Kasus Etika Bisnis dan Profesi

Kasus Etika Bisnis dan Profesi : Bank Duta
Diujung tanduk
22 Juni 2015 | nahdziafarah
Bank Duta pada awalnya bernama Bank Dharma Ekonomi. Bank ini didirikan pada tahun 1966 oleh
Suhardiman, Thomas Suyatno, dan Njo Han Siang. 1Pada usianya yang kedua pada tahun 1968, Bank ini
mengalami kebangkrutan dan diselamatkan oleh PT PP Berdikari (PT Perusahaan Pilot Project Berdikari)
yang kemudian menjadi pemilik tunggal dari bank tersebut.
Pada tahun 1971, bank ini kembali mengalami krisis. Krisis ini berakibat hilangnya dana Bulog yang
disimpan di bank tersebut dan menimbulkan kesulitan bagi Bulog untuk melakukan pengadaan pangan.
PT PP Berdikari meminta bantuan Abdulgani untuk melakukan evaluasi berkelanjutan dari bank ini3 agar
tidak terjadi kebangkrutan untuk ketiga kalinya. Abdulgani memulai membangun bank ini dengan empat
belas karyawan dan manajemen yang kocar-kacir.
Perubahan nama dan pergantian pemimpin bank merupakan langkah pertama dari perubahan besar yang
terjadi pada Bank duta. Langkah selanjutanya adalah keterlibatan Bustanil Arifin yang ditugaskan untuk
memimpin PT PP Berdikari di mana kemudian menjadi komisaris bank pada tahun 1973. Setahun
kemudian, Bank Duta memperoleh tambahan modal dari dua yayasan, yaitu Yayasan Dharma Bhakti
Sosial (Dharmais) dan Yayasan Supersemar. Tambahan dana ini untuk meningkatkan status bank menjadi
bank devisa pada tahun 1978. Setelah itu, perkembangan Bank Duta tidak tertahankan yang pada
akhirnya menempatkan menjadi peringkat kedua bank swasta nasional dibawah Bank Central Asia
(BCA).
Pada tanggal, 15 agustus 1990, Bustanil arifin, Komisaris Pertama Bank Duta, tidak bisa tidur.

Perasaannya bercampur aduk antara marah, kecewa dan khawatir. Pada sore harinya, dua Direktur Bank
Duta menghadapnya secara bergantian, diawali dengan Wakil Direktur Utama Dicky Iskandar Di Nata
pada pukul 17.00 kemudian Direktur Utama Abdugani pada pukul 19.00. keduanya menyampaikan berita
buruk mengenai kondisi Bank Duta. National Bank of Kuwait Singapore (NBKS) mengabarkan bahwa
mereka melakukan eksekusi cut-loss atas dana Bank Duta yang ditempatkan di bank tersebut. Akibat
eksekusi tersebut, Bank Duta kehilangan dana yang besarnya belum diketahui, namun diperkirakan
berkisar antara US$200-310 JUTA. Bank Duta terancam bangkrut karena kerugian yang diderita jauh
melampui modal dasar.
Bustanil harus segera melaporkan kepada Presiden Soeharto karena sebagian besar saham Bank Duta
dimiliki tiga yayasan yang diketuai oleh presiden. Kebetulan, pada keesokan paginya, presiden
memberikan pidato kenegaraan di depan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dimana seluruh menteri dan
pejabat tinggi Negara hadir. Pada kesempatan itu Bustanil menitipkan berita buruk ini kepada seorang
menteri. Dua hari kemudian, setelah rangkaian kegiatan peringatan Proklamasi Kemerdekaan usai,
Abdulgani dipanggil oleh presiden. Presiden Soeharto dikabarkan sangat marah atas kejadian ini. Setelah
itu, operasi penyelamatan Bank Duta secara diam-diam segera dilaksanakan. Dana bantuan dikumpulkan
untuk mengganti dana yang hilang.
Setelah keadaan lebih terkendali, pada tanggal 4 September 1990, Gubernur Bank Indonesia (BI),
Andrianus Mooy di Bina Graha, mengumumkan pergantian seluruh Direksi Bank Duta. Pergantian ini
menimbulkan kegemparan, tidak hanya di Bank Duta, tetapi juga dikalangan perbankan BI, dan
Departemen Keuangan. Krisis Bank Duta kemudian mencuat di permukaan

1.2

Rumusan Masalah :
1. Apakah akuntan internal Bank Duta melanggar Prinsip Etika Profesi Akuntan?

2. Prinsip apa sajakah yang telah dilanggar oleh akuntan internal Bank Duta?
3. Bagaimana pelaksaanaan tanggung jawab profesi oleh akuntan internal Bank Duta?
4. Bagaimana integritas akuntan internal bank Duta?
5. Apakah akuntan internal Bank Duta telah melaksanakan prinsip kepentingan public?
6. Bagaimana objektiftas akuntan internal Bank Duta?
7. Apakah Bank Duta telah melaksanakan standar teknis dalam kegiatan akuntansinya?
8. Adakah hubungan antara pelaksanaan standar teknis akuntansi dengan kerugian yang dialami
Bank Duta?
9. Apakah akuntan auditor bank duta turut bersalah?
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1

