Pemahaman umum tentang Filsafat Pancasila

Filsafat pancasila
A. Pengantar :
Dalam perkembangan ilmu pengetahuan, filsafat sesungguhnya merupakan titik awal dari
munculnya ilmu pengetahuan tersebut. Berawal dari titik tersebut, manusia mengembangkan
pikiran-pikirannya menjadi sebuah teori, ilmu, maupun landasan yang pada akhirnya mereka
pilih sebagai pedoman mereka. Bercermin dari perkembangannya tersebut, maka wajar bila
dikatakan bahwa sebenarnya manusia senantiasa berfilsafat selama hidupnya.
Dari banyaknya filsafat yang muncul dari pemikiran seseorang, nantinya akan terdapat
beberapa filsafat yang akhirnya terpilih dan diakui oleh sekelompok orang. Dengan demikian
filsafat tersebut menjadi jalan hidup (way of life) bagi kelompok yang menggunakannya.
Rumusan Masalah :
1. Apakah yang dimaksud dengan filsafat Pancasila?
2. Bagaimana hubungan antara tiap-tiap sila dalam Pancasila?
3. Bagaimana peran Filsafat Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara?
B. Pengertian Filsafat :
Sebelum memahami lebih lanjut mengenai filsafat, akan lebih mudah jika kita ketahui
terlebih dahulu istilah dan pengertian filsafat itu sendiri. Secara etimologis istilah filsafat berasal
dari Bahasa Yunani yakni philosophia. Istilah tersebut berasal dari dua kata yakni “ philein”yang
artinya “cinta”, dan “ sophos” yang artinya “hikmah” atau “kebijaksanaan” (Nasution, 1973).
Maka secara harfiah dapat diartikan filsafat adalah “mencintai kebijaksanaan”
Menurut Plato, filsafat berarti pengetahuan yang berminat untuk mencapai suatu

kebenaran yang asli.
Sesuai dengan arti yang telah dijabarkan tersebut, filsafat menyertai manusia dalam
memilih pandangan hidup yang menurut mereka baik dan benar demi mencapai tujuan hidupnya
yakni suatu kebahagiaan.
Keseluruhan arti filsafat tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua macam sebagai
berikut
1. Filsafat sebagai produk :
a. Pengertian filsafat yang mencakup arti filsafat sebagai hasil (produk) dari proses
berfilsafat para filsuf. Seperti ilmu, teori, konsep dari filsuf zaman dahulu, sistem
atau pandangan hidup yang memiliki ciri tertentu.
b. Filsafat sebagai suatu problema yang dihadapi oleh manusia sebagai hasil dari
aktivitas berfilsafat. Filsafat dalam pengertian jenis ini pada intinya merupakan hasil
dari kegiatan filsafat yang produknya problema yang kemudian diselesaikan dengan
cara filsafat pula.
2. Filsafat sebagai suatu proses :
Dalam pengertian ini filsafat merupakan suatu sistem pengetahuan yang bersifat
dinamis. Filsafat tidak hanya menjadi sekumpulan dogma yang diyakini, detekuni, dan
dipahami sebagai suatu sistem nilai tertentu, melainkan lebih merupakan suatu aktivitas
berfilsafat. Atau dengan kata lain diartikan sebagai aktivitas pemecahan masalah dengan
menggunakan metode tertentu yang sesuai dengan objek permasalahannya.

C. Pengertian Pancasila sebagai Suatu Sistem
Bagi masyarakat Indonesia, Pancasila bukanlah sesuatu yang asing. Namun, dewasa ini
ternyata masih banyak yang belum benar-benar memahami dan menerapkan Pancasila sebagai
ideologi Bangsa Indonesia.
Pancasila yang terdiri atas lima asas pada hakikatnya merupakan sistem filsafat. Yang
dimaksud dengan sistem yakni suatu kesatuan dari bagian-bagian yang saling berhubungan,

saling bekerja sama untuk tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan satu kesatuan utuh
yang tidak bisa terpisahkan. Sebagaimana memiliki ciri sebagai berikut :
1. Suatu kesatuan bagian-bagian
2. Bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri
3. Saling berhubungan, saling ketergantungan
4. Kesemuanya dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan bersama (tujuan sistem)
5. Terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks (Shore dan Voich, 1974:22)
Untuk mengetahui secara mendalam tentang Pancasila, perlu pendekatan filosofis.
Pancasila dalam pendekatan filsafat adalah ilmu pengetahuan yang mendalam tentang Pancasila.
Filsafat Pancasila dapat didefinisikan secara singkat sebagai refleksi kritis dan rasional tentang
Pancasila dalam bangunan bangsa dan Negara Indonesia (Syarbaini;2003).
Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa sila-sila Pancasila merupakan suatu kesatuan
organis yang menjadi dasar pemikiran Bangsa Indonesia meliputi; pemikiran tentang

