INTEGRITAS PENEGAK HUKUM KEPOLISIAN KEJA

INTEGRITAS PENEGAK HUKUM (KEPOLISIAN, KEJAKSAAN, KPK)
DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI
Oleh : Mamay Komariah, S.H., M.H*)
ABSTRACT
Corruption is classified as extra-ordinary crime and should be eradicated.
Eradication of corruption should always be a priority for the government's agenda to
be tackled. In handling must be done by several agencies that have the authority
about it. In Indonesia, law enforcement agencies in criminal acts korupsidiantaranya
the police, judiciary and the Corruption Eradication Commission (KPK) which has
been formulated in Act No. 31 of 1999 on Corruption Eradication Jo Act No. 20 of
2001.
Integrity of the three institutions in enforcing the law has been stipulated in the
legislation of each institution, which has the authority respectively, but
padapelaksanaannya often a conflict of these three agencies it is in because of
differences in the objectives to be achieved.
Constraints faced in creating the integrity of law enforcement in both the
corruption of the legal factors including the existence of legislation that is considered
to be overlapping so that the pull of authority.
Keywords : Integrity, Law Enforcement, Corruption.
ABSTRAK
Korupsi digolongkan sebagai extra-ordinary crime yang harus diberantas.

Pemberantasan korupsi harus selalu dijadikan prioritas agenda pemerintahan untuk
ditanggulangi. Dalam penanganannya harus dilakukan oleh beberapa instansi yang
mempunyai kewenangan tentang hal itu. Di Indonesia penegak hukum dalam tindak
pidana korupsi diantaranya Kepolisian, Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) yang telah terformulasi dalam Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001.
Integritas para penegak hukum Kepolisian Kejaksaan dan KPK seharusnya
menciptakan keharmonisan karena pada dasarnya ketiga lembaga tersebut telah
memiliki kewenangan masing-masing. Ketiga lembaga tersebut masing-masing
payung hukum nya adalah Undang-Undang. Meskipun pada kenyataannya KPK
sebagai salah satu penegak hukum dalam tindak pidana korupsi akan mengambil
alih fungsi dan tugas Kepolisian dan Kejaksaan untuk melakukan
penyelidikan,penyidikan dan penuntutan dalam perkara-perkara korupsi tertentu.
Kendala-kendala yang dihadapi dalam menciptakan integritas penegak hukum
yang baik dalam tindak pidana korupsi diantaranya dari faktor hukum yakni adanya
peraturan perundang-undangan yang dianggap tumpang tindih sehingga adanya
tarik menarik kewenangan, karena dianggap peraturan perundang-undangan bersifat
over lapping (tumpang tindih).
Kata Kunci : Integritas, Penegak Hukum, Tipikor.

*)

Tenaga Pengajar Fakultas Hukum Universitas Galuh

76

I.

PENDAHULUAN

bentuk perundang-undangan tersebut

A. LATAR BELAKANG
Tindak

berupa : TAP MPR No. XI/MPR/1998

pidana

korupsi


tentang

Penyelenggaraan

Negara

merupakan persoalan klasik yang

Yang Bersih, Bebas Korupsi, Kolusi,

telah

dan

lama

ada.

Tindak


pidana

Nepotisme;

korupsi di Indonesia hingga saat ini

Nomor

masih menjadi salah satu penyebab

Penyelenggaraan

terpuruknya sistem perekonomian di

Bersih, Bebas Korupsi, Kolusi, dan

indonesia

secara


Nepotisme 6; Undang-Undang Nomor

sistemik dan meluas hingga bukan

31 tahun 1999 Jo Undang-Undang

saja merugikan kondisi keuangan

Nomor

negara tetapi juga telah melanggar

Pemberantasan

hak-hak

Korupsi; Undang-Undang Nomor 30

yang


terjadi

sosial

dan

ekonomi

dewasa

ini

telah

tahun

20

tahun


masyarakat secara luas.
Korupsi

28

Undang-Undang
1999
Negara

tahun

Tindak

2002

Yang

tentang
Pidana


tentang

Komisi

Tindan

Pidana

Pemberantasan

menjadi masalah global antar negara,

Korupsi;

yang

kejahatan

Korupsi. Pembentukan dua institusi


transnasional bahkan atas implikasi

ini merupakan salah satu upaya yang

buruk multidimensi kerugian ekonomi

dilakukanoleh

dan keuangan negara yang besar,

legislatif dalam pemberantasan tindak

maka

pidana

korupsi.

Nomor


7

tergolong

korupsi

sebagai

dapat

digolongkan

extra-ordinary

sehingga

harus

crime


diberantas.

