5 budaya di sekolah yang patut dikembang
5 budaya di sekolah yang
patut dikembangkan
Sebuah sekolah yang baik mempunyai budaya yang menjadi ruh di dalamnya. Sekolah
memang akan berjalan dengan adanya siswa dan guru serta administrator yang melayani
jalannya operasional sekolah, tetapi tanpa ruh sekolah hanya akan terjerumus menjadi sebuah
organisasi tanpa arah. Sebuah budaya sekolah yang berlangsung di sebuah sekolah bisa saja
diterapkan di sekolah lain, sebaliknya tidak semua hal yang menjadi budaya di sebuah
sekolah bisa diaplikasikan disekolah lain. Sebuah budaya sekolah yang bisa dirasakan oleh
individu yang ada didalamnya akan menjelma menjadi iklim sekolah yang melingkupi dan
menjadi dasar pijakan pengembangan sekolah.
Saya mencoba mengkategorikan budaya sekolah ini dalam beberapa kategori
Budaya Komunikasi dan interaksi.
Guru tidak datang kepada kepala sekolah dengan hanya semata persoalan dan keluhan
saja. Guru juga datang sambil membawa solusi.
Orang tua siswa dan guru mudah bertemu dengan kepala sekolah. Bagi kepala
sekolah, bersikap prosedural (seperti membuat janji sebelum bertemu dan lain
sebagainya) memang penting, tapi jauh lebih penting mendengar dan mengarahkan
serta memimpin di saat yang tepat.
Sekolah memperlakukan sama guru lama dan guru baru. Guru lama mempunyai
tanggung jawab untuk menjadikan guru baru mitra kerja yang setara, sambil
ditingkatkan apa yang belum pas dari seorang guru baru. Guru baru menaruh hormat
pada perasaan dan wibawa guru lama, dengan demikian keduanya mudah
berkolaborasi dan bekerja sama.
Siswa punya suara yang sama di sekolah, siswa bahkan dilibatkan dalam komite dan
kepanitiaan untuk didengar aspirasinya.
Semua jadwal pertemuan diberitahu minimal satu minggu sebelumnya, dan tertulis di
staff morning bulletin. Pemberitahuan ini di ulang beberapa kali menjelang rapat.
Dengan demikian tidak ada hal yang mendadak dalam budaya sekolah yang efektif.
Konflik guru dengan guru, orang tua siswa dengan guru atau kepala sekolah dengan
guru difasilitasi dengan adil dan menerapkan prinsip mencari solusi demi perbaikan
ke depannya.
Budaya komunitas pembelajar
Setiap guru dan semua elemen di sekolah punya kesempatan yang sama dalam
menghadiri seminar atau workshop yang dibiayai sekolah sesuai dengan minat dan
hubungan dengan pekerjaannya. Jika ada guru yang mendapat kesempatan untuk
secara gratis menjadi peserta atau menjadi pembicara dalam sebuah acara seminar
atau workshop professional guru, sepanjang hal tersebut tidak menggangu ritme
pembagian tugas di sekolah dan di kelas, sekolah wajib membantu dan memngatur
agar bisa terwujud.
Setiap indvidu yang mendapat ilmu baru dalam acara workshop atau seminar guru
diluar sekolah yang dibiayai sekolah, wajib membaginya di dalam sekolah. Perlu
diingat bahwa keberangkatan individu tersebut juga dalam rangka bekerja dan bukan
untuk sekedar lepas dari rutinitas sekolah atau malah bertamasya, untuk itu dengan
membagi ilmunya di sekolah adalah juga bagian dari pekerjaan.
Setiap guru punya kewajiban untuk berbagi dengan guru lainnya (tidak harus yang
didapat dari luar sekolah saat workshop). Saat ada guru yang bersedia untuk berbagi
dalam rapat atau pertemuan guru di sekolah, guru yang lain wajib mengapresiasi dan
menghargai.
Guru yang dipandang mampu, mesti siap jika diminta berbagi dihadapan orang tua
siswa, tentunya semua materinya sudah dikonsultasikan dengan kepala sekolah.
Budaya teliti
Dalam hal surat menyurat misalnya, guru mesti menunjukkan dan meminta pendapat
dari atasan dan rekan sekerja mengenai isi dan susunan bahasa sebuah surat yang akan
dikirim ke luar sekolah. Utamanya jika isi surat tersebut membawa nama sekolah
secara keseluruhan, dan tidak semua surat mesti didiskusikan dengan atasan, jika
hanya memo biasa tidak menjadi masalah.
Guru dan sekolah bersikap satu kata yaitu demi perbaikan mutu sikap dan
pembelajaran siswa dihadapan orang tua siswa, ini berarti semua yang akan diinfokan
kepada orang tua mesti disepakati, minimal dikomunikasikan dan dikonsultasikan
terlebih dahulu.
Budaya pembagian tugas
Alokasi pembagian tugas untuk guru, jam mengajar serta jam piket menjaga siswa di
buat di umumkan dan dibuat menjelang tahun ajaran berakhir untuk di tahun ajaran
berikutnya. Dengan demikian saat tahun ajaran baru mulai guru sudah tinggal
melaksanakannya saja.
