BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 - Penerapan Analisis Regresi Ridge Pada Data Pasien Hipertensi di Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang Tahun 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

  2.1 Regresi Linier Berganda

  Model regresi linier merupakan sebuah model yang digunakan untuk menganalisis hubungan antar variabel. Hubungan tersebut dapat diekspresikan dalam bentuk persamaan yang menghubungkan variabel terikat (Y) dengan satu atau lebih variabel bebas X

  1,

  X

  2,

  …, X k. Berikut bentuk umum dari persamaan linear berganda:

  = ß + ß

  • ß
  • …… + ß + dengan :

  1

  2

  2

  1

  ß

  1

  , … , ß

  = parameter regresi / koefisien regresi variabel penjelas x k

   = variabel gangguan / error

  ß

  1

  , … , ß adalah parameter-paremeter yang diduga. Metode yang paling sering digunakan dalam menduga parameter regresi adalah metode kuadrat terkecil (Ordinary Least Square, OLS)

  2.2 Asumsi Regresi Linier Berganda

  Dalam model regresi linier berganda ada beberapa asumsi yang harus dipenuhi, asumsi tersebut adalah :

  1. Nilai rata-rata kesalahan pengganggu nol, yaitu E( ) = 0, untuk I = 1, 2, …, n

  = variabel tak bebas = variabel bebas

  2

  2

  2. Varian ( ) = E ( ) = , sama untuk semua kesalahan pengganggu (asumsi homokedastisitas)

  

  3. Tidak ada otokorelasi antara kesalahan pengganggu, berarti kovarian ( ) = 0, i

  ≠ j

  4. Variabel bebas , , … , , konstan dalam sampling yang terulang dan

  1

  2 bebas terhadap kesalahan pengganggu .

  5. Tidak ada multikolinieritas diantara variabel bebas X.

  2

  6. ~ N (0; , artinya kesalahan pengganggu mengikuti distribusi normal

  2 dengan rata-rata 0 dan varian .

2.3 Metode Kuadrat Terkecil

  Metode kuadrat terkecil (Ordinary Least Square, OLS) merupakan salah satu metode untuk mengestimasi parameter pada regresi linier. Metode kuadrat terkecil mempunyai beberapa kelebihan dalam mengestimasi parameter, yaitu

  1. Dengan memakai nilai kuadrat, maka semua nilai dari kesalahan atau simpangan e akan berubah menjadi positif.

  2. Dengan mengkuadratkan nilai kesalahan e yang kecil (pecahan) maka akan diperkecil mendekati nol, dan bila nilai ini diminimumkan, sehingga garis regresi penduga yang dihasilkan akan mendekati ketepatannya, bila digunkan sebuah garis penduga.

  3. Tujuan OLS adalah meminimumkan jumlah kuadrat dari kesalahan (error sum of square ).

  2.4 Pemusatan dan Penskalaan

  Pemusatan dan penskalaan data merupakan bagian dari membakukan (standardized) variabel. Modifikasi sederhana dari pembakuan atau standarisasi variabel ini adalah transformasi korelasi (correlation transformation). Pemusatan merupakan perbedaan antara masing-masing pengamatan dan rata-rata dari semua pengamatan untuk variabel. Sedangkan penskalaan meliputi gambaran pengamatan pada kesatuan (unit) standar deviasi dari pengamatan untuk variabel

  Prosedur pemusatan dan penskalaan ini mengakibatkan hilangnya o β

  (intercept) yang membuat perhitungan untuk mencari model regresi menjadi lebih sederhana.

  Rumus yang digunakan dalam pemusatan adalah sbb:

  −

  ZY = (2.1)

  −1 −

  Z =

  −1

  Rumus yang digunakan dalam penskalaan adalah =

  (2.2)

  1

  1

  2

  2

  • = - ….- (2.3) -

  2.5 Multikolinieritas

2.5.1 Pengertian Multikolinearitas

  Istilah multikolinieritas pertama kali diperkenalkan oleh Ragnar Frisch pada tahun 1934,yang menyatakan bahwa multikolinieritas terjadi jika adanya

  • 1
  • 2
  • ɛ kita tambahkan 1 variabel independent

  dengan variabel independent

  3. Kombinasi linier dari beberapa variabel bebas berkorelasi sempurna atau mendekati sempurna dengan variable bebas yang lain.

