BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Regresi - Analisis Regresi Spasial dengan Menggunakan Program R Pada Kasus Gizi Buruk di Kota Medan Tahun 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Analisis Regresi

  Analisis regresi adalah analisis yang digunakan untuk mendapatkan hubungan matematis antara satu variabel dependen (y) dan satu atau lebih variabel independen (x). Menurut Draper dan Smith (1992) dikatakan bahwa hubungan antara satu variabel dependen dengan satu atau lebih variabel independen dapat dinyatakan dalam model regresi linier. Secara umum hubungan tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut :

  (2.1) dimana y = variabel dependen

  = parameter yang tidak diketahui , , …

  X = variabel independen = error regresi

  Jika dilakukan pengamatan sebanyak n, maka model pengamatan ke-i adalah: (2.2)

  i = 1,2,3,...,n

  Jika disederhanakan (Ordinary Least Square (OLS)) menjadi (2.3) dimana y = variabel dependen

  = vektor koefisien parameter regresi yang berukuran (k+1)x1 = error regresi

2.2 Regresi Spasial

  Regresi spasial adalah suatu analisis yang digunakan untuk memodelkan suatu data yang memiliki informasi ruang atau spasial. Beberapa model yang telah berkembang adalah Geographically Weighted Regression (GWR), Spatial

  

Autoregressive Model (SAR), Spatial Error Model (SEM) dan Spatial

Autoregressive Moving Average (SARMA). Model umum regresi spasial

  dinyatakan dalam persamaan Anselin (1988) : (2.4) (2.5)

  ~ 0, (2.6) dimana y = matriks variabel dependen yang berukuran (n x 1) X = matriks variabel independen berukuran (n x (k+1))

  = vektor koefisien parameter regresi yang berukuran (k+1)x1 = koefisien autoregresi lag spasial

  ! = koefisien autoregresi lag pada error yang bernilai |

  " "$|% 1$

  = vektor error yang diasumsikan ada autokorelasi berukuran n x 1 '

  = vektor error yang berukuran n x 1, yang berdistribusi normal dengan =- mean nol dan varians W = matriks pembobot spasial yang berukuran n x n

  n = banyaknya amatan atau lokasi

  k = jumlah variabel independen (k = 1, 2, ...dst)

  I = matriks identitas dengan ukuran n x n Terdapat empat model yang dapat dibentuk dari model umum regresi yaitu:

  1. Geographically Weighted Regression (GWR)

  p y u v , u v x , (2.7)

  =

+ +

i β i i ∑ β k i i ik ε i

  ( ) ( ) k =

  1

  2. Spatial Lag Model (SLM) atau Spasial Autogressive Model (SAR) Jika

  ! ( 0, " 0 maka persamaan (2.4) menjadi: (2.8)

  3. (SEM)

  Spatial Error Model

  Jika ! 0, " ( 0 maka persamaan (2.4) menjadi: (2.9)

  4. General Spatial Model atau Spatial Autoregressive Moving Average (SARMA) Jika ! ( 0, " ( 0 maka persamaan (2.4) menjadi:

  (2.10) ,

2.2.1 Model Geographically Weighted Regression (GWR)

  Model Geographically Weighted Regression (GWR) adalah model regresi yang pertama kali diperkenalkan oleh Fotheringham pada tahun 1967 yang merupakan salah satu pengembangan model regresi OLS dengan mempertimbangkan spasial atau lokasi (Maulani, 2013). Model ini merupakan model regresi linier yang menghasilkan dugaan parameter model regresi yang bersifat lokal untuk setiap lokasi atau titik dimana data tersebut diperoleh atau dikumpulkan. Model GWR dapat ditulis sebagai berikut :

  p

  (2.11)

  y u v , u v , x i = β i i β k i i ik ε i

  • + +

  ∑ ( ) ( ) k = 1

  dimana:

  : y

  Nilai observasi variabel respon untuk lokasi ke-i

  i u , v

  : Menyatakan titik koordinat (longitude, latitude) lokasi i

  ( i i ) u v ,

  

β : Koefisien regresi variabel prediktor ke- k untuk lokasi ke-i

k i i

  ( )

  Estimasi parameter di suatu titik (ui ,vi) akan lebih dipengaruhi oleh titik- titik yang dekat dengan lokasi (ui ,vi) daripada titik-titik yang lebih jauh.

  Pemilihan pembobot spasial digunakan untuk menentukan besarnya pembobot masing-masing lokasi yang berbeda. Salah satu cara yang digunakan untuk menentukan besarnya pembobot adalah dengan fungsi kernel. Pembobot yang terbentuk dengan menggunakan fungsi kernel ini adalah fungsi jarak Gaussian (Gaussian Distance Function), fungsi Exponential, fungsi Bisquare, dan fungsi kernel Tricube. Fungsi pembobot yang digunakan pada penelitian ini adalah fungsi jarak Gaussian.

  

  1

2 

  (2.12)

  w u , v = exp − d h j i i ij ( ) ( ) 2  2 2 

  • dengan d u u v v adalah jarak euclidian antara lokasi u v ke
  • ij i j i j ( i i ) = − −

      , ( ) ( ) u v

      lokasi , dan h adalah parameter non negatif yang diketahui dan biasanya

      ( j j ) disebut parameter penghalus (bandwidth).

