BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Jumlah Kunjungan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Antenatal Care

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Konsep Kehamilan 1.

  1.1 Pengertian Kehamilan

  Kehamilan adalah pembuahan (fertilisasi) ovum oleh sperma biasanya terjadi di bagian tengah tuba uterina. Sebuah ovum dibuahi oleh lebih dari satu sperma. Bila satu sperma mencapai membran ovum, sperma tersebut berfusi yang menghasilkan sinyal untuk memulai perkembangan diawali terbentuknya embrio (Ganong, 2002). Kehamilan merupakan pertumbuhan dan perkembangan janin intrauteri mulai sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan (Manuaba, 2008). Kehamilan normal berlangsung 37-43 minggu, jika kurang dari 37 minggu disebut kehamilan prematur dan lebih dari 43 minggu disebut kehamilan postmatur (Mansjoer, 2001).

  Kehamilan dapat disimpulkan sebagai keluarnya sel telur yang matang pada saluran telur yang kemudian bertemu dengan sperma dan keduanya menyatu membentuk embrio yang berkembang sampai lahirnya janin dalam kurun waktu 37-43 minggu.

  1.2 Tanda- tanda kehamilan

  Menurut Bobak (2004) diagnosa kehamilan diklasifikasikan sebagai berikut: presumsi, kemungkinan, dan positif. Tanda dan gejala kehamilan secara klinis bermanfaat untuk mendiagnosa kehamilan. Tanda-tanda presumsi saja tidak cukup valid untuk menegakkan diagnosis. Temuan presumsi terdiri dari gejala subjektif dan tanda objektif. Gejala subjektif dapat meliputi amenore, nausea, dan muntah (morning sickness), payudara terasa penuh dan sensitif, sering berkemih, merasa lemah dan letih, berat badan naik, dan perubahan mood. Tanda-tanda objektif mencakup berbagai perubahan fisiologis dan anatomis, peningkatan temperatur basal tubuh (basal body temperature), perubahan kulit seperti striae pembesaran abdomen, dan perubahan pada rahim dan vagina.

  Tanda kemungkinan kehamilan adalah tanda-tanda yang dapat diobservasi oleh pemeriksa. Bila digabung dengan tanda dan gejala presumsi, maka tanda kemungkinan memberi dugaan kuat adanya kehamilan. Tanda-tanda objektif meliputi pembesaran rahim, kontraksi Braxton hicks dan souffle, ballottemen, dan hasil tes kehamilan yang positif. Tanda positif kehamilan ditunjukkan oleh denyut jantung janin yang berbeda dari denyut jantung ibu, temuan gerakan janin oleh seseorang selain ibu dan visualisasi janin dengan alat tehnik, seperti ultrasonografi.

1.3 Perawatan Kehamilan

  Perawatan kesehatan secara sistemik yang di mulai jauh sebelum kehamilan terbukti sangat penting terhadap kesejahteraan fisik secara emosi si calon ibu, dan pada gilirannya juga calon anaknya. Perawatan prenatal idealnya merupakan kelanjutan suatu paket kesehatan yang diawasi oleh dokter yang dilakukan terhadap wanita tersebut (Pritchard, 1991). Perawatan kehamilan meliputi:

  1.3.1 Kebutuhan nutrisi Diet nutrisi wanita hamil harus mensuplai kebutuhan ibu dan juga janin.

  Hal ini tidak berarti melipatgandakan asupan kalori. Diet khusus bagi wanita yang malnutrisi atau mereka dengan masalah khusus harus disesuaikan selama kehamilan untuk memenuhi tambahan kebutuhan pertumbuhan janin (Halminton, 1995). Makanan yang dikonsumsi oleh ibu yang sedang hamil, merupakan nutrisi baik kualitas makanan si ibu, maka semakin baik pula nutrisi yang diiterima si janin, dan semakin baik bagi peningkatan kecerdasan janin (Arif, 2004).

