BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Tanggung Jawab Sosial (Corporate Social Responsibility) - Analisis Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Pertanggungjawaban Sosial Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Tanggung Jawab Sosial (Corporate Social Responsibility) Defenisi mengenai tanggung jawab sosial (corporate social

  responsibility) beragam-ragam. Seperti defenisi Corporate Social Responsibility (CSR) yang dikemukakan oleh World Bank (2003) sebagai

  berikut:

  “………. CSR is commitment of business to contribute to sustainable economic development working with employes and their respresentatives, the local community and society at large to improve quality of life, in way that are both good for business and good for development……….”

  Yang dimaksud dalam defenisi ini alah CSR merupakan komitmen bisnis untuk berperan dalam pembangunan ekonomi yang dapat bekerja dengan karyawan dan perwakilan mereka, masyarakat sekitar dan masyarakat yang lebih luas untuk memperbaiki kualitas hidup, dengan cara pengembangan

  CSR menurut Sitepu (2009) adalah mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial ke dalam operasinya dan interaksinya dengan stakeholders, yang melebihi tanggung jawab organisasi dibidang hukum.

  Pertanggungjawaban sosial perusahaan diungkapkan dalam laporan yang disebut Sustainability Reporting. Sustainability Reporting adalah pelaporan mengenai kebijakan ekonomi, sosial dan lingkungan yang berpengaruh pada kinerja organisasi dan produk yang dihasilkan. Menurut Tjahjono (2013 : 53) dua aspek tanggung jawab sosial, yaitu: a.

  Memahami dan memperhitungkan secara teratur tidak hanya pandangan dan minat orang, perusahaan, dan pihak-pihak lain yang terlibat, tetapi juga lingkungan yang lebih luas yang menjasi tempat operasi bisnis itu; b.

  Mengambil tindakan yang merangkul tanggung jawab yang berada di pundak warga perusahaan dan, bilamana perlu, memperioritaskan area-area yang bisa menghadirkan dampak besar.

  Perubahan perundang-undangan terbaru yang mendukung CSR, antara lain yaitu: perundang-undangan anti korupsi, pengungkapan oleh perwakilan dana pensiun tentang “sejauh mana isu sosial, lingkungan dan etika dipertimbangkan dalam memilih, menjaga dan mewujudkan investasi”, pelaporan CSR wajib, tanggung jawab direktur untuk mengenali “pentingnya hubungan dengan karyawan, pemasok, pelanggan, dan sebagainya, perlunya menjaga-repurtasi standar perilaku bisnis yang tinggi dan dampak kebijakan direktur bagi masyarakat dan lingkungan. Dalam upaya penyelengaraan kesejateraan sosial yang terdapat dalam

  Pasal 32 UU No. 11 Tahun 2009, yaitu sumberdaya manusia, sarana dan prasarana dan sumber pendanaan. Pemerintah juga mengeluarkan peraturan mengenai tanggung jawab sosial, yang diatur dalam Undang-Undang R.I. No. 40 tahun 2007

pasal 74 tentang “Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan” yang berisi

  (Adikara, 2011):

  1. Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya dibidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan 2. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana yang dilakukan pada ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan dihitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatuhan dan kewajiban.

  3. Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

4. Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintahan.

  Perusahaan dianggap bertanggung jawab secara sosial merupakan secara sadar mengarahkan kegiatan bisnisnya pada penciptaan ketiga dimensi nilai; profit, people, dan planet. Secara konsisten mendorong keseimbangan tiga sektor utama yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan.

  Pentingnya kaitan antara ketiga aspek tersebut menjadikan triple bottom

  

line dijadikan strategi bisnis. Untuk mencapai keseimbangan antara ketiga

  aspek secara maksimal harus didukung oleh adanya kerjasama yang bersifat membangun. Baik dalam elemen sosial, pemerintah bisnis dan masyarakat sipil.

  Menurut Indriani (2010), cara pandang perusahaan melaksanakan CSR umumnya diklasifikasikan dalam tiga kategori, yaitu: a.

  Sekedar basa basi dan keterpaksaan. CSR diterapkan lebih karena tekanan faktor eksternal.

  b.

  Sebagai upaya untuk memenuhi kewajiban (compimance). CSR diimplementasikan karena memang ada regulasi, hokum dan aturan yang memaksanya.

  c.

  Bukan lagi sekedar kewajiban, tetapi lebih dari sekedar kewajiban (beyond compliance). CSR diimplementasikan karena memang ada dorongan yang tulus dari dalam (internal driven). Perusahaan telah menyadari bahwa tanggung jawabnya bukan lagi sekedar kegiatan ekonomi untuk menciptakan profit demi kelangsungan bisnisnya, melainkan juga tanggung jawab sosial dan lingkungan. Etika bisnis yang berasal dari motif laba ada versi lemah dan versi kuat. Versi lemah adalah etika motif laba yang berasal dari inisiatif perusahaan dan menawarkan kepada masyarakat, sedangkan versi kuat adalah motif laba yang berasal dari inisiatif masyarakat atau stakeholder.

