang filosof dalam bidang moral yang terkemuka setelah
Thales pada zaman Yunani Kuno. Socrates memahami bahwa filsafat
adalah suatu peninjauan diri yang bersifat reflektif atau perenungan
terhadap asas-asas dari kehidupan yang adil dan bahagia (principles of the
just and happy life).
3. Plato
Seorang sahabat dan murid Socrates ini telah mengubah pengertian
kearifan (sophia) yang semula berkaitan dengan soal-soal praktis dalam
kehidupan menjadi pemahaman intelektual. Menurutnya, filsafat adalah
pengetahuan


yang

berminat

mencapai

kebenaran

yang

asli.

Dalam Republika, Plato menegaskan bahwa para filosof adalah pecinta
pandangan tentang kebenaran (vision of the truth). Dalam pencarian
terhadap kebenaran tersebut, filosof yang dapat menemukan dan
menangkap penegtahuan mengenai ide yang abadi dan tak pernah berubah.
Dalam konsepsi Plato, filsafat merupakan pencarian yang bersifat
speklutaif atau perekaan terhadap keseluruhan kebenaran. Maka filsafat
Plato kemudian dikenal dengan nama Filsafat Spekulatif.
4. Aristoteles

Aristoteles adalah seorang murid Plato yang terkemuka. Dalam
pandangannya, seringkali Aristoteles bersebrangan dengan pendapat
gurunya, namun pada prinsipnya, Aristoteles mengembalikan pahampaham yang dikemukakan oleh gurunya tersebut. Berkenaan dengan
pengertian filsafat, Aristoteles mengemukakan bahwa sophia (kearifan)
merupakan

kebajikan

intelektual

tertinggi.

Sedangkan philosophia merupakan padanan kata dariepisteme dalam arti

suatu kumpulan teratur pengetahuan rasional mengenai sesuatu objek yang
sesuai.

Adapun

pengertian


filsafat

menurut

Aristoteles,

adalah

ilmupengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya
ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik dan estetika.
5. Al Farabi
Filsafat adalah ilmu (pengetahuan) tentang alam bagaimana mewujudkan
bagaimana hakikat yang sebenarnya
6. Cicero
Filsafat adalah sebagai “ibu dari semua seni “( the mother of all the arts“ ia
juga mendefinisikan filsafat sebagai ars vitae (seni kehidupan )
7. Johann Gotlich Fickte
Filsafat sebagai Wissenschaftslehre (ilmu dari ilmu-ilmu ,yakni ilmu
umum, yang jadi dasar segala ilmu. Ilmu membicarakan sesuatu bidang
atau jenis kenyataan. Filsafa tmemperkatakan seluruh bidang dan seluruh
jenis ilmu mencari kebenaran dari seluruh kenyataan.
8. Paul Nartorp
Filsafat sebagai Grunwissenschat ( ilmu dasar hendak menentukan
kesatuan pengetahuan manusia dengan menunjukan dasar akhir yang
sama, yang memikul sekaliannya.
9. Imanuel Kant
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dari
segala pengetahuan yang didalamnya tercakup empat persoalan.
10. Notonegoro
Filsafat menelaah hal-hal yang dijadikan objeknya dari sudut intinya yang
mutlak, yang tetap tidakberubah yang disebut hakekat.
11. Driyakarya

Filsafat sebagai perenungan yang sedalam-dalamnya tentang sebabsebabnya ada dan berbuat, perenungan tentang kenyataan yang sedalamdalamnya sampai “mengapa yang penghabisan “.
12. Sidi Gazalba
Berfilsafatialah mencari kebenaran dari kebenaran untuk kebenaran
,tentang segala sesuatu yang di masalahkan, dengan berfikir radikal,
sistematik dan universal.
13. Bertrand Russel
Filsafat adalah sesuatu yang berada di tengah-tengah antarateologi dan
sains. Sebagaimana teologi ,filsafat berisikan pemikiran-pemikiran
mengenai masalah masalah yang pengetahuan definitive tentangnya,
sampai sebegitu jauh, tidak bisa dipastikan ;namun, seperti sains, filsafat
lebih menarik perhatian akal manusia daripada otoritastradisi maupun
otoritas wahyu..
6. Pegertian Sistem Filsafat
Pancasila dikenal sebagai filosofi Indonesia disebut Filsafat Pancasila.
Kenyataannya definisi filsafat dalam filsafat Pancasila telah diubah dan
diinterpretasi berbeda oleh beberapa filsuf Indonesia. Pancasila dijadikan wacana
sejak 1945. Filsafat Pancasila senantiasa diperbarui sesuai dengan “permintaan”
rezim yang berkuasa, sehingga Pancasila berbeda dari waktu kewaktu.
(Notonagoro, 1980)
Berikut pengertian dari Filsafat Pncasila:
1. Filsafat Pancasila Asli
Pancasila merupakan konsepadaptif filsafat Barat. Hal ini merujuk pidato
Sukarno di BPUPKI dan banyak pendiri bangsa merupakan alumni
Universitas di Eropa, di mana filsafat barat merupakan salah satu materi
kuliah mereka. Pancasila terinspirasi konsep humanisme, rasionalisme,

universalisme, sosiodemokrasi, sosialisme Jerman, demokrasi parlementer,
dan nasionalisme
2. Filsafat Pancasila versiSoekarno
Filsafat Pancasila kemudian dikembangkan oleh Sukarno sejak 1955
sampai berakhirnya kekuasaannya (1965). Pada saat itu Sukarno selalu
menyatakan bahwa Pancasila merupakan filsafat asli Indonesia yang
diambil dari budaya dan tradisi Indonesia dana kulturasi budaya India
(Hindu-Budha), Barat (Kristen), dan Arab (Islam). Menurut Sukarno
“Ketuhanan” adalah asli berasal dari Indonesia, “KeadilanSoasial”
terinspirasi dari konsep Ratu Adil. Sukarno tidak pernah menyinggung
atau mempropagandakan “Persatuan”.
3. Filsafat Pancasila versiSoeharto
Oleh Suharto filsafat Pancasila mengalami Indonesiasi.Melalui filsuf-filsuf
yang disponsori Depdikbud, semuaelemen Barat disingkirkan dan diganti
interpretasinya

dalam

budaya

Indonesia,

sehingga

menghasilkan

“Pancasila truly Indonesia”.Semua sila dalam Pancasila adalah asli
Indonesia dan Pancasila dijabarkan menjadi lebih rinci (butir-butir
Pancasila). Filsuf Indonesia yang bekerja dan mempromosikan bahwa
filsafat Pancasila adalah truly Indonesia antara lain Sunoto, R. Parmono,
Gerson

W.

