Pemrofilan Kriminal Psikologi pada Peril

PEMROFILAN KRIMINAL PSIKOLOGIS PADA PERILAKU
KRIMINAL TAHANAN PENGEDARAN UANG PALSU
DI KEPOLISIAN DAERAH JAWA TIMUR
Qurrota A’yuni Fitriana
Universitas Brawijaya Malang
qayunif@gmail.com
083834109828
ABSTRAK
Perilaku kriminal pengedaran uang palsu menjadi permasalahan di
masyarakat, terutama menjelang Idul Fitri. Berbagai cara diperlukan untuk
mengurangi tingginya kejadian kejahatan ini, diantaranya melalui pemrofilan
kriminal. Pemrofilan kriminal merupakan penggambaran hasil profil pelaku
kriminal beserta kasus yang dilakukannya. Penulisan artikel ini bermaksud untuk
membuat pemrofilan kriminal secara psikologis dari pengedaran uang palsu pada
kasus tahanan Kepolisian Daerah Jawa Timur. Faktor psikologis merupakan
pemicu utama seseorang melakukan perilaku kriminal. Dengan demikian, hasil
penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi pihak kepolisian serta masyarakat
dalam mendeteksi dan mengantisipasi perilaku kriminal pengedaran uang palsu.
Selain itu, secara tidak langsung pemrofilan kriminal juga mampu mengurangi
angka kriminalitas kasus terkait. Metode penelitian yang digunakan adalah jenis
penelitian deskriptif kualitatif. Pelaksanaan penelitian selama 1 bulan pada Juli

2012. Hasilnya, diketahui bahwa subjek melakukan pengedaran uang palsu karena
motivasi berupa pendekatan dorongan, pendekatan kognitif, dan level of
aspiration. Bentuk dari pendekatan dorongan diantaranya membantu teman,
memenuhi gaya hidup, dan melunasi hutang. Pendekatan kognitif berupa
memenuhi kebutuhan primer, sekunder, dan tersier. Level of aspiration berupa
tantangan kesuksesan dalam melakukan tindakan. Ada pun pengambilan
keputusan pengedaran yang palsu terjadi melalui 9 tahapan proses, diantaranya
observasi, mengenali masalah, menetapkan tujuan, memahami masalah,
menentukan pilihan-pilihan, mengevaluasi pilihan-pilihan, memilih, menerapkan,
dan memonitor. Hasil penelitian ini dapat digunakan pihak kepolisian sebagai
pendukung utama pemrofilan kriminal secara psikologis untuk kemudian
disatukan dengan pemrofilan kriminal dari perspektif lain. Bagi masyarakat, hasil
penelitian ini dapat digunakan sebagai media sosialisasi mengenai perilaku
kriminal pengedaran uang palsu, sehingga dapat diantisipasi lebih dini.
Kata Kunci: perilaku kriminal, pengedaran uang palsu, pemrofilan kriminal,
motivasi, pengambilan keputusan.

1

LATAR BELAKANG

Psikologi berperan banyak dalam pelaksanaan fungsi kepolisian, serta
elemen-elemen lainnya dalam hukum. Menurut Probowati (2008), psikologi
memiliki peranan dalam keseluruhan elemen hukum meliputi hakim, jaksa,
pengacara dan polisi. Sebuah cabang dari ilmu psikologi yang fokus pada
permasalahan dalam bidang hukum, yang lebih dikenal sebagai psikologi
forensik, sekarang telah berkembang di Indonesia. The Commitee on Ethical
Guidelines for Forensic Psychology (Putwain & Sammons, 2002) mendefinisikan
psikologi forensik sebagai semua bentuk pelayanan psikologi yang dilakukan di
dalam hukum.
Saat ini, setiap hari media massa memberitakan kasus-kasus kriminalitas yang
terjadi dalam masyarakat, seperti perampokan, pemerasan, pembunuhan,
pemerkosaan, penganiayaan, dan kata lain yang mengandung unsur kekerasan
bagi masyarakat. Menurut Analisa dan Evaluasi Kriminalitas Kepolisian Daerah
Jatwa Timur tertanggal 11 sampai dengan 16 Mei 2012, terdapat hasil total
perilaku kriminal naik 21 kasus dari 208 kasus menjadi 229 kasus. Korban yang
dihasilkan sebanyak 21 jiwa yang terdiri dari korban jiwa 16 orang, luka berat 3
orang, dan luka ringan 2 orang.
Kini kriminalitas tidak hanya berupa kekerasan secara langsung namun juga
secara tidak langsung, termasuk diantaranya pembuatan dan pengedaran uang
palsu. Kejahatan pemalsuan mata uang dewasa ini semakin merajalela dalam skala

