Wayang Klitik Sebagai Acara Selametan
“Wayang Klitik” Sebagai Acara Selametan Mata Air
“Sendang”
di Desa Wonosoco Undaan Kudus
Sejak Era Islam Abad ke-13 sampai sekarang
Penelitian
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Materi dan Pembelajaran Sejarah Kebuudayaan Islam
Semester VI
Dosen Pembimbing : Moh. Rosyid
Disusun Oleh:
Suko Wahyudi
: 111325
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN TARBIYAH (PAI)
TAHUN 2014
1
A. Latar Belakang
Setiap penelitian tentu mempunyai tujuan yang ingin dicapai oleh
peneliti. Tujuan utama penelitian ini adalah ritual Wayang Klitik, sebuah
karya seni yang mempunyai mitologis terhadap pertumbuhan dan
perkembangan di Desa Wonosoco, Kecamatan Undaan, Kabupaten
Kudus. Mungkin sebagian orang tidak pernah mengenal sama sekali
budaya Wayang Klitik. Namun lain halnya masyarakat Wonosoco,
Wayang Klitik dianggap sebagai ritual tahunan guna untuk
memperlancar sumber Mata Air yang biasanya masyarakat setempat
menyebutnya “Mata Air Sendang”.1
Desa Wonosoco mempunyai dua mata air yaitu sendang dewot
menurut riwayatnya sendang tersebut di huni roh penunggu yaitu Nyai
Ngariyah dan sendang Gading penunggunya Nyi Suminah. Namun
Sendang Dewot yang dijadikan Sumber utama untuk kebutuhan rumah
tangga atau pengairan sawah.
Anggapan desa wonosoco ritual wayang klitik sangat kental
kaitannya dengan mata air tersebut. Menurut Pak Slamet juru kunci
mata air sendang mengatakan, sendang tersebut ditemukan oleh
prajuritnya kanjeng sultan Nyokro kusumo Mataram yang bernama
Eyang Saji (senopati mataram) di temani oleh Kanjeng pangeran
Kajuran pada saat pertempuran colonial belanda yang memperebutkan
wilayah gunung kendeng yang disebut “wetan tuban kulon taban”yang
sekarang dijuluki pegunungan kapur.
Tradisi tahunan Wayang Klitik desa Wonosoco sangat menarik
dikaji lebih dalam. Amanat Eyang Saji yang menyuruh untuk
mengadakan ritual wayang klitik, membuat warga setempat tidak
berani meninggalkan budaya tersebut. Pernah suatu ketika penduduk
desa tidak melaksanakan upacara ritual Wayang Klitik dikarenakan sibuk
1
Pada dasarnya tradisi “Wayang Klithik” bagi masyarakat adalah sebagi sarana upacara ritual bersih sendang
dan sekaligus bersih desa,sarana komunikasi,penyegaran,persahabatan,pergaulan dan Hiburan.
2
mengikuti kegiatan perlombaan desa lalu masyarakat setempat
mengalami musibah.2
Dalang Wayang Klitik di desa Wonosoco tidak sembarang dalang
dia adalah Bp. Sutikno Warga setempat yang mempunyai garis
keturunan Ki Sumarlan dalang wayang klitik pertama di desa wonosoco,
tidak salah budaya Wayang Klitik di Kota Kretek ini merupakan icon
yang patut kita lestarikan. Dalam penuturan Bp. Sutikno ketika ditemui
penulis dia menuturkan “gus jigang, bagus olehe ngaji lan olehe
dagang” sebuah filosofis yang mempunyai nilai estetika yang
mendorong masyarakat untuk melestarikan Wayang Klitik .3
Berdasarkan pemaparan singkat diatas, beberapa pertanyaan
akademik yang muncul sekitar kajian Wayang Klitik sebagai ritual mata
air sendang didesa Wonosoco adalah bagaimana kegiatan tersebut
dianggap sakral dan wajib untuk dilaksanakan per-tahunnya? Lalu
mengapa Wayang Klitik di kesampingkan oleh bangsa kita, yang
memiliki etos budaya leluhur layaknya Wayang Kulit yang masih banyak
kita temui di berbagai daerah? Dan bagaimana kita sebagai regenerasi
melestarikan karya seni yang hampir punah ini?
Beberapa alasan mengapa penulis mengangkat topik ini
diantaranya adalah pertama, ritual Wayang Klitik di Desa Wonoco bukan
berarti serta merta melakoni amanat dari Eyang Saji yang dipercaya
membawa keberkahan bagi penduduk setempat, tapi melainkan sebatas
Syukuran tahunan dalam hal memperingati leluhur mereka. Ritual
tersebut tidak jauh beda dengan Kanjeng Sunan Kudus yang setiap
tahunnya di adakan “Bukak Luwur”. Selain itu Sunan Kudus memberikan
2
Lalu terjadi kejadian yang tidak di inginkan para warga desa terserang wabah penyakit diantaranya
Muntah-muntah, sakit perut dan pusing Bahkan sampai-sampai Air Sumber Sendang berubah warna
menjadi Merah. Kejadian itu dianggap warga desa sebagai peringatan karena tidak melaksanakn Tradisi yang
sudah dianjurkan (sumber Internet).
3
Bp. Sutikno adalah dalang wayang klitik di desa wonosoco beliau melakoninya selama 6 tahun dan generasi
ke 8, dalam penuturan orang tuanya beliau tidak diwarisi harta benda seperti warisan pada umumnya tetapi
disuruh untuk melestarikan wayang klitik, bapaknya berpesan “lee… ojo tinggalno wayang klitik, uri-uriyo
nyampe anak putumu” salah satu stigma yang melekat dalam jati diri dalang tersebut.
3
pantangan kepada semua masyarakat Kudus dilarang untuk
menyembelih hewan Sapi, barang siapa yang melanggar akan
mendapatkan balaknya. Kedua, nilai historis Wayang Klitik merupakan
sebuah legitimasi bangsa yang perlu di lestarikan bagi bangsa Indonesia
meskipun keberadaan Wayang Klitik hanya dikalangan etnis tertentu
seperti Desa Wonosoco. Hal ini karena jarang ter-expose oleh media
sosial lainnya.4
B. Ruang Lingkup Penelitian
Kajian penelitian ini membatasi pada tiga lingkup yaitu lingkup
spasial, lingkup temporal, dan lingkup keilmuan.