manusia dalam hubungannya dengan Tuhan yang Maha Esa, dengan dirinya sendiri, dengan
sesama manusia, dan dengan masyarakat. Kenyataan Pancasila yang demikian itu disebut
kenyataan objektif, dimana kenyataan tersebut ada pada Pancasila itu sendiri tanpa
bergantung pada pengetahuan orang. Itulah yang menjadikannya sebagai suatu sistem yang
memiliki ciri khas tertentu dan berbeda dengan sistem filsafat lainnya misalnya, liberalisme,
matrealisme, komunisme, dan aliran filsafat lainnya.
D. Kesatuan Sila-Sila Pancasila
1. Susunan Pancasila yang Bersifat Hierarkis dan Berbentuk Piramidal
Pengertian matematika dari piramidal digunakan untuk menggambarkan hubungan
hierarki sila-sila dari Pancasila dalam urut-urutan dan sifat-sifatnya. Bahwa di antara
lima sila yang ada, terdapat hubungan yang saling mengikat sehingga Pancasila
merupakan satu kesatuan yang bulat.
Secara ontologis kesatuan sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem bersifat
hierarkis dan berbentuk piramidal dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Sila ke -1. Bahwa pada hakikatnya adanya Tuhan adalah karena diri-Nya sendiri,
Tuhan sebagai causa Prima. Artinya, segala sesuatu yang ada termasuk manusia ada
karena diciptakan Tuhan (akibat dari adanya Tuhan).
b. Sila ke-2. Manusia sebagai pokok dari suatu negara, maka muncul sebuah negara
yang merupakan persekutuan hidup bersama yang beranggotakan manusia.
c. Sila ke-3 Negara adalah akibat dari adanya manusia yang bersatu.

d. Sila ke-4 Sebagai akibat dari manusia yang bersatu, akan terbentuk rakyat yang
merupakan unsur suatu negara di samping wilayah dan pemerintah. Dengan kata
lain, rakyat adalah totalitas dari individu-individu dalam negara yang bersatu.
e. Sila ke-5 Dengan terbentuknya suatu pemerintahan, maka akan muncul suatu tujuan
yakni keadilan, yang pada hakikatnya merupakan tujuan dari lembaga hidup bersama
yang disebut negara.
2.

Kesatuan Sila-Sila Pancasila yang Saling Mengisi dan Saling Mengkualifikasi
Tiap-tiap sila seperti yang telah disebutkan mengandung keempat sila lainnya dan
dikualifikasikan oleh keempat sila lainnya. Sebagaimana disebutkan pada sila pertama
“Ketuhanan Yang Maha Esa”. Sila ini mengandung arti Ketuhanan yang berkemanusiaan
yang adil dan beradab, berpersatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ pewakilan,dan berkeadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
Begitu pula sebaliknya, pada sila ke-lima yang berbunyi “Keadilan bagi seluruh
rakyat Indonesia”. Sila ini mengandung makna keadilan yang.Berketuhanan Yang Maha
Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, berpersatuan Indonesia, serta berkerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan damam permusyawaratan/perwakilan.


E. Kesatuan Sila-Sila Pancasila sebagai Suatu Sistem Filsafat.
Kesatuan sila-sila Pancasila bukan hanya bersifat formal logis saja, tapi juga meliputi
keatuan dasar ontologis, dasar epistemologis, dan dasar aksiologis dari sila-sila Pancasila itu
sendiri.
1. Dasar Ontologis Sila-Sila Pancasila
Pancasila yang terdiri dari lima sila, seperti yang telah dibahas sebelumnya
bukanlah merupakan asas yang berdiri sendiri-sendiri, melainkan menjadi sebuah
kesatuan dasar ontologis. Yakni sebuah kesatuan dasar yang bersifat nyata dan realitas.
Pada hakikatnya, dasar ontologis adalah manusia, dimana manusia memiliki
hakikat. Monopruralis. Oleh sebab itu, hakikat ini juga disebut hakikat dasar atropologis.
Pada hakikat ini, manusia yang berperan sebagai subjek pendukung pokok sila-sila
Pancasila. Intinya, yang Berketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan
beradab, berpersatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta berkeadilan sosial adalah
manusia (rakyat Indonesia itu sendiri)
Sehingga hubungan kesesuaian antara manusia dengan landasan sila-sila
Pancasila merupakan hubungan “sebab - akibat” yang tiap-tiap sila memiliki makna
bertingkat. Dengan demikian, dasar ontologis sila-sila merupakan suatu kenyataan bahwa
Pancasila dan manusia saling berhubungan.
2. Dasar Epistemologis Sila-Sila