  Meskipun diet ideal sudah memberikan sebagian besar nutrisi yang diperlukan, tetapi suplemen tertentu sering ditambahkan pada diet ibu hamil.

  Tablet zat besi hampir selalu diberikan secara rutin bagi wanita hamil. Bagi wanita hamil tidak dianjurkan menggunakan vitamin atau mineral tambahan secara berlebihan. Obat-obatan tradisional seperti jamu sebaiknya tidak diminum tanpa sepengetahuan dokter obstetri karena banyak bahan obat tersebut yang pengaruhnya pada kehamilan masih belum diketahui (Farrer, 2001). Sebagian perempuan berniat membatasi makanan saat sedang hamil, karena khawatir bobot tubuhnya melonjak dan sulit mengembalikannya lagi setelah melahirkan (Harmandini, 2011).

  1.3.2 Perawatan Payudara

  Selama kehamilan payudara harus dipersiapkan untuk menghasilkan ASI bagi bayi segera setelah lahir. Bila ibu memutuskan untuk tidak memberikan ASI pada bayinya, cukup untuk menjaga kebersihan payudara. Bila ibu merencanakan untuk memberikan ASI pada bayinya, dianjurkan untuk melakukan perawatan putting dan melakukan pencucian setiap hari tanpa menggunakan sabun, dikeringkan dengan hati-hati serta menggunakan salep lanolin pada putting (Halminton, 1995).

  1.3.3 Perawatan Gigi Perawatan gigi selama masa hamil merupakan hal yang sangat penting.

  dan karies gigi dapat timbul (Bobak, 2004). Gigi dan gusi harus mendapatkan perawatan preventif tambahan selama kehamilan. Gusi dapat dipengaruhi oleh hormon-hormon kehamilan dalam darah sehingga mengalami kelainan hipertropi sampai taraf tertentu serta infeksi dan iritasi bagian tepi gusi dapat terjadi, jika kelainan tersebut dibiarkan. Pentingnya kesehatan gigi sebagai bagian dari kesehatan tubuh secara umum harus ditegaskan, dan wanita hamil dianjurkan untuk memeriksakan gigi pada awal kehamilannya (Farrer, 2001).

  1.3.4 Obat-obatan, alkohol, dan tembakau

  Wanita hamil harus menghindari semua jenis obat kecuali obat yang secara khusus diresepkan dokter. Pencegahan ini penting sekali terutama pada periode pembentukan organ tubuh bayi selama trimester pertama. Alkohol juga harus dihindari selama kehamilan. Pada penyalahgunaan alkohol kronik dapat berisiko menyebabkan kelainan fetal alkohol sindrom (FAS) termasuk retardasi fisik dan pertumbuhan mental, dan kelainan mata, jantung, telinga, wajah, otak. Merokok menyebabkan retardasi pertumbuhan mental dan insiden mortalitas neonatus dan bayi lebih tinggi (Halminton, 1995).

  1.3.5 Imunisasi

  Imunisasi adalah pemberian vaksin pada tubuh seseorang untuk memberikan perlindungan kepada kekebalan tubuh. Sangat penting untuk mencoba menghindari pajanan infeksi yang dapat berbahaya bagi ibu dan janin selama kehamilan. Vaksinasi juga penting dilakukan bagi pasangan yang merencanakan kehamilan. Imunisasi yang rutin dilakukan selama kehamilan menyebabkan kecacatan bagi janin. Informasi tentang imunisasi harus diberi tahu sejak merencanakan kehamilan. Apabila ketika sedang hamil seorang wanita terkena penyakit tertentu maka tergantung dari situasinya, apakah akan diberikan vaksinasi dipertimbangkan dari untung dan ruginya. Jenis imunisasi yang dibutuhkan wanita hamil seperti tetanus toksoid, hepatitis B, dan influenza (Wordpress, 2009).

  1.3.6 Kebersihan dan Pakaian

  Kebersihan harus dijaga pada masa hamil. Mandi setiap hari merangsang sirkulasi, menyegarkan dan menghilangkan kotoran tubuh (Halminton, 1995).