Ruang lingkup spasial adalah batasan yang didasarkan pada
kesatuan wilayah, daerah, tempat objek penelitian. Desa Wonosoco,
Undaan, Kudus, Jawa Tengah menurut garis lintang terletak pada LS : 6,
9731˚ 29, 53” BT : 110, 8104˚ 3, 59”5. Daerah tersebut merupakan
daerah secara greografis yang lingkupnya terbatas untuk menunjukkan
peristiwa yang bersifat lokal.
Harapan penulis, budaya wayang klitik yang diselenggarakan
tiapa tahun menunjukkan adanya peran syiar Islam pada zaman dahulu.
Hal ini, dirujukkan pada zaman kesultanan atau kerajaan yang
didasarkan penyebaran Islam yang masih kental kaitannya dengan
sejarah para Walisongo, seperti sunan Kalijogo yang sering
menggunakan pementasan drama dengan wayang kulit atau budaya
lokal. “Hasil dakwah para wali pun akhirnya menunjukkan keberhasilan
seperti yang dirasakan saat ini.”6
4
Untuk mengantisipasi kerusakan Wayang Klitik yang asli, pihak Desa Wonosoco, Kecamatan Undaan,
berupaya membuat replika wayang klitik yang menjadi salah satu kesenian khas di Kota Keretek. Hal itu
dilakukan karena wayang asli akan segera dimuseumkan. Kebijakan itu ditempuh karena usia wayang asli
yang sudah mencapai puluhan tahun dan perlu diselamatkan untuk peninggalan generasi mendatang, baca
(Suara Merdeka; 20/03/2013).
5
Data menurut “SNVT Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010” yang tertulis
di tempat Mata air sendang Ds. Wonosoco.
6
Salah satu nara sumber Jadul Maula acara seminar wayang klitik di Gedung menara YMS3K, 20/2/2014.
4
Dipilihnya lingkup spasial karena pentingnya budaya lokal
tersebut untuk dipertahankan bahkan muncul kalimat Arab Digarap,
Jowo Digowo. Artinya dakwah yang dilakukan para wali tidak
meninggalkan budaya Jawa. Dengan begitu, acara seperti selametan
dan ritual wayang klitik hingga saat ini perlu dipertahankan, karena
budaya lokalnya masih kental. Untuk itu, dia berharap tidak usah
memaknai acara semacam selametan menjadi bid’ah atau haram.7
Ruang lingkup temporal merupakan batasan waktu yang telah di
tentukan untuk menjadi objek penelitian.8 Data penelitian ini terjadi
sejak zaman kerajaan-kerajaan di Indonesia sampai era Colonial sekitar
abad 16-20, yakni ditemukannnya Mata Air Sendang dan Wayang Klitik
dijadikan sebagai Simbol selametan Warga Wonosoco.
Dipilihnya lingkup temporal tersebut menandaskan bahwa tradisi
Wayang Klitik di Desa Wonosoco sudah berlangsung turun temurun. Dari
keterangan Juru Kunci mata air sendang Pak slamet, Asal-usul tradisi ini
dilakukan yaitu, Sewaktu Pangeran
Kejoran bertapa (Istokhoroh B.
Arab, teteki B. Jawa) dia ingin melihat sosok penunggu Mata Air
tersebut,
lalu
pangeran
Kejoran
di
suruh
noleh
ngalor
ngetan
(menghadap utara timur) dan melihat wanita cantik berbaju Hijau
mupus membawa selendang locan berjarit batik kawong ditanya
Pangeran Kejoran asalmu dari mana? Aku yang mengku(menjaga)
Sendang
Dewot
ini(MBAH
NGARIYAH)
dan
Ini
adikku
yang
mengku(menjaga) Sendang Gading ini (MBAH SUMINAH) aku pesan
sama kamu dua mata air sendang ini adalah air kehidupan untuk
menghidupi semua warga, maka dari itu aku tolong buatkan “Wayang
Klitik” yang berasal dari kayu yang supaya besok anak cucu kita
melestarikan sumber mata air ini tidak akan surut dan satu tahun sekali
wayang tersebut di buat ritual dan sebelum ritual Wayang kayu(Klitik)
7
Radar Kudus, 21/2/2014
8
Baca “Perlawanan Samin” Abdul Rosyid. Hlm. 28
5
menyembelih kambing kendit (kambing yang mempunyai bulu putih
yang melingkar di tubuhnya).
Adapun ruang lingkup keilmuan adalah ilmu yang dijadikan
sebagai pemandu atau membantu ilmu sejarah untuk penelitian ilmu
sejarah. Ilmu sejarah dalam penelitian ini kategori sejarah kebudayaan
dan kesenian Perwayangan di Indonesia. Wayang sebagai titik temu nilai
budaya Jawa dan Islam adalah suatu momentum yang sangat berharga
bagi perkembangan kahasanah budaya Jawa. 9 Adapun ilmu bantu yang
digunakan dalam penelitian ini adalah ilmu dakwah. Sejak zaman
kerajaan yang dijadikan salah satu media penyebaran islam adalah seni
perwayangan. Menurut M. Aminuddin Sanwar Media dakwah adalah alat
yang dipakai sebagai perantara untuk melaksanakan kegiatan dakwah. 10
Seperti halnya wayang klitik di desa wonosoco, yang dulu sebagai
upacara bersih sendang sekaligus berupaya sebagai ajaran penyiaran
agama islam pada zaman nenek moyang. Bahkan Sunan Kudus
merupakan orang pertama yang menciptakan Wayang Menak yang
diadaptasi dari cerita zaman kenabian. Hal ini menunjukkan bahwa
wayang juga dianggap ada nilai-nilai Hindu jelas kurang tepat, karena
fakta sejarah menunjukkan wayang merupakan salah satu media paling
efektif dalam perkembangan agama Islam pada zaman dahulu. Karena
masyarakat semasa itu masih memeluk agama Hindu. Walisongo tak
langsung menentang kebiasaan-kebiasaan yang sejak lama menjadi
keyakinan masyarakat.