  Prinsip stakeholder adalah bisnis harus mempertimbangkan kepentingan semua pihak yang terlibat dalam kegiatan bisnis, pemasok, termasuk karyawan, kreditur, pelanggan, pemerintah, komunitas dan kompetitor. Tujuan etika bisnis yang umum diterapkan dalam organisasi adalah: a.

  Menghindari pelanggaran hukum pidana dalam pekerjaan.

  b.

  Menghindari tindakan yang dapat mengakibatkan gugatan hokum perdata terhadap perusahaan.

  c.

  Menghindari tindakan yang berkaitan buruk bagi citra perusahaan.

  Rees & McBain (2007 : 58) mengungkapkan tren kearah akuntabilitas hukum terutama di area hak asasi manusia. Pada juli 2000, P

  BB meluncurkan “Global Compact Initiative” yang akan digunakan untuk menjalin hubungan dengan perusahaan-perusahaan. Program ini dirancangkan nilai-nilai inti di bidangnya menurut Ress dan McBain (2007 : 55), yaitu: a.

  Hak asasi manusia – menghargai hak-hak asasi manusia sebagaimana tertuang dalam Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia.

  b.

  Standart kerja – menjunjung tinggi kebebasan berkumpul dan tawar-menawar kolektif, tidak memperkerjakan anak di bawah umur, atau tenaga kerja paksa, dan tidak melakukan diskriminasi atas dasar ras, agama, jenis kelamin, dan asal-usul etnis.

  c.

  Lingkungan – menerapkan prinsip kehati-hatian, memajukan tanggung jawab lingkungan, dan mendorong pengembangan teknologi yang ramah lingkungan. Dalam menjalankan etika dalam bisnis harus melakukan tiga jenis motif, yaitu: motif laba, motif hukum dan motif moral. Motif laba, ketika perusahaan melakukan kebaikan (etika) maka salah satu motivasi perusahaan adalah laba. Dalam motif hukum, perusahaan melakukan atau menjalankan bisnis dengan etika karena takut ditindak secara hukum. Motif moral, melihat perusahaan melakukan kegiatan bisnis dengan etika yang baik karena ingin melakukan kebaikan.

  Menurut Urip (2010) Lima prinsip moral yang disarankan para ahli, yakni sebagai berikut : a.

  Harm principle (prinsip bahaya): bisnis seharusnya menghindari sesuatu yang dapat mendatangkan bahaya, b.

  Fairness principle (prinsip keadilan): bisnis seharusnya adil dalam semua praktiknya, c.

  Human right principle (prinsip hak asasi manusia): bisnis harus menghargai hak asasi manusia, d.

  Autonomy principle (prinsip otonomi): bisnis seharusnya tidak melanggar pilihan orang, e.

  Veracity principle (prinsip kebenaran): bisnis seharusnya tidak melakukan penipuan. Manfaat dari tanggung jawab sosial sosial yang dibuat perusahaan sangat penting buat perkembangan perusahaan kedepan. Ada beberapa manfaat dalam tanggung jawab sosial, yaitu sebagai berikut: a.

  Mendapatkan lisensi untuk beroperasi secara sosial b. Mereduksi resiko sosial perusahaan c. Membuka peluang pasar yang lebih luas d.

  Mereduksi biaya, misalnya terkait dampak pembuangan limbah e. Memperbaiki hubungan dengan stakeholders f. Melebarkan akses sumber daya bagi operasional perusahaan g.

  Meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan h. Memperbaiki hubungan dengan regulator i. Peluang mendapat penghargaan j. Mempertahankan dan mendongkrak reputasi serta citra merek perusahaan

  Banyak yang salah dalam pembuatan atau pelaksanaan dari program pertanggungjawaban sosial. Sehingga, banyak program pertanggungjawaban sosial tidak sampai manfaatnya bagi lingkungan atau masyarakkat sekitar perusahaan. Ada beberapa ciri-ciri program CSR yang baik, yaitu: a.

  Terpadu dan menjadi bagian kegiatan operasi bisnis.

  b.

  Perbaikan berkesinambungan melalui pengawasan, pelaporan dan evaluasi.

  c.

  Menghasilkan manfaat berkelanjutan.

  d.

  Hanya akan berkelanjutan apabila peningkatan kompetensi dan pemberdayaan masyarakat dilakukan secara terus-menerus, dengan didukung oleh prasarana yang dibutuhkan.

  e.

  Menyediakan pemecahan masalah yang saling menguntungkan (win-win).