Prinsip Etika Profesi Akuntan


Akuntansi keuangan merupakan bidang akuntansi yang mengkhususkan fungsi dan aktivitasnya pada
kegiatan pengolahan data akuntansi dari suatu perusahaan dan penyusunan laporan keuangan untuk
memenuhi kebutuhan berbagai pihak, yaitu pihak internal dan eksternal. Dalam hal ini, Laporan keuangan
yang dimaksud harus mampu menunjukkan keadaan keuangan dan hasil usaha perusahaan.
Tujuan akuntansi keuangan adalah menyediakan informasi kepada pihak yang berkepentingan, maka
laporan keuangan harus bersifat umum sehingga dapat diterima oleh semua pihak yang berkepentingan.
Laporan akuntansi diperlukan oleh masyarakat luas, makan kulaitas laporan akuntansi tersebut menjadi
sangant krusial. Sebelum laporan keuangan diterbitkan oleh manajemen sebagai alat pertanggungjawaban
kepada para pemangku kepentingan , perlu ada jaminan bahwa laporan keuangan tersebut disajikan secara
wajar. Yang paling tepat untuk memberikan jaminann ini adalah pihak luar manajemen yang kompeten
dan independen.
Pemeriksaan atas laporan keuangan ini dilakukan oleh akuntan publik, pemeriksaan ini sangat penting
karena walaupun departemen akuntansi dalam suatu organisasi mempunyai kecakapan dan ketrampilan
dalam ilmu dan praktik akuntansi, namun karena posisinya di bawah manajemen perusahaan, maka
berdasarkan presepsi pihak diluar manajemen, kedudukan akuntan perusahaan tersebut dianggap tidak
independen.
Dalam pelaksanaannya, Profesi Akuntansi memiliki 8 pilar prinsip yang dijadikan pedoman untuk
pelaksanaan etika profesi akuntansi :
1. Tanggung Jawab Profesi
2. Kepentingan Publik

3. Integritas
4. Objektivitas
5. Kompetensi dan Kehatihatian Profesional

6. Kerahasiaan
7. Perilaku Profesional
8. Standar Teknis

BAB III
KASUS
Bank Duta di ujung tanduk
Malam itu, 15 agustus 1990, Bustanil arifin, Komisaris Pertama Bank Duta, tidak bisa tidur. Perasaannya
bercampur aduk antara marah, kecewa dan khawatir. Pada sore harinya, dua Direktur Bank Duta
menghadapnya secara bergantian, diawali dengan Wakil Direktur Utama Dicky Iskandar Di Nata pada
pukul 17.00 kemudian Direktur Utama Abdugani pada pukul 19.00. keduanya menyampaikan berita
buruk mengenai kondisi Bank Duta. National Bank of Kuwait Singapore (NBKS) mengabarkan bahwa
mereka melakukan eksekusi cut-loss atas dana Bank Duta yang ditempatkan di bank tersebut. Akibat
eksekusi tersebut, Bank Duta kehilangan dana yang besarnya belum diketahui, namun diperkirakan
berkisar antara US$200-310 JUTA. Bank Duta terancam bangkrut karena kerugian yang diderita jauh
melampui modal dasar.

Bustanil harus segera melaporkan kepada Presiden Soeharto karena sebagian besar saham Bank Duta
dimiliki tiga yayasan yang diketuai oleh presiden. Kebetulan, pada keesokan paginya, presiden
memberikan pidato kenegaraan di depan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dimana seluruh menteri dan
pejabat tinggi Negara hadir. Pada kesempatan itu Bustanil menitipkan berita buruk ini kepada seorang
menteri. Dua hari kemudian, setelah rangkaian kegiatan peringatan Proklamasi Kemerdekaan usai,
Abdulgani dipanggil oleh presiden. Presiden Soeharto dikabarkan sangat marah atas kejadian ini. Setelah
itu, operasi penyelamatan Bank Duta secara diam-diam segera dilaksanakan. Dana bantuan dikumpulkan
untuk mengganti dana yang hilang.
Setelah keadaan lebih terkendali, pada tanggal 4 September 1990, Gubernur Bank Indonesia (BI),
Andrianus Mooy di Bina Graha, mengumumkan pergantian seluruh Direksi Bank Duta. Pergantian ini
menimbulkan kegemparan, tidak hanya di Bank Duta, tetapi juga dikalangan perbankan BI, dan
Departemen Keuangan. Krisis Bank Duta kemudian mencuat di permukaan.
Seminggu kemudian, pada tanggal 10 September 1990, Kejaksaan Agung mengumumkan pembentukan
Tim khusus yang bertugas untuk menyelidiki kemungkinan terjadinya tindak pidana korupsi di Bank
Duta. Tim ini dipimpin langsung oleh Jaksa Agung Singgih. Tiga hari kemudian, Dicky Iskandat Di Nata
ditahan di Kejaksaan Agung. Selain itu, pada hari yang sama, penyitaan juga dilakukan atas rumah dan
mobilnya.
Pada tanggal 4 Oktober 1990, Bank Duta mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS
LB). Saat itu, terungkap bahwa kerugian Bank Duta ternyata jauh lebih besar dari perkiraan semula, yaitu
sebesar US$ 419,6 juta atau sekitar Rp 780 miliar. RUPS selanjutnya memutuskan untuk menerima

pengunduran diri Bustanil Arifin sebagai komisaris utama, memberhentikan tidak hormat Dicky Iskandar
Di Nata, dan memberhentikan dengan hormat anggota direksi lainnya.
BANK DUTA
Bank Duta pada awalnya bernama Bank Dharma Ekonomi. Bank ini didirikan pada tahun 1966 oleh
Suhardiman, Thomas Suyatno, dan Njo Han Siang. 1Pada usianya yang kedua pada tahun 1968, Bank ini