Pancasila Pancasila sebagai sistem filsafat juga merupakan suatu sistem
pengetahuan yang dijadikan sebagai pedoman untuk memandang realitas alam semesta,
manusia, dan masyarakat dalam rangka menyelesaikan masalah dalam kehidupan. Dalam
hal ini, filsafat telah menjelma menjadi ideologi (Abdulgani, 1986).
Berdasarkan dasar epistemologisnya (sumber dan kebenarannya), Pancasila tidak
bisa lepas dari dasar ontologisnya yakni manusia yang mempunyai implikasi terhadap
bangunan epistemologis itu sendiri.
3. Dasar Aksiologis Sila-Sila Pancasila
Sila-sila sebagai sistem filsafat juga memiliki suatu kesatuan dasar aksiologisnya,
yakni dasar tujuan dan manfaatnya. Sehingga nilai-nilai yang terkandung pada pancasila
sesungguhnya juga merupakan satu kesatuan.
Pada dasarnya segala sesuatu itu bernilai, namun keanekaragaman sudut pandang
membuat penggolongan nilai semakin banyak. Segala sesuatu yang mengandung nilai itu
bukan hanya yang bersifat material saja, tetapi juga yang bersifat nonmaterial. Nilai-nilai
material relatif mudah diukur dibanding dengan nonmaterial. Sebagai contoh nilai
kerohanian bisa diukur dengan hati nurani manusia dengan bantuan alat indra manusia.
Seperti yang telah dijelaskan oleh Notonegoro, bahwa nilai dibagi menjadi tiga
yaitu :
a. Nilai material : segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani manusia atau
kebutuhan ragawi manusi.

b. Nilai vital : segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan
kegiatan atau aktivitas.
c. Nilai kerohanian sendiri dibagi menjadi tiga, yaitu:
 Nilai kebenaran, bersumber pada akal (rasio, budi, cipta) manusia.
 Nilai keindahan, bersumber pada unsur perasaan manusia.
 Nilai kebaikan, bersumber pada unsur kehendak manusia.
 Nilai religius, merupakan nilai kerohanian tertinggi yang bersumber dari
keyakinan dan kepercayaan manusia.
Menurut Notonegoro, nilai-nilai Pancasila tergolong nilai kerohanian yang secara lengkap
dan harmonis juga mengandung antara lain; nilai material, nilai vital, nilai, kebenaran, nilai
keindahan, nilai estetis, nilai moral, maupun nilai kesucian yang secara keseluruhan bersifat

sistematis dan hirarkis dimana sila pertama sampai sila ke-lima memiliki keterkaitan satu
sama lain.
F. Pancasila sebagai Nilai Dasar Fundamental bagi Bangsa dan Negara Republik Indonesia
1. Dasar Filosofis.
Pancasila sebagai filsafat bangsa dan Negara Indonesia mengandung makna
bahwa dalam setiap aspek kehidupan kebangsaan, kemasyarakatan, dan kenegaraan
harus berdasarkan nilai-nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, serta
Keadilan.