Dalam sejarah di Desa Wonosoco, Penulis menggunakan
kedekatan psikis dan fisik yaitu menghormati leluhur Desa Wonosoco.
Penulis akan menggambarkan dan menguraikan secara factual apa yang
dilihat dan ditemukan dari objek penelitian ini. Penulis berupaya untuk
9
H. M. Darori Amin, dkk., Islam dan Kebudayaan Jawa, Gama Media, Yogyakarta, 2000, hlm.183
10
M. Aminuddin Sanwar, Pengantar Studi Ilmu Dakwah, Fakultas Dakwah IAIN Walisongo, Semarang, 1984,
hlm. 77
6
menghimpun, mengolah, dan menganalisa. Sedangkan data yang
penulis peroleh dengan cara, observasi dan wawancara.
Kedekatan Psikis
Pendekatan psikis yang dilakukan penulis terhadap topik ini,
dalam mempertimbangkan aspek penghormatan masyarakat terhadap
leluhur mereka adalah Pertama: kebudayaan wayang klitik di Desa
Wonosoco sudah mendarah daging bagi masyarakat setempat, Ke-Dua:
upaya yang dilakukan masyarakat setempat demi menghormati leluhur
bisa dilihat dengan adanya pagelaran Wayang Klitik yang diadakan
setiap tahunnya, Ke-Tiga: Ds. Wonosoco memiliki budaya local (wayang
Klitik) yang keberadaannya berpotensi bagi kelestarian wayang di
Indonesia.
Kedekatan Fisik
Pendekatan Fisik yang dilakukan penulis terhadap topik ini, adalah
Pertama: pementasan atau pertunjukkan Wayang Klitik selalu
menyampaikan nilai-nilai yang sedikit banyaknya akan membawa
pengaruh bagi para penggemarnya, Ke-Dua: penulis menemukan
Wayang Klitik banyak mengandung falsafah kehidupan religious
terhadap upacara bersih sendang di Desa Wonosoco, Ke-Tiga: penulis
berharap adanya pemerhati daerah yang memotret kebudayaan lokal
tersebut.
B. Pembahasan
1. Bagaimana kegiatan tersebut dianggap sakral dan wajib
untuk dilaksanakan per-tahunnya?
Peran budaya wayang klitik sudah mendarah daging dan sudah
menjadi tradisi tahunan yang haram untuk ditinggalkan. Hal ini sejalan
7
dengan amanat Eyang Saji ketika memberi wasiat pada penduduk desa
Wonosoco untuk melestarikan Tanggapan wayang klitik di bulan Rajab.
Kepercayaan animisme masioh melekat sampai sekarang. Msyarakat
takut untuk meninggalkannya mengingat kejadian yang pernah
menimpa warga. Penduduk desa pernah terserang wabah penyakit
diantaranya Muntah-muntah, sakit perut dan pusing bahkan sampaisampai Air Sumber Sendang berubah warna menjadi Merah. Kejadian itu
dianggap warga desa sebagai peringatan karena tidak melaksanakn
Tradisi yang sudah dianjurkan.
Mengingat hal tersebut secara otomatis membuat trauma bagi
masyarakat setempat dan menjalankan amanat Eyang Saji yang
menyuruh untuk mengadakan ritual wayang klitik.
Selain amanat, desa Wonosoco sekarang menganggap tanggapan
(b.Jawa) Wayang Klitik untuk bersih Sendang sebagai hiburan bagi
penduduk lokal. Hal ini dutunjukkan dengan kemeriahan dan keceriaan
warga ketika menjelang hari perayaan tidak hanya penduduk setempat
tapi dari desa lain seperti Undaan lor atau desa-desa lainnya juga ikut
berdatangan kedesa Wonosoco.
Wisata Domestik
Pada tahun 2010 Bupati Kudus H. Musthofa, meresmikan
tempat Mata Air Sendang di Wonosoco, menjadi tempat wisata
umum meskipun letaknya di pojok kota Kudus. Selain
pembangunan yang di desain dengan sedemikian bagusnya,
suasana keasrian hutan tropis menambah pengunjung merasa
nyaman dan betah untuk singgah di Desa Wonosoco.
Daya tarik wisata tidak berhenti disitu, beberapa wisata seperti
gedung seni wayang klitik, goa glebon, tebing-tebing, goa
surodipo, goa keraton, dan pesarean ki pakis aji. Menambah
panorama khas akan kebudayaan dan situs alam untuk wisata
domestik. Secara tidak langsung budaya Wayang Klitik membuat
8
semangat masyarakat untuk mengembangkan wisatawan dari
segi geografis dan alamnya.
2. Mengapa Wayang Klitik di kesampingkan oleh bangsa
kita, yang memiliki etos budaya leluhur layaknya
Wayang Kulit yang masih banyak kita temui di berbagai
daerah?
Wayang klithik adalah wayang yang terbuat dari kayu.
Berbeda dengan wayang golek yang mirip dengan boneka,
wayang klitik berbentuk pipih seperti wayang kulit. Wayang ini
pertama kali diciptakan oleh Pangeran Pekik, adipati Surabaya, dari bahan kulit dan
berukuran kecil sehingga lebih sering disebut dengan wayang krucil.
Di Jawa Tengah wayang klithik memiliki bentuk yang mirip
dengan wayang gedog. Tokoh-tokohnya memakai dodot rapekan,
berkeris, dan menggunakan tutup kepala tekes (kipas). Di Jawa
Timur tokoh-tokohnya banyak yang menyerupai wayang purwa,
raja-rajanya bermahkota dan memakai praba. Di Jawa Tengah,
tokoh-tokoh rajanya bergelung Keling atau Garuda Mungkur saja.