2.1.2. Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial (Corporate Social

  Responsibility Disclosure)

  Pengungkapan atau disclosure menurut Politon & Rustiyaningsih(2013) adalah penyajian sejumlah informasi yang dibutuhkan untuk mengoperasi secara optimal pasar modal yang efisien.

  Dalam interpretasi yang lebih luas, pengungkapan terkait dengan informasi baik yang terdapat dalam laporan keuangan maupun komunikasi tambahan (supplementary communication) yang terdiri dari catatan kaki, informasi tentang kejadian setelah tanggal laporan, analisis manajem atas operasi perusahaan di masa dating, prakiraan keuangan operasi, serta informasi lainnya (Sitepu, 2009). Pengunkapan tersebut ditujukan pada tanggung jawab sosial perusahaan yang dimana pengungkapan informasi CSR pada laporan tahuan entitas bisnis berdampak positif, yaitu manfaat jangka panjang bagi perusahaan kedepannya.

  Pengungkapan CSR yang dilakukan perusahaan pada umumnya masih bersifat voluntary (suka rela), unregulated (tidak dipengaruhi peraturan tertentu), dan unaudited (belum diaudit). Oleh karena itu, entitas bisnis yang dikelola oleh manajer yang memiliki pandangan filosofi manajerial yang berbeda dan keluasan yang berkaitan dengan pengungkapan informasi yang tidak diwajibkan oleh badan penyelenggara pasar modal.

  Pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan yang sering juga disebut sebagai social disclosure, corporate social reporting, social

  

accounting atau corporate social responsibility merupakan proses pengkomunikasian dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan ekonomi organisasi terhadap kelompok khusus yang berkepentingan dan terhadap masyarakat secara keseluruhan. Pengungkapan tanggung jawab sosial dapat diukur dengan proksi Corporate Social Responsibility Disclosure

  

Index (CSRDI) berdasarkan Global Reporting Initiatives (GRI) yang

diperoleh dari websitendriani,2011).

  Hal-hal yang berkaitan dengan pelaporan sosial perusahaan terdiri dari lima, yaitu: a.

  Lingkungan, meliputi pengendalian terhadap polusi, pencegahan atau perbaikan terhadap kerusakan terhadap lingkungan, conservasi alam, dan pengungkapan lain yang berkaitan dengan lingkungan.

  b.

  Sumber daya manusia, meliputi aktivitas di dalam suatu komunitas, dalam kaitan dengan pelayamam kesehatan, pendidikan dan seni.

  c.

  Energi, meliputi konservasi anergi, efesiensi energi dan lain-lain.

  d.

  Produk, meliputi, keamanan, pengurangan polusi dan lain-lain.

  e.

  Praktek bisnis yang wajar, meliputi, pemberdayaan terhadap minoritas dan perempuan, dukungan terhadap usaha minoritas dan tanggung jawab sosial.

  Akuntansi pertanggung jawaban sosial (Social Responsibility Accounting) menurut Sitepu (2009) adalah akuntansi yang memerlukan adanya laporan mengenai terlaksananya pertanggungjawab sosial perusahaan.

2.1.3. Landasan Teori

  Adapun teori yang mendasari pengungkapan tanggung jawab sosial dalam penelitian ini adalah teori agensi dan teori legitimasi.

2.1.3.1. Teori Agensi

  Teori agensi menjelaskan potensi konflik kepentingan diantara berbagai pihak yang berkepentingan dalam perusahaan.

  Konflik ini terjadi dikarenakan perbedaan tujuan dari masing- masing pihak berdasarkan posisi dan kepentingan terhadap perusahaan (Indriani, 2011). Prinsip utama teori agensi merupakan adanya hubungan kerja antara pihak yang memberi wewenang (prinsipal) yaitu investor dengan pihak yang menerima wewenang (agen) yaitu manajer entitas bisnis. Hubungan keagenan merupakan suatu kontrak dimana seseorang atau lebih (prinsipal) melibatkan orang lain (agen) untuk melakukan beberapa layanan atas nama mereka yang melibatkan mendelegasikan sebagian kewenangan pengambilan keputusan kepada agen.

  Teori agensi mempunyai kaitan dengan teori akuntansi positif yang mempunyai tujuan untuk menjelaskan dan memprediksi praktik akuntansi. Teori akuntansi positif menggunakan asumsi sebagai berikut (Indriani, 2011): a.

  Manajer mengambil tindakan untuk memaksimumkan nilai perusahaan.

  b.

  Manajer memiliki kebebasan untuk memilih metode akuntansi yang memaksimumkan keputusan mereka atau mengubah kebijakan produksi, investasi dan pendanaan perusahaan untuk memaksimumkan keputusan mereka. c.

  Manajer, investor, kreditur, dan individu lain bersikap rasional dan berusaha memaksimalkan keputusan.