      Bandwidth dapat dianggap sebagai radius dari suatu lingkaran, sehingga

      sebuah titik yang berada dalam radius lingkaran dianggap masih memiliki pengaruh. Di dalam pembentukan sebuah model GWR, bandwidth berperan sangat penting karena akan berpengaruh pada ketepatan model terhadap data, yaitu mengatur varians dan bias dari model (Lestari, 2011). Ada beberapa metode yang digunakan untuk memilih bandwidth optimum, salah satu diantaranya adalah metode Cross Validation (CV) sebagai berikut :

      n

      2

      (2.13)

      CV h y ˆ ( ) y h = −

      ∑ ii ( ) ( ) i =

      1 y h y

      Dengan adalah nilai penaksir dimana pengamatan di lokasi

      i ( ) iu , v

      dihilangkan dari proses estimasi. Untuk mendapatkan nilai h yang

      i i ( ) h

      optimal maka diperoleh dari yang menghasilkan nilai Cross Validation (CV) minimum.

      Pengujian kesesuaian model (goodness of fit) dilakukan dengan menguji kesesuaian dari koefisien parameter secara serentak, yaitu dengan mengkombinasikan uji regresi linier dengan model untuk data spasial. Hipotesis yang digunakan sebagai berikut :

      H : ,

      u v untuk setiap k p i n β = β = 0,1, 2, , , dan = 1, 2, , k i i k

      ( )

      (tidak ada perbedaan yang signifikan antara model regresi global dan GWR) H : Paling sedikit ada satu β u v , ≠ β , k = 0,1, 2, , p 1 k ( i i ) k (ada perbedaan yang signifikan antara model regresi global dan GWR).

      Statistik uji: 2

        δ 1

        SSE H

      ( ) 1  

      δ  2 

      (2.14)

      F hitung = SSE H n p

      1 ( ) ( − − )

      Jika hipotesis null ( ) ) adalah benar berdasarkan data yang diberikan, maka nilai SSE (

      ) ) akan sama dengan nilai SSE () ). Akibatnya ukuran SSE( ) )/SSE() ) akan mendekati satu, sebaliknya jika ) tidak benar maka nilainya cenderung mengecil (Leung et. al., 2000 dalam Lestari, 2011) menghasilkan nilai yang relatif kecil, maka dapat dikatakan bahwa hipotesis alternatif lebih cocok digunakan. Dengan kata lain model GWR mempunyai

      goodness of fit yang lebih baik dari pada model regresi global.

      Adapun pengujian signifikansi parameter model pada setiap lokasi dilakukan dengan menguji parameter secara parsial. Hipotesisnya adalah sebagai berikut :

      H : u v ,

      = β k i i

      ( ) H u v dengan k 1, 2, , p

      : , ≠ = 1 β k ( i i )

      Statistik uji yang digunakan :

      u v β ˆ ( , ) k i i

      (2.15)

      T = hit

      ˆ c σ kk / Tolak ) jika, |* | - .

    • , ; 2 /2
    • 3

        

      2.2.2 Model Spatial Lag Model (SLM) atau Spatial Autoregressive Model

      (SAR) Spatial Autoregressive Model (SAR) disebut juga Spatial Lag Model (SLM)

        adalah salah satu model spasial dengan pendekatan area dengan memperhitungkan pengaruh spasial lag pada variabel dependen saja. Model ini dinamakan Mixed

        

      Regressive – Autoregressive karena mengkombinasikan regresi biasa dengan

        model regresi spasial lag pada variabel dependen (Anselin, 1988). Model spasial autoregressive terbentuk apabila W= 0 dan λ= 0 , sehingga model ini mengasumsikan bahwa proses autoregressive hanya pada variabel respon. Model umum SAR dapat dilihat pada Persamaan (2.8).

        Model ini adalah pengembangan dari model autoregressive order pertama, dimana variabel respon selain dipengaruhi oleh lag variabel respon itu sendiri juga dipengaruhi oleh variabel prediktor. Proses autoregressive juga memiliki kesamaan dengan analisis deret waktu seperti pada model spasial autoregressive order pertama. Perkembangan dari model SAR itu sendiri adalah model SAC dan SARMA (Anselin, 1998). Menurut Anselin (1988), untuk mengetahui model SAR ini konsisten, maka dikembangkan model estimasi parameter dengan maximum

        likelihood .

      2.2.3 Model Structural Equation Model (SEM)

        Spatial Error Model (SEM) merupakan model spasial error dimana pada error terdapat korelasi spasial, model ini dikembangkan oleh Anselin (1988).

        Model spasial error terbentuk apabila W= 0 dan ρ= 0, sehingga model ini mengasumsikan bahwa proses autoregressive hanya pada error model. Model umum SEM dapat dilihat pada Persamaan (2.9).

        Structural Equation Model (SEM) merupakan salah satu analisis multivariat

        yang dapat menganalisis hubungan variabel secara kompleks. Analisis ini pada umumnya digunakan untuk penelitian-penelitian yang menggunakan banyak variabel (Nawangsari, 2011). Menurut Ghozali (2008), SEM adalah sebuah evolusi dari model persamaan berganda yang dikembangkan dari prinsip ekonometri dan digabungkan dengan prinsip pengaturan dari psikologi dan sosiologi, SEM telah muncul sebagai bagian integral dari penelitian manajerial akademik.

