Bantuan hukum administratif bagi masyarakat tidak mampu di pengadilan agama

(1)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk memenuhi syarat-syarat gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh: Denis Silvia NIM. 1111044100079

KONSENTRASI PERADILAN AGAMA PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULRAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGRI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

Keluarga/ Peradilan Agama, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436 H.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh AIPJ (Australia Indonesia Patnership For Justice) menunjukan bahwa, masih banyak warga negara Indonesia yang belum mempunyai identitas hukum seperti akte/buku nikah, dengan alasan terlalu mahal biayanya, lokasi layanan terlalu jauh, tidak tahu cara memperoleh identitas hukum, dan proses terlalu rumit, menanggapi permasalahan tersebut bagaimanakah pelaksanaan bantuan hukum di Pengadilan Agama Depok. Oleh karena itu tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan serta layanan Posbakum sebagai salah bantuan hukum bagi masyarakat tidak mampu di wilayah Pengadilan Agama Depok dan mengetahui respon dari masyarakat.

Peneliti mengguanakan metode pendekatan yuridis sosiologis, dengan jenis penelitian deskriptif analisis yang menggambarkan dan memaparkan secara sistematika tentang objek penelitian dan kemudian dilakukan analisis. Dalam rangka mengumpulkan mengelola dan menyajikan bahan-bahan yang diperlukan, maka dilakukan pengumpulan data melalui studi pustaka dan wawancara pihak terkait, setelah itu dilakukan dengan cara membandingkan hasil studi pustaka dengan penelitian lapangan.

Dari penelitian ini, dapat diketahui bahwa Posbakum melayani masyarakat yang tidak mampu, dengan berbagai jasa yang tersedia diantaranya konsultasi, advis hukum, pembuatan dokumen hukum yang diperlukan di persidangan. Posbakum Pengandilan Agama Depok telah berhasil melayani para pengguna jasa pada tahun 2011 sebanyak 534 orang, tahun 2012 sebanyak 960 orang, dan tahun 2014 sebanyak 853 orang. Dengan adanya Posbakum masyarakat merasa gembira dan senang karena mendapatkan bantuan dan kepastian hukum secara gratis.

Kata Kunci : Bantuan Hukum, Administratif, Masyarakat Tidak Mampu, Pengadilan Agama. Pembimbing: Drs. H. Wahyu Widiana, MA.


(6)

i

KATA PENGANTAR

يحرلا نمحرلا ها مسب م

Segala puja dan piji Syukur hanya milik Allah SWT yang selalu memberikan kemudahan, petunjuk, rahmat dan hidayah-Nya kepada Penulis dalam menyusun dan menyelesaikan skipsi ini tepat pada waktunya. Shalawat dan salam selalu tercurah limpahkan kepada baginda Nabi akhir zaman Nabi besar Muhammad SAW, beserta keluarga dan sahabat.

Skripsi dengan judul “Bantuan Hukum Administratif Bagi Masyarakat Tidak Mampu Di Pengadilan Agama” disusun guna memenuhi syarat dalam meraih gelar Syarjana Syariah pada Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, Penulis mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan skripsi ini. Dan dalam perjalanan penyusunan skrisi ini, Penulis telah banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak oleh karena itu dalam kesempatan ini perkenankanlah Penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang dalam dan tak terhingga kepada:

1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta


(7)

ii Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Drs. H. Wahyu Widiana, MA. Dosen pembimbing skripsi yang telah banyak meluangkan waktu untuk bimbingan, pengarahan serta saran-saran bagi skripsi Penulis untuk menjadi lebih baik dan telah banyak memberikan Penulis pengetahuan baru dalam berbagai hal selama bimbingan.

4. Dr. Hj. Mesraini, M.Ag. Dosen pembimbing akademik yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan, serta membantu penulis dalam memberikan nasehat-nasehat dan masukan kepada Penulis. 5. Drs. Entoh Abd Fatah. Pansek Pengadilan Agama Depok yang

telah membantu Penulis dalam memperoleh data-data yang di perlukan dalam penelitian.

6. Seluruh Dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum, terima kasih atas ilmu dan bimbingannya. Seluruh Staf Akademik, Program Studi, dan Perpustakaan terima kasih atas bantuan dalam upaya memperlancar penyelesaian skripsi ini.

7. Yang tercinta dan tersayang Ibunda Ejah dan Ayahanda Acu Sulaeman, terima kasih atas kesabaran, keikhlasan, cinta dan kasih sayang yang tidak pernah habis, do’a, dukungan moril dan materil yang senantiasa diberikan kepada Penulis. Dan tidak lupa ucapan


(8)

iii

terimakasih Penulis haturkan kepada adik-adik tersayang, dan seluruh keluarga besar Penulis atas bantuan, motivasi serta do’a kalian.

8. Kepada sahabat-sahabatku Tria Farhanah, S. SI., Nitta Yuni Mardianti, S.Sos., Ganissufi Kautsar S.Psi., dan sahabat-sahabat di Yellow Castle yang telah memberikan do’a, semangat untuk penulis dalam menghadapi kesulitan, semoga menjadi kenangan yang tidak terlupakan.

9. Sahabat-sahabat seperjuangan PA dan AKI angkatan 2011, yang telah berbagi ilmu dan berjuang bersama untuk meraih ridho Allah di kampus tercinta ini, Sahabat PMII, KBPA, KKN Chanvas hari-hari dengan kalian menjadi kenangan bagi Penulis yang tidak bisa terlupakan.

10.Arif Sasongko, S.H,. dan Alfa Noor Hawarizmi, S.H. Atas pengalaman ilmu-ilmu yang berharga di Posbakum Pengadilan Agama Depok.

Akhirnya hanya kepada Allah jualah penulis berharap, semoga segala amal baik diterima oleh-Nya dan semoga skripsi skipsi ini dapat bermanfaat bagi diri penulis dan pembaca.

Ciputat, Mei 2015


(9)

iv

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI iv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 9

D. Review Studi Terdahulu 10

E. Metode Penelitian 12

F. Teknik Penulisan 15

G. Sistematika Penulisan 16

BAB II BANTUAN HUKUM

A. Bantuan Hukum di Indonesia 18

B. Pengertian Bantuan Hukum 22

C. Tujuan dan Ruang Lingkup Bantuan Hukum 27

D. Negara Menjamin Bantuan Hukum 34

BAB III POS BANTUAN HUKUM DI PENGADILAN AGAMA

A. Awal Mula Pos Bantuan Hukum dan


(10)

v

B. Posbakum di Pengadilan Agama Menurut PERMA

No. 1 Tahun 2014 46

C. Perbedaan antara SEMA No 10 Tahun 2010 dan

PERMA No 1 Tahun 2014 55

BAB IV PELAKSANAAN BANTUAN HUKUM ADMINISTRATIF

BAGI MASYARAKAT TIDAK MAMPU OLEH POSAKUM DI PENGADILAN AGAMA DEPOK

A. Pelaksanaan Posbakum Pengadilan Agama Depok 59 B. Pelayanan Posbakum Pengadilan Agama Depok 65 C. Bantuan Hukum Prodeo dan Sidang Di Luar Gedung

Pengadilan 75

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan 80

B. Saran-Saran 82

DAFTAR PUSTAKA 84


(11)

1 A. Latar Belakang Masalah

Dalam pergaulan masyarakat terdapat aneka macam hubungan antara anggota masyarakat, yakni hubungan yang di timbulkan oleh kepentingan-kepentingan anggota masyarakat itu. Dengan banyak dan aneka ragamnya hubungan itu, para anggota masyarakat memerlukan aturan-aturan yang dapat menjamin keseimbangan agar dalam hubungan itu tidak terjadi kekacauan dalam masyarakat. Untuk menjamin kelangsungan dan keseimbangan dalam perhubungan antara anggota masyarakat, diperlukan aturan-aturan hukum.1

Hukum merupakan bagian dari perangkat kerja sistem sosial. Fungsi sistem sosial ini adalah untuk mengintegrasikan kepentingan anggota masyarakat sehingga terciptanya suatu keadaan yang tertib. Hal ini mengakibatkan tugas hukum adalah mencapai keadilan, yaitu keserasian antara nilai kepentingan hukum.2

Tujuan dari hukum itu sendiri menurut pendapat Purnadi Purba Caraka dan Soejono Suekanto, dalam buku mereka Perihal Kaedah Hukum

1

C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pusaka, 1987), h. 40.

2

Saut P. Panjaitan, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, asas, pengertian, dan sistematika,(Palembang: Universitas Sriwijaya, 1998), h. 57 dilihat dalam buku, Ishaq, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, cet 2(Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h. 6


(12)

2

pada dasarnya menegaskan bahwa tujuan hukum adalah untuk mencapai kedamaian hidup antara pribadi dan juga untuk mencapai keadilan.3

Hukum menurut Prof. Subekti S.H., hukum mengabdi pada tujuan negara yang dalam pokoknya adalah mendatangkan kemakmuran dan kebahagianan pada rakyatnya, dengan menyelenggarakan keadilan dan ketertiban yang merupakan syarat-syarat pokok untuk mendatangkan kemakmuran dan kebahagianan.4

Negara Hukum Indonesia menurut UUD 1945 (pasal 27 ayat (1); segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahana dan wajib menjungjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada pengecualinya.5 Pasal tersebut tidaklah menbeda-bedakan antara warga yang satu dengan warga yang lainnya semuanya sama dihadapan hukum. Tanpa kecuali termasuk warga yang kurang mampu yang juga mempunyai hak untuk dapat memperoleh bantuan hukum.6

UUD 1945 dan prinsip-prinsip persamaan di hadapan hukum dan perlakuan yang adil bagi seluruh masyarakat, yang merupakan petunjuk bahwa negara wajib memperhatikan masalah bantuan hukum bagi warga

3

Aridwan halim, Pengantar Ilmu Hukum Dalam Tanya Jawab edisi kedua, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), h. 71

4

C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, h. 41 5

UNDANG-UNDANG DASAR 1945 6Soerjono Soekamt, dkk., “

BantuanHukum Suatu Tinjauan Sosio Yuridis”, (Jakarta: Galia Indonesia, 1983), h. 93


(13)

negaranya.7 Demikian pula hak untuk didampingi advokat dijamin sistem hukum Indonesia.8

Bantuan hukum diyakini dapat memberikan kesamaan dan jaminan terhadap seluruh masyarakat dalam menikmati perlindungan dihadapan hukum dan dari sesuatu perbuatan yang tidak adil. Bantuan hukum merupakan penyempurnaan dari jaminanan sosial, dan menjadi sistem yang melengkapi perlindungan terhadap hak asasi manusia.9

Gagasan atau konsep bantuan hukum dimana-mana umumnya sama, memeberikan pelayanana hukum kepada orang yang tidak mampu membayar pengacara tanpa memandang agama, asal, suku maupun keyakinan politik masing-masing.10

Merujuk pada pasal 57 UU No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman dan pasal 60 UU No. 50 Tahun 2009 Tentang Peradilan Agama, Posbakum dibentuk di setiap pengadilan untuk membantu pencari keadilan yang tidak mampu. Bantuan hukum itu diberikan secara cuma-cuma.11

Pada proses pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang syarat dan tata cara pemberian dan penyaluran dana bantuan hukum, kategori penerima bantuan hukum termasuk isu klausal yang sering

7

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, BantuanHukum Akses Masyarakat Marjinal Terhadap Keadilan, (Jakarta: Sentralisme Production, 2007), h. xi

8

Ibid., h. 93 9

Ibid., h. xi 10

Ibid., h. 6

11 Hermansyah, “Kami ingin Tahun ini Posbakum ada di 100 PA 63”, Artikel diakses pada 6 Maret 2013 dari http://badilag.net/seputar-ditjen-badilag-kami-ingin-tahun-ini-posbakum-ada-di-100-pa-63 .