  2. Dua variabel bebas hampir berkorelasi sempurna yaitu koefisien korelasinya mendekati +1 atau -1.

  1. Dua variable berkorelasi sempurna (oleh karena itu vektor–vektor yang menggambarkan variabel tersebut adalah kolinier).

  Pada analisis regresi, multikolinieritas dikatakan ada apabila beberapa kondisi berikut dipenuhi :

  jelas tidak dapat menjelaskan tambahan variasi yang terdapat pada variabel dependent . Nilai koefisien regresi parsialnya mungkin saja tidak jauh dari 0 jika terdapat interkorelasi yang erat antar variabel independennya.

  3

  berkorelasi positif sempurna, maka variabel

  3

  2

  hubungan linier yang sempurna atau pasti diantara beberapa atau semua variabel bebas dari model regresi berganda.

  . Jika diketahui bahwa variabel independent

  3

  yang memiliki koefisisien regresi

  3

  2

  1

  =

  Multikolinearitas juga dapat diartikan sebagai adanya inter-korelasi antar beberapa variabel independent. Adanya korelasi antar variabel independent menyebabkan nilai koefisien regresi parsial menjadi kurang dapat dipercaya (Dajan, 1986). Andaikan persamaan regresi berganda adalah

  4. Kombinasi linier dari satu sub-himpunan variabel bebas berkorelasi sempurna dengan suatu kombinasi linier dari sub-himpunan variabel bebas yang lain.

  Dalam bentuk matriks, multikolinearitas adalah suatu kondisi buruk dari matriks yaitu suatu kondisi yang tidak memenuhi asumsi klasik. Jika multikolinearitas terjadi antara dua variabel atau lebih dalam suatu persamaan regresi, maka nilai perkiraan koefisien dari variabel yang bersangkutan menjadi tak berhingga, sehingga tidak mungkin lagi menduganya. Hal ini disebabkan menjadi singular atau mendekati nol.

2.5.2 Pengaruh Multikolinearitas

  Apabila kolinearitas sempurna terjadi maka koefisien regresi dari pada variabel X tidak dapat ditentukan (indeterminate) dan standard errornya tidak terhingga (infinite). Apabila kolinearitas kurang sempurna, maka koefisien regresi dari variabel X masih bisa ditentukan namun sangat besar dan mempunyai standard error yang tinggi yang berarti koefisien regresi tidak dapat diperkirakan dengan tingkat ketelitian yang tinggi,

  Konsekuensi praktis dari multikolinearitas adalah sebagai berikut:

  1. Meskipun koefisien OLS dapat diperoleh, standard errornya akan cenderung membesar nilainya sewaktu tingkat kolinearitas antar variabel bebas juga meningkat.

  2. Oleh karena standard error dari koefisien regresi besar maka dengan sendirinya interval keyakinan untuk parameter dari populasi cenderung melebar.

  3. Dengan tingginya kolinearitas, probabilita untuk menerima hipotesis, padahal hipotesa itu salah (type error II) menjadi besar,

  4. Selama multikolinear tidak sempurna, masih mungkin untuk menghitung perkiraan koefisien regresi akan tetapi standard errornya menjadi sangat sensitif, walaupun terjadi perubahan yang sangat kecil dalam data.

  2

  5. Apabila multiolinearitas tinggi, koefisien determinan ganda ( ) akan tinggi, akan tetapi tidak ada atau sedikit sekali koefisien regresi yang signifikan secara statistik.

2.5.3 Mendeteksi Adanya Multikolinearitas

  Beberapa teknik telah diperkenalkan untuk mendeteksi adanya multikolinearitas. Dalam hal ini sangat diperlukan sifat-sifat dari prosedur pengecekan yang bisa menunjukkan secara langsung derajat dari masalah multikolinearitas dan memberikan informasi yang dapat membantu dalam menentukan variabel-variabel bebas yang mana yang terlibat. Beberapa teknik tersebut adalah sebagai berikut:

2.5.3.1 Plot Variabel Bebas

  Plot Variabel Bebas adalah cara yang paling sederhana untuk mendeteksi adanya multikolinearitas adalah dengan memplot hubungan antara variabel- variabel bebas. Diagram yang sering digunakan untuk memplot hubungan antar variabel-variabel penjelas adalah scater plot atau diagram pencar, dengan menambahkan garis regresi. Karena scater plot hanya menampilkan hubungan dua variabel saja, maka didalam regresi ganda, pengujian dilakukan dengan berpasangan tiap dua variabel. Jika hubungan antara kedua variabel mengikuti garis regresi atau membentuk pola garis lurus maka terdapat hubungan linear diantara kedua variabel tersebut.