  Baju sebaiknya yang longgar dan mudah dipakai. Sepatu atau alas kaki lain dengan tumit yang tinggi sebaiknya jangan dipakai, karena tempat titik berat wanita hamil berubah, sehingga mudah tergelincir atau jatuh. Payudara yang bertambah besar membutuhkan bra yang lebih besar dan dapat cukup menunjang (Arif, 2004).

1.3.7 Latihan Otot Dasar Panggul (Kegel’s)

  Latihan Kegel’s untuk memperkuat otot-otot disekitar organ reproduksi dan memperbaikai tonus otot-otot tersebut. Sangat penting untuk dilatih karena otot yang terlatih dapat merenggang dan berkontraksi dengan baik selama proses melahirkan (Bobak, 2004).

2. Pelayanan Antenatal

  

Pelayanan antenatal (Antenatal care) adalah pelayanan yang diberikan kepada

ibu hamil oleh petugas kesehatan untuk memelihara kehamilannya, yang dilaksanakan sesuai standar pelayanan antenatal yang ditetapkan dalam Standar Pelayanan Kebidanan (Depkes, 2009). Petugas kesehatan yang memberikan

  pelayanan antenatal adalah tenaga kesehatan profesional (dokter spesialis kandungan dan kebidanan, dokter umum, bidan, dan perawat) sesuai pedoman pelayanan antenatal yang ada dengan titik berat pada kegiatan promotif dan preventif. Hasil pelayanan antenatal dapat dilihat dari cakupan pelayanan K1 dan K4 (Depkes, 2005).

2.2 Tujuan Perawatan antenatal

  Menurut Depkes (2009) tujuan pelayanan antenatal adalah mengantarkan ibu hamil agar dapat bersalin dengan sehat dan memperoleh bayi yang sehat, mendeteksi dan mengantisipasi dini kelainan kehamilan, dan deteksi serta antisipasi dini kelainan janin. Menurut Manauba (2001) perawatan antenatal mempunyai tujuan untuk mempersiapkan kehamilan, persalinan aman, bersih dalam keadaan optimal sehingga mampu memelihara bayi dan memberikan ASI; menetapkan risiko kehamilan sehingga persiapan persalinan dapat diarahkan ke tempat yang wajar; mengarahkan agar organ reproduksi dapat kembali ke masa pasca persalinan yang wajar dan mampu menyiapkan laktasi optimal; memberikan KIE dan KIM KB sehingga hamil pada interval optimal dengan jumlah dan susunan keluarga yang harmonis; memberikan vaksinasi tetanus toksoid; menetapkan kehamilan dengan berbagai risiko serta mengarahkan pada persalinan

  Menurut Mansjoer (2005) juga menyatakan tujuan perawatan kehamilan adalah memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang bayi; meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental dan sosial ibu dan bayi; mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin terjadi selama hamil termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan dan pembedahan; mempersiapkan persalianan cukup bulan, melahirkan dengan selamat, ibu maupun bayinya dengan trauma seminimal mungkin; mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI eksklusif; mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar dapat tumbuh kembang secara normal.

2.3 Kunjungan Antenatal

  Kunjungan ibu hamil atau kontak ibu hamil merupakan kunjungan dengan tenaga profesional untuk mendapatkan pelayanan perawatan antenatal sesuai standar yang ditetapkan. Kunjungan antenatal care tidak hanya mengandung arti bahwa ibu hamil yang berkunjung ke fasilitas pelayanan, tetapi setiap kontak tenaga kesehatan (di posyandu, poskesdes, kunjungan rumah) dengan ibu hamil untuk memberikan pelayanan antenatal sesuai standar (Meilani, dkk, 2009).