(14)

4

menimbulkan perdebatan. Norma hukumnya merujuk pada kualifikasi “Penerima Bantuan Hukum” menurut UU No. 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum.12

Ketika UU No. 16 Tahun 2011 memutuskan (sentralisasi) pemberian bantuan hukum, nasib Pos-Pos Bantuan Hukum yang sudah ada di pengadilan menjadi tidak jelas, Peraturan Perundang-Undangan bidang Kekuasaan Kehakiman mengharuskan pembentukan Pos Bantuan Hukum di semua pengadilan untuk semua tingkatan. Mahkamah Agung sebelumnya telah menerbitkan Surat Edaran No. 10 Tahun 2010 Tentang Pedoman Bantuan Hukum.13

Setelah itu pada tahun 2014, Mahkamah Agung menerbitkan peraturan MA (PERMA) No. 1 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pemberian Layanan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu Di Pengadilan. Secara prodeo (cuma-cuma). Dengan terbitnya PERMA No. 1 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pemberian Layanan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu Di Pengadilan, maka SEMA No. 10 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pemberian Bantuan tidak berlaku lagi.14

Ruang lingkup layanan hukum bagi masyarakat tidak mampu di pengadilan yang diatur di PERMA No. 1 Tahun 2014 terdiri dari layanan

12Msy, “Pemerintah

Diingatkan Tentang Pasal 56 KUHP”, artikel ini diakses pada 30 April 2012 dari http://m.hukumonline.com/berita/baca/lt4f9e125114dd95/pemerintah-diingatkan-tentang-pasal-56-kuhap.

13 Ibid.

14Ash, “MA Terbitkan Perma Bantuan Hukum Prodeo”, a

rtikel ini diakses pada 22 Januari 2014 dari http://m.hukumonline.com/berita/baca/lt52df6d97d3c/ma-terbitkan-perma-bantuan-hukum-prodeo


(15)

pembebasan perkara, penyelenggaraan sidang di luar gedung pengadilan dan penyediaan Posbakum pengadilan. Meskipun dari ruang lingkup bantuan hukum tidak berbeda jauh, dua produk hukum MA itu memiliki sejumlah perbedaan.15

Sama pentingnya, sebagaimana pemerintah membantu masyarakat tidak mampu dalam memperoleh akses peradilan agama karena, keberadaan mereka di daerah yang terpencil dengan adanya sidang keliling, perkara yang diajukan secara prodeo atau cuma-cuma bagi masyarakat yang tidak mampu, dengan adanya Pos Bantuan Hukum yang merupakan bantuan hukum resmi yang didirikan oleh MA, yang akan ada nantinya di setiap pengadilan, dan hal-hal tersebut telah diatur dengan salah satu peraturan yakni PERMA No. 1 Tahun 2014.

Keberadaan Pos Bantuan Hukum yang telah direncanakan akan berada di setiap pengadilan belum terlaksana, menarik bagi peneliti membahas dan mengetahui lebih mendalam tentang bantuan hukum bagi masyarakat yang tidak mampu di pengadilan agama yang nantinya akan tersebar di seluruh pengadilan agama di Indonesia, serta sangatlah penting adanya bantuan hukum bagi masyarakat untuk memperoleh informasi, kosultasi, pembuatan surat gugatan dan lain-lain, yang tidak mudah didapatkan, apalagi bagi masyarakat yang kurang mampu. Berbeda jika mereka pergi ke kantor-kantor pengacara yang tentunya memerlukan biaya.

15

PERMA NO 1 Tahun 2004 Tentang pedoman pemberian layanan hukum bagi masyarakat tidak mampu di Pengadilan.


(16)

6

Seperti yang telah dipaparkan di atas Pos Bantuan Hukum diberikan kepada orang yang tidak mampu secara ekonomis dan /atau tidak memiliki akses informasi dan konsultasi, dalam pasal 22 PERMA No. 1 Tahun 2014, dibuktikan dengan melampirkan Surat Keterangan Tidak Mampu, Surat Keterangan Tunjangan Sosial, surat sejenis lainnya, atau surat pernyataan tidak mampu membayar jasa advokat.

Hasil penelitian dan analisis yang dilakukan oleh AIPJ (Austalia Indonesia Patnership for Justice) dalam rumah tangga 30% termiskin di Indonesia menunjukan bahwa: 16

55% pasangan tidak memiliki akte/buku nikah 75% anak-anak mereka tidak punya akte kelahiran.

Akte/buku nikah orang tua diperlukan sebagai syarat untuk mendapatkan akte kelahiran anak yang mencantumkan nama ayah dan nama ibu.

Alasan orang tidak memiliki identitas hukum:17

Terlalu mahal 41%

Lokasi layanan terlalu jauh 15%

Tidak tahu caranya memperoleh identitas hukum 12% Proses terlalu rumit 9%

16

Australia Indonesia Partnership For Justice, Studi Dasar AIPJ Tentang Identitas Hukum Jutaan Orang Tanpa Indentitas Hukum Di Indonesia, h. 61

17


(17)

Adapun dampak dari masyarakat yang tidak memilik identitas hukum, maka masyarakat akan sulit untuk mendapatkan akses pada pendidikan, kesehatan, bantuan sosial, dan perlindungan hukum, dari hasil penelitian tesebut menunjukan yang ternyata masih banyak orang yang belum memiliki identitas hukum.

Dengan banyak permasalahan-permasalahan yang ada di masyarakat, selain itu seperti percerain, waris, hadhonah, dan lain sebagainya yang menjadi kewenangan absolut peradilan agama, baik masyarakat mampu atau tidak mampu, belum tentu mengetahui bagaimana proses beracara di pengadilan, dan memperoleh haknya tersebut, disini bagaimana peradilan agama memberikan bantuan hukum, khususnya bagi masyarakat yang tidak mampu dalam menyelesaikan perkara atau permasalahannya dan hal-hal yang dibutuhkan untuk mendukung penyelesaian perkara tersebut.

Karena pentingnya masalah ini dan untuk wawasan, kemudian dari latarbelakang di atas, penulis tertarik untuk membahas masalah lebih jauh dan mendalam terkait tentang layanan bantuan hukum bagi masyarakat tidak mampu di pengadilan agama khususnya penerapan di Pengadilan Agama Depok, maka penulis merumuskannya dalam bentuk skripsi dengan judul

“BANTUAN HUKUM ADMINISTRATIF BAGI MASYARAKAT


(18)

8

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Dalam penulisan skripsi ini penulis merasa perlu untuk membatasi penulisan agar arah dan penulisan skripsi tersebut tidak meluas serta jelas dan tegas, maka penulis membatasi pada Posbakum sebagai bantuan hukum bagi masyarakat yang tidak mampu di peradilan agama sesuai dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum, dan PERMA No. 1 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pemberian Layanan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu di Pengadilan Agama. Khususnya dalam skripsi ini adalah di Pengadilan Agama Depok periode tahun 2011 sampai tahun 2014.

2. Perumusan Masalah

Rumusan masalah dalam skripsi ini adalah bagaimana praktek Pos Bantuan Hukum di Pengadilan Agama Depok, dengan dilandasi sebagai acuan hukum pada Undang-Undang No. 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum, serta PERMA No. 1 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pemberian Layanan Bantuan Hukum Bagi Masyarakat di Peradilan.

Berdasarkan pembatasan masalah di atas penulis dapat merumuskan masalah dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

a. Bagaimana pelaksanaan bantuan hukum bagi masyarakat tidak mampu oleh Posbakum di Pengadilan Agama Depok?


(19)

b. Bagaimana respon masyarakat pencari keadilan di Pengadilan Agama Depok terhadap bantuan hukum?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian. 1. Tujuan Penelitian

Dalam Penyusunan skripsi ini penulis mempunyai tujuan sebagai berikut:

a. Mengetahui pelaksanaan bantuan hukum bagi masyarakat tidak mampu oleh Posbakum di Pengadilan Agama Depok.

b. Mengetahui respon masyarakat pencari keadilan di Pengadilan Agama Depok terhadap bantuan hukum.

2. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan menambah wawasan dan pengetahuan tentang implementasi Undang- Undang No. 16 Tahun 2011 dan SEMA No. 1 Tahun 2010 jo. PERMA No. 1 Tahun 2014 terhadap Pos Bantuan Hukum di Pengadilan Agama Depok sebagai salah satu bantuan hukum bagi masyarakat tidak mampu.

a. Bagi pembaca

Hasil dari penelitian tersebut dapat diharapkan bagi pembaca untuk mengetahui menambah wawasan dan informasi tambahan serta masukan yang bermanfaat diantaranya tentang pelaksanaan Pos Bantuan Hukum di peradilan agama dan dengan pengetahuan tersebut diharapkan bisa membagi pengetahuan untuk orang disekitarnya yang membutuhkan.


(20)

10

b. Bagi Fakultas.

Menambahan sebagai tambahan referensi dan tambahan pemikiran keilmuan sehingga dapat bermanfaat untuk dunia akademisi, bagi kalangan pelajar dan mahasiswa serta dapat menambah wawasan intelektual dan referensi. Juga untuk memperkaya koleksi dalam lingkup penelitian di bidang Hukum Keluarga konsentrasi Peradilan Agama.

c. Bagi masyarakat umum.

Penulisan skripsi ini diharapkan bagi masyarakat umum dapat memberikan penjelasan dan menjadi refleksi betapa pentingnya pengetahuan dan wawasan tentang bantuan hukum, serta diharapkan dapat memberi sumbangsih pemikiran yang manfaat dalam menjawab perkembangan hukum di Indonesia.

D. Review Studi Terdahulu.

Penulis melakukan review terdahulu sebelum menentukan judul skripsi, dalam review studi terdahulu penulis meringkas skripsi yang ada kaitannya dengan bantuan hukum atau Pos Bantuan Hukum (Posbakum) diantaranya:

Pertama, telah dibahas mengenai POS BANTUAN HUKUM DI PENGADILAN AGAMA JAKARTA PUSAT (STUDI IMPLEMENTASI SEMA N0: 10 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN BANTUAN HUKUM), oleh : Andy Saputra (108044100047), skripsi tersebut membahas tentang implementasi SEMA No. 10 Tahun 2010 di Pengadilan Agama Jakarta Pusat, yang mana fokus penelitian terarah


(21)

kepada proses pelaksanaan seleksi penerima jasa bantuan hukumya serta pemberian jasa pembuatan surat gugatan atau permohonan. Objek penelitian tersebut tertuju kepada Penerapan SEMA No. 10 Tahun 2010 di Posbakum Pengadilan Agama Jakarta Pusat.

Kedua, telah dibahas mengenai TINJAUAN YURIDIS POS BANTUAN HUKUM DI LINGKUNGAN PERADILAN AGAMA (ANALISIS SEMA:10 TAHUN 2010 TENTANG POS BANTUAN HUKUM), Oleh: Jainul Amidin (107044100235), fokus penelitian di tujukan pada tinjauan yuridis mengenai lahirnya SEMA No. 10 Tahun 2010 dengan rumusan orang yang berhak menerima jasa bantuan hukum serta mekanisme pembentukann, pelaksanaan, dan proses mendapatkan jasa bantuan hukum dari Posbakum. Objek penelitiannya yakni Posbakum di pengadilan agama.