mengalami kebangkrutan dan diselamatkan oleh PT PP Berdikari (PT Perusahaan Pilot Project Berdikari)
yang kemudian menjadi pemilik tunggal dari bank tersebut.
Pada tahun 1971, bank ini kembali mengalami krisis. Krisis ini berakibat hilangnya dana Bulog yang
disimpan di bank tersebut dan menimbulkan kesulitan bagi Bulog untuk melakukan pengadaan pangan.
2
PT PP Berdikari meminta bantuan Abdulgani untuk melakukan evaluasi berkelanjutan dari bank ini3 agar
tidak terjadi kebangkrutan untuk ketiga kalinya. Abdulgani adalah lulusan Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia (FE-UI) tahun 19694 yang bekerja pada Bank Ekspor Impor Indonesia. Ia juga adalah menantu
dari Jendral Achmad Tirtosudiro, Kepala Bulog ketika itu. Berdasarkan hasil evaluasinya, Abdulgani
meyatakan bahwa bank ini dapat dilanjutkan keberadaannya dengan beberapa persyaratan. PT PP
Berdikari kemudian mengangkat Abdulgani, yang ketika itu masih berusia kurang dari 30 tahun, untuk
memimpin bank dengan nama baru menjadi Bank Duta Ekonomi, dibantu dengan Muhammad Nazif,
seorang rekannya dari FE-UI yang juga alumnus dari Citibank.5 Abdulgani memulai membangun bank ini
dengan empat belas karyawan dan manajemen yang kocar-kacir.6

Perubahan nama dan pergantian pemimpin bank merupakan langkah pertama dari perubahan besar yang
terjadi pada Bank duta. Langkah selanjutanya adalah keterlibatan Bustanil Arifin yang ditugaskan untuk
memimpin PT PP Berdikari di mana kemudian menjadi komisaris bank pada tahun 1973. Setahun
kemudian, Bank Duta memperoleh tambahan modal dari dua yayasan, yaitu Yayasan Dharma Bhakti
Sosial (Dharmais) dan Yayasan Supersemar. Tambahan dana ini untuk meningkatkan status bank menjadi
bank devisa pada tahun 1978. Setelah itu, perkembangan Bank Duta tidak tertahankan yang pada
akhirnya menempatkan menjadi peringkat kedua bank swasta nasional dibawah Bank Central Asia
(BCA). Setahun sebelumnya terungkapnya permasalahan ini, PT PP Berdikari melepas seluruh bagian
sahamnya ke Yayasan Dana Abadi Karya Bakti (Dakab) sehingga tiga yayasan mengusai 90% saham
bank dan menyisakan 10% saham kepada Koperasi Karyawan Bank Duta. Pada bulan april 1990, Bank
Duta menawarkan saham baru melalui pasar modal dan menyebabkan proporsi saham Yayasan berkurang
menjadi 72,39%.
Dicky Iskandar Di Nata
Pada tahun 1971, Dicky Iskandar Di Nata mengawali kariernya sebagai juru ketik di Citibank pada
usianya yang ke-20. Dua tahun kemudian, ia sudah menduduki jabatan sebagai staf dan dalam tempo dua
tahun berikutnya ia sudah menjadi wakil manajer cabang Citibank di Jeddah. Pada tahun 1978, ia sudah
menjadi Vice President (Wakil President Direktur) dan mulai merasa jenuh kerja di Citibank. Kebetulan,
ia bertemu dengan Abdulgani pada bulan Agustus 1979, ia mulai bergabung dengan Bank Duta dengan
jabatan sebagai divisi operasi. Selanjutnya, pada tahun 1986, ia diangkat menjadi direktur dan pada awal
1989, ia dipromosikan menjadi wakil direktur utama. Ia sebenarnya dijanjikan menjadi Direktur Utama

Bank Duta menggantikan Abdulganiyang rencananya akan diangkat menjadi Direktur Utama Bank
Ekspor Impor Indonesia. Namun ternyata, Abdulgani kemudian hanya ditawari posisi direktur. Ia pun
menolak tawaran tersebut dan akibatnya rencana promosi Dicky pun batal.7
Di sisi lain, Dicky mempunyai kebiasaan berjudi. Jangkauan taruhannya mulai dari tebak-tebakan nomor
dibungkus rokok Gudang Garam Filter hingga berangkat ke Australia, ke Burwood Casino Perth-bersama
beberapa temannya, eksekutif muda Jakarta-mencarter pesawat jet milik Astra ke Perth.8
Belakangan ini, Dicky menikah lagi dengan Arnie Arifin, putrid satu-satunya dari Bustanil Arifin, yang
tinggal di Los Angeles Amerika Serikat. Arnie adalah pemimpin dari PT Citra Sari Makmur, sebuah
holding company milik keluarga Bustanil Arifin. Akibat perkawinan ini, pada bulan juli 1989, Dicky
diminta mundur dari Bank Duta dalam tempo Sembilan bulan.9
Kekacauan di Dealing Room
Pada tahun 1971, Amerika Serikat menghadapi kesulitan ekonomi akibat Perang Vietnam. Guna
memulihkan kondisi perekonomiannya, mereka menyatakan untuk melepaskan diri dari Bretton Woods
Agreement, yang berarti melepaskan diri dari keterkaitan antara nilai mata uangnya dengan cadangan

emas yang dimilikinya. Akibatnya, transaksi valuta yang semula berdasarkan nilai tetap, dilepaskan
menjadi fluktuasi, mengikuti kehendakpasar. Naik turunya nilai mata uang dari satu Negara ke Negara
lain menciptakan peluang perdagangan uang yang pada akhirnya menciptakan lembaga pasar uang.
Pada awal 1980-an, kegiatan perdagangan mulai berkembang pesat akibat perubahanorientasi dari
transaksi long term capital menjadi transaksi short term capital. Kegiatan perdagangan valuate asing