Bawengan,

WasitoPoespoprodjo,

Burhanuddin

Salam,

Bambang Daroeso, Paulus Wahana, Azhary, Suhadi, Kaelan, Moertono,
Soerjanto Poespowardojo, dan Moerdiono.
Berdasarkan penjelasan diatas maka pengertian filsafat Pancasila secara umum
adalah hasil berpikir/pemikiran yang sedalam-dalamnya dari bangsa Indonesia
yang dianggap, dipercaya dan diyakini sebagai sesuatu (kenyataan, norma-norma,
nilai-nilai) yang paling benar, paling adil, paling bijaksana, paling baik dan paling
sesuai bagi bangsa Indonesia.
Kalau dibedakan antara filsafat yang religious dan non religius, maka filsafat
Pancasila tergolong filsafat yang religius. Ini berarti bahwa filsafat Pancasila
dalam hal kebijaksanaan dan kebenaran mengenal adanya kebenaran mutlak yang

berasal dari Tuhan Yang MahaEsa (kebenaran religius) dan sekaligus mengakui
keterbatasan kemampuan manusia, termasuk kemampuan berpikirnya.
Dan kalau dibedakan filsafat dalam arti teoritis dan filsafat dalam arti praktis,
filsafast Pancasila digolongkan dalam arti praktis. Ini berarti bahwa filsafat
Pancasila di dalam mengadakan pemikiran yang sedalam-dalamnya, tidak hanya
bertujuan mencari kebenaran dan kebijaksanaan, tidak sekedar untuk memenuhi
hasrat ingin tahu dari manusia yang tidak habis-habisnya, tetapi juga dan terutama
hasil pemikiran yang berwujud filsafat Pancasila tersebut dipergunakan sebagai
pedoman hidup sehari-hari (pandangan hidup, filsafat hidup, way of the life,
Weltanschaung dan sebgainya); agar hidupnya dapat mencapai kebahagiaan lahir
dan batin, baik di dunia maupun di akhirat.
Selanjutnya filsafat Pancasila mengukur adanya kebenaran yang bermacammacamdanbertingkat-tingkatsebgaiberikut:
1.

Kebenaran indra (pengetahuanbiasa);

2.

Kebenaran ilmiah (ilmu-ilmupengetahuan);

3.

Kebenaran filosofis (filsafat);

4.

Kebenaran religius (religi).

Untuk lebih meyakinkan bahwa Pancasila itu adalah ajaran filsafat, sebaiknya
kita kutip ceramah Mr.Moh Yaminpada Seminar Pancasila di Yogyakarta tahun
1959 yang berjudul “Tinjauan Pancasila TerhadapRevolusiFungsional”, yang
isinyaanatara lain sebagaiberikut:
Tinjauan Pancasila adalah tersusun secara harmonis dalam suatu system
filsafat. Marilah kita peringatkan secara ringkas bahwa ajaran Pancasila itu
dapat kita tinjau menurut ahli filsafat, yaitu Friedrich Hegel (1770-1831) bapak
dari filsafat Evolusi Kebendaan seperti diajarkan oleh Karl Marx (1818-1883)
dan menurut tinjauan Evolusi Kehewanan menurut Darwin Haeckel, serta juga
bersangkut paut dengan filsafat kerohanian seperti diajarkan oleh Immanuel
Kant (1724-1804).
7. Filsafat Pancasila

Dalam mempelajari filsafat Pancasila ada dua hal yang lebih dahulu kita
pelajari yaitu Pancasila dan Filsafat memeplajari Pancasila melalui pendekatan
sejarah supaya akan dapat mengetahui berbagai peristiwa yang terjadi dari waktu
ke waktu di tanah air kita Indonesia peristiwa – peristiwa yang saya maksudkan
adalah yang ada sangkut pautnya dengan Pancasila. Melalui pendekatan kami
berharap untuk mendapatkan data obyektif dapat menghasilkan kesimpulan yang
obyektif pula oleh karena manusia tidak mungkin menghilangkan sikap obyektif
sebagai salah satu bawaan kodrat, maka kami bersyukur bila mendapatkan
kesimpulan yang obyektif mungkin inter obyektif.
Sampai pada gilirannya filsafat dijadikan sebagai ilmu. Filsafat sebagai ilmu
telah lama dikembangkan oleh para pemikir di berbagai belahan dunia dalam
rangka memahami dan memaknai kehidupan. Problem-problem kehidupan dan
kemanusiaan yang datang terus-menerus membutuhkan jawaban. Problem itu
yang memacu perkembangan ilmu filsafat, terlebih ketika memasuki era global
dengan mudahnya komunikasi dan perpindahan ide, gagasan, dan budaya dari satu
wilayah ke wilayah lain. Pertemuan budaya, ideologi, dan agama tidak lagi bisa
dihindarkan. Para filsuf telah menyumbangkan pengabdiannya untuk memberikan
jalan pemecahan demi kemajuan umat manusia, terbukti banyak tokoh
internasional yang dengan basis filsafat telah memberikan pengaruh besar
terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, agama, pemerintahan, pendidikan, dan
karya seni.
Filsafat sangat berarti bagi kehidupan pribadi dan banyak orang. Dengan
memahami filsafat, terutama sesuai dengan tujuan dan cita-cita masing-masing
individu, maka akan membantu kematangan dan kebijaksanaan jiwa, apalagi
mahasiswa. Setiap mahasiswa baik dari jurusan apapun hendaknya memahami
dan melakukan latihan berfilsafat secara terus menerus sehingga ketika di masa
depan jadi pemimpin, akan mampu memberikan solusi-solusi yang menentramkan
dan me-lebih baikkan umat manusia.
1. Filsafat Pancasila
Diantara banyak jenis filsafat, terdapat juga filsafat Pancasila. Sebagian
ahli mengatakan filsafat ini merupakan bagian dari Filsafat Timur yang