        SEM terdiri dari 2 bagian yaitu model variabel laten dan model pengukuran (Ghozali, 2008). Bagian pertama yaitu model variabel laten (latent variable

        

      model ) mengadaptasi model persamaan simultan pada ekonometri. Jika pada

        ekonometri semua variabelnya merupakan beberapa variabel terukur/teramati (measured/ observed variables), maka pada model ini beberapa variabel merupakan variabel laten (latent variables) yang tidak terukur secara langsung).

        Sedangkan bagian kedua yang dikenal dengan model pengukuran (measurement

        

      model ), menggambarkan beberapa indikator atau beberapa variabel terukur

        sebagai efek atau refleksi dari variabel latennya. Kedua bagian model ini merupakan jawaban terhadap 2 permasalahan dasar pembuatan kesimpulan ilmiah dalam ilmu sosial dan perilaku. Untuk permasalahan pertama yang berkaitan dengan masalah pengukuran dapat dijawab dengan model pengukuran, sedangkan permasalahan kedua yang berkaitan dengan hubungan kausal dapat dijawab menggunakan model variabel laten.

        Dalam praktiknya, SEM merupakan gabungan dari dua metode statistika yang terpisah yang melibatkan analisis faktor (factor analysis) yang dikembangkan dipsikologi dan psikometri dan model persamaan simultan (simultaneous equation modelling) yang dikembangkan di ekonometrika.

        Hair, Babin, Anderson, dan Tatham cit Ghozali (2008) menunjukkan perbedaan antara teknik SEM dengan teknik regresi dan multivariate lainnya, melalui 2 karakteristik SEM seperti di bawah ini:

        1. Estimasi terhadap multiple interrelated dependence relationships yang istilah sederhananya adalah susunan beberapa persamaan regresi berganda yang terpisahkan tetapi saling berkaitan. Susunan persamaan ini dispesifikasikan dalam bentuk model structural dan diestimasi oleh SEM secara simultan.

        2. Kemampuan untuk menunjukkan beberapa konsep tidak teramati (unobserved

        concepts ) serta beberapa hubungan yang ada di dalamnya, dan perhitungan

        terhadap beberapa kesalahan pengukuran dalam proses estimasi. SEM menyajikan konsep tidak teramati melalui penggunaan beberapa variabel laten.

        Pendekatan beberapa variabel teramati terhadap suatu konsep jarang dapat dilakukan dengan sempurna dan hampir selalu ada kesalahannya. Beberapa kesalahan pendekatan ini sering dikenal sebagai kesalahan pengukuran (measurement errors) dan dapat diestimasi menggunakan beberapa fasilitas yang ada pada SEM.

      2.2.4 Model General Spatial Model atau Spatial Autoregressive Moving

        Average (SARMA) Spatial Autoregressive Moving Average (SARMA) merupakan salah satu

        model spasial dengan pendekatan area dengan memperhitungkan pengaruh spasial lag pada variabel dependen dan independen (Anselin 1988). Model terbentuk apabila ! ( 0, " ( 0. Model umum SARMA dapat dilihat pada Persamaan (2.10).

        Model Spatial Autoregressive Moving Average (SARMA) analog dengan analisis spasial yang dikenal dengan ARMA (Autoregressive Moving Average) yang dikembangkan untuk model time-series. Sedangkan ARMA berhubungan dengan pengamatan terhadap waktu dengan menggunakan matriks tautan waktu. Keuntungan dari SARMA adalah bahwa skala spasial dapat dimodelkan secara jelas.

      2.2.5 Pemilihan Model

        Anselin (1998) membedakan efek spasial menjadi dua bagian yaitu dependensi spasial dan heterogenitas spasial. Dependensi spasial ditunjukkan dengan kemiripan sifat untuk lokasi yang saling berdekatan, sedangkan heterogenitas spasial ditunjukkan oleh perbedaan sifat antara satu lokasi dengan lokasi lainnya. Dependensi spasial terjadi pada daerah yang memiliki kedekatan lokasi sehingga terjadi interaksi spasial pada daerah tersebut. Sedangkan heterogenitas spasial terjadi pada lokasi-lokasi yang berbeda-beda.

        Salah satu dampak yang ditimbulkan karena munculnya heterogenitas spasial adalah parameter regresi bervariasi secara spasial. Pada regresi global diasumsikan bahwa nilai duga parameter regresi akan konstan, artinya parameter regresi sama untuk setiap titik di dalam wilayah penelitian. Bila terjadi heterogenitas spasial pada parameter regresi, maka regresi global menjadi kurang mampu dalam menjelaskan fenomena data yang sebenarnya (Anselin, 1988).

        Brundson, Fotheringham dan Charlton (1998) mengembangkan sebuah metode untuk menganalisis data apabila terjadi heterogenitas spasial yang kemudian diberi nama Geographically Weighted Regression (GWR). Pada GWR, parameter regresi diasumsikan bervariasi secara spasial. Melalui GWR akan dapat diketahui variasi spasial dalam nilai duga parameter, sehingga akan dihasilkan nilai parameter untuk setiap titik atau lokasi dimana data tersebut diamati.