Dari review yang penulis lakukan, jelas sekali perbedaannya dengan dengan skripsi yang akan penulis teliti, di dalam skripsi yang akan penulis teliti yakni penulis akan menjabarkan tentang bantuan hukum bagi masyarakat tidak mampu di pengadilan agama implementasi SEMA No. 10 Tahun 2010 jo. PERMA No. 1 Tahun 2014 yang mana akan fokus penelitian ini terhadap penerapan objek penelitian yang penulis akan teliti yakni Pos Bantuan Hukum di Pengadilan Agama Depok sebagai bantuan hukum bagi masyarakat tidak mampu di pengadilan agama.


(22)

12

E. Metode Penelitian.

1. Metode pendekatan

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis sosiologis adalah suatu penelitian yang didasarkan pada suatu ketentuan hukum dan fenomena yang terjadi di lapangan.18

Sebagaimana penelitian tersebut maka untuk melihat bagaimana dasar bantuan hukum tersebut dipraktikan. Dengan demikian hukum bukan hanya di pandang sebagai atau kaedah prilaku saja, malainkan juga merupakan sebuah proses sosial, lembaga sosial.19

Dengan metode penelitian hukum empiris sosiologis ini, asumsi dasarnya yang dibangun adalah bahwa kemungkina besar terdapat perbedaan antara hukum positif tertulis dengan hukum yang hidup di masyarakat. Hukum yang hidup adalah hukum yang berlaku dan dilaksanakan oleh masyarakat yang merupakan fakta sosial.20

Untuk memperoleh data yang berkaitan dengan permasalahan yang diangkat maka dalam penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif berupa kata-kata tertulis atau atau lisan dari orang-orang atau prilaku orang-orang.21

18

Soejono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif Suatu tinjauan Singkat, (Jakarta: Raja Grafindo, 2001), h. 26.

19

Fahmi Muhammad Ahmadi dan Jaenal Arifin, Metode Penelitian Hukum, (Tangerang: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), h. 47.

20

Ibid., h. 47-48. 21

Laxy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), h. 3.


(23)

2. Jenis Penelitian

Adapun dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode deskriptif analisis yang menggambarkan dan memaparkan secara sistematika tentang apa yang menjadi objek penelitian dan kemudian dilakukan analisis.22

Metode deskriptif, yaitu suatu metode yang diarahkan untuk memecahkan masalah faktual dengan cara memaparkan atau menggambarkan apa adanya hasil penelitian.23

3. Data penelitian

Dalam rangka mengumpulkan dan mengelola dan mengkaji bahan-bahan yang diperlukan, maka dilakukan pengumpulan data sebagai berikut:

a. Data Primer

Data primer diperoleh langsung dari sumber pertama yakni data pada Pos Bantuan Hukum Pengadilan Agama Depok sebagai salah satu bantuan hukum bagi masyarakat tidak mampu di pengadilan agama yang diperoleh melalui penelitian lapangan dengan melakukan wawancara langsung terhadap pihak-pihak yang terkait dan data-data yang beraitan dengan penelitian permohonan bantuan hukum di

22 ibid. 23

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT. Rineka Bukti, 1996), h. 144.


(24)

14

Pengandilan Agama Depok, dan data-data perkara yang masuk sebelum dan sesudah diberlakukannya PERMA No. 1 Tahun 2014.

b. Data Sekunder

Data yang mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku hasil penelitian yang berwujud laporan, buku harian, Peraturan Undang-Undangan, data resmi dari instansi pemerintah, dari pengadilan, buku-buku literatur, kerangka ilmiah, makalah umum dan bacaan lain yang berkaitan dengan judul penelitian.24

4. Teknik Pengumpulan Data.

Dalam rangka mengumpulkan, mengelola dan menyajikan bahan-bahan yang diperlukan, maka dilakukan pengumpulan data dengan cara sebagai berikut:

a. Studi pustaka melalui pustaka ini dikumpulkan data yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini yaitu literatur-literatur, buku-buku pustakaan, tulisan-tulisan sebagai dasar teori dalam pembahasan yang relevan dengan pokok masalah yang dijadikan sumber dalam karya ilmiyah ini.

b. Penelitian lapangan melaui penelitian ini, didapatkan data-data mengenai pelaksanaan Pos Bantuan Hukum, serta melakukan wawancara dengan pihak-pihak yang mengerti dan menguasai

24


(25)

tentang Pos Bantuan Hukum yang berada di Pengadilan Agama Depok

c. Pengolahan Data

Analisis dan pengolahan data dilakukan dengan cara membandingkan hasil studi pustaka dengan penelitian lapangan, kemudian dilakukan analisis yang dituangkan dalam bentuk permasalahan, selanjutnya dapat ditarik kesimpulan dan diberikan saran-saran untuk perbaikan.

5. Metode Analisis Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis yang perbandingan atau evaluasi yang menilai apakah pelaksanaan bantuan hukum oleh Pos Bantuan Hukum di Pengadilan Agama Depok sesuai dengan peraturan yang berlaku.

F. Teknik Penulisan

Untuk mendapatkan gambaran jelas mengenai materi yang menjadi pokok penelitian penelisan skripsi ini dan agar memudahkan para pembaca dalam mempelajari tata urutan penulis ini, maka penulis dalam menggunkan teknik penulisan ini berdasarkan buku “Pedoman Penulisan Skripsi” Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang di terbitkan oleh Pusat Peningkatan dan Jaminan Mutu (PPJM) Fakultas Syariah dan Hukum 2012.


(26)

16

G. Sistematika Penulisan.

Agar mendapatkan gambaran yang jelas mengenai materi pokok penulisan dan memudahkan serta terarah juga sistematis bagi para pembaca dalam mempelajari tata urutan penulisan skripsi ini, maka penulis mengklasifikasikan permasalahan dalam beberapa bab dengan sistematika sebagai berikut:

Bab pertama, Pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan Masalah, tujuan dan manfaat penelitian, rivew study terdahulu, metode penelitian, teknik penulisan, dan sistematika penulisan.

Bab kedua, Sejarah Bantuan Hukum di Indonesia, pengertian Bantuan Hukum, Tujuan Bantuan Hukum, dan pembahasan tersebut yang berkaitan dengan dasar hukum UU No. 16 Tahun 2011 dan PERMA No. 1 Tahun 2014.

Bab ketiga, penulis akan membahas tentang Pos Bantuan Hukum yang merujuk kepada PERMA No. 1 Tahun 2014, dimulai dari Pengertian Pos Bantuan Hukum, Sejarah Pos Bantuan Hukum, Dasar Pos Bantuan Hukum, dan proses layanan Pos Bantuan Hukum sebagai salah satu bantuan hukum bagi masyarakat tidak mampu.

Bab keempat, bab ini merupakan bab yang utama dalam penulisan skripsi ini, membahas dan menganalisis terhadap objek penelitian,


(27)

pelaksanaan bantuan hukum bagi masyarakat tidak mampu di Pengadilan Agama Depok,

Bab kelima, terdiri dari penutup, berisi tentang kesimpulan yang memeparkan isi bab awal hingga akhir dan berisi saran-saran.

Daftar Pustaka


(28)

18 BAB II

BANTUAN HUKUM

A. Bantuan Hukum di Indonesia.

Pada zaman penjajahan Belanda, bantuan hukum dilakukan oleh para advokat dan procureur. Seorang advokat adalah seorang pembela dan penasehat, sedangkan seorang procureur adalah ahli dalam hukum acara (perdata), yang memberikn jasa-jasanya dalam mengajukan perkara-perkara di peradilan dan mewakili orang-orang yang berperkara di muka pengadilan.1

Sesuai dengan ketentuan di dalam R.O. yaitu Reglement op de rechterlijke en het beleid der justitie yakni suatu firman raja, maka oleh reglement op de rechtsvordering (RV) dan reglement op de strafvordering (SV) telah diberikan peraturan-peraturan tentang tugas dan peranan pembela dan pengacara di dalam proses di muka pengadilan untuk golongan Eropa.2

Di zaman penduduk Jepang, badan-badan peradilan untuk golongan Eropa sudah dihapuskan dan bersamaan dengan itu pula, peraturan-peraturan hukum acara perdata dan pidana di peradilan (RV dan SV) tidak

1

Soebekti, Ethika Bantuan Hukum Dalam Pemberian Bantuan Hukum Oleh Fakutas Hukum Negeri, (Jakarta: Departemen Penerangan RI, 1976), h. 23

2


(29)

berlaku lagi, yang tersisa hanyalah hukum acara yang berlaku dahulu untuk golongan bumiputera (orang Indonesia).3

Sejak Indonesia merdeka, Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan berbagai macam Peraturan Perundang-Undangan, yang berkenaan dengan bantuan hukum, yakni sebagai landasan dalam mengawali proses di persidangan.

Peraturan perundang-undangan tersebut di antaranya adalah sebagai berikut;4

1. Undang-Undang No. 1 Tahun 1946.

Pada tahun 1946 pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana. Di dalam Undang-Undang tersebut telah diatur tentang kedudukan advokat dan orang yang memberikan bantuan hukum.

2. Undang-Undang No. 1 Tahun 1950 Tentang Mahkamah Agung

Pada Tanggal 9 Mei 1950, Undang-Undang No. 1 Tahun 1950 Tentang Mahkamah Agung mulai berlaku, peraturan tersebut mengatur tentang susunan kekuasaan dan jalan pengadilan Mahkamah Agung Indonesia. Dalam pasal 42, kata pembela merupakan istilah yang diberikan kepada pemberi bantuan hukum.

3 Ibid.

4

Frans Hendra Winarta, Bantuan Hukum Di Indonesia, Hak di Dampingi Penasehat Hukum bagi Semua Warga Negara, (Jakarta: PT Alex Media Komputindo, 2011), h. 18.


(30)

20

Menurut Undang-Undang tersebut, Mahkamah Agung memiliki kekuasaan untuk melakukan pengawasan tertinggi atas jalanya peradilan (pasal 12) dan tingkah laku perbuatan pengadilan-pengadilan dan para hakim di pengadilan itu diawasi dengan cermat oleh Mahkamah Agung. Pengawasan tertinggi juga dilakukan oleh Mahkamah Agung terhadap para pemberi bantuan hukum atau para advokat/pengacara dan notaris.5

3. Undang-Undang Darurat No. 1 Tahun 1951.

Undang-Undang tersebut mengatur tentang tidakan–tindakan sementara untuk menyelenggarakan kesatuan susunan kekuasaan dan acara pengadilan sipil. Serta menentuka kembali atas berlakunya HIR “Herziene Inladsh reglament” dalam Negara Indonesia yakni sebagai pedoman dalam hukum acara pidana sipil.

4. Herziniene Inlands Reglament (HIR)

Di dalam HIR, sebagaimana peraturan yang berkaitan hubungannya dengan tugas dan kewajiban advokat, procureur, dan para pemberi bantuan hukum di persidangan diatur dalam beberapa pasal sebagi berikut;

Pasal 123 HIR memberikan kemungkinan kepada pihak berperkara untuk diwakili oleh orang lain yang diberi kuasa dengan surat.

Pasal 237 HIR. Memungkinkan, bahwa orang yang hendak berperkara, baik sebagai sebagai penggugat maupun sebagai tergugat, akan

5


(31)

tetapi tidak mampu membayar biaya perkara, boleh mendapatkan izin untuk berperkara tanpa biaya.