2.5.3.2 Pemeriksaan Matriks Korelasi

  Pemerikasaan Matriks Korelasi adalah langkah yang paling sederhana dalam mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas. Jika digukan program SPSS dalam pemeriksaan matriks korelasi maka yang menjadi pedoman suatu regresi ganda yang bebas multikolinearitas adalah koefisien korelasi antar variabel bebas adalah

  = 0, berarti antara dua − 1 ≤ ≤ 1. Jika dua variabel mempunyai nilai variabel tidak terdapat hubungan, tetapi jika dua variabel mempunyai = +1 atau

  = -1 maka kedua variabel tersebut mempunyai hubungan sempurna. Menurut Budiono dan Koster (2002), arti koefisien korelasi adalah sebagai berikut:

  <

  1. Jika 0,7 < < 0,9 atau − 0,7 maka terdapat kolinearitas

  − 0,9 < sangat kuat

  2. Jika 0,5 < < 0,7 atau < − 0,5 maka terdapat kolinearitas

  − 0,7 < kuat

  3. Jika 0,3 < < 0,5 atau < − 0,3 maka terdapat kolinearitas

  − 0,5 < lemah

  4. Jika 0 < < 0,3 atau < 0 maka terdapat kolinearitas sangat − 0,3 < lemah

  Pemeriksaan korelasi sederhana antar variabel-variabel bebas hanya membantu dalam mendeteksi adanya ketergantungan linear yang erat antar pasangan-pasangan variabel bebas. Sedangkan ketika terdapat lebih dari dua variabel bebas yang terlibat dalam ketergantungan linear yang erat, maka tidak ada jaminan akan terdapat korelasi berpasangan yang besar. Secara umum, pemeriksaan nilai tidak cukup untuk mendeteksi adanya multikolinearitas yang lebih kompleks.

2.5.3.3 VIF ( Variance Inflation Factors ) dan Tolerance

  Adanya multikolinearitas dinilai dari nilai VIF yang dihasilkan. Besarnya

  2

  nilai VIF ini bergantung pada nilai koefisien determinasi ( ) yang dihasilkan. Jika nilai VIF melebihi 10 maka koefisien determinasi bernilai lebih

  2

  besar dari 0,9. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh nilai terhadap nilai VIF

  2

  yang dihasilkan, yaitu semakin besar nilai maka semakin besar pula nilai VIF

  2 −1

  yang dihasilkan.VIF = (1 – )

  VIF pada setiap bagian (untuk setiap j) dalam model, mengukur kombinasi pengaruh ketergantungan antara variabel-variabel bebas pada variansi dalam bagian tersebut. VIF menunjukkan inflasi yang dialami oleh setiap koefisien regresi di atas nilai idealnya, yaitu di atas nilai yang dialami jika matriks korelasi adalah matriks identitas. Terdapat satu atau dua lebih nilai VIF yang besar menandakan adanya multikolinearitas. Dari praktek-praktek yang banyak dilakukan mengindikasikan bahwa jika ada nilai VIF yang melebihi 10, maka ini menandakan bahwa koefisien-koefisien regresi adalah estimasi yang kurang baik karena pengaruh multikolinearitas. Selama itu VIF juga dapat membantu mengidentifikasi variabel-variabel bebas yang mana yang terlihat dalam masalah multikolinearitas.Jika digunakan program SPSS untuk menghitung nilai VIF maka akan muncul tambahan kolom Collinearity Statistics pada tabel Coefficients. Di sana akan terdapat subkolom Tolerance yang merupakan indikator dari persentasi variansi dalam penduga yang tidak dapat dihitung oleh variabel bebas. Pedoman suatu model regresi ganda yang bebas multikolinearitas adalah mempunyai nilai VIF disekitar angka 1 dan mempunyai angka Tollerance mendekati satu.

