Critical Review Pengembangan Ekonomi Lok

Pendahuluan
Batik merupakan salah satu budaya ciri khas bangsa Indonesia yang menjadi salah satu
warisan dunia tepatnya ditetapkan sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan
Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) dan
mendapatkan pengakuan dari UNESCO sejak 2 Oktober 2009. Batik mempunyai keunggulan
komparatif di bidang ekonomi, sehingga diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan
masyarakat (Prasetyo 2010). Pada tahun 2008 industri batik nasional mencapai nilai ekspor
US$ 38 juta dan menyerap 603 ribu tenaga kerja, sedangkan unit usaha yang di industri batik
ini adalah sebanyak 50.315 unit (Prasetyo 2010).
Salah satu kota penghasil batik yang menjadikan sebagai komoditi andalan adalah
Surakarta, dimana ekspor batik terus mengalami peningkatan, dari tahun 2006 sebesar
$2,496,539.46 sampai tahun 2010 sebesar $10,196,173.12 (dalam Dollar Amerika). Negaranegara tujuan ekspor produksi Kota Surakarta antara lain Kanada, Cina, Perancis, Jerman,
Amerika dan lain-lain. Menurut data dari Disperindag Surakarta terdapat 254 pengusaha batik
yang tersebar di lima kecamatan yaitu kecamatan Laweyan terdapat sekitar 200 pengusaha,
kecamatan Serengan terdapat empat pengusaha, kecamatan Pasar Kliwon terdapat 47
pengusaha, kecamatan Jebres terdapat tiga pengusaha (Disperindag Surakarta).
Kecamatan Laweyan memiliki kampoeng batik paling tua di Indonesia yaitu kampoeng
batik Laweyan. Kampoeng Batik Laweyan adalah salah satu kawasan lanskap budaya di
Indonesia yang kaya akan potensi budaya dan sejarah yang telah diwarisi sejak nenek moyang.
Salah satu warisan yang tak ternilai yang dimiliki di kampoeng batik laweyan adalah seni batik
yang masuk dalam warisan budaya tak benda (intangible cultural heritage). Seni batik

solo yang menjadi daya tarik utama ini diperkaya dengan situs-situs bersejarah seperti makam
dan mesjid bersejarah serta situs lainnya (http://kampoengbatiklaweyan.org/)
Di samping itu kampoeng batik laweyan memiliki potensi komunitas masyarakat yang
berperan besar dalam turut menjaga kelestarian kawasannya. Kekuatan komunitas ini akan
membantu menjadikan kawasan kampoeng batik laweyan menjadi destinasi wisata batik
solo yang ramah dan layak dikunjungi. Komunitas kampoeng batik Laweyan ini dikelola oleh
Forum

Pengembangan

Kampoeng

Batik

Laweyan

(FPKBL)

yang


mengelola

kluster Kampoeng Batik Laweyan. Kampoeng Batik Laweyan juga termasuk sebagai kluster
wisata, cagar budaya dan industri batik di Propinsi Jawa tengah. Pada Kluster Kampoeng Batik
masyarakatnya

mempunyai

jenis

usaha

yang

sama,

berkelompok

dan


turun

Critical Review jurnal Pengembangan Komoditas Batik: Determinasi Budaya Ekonomi dan Perubahan Struktur Kebijakan
Terhadap Perkembangan Usaha Ekonomi Lokal (Studi Tentang Pengusaha Batik Laweyan Surakarta)oleh Emma Setiawati |