yang besar dan sangat merisaukan masyarakat (Adi, 2012). Kerugian yang
ditimbulkan termasuk dari segi ekonomi maupun psikologis, yakni dalam bentuk
kerugian pada inflasi dan juga rasa takut publik untuk mendapatkan uang palsu.
Yang paling merasakan kerugian tentu masyarakat kelas bawah, karena selembar
uang palsu pun sangat berharga bagi mereka. Bank Indonesia menunjukkan pada
tahun 2011 terhitung bulan Mei, terdapat 57.380 lembar uang palsu dengan
rincian terbanyak 33.272 lembar pecahan Rp 100.000 dan 20.217 lembar pecahan
Rp 50.000 (Nuryono, 2012). Bahkan, kejahatan ini kini semakin canggih. Padahal,
pengaturan ancaman hukuman terhadap tindak pidana pemalsuan uang, secara
spesifik diatur dalam KUHP pada pasal 244 dan pasal 245 dengan hukuman
penjara maksimal 15 tahun bagi individu yang dengan sengaja mengedarkan uang
buatan sendiri.
Setiap kejadian kejahatan yang diketahui pasti diproses dalam hukum,
diantaranya melalui penyidikan. Proses penyidikan ini memiliki peran penting
untuk mengungkap motivasi yang mendasari individu untuk melakukan perilaku
kriminal. McMahon dan McMahon (Djalali, 2000) menyatakan bahwa motivasi
merupakan suatu proses yang mengarah pada pencapaian suatu tujuan. Motivasi
tersebut yang menggerakkan seseorang untuk bersikap dan berperilaku guna
mencapai tujuan yang diharapkan. Tindakan menuju tujuan yang diharapkan
tersebut diperantarai dengan proses pengambilan keputusan.

Pengambilan keputusan merupakan suatu kegiatan kognitif yang
mempersatukan memori, pemikiran, proses informasi, dan penilaian secara
evaluatif dalam rangka proses seleksi dari sejumlah alternatif yang tersedia untuk
mencapai tujuan yang diinginkan (Mansyur dan Lukman, 2005). Pengambilan
keputusan terdiri dari berbagai proses yang melibatkan aspek kognitif (pikiran)
dan afektif (perasaan) yang merupakan pangkal permulaan semua aktivitas

manusia yang sadar dan teratur, futuristik, dan menghasilkan pengaruh yang
cukup lama ke depannya.
Terkait dengan motivasi dan pengambilan keputusan dalam pengedaran uang
palsu, peneliti ingin menganalisisnya menjadi suatu konsep atau metode yang
terintegrasi yaitu pemrofilan kriminal. Pemrofilan kriminal (criminal profiling)
adalah teknik investigasi untuk menggambarkan profil pelaku kriminal yang
meliputi rincian ciri-ciri fisik (tinggi dan berat badan, cacat rupa, dan sebagainya),
demografis (usia, jenis kelamin, latar belakang etnis), psikologis (kepribadian,
termasuk motivasi, gaya hidup, fantasi, proses seleksi korban, serta perilaku
sebelum dan prediksi perilaku sesudah tindak kejahatan) dari kemungkinan pelaku
kejahatan berdasarkan aksi-aksinya pada scene kejahatan (Juneman, 2009).
Scene kejahatan meliputi tempat-tempat potensial sejauh bukti dari sebuah
tindak kriminal, yang terdiri dari scene kejahatan primer dan sekunder. Scene