berketuhanan dan beragama (theisme-religius). Apakah ada ketuhanan yang tidak
beragama? Tentu saja ada. Sebagian orang di Barat percaya pada Tuhan tapi tidak
menganut agama tertentu. Nah, filsafat Pancasila merupakan filsafat bangsa
Indonesia dalam menyelenggarakan kehidupan perorangan, berbangsa dan
bernegara. Filsafat Pancasila adalah jati diri luhur yang membedakan bangsa dan
negara Indonesia dengan yang lain (Antoni, 2012:3).
2. Sistem Filsafat Pancasila
Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan system
filsafat. Yang

dengan sistem ialah suatu kesatuan bagian yang saling

berhubungan, saling bekerjasama untuk satu tujuan tertentu dan secara
keseluruhan merupakan suatu sila pancasila yang merupakan sistem filsafat pada
hakikatnya n suatu kesatuan organis. Antara sila pancasila itu saling berkaitan,
saling berhubungan bahkan saling mengkualifikasi. Dengan bahasa yang lebih
sederhana bisa dijelaskan bahwa, lima sila pancasila saling berhubungan sekaligus
saling membuat sing sila menjadi lebih mulia maknanya. Jadi dengan demikian
maka pancasila pada hakikatnya merupakan sistem filsafat, dalam pengertian
bahwa silanya saling bertalian

erat sehingga membentuk suatu struktrur

tersebutlah yang mengandung nilai kebijaksaaan dan cinta (Sutrisno, 2006: 32)
Secara filsafati, Pancasila merupakan sistem nilai-nilai ideologis yang
berderajat. Artinya di dalamnya terkandung nilai luhur, nilai dasar, nilai
instrumental, nilai praksis, dan nilai teknis. Agar ia dapat menjadi ideologi bangsa
dan negara Indonesia yang lestari tetapi juga dinamis berkembang, nilai luhur dan
nilai dasarnya harus dapat bersifat tetap, sementara nilai instrumentalnya harus
semakin dapat direformasi dengan perkembangan tuntutan zaman.
Di samping itu, Pancasila mampu dijadikan pangkal sudut pandang dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan (science of knowledge) yang dalam karyakarya berikutnya ditunjukkan segisegi ontologik, epistemologi, dan aksiologinya
sebagai raison d’etre bagi Pancasila sebagai suatu faham atau aliran filsafati
(Wibisono, 1995:126).
Pancasila sejak semula dijadikan weltanschauung atau pandangan hidup bangsa
Indonesia, sekaligus prinsip-prinsip dasar negara. Dengan demikian, isi pemikiran

Pancasila sangat berhubungan dengan nilai-nilai yang mendasari urusan
kemasyarakatan. Ketika Pancasila dinyatakan sebagai pandangan hidup, berarti
Pancasila itu sendiri memiliki ilmu pengetahuan yang sesungguhnya sangat
bermanfaat bagi bangsa Indonesia sebagai petunjuk (guidance) di dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pancasila merupakan sebuah pandangan dunia atau world view yang juga dapat
ditanamkan nilai-nilai filsafat. Pancasila adalah filsafat bangsa yang
sesungguhnya berhimpit dengan jiwa bangsa. Di sini yang muncul adalah
kapasitas pengetahuan bangsa, misalnya yang berkaitan dengan hakikat kenyataan
dan kebenaran. Hakikat kenyataan dan kebenaran serta nilai-nilai filsafat tersebut
sebenarnya adalah bagian dari aspek ontologi, epistemologi dan aksiologi yang
harus dieksplorasi oleh filsafat ilmu dalam upaya mengembangkan Pancasila.
Sebagai pandangan dunia atau filsafat, Pancasila merupakan acuan intelektual
kognitif bagi cara berpikir bangsa, yang dalam usaha keilmuan dapat terbangun ke
dalam sistem filsafat yang kredibel. Bahan materialnya adalah berbagai butir dan
ajaran kebijaksanaan dalam budaya etnik maupun agama.
Pengetahuan mengenai Pancasila sebagai dasar filsafat dan asas kerohanian
(ideologi) negara Republik Indonesia, sebagaimana halnya pengetahuan yang lain,
adalah bertingkat-tingkat. Pengetahuan dapat dibedakan menjadi dua macam.
Pertama, pengetahuan biasa, pengetahuan yang dicapai dengan akal sehat oleh
orang pada umumnya atau disebut common sense. Kedua, pengetahuan ilmiah,
pengetahuan yang diperoleh dengan cara ilmu pengetahuan atau analisis.
7.1 Secara Ontologi
Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, pada dasarnya menegaskan secara
ontologi, bahwa manusia hidup di dunia harus selalu bertaqwa dan beriman
kepada Tuhan. Sila pertama memiliki makna secara ontologi sebagai sebuah ilmu
pengetahuan yang seharusnya dapat dipahami oleh masyarakat dan bangsa
Indonesia agar di dalam kehidupan tidak melakukan perbuatan yang tercela dan
merugikan orang lain.
Selanjutnya, Pancasila sebagai dasar filsafat negara Rcpublik Indonesia
memiliki susunan lima sila yang merupakan suatu persatuan dan kesatuan, serta

mempunyai sifat dasar kesatuan yang mutlak, yaitu berupa sifat kodrat
monodualis, sebagai makhluk individu sekaligus juga sebagai makhluk sosial. Di
samping itu, kcduduknnnya sebagai makhluk pribadi yang berdiri sendiri,
sekaligus sebagai makhluk Tuhan. Konsekuensinya, segala aspek dalam
penyelenggaraan negara diliputi oleh nilai-nilai Pancasila yang merupakan suatu
kesatuan yang utuh yang memiliki sifat dasar yang mutlak berupa sifat kodrat
manusia yang monodualis tersebut.
Kemudian, seluruh nilai-nilai Pancasila tersebut menjadi dasar rangka dan
jiwa bagi bangsa Indonesia. Hal ini berarti bahwa dalam setiap aspek
penyelenggaraan negara harus dijabarkan dan bersumberkan pada nilai-nilai
Pancasila, seperti bentuk negara, sifat negara, tujuan negara, tugas/kewajiban
negara dan warga negara, sistem hukum negara, moral negara, serta segala aspek
penyelenggaraan negara lainnya.
a. Secara Epistemologi
Kedua, secara epistemologis, Pancasila pada mulanya adalah harmonisasi
dari paham Barat modern sekuler, paham kebangsaan, Islam dan pelbagai jenis
pengetahuan lainnya yang melalui proses perdebatan panjang hingga mencapai
titik temu. Kebenaran yang dikandung Pancasila adalah kebenaran konsensus.
Watak konsensus berkonsekuensi pada fleksibilitas peninjauan atas konsensus,
meskipun jika berubah dalam bentuk yuridis akan memiliki kekuatan mengikat.
Pancasila yang mengandung kebenaran konsensus adalah sistem terbuka
yang dapat ditafsir dalam pelbagai arti, dinilai kelemahan dan kelebihannya dan
dikontekstualisasikan dengan semangat perubahan.
Pengetahuan yang bersifat kefilsafatan mengenai Pancasila memiliki
kesesuaian dengan