Guru difasilitasi untuk bisa hadir, mendaftar dan ikut serta dalam kepanitiaan yang
dibentuk di sekolah, baik yang ada hubungannya dengan akademis maupun event
yang terjadi di sekolah
Budaya menomor satukan siswa
Semua elemen yang ada di sekolah, baik itu guru, kepala sekolah dan manajemen,
sadar bahwa keberadaannya di sekolah karena ada siswa. Untuk itu semua rapat,
pertemuan anggaran biaya sampai komitmen pribadi bermuara kepada peningkatan
mutu belajar dan perilaku siswa.
patut dikembangkan
Sebuah sekolah yang baik mempunyai budaya yang menjadi ruh di dalamnya. Sekolah
memang akan berjalan dengan adanya siswa dan guru serta administrator yang melayani
jalannya operasional sekolah, tetapi tanpa ruh sekolah hanya akan terjerumus menjadi sebuah
organisasi tanpa arah. Sebuah budaya sekolah yang berlangsung di sebuah sekolah bisa saja
diterapkan di sekolah lain, sebaliknya tidak semua hal yang menjadi budaya di sebuah
sekolah bisa diaplikasikan disekolah lain. Sebuah budaya sekolah yang bisa dirasakan oleh
individu yang ada didalamnya akan menjelma menjadi iklim sekolah yang melingkupi dan
menjadi dasar pijakan pengembangan sekolah.
Saya mencoba mengkategorikan budaya sekolah ini dalam beberapa kategori
Budaya Komunikasi dan interaksi.
Guru tidak datang kepada kepala sekolah dengan hanya semata persoalan dan keluhan
saja. Guru juga datang sambil membawa solusi.
Orang tua siswa dan guru mudah bertemu dengan kepala sekolah. Bagi kepala
sekolah, bersikap prosedural (seperti membuat janji sebelum bertemu dan lain
sebagainya) memang penting, tapi jauh lebih penting mendengar dan mengarahkan
serta memimpin di saat yang tepat.
Sekolah memperlakukan sama guru lama dan guru baru. Guru lama mempunyai
tanggung jawab untuk menjadikan guru baru mitra kerja yang setara, sambil
ditingkatkan apa yang belum pas dari seorang guru baru. Guru baru menaruh hormat
pada perasaan dan wibawa guru lama, dengan demikian keduanya mudah
berkolaborasi dan bekerja sama.
Siswa punya suara yang sama di sekolah, siswa bahkan dilibatkan dalam komite dan
kepanitiaan untuk didengar aspirasinya.
Semua jadwal pertemuan diberitahu minimal satu minggu sebelumnya, dan tertulis di
staff morning bulletin. Pemberitahuan ini di ulang beberapa kali menjelang rapat.
Dengan demikian tidak ada hal yang mendadak dalam budaya sekolah yang efektif.
Konflik guru dengan guru, orang tua siswa dengan guru atau kepala sekolah dengan
guru difasilitasi dengan adil dan menerapkan prinsip mencari solusi demi perbaikan
ke depannya.
Budaya komunitas pembelajar
Setiap guru dan semua elemen di sekolah punya kesempatan yang sama dalam
menghadiri seminar atau workshop yang dibiayai sekolah sesuai dengan minat dan
hubungan dengan pekerjaannya. Jika ada guru yang mendapat kesempatan untuk
secara gratis menjadi peserta atau menjadi pembicara dalam sebuah acara seminar
atau workshop professional guru, sepanjang hal tersebut tidak menggangu ritme
pembagian tugas di sekolah dan di kelas, sekolah wajib membantu dan memngatur
agar bisa terwujud.
Setiap indvidu yang mendapat ilmu baru dalam acara workshop atau seminar guru
diluar sekolah yang dibiayai sekolah, wajib membaginya di dalam sekolah. Perlu
diingat bahwa keberangkatan individu tersebut juga dalam rangka bekerja dan bukan
untuk sekedar lepas dari rutinitas sekolah atau malah bertamasya, untuk itu dengan
membagi ilmunya di sekolah adalah juga bagian dari pekerjaan.
Setiap guru punya kewajiban untuk berbagi dengan guru lainnya (tidak harus yang
didapat dari luar sekolah saat workshop). Saat ada guru yang bersedia untuk berbagi
dalam rapat atau pertemuan guru di sekolah, guru yang lain wajib mengapresiasi dan
menghargai.
Guru yang dipandang mampu, mesti siap jika diminta berbagi dihadapan orang tua
siswa, tentunya semua materinya sudah dikonsultasikan dengan kepala sekolah.
Budaya teliti
Dalam hal surat menyurat misalnya, guru mesti menunjukkan dan meminta pendapat
dari atasan dan rekan sekerja mengenai isi dan susunan bahasa sebuah surat yang akan
dikirim ke luar sekolah. Utamanya jika isi surat tersebut membawa nama sekolah
secara keseluruhan, dan tidak semua surat mesti didiskusikan dengan atasan, jika
hanya memo biasa tidak menjadi masalah.
Guru dan sekolah bersikap satu kata yaitu demi perbaikan mutu sikap dan
pembelajaran siswa dihadapan orang tua siswa, ini berarti semua yang akan diinfokan
kepada orang tua mesti disepakati, minimal dikomunikasikan dan dikonsultasikan
terlebih dahulu.
Budaya pembagian tugas
Alokasi pembagian tugas untuk guru, jam mengajar serta jam piket menjaga siswa di
buat di umumkan dan dibuat menjelang tahun ajaran berakhir untuk di tahun ajaran
berikutnya. Dengan demikian saat tahun ajaran baru mulai guru sudah tinggal
melaksanakannya saja.
Guru difasilitasi untuk bisa hadir, mendaftar dan ikut serta dalam kepanitiaan yang
dibentuk di sekolah, baik yang ada hubungannya dengan akademis maupun event
yang terjadi di sekolah
Budaya menomor satukan siswa
Semua elemen yang ada di sekolah, baik itu guru, kepala sekolah dan manajemen,
sadar bahwa keberadaannya di sekolah karena ada siswa. Untuk itu semua rapat,
pertemuan anggaran biaya sampai komitmen pribadi bermuara kepada peningkatan
mutu belajar dan perilaku siswa.