  1

  1 Tollerance = atau

  VIF= jika nilai Tollerance kurang dari 0.1 sebaiknya diselidiki lebih lanjut karena hal ini menandakan adanya multikolinearitas.

2.5.3.4 Sistem Nilai Eigen dari

  Nilai eigen dari vektor eigen dalam matriks korelasi mempunyai peranan penting dalam kasus adanya multikolinearitas dalam kumpulan data dari analisis regresi yang dilakukan. Akar-akar karakteristik atau eigenvalue dari adalah , , …. , yang dapat digunakan untuk mengukur adanya

  1

  2

  multikolinearitas. Jika ada satu atau lebih hubungan linier di dalam data, maka satu atau lebih dari eigenvalue kecil. Sedangkan satu atau lebih eigenvalue yang kecil menandakan adanya hubungan linier di dalam kolom-kolom dari variabel bebas X. Jadi multikolinearitas akan terjadi jika ada satu atau lebih eigenvalue yang kecil.

  Multikolinearitas dapat diukur dalam bentuk rasio dari nilai terbesar dan terkecil dari nilai eigen, yaitu yang disebut nilai kondisi dari matriks φ = korelasi. Nilai

  φ yang besar mengindikasikan multikolinearitas yang serius. Nilai kondisi yang terlalu besar menunjukkan ketidakstabilan koefisien regresi terhadap perubahan kecil dalam data variabel bebas.

  Montgomery & Peck (1992) memberikan kategori multikolinearitas berdasarkann harga jika: φ = φ < 100 maka disebut multikolinearitas rendah 100

  ≤ φ < 1000 maka disebut multikolinearitas agak kuat φ ≥ 1000 maka disebut multikolinearitas kuat Nilai mempunyai hubungan dengan nilai .

  φ =

2.6 Regresi Ridge

  2.6.1 Pengertian regresi ridge

  Proses ridge regression diusulkan pertama kali oleh A.E. Hoerl pada tahun 1962. Prosedur tersebut ditujukan untuk mengatasi situasi multikolinearitas dan

  T

  kolom matriks dari X tidak bebas linier yang menyebabkan matriks X X hampir singular. yang pada gilirannya menghasilkan nilai estimasi parameter yang tidak stabil. Dalam bentuknya yang sederhana adalah sebgai berikut:

  −1

  X + kI )

  X (k) = (

  Dimana k adalah sebuah bilangan positif atau k ≥ 0, umumnya k terletak antara interval 0 < k <1.

  Umumnya sifat dari penafsiran ridge ini memiliki variansi yang minimum sehingga diperoleh nilai VIF-nya yang merupakan diagonal utama dari matriks :

  −1 −1

  ) ) ( X + kI X ( X + kI

  2.6.2 Estimator regresi ridge

  Estimasi Ridge untuk koefisien regresi dapat diperoleh dengan menyelesaikan suatu bentuk dari persamaan normal regresi. Asumsikan bahwa bentuk standar dari model regresi linear ganda adalah sebagai berikut:

  = + …… + + + +

  1

  1

  2

2 ɛ Parameter penting yang membedakan regresi ridge dari metode kuadrat terkecil adalah k. Tetapan bias k yang relatif kecil ditambahkan pada diagonal utama matriks X sehingga koefisien estimator regresi ridge dipenuhi dengan besarnya tetapan bias k. (Hoerl dan Kennard dalam Prenadita, 2011).

2.7 Ridge Trace

  Ridge Trace adalah plot dari estimator regresi ridge secara bersama dengan berbagai kemungkinan tetapan bias k, konstanta k mencerminkan jumlah bias dalam estimator

  ( k ). Bila k=0 maka estimator (k) akan bernilai sama dengan kuadrat terkecil β . Bila k > 0, koefisien estimator Ridge akan bias terhadap parameter

  β , tetapi cenderung lebih stabil daripada estimator kuadrat terkecil. Umumnya nilai k terletak pada interval 0 < k < 1.

  Pemilihan tetapan bias k merupakan masalah yang perlu diperhatikan. Tetapan bias yang diinginkan adalah tetapan bias yang menghasilkan bias relatif kecil dan menghasilkan koefisien yang relatif stabil.