kejahatan primer adalah wilayah atau tempat di mana insiden terjadi atau di mana
sebagian besar atau konsentrasi yang tinggi dari bukti-bukti kejahatan ditemukan.
Scene kejahatan sekunder adalah tempat-tempat atau benda-benda di mana buktibukti yang berkaitan dengan insiden dapat ditemukan (misalnya, alat transportasi
dan rute akses yang digunakan pelaku kejahatan). Data scene kejahatan dapat juga
diambil dari foto-foto, laporan-laporan penyelidik, hasil otopsi, dan sebagainya,
yang akan menyusun suatu profil kriminal (criminal profile), termasuk karir
kriminal (criminal career ) dari pelaku kejahatan. Metode pemrofilan kriminal ini
menjadi penting karena bersifat mendeteksi dan mematenkan profil perilaku
kriminal. Selain itu Harcourt (Juneman, 2009) menyatakan bahwa teknik ini juga
mampu mengantisipasi kriminalitas atau berfungsi preventif.
Faktor psikologis menjadi penentu utama seseorang untuk memiliki motivasi
dalam mengedarkan uang palsu. Dalam penelitian ini, peneliti akan membahas
pemrofilan kriminal dengan berfokus pada faktor psikologis, diantaranya latar
belakang subjek, karakter subjek, motivasi subjek, modal psikologis, pengambilan
keputusan, serta jenis kriminalitas yang dilakukan subjek. Pemrofilan kriminal
jika disendirikan mungkin tidak memiliki makna yang signifikan, namun jika
dirangkaikan dengan data yang lain, konsep ini mempunyai peranan yang besar.
Pada tahun 2007, pemrofilan kriminal telah diusulkan menjadi kompetensi utama
dalam Psikologi Kepolisian (Juneman, 2009). Aspek signifikan dari metode ini
adalah pengetahuan mengenai perilaku manusia dan keahlian untuk

menginterpretasikan makna-makna dari perilaku tersebut.
Terdapat dua hal utama yang membuat peneliti tertarik meneliti fenomena ini.
Pertama, penelitian mengenai kriminalitas khususnya pemrofilan kriminal
psikologis masih sangat jarang dilakukan di Indonesia. Kedua, belum adanya
upaya pengurangan angka pengedaran uang palsu berupa sosialisasi kepada
masyarakat dari sudut pandang motivasi pelaku kriminal. Sosialisasi yang sering
dilakukan hanya sebatas dampak pengedaran uang palsu, pengenalan ciri-ciri uang
palsu dan sanksi hukum pelaku kriminal. Padahal, sosialisasi terhadap motivasi
pelaku penting sekali sebagai upaya preventif terjadinya kasus. Berangkat dari
latar belakang ini, peneliti mengambil judul “Pemrofilan Kriminal Psikologis pada
Perilaku Kriminal Tahanan Pengedaran Uang Palsu di Kepolisian Daerah Jawa
Timur.”

TUJUAN DAN MANFAAT
Penelitian ini bertujuan untuk membuat profil kriminal psikologis dari
perilaku kriminal pengedaran uang palsu yang tiap tahunnya semakin meningkat
di Indonesia. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi pihak
kepolisian dalam pemrofilan kriminal pengedaran uang palsu, sehingga dapat
menjadi salah satu panduan dalam mengambil tindakan alternatif untuk
mengurangi kejahatan tersebut. Selain itu, penelitian ini juga menjadi media

sosialisasi kepada masyarakat mengenai perilaku pengedaran uang palsu sehingga
dapat lebih mengenal ciri-cirinya, mewaspadai, serta mengantisipasi perilaku
tersebut. Keikutsertaan dari masyarakat menjadi peranan penting untuk membantu
pihak kepolisian mengantisipasi terjadinya perilaku kriminal.
METODE
Penelitian dilaksanakan selama 1 bulan pada bulan Juli hingga Agustus 2012
di Kepolisian Daerah Jawa Timur, Surabaya. Jenis penelitian yang digunakan
adalah penelitian deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk memberikan informasi
secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta, sifat, serta hubungan antar
fenomena yang tengah diselidiki (Sugiyono, 2010). Subjek dalam penelitian ini
adalah tahanan Kepolisian Daerah Jawa Timur yang berinisial St. Metode
pengumpulan data yang digunakan diantaranya observasi, wawancara, studi
literatur, pemrofilan kriminal serta tes psikologis Sack Sentences Completion Test
(SSCT).
Observasi yang digunakan adalah observasi partisipan kepada subjek yakni
observasi dengan mengambil peran sebagai konselor kepada subjek dalam
tahanan kepolisian. Observasi dilakukan untuk mengetahui perilaku yang nampak
dari subjek.
Wawancara yang digunakan adalah jenis semi terstruktur, yakni wawancara
menggunakan panduan awal dan dikembangkan sendiri saat wawancara