  Menurut Farrer (2001) kunjungan antenatal terdiri dari dua yaitu: kunjungan pertama dan kunjungan berikutnya. Kunjungan pertama adalah kunjungan wanita ke tenaga kesehatan untuk mendapatkan kepastian akan kehamilannya. Di mulai dari anamnesa riwayat pasien, kemudian pemeriksaan fisik lengkap, diskusi mengenai setiap masalah yang dijumpai, nasehat tentang gizi, resep obat-obat yang diperlukan, informasi mengenai kunjungan berikutnya dan pemesanan tempat untuk persalinan nanti.

  Kunjungan berikutnya berdasarkan hasil kunjungan sebelumnya. Jika terdapat komplikasi pasien harus lebih sering dilakukan pemeriksaan, pasien dianjurkan segera menghubungi dokter atau rumah sakit jika menemukan kelainan. Pada kunjungan selanjutnya dilakukan pemeriksaan meliputi berat badan, urinalisis (untuk mengetahui apakah terdapat protein, gula, keton), tekanan darah, adanya edema pada pergelangan kaki dan tangan, tungkai di periksa untuk menemukan nyeri tekan tungkai, tinggi fundus, letak dan gerakan janin, denyut jantung janin,setelah kehamilan 36 minggu posisi janin diperiksa secara rinci (letak, presentasi, posisi, habitus/sikap, engagement (Farrer, 2001).

  Depkes (2009) juga menyatakan bahwa kunjungan antenatal terdiri dari K1 dan K4. K1 adalah kunjungan pertama ibu hamil ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendapatkan pelayanan antenatal yang dilakukan pada trimester pertama kehamilan. Sedangkan K4 adalah kunjungan ibu hamil untuk mendapatkan pelayanan minimal 4 kali, yaitu satu kali pada trimester pertama kehamilan, satu kali pada trimester kedua dan dua kali pada trimester ketiga.

  Angka ini dapat dimanfaatkan untuk melihat kualitas pelayanan kesehatan kepada ibu hamil (Depkes, 2005).

2.4 Standar Pelayanan Antenatal

  Standar pelayanan antenatal menurut Depkes RI (2010) meliputi: timbang lingkar lengan atas), tinggi fundus uteri, menentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ), skrining status imunisasi tetanus dan memberikan imunisasi

  Tetanus Toksoid (TT) bila diperlukan, pemberian tablet zat besi minimal 90 tablet

  selama kehamilan, test laboratorium (rutin dan khusus), tatalaksana kasus, serta temu wicara (konseling) termasuk Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K), serta KB pasca persalinan.

  Setiawan (2010) juga menyatakan bahwa p elayanan antenatal yang

  diberikan petugas kesehatan yang profesional pada ibu hamil harus sesuai dengan standar antenatal care yang telah ditetapkan dengan standar minimal “7T”, meliputi :

2.4.1 T1 (Timbang) berat badan dan ukur (tinggi badan)

  Timbang berat badan harus selalu dilakukan di setiap waktu antenatal

  care , cara menimbang berat badan (dalam kg) adalah tanpa sepatu dan memakai

  pakaian yang seringan-ringannya. Berat badan kurang dari 45 kg pada trimester ketiga menyatakan ibu kurus memiliki kemungkinan melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah. Kenaikan berat badan normal pada waktu hamil 0,5 kg per minggu mulai trimester kedua. Mengukur tinggi badan dapat dilakukan pada awal antenatal care saja, cara mengukur tinggi badan (dalam meter) adalah dengan posisi tegak berdiri tanpa menggunakan sepatu dan dilakukan pengukuran.

  Tinggi badan kurang dari 1,5 meter dapat menjadi alasan untuk direncanakannya proses persalinan dengan cara operasi. Sehingga ibu hamil bersama suaminya dapat menyiapkan biaya operasi sejak dini, serta menumbuhkan kesiapan psikis untuk operasi.