  Suatu acuan yang digunakan untuk memilih besarnya k, dengan melihat besarnya VIF dan melihat pola kecenderungan Ridge Trace. VIF merupakan faktor yang mengukur seberapa besar kenaikan variansi dari koefisien estimator dibandingkan terhadap variable bebas lain yang saling orthogonal.

  k

  Bila diantara variabel bebas tersebut terdapat korelasi yang tinggi, nilai VIF akan besar. VIF memiliki nilai mendekati 1 jika variabel X saling tidak berkorelasi dengan variabel bebas lainnya.

  Determinan dari X dapat digunakan sebagai indeks dari multikolinearitas. Nilai determinannya yaitu 0

  X X=1 maka ≤ ≤ 1. Jika terdapat hubungan yang orthogonal antara variabel bebasnya. Jika

  X =0 terdapat hubungan linier diantara variabel-vriable bebasnya. Dengan kata lain

  X bahwa tingkat multikolinearitas dilihat dari mendekati 0.

2.8 Uji Regresi Linier Setelah model yang baik diperoleh kemudian model itu diperiksa.

  Pemeriksaan ini ditempuh melalui hipotesis. Untuk mengujinya diperlukan dua macam jumlah kuadrat sisa (JKS) yang dapat dihitung dengan rumus:

2 JKR =

  − JKS = y - JKS = JKT – JKR Dengan JKR = Jumlah Kuadrat Regresi

  JKS = Jumlah Kuadrat Sisa JKT = Jumlah Kuadrat Total

  Pengujian hipotesis untuk uji keberartian regresi sebagai berikut:

  1. Menentukan uji hipotesis, yang mana selalu menggunakan uji dua arah : = = = = 0 (tidak ada hubungan linear antara

  1

  2

  3

  ⋯ = variabel-variabel bebas dengan variabel terikat) :

  1 ≠ 0, j = 1, 2, 3, …, k (ada hubungan linear antara variabel-variabel

  bebas dengan variabel terikat)

  2. Menentukan tingkat signifikansi ( α )

  3. Memilih dan menuliskan uji statistic yang digunakan, dalam hal ini uji statistic yang digunakan adalah uji – F 2

  2

  = = 2

  ℎ (1 )/( − − −1) Dengan k= banyaknya variabel bebas dalam model n= banyaknya data

  4. Menentukan aturan pengambilan keputusan atau

  (1 ℎ − ; , − −1) .

  Jika > untuk derajat bebas k dan n-k-1 maka

  (1 ℎ − ; , − −1)

  hipotesis ditolak pada taraf diterima. Jika

  1

  α dan berarti juga bahwa maka diterima pada taraf ( α )

  ≤ (1

  ℎ − ; , − −1)

  5. Kemudian hitung nilai

  ℎ

  6. Tuliskan kesimpulan ketika dibandingkan dengan

  (1 ℎ − ; , − −1)

  Sehingga F statistiknya dapat dicari dengan rumus:

  /

  F=

  /( − −1)

  7. F statistic inilah yang dipakai untuk menguji kelinearan suatu regresi ganda. Jika > dengan taraf signifikansi yang

  (1 ℎ − ; , − −1)

  dipilih, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan linear antara variabel-variabel bebas dengan variabel terikat.

2.9 Hipertensi

2.9.1. Definisi hipertensi Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg.

  Hipertensi diklasifikasikan atas hipertensi primer (esensial) (90-95%) dan hipertensi sekunder (5-10%). Dikatakan hipertensi primer bila tidak ditemukan penyebab dari peningkatan tekanan darah tersebut, sedangkan hipertensi sekunder disebabkan oleh penyakit/keadaan seperti feokromositoma, hiperaldosteronisme primer (sindroma Conn), sindroma Cushing, penyakit parenkim ginjal dan renovaskuler, serta akibat obat.

  Hipertensi akan memberi gejala yang akan berlanjut kesuatu organ target seperti stroke (untuk otak), penyakit jantung koroner (untuk pembuluh darah jantung), dan hipertrofi ventrikel kanan/ left ventricle hypertrophy (untuk otot jantung).Dengan target organ di otak yang berupa stroke, hipertensi menjadi penyebab utama stroke yang membawa kematian yang tinggi. (Bustan, 2007).