berlangsung. Wawancara dilakukan selama satu jam pada tiga pertemuan.
Wawancara yang pertama dilakukan kepada petugas tahanan Reserse Kriminal
(Reskrim). Petugas mengatakan bahwa subjek paling jarang berbicara di antara
tahanan lainnya dan cenderung menutup mulut serta tidak pernah membangkang
ketika ditanya oleh Petugas. Mereka mengatakan bahwa subjek ini pendiam
karena ia merasa malu dengan perbuatannya. Selama di tahanan yang telah
memasuki waktu 1 bulan, petugas mengatakan bahwa kesehatan subjek kurang
baik, sehingga petugas sering menuruti permintaan subjek untuk membelikan obat
batuk dan pilek serta pusing yang dialami subjek. Subjek selama di tahanan
terlihat taat beribadah.
Subjek masuk ke tahanan karena kasus peredaran uang palsu. Ia menyebut
nama Ag yang menyebabkan semua ini terjadi. Ag adalah teman subjek. mereka
saling mengenal satu tahun yang lalu. Ia mengenal Ag dari teman subjek yang
bernama Tf yang merupakan pemilik rental mobil di Surabaya. Mereka saling
berkomunikasi dan akhirnya saling percaya dalam hubungan pertemanan. Tanggal
17 Juli 2012, subjek ditangkap oleh Polisi pada malam hari saat mengantarkan
uang palsu. Pada wawancara pertama hingga kedua, subjek tidak mengakui bahwa
ia terlibat langsung dalam pengedaran uang palsu ini. Ia mengatakan bahwa

dirinya dijebak oleh Ag untuk mengedarkan uang palsu. Namun, pada wawancara

ketiga subjek baru mengakui bahwa dirinya memang terlibat dalam kasus ini
secara langsung. Subjek melakukan tindakan pengedaran uang palsu untuk kedua
kalinya.
Wawancara yang dilakukan terhadap subjek juga didukung oleh data dari
hasil tes SSCT. SSCT merupakan tes untuk mengungkap motif, nilai, emosi,
kebutuhan psikologis yang sulit diambil dalam situasi wajar, mengetahui
hubungan dengan orang-orang terdekat meliputi ayah, ibu, keluarga, dan temanteman dekat, serta mengungkap konflik yang dialami oleh individu. Bila
memungkinkan, dapat dilakukan inquiry (penyelidikan) terhadap jawaban yang
diberikan oleh subjek. Berdasarkan inquiry, subjek mengatakan bahwa ia kecewa
dengan kehidupan pernikahannya, karena suaminya yang sejak tahun 2000
memiliki wanita idaman lain (WIL) yang menjadikannya sering dilupakan dan
ditinggalkan.
Penelitian ini juga menggunakan studi literatur berupa dokumen yang
merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Bagian Psikologi Polda Jatim
menyimpan berbagai buku mengenai psikologi forensik dan arsip mengenai
subjek pelaku kriminal, untuk memudahkan anggota bagian psikologi dalam
menganalisis bila ada kasus serupa seperti yang pernah ditangani.
HASIL
Subjek bernama St berusia 53 tahun dengan pekerjaan ibu rumah tangga.
Subjek pernah bekerja sebagai Guru di sebuah sekolah swasta, kemudian karena

sakit kepala berkepanjangan yang disebabkan kecelakaan, ia mengundurkan diri.
Subjek memiliki suami dan 2 orang anak yang masih-masing telah menikah.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, kehidupan rumah tangga subjek
kurang harmonis karena suami telah memiliki wanita idaman lain (WIL) sejak 12
tahun yang lalu. Jika harus memilih antara bertahan dengan bercerai, subjek
memilih untuk tetap bertahan meskipun ia kecewa cintanya telah terbagi.
Sehingga ia mengalihkan kesedihannya ke aktivitas lain. Ia tercatat sebagai
anggota aktif di sebuah Koperasi dan anggota Lembaga Bantuan Hukum (LBH) di
Sidoarjo. Ditinjau dari segi ekonomi, subjek merasa belum cukup terpuaskan,
meskipun setiap bulan anaknya telah mengiriminya uang.
Keadaan tersebut memaksa subjek berpikir untuk melakukan sesuatu agar
dapat memenuhi kebutuhannya, utamanya untuk memenuhi tuntutan dalam
lingkungan pergaulan sosialnya. Pergaulannya yang cukup luas membuat subjek
mengenal banyak orang, disinilah ia mengenal seorang teman bernama Ag yang
membuka jalannya untuk mengedarkan uang palsu. Ag telah sering bertransaksi
mengedarkan uang palsu yang berasal dari salah satu kota di Indonesia, kepada
berbagai rekanannya.
Menjelang hari raya Idul Fitri, kebutuhan semakin meningkat dengan harga
yang lebih tinggi dibandingkan biasanya. Ag menawari sebuah pekerjaan yang
mudah dengan imbalan cukup banyak kepada St yaitu mengantarkan uang palsu