Repertoar cerita wayang klitik juga berbeda dengan wayang
kulit. Di mana repertoar cerita wayang kulit diambil dari wiracarita
Ramayana dan Mahabharata, repertoar cerita wayang klitik
diambil dari siklus cerita Panji dan Damarwulan.11
Kehilangan Ruhnya
Peran dan eksistensinya wayang klitik ditanah jawa kurang
begitu diminati dari pada wayang kulit. Hal ini tidak terjadi pada
wayang klitik saja seperti wayang-wayang lainnya banyak
mengalami kesuraman mungkin karena tergerus era globalisasi.
Rizem Aizid, Atlas tokoh-tokoh wayang. Yogyakarta: Diva Press (anggota IKAPI), 2012,
hal. 41
11
9
Penulis menemukan adanya beberapa faktor lunturnya
budaya wayang klitik di Indonesia :
a. Minimnya minat untuk memperhatikan budaya
wayang klitik atau wayang lainnya.
b. Cerita yang terkandung dalam pemetaannya monoton
sehingga lama kelamaan kurang menarik.
c. Bahasa dan gaya yang digunakan sangat klasik dan
rumit untuk dipahami oleh orang awam
d. Munculnya media sosial dan elektronik yang
mengalihkan perubahan globalisasi.
Dari beberapa faktor tersebut, perwayangan di Indonesia sulit
untuk bangkit dari kesuramannya. Satu-satunya yang harus dilakukan
pemerintah adalah supaya untuk merayakannya di acara-acara tertentu
seperti yang masih dilakukan hingga sekarang yaitu peringatan 17
Agustus, upacara desa, hari nasional dll.
3. Bagaimana kita sebagai regenerasi melestarikan karya
seni yang hampir punah ini?
Budaya yang dahulu tak ternilai harganya, kini justru menjadi
budaya yang tak bernilai di mata masyarakat. Sikap yang tak
menghargai itu memberikan dampak yang cukup buruk bagi
perkembangan budaya tradisional di negara kita. Mengapa? Karena
salah satu cara untuk melestarikan budaya trsdisional adalah sikap dan
perilaku dari masyarakatnya sendiri. Jika dalam diri setiap masyarakat
terdapat jiwa nasionalis yang dominan, melestarikan budaya tradisional
merupakan suatu kebanggaan, tapi generasi muda sekarang ini justru
beranggapan yang sebaliknya, sehingga mereka menggagap
melestarikan budaya itu suatu paksaan. Jadi kelestarian budaya
tradisional itu juga sangat bergantung pada jiwa nasionais generasi
mudanya.
10
Sebagai para generasi muda penerus bangsa, jiwa dan sikap
nasionalis sangatlah diperlukan. Bukan hanya untuk kepentingan politik
saja kita dituntut untuk berjiwa nasionalis, tetapi dalam
mempertahankan dan melestarikan budayapun juga demikian. Kita
butuh untuk menyadari bahwa untuk mempertahankan budaya
peninggalan sejarah itu tidak mudah. Butuh pengorbanan yang besar
pula. Oleh karenanya tak cukup apabila hanya ada satu generasi muda
yang mau untuk tapi yang lain masa bodoh. Dalam melakukannya
dibutuhkan kebersamaan untuk saling mendukung dan mengisi satu
sama lar[.in. Dalam kata lain dalam menjaga kelestarian budaya juga
diperlukan kekompakan untuk saling mengisi dan mendukung.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menyelamatkan
beragam seni budaya yang hampir punah adalah dengan
melaksanakan: Pendataan, Inventarisasi, dan Pendokumentasian.12
Peran Mahasiswa
Menyikapi hal tersebut penulis juga ikut prihatin atas rendahnya
generasi yang mempunyai minat melestarikan generasi wayang di
Indonesia. Sebagai mahasiswa tentunya harus memeliki sikap empati
dan Skeptis serta ikut berperan aktif dalam melestarikan seni budaya
wayang. Atas identisnya mahasiswa didasarkan pada agen of change
(agen perubahan). Tentunya hal tersebut membuat rujukan atas peran
mahasiswa untuk menumbuhkan semangat jiwa para remaja dan
masyarakat pada umumnya, seperti melaksanakan acara seminar
kebudayaan atau pagelaran wayang.
Namun untuk memerangi arus globalisasi ibarat menerjang
ombak yang sangat sulit atau bahkan tidak mungking untuk diterjang.
Tapi paling tidak mahasiswa atau remaja sudah mempunyai semangat,
12
http://hannypuspita.wordpress.com/education/tergesernya-budaya-tradisional-karena-pengaruh-budayaasing/
11
untuk berperan aktif dalam melestarikan budaya wayang yang
keberadaannya hampir punah.
C. Penutup
Saya penulis hanya bisa mengucap sepatah kata terima kasih
banyak kepada semua nara sumber dan dosen pengampu Bp. Rosyid,
yang sudah membimbing dan mendampingi dalam penulisan ini.
Semoga penelitian ini bisa dijadikan rujukan kepada siapa yang ingin
menelitinya lebih lanjut dan bisa bermanfaat bagi umumnya. Amiiin.
Sekian terima kasih.
Daftar Pustaka
Rosyid, Abdul. “Perlawanan Samin”.
Amin. M. Darori, dkk, Islam dan Kebudayaan Jawa, Gama Media,
Yogyakarta, 2000.
Sanwar, M. Aminuddin, Pengantar Studi Ilmu Dakwah, Fakultas Dakwah
IAIN Walisongo, Semarang, 1984,
Suara Merdeka; 20/03/2013
Radar Kudus, 21/2/2014
Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia besar
http://hannypuspita.wordpress.com/education/tergesernya-budayatradisional-karena-pengaruh-budaya-asing/
Data menurut “SNVT Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2010” yang tertulis di tempat Mata air sendang Ds.
Wonosoco.
Responden
“ Sutikno” adalah dalang wayang klitik di desa wonosoco.
“Jadul Maula” acara seminar wayang klitik di Gedung menara YMS3K,
20/2/2014.