2.1.3.2. Teori Legistimasi

  Menurut Adikara (2011) menjelaskan bahwa teori legitimasi sangat bermanfaat dalam menganalisis perilaku organisasi, karena teori legitimasi adalah hal yang paling penting bagi organisasi, batasan-batasan yang ditekankan oleh norma- norma dan nilai-nilai sosial dan reaksi terhadap batasan tersebut mendorong pentingnya analisis perilaku organisasi dengan memperhatikan lingkungan.

  Dasar pemikiran teori ini adalah perusahaan atau organisasi akan terus berkelanjutan keberadaannya jika masyarakat menyadari bahwa organisasi beroperasi untuk sistem nilai yang sepadan dengan system nilai masyarakat itu sendiri.

  Dalam hal ini, perusahaan dan perusahaan memiliki kontrak sosial yang berisi sejumlah kewajiaban dan hak. Kontak sosial akan berubah sejalan dengan perubahan kondisi mayarakat. Akan tetapi, walaupun ada perubahan yang terjadi, kontrak sosial tetaplah merupakan dasar bagi legistimasi bisnis. Legistimas adalah keadaan psikologi keberpihakan seseorang dan kelompok yang sangat peka terhadap gejala lingkungan sekitarnya, baik secara fisik maupun nonfisik.

  Hasil penelitian di atas menjelaskan bahwa legitimasi perusahaan dapat ditingkatkan melalui tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). Untuk itu, pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan diperlukan untuk mendapatkan nilai positif dan legitimasi dari masyarakat.

2.1.4. Karakteristik Perusahaan yang Mempengaruhi Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial

  Karakteristik perusahaan dapat menjelaskan variasi luas pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan. Karakteristik perusahaan merupakan prediktor luas pengungkapan Sitepu (2009) Dalam penelitian ini, karakteristik perusahaan yang mempengaruhi pengungkapan tanggung jawab sosial adalah leverage, profitabilitas, ukuran perusahaan, profil perusahaan dan ukuran dewan komisaris.

2.1.4.1. Leverage

  adalah penggunaan sumber daya memiliki beban

  Leverage

  tetap dengan harapan bahwa akan memberikan tambahan keuntungan yang lebih besar daripada beban tetapnya sehingga akan meningkatkan keuntungan yang tersedia bagi pemegang saham (Herdiani, 2012). Perusahaan yang mempunyai proporsi hutang lebih besar, maka perusahaan dengan leverage yang tinggi mempunyai kewajiban lebih untuk memenuhi kebutuhan informasi krediturnya (Indriani, 2011). Leverage operasi merupakan meningkatknya sumbangan biaya produksi tetap terhadap total biaya operasi pada berbagai tingkat penjualan.

  Rasio ini merupakan struktur yang menyangkut struktur keuangan perusahaan. Struktur keuangan merupakan bagaimana perusahaan mendanai aktivitasnya. Aktivitas perusahaan ditandai dengan modal pemegang saham dan hutang jangka pendek.

  Variabel leverage dalam penelitian ini menggunakan Debt

  

Equity Ratio (DER). Adapun jenis-jenis leverage antara lain

  (Kasmir, 2010): 1.

   Debt to Equity Ratio (DER) 2. Debt to Aset Ratio 3. Long Term Debt to Equity Ratio 4. Times Interst Earned 5. Fixed Change Coverage

  Teori keagenan memprediksi bahwa perusahaan dengan rasio leverage yang lebih tinggi akan mengungkapkan lebih banyak informasi, karena biaya keagenan perusahaan dengan struktur modal seperti itu lebih tinggi

2.1.4.2. Profitabilitas

  Profitabilitas merupakan faktor yang membuat manajemen menjadi bebas dan fleksibel untuk mengungkapkan pertanggungjawaban sosial kepada pemegang saham (Sitepu, 2009). Semakin tinggi tingkat profitabilitas dari perusahaan, maka semakin besar pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.

  Variabel profitabilitas dalam penelitian ini menggunakan Return On Aset (ROA).

  Tanpa adanya keuntungan (profit), perusahaan akan kesulitanuntuk menarik modal dari luar. Dalam melakukan analisis pada perusahaan, bisa dilakukan dengan menganalisis laporan keuangan perusahaan, dengan menggunakan anaisis rasio keuangan. Rasio profitabilitas terdiri atas dua, yaitu: a.

  Rasio profitabilitas yang berkaitan dengan penjualan.

  b.

  Rasio profitabilitas yang berkaitan dengan investasi.

  Tujuan penggunaan rasio profitabilitas bagi perusahaan maupun pihak luar perusahaan, yaitu: a.

  Untuk menghitung atau mengukur laba yang diperoleh perusahaan dalam satu periode.

  b.

  Untuk menilai perkembangan laba dari waktu ke waktu c. Untuk mengukur produktifitas seluruh dana perusahaan yang digunakan baik modal sendiri maupun modal pinjaman.

  d.