semakin menantang dengan dikembangkannya dua cara dalam transaksi, yaitu spot dan forward
exchange. Perdagangan spot membutuhkan kecepatan untuk melihat perubahan nilai mata uang yang
dapat terjadi setiap detik sepanjang 24 jam. Sementara itu, perdagangan forward lebih menantang karena
membutuhkan kemampuan untuk memprediksi nilai mata uang pada masa mendatang dengan
mempertimbangkan, seperti factor sosial, politik, dan bahkan bencana alam.10
Banyak Bank memasukan valuta asing ini dalam portofolio usahanya. Bank tidak harus sendiri
melakukan investasi, tetapi dapat pula bertindak sebagai broker dari nasabahnya yang ingin melakukan
investasi pada pasar uang ini. Pada saat ekonomi dunia mengalami resesi pada tahun 1982-1983, dan
pemberikan kredit tidak memikat, berspekulasi di pasar uang lebih menarik. Pada periode itu, rekening
valuta asing pada sebuah bank dapat lebih tinggi dari pada rekening kreditnya.11
Setelah perekonomian dunia pulih, kegiatan pasar uang semakin meningkat karena para banker telah
membuktikan dan menikmati keuntungan yang lebih menarik dari kegiatan bank tradisional. Sejak
pertengahan tahun 1980-an hingga sekarang, berkat ekonomi dunia yang semakin sehat dan pertumbuhan
dibanyak Negara yang semakin baik, nilai transaksi valuta asing semakin tinggi, terutama dengan
diperkenalkannya perdagangan atas margin-bukan atas uang, margin trading yang memudahkan orang
untuk berpatisipasi dan memungkinkan perolehan keuntungan yang lebih besar. Pada 1988, volume
International Money Market (IMM) per ari sudah melewati US $300 miliar.12
Mragin Trading mulai diperkenalkan di Bank Duta pada bulan September 1988 dengan tujuan untuk
meningkatkan laba karena Bank Duta tidak mengandalkankredit. 13 Untuk memperkenalkan produk baru
ini, Dicky mengajak Risanto Sismoyo yang sebelumnya bekerja di Citibank untuk pindah ke Bank Duta.

Awalnya, menurut Risanto, kegiatan ini memberi keuntungan untuk Bank Duta.14 namun setelah itu, yang
terjadi adalah malapetaka. Pihak internal Treasury Bank Duta dan pihak Bank Indonesia (BI) sepakat
bahwa kerugian Bank duta disebabkan oleh gabungan antara tidak berjalannya fungsi administrasi dan
pengawasan serta trader valuta yang kurang disiplin dan terkendali.15,16 Sebenarnya, mengembangkan
produk ini pada Bank Duta sudah menjadi aturan mengenai trading limit dan open position. Trading limit
diatur seneliai US $20 juta dalam satu masa. Jangka waktu ini dapat diperpanjang selam dua hari kerja
dan dapat diperpajang lagi intuk waktu yang sama. 17
Permasalahannya adalah aturan tersebut dengan mudah dapat dilanggar karena dukungan administrasi
yang sangat lemah. Dokumentasi atas keputusan yang diambil sangat terbatas. Dicky menjelaskan bahwa
seharusnya perintah untuk melakukan dealing (kesepakatan) yang disampaikan melalui telepon harus
direkam agar jelas apa yang diperintahkan dan siapa yang memerintah. Lebih lanjut, dealer yang
menjalankan perintah tersebut harus mencamtukan inisial dealer, inisial nasabah, dan inisial yang
memerintah. Perintah langsung dari nasabah hanya dapat dilakukan jika nasabah tersebut datang ke
dealing room.18
Winarto Soemarto, direktur utama Bank Duta yang baru, mengeluh karenasebagian besar dokumensulit
ditelusuri.19 Baginya praktik margin trading di Bank Duta sama halnya dengan judi. Alasannya, pemilik
uang hanya dapat pasrah kepada pedagang valuta asing (valas). “Kalau itu dagang, maka harus disertai
dokumen,”ktanya. Sementara itu, kontrak yang dibuat oleh Bank Duta hanyalah merupakan perjanjian
yang memberi wewenang penuh kepada koressponden di luar negeri.20
Tanpa adanya suatu dokumentasi maka sulit untuk dilakukan pengawasan guna mencegah pelanggaran.

Pengawasan tidak berdaya karena Dicky terlibat langsung dalam melakukan transaksi. Chief dealer yang
bertugas untuk mengawasi para dealer tidak berani mengawasi Dicky. Dilain pihak, Dicky juga
melakukan pelanggaran atas trading limit dan open position. Akibatnya, para dealer mencontohkan