Bantuan hukum di Indonesia lebih mudah dilacak sejak didirikannya Lembaga Bantuan Hukum di Indonesia (LBHI) di Jakarta tanggal 20 Oktober 1970 yang didukung Ali Sadikin (Gubernur DKI). Pada tanggal 13 Maret 1980, LBH dikukuhkan menjadi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI). Dua puluh tahun sebelum itu, organisasi sosial Tjandra Naya yang berdiri pada tahun 1950 di Jakarta, secara sederhana telah mengawali dan merintis bantuan hukum di Indonesia, meskipun baru sebatas bantuan hukum bagi warga keturunan Tionghoa. 6

Pada tahun 1968 Prof Ting Swang Tiong, mengusulkan kepada Fakultas Hukum Universitas Indonesia untuk mendirikan Biro Konsultan Hukum, usulan tersebut mendapatkan respon yang baik dari Universitas. Di Universitas Pajajaran Bandung, Prof. Mochtar Kusuma Atmadja juga mendirikan Biro Bantuan Hukum.

Pendirian Lembaga Bantuan Hukum didasari oleh realitas kepentingan sosial, yakni ketiadaan pendampingan hukum bagi masyarakat miskin di pengadilan, keinginan tersebut muncul yang disampaikan oleh Adnan Bayung Nasution, pada Kongres Persatuan Advokat Indonesia (Peradin) ke-3, LBH Jakarta didirikan pada tahun 1970 sebagai proyek percobaan Peradin yang mulai beroperasi.

6

Didi Kusnadi, Bantuan Hukum dalam Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2012), h. 90


(32)

22

YLBHI atau Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia yang bertujuan untuk mengorganisasi dan merupakan naungan bagi LBH-LBH sebagai proyek Pradin, Kemudian YLBHI menyusun garis-garis program yang akan dilaksanakan bersama di bawah satu koordinasi sehingga diharapkan kegiatan bantuan hukum dapat dikembangkan secara Nasional dan lebih terarah serta menjadikan itu sebagai suatu gerakan perubahan sosial.7

Sejak tahun 1999 praktek kepengacaraan di lingkungan peradilan agama telah ada, praktek tersebut hanya ditunjukan untuk memberikan jasa pelayanan dan bantuan hukum dalam bidang Hukum Perdata Islam, dan praktek kepengacaraan di lingkungan peradilan agama telah diatur dalam UU No. 18 Tahun 2003 Tentang Advokat.8

B. Pengertian Bantuan Hukum

Meskipun bantuan hukum tidak secara tegas dinyatakan sebagai tanggung jawab negara namun pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa Negara

7

Alpon Kurnia Palma, “Sistem Bantuan Hukum di Indonesia”, dalam Muhammad Yasin, Herlambang Perdana, ed., Pedoman Bantuan Hukum di Indonesia, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2014), h. 464.

8

Didi Kusnadi, Bantuan Hukum dalam Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2012), h. 9


(33)

Indonesia adalah Negara Hukum, negara mengakui dan melindungi hak azasi manusia bagi setiap individu termasuk hak atas bantuan hukum.9

Penyelenggaraan pemberian bantuan hukum kepada warga negara merupakan upaya untuk memenuhi dan sekaligus sebagai implementasi negara hukum yang mengakui dan melindungi serta menjamin hak azasi warga negara akan membutuhkan akses terhadap keadilan (access to justice) dan kesamaan dihadapan hukum (equality before the law) jaminan atas hak konstitusi tersebut belum mendapatkan perhatian secara memadai, sehingga dibentuklah Undang-Undang Bantuan Hukum yang dijadikan dasar untuk menjamin warga negara khususnya bagi orang atau sekelompok orang miskin untuk mendapatkan akses keadilan (access to justice) dan kesamaan dihadapan hukum.10

Acces to justice, akses terhadap keadilan erat kaitannya dengan bantuan hukum sebagaimana pula dikenal dalam bahasa Ingris dengan istilah legal aid atau legal services. Kedua istilah tersebut mengandung makna sebagai jasa hukum yang diberikan oleh advokat atau pengacara kepada kalangan masyarakat pencari keadilan.11

9

Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung Republik Indonesia, Peran Peradilan Agama dalam Pengembangan Access to justice di Indonesia, (T,tp: Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung Republik Indonesia, 2012), h. 20.

10

Ibid., h.20 11


(34)

24

Lebih dari itu, accses to justice dengan segala bentuknya merupakan representasi dari hak mendapatkan akses keadilan bagi setiap orang. Dengan kata lain, hak tersebut menjadi dasar bagi adanya pengakuan semua orang sama kedudukannya di depan hukum (equality before the law).12

Menurut Zulaidi (Anwar dan Adang, 2009:246) bantuan hukum berasal dari istilah legal assistence dan legal aid.” Legal aid biasanya digunakan untuk bantun hukum dalam arti sempit berupa pemberian jasa dibidang hukum kepada orang yang terlibat dalam suatu perkara secara cuma-cuma atau gratis bagi mereka yang tidak mampu (miskin). 13

Sedangkan pengertian legal assistance dipergunakan untuk menunjukan pengertian bantuan hukum oleh para advokat yang mempergunakan honorarium. Menurut Uli Parulian istilah bantuan hukum mengalami perkembangan yaitu dari istilah legal assistence menjadi legal

aid.14

Bantuan hukum pada umumnya atau legal aid, diartikan sebagai bantuan hukum (baik yang berbentuk pemberian nasehat hukum, maupun yang berupa menjadi kuasa dari pada seseorang yang berperkara) yang diberikan kepada orang yang tidak mampu keadaan ekonominya, sehingga

12

Ibid., h.13-14. 13

Alpon Kurnia Palma, “Sistem Bantuan Hukum di Indonesia”, dalam Muhammad Yasin, Herlambang Perdana, ed., Pedoman Bantuan Hukum di Indonesia, h. 468.

14

Faris Vareryan Libert Wangge, “Bantuan Hukum Cuma-Cuma Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011”, artikel ini di akses pada 06 Agustus 2012 dari


(35)

ia tidak dapat membayar biaya (honorarium) kepada seorang pembela atau pengacara.15

Menurut Frans Hendra Winarta, bantuan hukum adalah konsep untuk mewujudkan persamaan di hadapan hukum (equality before the law) dan pemberian jasa hukum dan pembelaan (accses to legal counsel) bagi semua orang dalam rangka keadilan untuk semua orang (justice for all).16

Lokakarrya Bantuan Hukum Tingkat Nasional pada tahun 1978, mengertikan bantuan hukum sebagai kegiatan pelayanan hukum yang diberikan kepada golongan yang tidak mampu (miskin) baik secara perorangan maupun kepada kelompok-kelompok masyarakat yang tidak mampu secara kolektif.17

Undang-Undang Bantuan Hukum No. 16 Tahun 2011, yang merupakan peraturan yang dijadikan landasan bantuan hukum di Indonesia, dalam pasal 1 (a), yang dimaksud dengan bantuan hukum adalah jasa hukum yang diberikan secara cuma-cuma kepada penerima bantuan hukum.

Dalam Undang-Undang Bantuan Hukum penerima jasa bantuan hukum adalah orang atau sekelompok orang miskin yang menghadapi

15

Santoso Poedjosoebroto, “Pemberian Bantuan Hukum oleh Fakultas Hukum Negeri dan Pelaksanaan Tugas Peradilan”. Dalam Pemberian Bantuan Hukum oleh Fakutas Hukum Negeri, (Jakarta: departemen penerangan RI, 1976), h. 61.

16

Frans Hendra Winarta, Bantuan Hukum Di Indonesia, Hak di Dampingi Penasehat Hukum bagi Semua Warga Negara, h. 57.

17

Alpon Kurnia Palma, Sistem Bantuan Hukum di Indonesia, dalam Muhammad Yasin, Herlambang Perdana, ed., Pedoman Bantuan Hukum di Indonesia, h. 469.


(36)

26

masalah hukum keperdataan, pidana, dan tata usaha negara baik di luar pengadilan maupun di dalam pengadilan.

Miskin dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tidak berharta atau serba kekurangan (penghasilannya sangat rendah).18 Dan yang dimaksud dengan orang miskin menurut Undang-Undang Bantuan Hukum adalah orang yang tidak dapat memenuhi hak dasar secara layak dan mandiri. Hak dasar adalah hak atas pangan, sandang, layanan kesehatan, layanan pendidikan, pekerjaan dan berusaha, dan/atau perumahan, atau tidak mampu secara ekonomi yang dapat dibuktikan.19 Sebagaimana yang dimaksud dalam PERMA No. 1 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pemberian Layanan Hukum Bagi Masyarakat Yang Tidak Mampu Di Pengadilan.20

Bantuan hukum adalah pemberian layanan hukum di pengadilan bagi masyarakat yang tidak mampu di pengadilan, meliputi pembebasan biaya perkara, sidang di luar gedung pengadilan, dan Posbakum pengadilan di lingkungan peradilan umum, pengadilan agama, dan peradilan tata usaha negara.21

Dengan memuat dasar hak setiap orang yang tersangkut perkara untuk memperoleh bantuan hukum dan negara menanggung biaya perkara bagi

18

KBBI v1.1. 19

Undang-Undang No. 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum 20

PERMA No. 1 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu Di Pengadilan.

21

PERMA No. 1 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu Di Pengadilan.


(37)

pencari keadilan yang tidak mampu, maka Mahkamah Agung mengeluarkan SEMA No. 10 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum, dimana SEMA ini mengatur lebih rinci mengenai bagaimana bantuan hukum di peradilan dilaksanakan. Lalu SEMA tersebut digantiakan dengan PERMA No. 1 Tahun 2014 tentang Pedoman Pemberian Layanan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu Di Pengadilan .

C. Tujuan dan Ruang Lingkup Bantuan Hukum

Bantuan hukum memiliki tujuan yang berbeda-beda dari waktu ke waktu bahkan dari satu negara ke negara lainya. Sejarah telah mencatat bahwa bantuan hukum telah ada sejak zaman romawi.

Pada setiap zaman, arti dan tujuan pemberian bantuan hukum sangat erat hubungannya dengan nilai-nilai moral, pandangan politik dan filsafah hukum yang berlaku. Pada awalnya bantuan hukum bertujuan untuk mendapatkan pengaruh dari masyarakat. Kemudian berubah menjadi sikap kedermawanan (charity) untuk membantu kaum miskin.22Bahkan ruang lingkup bantuan hukumpun masih sangat luas, meliputi sektor ekonomi, sosial agama, dan adat.

Bersamaan dengan meletusnya Revolusi Prancis dan Amerika, tujuan bantuan hukum mulai beranjak dari kedermawanan menjadi hak, karena pada fase ini konsep bantuan hukum sudah dihubungkan dengan cita-cita

22

Alpon Kurnia Palma, “Sistem Bantuan Hukum di Indonesia”, dalam Muhammad Yasin, Herlambang Perdana, ed., Pedoman Bantuan Hukum di Indonesia, h. 462.