        Dalam penelitian kasus gizi buruk ini, kondisi lokasi yang satu tidak selalu sama dengan kondisi yang lain, mungkin karena faktor geografis (spatial

        

      variation ), keadaan sosial budaya maupun hal-hal lain yang melatarbelakangi

        kondisi lokasi yang diamati, sehingga model penentuan kasus gizi buruk yang bersifat global tidaklah cocok digunakan karena munculnya heterogenitas spasial.

        Karena adanya perbedaan sifat antara satu lokasi dengan lokasi yang lain maka model yang digunakan adalah Geographically Weighted Regression (GWR) yang akan menghasilkan dugaan parameter model regresi yang berbeda di tiap lokasi (per kecamatan).

      2.3 Program R

        Secara umum ada dua macam kelompok paket software statistik untuk keperluan analisis data, yaitu kelompok software komersil dan kelompok software statistik open source. Beberapa contoh sofware statistik komersil yang popular di Indonesia adalah SPSS, MINITAB, Eviews, SAS, dan S-plus. Sedangkan contoh dari freeware statistik antara lain adalah R, Open Stats, SalStat, Vista, Supermix, dan lain-lain (Suhartono, 2008).

        Software statistik yang komersil mensyaratkan lisensi dengan harga yang

        cukup mahal untuk ukuran sebagian besar pengguna di Indonesia. Dengan demikian, salah satu alternatif penyelesaian dari mahalnya lisensi tersebut adalah melalui penggunaan freeware statistik, khususnya R.

      2.3.1 Sejarah

        R dalam versi terakhirnya yaitu R 3.1.2 for Windows (52 megabytes, 32/64 bit) per 31 Oktober 2014 oleh Duncan Murdoch, merupakan suatu sistem analisis data statistik yang komplet sebagai hasil dari kolaborasi penelitian berbagai ahli statistik di seluruh dunia. Versi awal dari R dibuat pada tahun 1992 di Universitas Auckland, New Zealand oleh Ross Ihaka dan Robert Gentleman. Paket statistik R bersifat multiplatforms, dengan file instalasi binary/file tar tersedia untuk sistem operasi Windows, Mac OS, Mac OS X, Linux, Free BSD, NetBSD, irix, Solaris, AIX, dan HPUX.

      2.3.2 Kelebihan dan Kekurangan Program R

      2.3.2.1 Kelebihan Program R

        Beberapa kelebihan Program R (Didi, 2012) adalah sebagai berikut:

        1. Free , user dapat meng-copy dan meng-install program ini secara bebas tanpa perlu membayar lisensinya.

        2. Multiplatform , yaitu dapat di-install dan digunakan baik pada sistem operasi Windows, UNIX/LINUX maupun Macintosh. Untuk sistem operasi UNIX/LINUX dan Macintosh diperlukan sedikit penyesuaian.

        3. Programmable , user dapat memprogramkan metode baru atau mengembangkan modifikasi dari fungsi-fungsi analisa statistika yang sudah ada dalam R. Dan juga dikarenakan berbasis analisa statistika pemrograman dalam membuat paket ini jauh lebih mudah karena sudah ditunjang beberapa program dasar statistik yang telah ada.

        4. Lengkap dan terdiri dari koleksi tools statistik yang terintegrasi untuk analisis data, diantaranya mulai statistik deskriptif, fungsi probabilitas, berbagai macam uji statistik hingga time series.

        5. Mempunyai kemampuan menampilkan grafis yang sangat baik dan lengkap sehingga sangat memudahkan bagi kita untuk menampilkan bentuk-bentuk grafiks sesuai yang diinginkan dan mudah dibaca.

      2.3.2.2 Kekurangan Program R

        Selain memiliki kelebihan, Program R juga memiliki beberapa kekurangan (Didi, 2012) yaitu:

        1. R dibangun dalam versi CLI (Command Line Interface) yang banyak menggunakan syntax-syntax dalam pemrograman sehingga user tidak begitu akrab bagi user yang biasa menggunakan software dengan Point Click & GUI. Namun saat ini hal tersebut sudah mulai dapat teratasi dengan versi R-GUI yakni R-Commander walaupun masih belum memiliki tools yang lengkap namun sudah cukup powerfull untuk pengguna pemula.

        2. Missing Statistical Function , walaupun analisa statistik dalam R sudah cukup lengkap, belum semua metode statistika telah diimplementasikan di dalam R.

        3. Bahasa berbasis analisa matriks. Bahasa R sangat baik untuk melakukan

        programming berbasis matriks. Sehingga sangat cocok dan powerfull untuk pemrograman dibidang multivariat namun cukup rumit digunakan bagi pemula.

      2.3.3 Cara Memperoleh Program R

        R dapat diperoleh di situs http://www.r-project.org/ atau http://cran.r-

        

      project. org/ . Pada server CRAN ini dapat didownload file instalasi binary dan

      source code dari R-base system dalam sistem operasi Windows (semua versi),

        beberapa jenis distro linux dan Macintosh. R versi terakhir adalah R 3.1.2 for Windows (52 megabytes, 32/64 bit) per 31 Oktober 2014. Setelah program didownload, lakukan peng-install-an. Langkah-langkah instalasi dapat dilakukan sebagai berikut :

      • Double click file R-3.1.2-win yang telah didownload, maka akan muncul

        jendela dialog seperti pada Gambar 2.1

      Gambar 2.1 Jendela dialog awal instalasi R dalam sistem operasi Windows

        Setelah itu lanjutkan instalasi dengan mengikuti wizard dan menggunakan pilihan default instalasi.