tindakannya. Chief dealer Mustari Calam mengakui dipengadilan bahwa ia sendiri pernah melakukan
pelanggaran, baik dalam trading limit dan mengambil atas nama kakaknya.21 Permasalahan lainnya adalah
selain sering melanggar trading limit, dealer Bank Duta-dengan pengalamannya yang terbatas-juga sering
melakukan kekalahan. Kerugian inni tidak terdeksi karena disembunyikan ke dalam asset rupa-rupa.22
Mengatasi Kerugian dengan Kerugian
Permasalahan perdagangan valas mulai terungkap pada bulan juni 1989 pada saat Dicky menerima
laporan dari Kepala Urusan Treasury, Mustari Calam, mengenai open position Bank Duta di NBKS
sebesar US $250 juta. Open position ini dibuka oleh dealer Risanto Sasmoyo yang memprediksi kenaikan
dolar. Pada kenyataannya, nilai dolar menurun sehingga Bank Duta mengalami potential loss sebesar
US$20 juta.23 Risanto dimarahi dan diskors selama satu bulan. Di pengadilan, Risanto bercerita bahwa
sebenarnya ada kerugian lain yang tidak terungkap yang dilakukan oleh Dicky dan para trader lainnya.24
Dicky lalu mencoba untuk melakukan pemulihan (recovery) atas kerugian yang terjadi. Ia terjun langsung
di dealing room, diikuti oleh Mustari Calam dan beberapa dealer lainnya. Upaya untuk melakukan
pemulihan ini sering melanggar triding limit.25
Pada bulan oktober 1989, potential loss mencapai jumlah yang lebih besar, yaitu sebesar US$70 juta.
Berdasarkan pengakuan Dicky di pengadilan, ia tidak dapat mengambil keputusan sendiri untuk
mengatasi masalah itu. Ia meaporkannya kepada direktur operasi. Masalah ini dilaporkan kepada Direktur
Operasi Bey Yusuf. Kepada Bey Yusuf, Dicky menjelaskan terjadinya posisinya yang besar karena tidak
berfungsinya audit sehingga ia mengusulkan agar sistem audit, supervise, dan control diperbaiki.
Selanjutnya, Dicky dipanggil Abdulgani untuk menjelaskan apa yang terjadi. Berdasarkan laporan yang
diberikan, Abdulgani memberikan tiga pengarahan yaitu keep silent agar orang lain tidak ada yang tahu;
berkoordinasi dengan Bey Yusuf untuk menghadapi pemeriksaan BI; dan menyelesaikan persoalan.26
Lalu, diputuskan bahwa open position diteruskan dengan menambah likuiditas yang dipeoleh melalui
pinjaman dipasar.27 Dicky lalu membentuk tim untuk mengupayakan pemulihan. Berdasarkan pengakuan
Dicky di pengadilan, tim ini dimaksudkan agar para dealer bersama-sama dapat melakukan dealing. Ia
sendiri tidak termasuk dalam tim.28 Namun menurut pengakuan Mustari Calam, Dicky justru mengambil
posisi yang cukup besar, yaitu antara US$50-100 juta, dan bahkan lebih dari jumlah tersebut.29
Akibat kerugian yang berturut-turut, Bank Duta diminta oleh (NBKS) untuk menambahkan jumlah dana
yang digunakan untuk margin trading. Permintaan ini lalu dipenuhi hingga bulan agustus 1989. Ketika
itu, Bank Duta tampaknya mengalamikesulitan likuiditas sehigga stafnya harus berkelit terhadap
permintaan tersebut. Selain itu, Bank Duta mengupayakan untuk membayarnya dengan laba yang
diperoleh dari transaksi sebelumnya yang belum diserahkan oleh NBKS. Penundaan pembayaran
tambahan dana ini menyebabkan dana tidak dapat ditarik dan beresiko dilakukannya cut-loss oleh NBKS.
Situasi ini akhirnya ditemukan oleh Syamsi Potan, Direktur Kredit. Berdasarkan pengakuannya di
pengadilan, pada tanggal 31 Maret 1990, ia secara kebetulan mengunjungi bagian Treasury dan
menemukan bahwa staf Treasury tidak dapat menunjukan dana yang diinvestasikan pada margin trading
karena dana tersebut tidak dapat ditarik. Ia lalu meminta data-data open position dan realized loss, yang
masing-masing baru diterima pada akhir bulan april dan pertengahan bulan mei. Melihat data-data
tersebut, ia panic dan langsung menemui Abdulgani. Abdulgani pun segera melakukan rapat direksi pada
keesokan harinya, tanggal 16 Mei 1990.30
Rapat pada tanggal 16 Mei 1990 dilakukan sebanyak dua kali. Pada pagi harinya, direksi menghadapi
kenyataan bahwa banyak dana yang ditanamkan pada kegiatan margin trading dan saat ini bank memiliki
potensi kerugian yang sangat besar. Abdulgani kemudian menyatakan bahwa keadaan yang sangat sulit,
tetapi bank harus diselamatkan agar tidak menimbulkan dampak bagi perbankan nasional. Untuk itu, ia
meminta agar pengelolahan treasury tidak menambah kerugian lagi.31 Sore harinya, direksi kembali
mengadakan rapat tanpa Abdulgani. Diputuskan bahwa margin trading tetap dipertahankan dengan aturan
yang lebih ketat untuk menjaga citra Bank Duta diluar negeri. Selain itu, pinjaman jangka panjang akan