proses tercapainya kesiapan pribadi. Dengan adanya

pengetahuan yang bersifat kefilsafatan mengenai hakikat Pancasila, itu berarti
adanya dasar yang kuat dan kekal untuk terbentuknya way of life negara, bangsa
dan warga negara (Edwin dkk., 2006:165).
Nilai-nilai Pancasila yang terdiri dari lima sila itu memiliki banyak sumber
pengetahuan yang sudah seharusnya mampu diimplementasikan dalam kehidupan

manusia, dan dijadikan petunjuk dalam berperilaku. Pengetahuan yang terkandung
di dalam Pancasila sesungguhnya sudah cukup untuk mengatasi persoalan
kebangsaan dan membawa kemajuan jika ia diterapkan secara genuine di dalam
menjalankan semua aktivitas, tugas negara maupun tugas akademik.
Selanjutnya, susunan Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan maka
Pancasila memiliki susunan yang bersifat formal logis, baik dalam arti susunan
sila-sila Pancasila maupun isi arti dari dari sila-sila Pancasila itu. Susunan
kesatuan sila-sila Pancasila adalah bersifat hierarkis dan berbentuk piramidal,
yaitu:
1.

Sila pertama Pancasila mendasari dan mcnjiwai keempat sila lainnya.

2.

Sila kcdua didasari sila pertama serta mendasari dan menjiwai sila
ketiga, keempat, dan kclima;

3.

Sila ketiga didasari dan dijiwai sila pertama dan kedua, serta mendasari
dan menjiwai sila keempat dan kelima.

4.

Sila keempat didasari dan dijiwai sila pertama, kedua, dan ketiga serta
mendasari dan menjiwai sila kelima; serta

5.

Sila kelima didasari dan dijiwai sila pertama, kedua, ketiga,dan keempat.

Demikianlah, susunan Pancasila memiliki sistem logis, baik yang
menyangkut kualitas maupun kuantitasnya. Dasar-dasar rasional logis Pancasila
juga menyangkut kualitas ataupun kuantitasnya. Selain itu, dasar-dasar rasional
logis Pancasila juga menyangkut isi arti sila-sila Pancasila tersebut. Sila
Ketuhanan Yang Maha Esa memberi landasan kebenaran pengetahuan manusia
yang bersumber pada intuisi. Kedudukan dan kodrat manusia pada hakikatnya
adalah sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Karena itu, sesuai dengan sila
pertama Pancasila, epistemologi Pancasila juga mengakui kebenaran wahyu yang
bersifal mutlak. Hal ini sebagai tingkat kebenaran yang tertinggi.
Selanjutnya, kebenaran dan pengetahuan manusia merupakan suatu sintesis
yang harmonis di antara potensi-potensi kejiwaan manusia, yaitu akal, rasa, dan
kehendak manusia untuk mendapatkan kebenaran yang tertinggi. Selain itu, dalam
sila ketiga, keempat, dan kelima, epistemologi Pancasik: mengakui kebenaran

konsensus terutama dalam kaitannya dengan hakikat sifai kodrat manusia sebagai
makhluk individu dan makhluk sosial.
Sebagai suatu paham epistemologi, Pancasila memandang bahwa ilnu
pengetahuan pada hakikatnya tidak bebas nilai karena harus diletakkan pada
kerangka moralitas kodrat manusia serta moralitas religius dalam upaya untuk
mendapatkan suatu tingkatan pengetahuan dalam hidup manusia. Itulah sebabnya
Pancasila secara epistemologis harus menjadi dasar moralitas bangsa dalarr
membangun perkembangan sains dan teknologi dewasa ini.
3.2 Secara Aksiologi
Ketiga, secara aksiologi, Pancasila sebagai pandangan hidup mempunyai
nilai-nilai luhur yang terkandung di dalam silasilanya, yakni nilai ketuhanan,
kemanusiaan, persatuan dan kerakyatan serta keadilan sosial. Nilai-nilai luhur
tersebut sudah seharusnya mampu diserap oleh masyarakat Indonesia.
Berpijak dari ketiga aspek dalam filsafat ilmu tersebut, sistem filsafat di dalam
nilai-nilai Pancasila mengandung ajaran tentang potensi dan martabat manusia
yang merupakan anugerah dari Tuhan. Karena itu, ketika seseorang mampu
menghayati dan menjiwai nilai-nilai budi pekerti dari Pancasila, besar
kemungkinan masyarakat Indonesia akan lebih baik dalam berperilaku sehingga
apa yang dicita-citakannya akan tercapai serta menjadikan jati diri bangsa
Indonesia lebih bermartabat.
Tepat kiranya jika Notonagoro mengembangkan Pancasila seringkali
menggunakan “pisau filsafat ilmu”.

Ia menghampiri Pancasila dari jendela

filsafat, meminjam pelbagai perspektif di dalam teori-teori filsafat dalam rangka
membedah hakikat Pancasila. Satu-satunya jalan untuk meluruskan, atau untuk
memberi porsi pantas bagi batas-batas pengertian, debat ilmiahfilosofis diyakini
dapat menghantarkan masyarakat Indonesia dan dinamika kenegaraan pada nilai
hakiki Pancasila. Filsafat sebagai ilmu yang berkerangka komprehensif, radikal,
koherensi diyakini dapat menggali unsur-unsur paling inti dari Pancasila (Edwin
dkk., 2006:145).
Dengan menguak secara filosofis nilai-nilai Pancasila diharapkan
memunculkan suatu pengetahuan baru dan pengembangan baru terhadap nilai-

nilai luhur Pancasila. Dengan didasari oleh nilai-nilai luhur Pancasila diharapkan
dapat menggugah manusia-manusia Indonesia untuk kembali setia dan konsisten
meresapi dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila.