(38)

28

negara kesejahteraan dengan menggunakan alat hukum dan hak asasi manusia.23

Tujuan hukum menurut Metzger (Zaidun, 1996) di negara berkembang mengambil pemaknaan yang sama dengan negara barat, bahwa bantuan hukum yang efektif adalah syarat yang esensial untuk berjalannya maupun integritas peradilan yang baik, dan bantuan hukum menjadi tuntutan bagi rasa perikemanusian.24

Tokoh bantuan hukum Indonesia yakni Adnan Buyung Nasution berpendapat, bantuan hukum di Indonesia mempunyai tujuan dan ruang lingkup yang lebih luas dan lebih jelas arahnya, arti dan tujuan program bantuan hukum tersebut tercantum dalam anggaran dasar lembaga bantuan hukum, yang intinya adalah sebagai berikut:25

“Disamping memberikan pelayanan hukum bagi masyarakat yang membutuhkannya, lembaga bantuan hukum berambisi untuk mendidik masyarakat dalam arti yang seluas-luasnya dengan tujuan menumbuhkan dan membina kesadaran akan hak-hak sebagai subyek hukum. Lembaga

23 Ibid. 24

Matzger menambah alasan lain adalah: untuk membangun suatu kesatuan system hukum nasional,b. untuk pelaksanaan yang lebih efektif dari peraturan-peraturan kesejahtraan social; c. untuk keuntungan si miskin; d. untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab yang lebih besar dari pejabat-pejabat pemerintahan atau birokrasi kepada masyarakat; e. untuk menumbuhkan partisipasi masyarakat yang lebih luas kedalam proses pemerintahan; f. untuk memperkuat propesi. Di kutip dalam buku, pedoman bantuan hukum di Indonesia (Jakarta: yayasan obor Indonesia, 2014), h. 470.

25

Adnan Buyung Nasution, (1981:5,6) di kutip dalam buku Soerjono Suekamto, dkk, Bantuan Hukum Suatu Tinjauan Yuridis, (Jakarta: Galia Indonesia, 1983), h. 16


(39)

bantuan hukum juga berambisi turut serta mengadakan pembaharuan hukum dan perbaikan pelaksanaan hukum di segala bidang.”

Pernyataan di atas menuntukan bahwa ruang lingkup bantuan hukum itu ternyata, tidak hanya memberi pelayanan bantuanan hukum saja akan tetapi, mengadakan pendidikan hukum bagi masyarakat, serta mengadakan pembaharuan hukum dan perbaikan pelaksaan hukum.

Gagasan bantuan hukum ini mula-mulanya timbul dalam anggaran dasar lembaga bantuan hukum. Pada akhirnya tujuan dari program bantuan hukum itu adalah untuk meningkatan kesadaran hukum warga masyarakat, agar mereka menyadari hak-haknya sebagai manusia maupun sebagai warga negara.26

Sebagian besar masyarakat kita tidak tahu dan tidak sadar bahwa mereka mempunyai hak-hak dan kepentingannya dijamin oleh hukum. mereka tidak tahu ada lorong-lorong hukum yang memberikan jalan untuk mendapatkan dan memperjuangkan hak-haknya. Selain itu ada juga memang masyarakat yang sudah tahu dan mengerti akan adanya pembela diri. Tapi mereka enggan atau sungkan dan tidak mempunyai keberanian moril untuk memperjuangkannya.27

26

Adnan Buyung Nasution (1976:35,36) di kutip dalam buku Soerjono Suekamto, dkk, Bantuan Hukum Suatu Tinjauan Yuridis, (Jakarta: Galia Indonesia, 1983), h. 17

27

Adnan Buyung Nasution, “Hukum dan Kendala Pemerataan Keadilan”, dalam Artidjo Alkostar ,ed., Perkembangan Hukum dalam Perspektif Politik Hukum Nasional, (Jakarta : CV. Rajawali, 1985), h. 191.


(40)

30

Secara umum, bantuan hukum dan advokat pengacara adalah membantu yang mempunyai perkara dalam memperoleh hak-haknya dalam proses penegakan hukum, baik di jalur pengadilan (litigation) maupun di luar pengadilan (non litigation). 28 karena bantuan hukum merupakan hak asasi manusia semua orang dan merupakan tanggung jawab negara, maka hak tersebut tidak dapat dikurangi, dibatasi apalagi diambil oleh negara, setiap orang yang terampas haknya dapat menerima bantuan hukum.

Bantuan hukum sesungguhnya merupakan hak konstitusional warga negara, di mana negara wajib mengadakan bantuan hukum bagi masyarakat, konstitusi menjamin hak setiap warga negara mendapatkan perlakuan yang sama di muka hukum, termasuk hak untuk mengakses keadilan melalui pemberian bantuan hukum.

sebagaimana telah disebutkan dan dikatakan dengan jelas di dalam Peraturan Undang-Undangan seperti;

1. Pasal 27 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 sebagai berikut;

“Segala warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”

Pasal 28 D Undang-Undang Dasar 1945 sebagai berikut;

28

Didi Kusnadi, Bantuan Hukum dalam Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2012), h. 82


(41)

“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.”

Pasal 34 Undang-Undang Dasar 1945 sebagai Berikut;

“Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara” 2. Pasal 35 di dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 Tentang

Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, sebagai berikut;

“Setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan

hukum.

Di dalam Undang-Undang No. 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum, sebagai dasar bantun hukum di Indonesia, diberikan kepada setiap orang atau kelompok orang orang miskin yang tidak dapat memenuhi hak dasar secara layak dan mandiri yang ruang lingkupnya meliputi masalah hukum perdata, pidana, dan tata usaha negara baik di luar pengadilan maupun di dalam pengadilan berhak didampingi oleh advokat yang membantu dalam menyelesaikan perkara.

Dalam pasal 4 Undang-Undang No. 16 Tahun 2011;

1) Bantuan hukum diberikan kepada penerima bantuan hukum yang menghadapi masalah hukum.


(42)

32

2) Bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi masalah hukum keperdataan, pidana, dan tata usaha negara baik litigasi maupun non litigasi.

3) Bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi menjalankan kuasa, mendampingi, mewakili, membela, dan /atau melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum penerima bantuan hukum.

Serta tujuan hukumnya terdapat dalam pasal 3 sebagai berikut;

Penyelenggaraan bantuan hukum bertujuan untuk;

a. Menjamin dan memberikan hak bagi penerima bantuan hukum untuk mendapatkan akses keadilan;

b. Mewujudkan hak konstitusional segala warga negara sesuai dengan prinsip persamaan kedudukan di dalam hukum;

c. Menjamin kepastian penyelenggaraan bantuan hukum dilaksanakan secara merata diseluruh wilayah negara Republik Indonesia; dan d. Mewujudkan peradilan yang efektif, efisien, dan dapat

dipertanggungjawabkan.

Adapun dalam PERMA No. 1 Tahun 2014, berbeda dengan Undang-Undang, di mana ruang lingkup bantuan hukum bagi masyarakat tidak mampu di pengadilan sebagai berikut: pertama, layanan pembebasan biaya perkara yakni di mana negara menanggung semua biaya proses berperkara di pengadilan secara cuma-cuma atau gratis.


(43)

Kedua, sidang di luar gedung pengadilan yang dilakukan oleh pengadilan dilaksanankan secara tetap, berkala, sidang tersebut dilakukan di suatu tempat di mana tempat tersebut masih dalam wilayah hukumnya.

Ketiga, Posbakum yang dibentuk di setiap pengadilan tingkat pertama, yang memperikan pelayanan bagi orang yang berperkara berupa informasi, konsultasi, dan advis hukum serta pembuatan dokumen hukum yang diperlukan.

Tersurat dalam PERMA No. 1 Tahun 2014 pasal 4 sebagai berikut;

Ruang lingkup bantuan hukum bagi masyarakat tidak mampu di pengadilan terdiri dari;

1) Layanan pembebasan biaya perkara

2) Pelayanan sidang di luar gedung pengadilan dan 3) Penyediaan Posbakum di pengadilan.

Serta tujuan dari bantuan hukum yang terdapat dalam PERMA No. 1 Tahun 2014 pasal 3 sebagai berikut:

Tujuan layanan hukum bagi masyarakat tidak mampu di pengadilan adalah untuk;

a. Meringankan beban biaya yang harus ditanggung oleh masyarakat yang tidak mampu secara ekonomi dipengadilan;


(44)

34

b. Meningkatkan akses terhadap keadilan bagi masyarakat yang sulit atau tidak mampu menjangkau gedung pengadilan akibat keterbatasan biaya, fisik dan geografis;

c. Memberikan kesempatan kepada masyarakat yang tidak mampu mengakses konsultasi hukum untuk memperoleh informasi, konsultasi, advis, dan pembuatan dokumen dalam menjalani proses hukum di pengadilan;

d. Meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang hukum melalui penghargaan, pemenuhan dan perlindungan terhadap hak dan kewajibannya; dan

e. Memberikan pelayanan prima kepada masyarakat pencari keadilan.

D. Negara Menjamin Bantuan Hukum

Perjuangan bantuan hukum selalu dituntut adanya rekayasa untuk memihak kepada rakyat miskin yang lemah dan buta hukum.29YLBH Indonesia berperan dalam menginisisasi terbitnya UU Bantuan Hukum, saat dilaksanankan pertemuan puncak bantuan hukum yang dibuka secara resmi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 24 April 2006.30

29

Adnan Buyung Nasution, “Hukum dan Kendala Pemerataan Keadilan”, dalam Artidjo Alkostar, ed., Perkembangan Hukum dalam Perspektif Politik Hukum Nasional, (Jakarta : CV. Rajawali, 1985), h. 190.

30

Alpon Kurnia Palma, “Sistem Bantuan Hukum di Indonesia”, dalam

Muhammad Yasin, Herlambang Perdana, ed., Pedoman Bantuan Hukum di Indonesia , h. 476.


(45)

Sejak saat itu, advokasi kebijakan untuk mendorong penyusunan bantuan hukum dan pemasukannya sebagai salahsatu RUU prioritas dalam Program Legislasi Nasional (Proglegnas) terus dilakukan.31Tanggung jawab negara untuk menjamin pemberian bantuan hukum di Indonesia merupakan sebuah perjalanan yang cukup panjang.

Pada tanggal 2 November 2011 Presiden mengesahkan UU Bantuan Hukum. Pengesahan UU No. 16 Tahun 2011 itu menjadi babak baru dalam pemberian bantuan hukum di Indonesia. Pemberian bantuan hukum yang awalnya hanya dijalankan secara swasta oleh lembaga bantuan hukum (LBH) dan organisasi kepengacaraan berdasarkan prinsip pro bono32yang diatur dalam UU tentang advokat dan Peraturan Pemerintah No. 83 Tahun 2008, bertransformasi menjadi tanggung jawab negara. 33

Dalam Undang-Undang No. 16 Tahun 2011 (pasal 2) dan penjelasannya, bantuan hukum dilaksanakan berdasarkan pada asas-asas sebagai berikut; asas keadilan;34 persamaan kedudukan di dalam hukum;35

31

Alpon Kurnia Palma, “Sistem Bantuan Hukum di Indonesia”, dalam Muhammad Yasin, Herlambang Perdana, ed., Pedoman Bantuan Hukum di Indonesia, h.477.

32

Istilah pro bono adalah pemberian layananan/bantuan hukum yang diberikan secara cuma-cuma kepada orang yang tidak mampu.

33

Alpon Kurnia Palma, “Sistem Bantuan Hukum di Indonesia”, dalam

Muhammad Yasin, Herlambang Perdana, ed., Pedoman Bantuan hukum di Indonesia, h.476

34

Asas keadilan adalah menempatkan hak dan kewajiaban setiap orang secara proporsional, patut, benar, baik dan tertib.