Pemberantasan korupsi harus selalu
dijadikan

prioritas

dan

2001

tentang

Pengadilan

pemerintah

dan

Undang-Undang

Tahun

Pengesahan

Khusus

2006

United

tentang
Nations

Convention Againts Corruption 2003.
Dengan

agenda

banyaknya

ditanggulangi

penerbitan peraturan perundangan

secara serius dan mendesak serta

yang terkait dengan pemberantasan

sebagai bagian dari program untuk

korupsi

memulihkan kepercayaan rakyat dan

membuat para koruptor menjadi takut

dunia internasional.

untuk

pemerintahan

untuk

Dalam rangka meningkatkan

tersebut,

tidak

melakukan

tindak

seketika
pidana

korupsi, tapi yang paling penting

pertumbuhan ekonomi suatu negara

adalah

bagaimana

penerapan/

yang bersangkutan, tidak terkecuali

operasionalisasi/

Indonesia. Berbagai kebijakan dalam

kesemua peraturan tersebut dalam

implementasi

77

menanggulangi tindak pidana korupsi

lembaga

yang ada di Indonesia. Seperti yang

Kepolisian,

diungkapkan

Pemberantasan

oleh

penegakan
selesai

Muladi

hukum

hanya

bahwa

hukum

seperti

Kejaksaan,dan

Komisi

Tindak

Korupsi, maka salah satu mekanisme

pengaturan

dalam sub sistem peradilan pidana

dalam suatu undang-undang, tetapi

yaitu

penyidikan

juga

perlu

untuk

harus

diterapkan

dilaksanakan

dalam

Pidana

tidak

pidana

pada

penegak

dan

masyarakat

dan

penuntutan,

diberdayakan

secara

lebih optimal.

(Muladi: 1995: 13).
Oleh
berlebihan

karena
ketika

tindak

korupsi merupakan tindak

tidaklah
pidana
pidana

yang sudah kronis dan sulit untuk di
sembuhkan,

sehingga

dalam

penanganannya harus dilakukan oleh
beberapa instansi yang mempunyai
kewenangan tentang hal itu. Dalam
pelaksanaannya
semudah

ternyata

yang

peraturan

tidak

tertulis

dalam

perundang-undangan.

Karena dalam praktek, baik yang
sudah terjadi atau baru diprediksikan
akan terjadi, ternyata pelaksanaan
kerja

KPK

terbentur

permasalahan.

banyak

Permasalahan

tersebut antara lain adalah hubungan
kordinasi antara KPK dengan pihak
Kepolisian dan Kejaksaan sebagai
sub sistem dari Peradilan Pidana
Terpadu dan juga tugas danperanan
KPK itu sendiri sebagai super body.
Dalam rangka membangun kembali
kepercayaan publik terhadap peran
dancitra

lembaga

peradilan

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Integritas Penegak
Hukum (Kepolisian, Kejaksaan,
KPK)

dalam

Tindak

Pidana

Korupsi?
2. Kendala-kendala

apa

yang

dihadapi oleh Penegak Hukum
(Kepolisian,

Kejaksaan,

KPK)

sebagai penegak hukum dalam
Tindak

Pidana

Korupsi

demi

tercapainya Integritas Penegak
Hukum yang baik?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk

mengetahui

Penegak

Hukum

Kejaksaan,
Tindak

(Kepolisian,

KPK)

menangani

Integritas
dalam

Pemberantasan

Pidana

Korupsi

di

Indonesia.
2. Untuk

mengetahui

Kendala-

kendala apa yang dihadapi oleh
Penegak
Kejaksaan,

Hukum
KPK)

(Kepolisian,
sebagai

penegak hukum dalam Tindak

dan

78

Pidana Korupsi demi tercapainya

diitegakkan. Dengan kata lain hukum

Integritas Penegak Hukum yang

tidak

baik.

fungsi

mampu untuk

menjalankan

utamanya

bila

tidak

di

bidang

ditegakkan”.
D. Manfaat Penelitian
1. Secara

Menurut

teoritis

diharapkan

penelitian

dapat

sumbangan

memberikan

ilmiah

pengetahuan

ini

bagi

hukum

ilmu
dalam

pengembangan hukum pidana.
2. Secara Praktis hasil penelitian
yang berfokus pada perlindungan
hukum

ini

diharapkan

bisa

menjadi bahan pertimbangan dan
sumbangan

pemikiran

serta

dapat memberikan kontribusi dan
solusi konkrit bagi para Penegak
Hukum

dalam

upaya

penanggunalangan pemberantasan tindak pidana korupsi yang
baik.
II.

penegakan hukum pidana didukung
oleh alat pelengkap dan peraturan
yang

relatif

lebih

lengkap

dari

penegakan hukum di bidang-bidang
lainnya. Aparat yang dimaksud disini
adalah

kepolisian

kejaksaan

pengadilan dan lembaga eksekusi
pidana,

sedangkan

peraturan-

peraturan yang ada dikatakan lebih
lengkap ialah antara lain ketentuan
Hukum
Undang

Acara

Pidana,

tentang

UndangKekuasaan

Kehakiman, Undang-Undang tentang
Kepolisan Republik Indonesia dan
Undang-Undang tentang Kejaksaan
Republik Indonesia (Muladi;1995:vii).
Undang-Undang

PEMBAHASAN

1. Integritas
(Kepolisian,

Penegak

Hukum

Kejaksaan,

KPK)