“Pak Slamet” juru kunci mata air sendang
12
“Sendang”
di Desa Wonosoco Undaan Kudus
Sejak Era Islam Abad ke-13 sampai sekarang
Penelitian
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Materi dan Pembelajaran Sejarah Kebuudayaan Islam
Semester VI
Dosen Pembimbing : Moh. Rosyid
Disusun Oleh:
Suko Wahyudi
: 111325
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN TARBIYAH (PAI)
TAHUN 2014
1
A. Latar Belakang
Setiap penelitian tentu mempunyai tujuan yang ingin dicapai oleh
peneliti. Tujuan utama penelitian ini adalah ritual Wayang Klitik, sebuah
karya seni yang mempunyai mitologis terhadap pertumbuhan dan
perkembangan di Desa Wonosoco, Kecamatan Undaan, Kabupaten
Kudus. Mungkin sebagian orang tidak pernah mengenal sama sekali
budaya Wayang Klitik. Namun lain halnya masyarakat Wonosoco,
Wayang Klitik dianggap sebagai ritual tahunan guna untuk
memperlancar sumber Mata Air yang biasanya masyarakat setempat
menyebutnya “Mata Air Sendang”.1
Desa Wonosoco mempunyai dua mata air yaitu sendang dewot
menurut riwayatnya sendang tersebut di huni roh penunggu yaitu Nyai
Ngariyah dan sendang Gading penunggunya Nyi Suminah. Namun
Sendang Dewot yang dijadikan Sumber utama untuk kebutuhan rumah
tangga atau pengairan sawah.
Anggapan desa wonosoco ritual wayang klitik sangat kental
kaitannya dengan mata air tersebut. Menurut Pak Slamet juru kunci
mata air sendang mengatakan, sendang tersebut ditemukan oleh
prajuritnya kanjeng sultan Nyokro kusumo Mataram yang bernama
Eyang Saji (senopati mataram) di temani oleh Kanjeng pangeran
Kajuran pada saat pertempuran colonial belanda yang memperebutkan
wilayah gunung kendeng yang disebut “wetan tuban kulon taban”yang
sekarang dijuluki pegunungan kapur.
Tradisi tahunan Wayang Klitik desa Wonosoco sangat menarik
dikaji lebih dalam. Amanat Eyang Saji yang menyuruh untuk
mengadakan ritual wayang klitik, membuat warga setempat tidak
berani meninggalkan budaya tersebut. Pernah suatu ketika penduduk
desa tidak melaksanakan upacara ritual Wayang Klitik dikarenakan sibuk
1
Pada dasarnya tradisi “Wayang Klithik” bagi masyarakat adalah sebagi sarana upacara ritual bersih sendang
dan sekaligus bersih desa,sarana komunikasi,penyegaran,persahabatan,pergaulan dan Hiburan.
2
mengikuti kegiatan perlombaan desa lalu masyarakat setempat
mengalami musibah.2
Dalang Wayang Klitik di desa Wonosoco tidak sembarang dalang
dia adalah Bp. Sutikno Warga setempat yang mempunyai garis
keturunan Ki Sumarlan dalang wayang klitik pertama di desa wonosoco,
tidak salah budaya Wayang Klitik di Kota Kretek ini merupakan icon
yang patut kita lestarikan. Dalam penuturan Bp. Sutikno ketika ditemui
penulis dia menuturkan “gus jigang, bagus olehe ngaji lan olehe
dagang” sebuah filosofis yang mempunyai nilai estetika yang
mendorong masyarakat untuk melestarikan Wayang Klitik .3
Berdasarkan pemaparan singkat diatas, beberapa pertanyaan
akademik yang muncul sekitar kajian Wayang Klitik sebagai ritual mata
air sendang didesa Wonosoco adalah bagaimana kegiatan tersebut
dianggap sakral dan wajib untuk dilaksanakan per-tahunnya? Lalu
mengapa Wayang Klitik di kesampingkan oleh bangsa kita, yang
memiliki etos budaya leluhur layaknya Wayang Kulit yang masih banyak
kita temui di berbagai daerah? Dan bagaimana kita sebagai regenerasi
melestarikan karya seni yang hampir punah ini?
Beberapa alasan mengapa penulis mengangkat topik ini
diantaranya adalah pertama, ritual Wayang Klitik di Desa Wonoco bukan
berarti serta merta melakoni amanat dari Eyang Saji yang dipercaya
membawa keberkahan bagi penduduk setempat, tapi melainkan sebatas
Syukuran tahunan dalam hal memperingati leluhur mereka. Ritual
tersebut tidak jauh beda dengan Kanjeng Sunan Kudus yang setiap
tahunnya di adakan “Bukak Luwur”. Selain itu Sunan Kudus memberikan
2
Lalu terjadi kejadian yang tidak di inginkan para warga desa terserang wabah penyakit diantaranya
Muntah-muntah, sakit perut dan pusing Bahkan sampai-sampai Air Sumber Sendang berubah warna
menjadi Merah. Kejadian itu dianggap warga desa sebagai peringatan karena tidak melaksanakn Tradisi yang
sudah dianjurkan (sumber Internet).
3
Bp. Sutikno adalah dalang wayang klitik di desa wonosoco beliau melakoninya selama 6 tahun dan generasi
ke 8, dalam penuturan orang tuanya beliau tidak diwarisi harta benda seperti warisan pada umumnya tetapi
disuruh untuk melestarikan wayang klitik, bapaknya berpesan “lee… ojo tinggalno wayang klitik, uri-uriyo
nyampe anak putumu” salah satu stigma yang melekat dalam jati diri dalang tersebut.
3
pantangan kepada semua masyarakat Kudus dilarang untuk
menyembelih hewan Sapi, barang siapa yang melanggar akan
mendapatkan balaknya. Kedua, nilai historis Wayang Klitik merupakan
sebuah legitimasi bangsa yang perlu di lestarikan bagi bangsa Indonesia
meskipun keberadaan Wayang Klitik hanya dikalangan etnis tertentu
seperti Desa Wonosoco. Hal ini karena jarang ter-expose oleh media
sosial lainnya.4
B. Ruang Lingkup Penelitian
Kajian penelitian ini membatasi pada tiga lingkup yaitu lingkup
spasial, lingkup temporal, dan lingkup keilmuan.
