KEBIJAKAN PEMERINTAH PRO RAKYAT (1)

KEBIJAKAN PEMERINTAH PRO RAKYAT

Oleh : Shani Ruri Efendi

Pada hari Jumat 26 September 2014 disahkannya RUU Pilkada dalam
sidang Paripurna DPR menggemparkan masyarakat indonesia. Sidang paripurna
tersebut dihadiri oleh 9 fraksi antara lain Golkar, PDIP, PKS, PAN, PPP, PKB,
Gerindra, Hanura, dan Demokrat. Dalam pengambilan keputusan DPR
menggunakan sistem voting yang hasilnya adalah 226 suara memilih Pilkada
langsung, sedangkan 361 suara menghendaki Pilkada tak langsung atau Pilkada
DPRD. Sehingga penetapan pilkada tak langsung sudah dianggap sah.
Sementara itu muncul banyak reaksi masyarakat yang cenderung menolak
secara tegas Pilkada tak langsung. Kebanyakan dari mereka kecewa karena
haknya telah dirampas. Tidak hanya masyarakat umum, para pengamat politik pun
ikut bicara akan pro kontra UU pilkada tersebut. Menurut Ahli Hukum tata
negara, Refly Harun “Sistem pemilihan kepala daerah dan wakil kepala derah
secara langsung harus di dukung karena kepada daerah yang berprestasi di
Indonesia muncul dari adanya Pilkada Langsung”.
Beranjak dari contoh kasus diatas terdapat beberapa pendapat yang
menjelaskan arti dari kebijakan. “Kebijakan Publik adalah suatu keputusan yang
dimaksudkan untuk tujuan mengatasi permasalahan yang muncul dalam suatu

kegiatan tertentu yang dilakukan oleh instansi pemerintah dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan”(Mustopadidjaja, 2002). Thomas

R. Dye,

mengatakan bahwa “kebijaksanaan publik adalah apapun yang dipilih oleh
pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan”.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa kebijakan tidak
lepas dari yang namanya pemerintahan dan petinggi negara. Merekalah otak dari
segala kebijakan yang ada. Terbentuknya birokrasi di pemerintahan berlandas asas

demokrasi adalah bukti kontrak sosial dari rakyat. Sudah menjadi kewajiban bagi
pemerintah untuk menjalankan amanah yang sudah diberikan untuk membuat
kebijakan pro rakyat, khususnya rakyat kecil. Tapi apakah kebijakan itu benar
benar membela rakyat ? Ternyata tidak semua kebijakan dapat diterima
masyarakat. Hal ini menjadikan pemerintah harus lebih berfikir keras, bagaimana
dalam membuat kebijakan agar diterima oleh masyarakat.
Sebenarnya dalam proses pembuatan kebijakan merupakan proses yang
kompleks karena terdapat beberapa kepentingan (variabel) yang harus
diselesaikan dalam satu waktu, yang menjadi perhatian khusus adalah

keberpihakan dalam pembuatan kebijakan itu, apakah sudah sejalan dengan
pemikiran rakyat atau tidak. Karena kebijakan dibuat guna mensejahterakan
masyarakat bukan pembuatnya. Namun yang menjadi masalah adalah kebijakan
sudah pasti melibatkan aktor-aktor yang akan bermain dalam proses pembuatan
kebijakan. Menurut beberapa ahli, dalam memahami proses perumusan kebijakan
kita perlu memahami aktor-aktor yang terlibat atau pemeran serta (partisipants)
dalam proses pembuatan kebijakan tersebut. Sehingga kita perlu mengetahui siapa
dan bagaimana mereka (para wakil rakyat).
Dengan begitu dapat kita simpulkan kebijakan dibuat oleh pemerintah
berdasarkan kepentingan bersama untuk mengatasi permasalahan yang ada. dan
hasil dari kebijakan tersebut harus diterima masyarakat.