  Untuk menilai posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun sekarang e.

  Untuk mengukur produktifitas dari seluruh dana perusahaan yang digunakan baik modal sendiri atau tujuan lainnya.

  f.

  Untuk menilai laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri.

  Berdasarkan teori legistimasi, argumen dalam hubungan profitabilitas terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial adalah saat perusahaan memiliki tingkat laba yang tinggi, perusahaan menganggap tidak perlu melaporkan hasil kinerja perusahaannya karena akan mengganggu informasi pada kesuksesan keuangan perusahaan. Sedangkan, pada tingkat profitabilitas rendah, perusahaan berharap para pengguna laporan keuangan akan membaca

  ”good news” kinerja perusahaan.

2.1.4.3. Ukuran Perusahaan

  Ukuran perusahaan merupakan variabel penduga yang banyak digunakan untuk menjelaskan variasi pengungkapan dalam laporan tahunan perusahaan. Semakin besar ukuran perusahan yang dimiliki perusahaan berarti semakin besar aktiva yang bisa dijadikan jaminan untuk memperoleh utang sehingga struktur modal akan meningkat. Hal ini berkaitan dengan teori agresi,dimana perusahaan besar yang memiliki biaya keagenan yang lebih besar akan mengungkapkan informasi yang lebih luas untuk mengurangi biaya keagenan tersebut (Safitri, 2011).

  Skala ukuran perusahaan dapat mempengaruhi luas pengungkapan informasi dalam laporan keuangan mereka. Maka, perusahaan besar akan mengungkapkan informasi sosial atau tanggung jawab sosial lebih banyak daripada perusahaan kecil.

  Secara teoritis perusahaan besar merupakan entitas bisnis yang tidak lepas dari resiko tekanan politis yang lebih besar dibandingkan perusahaan kecil.

  Ukuran perusahaan diatur dalam UU RI NO.20 Tahun 2008. Peraturan tersebut menjelaskan 4 jenis ukuran perusahaan yang dapat dinilai dari jumlah penjualan dan asset yang dimiliki oleh perusahaan. Empat jenis ukuran perusahaan sesuai dengan UU RI NO.20 Tahun 2008 antara lain (Indriani, 2011): a.

  Perusahaan dengan usaha ukuran mikro, yaitu memiliki kekayaan bersih ≤ Rp50.000.000,- ( tidak termasuk tanah dan bangunan) dan memiliki jumlah penjualan ≤ Rp. 300.000.000,-.

  b.

  Perusahaan dengan usaha ukuran kecil, yaitu memiliki kekayaan bersih Rp. 50.000.000,- sampai Rp. 500.000.000,- (tidak termasuk tanah dan bangunan) serta memiliki jumlah penjualan Rp. 300.000.000,- sampai dengan Rp. 2.500.000.000,-.

  c.

  Perusahaan dengan usaha ukuran menengah, yaitu memiliki kekayaan bersih Rp. 500.000.000,- sampai Rp.

  10.000.000.000,- (tidak termasuk tanah dan bangunan) serta memiliki jumlah penjualan Rp. 2.500.000.000,- sampai dengan Rp.50.000.000.000,-.

  d.

  Perusahaan dengan usaha ukuran besar, yaitu memiliki kekayaan bersih ≥ Rp. 10.000.000.000,- (tidak termasuk tanah dan bangunan) serta memiliki jumlah penjualan ≥ Rp. 50.000.000.000,-. Dikaitkan dengan teori agensi, dimana perusahaan besar yang memiliki biaya keagenan yang lebih besar akan mengungkapkan informasi yang lebih luas untuk mengurangi biaya keagenan tersebut (Sitepu, 2011). Perusahaan lebih yang besar pengaruhnya terhadap masyarakat akan memiliki pemegang saham yang mungkin memperhatikan program sosial yang dibuat perusahaan danlaporan tahunan akan digunakan untuk menyebarkan informasi tentang tanggung jawab sosial tersebut.

2.1.4.4. Profil Perusahaan

  Profil adalah salah satu perbedaan karakteristik yang digunakan untuk menguji pengungkapan sosial. Profil ini terdiri dari dua jenis yaitu high-profile dan low-profile. Perusahan high-

  

profil sebagai perusahaan yang memiliki consumer visibility, yang

  memiliki tingkat resiko politik dan kompetisi yang tinggi (Adikara, 2011). Profil yang high-profile memiliki kecenderung lebih banyak dalam melakukan pengungkapan sosial daripada industri yang low-

  profile. (Adikara, 2011)

  Menurut (Yulfaida, 2012) dalam menyatakan bahwa kegiatan ekonomi perusahaan yang memodifikasi lingkungan, seperti industri pertambangan lebih banyak mengungkapkan informasi tentang dampak lingkungan mereka dibanding perusahaan jenis industri lain.