ke sebuah kota di Jawa Timur. St melakukan hal ini untuk yang kedua kalinya.
Pengalaman pertamanya mengedarkan uang palsu berjalan lancar, pada waktu
pengalaman kedua inilah St ditangkap oleh polisi.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan, motivasi yang
melatarbelakangi subjek St dalam mengedarkan uang palsu terdiri dari beberapa

hal. Tes Sack’s Sentences Completion Test (SSCT) yang diberikan kepada subjek,
ia menulis bahwa merasa sempurna jika bisa membantu orang lain. Karakter
subjek yang mudah percaya dengan teman tersebut membuatnya dengan mudah
mengiyakan mengantarkan uang palsu ke sebuah rekanan Ag. Selain itu, untuk
mencukupi kebutuhan subjek yang memiliki hutang di beberapa Bank ia merasa
bahwa mengedarkan uang palsu merupakan jalan yang cepat untuk mendapatkan
uang dengan hasil yang cukup besar. Namun, yang paling utama yaitu keinginan
subjek untuk mempertahankan gaya hidupnya yang ingin dipandang hebat oleh
orang sekitarnya dengan cara yang mudah tanpa kerja keras.
Tolman (Djalali, 2000) membagi motif menjadi tiga yaitu primer, sekunder,
dan tersier. Subjek mengedarkan uang palsu untuk memenuhi kebutuhan
primernya yaitu makan dan minum. Sedangkan motif sekunder meliputi motif
berafiliasi, motif berkuasa, motif ketergantungan dan motif kepatuhan. Motif
afiliasi subjek adalah ia bisa membantu temannya. Sedangkan motif tersier
meliputi motif untuk mencapai suatu tujuan yang berhubungan dengan nilai
kultural, seperti motif untuk memperoleh kekayaan dan motif untuk mendapatkan
sukses dalam kehidupan. Motif tersier subjek yaitu untuk mendapatkan uang
dalam waktu cepat dan tanpa kerja keras dan bisa dipandang oleh orang-orang di
sekitarnya, sehingga ia dianggap bisa memenuhi tuntutan dari lingkungannya
dimana subjek tetap bisa memiliki gaya hidup yang tinggi di samping kehidupan
pernikahannya yang tidak harmonis.
Terdapat modal psikologis atau latar belakang psikologis yang mendorong
subjek dalam melakukan aksinya, yang terdiri dari empat hal yaitu efikasi diri,
optimisme, kegigihan, dan resiliensi (Luthans & Avolio, 2009). Efikasi diri yaitu
memiliki kepercayaan di setiap upaya yang dilakukan subjek dalam melaksanakan
aksinya. Optimisme merupakan atribusi positif terhadap hasil saat ini dan masa
depan, subjek merasa bahwa ia bisa melakukan aksinya dengan baik untuk hasil
yang baik di masa mendatang. Kegigihan dalam mencapai tujuan serta fokus pada
tujuan yang ingin dicapai menjadi hal yang penting saat subjek menyetujui
tawaran dari temannya dalam mengedarkan uang palsu tersebut. Resiliensi
merupakan kemampuan untuk bangkit kembali dari masalah yang pernah dialami.
Resiliensi subjek yang nampak ialah kemampuannya dalam mencari nafkah
sendiri meskipun tidak lagi mendapat nafkah yang cukup dari suaminya.
Subjek memiliki keinginan bisa mencari uang sendiri tanpa menggantungkan
diri pada anak dan suaminya. Subjek tidak menyangka bahwa dirinya akan terjerat
dalam hukuman seperti sekarang ini, namun subjek menyadari bahwa ia
melakukan perilaku kriminal, hal tersebut merupakan suatu hal yang melanggar
hukum.
Deutsch & Krauss (Nafidba, 2011) menyebutkan tentang level of aspiration
yang merupakan keinginan melakukan tindakan ditentukan oleh tingkat kesulitan
dalam mencapai tujuan dan probabilitas subjektif pelaku, apabila sukses
dikurangi probabilitas subjektif jika gagal. Pada kesempatan pertama subjek
sukses dalam melakukan askinya, hal ini tentu menurunkan tingkat kesulitan
dalam mencapai tujuannya untuk mendapatkan uang dalam waktu cepat.
Probabilitas subjektif bila gagal pun juga semakin berkurang, maka subjek
bersedia untuk melakukan hal tersebut kembali. Terdapat empat hal yang saling
berkaitan dengan motivasi, yaitu keinginan, kesempatan, kemampuan dan
keuntungan. Keinginan disebabkan karena adanya tujuan untuk mendapatkan