Ruang lingkup spasial adalah batasan yang didasarkan pada
kesatuan wilayah, daerah, tempat objek penelitian. Desa Wonosoco,
Undaan, Kudus, Jawa Tengah menurut garis lintang terletak pada LS : 6,
9731˚ 29, 53” BT : 110, 8104˚ 3, 59”5. Daerah tersebut merupakan
daerah secara greografis yang lingkupnya terbatas untuk menunjukkan
peristiwa yang bersifat lokal.
Harapan penulis, budaya wayang klitik yang diselenggarakan
tiapa tahun menunjukkan adanya peran syiar Islam pada zaman dahulu.
Hal ini, dirujukkan pada zaman kesultanan atau kerajaan yang
didasarkan penyebaran Islam yang masih kental kaitannya dengan
sejarah para Walisongo, seperti sunan Kalijogo yang sering
menggunakan pementasan drama dengan wayang kulit atau budaya
lokal. “Hasil dakwah para wali pun akhirnya menunjukkan keberhasilan
seperti yang dirasakan saat ini.”6
4
Untuk mengantisipasi kerusakan Wayang Klitik yang asli, pihak Desa Wonosoco, Kecamatan Undaan,
berupaya membuat replika wayang klitik yang menjadi salah satu kesenian khas di Kota Keretek. Hal itu
dilakukan karena wayang asli akan segera dimuseumkan. Kebijakan itu ditempuh karena usia wayang asli
yang sudah mencapai puluhan tahun dan perlu diselamatkan untuk peninggalan generasi mendatang, baca
(Suara Merdeka; 20/03/2013).
5
Data menurut “SNVT Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010” yang tertulis
di tempat Mata air sendang Ds. Wonosoco.
6
Salah satu nara sumber Jadul Maula acara seminar wayang klitik di Gedung menara YMS3K, 20/2/2014.
4
Dipilihnya lingkup spasial karena pentingnya budaya lokal
tersebut untuk dipertahankan bahkan muncul kalimat Arab Digarap,
Jowo Digowo. Artinya dakwah yang dilakukan para wali tidak
meninggalkan budaya Jawa. Dengan begitu, acara seperti selametan
dan ritual wayang klitik hingga saat ini perlu dipertahankan, karena
budaya lokalnya masih kental. Untuk itu, dia berharap tidak usah
memaknai acara semacam selametan menjadi bid’ah atau haram.7
Ruang lingkup temporal merupakan batasan waktu yang telah di
tentukan untuk menjadi objek penelitian.8 Data penelitian ini terjadi
sejak zaman kerajaan-kerajaan di Indonesia sampai era Colonial sekitar
abad 16-20, yakni ditemukannnya Mata Air Sendang dan Wayang Klitik
dijadikan sebagai Simbol selametan Warga Wonosoco.
Dipilihnya lingkup temporal tersebut menandaskan bahwa tradisi
Wayang Klitik di Desa Wonosoco sudah berlangsung turun temurun. Dari
keterangan Juru Kunci mata air sendang Pak slamet, Asal-usul tradisi ini
dilakukan yaitu, Sewaktu Pangeran
Kejoran bertapa (Istokhoroh B.
Arab, teteki B. Jawa) dia ingin melihat sosok penunggu Mata Air
tersebut,
lalu
pangeran
Kejoran
di
suruh
noleh
ngalor
ngetan
(menghadap utara timur) dan melihat wanita cantik berbaju Hijau
mupus membawa selendang locan berjarit batik kawong ditanya
Pangeran Kejoran asalmu dari mana? Aku yang mengku(menjaga)
Sendang
Dewot
ini(MBAH
NGARIYAH)
dan
Ini
adikku
yang
mengku(menjaga) Sendang Gading ini (MBAH SUMINAH) aku pesan
sama kamu dua mata air sendang ini adalah air kehidupan untuk
menghidupi semua warga, maka dari itu aku tolong buatkan “Wayang
Klitik” yang berasal dari kayu yang supaya besok anak cucu kita
melestarikan sumber mata air ini tidak akan surut dan satu tahun sekali
wayang tersebut di buat ritual dan sebelum ritual Wayang kayu(Klitik)
7
Radar Kudus, 21/2/2014
8
Baca “Perlawanan Samin” Abdul Rosyid. Hlm. 28
5
menyembelih kambing kendit (kambing yang mempunyai bulu putih
yang melingkar di tubuhnya).
Adapun ruang lingkup keilmuan adalah ilmu yang dijadikan
sebagai pemandu atau membantu ilmu sejarah untuk penelitian ilmu
sejarah. Ilmu sejarah dalam penelitian ini kategori sejarah kebudayaan
dan kesenian Perwayangan di Indonesia. Wayang sebagai titik temu nilai
budaya Jawa dan Islam adalah suatu momentum yang sangat berharga
bagi perkembangan kahasanah budaya Jawa. 9 Adapun ilmu bantu yang
digunakan dalam penelitian ini adalah ilmu dakwah. Sejak zaman
kerajaan yang dijadikan salah satu media penyebaran islam adalah seni
perwayangan. Menurut M. Aminuddin Sanwar Media dakwah adalah alat
yang dipakai sebagai perantara untuk melaksanakan kegiatan dakwah. 10
Seperti halnya wayang klitik di desa wonosoco, yang dulu sebagai
upacara bersih sendang sekaligus berupaya sebagai ajaran penyiaran
agama islam pada zaman nenek moyang. Bahkan Sunan Kudus
merupakan orang pertama yang menciptakan Wayang Menak yang
diadaptasi dari cerita zaman kenabian. Hal ini menunjukkan bahwa
wayang juga dianggap ada nilai-nilai Hindu jelas kurang tepat, karena
fakta sejarah menunjukkan wayang merupakan salah satu media paling
efektif dalam perkembangan agama Islam pada zaman dahulu. Karena
masyarakat semasa itu masih memeluk agama Hindu. Walisongo tak
langsung menentang kebiasaan-kebiasaan yang sejak lama menjadi
keyakinan masyarakat.