Nurul Selen Azizah ASP 3615100073

1

temurun. FPKBL bersifat demokratis, bebas, mandiri dan bertanggung jawab, yang
mempunyai kegiatan khusus dalam pengembangan disektor Pariwisata dan Industri Batik
maupun non batik.
Perkembangan perekonomian global yang semakin berkembang ditambah dibukany
apasar bebas dan masuknya program Masyarakat Ekonomi Asean menjadikan sektor ekonomi
lokal harus memiliki strategi yang tepat agar tidak tenggelam dalam lautan monopoli bisnis.
Hal ini menjadikan penulis jurnal mengamati apa saja strategi yang dilakukan oleh masyarakat
kampoeng batik laweyan. Selain itu perlu dikajinya jurnal yang ditulis penulis mengenai
konsep pengembangan ekonomi lokal yang ada di Kampoeng Batik Laweyan. Kajian mengenai
pengembangan ekonomi lokal ini dilihat dari segi konsep, teori, analisis pengembangan
ekonomi lokal, tahap pengembangan ekonomi lokal, strategi pengembangan ekonomi lokal.


Ringkasan Jurnal
Setelah mengalami mati suri selama 30 tahun, pada tahun 2000 beberapa masyarakat
Laweyan mulai merintis lagi usahanya. Usaha ini juga mendapat sambutan baik dari
pemerintah Surakarta, dimana mereka mulai berbenah dengan ditetapkannya Kampoeng
Laweyan sebagai Kampoeng Wisata Batik pada tahun 2004. Dengan wacana yang baru,
mereka mulai membuka diri untuk memamerkan proses pembuatan batik baik batik tulis, cap,
sablon, tolet, printing serta produk batik dalam ruang pamer yang ditata dengan indah.
Perkembangan usaha ini dapat dilihat dari meningkatnya jumlah usaha dagang. Jenis produksi
unggulan adalah batik tulis tradisional dengan ciri khas warnanya yang cenderung agak gelap,
meliputi perpaduan antara warna coklat maupun kebiruan.
Jaringan usaha hubungan batik di Kampoeng Laweyan sendiri sangat bermacammacam dengan uraian seperti dibawah.
1. Jaringan Hubungan Pembelian Bahan Baku
Pengusaha batik pemroses atau disebut juragan menjalin hubungan dagang dengan
pedagang bahan baku kain berdasarkan ikatan kekerabatan, ketetanggaan dan pertemanan.
Pembelian bahan baku kain dilakukan secara ngalap nyaur atau ambil barang dahulu,
kemudian dibayar dengan tempo satu, dua atau tiga bulan.
2. Jaringan Hubungan dalam Proses Produksi
Ada beberapa jaringan hubungan proses produksi di Kampoeng Batik Laweyan
a. Jaringan hubungan proses produksi dengan sistem nempakke

Critical Review jurnal Pengembangan Komoditas Batik: Determinasi Budaya Ekonomi dan Perubahan Struktur Kebijakan
Terhadap Perkembangan Usaha Ekonomi Lokal (Studi Tentang Pengusaha Batik Laweyan Surakarta)oleh Emma Setiawati |

Nurul Selen Azizah ASP 3615100073

2

Apabila pengusaha atau juragan batik/saudagar pemroses mendapatkan permintaan
pesanan batik yang melebihi kapasitas produksi harian atau stok barang yang dimiliki,
maka pengusaha tersebut akan membangun pola hubungan produksi dengan sistem
nempakke atau ndandakke.

b. Jaringan hubungan proses produksi dengan sistem cluster
Jaringan hubungan proses produksi dengan sistem cluster adalah rangkaian hubungan
produksi antara pengusaha dengan beberapa carik. Seorang carik sebagai supervisor
bekerja dengan membawahi satu kelompok yang terdiri dari 10-15 pengrajin batik
rumahan.
c. Jaringan hubungan proses produksi dengan sistem susukan
Hubungan produksi antara juragan dengan pengrajin batik susukan berdasarkan kontrak
borongan lepas. Pengrajin batik susukan menghasilkan produk batik setengah jadi yang

telah dicorek pola batik, dibatik dan diterusi namun belum diwarnai dan dilorot.
d. Jaringan hubungan proses produksi dengan sistem pocokan
Istilah pocokan berarti memperkerjakan seseorang berdasarkan kontrak borongan
sesuai dengan kebutuhan juragan batik. Pekerjaan ngengreng pola batik, mbatik, nerusi,
nglowong dilakukan di rumah pengrajin batik, sedangkan pekerjaan medel, mbironi,
nyoga sampai dengan nglorot dikerjakan pada unit usaha juragan.