uang dengan jalan mudah, kesempatan disebabkan karena adanya tawaran yang
kemudian diterima oleh subjek, kemampuan karena ia sanggup melakukan
kegiatan mengantarkan uang palsu dan keuntungan yaitu hasil yang didapatkan
jika subjek mau mengantarkan uang. Perilaku kriminal lebih memilih jalan pintas
dibandingkan dengan cara yang sah dalam melakukan sesuatu. Perilaku kriminal
merupakan pilihan individu melalui proses berpikir rasional, terlepas dari faktor
yang datang ke dalam diri dari sumber eksternal.
Motivasi berpengaruh terhadap pengambilan keputusan individu. Motivasi
adalah kekuatan pendorong dalam diri seseorang yang memaksanya untuk
melakukan suatu tindakan. Motivasi mendasari seseorang untuk melakukan
pengambilan keputusan yang juga dipengaruhi oleh persepsinya terhadap apa
yang diinginkan. Robbins (2006) menyatakan bahwa kebanyakan individu
mencari pemecahan masalah yang lebih bersifat memuaskan bukannya optimal,
memasukkan bias dan prasangka ke dalam proses pengambilan keputusan, dan
mengandalkan pada intuisi. Intuisi berdasarkan pada subjektivitas pelaku yang
melakukan perilaku ini untuk membantu teman dan mendapatkan keuntungan.
Berikut merupakan pengambilan keputusan dari subjek yang melalui berbagai
proses yang dapat dijabarkan dalam 9 tahapan menurut Cooke dan Slack (1991)
Proses pengambilan keputusan perilaku kriminal pengedaran uang palsu terdiri
dari 9 tahapan yaitu:
a. Observasi: hutang belum terbayar, kebutuhan belum terpenuhi
b. Mengenali masalah: hutang, tidak memiliki keahlian khusus
c. Menetapkan tujuan: mendapatkan uang dengan mudah, mempertahankan gaya
hidup yang disenangi, relasi dengan teman tetap terjaga
d. Memahami masalah: hutang, kebutuhan banyak
e. Menentukan pilihan-pilihan: mengedarkan uang palsu, bekerja di Koperasi
dan LBH, merawat cucu di rumah
f. Mengevaluasi pilihan-pilihan: bekerja di LBH dan Koperasi untuk
mendapatkan uang yang halal, ikut dengan anak, mengedarkan uang palsu
g. Memilih: mengantarkan uang palsu atau tetap bekerja di LBH dan Koperasi
h. Menerapkan: mengantarkan uang palsu
i. Memonitor: puas atau menyesal
Pada tahap menentukan pilihan-pilihan, hingga memonitor terdapat perbedaan
antara pelaku kriminal pengedaran uang palsu dan pelaku kriminal lainnya
seperti pembunuhan yang lebih mendahulukan emosi daripada memilih secara
rasional dalam menentukan keputusannya. Sehingga dapat dijabarkan dalam
bagan sebagai berikut:
Observasi

Menetapkan
tujuan

Mengevaluas
i pilihan

Memilih
Menerapkan

Mengenali
Masalah

Memahami
Masalah

Menentukan
pilihan

Memonitor

Bagan 1. Proses Pengambilan Keputusan menurut
Cooke dan Slack (1991)