Satjipto Rahardjo antara lain
menyatakan “Hukum tidak bisa tegak
sendirinya,

artinya

tidak

mampu untuk mewujudkan sendiri
nilai-nilai serta kehendaknya yang
tercantum

dalam

Nomor

31

Tahun 1999 sebagaimana diubah
dengan Undang-Undang Nomor 20
tahun 2001 tentang Pemberantasan

dalam Tindak Pidana Korupsi

dengan

Sudarto

peraturan-

peraturan hukum itu. Hukum akan
kehilangan maknanya apabila tidak

Tindak Pidana Korupsi, juga memuat
ide-ide atau konsep-konsep yang
harus diejawantahkan oleh penegak
hukum. Sebagai suatu kebijakan
yang rasional, penegakan UndangUndang

tentang

Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi memiliki 3
elemen
lainnya,

yang
yaitu

terkait

satu

sama

Undang-Undang

79

tentang

Pemberantasan

Pidana

Korupsi

Legislasi
diterapkan

sebagai

yang

Tindak

penegak hukum dalam tindak pidana

produk

korupsi teridiri dari Jaksa, Polisi, dan

kemudian

oleh

aparat

akan

KPK.
Kedudukan

penegak

fungsi

diatur

dalam

hukum (Kebijakan Aplikasi/Yudikatif)

kepolisian

dan

Undang-Undang Nomor 13 Tahun

dilaksanakan

pelaksana

oleh

(Kebijakan

Administrasi).

aparat

Eksekutif/

Dengan

kata

lain,

1961

telah

dan

tentang

Kepolisian

Pokok

Negara.

Kekuasaan
Berdasarkan

bahwa dalam penegakan hukum

Pasal 2 Undang-Undang Nomor 13

termasuk

Tahun

penegakan

pemberantasan

tindak

atau
pidana

1961

sebagi berikut:

kebijakan yudikatif, dan kebijakan

a. Memelihara

Upaya pemberantasan tindak pidana

Pokok

Kekuasaan Kepolisian Negara dirinci

korupsi terkait kebijakan legislative,
eksekutif sebagai satu kesatuan.

tentang

ketertiban

dan

menjamin keamanan umum;
b. Dalam

bidang

peradilan

korupsi, memang seharusnya telah

mengadakan penyelidikan atas

menjadi agenda prioritas seluruh

kejahatan

dan

aktivitas penegakan hukum.

menurut

ketentuan-ketentuan

Kejahatan korupsi yang semula

pelanggaran

dalam undang-undang Hukum

dipandang sebagai kejahatan biasa

Acara

(Ordinary

peraturan Negara;

Crime),

masyarakat

internasional saat ini, sepakat untuk
menempatkan

kejahatan

korupsi

Pidana

dan

c. Mengawasi

lain-lain

aliran-aliran

kepercayaan

yang

dapat

sebagai kejahatan luar biasa (Extra

membahayakan masyarakat dan

Ordinary Crime). Keadaan luar biasa

Negara;

tersebut

meniscayakan

adanya

d. Melaksanakan
lain

tugas-tugas

tindakan dan penanganan secara

khusus

yang

diberikan

luar biasa pula. Penanganan yang

kepadanya oleh suatu peraturan

luar biasa tidaklah berarti dapat

Negara.

keluar dari koridor the rule of law.

Bersama dengan bergulirnya

Karena sifat kejahat korupsi yang

reformasi lahirlah Undang-Undang

merupakan

nomor

sehingga
harus

kejahatan
dalam

secara

luar

luar

biasa

penangannnaya
biasa.

Maka

2

Tahun

2002

tentang

Kepolisian

Republik

Indonesia

sebagai

wujud

legitimasi

80

kemandirian

lembaga

Kewenangan

yang

kepolisian.

dimiliki

oleh

dan

orang

korupsi

penyidikan

aparat

ketentuan

Pasal 13 Undang-undang tersebut
juga

berdasarkan

Hukum

Acara

yang

b. Mendapat
dan/atau

kepolisan

dalam

penyidikan

kewenangan

adalah

sebagai

Selain

kewenangan

oleh
atau

c. Menyangkut
paling

yang

masyarakat;
kerugian
sedikit

1.000.000.000,00

pembantu jaksa.

hukum

perhatian

Pada

status

ada

penyelenggara negara;
meresahkan

tersebut

dilakukan

penegak

Pidana yang berlaku atau RBG.
ketentuan

yang

kaitannya dengan tindak pidana

kepolisian dalam menjalakan tugas
disamping

lain

negara
Rp.

(satu

milyar

rupiah).

sebagaimana diatur dalam KUHAP

Dari ketentuan tersebutdapat

kepolisian juga mempunyai tugas

dilihat bahwa kewengan melakukan

dan

sebagaimana

penyidikan terhadap tindak pidana

perundang-undangan

korupsi yang bisa dilakukan oleh

wewenang

diaturdalam

salah satunya

lembaga penyidik kepolisian adalah

adalah Undang-Undang Nomor 20

Menyangkut kerugian negara paling

Tahun 2001 tebtang Pemberantasan

sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu

Tindak

milyar

lain

yangtersebar,

Pidana

Korupsi.

Yaitu

rupiah).

Tidak

melakukan kewenangan penyidikan

perhatian

terhadap tindak pidana korupsi tetap

masyarakat; dan/atau serta tidak

dimiliki oleh kepolisan sekalioun dua

Melibatkan aparat penegak hukum,

lembaga

yaitu

penyelenggara negara, dan orang

kejaksaan dan KPK juga mempunyai

lain yang ada kaitannya dengan

wewenag tersebut. Ketentuan Pasal

tindak pidana korupsi yang dilakukan

11 Undang-Undang Nomor 30 Tahun

oleh aparat penegak hukum atau

2002 tentang KPK menyebutkan

penyelenggara negara;

penyidikan

lain

yang

Mendapat
meresahkan

Korupsi

Ketentuan tentang kewenangan

berwenang melakukan penyelidikan,

melakukan penyidikan yang dimiliki

penyidikan, dan penuntutan tindak

oleh

pidana korupsi yang :

ketegasan bahwa sesuai dengan

bahwa

Pemberantasan

penyidik

Polri

memberikan

penegak

Undang-Undang Nomor 2 Tahun

hukum, penyelenggara negara,

2002 tentang Kepolisian Republik

a. Melibatkan

aparat

81

Indonesia, kedudukan penyidik polri

Kejaksaan

dalam

proses

hal

tugas

penyidikan

sebagai

perkara

pengendali

(Dominus

merupakan pemegang peran utama

mempunyai

melakukan

terhadap

dalam penegakan hukum karena

Namun

hanya institusi kejaksaan yang dapat

semua

penyidikan

tindak

pidana.