Dengan demikian, Pancasila merupakan nilai kerohanian yang mengakui adanya
nilai material, nilai vital, nilai kebenaran (kenyataan), nilai estetis, etis, maupun nilai
religius. Hal ini dibuktikan pada nilai Pancasila yang tersusun hirarkis piramidal yang
utuh.
Oleh karena itu, nilai-nilai Pancasila bagi Bangsa Indonesia merupakan landasan
serta motivasi atas segala perbuatan, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun
kehidupan bernegara. Dengan kata lain Pancasila adalah cita-cita tentang kebaikan yang
harus diwujudkan menjadi kenyataan.
2. Nilai-Nilai Pancasila sebagai Dasar Filsafat Negara
Nilai-nilai Pancasila sebagai dasar filsafat Negara Indonesia merupakan suatu
sumber dari hukum dasar Negara Indonesia. Sebagai suatu sumber hukum dasar,
Pancasila secara objektif merupakan pandangan hidup, kesadaran, cita-cita hukum, serta
cita-cita moral yang luhur meliputi suasana kejiwaan serta watak Bangsa Indonesia
sebagaimana ditetapkan PPKI pada 18 Agustus 1945, yakni Pancasila sebagai dasar
negara. Pancasila juga tercantum dalam pembukaan UUD 1945 yang sebagaimana
diketahui secara yudiris UUD 1945 merupakan pokok kaidah negara yang fundamental.
Hal ini ditegaskan dalam pokok pikiran ke-empat yang konsekuensinya dalam segala
aspek kehidupan negara, politik negara, dan pelaksanaan demokrasi harus senantiasa
berdasarkan nilai yang terkandung dalam Pancasila.
G. Pancasila sebagai Ideologi Bangsa dan Negara Indonesia

1. Pengertian Ideologi
Istilah ideologi berasal dari kata idea yang berarti gagasan, konsep, pengertian
dasar, cita-cita dan logos yang berarti ilmu. Jadi secara harfiah ideology berarti ilmu
tentang pengertian dasar, ide atau cita-cita. Sebagai suatu ideologi bangsa dan negara
Indonesia, Pancasila bukan hanya suatu hasil perenungan atau pemikiran sekelompok
orang sebagaimana ideologi-ideologi lain di dunia. Pancasila diangkat dari nilai-nilai,
adat-istiadat, nilai-nilai kebudayaan serta nilai religius yang terdapat dalam pandangan
hidup masyarakat Indonesia itu sendiri sebelum membentuk Negara
2. Beberapa pengertian ideologi:
a. A.S. Hornby
Mengatakan bahwa ideologi adalah seperangkat gagasan yang membentuk landasan
teori ekonomi dan politik atau yang dipegangi oleh seorang atau sekelompok orang.
b. Soerjono Soekanto
Menyatakan bahwa secara umum ideologi sebagai kumpulan gagasan, ide,
keyakinan, kepercayaan yang menyeluruh dan sistematis, yang menyangkut bidang
politik, sosial, kebudayaan, dan agama.
c. Gunawan Setiardja
merumuskan ideologi sebagai seperangkat ide asasi tentang manusia dan seluruh
realitas yang dijadikan pedoman dan cita-cita hidup.
d. Frans Magnis Suseno

mengatakan bahwa ideologi sebagai suatu sistem pemikiran yang dapat dibedakan
menjadi ideologi tertutup dan ideologi terbuka.
 Ideologi tertutup,

Merupakan suatu sistem pemikiran tertutup. Ciri-cirinya: merupakan cita-cita
suatu kelompok orang untuk mengubah dan memperbarui masyarakat; atas nama
ideologi dibenarkan pengorbanan-pengorbanan yang dibebankan kepada
masyarakat; isinya bukan hanya nilai-nilai dan cita-cita tertentu, melainkan terdiri
dari tuntutan-tuntutan konkret dan operasional yang keras, yang diajukan dengan
mutlak.
 Ideologi terbuka
Merupakan suatu pemikiran yang terbuka. Ciri-cirinya: bahwa nilai-nilai dan citacitanya tidak dapat dipaksakan dari luar, melainkan digali dan diambil dari moral,
budaya masyarakat itu sendiri; dasarnya bukan keyakinan ideologis sekelompok
orang, melainkan hasil musyawarah dari konsensus masyarakat tersebut; nilainilai itu sifatnya dasar, secara garis besar saja sehingga tidak langsung
operasional.
3. Sifat Ideologi
Ada tiga dimensi sifat ideologi, yaitu dimensi realitas, dimensi idealisme, dan dimensi
fleksibilitas.
a. Dimensi Realitas
Nilai yang terkandung dalam dirinya, bersumber dari nilai-nilai yang hidup dalam