Karena itu, sudah menjadi

tanggung jawab sebagai seorang ilmuwan untuk mampu membantu dan
menerapkan ajaran nilai-nilai dalam Pancasila. Pancasila bagian dari falsafah
bangsa Indonesia yang sudah semestinya memiliki nilai-nilai etis dan luhur untuk
selalu diimplementasikan di dalam perguruan tinggi sehingga ajaran dan nilainilai Pancasila tidak menjadi sebuah simbol saja serta dijadikan sebagai alat
kepentingan politik.
Karena itu, untuk menyelesaikan problem Pancasila agar tidak dijadikan
alat kepentingan politik, dan tidak menyebabkan manusia-manusia Indonesia
menjadi apatis, masyarakat Indonesia harus
Pancasila sebagai sebuah sistem

dapat menempatkan ideologi

ilmu pengetahuan sehingga upaya untuk

mengikis anggapan negatif atas ideologi Pancasila menjadi lebih memungkinkan.
Namun demikian, masyarakat Indonesia itu juga harus mampu menempatkan daya
kritis dari cipta karsa pikir manusia terhadap nilai-nilai Pancasila.
Apabila Pancasila tidak didukung oleh manusia-manusia yang sadar dan
terdidik serta ilmuwan-ilmuwan yang handal, dan para mahasiswa yang duduk di
Perguruan Tinggi, maka nilai-nilai Pancasila akan menjadi pudar, disfungsional
dan mungkin terjerumus dalam kemandekan dan kebekuan dogmatik, kemiskinan
konseptual sebagai akibat langkanya gagasan-gagasan segar secara filsafati.
Filsafat, adalah sebuah ilmu pengetahuan sudah seharusnya mampu
mengembangkan nilai-nilai Pancasila, dengan jalan dijadikan bahan dan
kurikulum dalam pendidikan di Indonesia. Dengan begitu, masyarakat harus
memahami bahwa Pancasila yang memiliki nilai-nilai luhur itu adalah sifat-sifat
dan karakter yang sesuai dengan bangsa Indonesia. Karena itu, perguruan tinggi
harus mampu mengembangkan dan menanamkan sejak dini di dalam pikiran
masyarakat Indonesia (Kirom, 2011:111)
8. Hakikat Nilai-nilai Pancasila

Menurut Notonegoro, (1985:82-84) Beberapa hal Mengenai Filsafat Pancasila.
Yogyakarta
a. KETUHANAN YANG MAHA ESA
Ketuhanan berasal dari kata Tuhan, mengandung arti bahwa pencipta segala
yang ada dan semua makhluk. Yang Maha Esa berarti yang Maha tunggal, tiada
sekutu, Esa dalam zatNya, Esa dalam sifat-Nya, Esa dalam Perbuatan-Nya,
artinya bahwa zat Tuhan tidak terdiri dari zat-zat yang banyak lalu menjadi satu,
bahwa sifat Tuhan adalah sempurna, bahwa perbuatan Tuhan tidak dapat disamai
oleh siapapun. Jadi ke-Tuhanan yang maha Esa, mengandung pengertian dan
keyakinan adanya Tuhan yang maha Esa, pencipta alam semesta, beserta isinya.
Keyakinan adanya Tuhan yang maha Esa itu bukanlah suatu dogma atau
kepercayaan yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya melalui akal pikiran,
melainkan suatu kepercayaan yang berakar pada pengetahuan yang benar yang
dapat diuji atau dibuktikan melalui kaidah-kaidah logika.
Atas keyakinan yang demikianlah maka Negara Indonesia berdasarkan
ketuhanan yang Maha Esa, dan Negara memberi jaminan kebebasan kepada setiap
penduduk untuk memeluk agama sesuai dengan keyakinannya dan beribadah
menurut agamanya dan kepercayaannya. Bagi dan didalam Negara Indonesia
tidak boleh ada pertentangan dalam hal ketuhanan yang Maha Esa, tidak boleh ada
sikap dan perbuatan yang anti ketuhanan yang Maha Esa, dan anti keagamaan
serta tidak boleh ada paksaan agama dengan kata lain dinegara Indonesia tidak
ada paham yang meniadakan Tuhan yang Maha Esa (atheisme). Sebagai sila
pertama Pancasila ketuhanan yang Maha Esa menjadi sumber pokok kehidupan
bangsa

Indonesia,

menjiwai

mendasari

serta

membimbing

perwujudan

kemanusiaan yang adil dan beradab, penggalangan persatuan Indonesia yang telah
membentuk Negara republic Indonesia yang berdailat penuh, bersipat kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
guna mewujudkan keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. Hakekat
pengertian itu sesuai dengan:

1.

Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi antara lain ”atas berkat rahmat
Allah yang maha kuasa….”

2.

Pasal 29 UUD 1945:
a. Negara berdasarkan atas ketuhanan yang maha Esa
b. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan beribadah menurut agama dan
kepercayaannya.

Inti sila ketuhanan yang maha esa adalah kesesuaian sifat-sifat dan hakikat
Negara dengan hakikat Tuhan. Kesesuaian itu dalam arti kesesuaian sebab-akibat.
Maka dalam segala aspek penyelenggaraan Negara Indonesia harus sesuai dengan
hakikat nila-nilai yang berasal dari tuhan, yaitu nila-nilai agama. Telah dijelaskan
di muka bahwa pendukung pokok dalam penyelenggaraan Negara adalah
manusia, sedangkan hakikat kedudukan kodrat manusia adalah sebagai makhluk
berdiri sendiri dan sebagai makhluk tuhan. Dalam pengertian ini hubungan antara
manusia dengan tuhan juga memiliki hubungan sebab-akibat. Tuhan adalah
sebagai sebab yang pertama atau kausa prima, maka segala sesuatu termasuk
manusia adalah merupakan ciptaan tuhan (Notonagoro 1985:82)
Hubungan manusia dengan tuhan, yang menyangkut segala sesuatu yang
berkaitan dengan kewajiban manusia sebagai makhluk tuhan terkandung dalam
nilai-nilai agama. Maka menjadi suatu kewajiban manusia sebagai makhluk tuhan,
untuk merealisasikan nilai-nilai agama yang hakikatnya berupa nila-nilai
kebaikan, kebenaran dan kedamaian dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Disis lain Negara adalah suatu lembaga kemanusiaan suatu lembaga
kemasyarakatan yang anggota-anggotanya terdiri atas manusia, diadakan oleh
manusia untuk manusia, bertujuan untuk melindungi dan mensejahterakan
manusia sebagai warganya. Maka Negara berkewajiban untuk merealisasikan
kebaikan, kebenaran, kesejahteraan, keadilan perdamaian untuk seluruh warganya.
Maka dapatlah disimpulkan bahwa Negara adalah sebagai akibat dari
manusia, karena Negara adalah lembaga masyarakat dan masyarakat adalah terdiri
atas manusia-manusia, adapun keberadaan nilai-nilai yang berasal dari tuhan. Jadi
hubungan Negara dengan tuhan memiliki hubungan kesesuaian dalam arti sebab