Proses pengambilan keputusan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Adapun
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengambilan keputusan individual dapat
dibedakan menjadi dua faktor utama yaitu faktor internal, yang berasal dari dalam
individu dan faktor eksternal, yang berasal dari luar individu (Moordiningsih &
Faturochman, 2006). Gibson, dkk (Mansyur & Lukman, 2005) menyatakan bahwa
aspek psikologis banyak mempengaruhi proses pengambilan keputusan. Faktor
internal meliputi kreativitas individu, persepsi, nilai-nilai yang dimiliki individu,
motivasi, dan kemampuan analisis permasalahan.
Pada perilaku kriminal, pengambilan keputusan didasarkan pada faktor-faktor
tertentu. Salah satunya yaitu keberanian mengambil resiko. Menurut Resnick
(Ernawati, 2009) perilaku pengambilan resiko merupakan perilaku yang
meningkatkan kemungkinan munculnya kerugian secara fisik, sosial, dan
psikososial. Perilaku pengambilan resiko ini meliputi segala tindakan yang
dilakukan tanpa adanya ketakutan akan konsekuensi terhadap kesehatan, emosi,
kehidupan, dan masa depannya (Ernawati, 2009). Subjek termasuk berani dalam
mengambil resiko, hal ini lebih kepada ketidaktahuan subjek akan resiko yang
akan dihadapi atas dasar pengedaran uang palsu yang ia lakukan tersebut.
Menurut jenis kriminalitas yang dilakukan termasuk dalam kategori
Organized Crime (Kejahatan terorganisir) karena kejahatan ini dilakukan secara
terorganisir dan berkesinambungan dengan menggunakan berbagai cara untuk
mendapatkan sesuatu yang diinginkan (biasanya lebih ke materiil) dengan jalan
menghindari hukum. Individu tidak menjalankan aksinya sendiri, tetapi
berkelompok dengan cara yang telah terencana. Pemalsuan dan pengedaran uang
palsu merupakan jaringan kejahatan yang hingga sekarang terus naik jumlahnya
tiap tahun apalagi pada masa menjelang Hari Raya Idul Fitri dimana kebutuhan
kian meningkat (Adi, 2012).
Ciri-ciri uang milik subjek terbukti palsu karena tidak meiliki ciri-ciri uang
asli seperti tidak adanya lingkaran benang emas, tidak ada gambar tokoh saat
diterawang, nomor seri banyak yang sama, dan kertasnya halus. Akibat dari
perbuatannya, ia dijerat melanggar pasal 245 KUHP atau Pasal 36 Jo ayat 1, ayat
2 dan ayat 3 dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara seperti tertera
sebagai berikut:
“Barang siapa dengan sengaja mengedarkan mata uang atau uang kertas yang
dikeluarkan oleh Negara atau Bank sebagai mata uang atau uang kertas asli dan
tidak dipalsu, padahal ditiru atau dipalsu olehnya sendiri, atau waktu diterima
diketahuinya bahwa tidak asli atau dipalsu, ataupun barang siapa menyimpan atau
memasukkan ke Indonesia mata uang dan uang kertas yang demikian, dengan
maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan sebagai uang asli dan
tidak dipalsu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.”
SIMPULAN
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa motivasi pelaku kriminal pengedaran
uang palsu dapat dilihat dari beberapa pendekatan, yakni (a) Pendekatan dorongan
berbentuk membantu teman, memenuhi gaya hidup, dan melunasi hutang. (b)
Pendekatan kognitif berbentuk pemenuhan kebutuhan primer yaitu kebutuhan
fisiologis; kebutuhan sekunder yaitu berafiliasi, berkuasa, ketergantungan, dan
kepatuhan; serta kebutuhan tersier yaitu mencapai tujuan yang berhubungan