masyarakat, terutama pada waktu ideologi itu lahir, sehingga mereka betul-betul
merasakan dan menghayati bahwa nilai-nilai dasar itu adalah milik mereka bersama.
Pancasila mengandung sifat dimensi realitas ini dalam dirinya.
b. Dimensi idealism
Ideologi itu mengandung cita-cita yang ingin diicapai dalam berbagai bidang
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pancasila bukan saja memenuhi
dimensi idealisme ini tetapi juga berkaitan dengan dimensi realitas.
c. Dimensi fleksibilitas
Ideologi itu memberikan penyegaran, memelihara dan memperkuat
relevansinya dari waktu ke waktu sehingga bebrsifat dinamis, demokrastis.
Pancasila memiliki dimensi fleksibilitas karena memelihara, memperkuat
relevansinya dari masa ke masa.
Dari uraian di atas, sangatlah tepat jika bangsa Indonesia menjadikan Pancasila sebagai
ideologi bangsanya. Karena nilai-nilai yang terdapat dalam Pancasila sesuai dengan karakter dan
kepribadian bangsa Indonesia itu sendiri.
Sebagai suatu ideologi bangsa dan negara Indonesia, Pancasila bukan hanya suatu hasil
perenungan atau pemikiran sekelompok orang sebagaimana ideologi-ideologi lain di dunia.
Pancasila diangkat dari nilai-nilai, adat-istiadat, nilai-nilai kebudayaan serta nilai religius yang
terdapat dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia itu sendiri sebelum membentuk negara.
Nilai-nilai tersebut kemudian diangkat dan dirumuskan oleh para pendiri negara,
sehingga Pancasila berkedudukan sebagai dasar negara dan ideologi Bangsa Indonesia, dimana
ideologi tersebut sangatlah sesuai dengan Bangsa Indonesia itu sendiri.
H. Makna Nilai-Nilai Setiap Sila.
1. Ketuhanan Yang Maha Esa Sila Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi dasar dan menjiwai
keempat sila lainnya. Dalam sila pertama ini, terkandung nilai bahwa negara yang
didirikan harus mengakui adanya Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, setiap warga
Indonesia harus beragama dan bukanlah tidak punya agama dan juga Tuhan (ateis). Sila
ini juga mempunyai makna bahwa warga Indonesia harus memiliki sikap toleransi dan
tidak berlaku diskriminatif antarumat beragama.
2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab Sila kemanusiaan merupakan dasar fundamental
dalam kehidupan kenegaraan, kebangsaan, dan kemasyarakatan. Dalam sila
kemanusiaan, negara harus menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai
makhluk yang beradab. Oleh karena itu, dalam peraturan perundang-undangan negara

harus mewujudkan tercapainya tujuan ketinggian harkat dan martabat manusia, terutama
hak asasi manusia.
3. Persatuan Indonesia Dalam sila Persatuan Indonesia terkandung nilai bahwa kesatuan,
persatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa dan negara adalah di atas kepentingan
pribadi atau golongan. Dalam hal ini, negara Indonesia yang terdiri dari berbagai suku,
ras, kelompok, golongan maupun agama yang berbeda harus mengikatkan diri pada
Bhinneka Tunggal Ika agar perbedaan bukannya diruncingkan untuk menjadi
permusuhan tetapi diarahkan kepada persatuan untuk mencapai tujuan negara.
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat dalam Permusyawaratan/Perwakilan Sila ini
mengandung makna bahwa nilai-nilai demokrasi secara mutlak harus dilaksanakan dalam
kehidupan bernegara. Mengingat suatu negara terdiri dari rakyat dengan latar belakang
yang berbeda, sehingga dalam pelaksanaan pemerintahan maupun aktivitas lainnya
diutamakan musyawarah untuk mencapai mufakat. Pada akhirnya keputusan yang
diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa,
menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Di dalam sila ke-lima terkandung nilai bahwa keadilan harus terwujud dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Mengingat suatu negara merupakan sekumpulan dari
masyarakat yang hidup bersama. Kebersamaan tersebut kemudian memunculkan suatu
cita-cita dan tujuan bersama, yakni keadilan. Maka, demi terwujudnya keadilan tersebut
diperlukan sikap kekeluargaan dan gotong royong serta menjaga keseimbangan antara
hak dan kewajiban.
I. Pancasila sebagai Dasar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
Sebagai suatu bangsa, Bangsa Indonesia memiliki cita-cita serta pandangan hidup yang
dipakai sebagai basis nilai dalam setiap pemecahan masalah. Pandangan tersebut digunakan
sebagai landasan filosofis yang asalnya dari nilai-nilai kultural Bangsa Indonesia sendiri.
Akibatnya, selama Bangsa Indonesia berkehendak untuk bersama membangun bangsa di
atas dasar filosofis bernama Pancasila, maka sudah seharusnya Pancasila menjadi dasar
dalam bidang politik, sosial, ekonomi, hukum, serta kebijakan internasional. Hal inilah yang
kemudian diistilahkan bahwa Pancasila sebagai paradigma dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Paradigma mengandung pengertian sumber nilai, kerangka pikir, orientasi dasar, sumber
asas dan tujuan dari suatu perkembangan, perubahan, serta proses dalam bidang tertentu
termasuk dalam proses berbangsa dan bernegara. Oleh sebab itu, dalam melaksanakan
kehidupan berbangsa dan bernegara terutama proses pembangunan harus berdasar pada
Pancasila. Secara lebih rinci, filsafat Pancasila sebagai dasar kehidupan berbangsa dan
bernegara merupakan identitas nasional Indonesia. Nilai-nilai dalam Pancasila yang berasal
dari bangsa Indonesia mencerminkan karakter dan sifat dari bangsa Indonesia itu sendiri.
Dan dengan kedudukan Pancasila yang menjadi dasar negara dan konstitusi (UndangUndang Dasar) Indonesia, maka Pancasila merupakan sumber dari segala hukum yang ada di
Indonesia. Sehingga pembangunan Indonesia akan memiliki visi yang jelas dan terarah.
J. Kesimpulan
1. Yang dimaksud dengan filsafat Pancasila adalah kerangka berpikir dan cara berpikir
yang dipilih, diakui, serta dijadikan landasan dalam setiap aktivitas kehidupan berbangsa
dan bernegara Indonesia.
2. .Hubungan antara tiap-tiap sila dalam Pancasila yakni tiap-tiap sila dari kelima sila yang
ada merupakan kesatuan yang saling berhubungan, saling berhubungan, dan saling
bekerja sama membentuk kesatuan yang bulat dan utuh. Dimana sila yang satu
mengandung dan melengkapi sila yang lainnya, sehingga tiap-tiap sila tidak bisa berdiri
sendiri.
3. Peran Filsafat Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara adalah sebagai
paradigma. Dalam artian Filsafat Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum
yang ada di Indonesia, baik dalam segi politik, sosial, ekonomi, hubungan internasional,
maupun dalam segi religius.