35

Asas persamaan kedudukan di dalam hukum adalah bahwa setiap orang mempunyai hak dan perlakuan yang yang sama di depan hukum serta kewajibannya menjungjung tinggi hukum.


(46)

36

keterbukaan;36efisiensi;37 efektifitas;38 dan akuntabilitas39. Beberapa asas tersebut merupakan asas pelaksanaan Undang-Undang Bantuan Hukum.

Di dalam penyelenggaraan bantuan hukum (pasal 6, dan 7) pemberian bantuan hukum dalam Undang-Undang di selenggarakan oleh menteri40 dan dilaksanakan oleh pemberi bantuan hukum berdasarkan undang-undang ini41. Menteri berwenang untuk melakukan verifikasi dan akreditasi terhadap lembaga bantuan hukum yang nantinya akan memberikan bantuan hukum serta menerima subsidi berdasarkan Undang-Undang .

Adapun lembaga bantuan hukum sebagai memberi bantuan hukum (pasal 10) berkewajiban untuk, melaporkan program bantuan hukum kepada menteri, melaporkan setiap pengguna anggaran negara yang digunakan untuk pemberian bantuan hukum berdasarkan Undang-Undang, menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bantuan hukum bagi advokat, paralegal, dosen, mahasiswa fakultas hukum yang di rekrut sebagai mana pasal 9 huruf a; menjaga kerahasiaan data, informasi dan /atau keterangan

36

Asas keterbukaan adalah memberiakn akses kepada masyarakat untuk memperoleh informasi secara lengkap, benar jujur, dan tidak memihak dalam mendapatkan jaminan keadilan atas dasar hak secara konstitusional.

37

Asas efisiensi adalah memaksimalkan pemberian bantuan hukum melalui penggunaan sumber anggaran yang ada.

38

Asas efektivitas adalah menentukan pencapaian tujuan pemberian bantuan hukum secara tepat.

39

Asas akuntabilitas adalah bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan bantuan hukum harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.

40

Mentri adalah mentri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang hukum dan hak asasi manusia.

41

Ketentuan ini tidak mengurangi kewajiban propesi advokat untuk menyelanggarakan bantuan hukum berdasarkan undang-undang mengenai advokat.


(47)

yang diperoleh dari penerima bantuan hukum berkaitan dengan perkara yang sedang ditanganinya, kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang dan; menberikan bantuan hukum berdasarkan syarat dan tata cara yang ditentukan dalam Undang-Undang ini sampai perkaranya selesai, kecuali ada alasan yang sah secara hukum.

Hak dan kewajiban penerima bantuan hukum terdapat dalam (pasal 12), adapun hak peneriama bantuan hukum, mendapatkan bantuan hukum hingga masalahnya selesai dan/atau perkaranya telah mempunyai hukum tetap, selama beneriama bantuan hukum yang bersangkutan tidak mencabut serat kuasa, mendapatkan bantuan hukum sesuai dengan standar bantuan hukum dan/atau kode etik advokat, dan mendapatkan informasi dan dokumentasi yang berkaitan dengan pelaksanaan bantuan hukum sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan.

Penerima bantuan hukum berkewajiban (pasal 13) sebagai berikut: menyampaikan bukti, informasi, dan/atau keterangan perkara secara benar kepada penerima bantuan hukum, membantu kelancaran pemberian bantuan hukum.

Adapun syarat dan tata cara pemberian bantuan hukum (pasal 14) sebagai pemohon bantuan hukum harus memenuhi syarat-syarat:

a. Mengajukan permohonan secara tertulis yang berisi sekurang-kurangnya identitas permohonan dan uraian singkat mengnai pokok persoalan yang dimohonkan bantuan hukum


(48)

38

b. Menyerahkan dokumen yang berkenaan dengan perkara, dan c. Melampirkan surat keterangan miskin dari lurah, kepala desa, atau

pejabat yang setingkat di tempat tinggal pemohon bantuan hukum.

Jika pemohon bantuan hukum tidak mampu menyusun permohonan secara tertulis, pemohon secara tertulis, pemohon dapat diajukan secara lisan. Tata cara pemberian bantuan hukum terdapat dalam (pasal 15), yakni pemohon bantuan hukum permohonan bantuan hukum kepada pemberi bantuan hukum, maka dalam waktu paling lama 3 (hari) kerja setelah permohonan bantuan hukum dinyatakan lengkap harus memberikan jawaban menerima atau menolak permohonan tersebut, dalam hal permohonan diterima, pemberi bantuan hukum memberikan bantuan hukum berdasarkan surat kuasa khusus dari penerima bntuan hukum, dalam hal permohonan ditolak, pemberi bantuan hukum mencantumkan alasan penolakan.

Peranan bantuan hukum diperlukan dan digunakan untuk penyelenggaraan bantuan hukum yang sesuai dengan Undang-Undang Bantuan Hukum ini yakni dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan pemerintah wajib mengalokasikan dana penyelenggaraan bantuan hukum tersebut pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang hukum dan hak asasi manusia (pasal 16 dan 17).


(49)

Undang-Undang No. 16 tahun 2011 adalah Undang-Undang Bantuan Hukum yang pelaksanaannya dilaksanakan oleh pemberi bantuan hukum yang telah diseleksi, verifikasi, dan akreditasi, yakni lembaga bantuan hukum atau organisasi kemasyarakatan yang memberi layanan hukum berdasarkan undang-undang ini.


(50)

40

BAB III

POS BANTUAN HUKUM DI PENGADILAN AGAMA

A. Awal Mula Posbakum dan Perkembangannya

Persoalan bantuan hukum di Indonesia merupakan salah satu persoalan yang hingga saat ini masih cukup memprihatinkan dan belum dapat terpecahkan secara memuaskan. Masih banyak para pencari keadilan yang tidak mampu secara ekonomi tidak dapat menikmati haknya untuk dapat memperoleh bantuan hukum secara cuma-cuma.1

Dalam tatanan normatif, tentunya pemerintah mempunyai kebijakan hukum untuk memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma bagi para pencari keadilan yang tidak mampu, Undang-Undang Dasar 1945, pasal 28 D (1), pasal 56 Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekeuasaan Kehakiman, pasal 68 B dan 68 C UU No. 49 Tahun 2009 Tentang Peradilan Umum, pasal 60 B dan 60 C UU No. 50 Tahun 2009 Tentang Peradilan Agama dan pasal 144 C dan 144 D UU No. 51 Tahun 2009 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

Undang-Undang tersebut menunjukan bahwa setiap orang yang bersangkutan perkara berhak memperoleh bantuan hukum serta negara

1

Didi Kusnadi, Rahmat Ari Jaya, Perana Peradilan Agama Dalam Pengembangan Access To Justice di Indonesia, (Jakarta: Direktorat Jenderal Peradilan Agama Republic Indonesia, 2012), h. 16.


(51)

dalam hal ini menanggung biaya perkaranya bagi pencari keadilan yang tidak mampu.

Pada tahun 2011, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang tentang Bantuan Hukum yakni Undang-Undang No. 16 Tahun 2011, dalam upaya memenuhi access to justice, dalam rangka mengatasi persoalan hukum dan pemberian bantuan hukum secara optimal bagi pencari keadilan.

Salah satu bentuk respon positif dari lahirnya Undang-Undang tersebut adalah Mahkamah Agung Republik Indonesia merumuskan tiga kebijakan penting yang berkaitan dengan access to justice, yakni pembebasan biaya perkara, sidang keliling, dan Pos Bantuan Hukum (Posbakum).

Sebelumnya, pada Agustus 2010 Mahkamah Agung telah mengambil langkah signifikan dalam mendorong upaya agar akses masyarakat miskin dan marginal dapat ditingkatkan. Langkah strategis yang ditempuh Mahkamah Agung adalah menyempurnakan mekanisme bantuan hukum pada pengadilan.2

Langkah tersebut antara lain adalah dikeluarkannya Surat Edar Mahkamah Agung (SEMA) No. 10 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu Di Pengadilan. Pembebasan biaya perkara, sidang di luar gedung pengadilan, dan

2

Direktorat Jenderal Peradilan Agama Republik Indonesia, Peringatan 130 tahun Peradilan Agama 1882-2012 Bukan Sekedar Perayaan, (T.tp: Direktorat jenderal Peradilan Agama Republik Indonesia, 2013), h. 236-237.


(52)

42

pembentukan Posbakum menurut ketentuan SEMA No. 10 Tahun 2010 adalah tiga bentuk bemberian layanan hukum bagi masyarakat yang tidak mampu di pengadilan.

Posbakum di pengadilan adalah layanan yang dibentuk oleh dan ada pada setiap Pengadilan tingkat pertama untuk memberikan layanan hukum berupa informasi, konsultasi, dan advis hukum, serta perbuatan dokumen hukum yang dibutuhkan sesuai dengan Peraturan Undang-Undang yang mengatur tentang Kekuasaan Kehakiman, Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Tata Usaha Negara.3

Posbakum ternyata sudah lama eksis keberadaannya. Yakni pada awal tahun 1976, Yan Apul sebagai Sekretaris Peradin pada waktu itu, adalah orang yang menggagas perlu adanya advokat pemberi bantuan hukum secara cuma-cuma di pengadilan.

Gagasan Yan Apul, bermula dari kepusingan menyalurkan anak didiknya di sekolah kursus advokat. Hingga suatu waktu, Apul pergi ke PN Jakatra Barat, bersama dengan adanya kunjungan Ketua Asosiasi Advokat dari Jepang.4 Siang itu ketika melihat sejumlah tahanan di giring ke Pengadilan, advokat dari Jepang menanyai Apul tentang ketidak didampingi sejumlah tahanan tersebut oleh pengacara, dengan berdiskusi bersama Jaksa

3

PERMA No. 1 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu Di Pengadilan.

4

Hukumonline.com, “Pos Bantuan Hukum Perlu di Tata Ulang”, artikel ini diakses pada 19 Januari 2008 dari http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol18378/pos-bantuan-hukum-perlu-ditata-ulang.


(53)

Agung, hingga akhirnya Yan Apul mendirikan Pos-Pos Bantuan Hukum di pengadilan. Maka lahirlah Posbakum, dengan nama yang dipakai hingga kini.

Adapun dana Posbakum saat itu, dibantu oleh Departemen Kehakiman, sebagian lagi di dapat dari klien, dan dalam perkembangannya, Posbakum tersebut tidak hanya menangani perkara pidana saja, Posbakum juga menyediakan layanan konsultasi dan penangan perkara perdata, dari penanganan perkara perdata tersebut ternyata, advokat yang bertugas di Posbakum pengadilan negeri dapat menghidupi diri.

Berbanding terbalik dengan kenyataan di lapangan bahwa ternyata Pos Bantuan Hukum cuma-cuma tersebut tidak geratis yang dibanyangkan, sehubungan sejak lembaga peradilan di dalam administrasi keuangannya di satu atapkan ke Mahkamah Agung.

Posbakum merupakan pranata baru di pengadilan agama. Keberadaanya merupakan implementasi dari amanat pasal 60 C ayat 1 Undang-Undang No. 50 Tahun 2009, yang mewajibkan pembentukan Posbakum pada setiap Peradilan Agama/Mahkamah syar’Iyah untuk pencari keadilan yang tidak mampu dalam memperoleh bantuan hukum.5 Pada tahun 2010, Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung Republik Indonesia melakukan persiapan dan perencanaan untuk pendirian

5

Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung Republik Indonesia, Peran Peradilan Agama dalam Pengembangan Access to justice di Indonesia, (T,tp: Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung Republik Indonesia, 2012), h. 86.