  Hipertensi atau penyakti darah tinggi adalah gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkan. Hipertensi sering kali disebut sebagai pembunuh gelap silent killer, karena termasuk penyakit mematikan tanpa disertai dengan gejala-gejalanya lebih dahulu sebagai peringatan bagi korbannya (Lanny Sustrayati, dkk, 2004 dalam Jafar Nurhaedar, 2010)

  Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2 seperti yang terlihat pada tabel 1 dibawah

Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC 7

  Klasifikasi Tekanan Darah Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik (mmHg) (mmHg)

  Normal <120 <80 Prahipertensi 120-139 80-89 Hipertensi derajat 1 140-159 90-99 Hipertensi derajat 2

  ≥ 160 ≥ 100

  Sumber: The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure, 2003 dalam Lumbantobing SM, 2008)

  The Joint National Community on Preventation, Detection evaluation and treatment of High Blood Preassure dari Amerika Serikat dan badan dunia WHO

  dengan International Society of Hypertension membuat definisi hipertensi yaitu apabila tekanan darah seseorang tekanan sistoliknya 140 mmHg atau lebih atau tekanan diastoliknya 90 mmHg atau lebih atau sedang memakai obat anti hipertensi. Pada anak-anak, definisi hipertensi yaitu apabila tekanan darah lebih dari 95 persentil dilihat dari umur, jenis kelamin, dan tinggi badan yang diukur sekurang-kurangnya tiga kali pada pengukuran yang terpisah.

2.9.2 Etiologi Hipertensi

  Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu: hipertensi esensial atau hipertensi primer dan hipertensi sekunder atau hipertensi renal.

2.9.2.1 Hipertensi Esensial

  Hipertensi esensial disebut juga hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95% kasus.

  Banyak faktor yang mempengaruhinya seperti genetik, lingkungan, hiperaktifitas sistem saraf simpatis, sistem rennin angiotensin, defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca intraseluler dan faktor-faktor yang meningkatkan risiko seperti obesitas, alkohol, merokok, serta polisitemia. Hipertensi primer biasanya timbul pada usia muda (Kaplan’s, 2006).

2.9.2.2 Hipertensi Sekunder

  Hipertensi atau hipertensi renal terdapat sekitar 5 % kasus. Penyebab spesifik diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular renal, hiperaldosteronisme primer, dan sindrom cushing, feokromositoma, koarktasio aorta, hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan, dan lain – lain (Kapita Selekta Kedokteran, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001).

2.9.3 Faktor Risiko Hipertensi

  Sampai saat ini penyebab hipertensi secara pasti belum dapat diketahui dengan jelas. Secara umum, faktor risiko terjadinya hipertensi yang teridentifikasi antara lain :

2.9.3.1 Faktor Risiko yang Tidak Dapat Dimodifikasi

  Ada tiga faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi atau tidak dapat diubah yaitu, keturunan, jenis kelamin, dan umur.

  a. Keturunan Dari hasil penelitian diungkapkan bahwa jika seseorang mempunyai orang tua atau salah satunya menderita hipertensi maka orang tersebut mempunyai risiko lebih besar untuk terkena hipertensi daripada orang yang kedua orang tuanya normal (tidak menderita hipertensi). Adanya riwayat keluarga terhadap hipertensi dan penyakit jantung secara signifikan akan meningkatkan risiko terjadinya hipertensi pada perempuan dibawah 65 tahun dan laki – laki dibawah 55 tahun. b. Jenis kelamin Jenis kelamin mempunyai pengaruh penting dalam regulasi tekanan darah.

  Sejumlah fakta menyatakan hormon sex mempengaruhi sistem renin angiotensin. Secara umum tekanan darah pada laki – laki lebih tinggi daripada perempuan. Pada perempuan risiko hipertensi akan meningkat setelah masa menopause yang mununjukkan adanya pengaruh hormon.

  c. Umur Beberapa penelitian yang dilakukan, ternyata terbukti bahwa semakin tinggi umur seseorang maka semakin tinggi tekanan darahnya. Hal ini disebabkan elastisitas dinding pembuluh darah semakin menurun dengan bertambahnya umur. Sebagian besar hipertensi terjadi pada umur lebih dari 65 tahun. Sebelum umur 55 tahun tekanan darah pada laki – laki lebih tinggi daripada perempuan. Setelah umur 65 tekanan darah pada perempuan lebih tinggi daripada laki-laki. Dengan demikian, risiko hipertensi bertambah dengan semakin bertambahnya umur.