  Pengukuran tekanan darah dilakukan secara rutin setiap antenatal care, diharapkan tenakan darah selama kehamilan tetap dalam keadaan normal (120 / 80 mmHg). Hal yang harus diwaspadai adalah apabila selama kehamilan terjadi peningkatan tekanan darah yang tidak terkontrol, karena dikhawatirkan dapat terjadinya preeklamsia atau eklamsia (keracunan dalam masa kehamilan) dan dapat menyebabkan ancaman kematian bagi ibu dan janin atau bayinya. Hal yang juga harus menjadi perhatian adalah tekanan darah rendah (hipotensi), seringkali disertai dengan keluhan pusing dan kurang istirahat.

2.4.3 T3 Ukur (tinggi) fundus uteri

  Bidan atau dokter saat melakukan pemeriksaan antenatal pada seorang ibu hamil bertujuan untuk menentukan usia kehamilan. Pemeriksaan dilakukan pada bagian perut atau abdomen dengan cara melakukan palpasi (sentuhan tangan secara langsung di perut ibu hamil) dan dilakukan pengukuran secara langsung untuk memperkirakan usia kehamilan. Pemeriksaan ini juga bertujuan untuk menentukan posisi bagian terendah janin dan masuknya kepala janin ke dalam rongga panggul, untuk mencari kelainan serta melakukan rujukan tepat waktu. Pemantauan ini bertujuan untuk melihat indikator kesejahteraan ibu dan janin selama masa kehamilan.

  2.4.4 T4 Pemberian imunisasi (Tetanus Toksoid) TT lengkap

  Salah satu kebijakan pemerintah yang bertujuan untuk menurunkan angka kematian bayi atau neonatus yang disebabkan oleh penyakit tetanus, maka dilakukan kegiatan pemberian imunisasi TT. Manfaat dari imunisasi TT ibu hamil neonatorum. Tetanus neonatorum adalah penyakit tetanus yang terjadi pada neonatus (bayi berusia kurang 1 bulan) yang disebabkan oleh clostridium tetani, yaitu kuman yang mengeluarkan toksin (racun) dan menyerang sistim saraf pusat.

  Kedua untuk melindungi ibu terhadap kemungkinan tetanus apabila terluka. Kedua manfaat tersebut adalah cara untuk mencapai salah satu tujuan dari program imunisasi secara nasional yaitu eliminasi tetanus maternal (pada ibu hamil) dan tetanus neonatorum (bayi berusia kurang dari 1 bulan).

  Pemberian imunisasi TT untuk ibu hamil diberikan 2 kali, dengan dosis 0,5 cc di injeksikan intramuskuler/subkutan (dalam otot atau dibawah kulit).

  Imunisasi TT sebaiknya diberikan sebelum kehamilan 8 bulan untuk mendapatkan imunisasi TT lengkap. TT1 dapat diberikan sejak di ketahui positif hamil dimana biasanya di berikan pada kunjungan pertama ibu hamil ke sarana kesehatan. Jarak pemberian (interval) imunisasi TT1 dengan TT2 adalah minimal 4 minggu.

  2.4.5 T5 Pemberian (tablet besi)

  Anemia lebih cenderung terkena pada wanita dengan kehamilan 3 bulan terakhir. Anemia pada kehamilan dapat disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan zat besi untuk pertumbuhan janin, kurangnya asupan zat besi pada makanan yang dikonsumsi ibu hamil, pola makan ibu terganggu akibat mual selama kehamilan, dan adanya kecenderungan rendahnya cadangan zat besi pada wanita akibat persalinan sebelumnya dan menstruasi.

  Kekurangan zat besi dapat mengakibatkan hambatan pada pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun sel otak, kematian janin, abortus, cacat bawaan, prematur, pendarahan, rentan infeksi. Defisiensi besi bukan satu-satunya penyebab anemia, tetapi apabila prevalensi anemia tinggi, defisiensi besi biasanya dianggap sebagai penyebab yang paling dominan. Pertimbangan itu membuat suplementasi tablet besi folat selama ini dianggap sebagai salah satu cara yang sangat bermanfaat dalam mengatasi masalah anemia. Ibu hamil umumnya diberikan sebanyak satu tablet setiap hari berturut-turut selama 90 hari selama masa kehamilan. TTD mengandung 200 mg ferrosulfat, setara dengan 60 miligram besi elemental dan 0.25 mg asam folat.