kedudukan

Litis),

demikian undang-undang tersebut

menentukan

memberikan pembatasan bahwa hal

pidanaini

tersebut tetap harus memperhatikan

pengadilan atau tidak.

dan tidak mengurangi kewenangan

Wewenang

sentral

apakah
dapat

perkara

diajukan
dan

ke

tugas

yang dimiliki oleh penyidik lainnya

kejaksaan

sesuai dengan peraturan yang telah

Undang-Undang Nomor 16 Tahun

ada.

2004 tentang Kejaksaan Republik
Lembaga lain yang merupakan

diaturdalam

dari

Pasal

30

Indonesia, yaitu:

penegak hukum dalam tindak pidana

a. Melakukan penuntutan;

korupsi adalah kejaksaan. Kejaksaan

b. Melaksanakan penetapan hakim

yang merupakan lembaga negara

dan putusan pengadilan yang

yang

kekuasaan

telah

penuntutan

hukum tetap;

melaksankan

negara

di

begitupun
korupsi

bidang
dalam

tindak

kejaksaan

pidana

di

berikan

memperoleh

c. Melakukan

kekuatan

pengawasan

terhadap pelaksanaan putusan

melakukan

pidana

bersyarat,

penuntutan, selain itu kejaksaanpun

pidana

pengawasan,

diberikan

keputusan lepas bersyarat;

wewenang

untuk

kewenangan

melakukan

penyidikan

perwujudan

dari

untuk
sebagai

Undang-Undang

d. Melakukan

putusan
dan

penyelidikan

terhadap tindak pidana tertentu
berdasarkan undang-undang;

Komisi Pemberantas Korupsi.
Dalam Undang-Undang Nomor

e. Melengkapi

berkas

perkara

16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan

tertentu dan untuk itu dapat

Republik

melakukan

Kejaksaan

Indonesia
RI

Pasal

adalah

pemerintah

yang

kekuasaan

negara

2

lembaga

melaksanakan
di

bidang

penuntutan serta kewenangan lain
berdasarkan

pemeriksaan

tambahan sebelum dilimpahkan
ke

pengadilan

yang

dalam

pelaksanaannya dikoordinasikan
dengan penyidik.

Undang-undang.

82

Dalam Penjelasan Pasal 30

kejahatan

korupsi

telah

Undang-Undang Nomor 16 Tahun

mendapatkan pembenaran yuridis.

2004 tentang Kejaksaan Republik

Sehingga kehadiran KPK, umumnya

Indonesia,

cenderung

dijelaskan

bahwa

menimbulkan

Kewewenangan dalam ketentuan ini

kontroversial

adalah kewewenangan sebagaimana

penegakan hukum kejahatan korupsi

diatur

Undang-

di tingkat lapangan. Kekhawatiran

Undang Nomor 26 Tahun 2000

terhadap kredibilitas KPK sebagai

tentang

Asasi

lembaga baru adalah hal yang wajar,

Undang-Undang

mengingat di tangan badan inilah

misalnya

Pengadilan

Manusia
Nomor

adalah

dan
31

1999

tentang

harapan

Tindakan

Pidana

korupsi

Tahun

Pemberantasan

Hak

dalam

terakhir
di

praktek

pemberantasan

Indonesia.

Pasal

43

Korupsi sebagaimana telah diubah

Undang-Undang Nomor 31 Tahun

dengan Undang-Undang Nomor 20

1999 menyebutkan bahwa tugas dan

Tahun

2001

wewenang KPK adalah melakukan

Nomor

30

Komisi

jo.

Undang-Undang

Tahun

2002

tentang

melakukan koordinasi dan supervisi,

Tindak

termasuk melakukan penyelidikan,

Pemberantasan

penyidikan, dan penuntutan sesuai

Pidana Korupsi.
Dalam

ketentuan

undang-

undang tersebut maka kejaksaan
diberikan

kewenangan

melakukan

penyidikan

dengan

ketentuan

peraturan.

perundang-undangan yang berlaku.

yaitu

Ketentuan Pasal 6 Undang-

terhadap

Undang Nomor 30 Tahun 2002,

lain

tindak pidana tertentu. Kewenangan

mengatur

kejaksaan

diemban oleh KPK yaitu :

melakukan

penyidikan

terhadap tindak pidana

korupsi

tentang

berwenang

dimiliki oleh penyidik polri dan KPK,

pemberantasan

dengan

korupsi;

diaturdalam

Pasal

yang
11

telah

Undang-

berwenang

tentang

pemberantasan

Pemberantasan

Korupsi.