      • Klik finish jika instalasi telah selesai. Jika proses instalasi berjalan dengan sukses, maka akan muncul icon R pada desktop dan start menu seperti pada Gambar 2.2

      Gambar 2.2 Icon R pada desktop

      • Setelah instalasi berhasil, lakukan pengecekan apakah program R dapat berjalan dengan baik. Double click pada icon R, maka tampilan R yang muncul adalah :

      Gambar 2.3 Tampilan awal Program R

      2.3.4 Analisis Regresi Spasial dalam Program R

        Selain membutuhkan R, paket yang dibutuhkan untuk pelaksanaan analisis regresi spasial adalah spdep package. Spdep dikembangkan oleh Roger Bivand dan teman-temannya (Anselin, 2003). Versi terakhir dari spdep adalah spdep 0.3- 7.zip for Windows yang dapat didownload di situs http://spatial.nhh.no/R/spdep/.

        Untuk instalasi paket spdep, dapat dilakukan manual dari spdep.zip file yang telah didownload, atau dapat juga meng-install paket spdep langsung dari program R (Anselin, 2003) yaitu dengan cara sebagai berikut:

        1. Buka program R yang telah di-install

        2. Pada menu Package, pilih Install package Jika spdep.zip file telah didownload sebelumnya, maka lebih mudah meng-

        install dengan cara : Pilih menu Package, kemudian pilih Install Package from local zip file.

        Untuk memastikan bahwa paket spdep telah berhasil di-install dan telah dapat digunakan, pada menu Package pilih Load Package, maka akan muncul :

      Gambar 2.4 Tampilan dari Load Package-spdep package

        Setelah memilih spdep, klik OK. Maka tampilan yang akan muncul dapat dilihat pada Gambar 2.5 sebagai berikut:

      Gambar 2.5 Tampilan dari R-Console untuk spdep package

        Dalam menjalankan beberapa fungsi dalam analisis ini dibantu dengan Rcmdr package. Rcmdr memiliki sistem Grapical User Interface (GUI) seperti dalam SPSS. Namun perintah dalam Rcmdr sangat terbatas, Rcmdr belum memiliki tools yang lengkap untuk melakukan analisis.

        Rcmdr package versi terakhir adalah versi 2.1-1 yang dirilis pada 4 September 2014. Rcmdr package dapat didownload di http://cran.r-

        

      project.org/web/packages/ Rcmdr/index.html . Setelah selesai men-download

        Rcmdr package, download juga package suggest yang tersedia agar function yang diperlukan dapat berjalan dengan baik dan tidak terjadi error. Kemudian lakukan instalasi Rcmdr package dengan cara yang sama saat melakukan instalasi spdep

        

      package . Untuk memastikan bahwa paket Rcmdr telah berhasil di-install dan telah

        dapat digunakan, pada menu Package klik Load Package maka akan muncul:

      Gambar 2.6 Tampilan dari Load Package-Rcmdr package

        Setelah memilih Rcmdr, klik OK. Maka tampilan yang akan muncul dapat dilihat pada Gambar 2.7 sebagai berikut:

      Gambar 2.7 Tampilan Rcmdr untuk Rcmdr package

      2.3.5 Geographically Weighted Regression (GWR) dalam Program R

        Fungsi untuk menjalankan GWR dalam R didasarkan atas ketentuan oleh Chris Brunsdon, Martin Charlton dan Stewart Fortheringham (http://gwr.nuim.ie/). Paket untuk GWR berbeda dengan paket untuk analisis spasial pada umumnya. Untuk menjalankan GWR dalam R, perlu melakukan peng-install-an pada Package spgwr. Versi terbaru Package spgwr adalah versi 0.6-24 per 16 September 2013. Langkah-langkah untuk men-download paket adalah sebagai berikut :

        1. Buka link berikut untuk men-download Package spgwr, http://cran.r-

        project.org/web/packages/spgwr/index.html . Download paket sesuai

      Operating System laptop atau komputer yang digunakan (Windows, OS)

        2. Dalam link tersebut terdapat Package Suggests yang harus didownload untuk melengkapi perintah syntax yang akan digunakan dalam proses analisis. Package Suggests yang tertera adalah spdep, parallel, snow dan

        maptools . Download seluruh paket, lakukan seperti langkah 1. Dalam

        masing-masing paket, terdapat Package Suggests. Download seluruhnya seperti langkah 1.

        3. Apabila seluruh paket sudah didownload, lakukan peng-install-an dengan cara pilih menu Package, kemudian pilih Install Package from local zip file.

        Install seluruh paket yang sudah didonwload.

        Untuk memastikan bahwa paket spgwr telah berhasil di-install dan telah dapat digunakan, pada menu Package pilih Load Package, maka akan muncul :

      Gambar 2.8 Tampilan dari Load Package

        Setelah memilih spgwr, klik OK. Maka tampilan yang akan muncul dapat dilihat pada Gambar 2.9 sebagai berikut:

      Gambar 2.9 Tampilan dari Load Package pada spgwr package

      2.4 Gizi

        Gizi berasal dari bahasa Arab Al Gizzai yang artinya makanan dan manfaatnya untuk kesehatan, sari makanan yang bermanfaat untuk kesehatan.