(54)

44

Posbakum. Posbakum di peradilan agama mulai beroperasi pada tahun 2011.

Walaupun berdasarkan Undang-Undang No. 50 Tahun 2009 itu Posbakum harus ada di setiap peradilan agama, namun implementasinya dilakukan secara bertahap. Pada tahun 2011 Posbakum ada di 46 Peradilan Agama, Tahun 2012 Posbakum meningkat menjadi 69 di Peradilan Agama, tahun 2013 Posbakum tidak beroperasi sebagai akibat dari adanya UU No. 16 Tahun 2011 dimana penyelenggaraan dan anggaran Posbakum dari Mahkamah Agung kepada Menkum HAM belum berjalan, dan tahun 2014 Pobakum bertambah menjadi 74 Posbakum.

Pada tahun 2011, peradilan agama memperoleh anggaran untuk Posbakum sebesar Rp. 4.182,500.000 anggaran tersebut dialokasikan untuk

46 Peradilan Agama /Mahkamah Syar’iyah seluru Indonesia sebagai proyek

percontohan (pilot project) Posbakum yang mulai aktif berjalan sejak Maret 2011. Target layanan Posbakum PA pada tahun 2011 sebanyak 11.553. hingga akhir Desember 2011 terjadi peningkatan tajam menjadikan peningkatan sebesar 300% yaitu dengan jumlah 34.647 jasa layanan.6

Penyelenggaraan Posbakum pada tahun 2011 di 46 peradilan agama yang dibiayai oleh DIPA dinilai berhasil. Pejabat Jendral pada pengadilan agama melakukan kunjungan hampir ke semua pengadilan agama penyelenggara Posbakum dan mendapatkan apresiasi dari para pencari

6


(55)

keadilan. Laporan secara nasional yang di himpun oleh Badilag menunjukan adanya kebutuhan yang besar dari masyarakat yang tidak mampu terhadap Posbakum.7

Adapun DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Angaran) yang diserahkan kepengadilan adalah biaya untuk melaksanakan layanan hukum bagi masyarakat tidak mampu dipengadilan yang dibebankan kapada negara melalui Mahkamah Agung Republik Indonesia, dan setelah itu diserahkan dana tersebut kepada Direktorat Jenderal Peradilan Agama.

Purwosusilo merinci, pada tahun 2012, Posbakum di 69 peradilan agama diberikan target 11.553 jasa layanan dengan anggaran Rp. 4,249 miliar. Hasilnya, ke 69 Posbakum berhasil memberikan 55. 860 jasa layanan, dengan serapan anggaran mencapai Rp. 3, 272 miliar.8

Di tahun 2013, penyelenggaraan dan anggaran bantuan hukum yang diselenggarakan oleh dan berada Mahkamah Agung dialihkan kepada Kementrian Hukum dan Hak Azasi manusia sebagai implementasi dari Undang-Undang No. 16 Tahun 2011.

7

Wahyu Widiana, “Posbakum Oh Posbakum”, artikel ini diakses pada 1 Mei 2012 dari http://badilag.net/index.php?option=com&view=artkel&id=10832&caid=170& itemid=101

8Hermansyah, “Dirjen Badilag Kami Ingin Tahun ini Posbakum ada di 100 PA 63”, artikel ini di akses pada 06 maret 2013 dari http://.badilag.net/sepurat-ditjen- badilag/seputar-ditjen-badilag/dirjen-badilag-kami-ingin-tahun-ini-posbakum-ada-di-100-pa-63.


(56)

46

Rencana awalnya bantuan hukum oleh Kementerian harus sudah mulai berjalan pada tahun 2013, ternyata banyak hal teknis yang belum selesai.

Dan terakhir pada tahun 2014 Posbakum bertambah 5 menjadi 74 Posbakum.9 Dan dari jumlah Posbakum pengadilan agama yang bertambah maka layanan yang telah dicapai secara Nasional sebanyak 82,145 layanan dari data laporan tahun 2014 Mahkamah Agung Republik Indonesia.10 Dengan jumlah anggaran sebesar 4, 3 Miliar dan target 43.152 jam layanan.11

B. Posbakum di Pengadilan Agama Menurut PERMA No. 1 Tahun 2014.

1. Pembentukan Posbakum Pengadilan.

Dimana sebelumnya telah dibahas bahwa SEMA No. 10 tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum, telah diganti dengan PERMA No. 1 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pemberian Layanan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu Di Pengadilan yang berasaskan kepada keadilan, sederhana, cepat, dan biaya ringan, non diskriminasi, transparansi, akuntabilitas, evektifitas dan efisiensi, bertanggungjawab dan, propesional.

9

Hermansyah, “tahun 2014, Posbakum Bertambah 5 menjadi 74” , artikel ini di akses pada dari http://www,badilag.net/seputar-ditjen-badilag/seputar-ditjen-badilag/tahun-2014-posbakum-bertambah-5-menjadi-74-111.

10

Laporan Tahunan Mahkamah Agung Republik Indonesia Tahun 2014, h. 116 11Hermansyah, “ Inilah Anggaran Bantuan Hukum di Peradilan Agama Tahun 2014” , artikel ini diakses pada 09 Januari 2014 dari http://www,badilag.net/seputar-ditjen-badilag/seputar-ditjen-badilag/inilah-anggaran-bantuan-hukum –di-peradilan -agama-tahun-2014-91


(57)

Pembentukan Posbakum di setiap pengadilan dilakukan secara bertahap, termasuk Posbakum pengadilan agama, tahapan pembentukannya yang akan disesuaikan dengan perencanaan dan penganggaran Derektorat Jendral Peradilan Agama.

Dalam pengayaan Posbakum, pengadilan agama wajib menyediakan dan mengelola ruangan dan sarana untuk Posbakum sesuai kemampuan dengan memperhatikan akses utuk penyandang disabilitas, perempuan, anak-anak, dan orang lanjut usia. Dan Posbakum juga dapat dilaksanakan secara terpadu dengan pelaksanaan sidang di luar gedung pengadilan atau sidang keliling.

Posbakum pengadilan peroperasi sesuai dengan ketentuan pengadilan pada hari dan jam kerja pengadilan, dan ketua pengadilan akan mengatur jadwal dan petugas setiap harinnya, yang disusun atas kerjasama kelembagaan dengan lembaga pemberi layanan Posbakum pengadilan seperti, lembaga masyarakat sipil penyedia advokasi hukum, atau unit kerja advokasi hukum pada organisasi propesi advokat, dan lembaga konsultasi dan Bantuan Hukum Perguruan Tinggi.

Lembaga pemberi layanan haruslah memiliki kriteria yang telah di tentukan sebagaimana dalam PERMA No. 1 Tahun 2014 disebutkan (pasal 27):

a. Berbentuk badan hukum


(58)

48

c. Memiliki pengalaman dalam menangani perkara dan /atau beracara di pengadilan

d. Memiliki minimal satu orang advokat

e. Memiliki staf atau anggota yang nantinya bertugas di posbakum pengadilan yang bergelar minimal Serjana Hukum atau Serjana Syariah.

f. Lulus tes kualifikasi yang ditetapkan oleh pengadilan

g. Apabila menyertakan mahasiswa untuk bertugas di Posbakum pengadilan, harus yang telah menempuh 140 SKS dan lulus mata kuliah hukum acara serta praktik hukum acara dan selama bertugas ada di bawah pengawasan seorang advokat atau Serjana Hukum atau Serjana Syariah.

2. Pelayanan Posbakum Pengadilan Agama.

Yang berhak menerima jasa dari Posbakum adalah pencari keadilan, terdiri dari perorangan atau sekelompok orang yang secara ekonomis tidak mampu atau memiliki kriteria miskin. Masyarakat yang secara obyektif membutuhkan bantuan hukum, maka Pos Bantuan Hukum di peradilan agama menyediakan jasa secara cuma-cuma atau gratis, dengan biaya yang dibebankan kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia.

Posbakum peradilan agama diperuntukan secara prioritas untuk perempuan, anak-anak, dan penyandang disabilitas sesuai Peraturan


(59)

Perundang-undangan yang berlaku, baik mereka sebagai penggugat atau pemohon maupun tergugat, sebagaimana dalam pasal 22:12

Penerima layanan di Posbakum peradilan

(1)Setiap orang atau sekelompok orang yang tidak mampu secara ekonomi dan/atau tidak memiliki akses pada informasi dan konsultasi, advis hukum, atau bantuan pembuatan dokumen hukum yang dibutuhkan, dapat menerima layanan pada Posbakum pengadilan.

Diperlukan juga syarat dan mekanisme permohonan bantuan hukum bagi yang ingin mendapatkan layanan di Posbakum pengadilan, maka pemohon jasa bantuan hukum mengajukan permohonan bantuan hukum kepada advokat piket pada Pos Bantuan Hukum dengan mengisi formulir secara lengkap dan melampirkan sebagai berikut pasal 22 (2):13

a. Harus menyediakan surat keterangan tidak mampu (SKTM) yang dikeluarkan oleh Kepala Desa/Lurah/Kepala Wilayah setingkat yang menyatakan bahwa benar yang bersangkutan tidak mampu membayar perkara, atau

b. Surat Keterangan Tunjangan Sosial lainnya seperti Kartu Keluarga Miskin (KKM), Kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat

12

PERMA No. 1 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pemberian Layanan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu Di Pengadilan.

13

PERMA No. 1 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pemberian Layanan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu Di Pengadilan.


(60)

50

(Jamkesmas), Kartu Beras Miskin (Raskin), Kartu Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Bantuan Langsung Tunai (BLT), Kartu Perlindungan Sosial (KPS), atau dokumen lainnya yang berkaitan dengan penduduk daftar miskin dalam basis data terpadu pemerintah atau yang dikeluarkan oleh instansi lain yang berwenang untuk memberikan keterangan tidak mampu, atau c. Surat peryataan tidak mampu membayar jasa advokat yang dibuat

dan di tanda tangani oleh pemohon layanan Posbakum pengadilan dan disetujui oleh petugas posbakum pengadilan, apabila pemohon layanan Posbakum pengadilan tidak memiliki dokumen sebagaimana disebut dalam huruf a atau b.

Dengan adanya Posbakuan diharapkan juga dapat memberikan pencerahan dan penyuluhan hukum kepada masyarakat, Posbakum tidak hanya membantu masalah perkara, namun dapat juga menjadi tempat masyarakat meminta konsultasi hukum terhadap permasalahan yang terjadi. masyarakat yang selama ini mengalami masalah komunikasi dalam hal menyelesaikan perkara di peradilan agama akan mendapatkan kemudahan dengan datang ke Posbakum di peradilan agama.

Setelah para pihak pencari keadilan telah memenuhi persyaratan, adapun jenis layanan yang bisa diperoleh pada Posbakum yakni bantuan berupa pembuatan dokumen yang dibutuhkan untuk memperlancar jalannya persidangan, seperti pembuatan surat gugatan atau permohonan, dan


(61)

bantuan berupa informasi, konsultasi serta advis hukum. Sebagaimana di dalam pasal 25 di sebutkan jenis layanan di Posbakum pengadilan.

Posbakum pengadilan memberikan layanan berupa:14

a. Pemberian informasi, konsultasi, atau advis hukum. b. Bantuan pembuatan dokumen hukum yang dibutuhkan.

c. Penyediaan informasi daftar organisasi bantuan hukum sebagaimana dimaksud dalam UU No. 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum atau advokat lainnya yang dapat memberikan bantuan hukum cuma-cuma.