2.1.4.5. Ukuran Dewan Komisaris

  Berkaitan dengan ukuran dewan komisaris, semakin besar jumlah anggota dewan komisaris maka akan semakin mudah untuk mengendalikan dan monitoring yang dilakukan akan semakin efektif. Dewan komisaris merupakan wakil shareholder didalam suatu entitas yang berbadan hukum perseroan terbatas. Selain sebagai wakil shareholder, dewan komisaris memiliki tugas untuk mengawasi, memberikan pengarahan pada pengelola perusahaan yang dilaksanakan oleh manajemen (direksi), dan bertanggung- jawab untuk menentukan apakah manajemen memenuhi tanggung jawab mereka dalam mengembangkan, serta menyelenggarakan pengendalian intern perusahaan.

  Fungsi dewan komisaris merupakan mengawasi pengelolaan perusahaan yang dilaksanakan oleh manajemen (direksi) dan bertanggung jawab untuk menentukan apakah manajemen memenuhi tanggung jawab mereka dalam mengembangkan dan menyelenggarakan pengendalian intern perusahaan.

  Teori agensi telah digunakan secara luas dalam penelitain tentang dewan komisaris karena manajemen dengan tugas yang besar maka dibutuhkan dewan komisaris yang banyak untuk mengawasi kegiatan manajemen. Hal ini dilakukan dengan membagi dua tipe anggota dewan komisaris, yaitu: outside dan inside directors.

2.1.5. Perusahaan Manufaktur

  Perusahaan manufaktur merupakan perusahaan yang mengelola persediaan bahan baku menjadi barang jadi dan memerlukan perlakuan akuntansi untuk persediaan mulai dari persediaan barang jadi, pesediaan barang dalam proses dan persediaan bahan baku. Harga pokok penjualan setiap produk yang dihasilkan terdiri dari biaya overhead pabrik, biaya bahan baku dan upah harus dihitung dalam perusahaan manufaktur.

  Perusahaan manufaktur melakukan aktivitas produksi sehingga disebut dengan harga pokok produksi. Elemen-elemen yang ada dalam biaya produksi menurut Hermawan(2008 : 160), yaitu: 1.

  Biaya bahan langsung adalah biaya bahan yang digunakan dan menjadi bagian dari produk jadi.

  2. Biaya tenaga kerja langsung adalah biaya tenaga kerja yang terlibat dalam proses mengubah bahan langsung menjadi barang jadi.

  Variabel independen:

  of board commissioners

  tidak berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perushaan. Sedangkan size

  institutional ownership

  dan

  Company size

  Variabel dependen: Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial

  

Company Size

  dan

  

Size of Board of

Commissioners,

Institutional Ownership,

  Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Penggungkapa n Tanggung Jawab Sosial perusahaan (Study Survey pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia)

  3. Biaya overhead pabrik (BOP) adalah biaya-biaya produksi yang tidak termasuk biaya bahan langsung dan tenaga kerja langsung.

  2. Shinta Safitri (2010)

  Ukuran dewan komisaris dan profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap jumlah informasi sosial yang diungkapkan dalam laporan tahunan perusahaan. Sedangkan, tingkat leverage dan ukuran perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap jumlah informasi sosial yang diungkapkan dalam laporan tahunan peusahaan(studi empiris pada perusahaan manufaktur Bursa Efek Jakarta tahun 2007)

  perusahaan, dan profitabilitas. Variabel Dependen: Pengungkapan Informasi Sosial

  Finacial leverage, ukuran

  Variabel Independen: Ukuran Perusahaan,

  Faktor-faktor yang Mempengaruh i Pengugkapan Informasi Sosial dalam Laporan Tahunan Pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

  1. Andre Christia n Sitepu (2009)

  Peneliti Judul Penelitian Pengukuran Variabel Hasil Penelitaian

  

Tabel 2.1.

Tinjauan Penelitian Terdahulu

No Namea

  berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan (Studi survey pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia periode 2009)

  No Nama Peneliti Judul Penelitian Pengukuran Variabel Hasil Penelitaian

  3. Mahtalia Indriani (2011)

  Analisis Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Perbankan dan Lembaga Keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

  Variabel independen: ukuran perusahaan, ukuran komite audit, profitabilitas dan financial

  leverage.

  Variabel dependen: Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial. ukuran perusahaan, ukuran komite audit, dan profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial. Sedangkan,

  financial leverage tidak

  berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial (Studi ini dilakukan pada Perusahaan Perbankan dan Lembaga Keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009).