dengan nilai kultural yang berbentuk mendapatkan uang dengan cepat tanpa kerja
keras agar bisa dipandang berkelas oleh orang-orang sekitarnya. (c) Level of
aspiration subjek yakni dalam bentuk keinginannya untuk berhasil dalam
mengantarkan uang palsu yang kedua kalinya. Selain itu, terdapat pula modal
psikologis subjek antara lain efikasi diri, optimisme, kegigihan, dan resiliensi.
Proses pengambilan keputusan subjek terjadi melalui sembilan tahapan.
Tahapan-tahapan tersebut diantaranya (a) observasi, (b) mengenali masalah, (c)
menetapkan tujuan, (d) memahami masalah, (e) menentukan pilihan-pilihan, (f)
mengevaluasi pilihan-pilihan, (g) memilih, (h) menerapkan, dan (i) memonitor.
Kesembilan tahapan tersebut yang kemudian memantapkan subjek untuk
melakukan perilaku kriminal pengedaran uang palsu.
Akhirnya, motivasi dan pengambilan keputusan dapat tergabung ke dalam
suatu pemrofilan kriminal psikologis subjek St. Pemrofilan psikologis ini dapat
digunakan pihak kepolisian sebagai pendukung utama pemrofilan kriminal secara
psikologis untuk kemudian disatukan dengan pemrofilan kriminal dari perspektif
lain. Masyarakat umum juga bisa memanfaatkan penelitian ini sebagai bentuk
sosialisasi sehingga dapat lebih mengenal ciri-cirinya, mewaspadai, serta
mengantisipasi perilaku khususnya mengurangi angka pengedaran uang palsu.

DAFTAR PUSTAKA
Adi, Adrianus. (2012). Waspadai Peredaran uang palsu pada saat Ramadhan .
Diunduh dari: http://jatim.tribunnews.com/2012/07/18/ waspadai-peredaranuang-palsu-saat-ramadan pada tanggal 1 Agustus 2012.
Cooke, Steve & Slack, Neglek. (1991). Making Management Decisions. London:
Prentice Hall International (UK).
Djalali, M. A. (2000). Diktat Kuliah Psikologi Motivasi. Surabaya: Fakultas
Psikologi Universitas Tujuh Belas Agustus Surabaya.
Ernawati. (2009). Hubungan antara Pola Asuh Orangtua dengan Perilaku
Pengambilan Risiko pada Remaja (Studi pada Pola Asuh PermissiveIndifferent di SMAN 7 Bandung). Skripsi pada Jurusan Psikologi Universitas
Pendidikan Indonesia: Tidak Diterbitkan.
Juneman. (2009). Mempertanyakan Pemrofilan Kriminal sebagai sebuah Ilmu
Psikologis. HIMPSI Jakarta Psikobuana Vol. 1 Nomor 1, 13-28.
KUHAP & KUHP. (2002). Buku Perundang-undangan cetakan ke-4. Jakarta:
Sinar Grafika.
Luthans, F., & Avolio, B. J. (2009). The “point” of Positive Organizational
Behavior. Journal of Organizational Behavior , 30 (2), 291-307.
Mansyur, A.Y., Lukman. (2005). "Pengambilan Keputusan dalam Organisasi
Ditinjau dari Motivasi Kerja dan Tingkat Pendidikan". Jurnal Intelektual. 3,
(1), 71-83.
Moordiningsih., Faturochman. (2006). "Proses Pengambilan Keputusan Dokter".
Jurnal Psikologi. 33, (2), 79-93.
Nafidba.
(2012).
Penyebab
Kriminalitas.
Diunduh
dari
http://nafidba.wordpress.com/2011/11/02/penyebab-kriminalitas pada tanggal
3 Agustus 2012.
Nuryono, Sandiyu. (2012). BI: Per Mei 2011, Total Uang Palsu 57.380 Lembar.
Diunduh dari http://ekonomi.inilah.com/read/detail/ 1743942/bi-per-mei2011-total-uang-palsu-57380-lembar#.UUenDfKajSh pada tanggal 28 Juli
2012.
Probowati, Yusti. (2008). Psikologi Forensik: Tantangan Psikolog sebagai
Ilmuwan dan Profesional. Anima Indonesian Psychological Journal Vol 23
nomor 4, 338-353.
Putwain, David & Sammons, Aidan. (2002). Psychology and Crime. New York:
Routledge.
Robbins, Stephen. (2006). Perilaku Organisasi. Jakarta: PT Indeks Kelompok
Gramedia.
Sugiyono. (2010). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis korelasi antara lama penggunaan pil KB kombinasi dan tingkat keparahan gingivitas pada wanita pengguna PIL KB kombinasi di wilayah kerja Puskesmas Sumbersari Jember

11 241 64

ANALISIS PENGARUH PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE TERHADAP KINERJA PEMERINTAH DAERAH (Studi Empiris pada Pemerintah Daerah Kabupaten Jember)

37 330 20

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22