akibat yang tidak langsung, yaitu Negara sebagai akibat langsung dari manusia
dan manusia sebagai akibat adanya tuhan. Maka sudah menjadi suatu keharusan
bagi Negara untuk merealisasikan nilai-nilai agama yang berasal dari tuhan.
Jadi hubungan antara Negara dengan landasan sila pertama, yaitu ini sila
ketuhanan yang maha esa adalah berupa hubungan yang bersifat mutlak dan tidak
langsung. Hal ini sesuai dengan asal mula bahan pancasila yaitu berupa nilai-nilai
agama , nilai-nilai kebudayaan, yang telah ada pada bangsa Indonesia sejak zaman
dahulu kala yang konsekuensinya harus direalisasikan dalam setiap aspek
penyelenggaraan Negara.
b. KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB
Kemanusiaan berasal dari kata manusia, yaitu mahluk berbudi yang
mempunyai potensi , rasa, karsa, dan cipta karena potensi inilah manusia
menduduki martabat yang tinggi dengan akal budinya manusia menjadi
berkebudayaan, dengan budi nuraninya manusia meyadari nilai-nilai dan normanorma. Adil mengandung arti bahwa suatu keputusan dan tindakan didasarkan
atas norma-norma yang obyektif tidak subyektif apalagi sewenang-wenang.
Beradab berasal dari kata adab, yang berarti budaya. Mengandung arti
bahwa sikap hidup, keputusan dan tindakan selalu berdasarkan nilai budaya,
terutama norma sosial dan kesusilaan. Adab mengandung pengertian tata
kesopanan kesusilaan atau moral. Jadi: kemanusiaan yang adil dan beradab adalah
kesadaran sikap dan perbuatan manusia yang didasarkan kepada potensi budi
nurani manusia dalam hubungan dengan norma-norma dan kebudayaan umumnya
baik terhadap diri pribadi, sesama manusia maupun terhadap alam dan hewan. Di
dalam sila kedua kemanusiaan yang adil yang beradab telah tersimpul cita-cita
kemanusiaan yang lengkap yang adil dan beradab memenuhi seluruh hakekat
mahluk manusia. Sila dua ini diliputi dan dijiwai sila satu hal ini berarti bahwa
kemanusiaan yang adil dan beradab bagi bangsa Indonesia bersumber dari ajaran
Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan kodrat manusia sebagai ciptaa-Nya. Hakekat
pengertian diatas sesuai dengan Pembukaan UUD 1945 alenia yang pertama dan
pasal-pasal 27,28,29,30 UUD 1945.

Inti sila kemanusiaan yang adil dan beradab adalah landasan manusia.
Maka konsekuensinya dalam setiap aspek penyelengaraan Negara antara lain
hakikat Negara, bentuk Negara, tujuan Negara , kekuasaan Negara, moral Negara
dan para penyelenggara Negara dan lain-lainnya harus sesuai dengan sifat-sifat
dan hakikat manusia. Hal ini dapat dipahami karena Negara adalah lembaga
masyarakat yang terdiri atas manusia-manusia, dibentuk oleh anusia untuk
memanusia dan mempunyai suatu tujuan bersama untuk manusia pula. Maka
segala aspek penyelenggaraan Negara harus sesuai dengan hakikat dan sifat-sifat
manusia Indonesia yang monopluralis , terutama dalam pengertian yang lebih
sentral pendukung pokok Negara berdasarkan sifat kodrat manusia monodualis
yaitu manusia sebagai individu dan makhluk social.
Oleh karena itu dalam kaitannya dengan hakikat Negara harus sesuai
dengan hakikat sifat kodrat manusia yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk
social. Maka bentuk dan sifat Negara Indonesia bukanlah Negara individualis
yang hanya menekankan sifat makhluk individu, namaun juga bukan Negara klass
yang hanya menekankan sifat mahluk social , yang berarti manusia hanya berarti
bila ia dalam masyarakat secara keseluruhan .
Maka sifat dan hakikat Negara Indonesia adalah monodualis yaitu baik
sifat kodrat individu maupun makhluk social secara serasi, harmonis dan
seimbang. Selain itu hakikat dan sifat Negara Indonesia bukan hanya menekan
kan segi kerja jasmani belaka, atau juga bukan hanya menekankan segi rohani nya
saja, namun sifat Negara harus sesuai dengan kedua sifat tersebut yaitu baik kerja
jasmani maupun kejiwaan secara serasi dan seimbang, karena dalam praktek
pelaksanaannya hakikat dan sifat Negara harus sesuai dengan hakikat kedudukan
kodrat manusia sebagai makhluk berdiri seniri dan makhluk tuhan.
c.