melakukan
tindak

pidana

b. Supervisi terhadap instansi yang

Undang Nomor 30 Tahun 2002
Komisi

yang

a. Koordinasi dengan instansi yang

sama dengan kewenangan yang
ketentuan

tugas

melakukan
tindak

pidana

korupsi;

Fungsi KPK, sebagai lembaga
Super Body institusi penegak hukum

83

c. Melakukan
penyidikan,

penyelidikan,

seluruh berkas perkara beserta

penuntutan

alat bukti dan dokumen lain yang

dan

terhadap tindak pidana korupsi;
d. Melakukan

tindakan-tindakan

pencegahan

tindak

pidana

lama 14 (empat belas) hari kerja,
terhitung

sejak

e. Melakukan

monitor

terhadap

penyelenggaraan pemerintahan

Pemberantasan Korupsi.
d. Penyerahan
dimaksud

negara.
Atas tugas yang diemban oleh
maka

KPK

diberikan

melaksanakan

supervisi,
penelitian,

atau

terhadap

ayat

(3)

dilakukan dengan membuat dan
menandatangani
tugas

berita

sehingga

dan

acara
segala

kewenangan

berwenang

kepolisian atau kejaksaan pada

pengawasan,

saat penyerahan tersebut beralih

penelaahan

kepada Komisi Pemberantasan

KPK

melakukan

tugas

sebagaimana
pada

penyerahan

wewenang :
a. Dalam

tanggal

diterimanya permintaan Komisi

korupsi; dan

KPK

diperlukan dalam waktu paling

instansi

yang

Korupsi.

dan

Di pihak lain, peran institusi

berkaitan

penegak hukum, seperti Kepolisian,

dengan pemberantasan tindak

Kejaksaan, dan Pengadilan merasa

pidana

korupsi,

instansi

terkurangi, sebab dalam waktu lalu

yang

dalam

melaksanakan

merupakan kewenangan bersama

menjalankan

tugas

wewenangnya

yang
dan

Polisi, Jaksa dan Pengadilan Umum.

pelayanan publik.
b. Dalam melaksanakan wewenang

Akan

tetapi,

sejak

keluarnya

tersebut maka KPK berwenang

Undang-Undang Nomor 30 Tahun

juga mengambilalih penyidikan

2002 tentang Komisi Pemberantasan

atau penuntutan terhadap pelaku

Tindak Pidana Korupsi, kejahatan

tindak

yang

korupsi, dalam ukuran tertentu (di

sedang dilakukan oleh kepolisian

atas 1 miliar) merupakan yurisdiksi

atau kejaksaan.

kompetensi KPK.

pidana

korupsi

c. Dalam hal KPK mengambil alih

Kompleksitas kejahatan korupsi

penuntutan,

mustahil dapat dicari jalan keluarnya

kepolisian atau kejaksaan wajib

hanya dengan pendekatan parsial.

menyerahkan

Dalam

penyidikan

atau

tersangka

dan

ketentuan

hukum

84

internasional, selain korupsi sebagai

Umum dari Undang-Undang Nomor :

kejahatan luar biasa akibat adanya

30 Tahun 2002, KPK :

penyalahgunaan

kewenangan

a. Dapat menyusun jaringan kerja

(abuse

yang

of

power)

menggoyahkan
kehidupan

telah

sendi-sendi

bernegara.

Urgensi

(networking)

yang

memperlakukan
telah

kuat

dan

institusi

ada

yang

sebagai

dibentuknya KPK, melalui Undang-

"counterpartner" yang kondusif

Undang

sehingga

Nomor

tentang

30

Komisi

tahun

2002

Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi diharapkan
dapat mewujudkan masyarakat yang

korupsi

pemberantasan
dapat

dilaksanakan

secara efisien dan efektif;
b. Tidak

memonopoli

tugas

dan

adil dan makmur serta sejahtera

wewenang

berdasarkan Pancasila dan Undang-

penyidikan, dan penuntutan;
c. Berfungsi sebagai pemicu dan

Undang Dasar 1945.
Kedudukan

penyelidikan,

KPK

sebagai

pemberdayaan

institusi

yang

institusi hukum yang strategis oleh

telah ada dalam pemberantasan

karena memiliki kewenangan lebih

korupsi (trigger mechanism);

credible dan profesional UndangUndang

Nomor

tentang

30

Komisi

tahun

2002

Pemberantasan

d. Berfungsi

untuk

melakukan

supervisi dan memantau institusi
yang

telah

ada,

dan

keadaan

tertentu

dan

mengambil

alih

koordinatif antara Kejaksaan dan

wewenang

Kepolisian dengan KPK dapat dilihat

penyidikan,

dengan

(superbody)

yang

Pasal 6 Undang-Undang Nomor : 30

dilaksanakan

oleh

Tahun 2002 seperti telah disebut di

dan/atau kejaksaan.

Tindak Pidana Korupsi.
Hubungan

jelas

fungsional

dalam

penjabaran

Dari

atas. Dalam pasal tersebut terlihat
betapa

besar

wewenang

peran,
dari

pemberantasan

tugas

KPK
tindak

dan

maka

tugas

dan

penjelasan

disimpulkan

dan

penuntutan
sedang
kepolisian
umum

bahwa

ini,

komisi

dalam

harusmenjadikan Kepolisian maupun

pidana

Kejaksaan sebagai ‘counter partner’
yang

ini

pemberantasan

dalam

dapat

penyelidikan,

korupsi. Selanjutnya, mengenai hal
dijelaskan

dalam

Penjelasan

kondusif

dilaksanakan

sehingga

korupsi

secara

efisien

dapat
dan

85

efektif.