3. Hak dan Kewajiban pemberi layanan.

Pemberi layanan Pos Bantuan Hukum pengadilan atau petugas bantuan hukum pengadilan berkewajiban untuk:15

a. Memberikan layanan yang propesional yakni bersungguh-sungguh dalam memberikan layanan berdasarkan keahlian, kopetensi, wawasan dan tingkat pendidikan pemberi layanan Posbakum pengadilan sebagai orang yang telah memiliki izin advokat atau gelar Serjana Hukum atau gelar Serjana Syariah

b. Memberikan layanan yang berdasarkan pada ilmu pengetahuan hukum, baik hukum materiil maupun hukum formil secara

14

PERMA No. 1 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pemberian Layanan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu Di Pengadilan.

15

Pasal 28 PERMA No. 1 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pemberian Layanan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu Di Pengadilan.


(62)

52

baiknya dan bersedia menanggung akibat dari pelayanan yang diberikannya.

c. Memberikan informasi hukum dan informasi lain yang terkait secara jelas dan akurat.

d. Memberikan konsultasi atau advis hukum yang seimbang dan komprehensif, seimbang adalah mengutamakan kepentingan penerima layanan Posbakum pengadilan untuk mencapai keadilan, tanpa menjatuhkan pihak lain.

Komprehensif yakni memberikan konsultasi atau advis hukum yang memperhatikan segala aspek dari hukum materiil maupun hukum formil sehingga penerima layanan Posbakum pengadilan dapat mencapai keadilan yang sebaik-baiknya dalam menjalankan perkaranya.

e. Membuat dokumen hukum yang dilakukan oleh Serjana Hukum atau Serjana Syariah wajib mendapatkan persetujuan tertulis dahulu dari advokat pada lembaga pemberi layanan Posbakum pengadilan sebelum diserahkan kepada penerima layanan Posbakum.

f. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahui atau diperoleh dari peneriama layanan Posbakum pengadilan

g. Menjalankan prinsip-prinsip perlindungan terhadap penyandang disabilitas, perempuan, anak-anak, dan orang lanjut usia.


(63)

h. Menghindari komplik kepentingan dengan penerima layanan Posbakum pengadilan.

i. Membuat laporan dan mendokumentasikan berkas penerima layanan Posbakum pengadilan untuk diserahkan kepada ketua pengadilan

j. Bekerjasama dengan petugas pengadilan yang ditunjuk ketua pengadilan dalam menjaga dan memelihara ketertiban penyelenggaraan dan sarana dan prasarana Posbakum pengadilan. k. Kepala lembaga pemberi layanan Posbakum pengadilan melakukan

pengawasan bersama-sama dengan ketua pengadilan terhadap kualitas layanan yang diberikan petugas Posbakum pengadilan dari lembaganya.

Setelah kewajiban telah dilaksanakan maka pemberi layanan Posbakum pengadilan berhak atas, sarana dan prasarana yang menunjang kegiatan pemberian layanan hukum di pengadilan, imbalan jasa yang diberikan secara resmi oleh pengadilan berdasarkan pada lamanya waktu bertugas pemberi layanan di Posbakum pengadilan sesuai dengan imbalan yang telah ditetapkan dalam perjanjian.

Serta tidak lupa hak yang diperoleh dari penerima layanan Posbakum untuk pemberi layanan Posbakum adalah medapatkan bukti, memperoleh informasi, atau keterangan terkait perkara secara baik dan benar.


(64)

54

4.Mekanisme pemberian layanan di Posbakum.

Adapun mekanisme pemberian layanan di Posbakum pengadilan agama sebagaimana terdapat dalam pasal 32 PERMA No. 1 Tahun 2014 sebagai berikut:

a. Orang atau sekelompok orang yang mengajukan permohonan kepada Posbakum pengadilan dengan mengisi formulir yang telah disediakan dan memberikan persyaratan yang diperlukan

b. Orang atau sekelompok orang yang sudah mengisi formulir dan memenuhi persyaratan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 22 ayat (2) dapat langsung menerima layanan Posbakum pengadilan.

c. Pemberian layanan Posbakum pengadilan akan mengkompilasikan berkas perkara penerima layanna Posbakum pengadilan sebagai dokumentasi pengadilan yang terdiri dari:

1) Formulir permohonan

2) Dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 ayat (2).

3) Kronologis perkara seperti tanggal dan agenda persidangan. 4) Dokumen hukum yang telah dibuat di Posbakum

pengadilan

5) Pernyataan telah diberlakukannya layanan yang ditandatangani oleh petugas Posbakum pengadilan dan penerima layanan Posbakum pengadilan.


(65)

d. Apabila penerima layanan Posbakum pengadilan tidak sanggup membayar biaya perkara, maka petugas Posbakum pengadilan akan memberikan formulir permohonan pembebasan biaya perkara untuk diajukan kepada ketua pengadilan.

e. Apabila penerima layanan Posbakum pengadilan memerlukan bantuan hukum berupa pendampingan di persidangan, maka petugas Posbakum akan memberikan informasi mengenai prosedur bantuan hukum di pengadilan dan daftar organisasi bantuan hukum sebagaimana dimaksud dalam UU No. 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum atau organisai bantuan hukum atau advokat lainnya yang dapat memberikan Bantuan Hukum cuma-cuma.

C. Perbedaan antara SEMA No. 10 Tahun 2010 dan PERMA No. 1 Tahun 2014.

Sebelum adanya PERMA No. 1 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pemberian Layanan Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu di Peradilan terdapat SEMA No. 10 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum di Pengadilan, dimana keduanya adalah peraturan yang tidak jauh berbeda.

Pengaturan mengenai bantuan hukum di dalam SEMA No. 10 Tahun 2010 dibedakan berdasarkan kepada masing-masing lingkungan Peradilan, diantaranya tata cara dan mekanismenya pemberian bantuan hukum


(66)

56

hukumnya Peradilan Umum dan Tata Usaha Negara terdapat dalam lampiran A, Peradilan Agama terdapat dalam lampiran B. Sementara dalam PERMA No. 1 Tahun 2014, mekanisme dan tata cara bantuan hukum tidak dibedakan-bedakan pada masing-masing peradilan, akan tetapi menggunakan peraturan yang sama.

Di dalam PERMA ternyata prosedurnya lebih mudah seperti dalam permohonan pembebasan biaya perkara atau prodeo diajukan kepada ketua pengadilan melalui kepaniteraan, lantas panitera atau sekretaris memeriksa kelayakan pembebasan biaya dan anggaran yang tersedia. Lalu hasil dari pemeriksaan itu diserahkan kepada ketua pengadilan sebagai pertimbangan untuk memutuskan diterima atau tidaknya permohonan pembebasan biaya perkara.

Apabila permohonan pembebasan biaya perkara diterima oleh ketua pengadilan maka ketua pengadilan akan mengeluarkan surat penetapan layanan pembebasan biaya perkaranya, dan apabila pemohon ditolak maka proses berperkara dilakukan seperti biasa.

Berdasarkan SEMA No. 10 Tahun 2010, dalam prosedur pembebasan biaya perkara atau prodeo, mekanisme yang harus ditempuh oleh masyarakat pencari keadilan adalah pertama-tama harus mendapatkan surat keterangan miskin yang dibuat dari kepala desa, lurah atau pejabat yang berwenang atau bisa juga membawa surat jaminan kesehatan masyarakat,


(67)

atau sejenisnya yang bisa menjadi bukti bahwa pemohon benar orang yang tidak mampu membayar perkaranya.

Proses berikutnya dokumen tersebut diajukan bersama-sama dengan surat gugatan/permohonan untuk didaftarkan di pengadilan, setelah itu, Majelis Hakim yang menangani perkara pemohon membuat putusan sela, untuk memutuskan apakah permohonan bebas biaya berperkaranya dikabulkan apa tidak.

Apabila dikabulkan maka proses perkara secara prodeo dilanjutkan hingga perkara diputus, dan jika permohonan tidak dikabulkan maka pemohon akan diperintahkan untuk membayar panjar biaya perkara diberi waktu sampai 14 hari setelah putusan sela dijatuhkan, dan apabila tidak terpenuhi maka perkaranya akan di coret dari daftar.

Dari segi biaya pelayanan pada PERMA No. 1 Tahun 2014, para advokat dibayar berdasarkan kepada lamanya dia bertugas, seperti dibayar perjam dengan upah seratus ribu rupiah, adapun dalam SEMA No 10 Tahun 2010 sebelumnya para Advokat di bayar berdasar kapada satuan perkara perkara baik perkara pidana, perdata atau tata usaha Negara hingga perkara tersebut mempunyai kekuatan hukum.

Posbakum Pengadilan dalam PERMA No. 1 tahun 2014 dapat ikut serta dalam sidang di luar gedung pengadilan atau sidang keliling sedangkan dalam SEMA No. 10 tahun 2010 tidak terdapat pernyataan keikut sertaan posbakum pengadilan dalam sidang di luar gedung pengadilan, maka di sini


(68)

58

dapatlah diketahui bahwa PERMA No. 1 Tahun 2014 lebih menguntungkan kepada masyarakat pencari keadilan di lingkungan peradilan.

Bagaimana tidak seperti dalam perkara prodeo bahwa dalam perjalanannya, para pemohon yang mengajukan pembebasan biaya perkara harus ada putusan sela. Untuk melalui putusan sela mebutuhkan waktu seperti menunggu surat panggilan terlebih dahulu, sedangkan biaya untuk panggilan sidang pengadilan tidak ada. Dilihat dari segi keuntungan biaya yang terdapat dalam PERMA No. 1 Tahun 2014, peradilan dapat memberikan pelayanan bantuan hukum kepada masyarakat dengan jumlah yang lebih besar dan murah, dibanding dengan SEMA No. 10 Tahun 2010.


(69)

59

MAMPU OLEH POSBAKUM DI PERADILAN AGAMA DEPOK

A. Pelaksanaan Posbakum Pengadilan Agama Depok

Posbakum merupakan pranata baru di peradilan agama. Keberadaanya merupakan implementasi dari amanat pasal 60 C ayat 1 Undang-Undang No. 50 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 Peradilan Agama. Salah satu Posbakum yang telah ada sejak tahun 2011 adalah Posbakum Pengadilan Agama Depok.

Meskipun berbatasan langsung dengan ibu kota negara, ternyata kota Depok memiliki persoalan yang hampir sama dengan berbagai daerah di tanah air. Tidak sedikit warga Depok yang belum memiliki identitas hukum berupa buku nikah, akte kelahiran dan kartu keluarga.1 Hal ini menunjukan bahwa ternyata warga Depok masih memiliki kesulitan dalam memperoleh akses keadilan hukum.

Senin 07 Maret 2011, bertempat di lobi lantai 1 Pengadilan Agama Depok, Ketua Pengadilan Agama Depok yaitu Nia Nurhamidah Romli, meresmikan Pos Bantuan Hukum yang biasa disebut Posbakum di

1

Hermansyah, “Warga Depok Antusias Mengikuti Sidang Terpadu Edisi Perdana” artikel ini diakses pada 06 Maret 2015 dari http://www.badilag.net/seputar-ditjen- badilag/seputar-ditjen-badilag/warga-depok-antusias-mengikuti-sidang-terpadu-edisi-perdana.


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)