Dalam sejarah di Desa Wonosoco, Penulis menggunakan
kedekatan psikis dan fisik yaitu menghormati leluhur Desa Wonosoco.
Penulis akan menggambarkan dan menguraikan secara factual apa yang
dilihat dan ditemukan dari objek penelitian ini. Penulis berupaya untuk
9
H. M. Darori Amin, dkk., Islam dan Kebudayaan Jawa, Gama Media, Yogyakarta, 2000, hlm.183
10
M. Aminuddin Sanwar, Pengantar Studi Ilmu Dakwah, Fakultas Dakwah IAIN Walisongo, Semarang, 1984,
hlm. 77
6
menghimpun, mengolah, dan menganalisa. Sedangkan data yang
penulis peroleh dengan cara, observasi dan wawancara.
Kedekatan Psikis
Pendekatan psikis yang dilakukan penulis terhadap topik ini,
dalam mempertimbangkan aspek penghormatan masyarakat terhadap
leluhur mereka adalah Pertama: kebudayaan wayang klitik di Desa
Wonosoco sudah mendarah daging bagi masyarakat setempat, Ke-Dua:
upaya yang dilakukan masyarakat setempat demi menghormati leluhur
bisa dilihat dengan adanya pagelaran Wayang Klitik yang diadakan
setiap tahunnya, Ke-Tiga: Ds. Wonosoco memiliki budaya local (wayang
Klitik) yang keberadaannya berpotensi bagi kelestarian wayang di
Indonesia.
Kedekatan Fisik
Pendekatan Fisik yang dilakukan penulis terhadap topik ini, adalah
Pertama: pementasan atau pertunjukkan Wayang Klitik selalu
menyampaikan nilai-nilai yang sedikit banyaknya akan membawa
pengaruh bagi para penggemarnya, Ke-Dua: penulis menemukan
Wayang Klitik banyak mengandung falsafah kehidupan religious
terhadap upacara bersih sendang di Desa Wonosoco, Ke-Tiga: penulis
berharap adanya pemerhati daerah yang memotret kebudayaan lokal
tersebut.
B. Pembahasan
1. Bagaimana kegiatan tersebut dianggap sakral dan wajib
untuk dilaksanakan per-tahunnya?
Peran budaya wayang klitik sudah mendarah daging dan sudah
menjadi tradisi tahunan yang haram untuk ditinggalkan. Hal ini sejalan
7
dengan amanat Eyang Saji ketika memberi wasiat pada penduduk desa
Wonosoco untuk melestarikan Tanggapan wayang klitik di bulan Rajab.
Kepercayaan animisme masioh melekat sampai sekarang. Msyarakat
takut untuk meninggalkannya mengingat kejadian yang pernah
menimpa warga. Penduduk desa pernah terserang wabah penyakit
diantaranya Muntah-muntah, sakit perut dan pusing bahkan sampaisampai Air Sumber Sendang berubah warna menjadi Merah. Kejadian itu
dianggap warga desa sebagai peringatan karena tidak melaksanakn
Tradisi yang sudah dianjurkan.
Mengingat hal tersebut secara otomatis membuat trauma bagi
masyarakat setempat dan menjalankan amanat Eyang Saji yang
menyuruh untuk mengadakan ritual wayang klitik.
Selain amanat, desa Wonosoco sekarang menganggap tanggapan
(b.Jawa) Wayang Klitik untuk bersih Sendang sebagai hiburan bagi
penduduk lokal. Hal ini dutunjukkan dengan kemeriahan dan keceriaan
warga ketika menjelang hari perayaan tidak hanya penduduk setempat
tapi dari desa lain seperti Undaan lor atau desa-desa lainnya juga ikut
berdatangan kedesa Wonosoco.
Wisata Domestik
Pada tahun 2010 Bupati Kudus H. Musthofa, meresmikan
tempat Mata Air Sendang di Wonosoco, menjadi tempat wisata
umum meskipun letaknya di pojok kota Kudus. Selain
pembangunan yang di desain dengan sedemikian bagusnya,
suasana keasrian hutan tropis menambah pengunjung merasa
nyaman dan betah untuk singgah di Desa Wonosoco.
Daya tarik wisata tidak berhenti disitu, beberapa wisata seperti
gedung seni wayang klitik, goa glebon, tebing-tebing, goa
surodipo, goa keraton, dan pesarean ki pakis aji. Menambah
panorama khas akan kebudayaan dan situs alam untuk wisata
domestik. Secara tidak langsung budaya Wayang Klitik membuat
8
semangat masyarakat untuk mengembangkan wisatawan dari
segi geografis dan alamnya.
2. Mengapa Wayang Klitik di kesampingkan oleh bangsa
kita, yang memiliki etos budaya leluhur layaknya
Wayang Kulit yang masih banyak kita temui di berbagai
daerah?
Wayang klithik adalah wayang yang terbuat dari kayu.
Berbeda dengan wayang golek yang mirip dengan boneka,
wayang klitik berbentuk pipih seperti wayang kulit. Wayang ini
pertama kali diciptakan oleh Pangeran Pekik, adipati Surabaya, dari bahan kulit dan
berukuran kecil sehingga lebih sering disebut dengan wayang krucil.
Di Jawa Tengah wayang klithik memiliki bentuk yang mirip
dengan wayang gedog. Tokoh-tokohnya memakai dodot rapekan,
berkeris, dan menggunakan tutup kepala tekes (kipas). Di Jawa
Timur tokoh-tokohnya banyak yang menyerupai wayang purwa,
raja-rajanya bermahkota dan memakai praba. Di Jawa Tengah,
tokoh-tokoh rajanya bergelung Keling atau Garuda Mungkur saja.