Hal

ini

dapat

dipahami

a. Laporan masyarakat mengenai

mengingat keberadaan KPK tidak

tindak

sampai

ditindaklanjuti;

pada

terutama

daerah-daerah

Kabupaten

dan

pidana

b. Proses

korupsi

penanganan

tidak
tindak

Kotamadya. Apabila KPK melakukan

pidana korupsi secara berlarut-

penyelidikan,

penyidikan

larut atau tertunda-tunda tanpa

penuntutan

sendiri

dan

alasan

akan

serta

pembiayaan
Sehingga

pembengkakan

yang

sangat

untuk

penuntutan

dilaksanakan

c. Penanganan
korupsi

besar.

penyidikan

penyelidikan,
penuntutan
yaitu

serta

fungsi

sebagai

pemberdaya

pemicu

institusi

dan

yang

telah

untuk

korupsi yang sesungguhnya;
d. Penanganan
korupsi

tindak

pidana

mengandung

unsur

korupsi;

dan

e. Hambatan penanganan tindak

lainnya,

pidana korupsi karena campur

dan

tangan dari eksekutif, yudikatif,
atau legislatif; atau

fungsi

melakukan supervisi dan memantau
instansi

ditujukan

oleh

memonopoli

penyidikan

pidana

melindungi pelaku tindak pidana

Demikian pula tentang fungsi
tidak

tindak

dan

Kejaksaan Negeri atau Kejaksaan.
KPKuntuk

dapat

dipertanggungjawabkan;

mengakibatkan timbulnya berbagai
kesulitan

yang

ada,

f.

Keadaan

lain

pertimbangan

yang

menurut

kepolisian

atau

dalam

kejaksaan, penanganan tindak

hubungan fungsional antara KPK

pidana korupsi sulit dilaksanakan

dengan

secara

menandakan

bahwa

Kejaksaan

dan/atau

Kepolisian akan tetap memberikan
peran yang besar kepada kedua
lembaga

terdahulu

melaksanakan

itu

untuk

penyelidikan,

itu

dalam

dan

dapat

dipertanggungjawabkan.
Dalam

melaksanakan

tugas

penyidikan,

dan

penyelidikan,

penuntutan terhadap tindak pidana
korupsi, KPK berwenang melakukan

penyidikan dan penuntutan.
Selain

baik

Undang-

penyelidikan,

penyidikan,

dan

undang juga diberikan persyaratan

penuntutan tindak pidana korupsi

terhadap perkara yang dapat diambil

yang :

alih oleh KPK, yaitu :

a. Melibatkan

aparat

penegak

hukum, penyelenggara negara,

86

dan

orang

lain

yangada

kaitannya dengan tindak pidana
korupsi

yang

dilakukan

aparat

penegakhukum

atau
yang

masyarakat;

pada

c. Menyangkut

kerugian

paling

negara

sedikit

1.000.000.000,00

hakekatnya

Komisi Pemberantas Korupsi yang
diatur dalam Undang-Undang Nomor
30

Tahun

2002

Pemberantasan

dan/atau
Rp.

(satu

milyar

rupiah)

tentang

Komisi

Korupsi,

namun

KPK pun di batasi dalam hal, KPK
selama

menjalankan

kewenangannya,
berwenang

tugas

KPK

dan
tidak

mengeluarkan

surat

perintah penghentian penyidikan dan

Pendekatan
peradilan

Meskipun

merupakan lembaga superbody yang

perhatian

meresahkan

2005;31)

oleh

penyelenggara negara;
b. Mendapat

orientasi pada tujuan (Esmi Wirassih;

dalam

pidana

menurut

sistem

penuntutan dalam perkara tindak

Romli

pidana korupsi. Proses peradilan

Atmasasmita menitikberatkan pada

terhadap

perkara

koordinasi dan singkronisasi dengan

korupsi

dilaksanakan

disertai adanya pengawasan dan

menggunakan Undang-Undang 31

pengendalian

Tahun

penggunaan

1999

tindak

pidana
dengan

tentang

tentang

Tindak

Pidana

kekuasaan oleh komponen peradilan

Pemberantasan

pidana

kejaksaan,

Korupsi sebagaimana telah diubah

lembaga

dengan Undang-Undang Nomor 20

(kepolisian,

pengadilan

dan

permasyarakatan)
menggunakan

dan
hukum

sebagai

instrumen untuk memantapkan The
administration

of

justice.

(Romli

Atmasasmita; 1996;30).
Menurut

Bertalanffy,

Tahun 2001 tentang Perubahan atas
Undang-Undang

Nomor

31Tahun

1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana

Korupsi,

Undang-Undang

Nomor : 30 tahun 2002 Tentang
Komisi

Pemberantasan

Tindak

Kennct

Pidana Korupsi dan Undang-Undang

Building serta Shorde dan Voice

No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum

bahwa sistem hukum mengandung

Acara Pidana (KUHAP). Undang-

keintegrasian, keteraturan, keutuhan,

Undang Nomor : 30 Tahun 2002

keorganisasian, keterhubungan dan

merupakan

ketergantungan

satu

mengenai hukum acara pengadilan

sama yang lain yang disertai adanya

tindak pidana korupsi. Sedangkan

komponen

ketentuan

khusus

KUHAP merupakan ketentuan yang

87

bersifat umum dalam hukum acara

penegak

pidana di peradilan umum. Dalam

kejaksaan

pelaksanaannya,

menciptakan keharmonisan karena

ketiga

Undang-

hukum
dan

kepolisian

KPK

undang tersebut saling melengkapi.

pada

Hal ini dengan tegas dinyatakan

tersebut telah memiliki kewenangan

dalam Pasal 26 Undang-Undang

masing-masing.