2.4.6 T6 (Tes) terhadap penyakit menular seksual (PMS)

  Ibu hamil resiko tinggi terhadap PMS, sehingga dapat mengganggu saluran perkemihan dan reproduksi. Upaya diagnosis kehamilan dengan PMS di komunitas adalah melakukan diagnosis pendekatan gejala, memberikan terapi, dan konseling untuk rujukan. Hal ini bertujuan untuk melakukan pemantauan terhadap adanya PMS agar perkembangan janin berlangsung normal.

2.4.7 T7 (Temu) wicara dalam rangka persiapan rujukan

  Memberikan konsultasi atau melakukan kerjasama penanganan tindakan yang harus dilakukan oleh bidan atau dokter dalam temu wicara antara lain: merujuk ke dokter untuk konsultasi, menolong ibu menentukan pilihan yang tepat; melampirkan kartu kesehatan ibu beserta surat rujukan; meminta ibu untuk kembali setelah konsultasi dan membawa surat hasil rujukan; meneruskan (selama masa kehamilan); perencanaan dini jika tidak aman melahirkan dirumah; menyepakati diantara pengambil keputusan dalam keluarga tentang rencana proses kelahiran; persiapan dan biaya persalinan.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kunjungan Antenatal

  Faktor-faktor yang mempengaruhi kunjungan antenatal adalah sebagai berikut:

3.1 Paritas

  Paritas adalah jumlah kehamilan yang menghasilkan janin hidup, bukan jumlah janin yang dilahirkan. Paritas dibedakan menjadi nuligravida, primigravida, multigravida. Nuligravida adalah seorang wanita yang belum pernah hamil. Primigravida adalah seorang wanita yang hamil untuk pertama kali.

  Multigravida adalah seorang wanita yang sudah hamil dua kali atau lebih (Bobak, 2004).

  Paritas merupakan faktor penting dalam menentukan nasib dan kesejahteraan ibu dan janin, baik selama kehamilan maupun pada saat persalinan. Paritas tinggi atau ibu multigravida yang sudah mempunyai pengalaman mengalami kehamilan lebih cenderung untuk tidak melakukan kunjungan antenatal sedangkan ibu primigravida kurang mempunyai motivasi yang kuat untuk mendapatkan pertolongan (Depkes RI, 2008). Hasil penelitian Prasasti (2011) yang dilakukan di Puskesmas Bandarharjo Semarang menyatakan bahwa Ibu multipara dan grandemultipara cenderung tidak melakukan kunjungan

3.2 Usia

  

Usia adalah waktu hidup individu mulai saat berulang tahun (Nursalam,

2001). Semakin cukup umur, tingkat kematangan seseorang akan lebih di percaya

  daripada orang yang belum cukup tinggi kedewasaanya, jika kematangan usia seseorang cukup tinggi maka pola berfikir seseorang akan lebih dewasa (Mochtar, 1998). Ibu yang mempunyai usia produktif akan lebih berpikir secara rasional dan matang tentang pentingnya melakukan pemeriksaan kehamilan (Depkes RI, 2008). Menurut Manuaba (2001) usia yang berisiko masa kehamilan kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun.

  Berdasarkan hasil penelitian Tungkup (2008) yang dilakukan di Rumah Sakit Kota Medan menyebutkan responden berusia 20-35 tahun lebih rendah melakukan kunjungan dibandingkan usia diatas 35 tahun. Kemungkinan disebabkan berada pada rentang usia yang masih belum memasuki kehamilan risiko tinggi. Penelitian Amir

  uddin (2005) dalam Tungkup (2008) yang dilakukan di Puskesmas Ulaweng Jawa Timur juga menyebutkan bahwa fasilitas antenatal lebih banyak dimanfaatkan oleh kelompok risiko tinggi, salah satunya usia di atas 35 tahun.