2.9.3.2 Faktor Risiko yang Dapat Dimodifikasi

  Faktor risiko yang dapat dimodifikasi adalah faktor yang berasal dari gaya hidup dan dapat diubah yaitu adalah sebagai berikut.

  a. Merokok Merokok dapat meningkatkan beban kerja jantung dan menaikkan tekanan darah.Menurut penelitian, diungkapkan bahwa merokok dapat meningkatkan tekanan darah. Nikotin yang terdapat dalam rokok sangat membahayakan kesehatan, karena nikotin dapat meningkatkan penggumpalan darah dalam pembuluh darah dan dapat menyebabkan pengapuran pada dinding pembuluh darah. Nikotin bersifat toksik terhadap jaringan saraf yang menyebabkan peningkatan tekanan darah baik sistolik maupun diastolik, denyut jantung bertambah, kontraksi otot jantung seperti dipaksa, pemakaian O

  2 bertambah,

  aliran darah pada koroner m meningkat dan vasokontriksi pada pembuluh darah perifer.

  b. Obesitas Kelebihan lemak tubuh, khususnya lemak abdominal erat kaitannya dengan hipertensi. Tingginya peningkatan tekanan darah tergantung pada besarnya penambahan berat badan. Peningkatan risiko semakin bertambah parahnya hipertensi terjadi pada penambahan berat badan tingkat sedang. Tetapi tidak semua obesitas dapat terkena hipertensi. Tergantung pada masing – masing individu. Penurunan berat badan efektif untuk menurunkan hipertensi, Penurunan berat badan sekitar 5 kg dapat menurunkan tekanan darah secara signifikan

  Berikut adalah pengklasifikasian obesitas berdasarkan angka Indeks Massa Tubuh (IMT) menurut WHO tahun 2004.

Tabel 2.2 Klasifikasi obesitas berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) Klasifikasi

  IMT

  Kurang <18,5 Normal 18.50-22,99 Resiko Obesitas 23-24,9 Obesitas I 25-29,9 Obesitas II

  ≥ 30

  Sumber: WHO, 2004

  c. Stres Stres dapat meningkatkan tekanan darah untuk sementara waktu. Ketika takut, gugup, dan dikejar waktu tekanan darah biasanya meningkat. Tetapi dalam sebagian besar kasus begitu mulai santai, tekanan darah kembali turun lagi.

  Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalaui saraf simpatis yang dapat meningkatkan tekanan darah secara intermiten. Apabila stres berlangsung lama dapat mengakibatkan peninggian tekanan darah yang menetap. Pada binatang percobaan dibuktikan bahwa pajanan terhadap stres menyebabkan binatang tersebut menjadi hipertensi.

  d. Aktifitas Fisik Orang dengan tekanan darah yang tinggi dan kurang aktifitas, besar kemungkinan aktifitas fisik efektif menurunkan tekanan darah. Aktifitas fisik membantu dengan mengontrol berat badan. Aerobik yang cukup seperti 30 – 45 menit berjalan cepat setiap hari membantu menurunkan tekanan darah secara langsung. Olahraga secara teratur dapat menurunkan tekanan darah pada semua kelompok, baik hipertensi maupun normotensi.

  e. Mengkonsumsi garam berlebih Badan kesehatan dunia yaitu World Health Organization (WHO) merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko terjadinya hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan adalah tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram garam) perhari. Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya cairan intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada timbulnya hipertensi. f. Minum alkohol Banyak penelitian membuktikan bahwa alkohol dapat merusak jantung dan organ-organ lain, termasuk pembuluh darah. Kebiasaan minum alkohol berlebihan termasuk salah satu faktor resiko hipertensi (Marliani, 2007).

  g. Minum kopi Faktor kebiasaan minum kopi didapatkan dari satu cangkir kopi mengandung 75 – 200 mg kafein, di mana dalam satu cangkir tersebut berpotensi meningkatkan tekanan darah 5 -10 mmHg.

  h. Kadar Kolesterol Kolesterol adalah suatu zat lemak yang beredar di dalam darah, diproduksi oleh hati dalam jumlah yang diperlukan. Darah mengandung 80 % kolesterol yang di produksi oleh tubuh sendiri dan 20% berasal dari makanan. Kadar kolesterol normal adalah 160 mg/dl – 200 mg/dl. Kolesterol yang berlebih atau kolesterol tinggi (hiperkolesterolemia) akan menimbulkan masalah terutama pada pembuluh darah jantung dan otak.