  4. Yoga Nata Adikara (2011)

  Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Penggung- kapan Tanggung Jawab Sosial dalam Laporan Tahunan Perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

  Variabel independen: ukuran perusahaan, profil perusahaan, profitabilitas, proporsi kepemilkan saham, ukuran dewan komisaris dan leverage Variabel dependen: Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial ukuran perusahaan (size) dan profil perusahaan berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial. Sedangkan, profitabilitas, propoporsi kepemilikan saham, ukuran dewan komisaris dan leverage tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan (Studi ini dilakukan dalam Laporan Tahunan Perusahaan yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia tahun 2009) 2.2.

   Kerangka Konseptual

  Kerangka Konseptual berdasarkan uraian teoritis serta beberapa penelitian terdahulu, sehingga peneliti mengindikasikan leverage, profitabilitas, ukuran perusahaan, profil perusahaan dan ukuran dewan komisaris sebagai variabel independen penelitian yang mempengaruhi pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan sebagai variabel dependen penelitian. Maka dapat dibagun kerangka pemikiran sebagai berikut:

  Variabel Independent Variabel Dependent

  Hipotesis 1

  Leverage ( X1) Profitabilitas Pertanggungjawaban

   Hipotesis 2 (X2)

  Sosial (Y)

  Hipotesis 3

  UkuranPerusahaan (X3) Hipotesis 4

  Profil Perusahaan (X4) Ukuran Dewan

  Hipotesis 5

  Komisaris (X5) Hipotesis 6

  ( X6 )

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

  Kerangka konseptual di atas menjelaskan hubungan secara parsial maupun simultan antara masing-masing variabel independen dan dependen. Penjelasan dari gambar di atas adalah sebagai berikut: 1.

   Hubungan leverage terhadap pertanggungjawaban sosial Leverage merupakan alat untuk melihat kemampuan perusahaan dalam menyelesaikan semua kewajibannya kepada pihak lain.

  Perusahaan mempunyai proporsi utang lebih banyak dalam struktur pemodalannya akan mempunyai biaya keagenan yang lebih besar.

  Oleh sebab itu, perusahaan yang mempunyai leverage tinggi mempunyai kewajiban lebih untuk memenuhi kebutuhan informasi krediturnya. Semakin tinggi tingkat leverage maka semakin besar pula kemungkinan akan melanggar perjanjian kredit sehingga perusahaan akan berusaha untuk melaporkan laba sekarang lebih tinggi. Sehingga upaya untuk meningkatkan laba maka manajer harus mengurangi biaya-biaya (termasuk biaya untuk pengungkapan pertanggungjawaban sosial).

  Keputusan untuk mengungkapkan informasi sosial akan mengikuti suatu pengeluaran untuk pengungkapan yang menurunkan pendapatan. Dan menurut beberapa penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Sitepu (2009), Adikara (2011) dan Indiani (2011) menemukan hasil bahwa tingkat leverage tidak berpengaruh signifikan terhadap pertanggungjawaban sosial perusahaan.

2. Hubungan profitabilitas terhadap pertanggungjawaban sosial

  Profitabilitas merupakan kemampuan suatu entitas bisnis untuk menghasilkan laba dalam meniingkatkan nilai pemegang saham.

  Profitabilitas juga merupakan faktor yang membuat manajemen menjadi bebas dan fleksibel untuk mengungkapkan pertanggung- jawaban sosial kepada pemegang saham, sehingga semakin besar perusahaan maka semakin besar pula penggungkapan informasi pertanggungjawaban sosial perusahaan.

  Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan oleh Sitepu (2009) dan Indriani (2011) menyatakan profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial, sedangkan menurut Adikara (2011) tidak berpengaruh terhadap pertanggungjawaban sosial perusahaan.

3. Hubungan ukuran perusahaan terhadap pertanggungjawaban sosial

  Ukuran perusahaan merupakan variabel penduga yang banyak digunakan pengungkapan dalam laporan tahunan perusahaan.

  Perusahaan besar merupakan emiten yang banyak disoroti oleh masyarakat luas, sehingga pengungkapan yang lebih banyak entitas bisnis maka merupakan bagian dari pengurangan biaya tekanan politis sebagai wujud tanggung jawab sosial entitas. Perusahaan besar tidak akan lepas dari tekanan, aktivitas operasi dan pengaruh yang lebih besar terhadap masyarakat yang mungkin akan memiliki pemegang saham yang memperhatikan program sosial yang dibuat perusahaan sehingga pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan akan semakin luas. Sehingga program tanggung jawab sosial perusahaan juga semakin diungkapkan dalam laporan tahunan. Oleh sebab itu perusahaan dituntut untuk menggungkapkan tanggung jawab sosialnya.

  Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sitepu (2009) dan Safitri (2010) ukuran perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap pertanggungjawaban sosial. Sedangkan, menurut Indriani (2011) dan Adikara (2011) ukuran perusahaan (size) berpengaruh signifikan terhadap pertanggungjawaban sosial perusahaan. Terdapat ketidak konsistenan dalam penelitian sebelumnya. Akan tetapi, penelitian ini menggunakan total asset yang dimiliki perusahaan sebagai proksi dari ukuran perusahaan sebagai pariabel independen.