Nomor 31 Tahun 1999, Pasal 38

tersebut

ayat (1) Undang-Undang Nomor 30

hukumnya adalah Undang-Undang.

tahun 2002 dandalam Pasal 39 ayat

Meskipun pada kenyataannya KPK

(1) dan Pasal 62 Undang-Undang

sebagai salah satu penegak hukum

Nomor 30 tahun 2002.

dalam tindak pidana korupsi akan

Ketentuan di atas menandakan

dasarnya

seharusnya

ketiga
Ketiga

lembaga
lembaga

masing-masing

mengambilalih

fungsi

dan

tugas

Kejaksaan

untuk

berlakunya asas hukum lex specialis

Kepolisian

derogatlegi

melakukan penyelidikan, penyidikan

generalis,

karena

dan

payung

ketentuan yang tidak ditentukan lain

dan

penuntutan

dalam Undang-undang yang bersifat

perkara korupsi tertentu.
Integritas

khusus ini (Undang-Undang Nomor

dalam

perkara-

penegak

hukum

31 Tahun 1999 dan Undang-Undang

dalam tindak pidana korupsi ini tidak

Nomor 30 Tahun 2002) akan tetap

terwujud karena adanya perbedaan

menggunakan

target dari masing-masing lembaga

ketentuan

dalam

undang-undang yang bersifat umum

sehingga

(KUHAP).

keegoisan

Untuk

itu

dalam

hal

ditentukan lain oleh Undang-Undang

mengakibatkan
dari

adanya

masing-masing

lembaga.

Nomor 31 Tahun 1999 dan UndangUndang Nomor 30 Tahun 2002,

2. Kendala-kendala

maka hal yang sama yang diatur

oleh

dalam KUHAP tidak berlaku. Akan

Tindak

tetapi apabila hal tersebut tidak

tercapainya

ditentukan lain maka yang berlaku

Hukum yang baik.

adalah ketentuan yang diatur dalam
KUHAP.

Pengecualian

ketentuan

tertentu

penggunaan

asas

atas
melalui

hukum

lex

specialis derogat legi generalis.
Berdasarkan ketentuan di atas,
dapat kita lihat bahwa integritas para

Penegak
Pidana

yang

dihadapi

Hukum

dalam

Korupsi

Integritas

demi

Penegak

Secara konsepsional, maka inti
dan arti penegakan hukum terletak
pada

kegiatan

menyerasikan

hubungan nilai-nilai yang dijabarkan
di dalam kaidah-kaidah yang mantap
dan mengejawantah dan sikap tindak
sebagai rangkuman penjabaran nilai

88

menciptakan,

korupsi Dalam praktek penegakan

memelihara dan mempertahankan

hukum pemberantasan tindak pidana

kedamaian pergaulan hidup.

korupsi

tahap

akhir,

untuk

Robert B. Seidman menyatakan

Rendahnya

pemerintah

komitmen

terhadap

upaya

bahwa tindakan apapun yang akan

pemberantasan korupsi dan bahwa

diambil baik oleh pemegang peran,

selama ini pemberantasan korupsi

lembaga-lembaga

belum

pelaksana

menjadi

maupun pembuat Undang-Undang

kebijakan

selalu

mencerminkan

berada

kompleksitas

dalam

lingkup

kekuatan-kekuatan

sosial, budaya, ekonomi dan politik

prioritas

utama

pemerintah,
masih

yang
lemahnya

political will pemerintah bagi upaya
pemberantasan korupsi.
Hambatan

dan sebagainya. Seluruh kekuatan-

yang

pertama

kekuatan sosialselalu ikut bekerja

berkaitan

dengan

peraturan

dalam

untuk

perundang-undangan.

Peraturan

peraturan-peraturan

perundang-undangan

yang

setiap

memfungsikan

upaya

yang berlaku, menerapkan sanksi-

menyangkut upaya pemberantasan

sanksinya. (Satjipto, Raharjo; 1981;

korupsi

31)

kelemahan

Akhirnya

peranan

yang

mempunyai
yang

beberapa

terletak

pada

dijalankan oleh lembaga dan pranata

substansi

peraturan

hukum itu merupakan hasil dari

undangan,

baik

bekerjanya berbagai macam faktor.

maupun aspek teknik pelaksanaan-

Menurut

Soerjono

Soekanto,

nya,

perundang-

dari

sehingga

aspek

isi

memungkinkan

bahwa masalah pokok dari penegak

terjadinya

hukum sebenarnya terletak pada

pemberantasan korupsi. Hambatan

faktor-faktor

yang

yang

mungkin

ketimpangan

kedua

mempengaruhinya, yaitu:

kurangnya

1) Faktor hukum (Undang-Undang).

eksekutif

2) Faktor Penegak Hukum.

berbagai

3) Faktor sarana atau fasilitas yang

pengelolaan

mendukung penegakan hukum.

berkaitan

transparansi
dan

legislatif

terhadap
dalam
negara.