3.3 Pendidikan

  Berdasarkan UUR.I No.2 tahun 1989, Bab I pasal I dalam Hamalik (2008) pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Sedangkan menurut Notoatmodjo (2003) pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau pendidikan. Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor pencetus (predisposing) yang berperan dalam mempengaruhi keputusan seseorang untuk berperilaku sehat (Depkes, 2009).

  Pendidikan mempengaruhi status kesehatan ibu dan janin (Depkes, 2009). Dampak dari rendahnya pendidikan pada kehamilan menyebabkan gizi rendah, anemia, mudah terjadi infeksi intra dan ekstrauterin neonatus, gangguan nutrisi janin dalam rahim menyebabkan BBLR seperti prematuritas, retardasi, janin kecil (tidak sesuai masa gestasi), dan sulit menerima pelayanan obstetri modern khususnya pelayanan antenatal (Manauba, 2001). Merupakan tugas tenaga kesehatan bersama pemerintah untuk memberikan motivasi dan penjelasan kepada masyarakat yang tidak tahu (Mochtar, 1998)

  Penelitian Tungkup (2008) yang dilakukan di Rumah Sakit Kota Medan menyebutkan jenjang pendidikan minimal SMA lebih mudah menerima informasi yang diberikan, termasuk informasi tentang pelayanan antenatal. Sedangkan yang berpendidikan SD dan SMP responden menyatakan informasi yang diberiakan tidak akan bertahan lama dalam ingatan mereka.

3.4 Pengetahuan

  Menurut WHO dalam Notoatmodjo (2003) pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain. Kunjungan pemeriksaan kehamilan merupakan salah satu bentuk perilaku. Salah satu faktor yang mendorong ibu hamil melakukan kunjungan antenatal adalah pengetahuan dan kesadaran ibu hamil tersebut sebagai faktor predisposisi dalam dirinya (Manauba,

  Hasil penelitian Tungkup (2008) yang di lakukan di Rumah Sakit Kota Medan sangat bertolak belakang antara pengetahuan dengan jumlah kunjungan, dimana pengetahuan yang baik tetapi jumlah kunjungan K4 masih rendah.

  Penelitian Herlina (2009) tentang hubungan antara pengetahuan ibu hamil tentang antenatal care di RSUD Dr.Soetomo yang menyatakan ada hubungan antara pengetahuan ibu hamil dengan jumlah kunjungan antenatal.

3.5 Pekerjaan

  Pekerjaan memberikan informasi tentang tingkat pendapatan (Linda, 2003). Semakin tinggi tingkat pekerjaan dan pendapatan maka semakin tinggi kepedulian akan tingkat kesehatan. Hasil penelitian Tungkup (2008) di Rumah Sakit Kota Medan menyebutkan ibu yang bekerja sebagai ibu rumah tangga memiliki lebih banyak waktu untuk memeriksakan diri ke rumah sakit daripada ibu-ibu yang bekerja.

  Penelitian Siregar (2011) menyatakan bahwa pekerjaan mempengaruhi pemeriksaan antenatal care, ibu yang bekerja tidak mempunyai waktu yang cukup untuk melakukan kunjungan antenatal care yang teratur dan ibu yang tidak bekerja mempunyai waktu yang cukup dalam melaksanakan antenatal care.

  3.6 Sosial Ekonomi

  Sosial ekonomi pelayanan kesehatan merupakan biaya yang harus dikeluarkan untuk pemeriksaan kesehatan ke pelayanan (Notoatmodjo, 2003).

  Ketika ibu hamil diharapkan pada saat kesehatan yang optimal dan jumlah anak suatu keluarga tidak ingin mempunyai anak karena dapat menyebabkan kesejahteraan keluarga menurun dan mengganggu stabilitas sosial dan ekonominya (Manauba, 2001). Hasil penelitian Tungkup (2008) di Rumah Sakit Kota Medan menyebutkan hampir semua yang berpenghasilan rendah tidak memeriksakan kehamilannya secara teratur ke rumah sakit.