        Kata ‘Gizi’ dikenal di Indonesia sejak tahun 1950-an sebagai terjemahan dari kata

        

      Nutrition , suatu istilah bahasa Inggris yang berarti hubungan antara makanan dan

        kesehatan. Oleh Lembaga Bahasa Indonesia Fakultas Sastra Universitas Indonesia, pada tahun 1950-an ditawarkan terjemahan nutrition dengan menggunakan akar bahasa Arab Al Gizzai.

        Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui pencernaan, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ serta menghasilkan energi (Supariasa, dkk. 2002).

        Gizi menurut Harry Oxorn dan William R.Forte adalah memiliki pemahaman yang luas. Gizi bukan hanya sekedar membahas mengenai jenis makanan serta manfaat yang bisa diakibatkan pada tubuh manusia. Namun, gizi juga membahas tentang proses mendapatkan dan pengolahan serta pertimbangan yang perlu dilakukan dalam upaya menciptakan kestabilan kesehatan.

        Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu.

        Almatsier (2004) menyatakan bahwa status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi.

        Gizi baik adalah keadaan gizi seseorang terjadi karena seimbangnya jumlah asupan (intake) zat gizi dan jumlah yang dibutuhkan (required) oleh tubuh yang ditandai dengan berat badan menurut umur (BB/U) yang berada pada ≥ -2 SD sampai 2 SD tabel baku WHO-NCHS (Depkes RI, 2006).

        Apabila asupan gizi berlebih dari jumlah yang dibutuhkan maka akan menyebabkan gizi lebih (over nutrition). Apabila asupan gizi kurang dari jumlah yang dibutuhkan maka akan menyebabkan gizi kurang (under nutrition). Indonesia kini sedang dihadapi kedua masalah yang disebut dengan masalah gizi ganda, yaitu gizi lebih dan gizi kurang.

      2.5 Gizi Buruk

        Gizi buruk (severe malnutrition) menurut daftar istilah dan pengertian Kemenkes RI 2010 adalah status gizi yang didasarkan pada indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U) yang merupakan padanan istilah underweight (gizi kurang) dan severely underweight (gizi buruk). Keterangan kategori dan ambang batas status gizi anak berdasarkan indeks terlampir pada Kemenkes RI Nomor: 1995/MENKES/SK/XII/2010 yaitu sebagai berikut :

      Tabel 2.1 Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak berdasarkan Indeks Kategori Ambang Batas

        No Indeks Status Gizi (Z-Score)

        1 Gizi buruk < -3 SD Berat Badan menurut Umur

        Gizi kurang -3 SD sampai dengan < -2 SD (BB/U)

        Gizi baik -2 SD sampai dengan 2 SD Anak Umur 0-60 Bulan

        Gizi lebih > 2 SD

        2 Panjang Badan menurut Umur Sangat Pendek < -3 SD (PB/U) atau Pendek -3 SD sampai dengan < -2 SD

        Tinggi Badan menurut Umur Normal -2 SD sampai dengan 2 SD (TB/U) Tinggi > 2 SD

        Anak Umur 0-60 Bulan

      Tabel 2.1 Lanjutan Kategori Ambang Batas

        No Indeks Status Gizi (Z-Score)

        3 Berat Badan menurut Panjang Sangat Kurus < -3 SD Badan (BB/PB) atau Kurus -3 SD sampai dengan < -2 SD

        Berat Badan menurut Tinggi Normal -2 SD sampai dengan 2 SD Badan (BB/TB) Gemuk > 2 SD

        Anak Umur 0-60 Bulan

        4 Sangat Kurus < -3 SD Indeks Massa Tubuh menurut

        Kurus -3 SD sampai dengan < -2 SD Umur (IMT/U)

        Normal -2 SD sampai dengan 2 SD Anak Umur 0-60 Bulan

        Gemuk > 2 SD

        5 Sangat Kurus < -3 SD Indeks Massa Tubuh menurut Kurus -3 SD sampai dengan < -2 SD

        Umur (IMT/U) Normal -2 SD sampai dengan 2 SD Anak Umur 5-18 Tahun Gemuk >1 SD sampai dengan 2 SD

        Obesitas > 2 SD

        Sumber : Kemenkes RI, 2011

      2.5.1 Penyebab Gizi Buruk

        Penyebab gizi buruk dapat dilihat dari berbagai faktor yang dapat mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk. Menurut UNICEF (1998) ada dua penyebab langsung yang memengaruhi status gizi yaitu:

        1. Kurangnya asupan gizi dari makanan. Hal ini disebabkan terbatasnya jumlah makanan yang dikonsumsi atau makanan yang tidak memenuhi unsur gizi yang dibutuhkan karena alasan sosial dan ekonomi yaitu kemiskinan.

        2. Akibat terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi. Hal ini disebabkan oleh rusaknya beberapa fungsi organ tubuh sehingga tidak bisa menyerap zat- zat makanan secara baik.

        Timbulnya KEP tidak hanya karena makanan yang kurang tetapi juga karena penyakit. Anak yang mendapat makanan yang cukup baik tetapi sering mengalami diare atau demam yang pada akhirnya dapat menimbulkan kurang gizi. Begitu pula pada anak yang makanannya tidak cukup baik kuantitas dan kualitasnya yang akan menyebabkan daya tahan tubuh melemah.