  Hiperkolesterolemia terjadi jika kadar kolesterol melebihi batas normal, dan hal inilah yang dapat menyebabkan aterosklerosis. Aterosklerosis adalah penyumbatan pembuluh darah arteri akibat penumpukan kolesterol di dinding arteri. Dinding-dinding pada saluran arteri yang telah mengalami aterosklerosis akan menjadi tebal dan kaku karena tumpukan kolesterol, saluran arteri itu akan mengalami proses penyempitan, pengerasan, kehilangan kelenturanya dan menjadi kaku.

  Makin tinggi kadar kolesterol maka akan semakin tinggi pula proses aterosklerosis berlangsung. Berbagai penelitian epidemiologi, biokimia maupun aksperimental menyatakan bahwa yang memegang peranan penting terhadap terbentuknya aterosklerosis adalah kolesterol. Telah dibuktikan bahwa konsentrasi LDL kolesterol yang tinggi dalam darah akan menyebabkan terbentuknya aterosklerosis. Apabila sel-sel otot arteri tertimbun lemak maka elastisitasnya akan menghilang dan berkurang dalam mengatur tekanan darah. Akibatnya akan terjadi berbagai penyakit seperti hipertensi, aritmia ,serangan jantung dan stroke, dan lain-lain.

  Berikut adalah pengklasifikasian kadar kolesterol menurut WHO

Tabel 2.3 Klasifikasi Kadar Kolesterol Klasifikasi Kadar Kolesterol (mg/dL)

  Normal <200 Mengkhawatirkan 200-239 Buruk

  ≥ 240 Kolesterol merupakan faktor resiko yang dapat diubah dari hipertensi, jadi semakin tinggi kadar kolesterol total maka akan semakin tinggi kemungkinan terjadinya hipertensi. Peningkatan kadar kolesterol darah banyak dialami oleh penderita hipertensi, pernyataan ini diperkuat dengan berbagai penelitian yang mendukung. (Harefa dkk, 2010)

  Berbeda pada ibu hamil, peningkatan kolesterol sangat penting untuk perkembangan janin sehingga tubuh ibu hamil secara otomatis memproduksi lebih banyak sehingga kadar kolesterol naik hingga 25% - 40%. Pada ibu hamil LDL atau jenis kolestrol jahat yang biasanya dikhawatirkan oleh banyak orang memiliki peranan penting dalam membentuk dan mendukung proses kehamilan. Bahkan apabila ibu hamil kekurangan LDL seringkali mengakibatkan kelainan dalam kongenital. Sehingga pada kehamilan trimester kedua kadar LDL cenderung meningkat. Peningkatan kadar kolesterol selama kehamilan diperlukan untuk membuat hormon steroid, seperti estrogen dan progesteron, yang sangat penting untuk membawa kehamilan untuk jangka panjang.

2.10 Kerangka Konsep

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penerapan Analisis Regresi Ridge Pada Data Pasien Hipertensi di Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang Tahun 2014 Umur

  Tekanan Darah

  1. Sistolik

  2. Diastolik 3. Kadar Kolesterol Obesitas (IMT) Analisis Regresi Ridge

2.11 Hipotesis Penelitian

  Hipotesis penelitian ini adalah

  1. Ada hubungan umur, kadar kolesterol dan obesitas secara simultan dengan tekanan darah sistolik pada pasien hipertensi rawat inap di RSUD Sidikalang Tahun 2014.

  2. Ada hubungan umur, kadar kolesterol dan obesitas secara simultan dengan tekanan darah diastolik pada pasien hipertensi rawat inap di RSUD Sidikalang Tahun 2014.