Repertoar cerita wayang klitik juga berbeda dengan wayang
kulit. Di mana repertoar cerita wayang kulit diambil dari wiracarita
Ramayana dan Mahabharata, repertoar cerita wayang klitik
diambil dari siklus cerita Panji dan Damarwulan.11
Kehilangan Ruhnya
Peran dan eksistensinya wayang klitik ditanah jawa kurang
begitu diminati dari pada wayang kulit. Hal ini tidak terjadi pada
wayang klitik saja seperti wayang-wayang lainnya banyak
mengalami kesuraman mungkin karena tergerus era globalisasi.
Rizem Aizid, Atlas tokoh-tokoh wayang. Yogyakarta: Diva Press (anggota IKAPI), 2012,
hal. 41
11
9
Penulis menemukan adanya beberapa faktor lunturnya
budaya wayang klitik di Indonesia :
a. Minimnya minat untuk memperhatikan budaya
wayang klitik atau wayang lainnya.
b. Cerita yang terkandung dalam pemetaannya monoton
sehingga lama kelamaan kurang menarik.
c. Bahasa dan gaya yang digunakan sangat klasik dan
rumit untuk dipahami oleh orang awam
d. Munculnya media sosial dan elektronik yang
mengalihkan perubahan globalisasi.
Dari beberapa faktor tersebut, perwayangan di Indonesia sulit
untuk bangkit dari kesuramannya. Satu-satunya yang harus dilakukan
pemerintah adalah supaya untuk merayakannya di acara-acara tertentu
seperti yang masih dilakukan hingga sekarang yaitu peringatan 17
Agustus, upacara desa, hari nasional dll.
3. Bagaimana kita sebagai regenerasi melestarikan karya
seni yang hampir punah ini?
Budaya yang dahulu tak ternilai harganya, kini justru menjadi
budaya yang tak bernilai di mata masyarakat. Sikap yang tak
menghargai itu memberikan dampak yang cukup buruk bagi
perkembangan budaya tradisional di negara kita. Mengapa? Karena
salah satu cara untuk melestarikan budaya trsdisional adalah sikap dan
perilaku dari masyarakatnya sendiri. Jika dalam diri setiap masyarakat
terdapat jiwa nasionalis yang dominan, melestarikan budaya tradisional
merupakan suatu kebanggaan, tapi generasi muda sekarang ini justru
beranggapan yang sebaliknya, sehingga mereka menggagap
melestarikan budaya itu suatu paksaan. Jadi kelestarian budaya
tradisional itu juga sangat bergantung pada jiwa nasionais generasi
mudanya.
10
Sebagai para generasi muda penerus bangsa, jiwa dan sikap
nasionalis sangatlah diperlukan. Bukan hanya untuk kepentingan politik
saja kita dituntut untuk berjiwa nasionalis, tetapi dalam
mempertahankan dan melestarikan budayapun juga demikian. Kita
butuh untuk menyadari bahwa untuk mempertahankan budaya
peninggalan sejarah itu tidak mudah. Butuh pengorbanan yang besar
pula. Oleh karenanya tak cukup apabila hanya ada satu generasi muda
yang mau untuk tapi yang lain masa bodoh. Dalam melakukannya
dibutuhkan kebersamaan untuk saling mendukung dan mengisi satu
sama lar[.in. Dalam kata lain dalam menjaga kelestarian budaya juga
diperlukan kekompakan untuk saling mengisi dan mendukung.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menyelamatkan
beragam seni budaya yang hampir punah adalah dengan
melaksanakan: Pendataan, Inventarisasi, dan Pendokumentasian.12
Peran Mahasiswa
Menyikapi hal tersebut penulis juga ikut prihatin atas rendahnya
generasi yang mempunyai minat melestarikan generasi wayang di
Indonesia. Sebagai mahasiswa tentunya harus memeliki sikap empati
dan Skeptis serta ikut berperan aktif dalam melestarikan seni budaya
wayang. Atas identisnya mahasiswa didasarkan pada agen of change
(agen perubahan). Tentunya hal tersebut membuat rujukan atas peran
mahasiswa untuk menumbuhkan semangat jiwa para remaja dan
masyarakat pada umumnya, seperti melaksanakan acara seminar
kebudayaan atau pagelaran wayang.
Namun untuk memerangi arus globalisasi ibarat menerjang
ombak yang sangat sulit atau bahkan tidak mungking untuk diterjang.
Tapi paling tidak mahasiswa atau remaja sudah mempunyai semangat,
12
http://hannypuspita.wordpress.com/education/tergesernya-budaya-tradisional-karena-pengaruh-budayaasing/
11
untuk berperan aktif dalam melestarikan budaya wayang yang
keberadaannya hampir punah.
C. Penutup
Saya penulis hanya bisa mengucap sepatah kata terima kasih
banyak kepada semua nara sumber dan dosen pengampu Bp. Rosyid,
yang sudah membimbing dan mendampingi dalam penulisan ini.
Semoga penelitian ini bisa dijadikan rujukan kepada siapa yang ingin
menelitinya lebih lanjut dan bisa bermanfaat bagi umumnya. Amiiin.
Sekian terima kasih.
Daftar Pustaka
Rosyid, Abdul. “Perlawanan Samin”.
Amin. M. Darori, dkk, Islam dan Kebudayaan Jawa, Gama Media,
Yogyakarta, 2000.
Sanwar, M. Aminuddin, Pengantar Studi Ilmu Dakwah, Fakultas Dakwah
IAIN Walisongo, Semarang, 1984,
Suara Merdeka; 20/03/2013
Radar Kudus, 21/2/2014
Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia besar
http://hannypuspita.wordpress.com/education/tergesernya-budayatradisional-karena-pengaruh-budaya-asing/
Data menurut “SNVT Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2010” yang tertulis di tempat Mata air sendang Ds.
Wonosoco.
Responden
“ Sutikno” adalah dalang wayang klitik di desa wonosoco.
“Jadul Maula” acara seminar wayang klitik di Gedung menara YMS3K,
20/2/2014.
“Pak Slamet” juru kunci mata air sendang
12