PERSATUAN INDONESIA
Persatuan berasal dari kata satu yang berarti utuh tidak terpecah belah

persatuan berarti bersatunya bermacam corak yang beraneka ragam menjadi satu
kebulatan. Indonesia mengandung dua makna yaitu makna geograpis dan makna
bangsa dalam arti politis. Jadi persatuan Indonesia adalah persatuan bangsa yang
mendiami wilayah Indonesia. Bangsa yang mendiami wilayah Indonesia bersatu

karena didorong untuk mencapai kehidupan yang bebas dalam wadah Negara
yang merdeka dan berdaulat, persatuan Indonesia merupakan faktor yang dinamis
dalam kehidupan bangsa Indonesia bertujuan memajukan kesejahteraan umum
dan mencerdaskan kehidupan bangsa serta mewujudkan perdamaian dunia yang
abadi.
Persatuan Indonesia adalah perwujudan dari paham kebangsaan Indonesia
yang dijiwai oleh sila I dan II. Nasionalisme Indonesia mengatasi paham
golongan, suku bangsa, sebaliknya membina tumbuhnya persatuan dan kesatuan
sebagai satu bangsa yang padu tidak terpecah belah oleh sebab apapun. Hakekat
pengertian itu sesuai dengan pembukaan UUD1945 alenia ke empat dan pasalpasal 1,32,35,dan 36 UUD 1945
d. KERAKYATAN

YANG

DIPIMPIN

OLEH

HIKMAT

KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN PERWAKILAN
Kerakyatan berasal dari kata rakyat, yang berarti sekelompok manusia
dalam suatu wilayah tertentu kerakyatan dalam hubungan dengan sila IV bahwa
“kekuasaan yang tertinggi berada ditangan rakyat. Hikmat kebijaksanaan berarti
penggunaan pikiran atau rasio yang sehat dengan selalu mempertimbangkan
persatuan dan kesatuan bangsa kepentingan rakyat dan dilaksanakan dengan sadar,
jujur dan bertanggung jawab. Permusyawaratan adalah suatu tata cara khas
kepribadian Indonesia untuk merumuskan dan memutuskan sesuatu hal
berdasarkan kehendak rakyat hingga mencapai keputusan yang berdasarkan
kebulatan pendapat atau mupakat. Perwakilan adalah suatu sistem dalam arti tata
cara (prosedura) mengusahakan turut sertanya rakyat mengambil bagian dalam
kehidupan bernegara melalui badan-badan perwakilan.
Jadi sila ke IV adalah bahwa rakyat dalam menjalankan kekuasaannya
melalui sistem perwakilan dan keputusan-keputusannya diambil dengan jalan
musawarah dengan pikiran yang sehat serta penuh tanggung jawab baik kepada
Tuhan yang maha Esa maupun kepada rakyat yang diwakilinya. Hakekat
pengertian itu sesuai dengan pembukaan UUD alenia empat dan pasal-pasal
1,2,3,28 dan 37 UUD 1945.

e. KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA
Keadilan social berarti keadilan yang berlaku dalam masyarakat di segala
bidabg kehidupan, baik materi maupun spiritual. Seluruh rakyat Indonesia berarti
setiap orang yang menjadi rakyat Indonesia, baik yang berdiam di wilayah
kekuasaan Republik Indonesia maupun warga Negara Indonesia yang berada di
luar negeri. Jadi sila ke V berarti bahwa setiap orang Indonesia mendapat
perlakuan yang adil dalam bidang hukum, politik, social, ekonomi dan
kebudayaan.
Sila Keadilan sosial adalah tujuan dari empat sila yang mendahuluinya,
merupakan tujuan bangsa Indonesia dalam bernegara, yang perwujudannya ialah
tata masyarakat adil-makmur berdasarkan Pancasila. Hakekat pengertian itu sesuai
dengan pembukaan UUD 1945 alinea kedua dan pasal-pasal 23, 27, 28, 29, 31 dan
34 UUD 1945.
Inti sila kelima yaitu “keadilan” yang mengandung makna sifat-sifat dan
keadaan Negara Indonesia harus sesuai dengan hakikat adil, yaitu pemenuhan hak
dan wajib pada kodrat manusia hakikat keadilan ini berkaitan dengan hidup
manusia , yaitu hubungan keadilan antara manusia satu dengan lainnya, dalam
hubungan hidup manusia dengan tuhannya, dan dalam hubungan hidup manusia
dengan dirinya sendiri (notonegoro). Keadilan ini sesuai dengan makna yang
terkandung dalam pengertian sila kedua yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab.
Selanjutnya hakikat adil sebagaimana yang terkandung dalam sila kedua ini
terjelma dalam sila kelima, yaitu memberikan kepada siapapun juga apa yang
telah menjadi haknya oleh karena itu inti sila keadilan social adalah memenuhi
hakikat adil.
Realisasi keadilan dalam praktek kenegaraan secara kongkrit keadilan
social ini mengandung cita-cita kefilsafatan yang bersumber pada sifat kodrat
manusia monodualis , yaitu sifat kodrat manusia sebagai individu dan makhluk
social. Hal ini menyangkut realisasi keadilan dalam kaitannya dengan Negara
Indonesia sendiri (dalam lingkup nasional) maupun dalam hubungan Negara
Indonesia dengan Negara lain (lingkup internasional)

Dalam lingkup nasional realisasi keadilan diwujudkan dalam tiga segi
(keadilan segitiga) yaitu:
1. Keadilan distributive, yaitu hubungan keadilan antara Negara
dengan warganya. Negara wajib memenuhi keadilan terhadap
warganya yaitu wajib membagi-bagikan terhadap warganya apa
yang telah menjadi haknya.
2. Keadilan bertaat (legal), yaitu hubungan keadilan antara warga
Negara terhadap Negara. Jadi dalam pengertian keadilan legal ini
negaralah yang wajib memenuhi keadilan terhadap negaranya.
3. Keadilan komulatif, yaitu keadilan antara warga Negara yang satu
4. dengan yang lainnya, atau dengan perkataan lain hubungan keadilan
antara warga Negara.
Selain itu secara kejiwaan cita-cita keadilan tersebut juga meliputi seluruh
unsur manusia, jadi juga bersifat monopluralis . sudah menjadi bawaan hakikatnya
hakikat mutlak manusia untuk memenuhi kepentingan hidupnya baik yang
ketubuhan maupun yang kejiwaan, baik dari dirinya sendiri-sendiri maupun dari
orang lain, semua itu dalam realisasi hubungan kemanusiaan selengkapnya yaitu
hubungan manusia dengan dirinya sendiri, hubungan manusia dengan manusia
lainnya dan hubungan manusia dengan Tuhannya. .(Notonegoro , 1985:82-84)
Dalam kedudukannya sebagai sumber nilai, Pancasila mengandung
berbagai nilai yang dijadikan sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia. Nilainilai yang terkandung dalm Pancasila tersusun secara hierarkis piramidal yang
bulat dan utuh serta saling menjiwai. (Kokon,2007:23)
Pancasila mengandung nilai subjektif maupun objektif. Nilai-nilai
subjektif artinya nilai-nilai tersebut merupakan hasil pemikiran bangsa Indonesia
sendiri sepanjang sejarahnya. Nilai-nilai Pancasila yang bersifat subjektif tersebut
adalah sebagai berikut:
a. Nilai-nilai Pancasila timbul dari bangsa Indonesia sebagai hasil
penilaian dan hasil pemikiran bangsa Indonesia.
b.