dicari.32 Selanjutnya, bank tetap akan memberikan kredit dalam jumlah yang terbatas untuk sekadar
mempertahankan keberadaan Bank Duta di Masyarakat.33
Langkah-langkah penyelamatan tampaknya tidak membuahkan hasil. Bank Duta tidak berhasil
memperoleh pinjaman yang diharapkan. Kebetulan, pemerintah saat itu edang melaksanakan kebijakan
Tight Money Policy.34
Pada tanggal 15 Agustus 1990, hal yang dikhawatirkan terjadi. NBSK melakukan eksekusi cut-loss.
Abdulgani memutuskan untuk melapor kepada Komisaris Utama, Bustanil Arifin. Ia menelepon seluruh
direksi, kecuali Dicky yang sangat terlambat, guna meminta persetujuan. Setelah memperoleh
persetujuan, Abdulgani menyampaikan secara khusus kepada Dicky rencananya untuk bertemu dengan
Bustanil. Namun, Dicky mencegahnya. Dicky merasa bersalah sehingga ia yang harus menemui Bustanil.
Di lain pihak, Abdulgani didorong oleh direksi lainnya untuk tetam menemui Bustanil mengingat
kedudukannya sebagai orang nomor satu di Bank Duta. Akhirnya, direktur utama dan wakil direktur
utama sama-sama menemui komisaris utama dengan jadwal yang berbeda.35 Seminggu kemudian, tanggal
23 Agustus 1990, Dicky menulis surat kepada direksi untuk melakukan klaim atau legal action kepada
NBKS. Rencana ini ditolak Abdulgani karena khawatir ini akan terbongkar keluar.36
Menghindari pemeriksaan Bank Indonesia
Bank duta melakukan berbagai rekyasa transaksi dan manipulasi laporan agar dikategorikan sebagai
banak yang sehat dan terhindar dari pemeriksaan BI. Salah satu rekayasa dilakukan pada saat Bank Duta
harus membayar Citibank Jakarta atas kerugian transaksi valas sebesar US$3.2 juta. Dana dikirimkan
kepada Duta International Finance Limitid di Hong Kong. Dari Hongkong, pembayaran baru dilakukan
kepada Citibank Jakarta, melalui Eastide Corp, Hongkong. Dalam pembukuan Bank Duta pembayran
kerugian ini dicatat sebagai penempatan Bank Duta di DIFL.
Pada bulan Oktober 1989, terdengar kabar bahwa BI akan melakukan pemeriksaan pada bulan Desember.
Sementara itu, pada ssat yang bersamaan terjadi open position yang besar di NBKS. Staff treasury lalu
mempersiapkan diri untuk pemeriksaan dengan membuat sebuah proposal kredit fiktif guna memanipulasi
open position tersebut. Berdasarkan proposal tersebut, dibuatkan memorandum kredit yang
ditandatangani oleh komite kredit termasuk didalamnya direktur kredit.
Selain itu, pemecahan posisi juga dilakukan dari seorang nasbah yang telah jatuh melewati limit kea kun
beberapa nasabah yang sudah tidak aktif. Dengan adanya memorandum kredit makan diharapkan Bank
Duta terhindar dari pemeriksaan BI yang ketika itu dikhawatirkan akan dilakukan pada bulan Desember
1989.
Bank Duta menurut pengakuan Dicky di pengadilan, biasa membuat dua laporan yaitu laporan Fiktif
untuk Bank Indonesia dan Laporan Riil untuk Direksi Bank. Laporan untuk Bank Indonesia “dipoles”
agar Bank Duta dikategorikan sebagai bank sehat.
Apakah Dicky Melakukan Korupsi?
Pada bulan Februari 1991, Dicky mulai diadili dengan dakwaan telah melakukan tindak pidana koripsi.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971, Dicky terancam hukuman maksimum penjara
seumur hidup , denda sebesar Rp30 juta, dan uang ganti rugi sebesar kerugian negara. Ada dua hal yang
dipertanyakan oleh pembela dan masyarakat umum atas dakwaan korupsi ini. Pertama adalah Dicky
bukan pegawai negeri sebagaimana yang dimaksud dengan subjek korupsi dalam Undang-Undang AntiKorupsi ini. Hal ini dibantah oleh jaksa karena ada pasal yang menggunakan istilah “barang siapa” yang
dapat berarti pegawai negeri atau pegawai swasta. Kebetulan, sudah ada beberapa preseden pegawai
swasta yang dihukum dengan Undang-Undang Anti-Korupsi ini.
Kedua adalah unsur merugikan negara. Bank Duta adalah bank swasta yang dimiliki oleh yayasan.
Dengan demikian, kerugian yang terjadi diderita oleh Bank Duta dan yayayan, bukan negara. Jaksa

berargumentasi bahwa kejahatan korupsi dapat pula terhadap badan hukum yang menggunakan modal
atau kelonggaran-kelonggaran dari negara dan masyarakat. Bankk Dutan jelas memperoleh fasilitas
negara, kredit likuiditas dari BI. Selain itu, sebagian besar saham Bank Duta adalah milik tiga yayasan
yang berarti milik masyarakat, sedangkan sisanya juga dimilik oleh masyarakat melalui pasar modal.
Silang pendapat mengenai kerigian negara ini juga terjadi di antara pejabat tinggi negara. Awalnya adalah
Wakil Presiden Sudharmono yang mengungkapkan bahwa kerugian negara pada tahun 1990/1991 sekitar
Rp1 triliun dan sebagian besar kerugian berasal dari kasus Bank Duta. Bustanil Arifin membantah
pernyataan wakil presiden dengan mengatakan bahwa Bank Duta adalah bank swasta. Oleh karena itu
kerugian yang dialami bank bukan merupakan kerugian negara. Pernyataan Bustanil ini dapat
membatalkan dakwaan jaksa. Oleh karena itu, kantor wapres kemudian merala pernyataan Bustanil
dengan menyatakan bahwa berdasarkan laporan Kejaksaan Agung ksus Bank Duta termasuk korupsi.
Apakah Akuntan Ikut Bersalah?
Pada bulan September 1990, Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) menjatuhkan hukuman pada
akuntan publik Hadi Pontan yang memeriksa Laporan Keuangan Bank Duta tahun 1989. Bapepam
memasukkan Hadi Pontan ke dalam daftar hitam karena dianggap telah memberikan pernyataan tanpa
didukung oleh data yang sah. Dalam laporan keuangan yang dinilai “wajar” oleh Pontan, disebutkan pada
akhir 1989 Bank Duta meraih laba bersih Rp14,5 miliar. Padahal, belakangan terungkap, Bank Duta
ketika itu sudah merugi akibat bisnis valas.
Menurut Sutoyo, Ketua Dewan Kehormatan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), Pontan telah melakukan dua
kesalahan. Pertama, tidak membuat dokumentasi audit. Padahal, setiap langkah audit harus
didokumetasikan. Kedua, membuat opini pemeriksaan tanpa bukti-bukti yang dikonfirmasikan. Untuk
dua keslahan ini, sealin mendapat sanksi dari Bapepam, Pontan juga harus menanggung sanksi dari IAI
berupa peringatan keras bersyarat dengan masa percobaan enam bulan.
Di lain pihak, Ketua Bidang Standar Profesi IAI, Soemarso S.R., membela Pontan, “Tidak fair kalau
Pontan disalahkan. Ia sudah bekerja sesuai dengan prinsip-prinsip akutansi Indonesia, yakni membuat
laporan keuangan berdasarkan data-data yang diberikan oleh Bank Duta. Namun, jika akhirnya muncul
interpretasi yang merugikan investor”, kata Soemarso, “Itu kesalahan emiten.”
Pendapat Soemarso didukung oleh Kwik Kian Gie. “Klau data yang diberikan Bnak Duta dijadikan dasar
pertimbangan, ya tidak bisa dipersalahkan,”katanya. “Apalagi dunia akuntasi di Indonesia masih
berpegang teguh pada aturan formal. Artinya, pemeriksaan dilakukan berdasarkan bukti-bukti transaksi.
Nah, jika ada barang yang dibeli seharga Rp10, tetapi di kuitansi tertulis Rp15 maka akuntan Indonesia
akan mempercayai yang tertera di kuitansi. Coba kalau hasil pemeriksaan secara formal diuji secara
material, saya yakin, 80% laporan akuntan di Indonesia akan terkena sanksi,” tuturnya.