        Faktor-faktor yang memengaruhi status gizi menurut UNICEF dirangkum dalam Gambar 2.10 sebagai berikut:

        Faktor Memengaruhi Status Gizi Status Gizi

        Penyebab Langsung

         Asupan zat gizi Penyakit Infeksi

        Penyebab Penyebab Ketersediaan Ketersediaan Perawatan anak Perwatan anak Pelayanan/fasilitas

        Tidak Tidak pangan RT pangan RT dan ibu hamil dan ibu hamil kesehatan Langsung Langsung

        Masalah Masalah

        Kemiskinan, Tingkat Pendidikan Rendah, Ketersediaan

        Utama Utama

        Pangan Menurun, Kesempatan Kerja Rendah

        Akar

         Krisis Ekonomi dan Politik

        Masalah

        Sumber: UNICEF (1988) dengan penyesuaian

      Gambar 2.10 Faktor yang memengaruhi status gizi

        Faktor tidak langsung yang memengaruhi status gizi menurut UNICEF yaitu:

        1. Faktor ketidaktersediaan pangan yang bergizi dan terjangkau oleh masyarakat;

        2. Perilaku dan budaya dalam pengolahan pangan dan pengasuhan anak; 3. Pengelolaan yang buruk dan perawatan kesehatan yang tidak memadai.

        Penjelasan Gambar 2.10 dapat dilihat sebagai berikut:

        a. Asupan zat gizi balita Pemberian makanan bergizi dalam jumlah yang cukup pada masa balita mendapat perhatian serius agar anak tidak mengalami kurang gizi. Menurut

        Sulaeman (2003), masa penyapihan (peralihan antara penyusuan dan makanan dewasa) menyebabkan konsumsi ASI berkurang sehingga diperlukan makanan tambahan untuk memenuhi kebutuhan gizi anak khususnya energi dan protein.

        Menurut Supariasa, dkk (2002) diperlukan suatu standar kecukupan untuk menilai tingkat konsumsi makanan anak yaitu Angka Kecukupan Gizi (AKG) atau

        

      Recommended Dietary Allowance (RDA). Berdasarkan Widyakarya Nasional

        Pangan dan Gizi (2004), klasifikasi tingkat konsumsi dibagi menjadi 5 yaitu sebagai berikut:

        1. Kelebihan apabila > 120% AKG

        2. Normal apabila 90-119% AKG

        3. Defisit tingkat ringan apabila 80-89% AKG

        4. Defisit tingkat sedang apabila 70-79% AKG

        5. Defisit tingkat berat apabila < 70% AKG

        b. Penyakit infeksi Penyakit infeksi yang menyerang anak dapat menyebabkan gizi anak mejadi buruk. Memburuknya keadaan gizi anak akibat penyakit infeksi dapat menyebabkan nafsu makan anak menurun, sehingga pasokan zat gizi berkurang, padahal seharusnya anak membutuhkan zat gizi yang lebih banyak.

        Diare merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian pada anak di negara-negara berkembang (Sumantri, 1994). Penyebab utama kematian yang disebabkan oleh diare adalah dehidrasi sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit dalam tubuh. Selain penyakit diare, penyakit infeksi lainnya pada balita yang cukup tinggi adalah ISPA.

        c. Pengetahuan Faktor pendidikan dan pengetahuan yang rendah dari seorang ibu akan pentingnya pemberian makanan bergizi dan seimbang kepada anaknya dapat dikaitkan dengan permasalahan KEP. Hal ini juga tidak dapat dipisahkan dengan faktor perilaku, seperti yang ditemukan di Sulawesi Selatan tentang anggapan bahwa banyak makan ikan dapat menyebabkan kecacingan. Menurut Hadju (1999), pandangan yang salah terhadap jenis makanan tertentu dapat menyebabkan ibu tidak mau mengkonsumsi dan juga tidak memberikannya pada anaknya.

        d. Ketahanan pangan Ketahanan pangan adalah kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup baik kualitas maupun kuantitas gizinya (Ayu, 2008). Ketahanan pangan terkait dengan ketersediaan pangan baik dari hasil pasar, produksi sendiri, maupun sumber lain, harga pangan dan daya beli keluarga, serta pengetahuan akan gizi dan kesehatan.

        e. Pola asuh Menurut Hamzah (2000), pola pengasuhan anak adalah pengasuhan anak dalam pra dan pasca kelahiran, pemberian ASI, pemberian makanan, dan pengasuhan bermain. Menurut Hurlock (1993) peran pengasuh serta interaksi yang terjadi antara pengasuh dan anak menjadi sangat penting, karena perkembangan anak secara umum termasuk dominasi dan perkembangan kognitif banyak ditentukan oleh pola pengasuhan dan peran pengasuh. Hal yang termasuk dalam pola pengasuhan anak (Ayu, 2008) adalah:

        1. Pengasuhan makanan anak Ibu menyiapkan kebutuhan pangan/gizi sejak prenatal, neo-natal berupa pemberian ASI, menyiapkan MP-ASI dan dukungan emosional pada anak.

        2. Pengasuhan perawatan dasar anak Pengawasan perawatan dasar anak adalah pemenuhan kebutuhan anak yang dilakukan oleh ibu untuk mengatasi kejadian diare, ISPA, pemberian imunisasi, pemberian vitamin A, membuat oralit, serta memberikan pelega tenggorokan dan mengatasi demam pada anak.