Nilai-nilai

Pancasila

merupakan

pandangan

hidup,pedoman hidup, petunjuk hidup bangsa Indonesia.

hidup,

pegangan

c. Nilai-nilai Pancasila mengandung tujuh nilai kerohanian, yaitu
kebenaran, keadilan, kebaikan, kebijaksanaan, etis, estetis dan religius
yang perwujudannya sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia.
Di samping itu, Pancasila juga mengandung nilai objektif, yakni nilai yang
diakui kebenaran dan keadilannya oleh bangsa-bangsa lain di dunia. Nilai-nilai
objektif yang terkandung dalam Pancasila adalah sebagai berikut:
a.
b.

Rumusan sila-sila Pancasila menunjukkan adanya sifat universal
Nilai-nilai Pancaila terkait dengan hidup kemanusiaan yang mutlak
(manusia dengan Tuhan,antara manusia dengan sesamanya,dan antara
manusia dengan lingkungannya)

c.

Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945 menurut ilmu hukum
memenuhi hukum syarat sebagai pokok kaidah negara yang
fundamental, tidak dapat diberikan oleh setiap orang atau badan.
Dengan demikian nilai-nilai pancasila akan tetap ada sepanjang masa.

d.

Pembukaan UUD 1945 (yang memuat jiwa Pancasila) secara hukum
tidak dapat diubah oleh siapapun termasuk MPR hasil Pemilu.
Mengubah Pembukaan UUD 1945 berarti membubarkan Negara

e.

Indonesia. Dengan demikian Pancasila tetap ada.

f.

Pembukaan UUD 1945 yang mengandung makna tidak dapat diubah
(tetap)

karena

kemerdekaan

(yang

didalamnya

mengandung

Pancasila) merupakan karunia Tuhan.(Kokon,2007:23)
Hakikat Pancasila Dasar Negara Indonesia adalah Pancasila yang telah
dirumuskan oleh para founding fathers (para pendiri bangsa Indonesia, antara lain
Soekarno, Hatta, M. Yamin). Secara Etimologi, Pancasila berasal dari bahasa
Sanskerta, yaitu "Panca berarti lima" dan "Syila berarti dasar, batu, sendi, alas"
serta "Syiila berarti aturan, tingkah laku yang baik". Jadi, Pancasila adalah 5
(lima) dasar tentang kesusilaan/5 (lima) ajaran tentang tingkah laku. Pancasila
merupakan salah satu istilah yang terdapat dalam buku Sutasoma harangin Empu
Tantular dari Kerajaan Majapahit (Heri Herdiawanto dan Jumanto, 2010:18)

BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Berdasarkan rumusan masalah maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Filsafat diartikan sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa
dalam memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan ingin melihat dari
segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan.
2. filsafat

Pancasila

merupakan

filsafat

bangsa

Indonesia

dalam

menyelenggarakan kehidupan perorangan, berbangsa dan bernegara.
Filsafat Pancasila adalah jati diri luhur yang membedakan bangsa dan
negara Indonesia dengan yang lain
3. Kedudukan pancasila sebagai sumber nilai pada hakikatnya menegaskan
bahwa pancasila merupakan pandangan hidup bangsa Indonesia. Dengan
kata

lain,

seluruh

tatanan

kehidupanan

masyarakat

Indonesia

menggunakan pancasila sebagai dasar moral, atau tolak ukur benar dan
salahnya tingkah laku masyarakat.
3.2 Saran
1. Sebagai warga Negara Indonesia yang hidup dan tinggal di Indonesia
harus

lebih

menyakini,

menghormati,

menjaga,

memahami

dan

melaksanakan segala pemahaman tentang filsafah pancasila sehingga
dapat lebih dapat mempersatukan bangsa Indonesia.

2. Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya
penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah
di atas dengan sumber - sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat di
pertanggung jawabkan.

DAFTAR PUSTAKA
Antoni, Condra.2012. Filsafat Pancasila Sebagai Basis Pergerakan Mahasiswa,
kehidupan Sosial, dan spirit Kewirausahaan. Politeknik Negeri Batam
Parkway Street, Batam Centre, Batam 29461, Indonesia
Edwin, Ferry, dkk, 2006, Prof. Notonagoro & Pancasila: Analisis Tekstual &
Kontekstual, UGM Press, Yogyakarta.
Komalasari, Kokom. 2007. Memahami Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung :
CV Armico.
http://id.wikipedia.org/wiki/Filsafat, diakses tanggal 20 Mei 2017
https://rifkaputrika.wordpress.com/2013/03/29/iad/. Diakses pada tanggal 29
Maret 2013.
http://sahrirpetta.blogspot.co.id/2011/08/filsafat-pancasila.html, diakses tanggal
20 Mei 2017
Notonagoro. 1980. Beberapa Hal MengenaiFalsafah Pancasila, Cet. 9. Jakarta:
PantjoranTujuh.
Notonegoro. 1985. Beberapa hal Mengenai Filsafat Pancasila. Yogyakarta :
Patjoran Tujuh
Rasiqhasan. 2005. Jurnal Filsafat Pancasila. Jakarta: Universitas Gunadarm.
Sutrisno, Slamet, 2006, Filsafat dan Ideologi Pancasila, Andi, Yogyakarta.

Wibisono Siswomihardjo, Koento, 1995, Peran Filsafat Dalam Hidup Berbangsa,
dalamAlex Lanur (ed), Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka: Problem dan
Tantanganya, Kanisius, Yogyakarta.
(http://www.ugm.ac.id/content.php?page=4& fak=4), diakses tanggal 20 Mei
2017Kirom, Syahrul, 2011. FILSAFAT ILMU
DAN ARAH
PENGEMBANGAN
PANCASILA:
RELEVANSINYA
DALAM
MENGATASI PERSOALAN KEBANGSAAN. Vol.21, Nomor 2