Putusan Pengadilan
Pada tanggal 26 Juni, Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat memutuskan Dicky Iskandar Di Nata
bersalah melakukan tindak pidana korupsi (tipikor) sehingga merugikan negara sebesar Rp780 miliar dan
menghukumnya dengan hukuman penjara selama sepuluh tahun, densa sebesar Rp20 juta, dan membayar
uang pengganti sebesar Rp811 miliar kepada negara yang diwakili Bank Duta.
Dicky diputuskan bersalah karena menyalahgunakan kewenangannya sebagai wakil direktur utama dan
direktur eksekutif. Dicky terlibat langsung menjadi daeler dalam perdagangan valas, baik untuk posisi
bank maupun nasabah. Dalam melakukan dealing, Dicky melanggar aturan yang ditetapkan. Keterlibatan
langsung dan pelanggaran ini merusak organisasi dealing room karena chief daeler yang seharusnya
mengawasi daeler tidak dapat mengawasi Dicky yang tidak lain adalah atasannya. Akibatnya,
pengawasan lumpuh dan perdagangan tidak terkendaliakibat para daeler melanggar trading limit. Upaya

Dicky untuk menutupi kerugian yang dibuat bawahannyadilakukan dengan mengambil transaksi-transaksi
besar yang berakhir dengan kekalahan dan kerugianyang lebih besar lagi bagi Bang Duta.
Dicky dianggap merugikan negara karena yayasan-yayasan pemilik Bank Duta harus menyetor dana yang
berakibat pada terhambatnya kegiatan social yang dilakukan oleh yayasan. Kerugian ini juga berakibat
hilangnya devisa negara yang dibutuhkan untuk pembangunan serta dapat menghilangkan kepercayaan
masyarakat terhadap perbankan nasional. Oleh karena itu, meskipun Dicky tidak merugikan keuangan
negara, ia dianggap tetap merugikan negara.
Dalam peradilan tingkat banding, Dicky hanya memperoleh keringanan hukuman penjara menjadi
delapan tahun dan tetap diwajibkan membayar denda sebesar Rp20 juta, serta uang pengganti Rp811
miliar. Putusan peradilan tingkat banding ini diperkuat oleh putusan kasasi Mahkamah Agung (MA).
Apakah Dicky Sendirian yang Bersalah?
Sejak awal, Dicky keberatan untuk menanggung sendiri permasalahan ini. Dalam surat pribadinya kepada
Abdulgani beberapa hari sebelum ditahan, ia mengingatkan bahwa ia sudah melaporkan kerugian ini.
Direksi, bahkan sempat memutuskan untuk cut-loss pada bulan Maret 1990. Di pengadilan pun, ia
menyatakan bahwa ia melaporkan permasalahan kerugian ini pada saat terjadi potential loss sebesar
US$70 juta pada bulan Oktober, namun di dalam persidangan, direksi mengaku baru mengetahui
permasalahan ini pada bulan Mei 1990.
Dicky juga menyatakan bahwa kelemahan pengawasan dan tidak berfungsinya internal audit merupakan
tanggung jawab direktur operasi. Sealin itu, ada juga tanggung jawab akuntan publikyang memeriksa
laporan keuangan sehingga Bank Duta dapat melakukan emisi saham. Lebih lanjut, akuntan public ini
mempertanggungjawabkan pekerjaannya kepada direktur operasi.
Setelah Dicky divonis bersalah, Jaksa Agung Singgih memberikan keterangan bahwa dalam kasus Bank
Duta, harus dibedakan antara tanggung jawab pidan adan tanggung jawab manajerial. Dalam masalah
transaksi valas asing ini, terbukti bahwa Dickylah yang bertanggung jawab, sehingga dia dikenakan
tanggung jawab pidana. “Bila Dicky merasa hal ini tidak adil, dia bisa mengajukan banding dan kemudian
kasasi”.
Mengenai direksi lainnya yang akan diajukan ke pengadilan, Singgih mengatakan bahwa sampai sekarang
belum ada perkara lain, kecuali kasus Dicky yang telah divonis oleh pengadilan. “Untuk kasus Dicky
yang sekarang ini, selesai. Kasus permainan valas itu selesai dan tanggung jawab pidana Dicky. Tanggun
jawab lainnya it bukan urusan kejaksaan. Kan semua sudah diberhentiakan, dan itu tanggung jawab
manajerial,” katanya.
BAB IV
PEMBAHASAN