        3. Pengasuhan higiene perorangan anak dan kesehatan lingkungan Difokuskan kepada kemampuan ibu dalam menjaga kebersihan anak, kebersihan tempat anak banyak menghabiskan waktu, dan mencegah anak mengalami luka.

        f. Pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan Adalah tersedianya pelayanan kesehatan dasar dan air bersih yang dapat dijangkau oleh setiap keluarga yang membutuhkan. Diharapkan dapat melakukan tindakan pencegahan penyakit serta pemeliharaan kesehatan seperti pemeriksaan kehamilan, imunisasi, pertolongan persalinan, penimbangan anak, penyuluhan, posyandu, puskesmas, rumah sakit, praktek bidan maupun dokter serta persediaan air bersih.

        Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dalam Ayu (2008), ada 3 faktor penyebab gizi buruk pada anak dan balita, yaitu:

        1. Keluarga miskin;

        2. Ketidaktahuan orang tua atas pemberian gizi yang baik bagi anak;

        3. Faktor penyakit bawaan pada anak, seperti: jantung, TBC, HIV/AIDS, saluran pernapasan dan diare (IDAI, 2007).

      2.5.2 Gejala Klinis KEP Berat atau Gizi Buruk Gejala klinis pada KEP ringan dan sedang adalah tubuh anak terlihat kurus.

        Sedangkan gejala klinis untuk KEP berat atau gizi buruk adalah dibagi menjadi marasmus, kwashiorkor, dan marasmus-kwashiorkor.

        1. Marasmus Kata “marasmus” berasal dari bahasa Yunani yang berarti kurus kering.

        Tubuh penderita marasmus hanya terlihat “tulang dan kulit”. The Wellcome Trust

        Working Patty pada tahun 1970 mendefinisikan marasmus dengan kriteria berat badan menurut usia yang berada di bawah 70% dari standar internasional.

        Marasmus merupakan adaptasi fisiologis terhadap keterbatasan energi dari makanan. Pada keadaan ini terjadi pengurangan secara nyata jumlah jaringan lemak dan subkutan disamping terdapat pula atrofi jaringan viseral. Penderita marasmus akan membatasi aktivitas fisiknya dan memiliki laju metabolisme serta pergantian protein yang menurun dalam upaya untuk menghemat nutrien. Jika dibandingkan dengan orang sehat, para penderita marasmus lebih rentan terhadap infeksi dan memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk meninggal atau mengalami disabilitas karena infeksi. Adapun tanda-tanda klinis yang ditimbulkan adalah:

        a. keterlambatan pertumbuhan yang parah

        b. kurus kering hampir tidak ada lemak di bawah kulit

        c. perut cekung

        d. rambut jarang dan tipis

        e. kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (terlihat seperti memakai celana longgar/baggy) f. wajah seperti orang tua

        g. cengeng dan rewel

        h. sering disertai penyakit infeksi (kronis berulang, diare)

        2. Kwashiorkor Kata “kwashiorkor” berasal dari bahasa Ghana yang berarti penyakit yang terjadi ketika bayi berikutnya lahir. Kwashiorkor pertama kali dikenal di Afrika

        Barat pada tahun 1930-an di antara anak-anak yang disapih (penghentian pemberian ASI) dan pada mulanya dianggap sebagai keadaan defisiensi air susu.

        Kemudian, para pakar mengemukakan bahwa kwashiorkor merupakan keadaan defisiensi protein dari makanan, akan tetapi bukti yang ada menunjukkan bahwa hipotesis ini masih kurang kuat. Sejumlah data yang terbaru menunjukkan bahwa kwashiorkor dapat terjadi karena kehilangan antioksidan yang menyertai defisiensi energi dari makanan. The Wellcome Trust Working Patty pada tahun 1970 mendefinisikan kwashiorkor sebagai keadaan terdapatnya edema dengan kriteria berat badan menurut usia yang berada di bawah 80% dari standar internasional. Adapun tanda-tanda klinis yang ditimbulkan adalah: a. edema seluruh tubuh, terutama pada kedua punggung kaki

        b. wajah membulat dan sembab

        c. pandangan mata sayu

        d. rambut tipis kemerahan seperti rambut jagung, mudah dicabut tanpa rasa sakit, rontok e. perubahan status mental, apatis dan rewel

        f. otot mengecil terlihat nyata jika diperiksa pada posisi berdiri atau duduk

        g. kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas (dermatosis) h. sering disertai penyakit infeksi, anemia dan diare

        3. Marasmus-Kwashiorkor Gejala klinis yang terjadi dari penggabungan marasmus dan kwashiorkor, yaitu terjadinya penurunan berat badan tubuh sekaligus timbulnya edema.

        2.6 Kerangka Konsep Penelitian

        Adapun kerangka konsep penelitian yang akan dilakukan adalah :

        ASI Eksklusif Imunisasi Lengkap Vitamin A

        GIZI BURUK

        ISPA Diare Fasilitas Pelayanan Kesehatan

      Gambar 2.11 Kerangka Konsep

        2.7 Hipotesis Penelitian

        Hipotesis penelitian yang dapat disusun adalah : Ada pengaruh ASI eksklusif, imunisasi lengkap, vitamin A, ISPA, diare dan fasilitas pelayanan kesehatan terhadap kejadian gizi buruk pada balita di Kota Medan