4. Hubungan profil perusahaan terhadap pertanggungjawaban sosial

  Perusahaan yang berorientasi pada konsumen diperkirakan akan memberikan informasi mengenai informasi pertanggungjawaban sosial karena hal ini akan mengangkat image perusahaan dan mempengaruhi penjualan. Adikara (2011) bahwa profil perusahaan berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan tanggungjawab sosial perusahaan. Berdasarkan uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa profil perusahaan berpengaruh terhadap pertanggungjawaban sosial.

  

5. ukuran dewan komisaris terhadap

Hubungan pertanggungjawaban sosial

  Dewan komisaris berfungsi sebagai untuk mengawasi pengelolaan perusahaan yang dilaksanakan oleh manajemen (direksi) dan bertanggung-jawab untuk menentukan apakah manajemen (dereksi) memenuhi tanggung jawab mereka dalam menyelenggaraka dan mengembangkan penelitian intern perusahaan. Dengan wewenwng yang dimiliki oleh dewan komisaris dapat memberikan pengaruh yang cukup kuat untuk menekan manajemen agar mengungkapkan informasi CSR lebih lengkap, sehingga dapat dijelaskan bahwa perusahaan yang memiliki ukuran dewan komisaris yang lebih besar akan lebih banyak mengungkapkan CSR.

  Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan oleh Sitepu (2009) ukuran dewan komisaris berpengaruh signifikan terhadap jumlah informasi sosial. Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Adikara (2011) ukuran dewan komisaris dan tidak berpengaruh signifikan terhadap pertanggungjawaban sosial perusahaan.

6. Hubungan leverage, profitabilitas, ukuran perusahaan, profil perusahaan dan ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap pertanggungjawaban sosial

  Secara simultan, leverage, profitabilitas, ukuran perusahaan, profil perusahaan dan ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap pertanggungjawaban sosial. Pada dekade terakhir, pertumbuhan kesadaran public terhadap peran perusahaan semakin meningkat. Hal ini dapat dilihat pada banyaknya perusahaan yang dianggap telah member kontribusi bagi kemajuan ekonomi dan teknologi tetapi perusahaan tersebut mendapat kritik karena telah menciptakan masalah sosial. Limbah, polusi, penyusutan sumber daya, keamanan produk, dan status karyawan merupakan isu-isu yang menjadi perhatian saat ini terus meningkat. Hal ini melahirkan akuntansi sosial ekonomi yang merupakan suatu hasil upaya untuk mengakomodasi kebutuhan perusahaan dalam melakukan pertanggungjawaban sosial kepada masyarakat dari sebuah perusahaan.

  Pengungkapan mengandung arti bahwa laporan keuangan harus memberikan informasi dan penjelasan yang cukup mengenai hasil aktivitas suatu unit usaha. Perusahaan yang memberi informasi pertanggungjawaban sosial akan menambah nilai perusahaan. Bukan hanya untuk membuat perusahaan semakin dikenal masyarakat luas dengan kegiatan sosial yang dibuat perusahaan tersebut dan membantu penjualan produk, tetapi juga untuk menjaga lingkungan.

2.3. Hipotesis

  Berdasarkan kerangka konseptual yang telah di jelaskan diatas, sebagai berikut:

  1. Leverage berpengaruh terhadap pertanggungjawaban sosial 2.

  Profitabilitas berpengaruh terhadap pertanggungjawaban sosial 3. Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap pertanggungjawaban sosial 4. Profil perusahaan berpengaruh terhadap pertanggungjawaban sosial 5. Ukuran dewan komisaris terhadap pertanggungjawaban sosial.

  6. Leverage, profitabilitas, ukuran perusahaan, profil perusahaan dan ukuran perusahaan berpengaruh terhadap pertanggungjawaban sosial.

Dokumen yang terkait

Analisis Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Pada Perusahaan Pertambangan Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

4 110 125

Tinjauan Hukum Terhadap Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) Oleh Bank Bumn(Studi Pada Pt.Bank Xxx Medan)

8 121 130

Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 42 90

Analisis Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Pada Perusahaan Pertambangan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

1 77 128

Pengaruh Profitabilitas Dan Size Perusahaan Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 28 102

Pengaruh Profitabilitas Dan Size Perusahaan Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 43 102

Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Pada Perusahaan Makanan Dan Minuman Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

2 56 91

Analisis Hukum Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) Terhadap Masyarakat Di Lingkungan Perusahaan (Studi Pada PT. Inalum Asahan)

20 335 133

Analisis Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Pertanggungjawaban Sosial Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2012

0 44 110

Analisis Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Pertanggungjawaban Sosial Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2012

0 0 16