Meski wadahnya berbeda posisi FDHI tidak

Meski wadahnya berbeda, posisi FDHI tidak berseberangan dengan IKAHI.
YOZ/M-22
Dibaca: 886 Tanggapan: 0

Koordinator FDHI, Djoe Hadisasmito. Foto: YOZ

B E R I TA T E R K A I T


FDHI Berharap RUU Jabatan Hakim Segera Dibahas



FDHI Prakarsai Tim Kajian UU Jabatan Hakim



Ini Alasan Perlunya UU Jabatan Hakim




KY: Kenaikan Gaji, Picu Tren Hakim Selingkuh



Berlebihan, Gaji Hakim Agung Rp500 Juta




Banyak cara untuk menyalurkan pemikiran yang positif di bidang hukum, salah satunya dengan
membuat forum diskusi. Forum diskusi bisa dilakukan kapanpun dan dimanapun, tak terkecuali di
dunia maya. Hal ini seperti yang dilakukan para hakim yang tergabung dalam Forum Diskusi Hakim
Indonesia
(FDHI).
Topik-topik yang dibahas FDHI pada umumnya mengenai pemikiran-pemikiran positif bagi profesi
hakim dan berujung pada pembaharuan institusi, dalam hal ini Mahkamah Agung maupun Badan
Peradilan pada umumnya. Tapi perlu dicatat, Forum diskusi ini tidak bersifat formal, artinya hakim
yang aktif sebagai anggota Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) juga bisa menyumbangkan pemikiran
melalui
forum

ini.
FDHI tidak lepas dari forum yang sebelumnya sudah ada, yakni Forum Komunikasi Hakim Progresif
Indonesia (FK-HPI). Diskusi yang dibahas tidak lepas dari keresahan hakim-hakim setelah keluarnya UU
No.49 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, UU No.50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama

dan UU No.51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, di mana salah satunya menegaskan
kembali mengenai status hakim sebagai pejabat negara. Sebelumnya, sudah ada berbagai peraturan
perundang-undangan
yang
menempatkan
hakim
sebagai
pejabat
negara.
Namun sekitar tiga tahun berlalu, pada 2012, kondisi justru berbalik antara apa yang sudah ditegaskan
UU dengan realitas kondisi hakim. Bahkan saat itu, puncaknya gaji hakim justru lebih rendah daripada
PNS
(untuk
pangkat,
golongan,

dan
masa
jabatan
yang
sama).
“Di situlah memicu kita semakin intensif komunikasi di dunia maya, tetapi tetap mendasarkan pada
peraturan-peraturan
yang
ada,”
kata
Koordinator
FDHI,
Djoe
Hadisasmito.
Selama ini, IKAHI menjadi sebuah wadah bekumpulnya para hakim. Namun, Djoe menjelaskan bahwa
FDHI tidak bisa dihadapkan dengan IKAHI. Soalnya, IKAHI sudah berbadan hukum dan merupakan
organisasi wajib para hakim. Namun, ia mengingatkan bahwa para anggota forum diskusi di FDHI
banyak
juga
yang

menjadi
pengurus
di
IKAHI
tingkat
cabang.
“FDHI adalah forum diskusi yang cair, tapi karena para anggota forum itu para hakim tentunya tahu
sebatas mana hal-hal yang menjadi tujuan/concern dari para hakim itu sendiri,” kata Djoe.
Dijelaskan Djoe, meski wadahnya berbeda, posisi FDHI tidak berseberangan dengan IKAHI. Justru
sebaliknya, para hakim yang tergabung dalam FDHI ingin memperkuat IKAHI. Hal ini sesuai dengan
salah satu amanat Musyawarah Nasional (Munas) IKAHI ke-17 di Bali pada 2013, yakni melanjutkan
upaya untuk mewujudkan UU mengenai hakim sebagai pejabat negara dan contemp of
court (penghinaan
terhadap
peradilan).
“kita juga justru ingin akselerasi agar menjadi rekomendasi Munas IKAHI 2013 bisa terealiasi,”
tuturnya.
Perbedaan FDHI dengan IKAHI lainnya, lanjut Djoe, IKAHI memiliki AD/ART yang jelas. Hal ini berbeda
dengan FDHI yang tidak memiliki AD/ART, namun setiap orang bisa bergabung asalkan
memiliki concern yang sama terhadap tema yang dibahas. Di samping itu, FDHI tidak memaksa para

hakim
yang
tergabung
dalam
IKAHI
untuk
aktif
berdiskusi
dalam
FDHI.
Djoe menilai wajar jika ada wadah-wadah lain di luar FDHI yang turut aktif dalam menyumbangkan
pemikiran-pemikiran terkait profesi hakim. Ke depan, tidak menutup kemungkinan FDHI menggandeng
kampus-kampus untuk memberikan sumbangsih berupa pemikiran-pemikiran yang positif.
“Kita tidak memaksa teman-teman untuk aktif ikut berdiskusi, tapi teman-teman yang punya
kepedulian terhadap profesi hakim, FDHI lah salah satu wadahnya,” pungkasnya.

Sumber : Hukumonline,

JUMAT, 24 APRIL 2015