Daftar Pustaka
Kaelan, dan Achmad Zubaidi. 2012, Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi,
Paradigma : Yogyakarta Winarno. 2006,
Pendidikan Kewarganegaraan Edisi Kedua , Bumi Aksara : Surakarta Kaelan. 2008, Pendidikan
Pancasila, Paradigma : Yogyakarta
http://www.academia.edu/8608539/Filsafat_Pancasila

Di Susun Oleh :
Egi Ferdi Erawan

Academy Comunitas Negeri Cianjur Sub Campus SMKN 1 Karang
Tengah
Jl Raya Jangari Km 13 Karang Tengah Cianjur (0263) 284906

Dokumen yang terkait

Konstruksi Media tentang Kontroversi Penerimaan Siswa Baru di Kota Malang (Analisis Framing pada Surat Kabar Radar Malang Periode 30 Juni – 3 Juli 2012)

0 72 56

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS PELAYANAN KESEHATAN DENGAN PEMBENTUKAN CITRA POSITIF RUMAH SAKIT Studi pada Keluarga Pasien Rawat Jalan RSUD Dr. Saiful Anwar Malang tentang Pelayanan Poliklinik

2 56 65

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Pengaruh Strategi Pembelajaran Aktif dengan Teknik Information Search Terhadap Pemahaman Konsep IPS Peserta Didik Kelas III SDN Karang Tengah 3 Tangerang

0 48 193

Analisa studi komparatif tentang penerapan traditional costing concept dengan activity based costing : studi kasus pada Rumah Sakit Prikasih

56 889 147

Tingkat Pemahaman Fiqh Muamalat kontemporer Terhadap keputusan menjadi Nasab Bank Syariah (Studi Pada Mahasiswa Program Studi Muamalat Konsentrasi Perbankan Syariah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

1 34 126

Makna Kekerasan Pada Film Jagal (The Act Of Killing) (Analisis Semiotika Roland Barthes pada Film Dokumenter "Jagal (The Act of Killing)" tentang Pembunuhan Anti-PKI pada Tahun 1965-1966, Karya Joshua Oppenheimer)

17 109 98

Rancangan media informasi tentang makanan tradisional Peyeum Bandung

5 77 1

makalah Geografi tentang Bintang

0 8 4

Politik Hukum Pembaharuan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Kajian Pasal 74 beserta Penjelasannya)

0 1 22