1. Apakah akuntan internal Bank Duta melanggar Prinsip Etika Profesi Akuntan?
Ya, Akuntan internal Bank Duta dalam pelaksanaannya telah melanggar beberapa prinsip etika profesi
akuntan yang mengakibatkan laporan keuangan Bank Duta tidak dapat menggambarakan bagaimana
kondisi keuangan yang sebenarnya terjadi di dalam Bank Duta.
2. Prinsip apa sajakah yang telah dilanggar oleh akuntan internal Bank Duta?
Pelanggaran prinsip etika profesi akuntansi yang dilakukan oleh pihak akuntan internal Bank Duta antara
lain adalah tidak dilaksanakannya prinsip tanggung jawab profesi, prinsip integritas, tidak memegang

prinsip kepentingan public objektifitas dan tidak melaksanakan standar teknis dalam kegiatan
akuntansinya.
3. Bagaimana pelaksaanaan tanggung jawab profesi oleh akuntan internal Bank Duta?
Prinsip tanggung jawab profesi oleh akuntan Bank Duta tidak dilaksanakan dengan baik, Karena
seharusnya dalam melaksanakan tanggung-jawabnya sebagai profesional setiap anggota harus senantiasa
menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. Sementara
akuntan Bank Duta tidak bekerja secara professional dan bertindak atas nama kepentingan manajemen.
4. Apakah akuntan internal Bank Duta telah melaksanakan prinsip kepentingan public?
Tidak, Satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung-jawab kepada publik. Profesi
akuntan memegang peranan yang penting di masyarakat, di mana publik dari profesi akuntan yang terdiri
dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan
pihak lainnya bergantung kepacla obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya
fungsi bisnis secara tertib. Ketergantungan ini menimbulkan tanggung-jawab akuntan terhadap
kepentingan publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang
dilayani anggota secara keseluruhan. Sementara akuntan Bank Duta bertindak atas nama manajemen.
Akuntan internal Bank Duta melalakukan serangkaian manipulasi agar Bank Duta dapat dikataan sebagai
Bank yang sehat serta terbebas dari campur BI dan intervensi pemerintah.
5. Bagaimana integritas dan objektifitas akuntan internal Bank Duta?
Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa
harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan
oleh keuntungan pribadi. Sedangkan Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak
memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan
atau berada di bawah pengaruh pihak lain. Akuntan internal Bank Duta tidak mampu menjaga integritas
dan objektifitas dalam pelaksanaan kegiatannya, hal ini dapat dibuktikan dengan terjadinya manipulasi
laporan keuangan, penyembunyian nilai kerugian pada asset lain lain dan manipulasi dana pembayaran
hutang yang dicatat dalam penempatan pada pihak lain. Apabila akuntan mampu menjaga integritas dan
terbebas dari tekanan manajemen, maka kerugian yang besar akan dapat dicegah dalam Bank Duta.
6. Apakah Bank Duta telah melaksanakan standar teknis dalam kegiatan akuntansinya?
Ya, Manajemen ataupun akuntan internal Bank Duta telah melanggar standar teknis dalam pelaksanaan
kegiatan akuntansinya sehingga berakibat kepada kerugian Negara dan hilangnya dana masyarakat.
7. Adakah hubungan antara pelaksanaan standar teknis akuntansi dengan kerugian yang
dialami Bank Duta?
Apabila dalam pelaksanaan kegiatan akuntansinya, Bank Duta melaksanakan prinspip standar teknis,
kemungkinanan kerugian yang dialami oleh Bank Duta tidak akan terlalu besar dan berdampak luas.
Dengan dilksanakannya standar teknis oleh pihak manajemen Bank Duta maka pengawasan akan terjadi
dengan baik. Keterlibatan langsung pihak manajemen dalam melakukan dealing mengakibatkan
pengawasan trading tidak dapat dilakukan oleh Chief dealer. Akibatnya perdagangan yang dilakukan oleh
para dealer melanggar batasan trading limit tanpa dapat dikontrol oleh manajemen. Dengan pelanngaran
batasan trading limit ini berakibat terjadinya kerugian akibat kekalahan dari perdagangan semakin besar.
Kemudian, kerugian yang seharusnya diakui ini disembunyikan kedalam akun rekening aset rupa rupa.
Manipulasi laporan keuangan yang dilakukan akuntan Bank Duta tidak cukup hanya sampai pada
penyembunyian kerugian melainka juga pada pembuatan Laporan Keuangannya, dimana Laporan
Keuangan dibuat secara ganda yakni Laporan Keuangan yang telah dimanipulasi disajikan untuk Bank
Indonesia, dan laporan keuangan riil disajikan untuk pihak internal manajemen.

8. Apakah akuntan auditor Bank Duta turut bersalah?
Ya, Akuntan auditor Bank Duta turut bersalah karena akuntan yang professional akan menggunakan
pertimbangan professional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. Hal ini tidak terjadi dalam akuntan
auditor Bank Duta. Dalam kegiatan auditnya, Auditor Bank Duta tdiak melakukan dikumentasi terhadap
setiap transaksi dan audit yang telah mereka lakukan. Selain itu kesalahan lain yang dilakukan oleh
Akuntan Bank Duta Hadi Pontan yakni membuat opini pemeriksaan tanpa dasar bukti bukti yang dapat
dikonfirmasikan. Hadi Pontan menilai bahwa Laporan Keuangan dinilai “wajar” oleh Pontan, didalamnya
disebutkan bahwa pada akhir 1989 Bank Duta meraih laba bersih sekitar Rp.14.5 miliar. Padahal,
belakangan terungkap bahwa Bank Duta ketika itu telah banyak merugi akibat bisnis valas.

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25

Pencerahan dan Pemberdayaan (Enlightening & Empowering)

0 64 2

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24