Mekanisme pemeriksaan terhadap

5) Faktor kebudayaan.

legislatif

penegakkan hukum pemberantasan

lembaga

keuangan

pejabat-pejabat
dalam

dengan

penyimpangan

4) Masyarakat.
Kendala-kendala

dalam

juga

birokratis,
menyangkut

eksekutif
terkesan

terutama
izin

dan
sangat
apabila

pemeriksaan

89

terhadap

pejabat-pejabat

yang

III.

PENUTUP

1. Integritas penegak hukum dalam

terindikasi korupsi.
Hambatan

yang

ketiga

tindak

pidana

berkaitan dengan integritas moral

terformulasikan

aparat

Undang

penegak

hukum

serta

ketersediaan sarana dan prasarana
penunjang

keberhasilan

dalam

melakukan

mereka
upaya

pemberantasan korupsi. Hambatan
yang

keempat

berkaitan

dengan

masalah

kultur/budaya,

dimana

sebagian

masyarakat

telah

memandang

korupsi

sebagai

korupsi
dalam

ini

Undang-

Pemberantasan

Korupsi

dimana penyidik dalam tindak pidana
korupsi

teridiri

dari

Kepolisian,

Kejaksaan dan KPK. Ketiga lembaga
tersebut

memiliki

kewenangan
Sehingga

kualifikasi

masing-masing.

di

harapkan

integrasi

tersebut akan terwujud. Namun pada
kenyataannya

integrasi

para

penegak hukum dalam tindak pidan

sesuatu yang lazim dilakukan secara

korupsi

tidak

turun-temurun,

masih

adanya

perbedaan

untuk

masing-masing lembaga sehingga

kuatnya

disamping

budaya

enggan

Proses penegakan hukum oleh
aparat penegak hukum (polisi, jaksa
dan hakim), khususnya berkenaan
dengan perkara korupsi di daerahdapat

dikatakan

telah

mengalami kemajuan yang cukup
signifikan

dibandingkan

tahun-tahun

sebelumnya.

karena

target

dari

mengakibatkan adanya keegoisan

menerapkan budaya malu.

daerah

terwujud

dengan
Hal

dan tarik menarik kewenangan dari
masing-masing lembaga.
2. Kendala-kendala yang dihadapi oleh
penegak

hukum

menciptakan
dalam

integrasi

tindak

diantaranya
karena

dalam

dari

rangka

yang

pidana

korupsi

faktor

dianggap

baik

hukum,
peraturan

ini

perundang-undangan bersifat over

ditunjukkan dengan meningkatnya

lapping (tumpang tindih), sehingga

jumlah kasus korupsi yang dapat

ada

diungkap

oleh

antara tiga lembaga tersebut.

penegak

hukum

aparat-aparat
di

serta

menarik

kewenangan

daerah.

Keberhasilan ini tidak lepas dari
peran

tarik

masyarakat

dan

lembaga-lembaga independen yang
konsen terhadap upaya penegakan

DAFTAR PUSTAKA
Arief, Basrief. Korupsi dan Uapaya
Penegakan
Hukum
(Kapita
Selekta). Jakarta : PT. Adika
Remaja Indonesia. 2006.

hukum dan pemberantasan korupsi.

90

Atmasasmita, Romli, Sistem Peradilan
Pidana Kontemporer.Bandung :
Alumni. 2010
Lopa,

Baharudin dan Moh. Yamin.
Undang-Undang Tindak Pidana
Korupsi (Undang-Undang Nomor
3
Tahun
1971)
berikut
pembahasan serta penerapannya
dalam praktek. Alumni : Bandung.
1987.

Marpaung, Laden. Tindak Pidana
Korupsi Pemberantasan dan
Pencegahan.
Jakarta
:
Djambatan. 2004.
Mertokusumo, Sudikno. 1983. Sejarah
Peradilan
dan
Perundangundangannya di Indonesua sejak
1942
dan
apakah
kemanfaatannya bagi kita bangsa
indonesia. Jogjakarta : Liberty
1983

Perundang-undangan:
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
Jo Undang-Undang Nomor 20
tahun
2001
tentang
pemberantasan Korupsi.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002
tentang
Kepolisian
Republik
Indonesia.
Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002
tentang Komisi Pemberantasan
Korupsi.
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004
tentang Kejaksaan.
Undang Undang No 46 Tahun 2009
Tentang
Pengadilan
Tindak
Pidana Korupsi.

Muladi dan Barda Nawawi Arief. Kapita
Selekta Sistem Peradilan Pidana.
Edisi Revisi. Semarang : Badan
Penerbit UNDIP. 1995
Rahardjo,
Satjipto.
Hukum
dan
Masyarakat. Bandung : Angkasa
1981.
Soekanto,
Soedjono,
Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Penegakan
Hukum.
Jakarta : PT. Raja
Grafindo. 1990.
Soesilo, R. Kedudukan Hakim, Jaksa,
Jaksa Pembantu dan Penyidik
(Dalam Penyelesaian Perkara
Sebagai
Penegak
Hukum).
Bogor : Politea. 1992
Wirassih Pujirahayu, Esmi. Pranata
Hukum Sebagai Telaah Soiologis.
Semarang : PT. Suryandaru
Utama. 2005.

91