  3.7 Kualitas Pelayanan

  Di bandingkan dengan negara ASEAN lainya Indonesia masih belum mampu memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan menyeluruh (Manauba, 2001). Indikator kualitas pelayanan antenatal adalah K4 yang memenuhi standar kriteria kunjungan ibu hamil yaitu minimal satu kali kunjungan pada trimester satu, satu kali pada trimester dua dan dua kali pada trimester tiga (Depkes, 2009).

  Menurut Wahyuningsih (2006) kualitas berkaitan erat dengan mutu pelayanan yang diberikan. Pelayanan yang bermutu akan menimbulkan kepuasan pada pasien dan sebaliknya pelayanan yang tidak bermutu menimbulkan ketidakpuasan pasien. Berdasarkan hasil penelitian Tungkup (2008) di Rumah Sakit Kota Medan menyebutkan bahwa kualitas pelayanan dalam kategori kurang baik.

3.8 Sosial Budaya

  Kebudayaan menurut Kluckhohn dalam Marasmis (2006) adalah keseluruhan cara hidup manusia yang diperoleh secara individu dengan kultur yang berbeda-beda dari suatu kelompok masyarakat. Banyaknya variasi budaya, dan keyakinan suatu kelompok (Lazarus, (1990) di kutip dalam Bobak (2004).

  Penghambat lain dalam perawatan prenatal adalah masalah kesopanan, sehingga wanita lebih banyak memilih pemberi pelayanan wanita daripada pria. Karena kebanyakan wanita lebih menghargai dan menghormati upaya yang dilakukan untuk mempertahankan kesopanan. Dengan banyaknya variasi budaya tetap diharapkan ibu melakukan pemeriksaan kehamilan untuk memastikan hasil yag baik.

  Masih banyak masyarakat lebih percaya kepada dukun daripada tenaga kesehatan. Dukun beranak dianggap mempunyai kharisma, karena mereka menghadiri persalinan dan tidak hanya memberikan pertolongan teknis, tetapi memberikan perlindungan emosional kepada ibu yang bersalin dan keluarganya (Mochtar, 1998). Perilaku keluarga yang tidak mengijinkan seorang wanita meninggalkan rumah untuk memeriksakan kehamilannya merupakan budaya yang menghambat keteraturan kunjungan ibu hamil kehamilannya. Tatanan budaya yang turun temurun mempengaruhi keputusan ibu dalam memeriksakan kehamilan. Misalnya ibu hamil akan memeriksakan kehamilan ke dukun misalnya dengan khusuk dan meminta zimat atau pelindung selama kehamilan (Depkes, 2008).

3.9 Jarak Pelayanan Kesehatan

  Penyebaran sarana kesehatan di Indonesia masih belum merata, karena itu ada anggota masyarakat yang belum pernah datang ke rumah sakit. Bila sarana kesehatan atau rumah sakit sudah tersedia, yang harus di bina adalah sikap para menyebabkan mereka takut datang ke rumah sakit (Mochtar, 1998).

  Jarak yang mudah terjangkau dan tersedianya fasilitas yang memadai akan memberikan kemudahan bagi ibu hamil untuk memeriksakan kehamilannya dan bisa melaksanakan antenatal care sehingga jika terdapat keadaan gawat darurat dapat segera ditangani (Yeyeh, 2009).

  Hasil penelitian Tungkup (2008) di Rumah Sakit Kota Medan menyebutkan jarak mempengaruhi kunjungan antenatal. Dan penelitian Amiruddin (2005) dalam Tungkup (2008) juga mengatakan kemudahan jarak ke tempat pelayanan merupakan salah satu faktor yang membuat ibu hamil memanfaatkan pelayanan antenatal.