e. Jaringan hubungan proses produksi dengan sistem pabrikan
Juragan atau pengusaha batik membangun hubungan proses produksi dengan sistem
pabrikan secara terpusat dengan tujuan untuk kepentingan ekonomi perusahaan
3. Jaringan Hubungan Dagang Batik
Penjualan batik di Laweyan dilakukan dengan beberapa cara yaitu antara lain:




Jaringan hubungan dagang dengan penjualan langsung




Klewer

Jaringan hubungan dagang antara juragan batik dengan saudagar batik di Pasar

hubungan langganan tetep ngalap nyaur

Selain itu ada 2 hubungan penting dalam dagang batik ini yaitu hubungan dengan sistem
nitip dan hubungan dagang antara pengusaha batik dengan saudagar batik di luar kota.

Hubungan dagang dengan sistem nitip terbentuk dari pengalaman kerjasama yang
relatif lama dan panjang. Pengalaman hubungan dagang tersebut terbentuk atas asas
saling percaya, berbagi risiko dan saling berbagi keuntungan. Hubungan dagang nitip
bersifat tertutup, monopoli dan rutin. Hubungan dagang antara pengusaha batik
Critical Review jurnal Pengembangan Komoditas Batik: Determinasi Budaya Ekonomi dan Perubahan Struktur Kebijakan
Terhadap Perkembangan Usaha Ekonomi Lokal (Studi Tentang Pengusaha Batik Laweyan Surakarta)oleh Emma Setiawati |

Nurul Selen Azizah ASP 3615100073

3


Laweyan dengan saudagar batik di luar kota dengan menggunakan hubungan sistem
“korwil” (koordinator wilayah). Juragan batik membangun saluran distribusi batik
melalui beberapa saudagar sebagai koordinator wilayah dagang di kotanya masingmasing.

Perubahan-Perubahan Struktur Politik (Kebijakan) yang Memengaruhi Perkembangan
Usaha Batik Laweyan
Perkembangan industri batik Laweyan selain dipengaruhi oleh budaya ekonominya
juga secara tidak langsung dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah. Berlakunya UU
No.22/1999 tentang Otonomi Daerah yang direvisi menjadi UU No.32/2004 serta UU No.25
tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah yang juga direvisi
menjadi UU No.33/2004. Perkembangan batik ini juga didukung dengan adanya pengakuan
dari UNESCO pada tanggal 2 Oktober 2009 dimana batik merupakan ciri khas budaya bangsa
Indonesia yang juga sebagai warisan budaya dunia, dan pemerintah menetapkan pada tanggal
2 Oktober sebagai Hati Batik Nasional.

Kebijakan Pemerintah yang Berdampak Negatif terhadap Industri Batik Laweyan
Pada bulan Januari 2010 berlaku perdagangan bebas antara ASEAN dan Cina, sehingga
produk-produk Cina menjadi sangat mudah untuk masuk ke Indonesia. Penerapan ChinaASEAN Free Trade Area (CAFTA) merupakan mimpi buruk bagi produsen lokal. Walaupun

pemerintah telah menyatakan siap terhadap dampak negatif dari CAFTA, namun tidak

demikian dengan produsen lokal. Mereka tetap khawatir terhadap ekspansi produk Cina besarbesaran pasca diberlakukannya CAFTA. Dalam kenyataannya, produk tekstil Cina sudah
memasuki pasar-pasar tradisional yang akan mengancam produk lokal.

Strategi-Strategi yang Diterapkan oleh Pengusaha Batik Laweyan dalam Menghadapi
Perdagangan Bebas
Pengusaha batik Laweyan pada umumnya adalah industri batik skala kecil dan
menengah, yang mana dalam menghadapi globalisasi diperlukan beberapa strategi prioritas
yang digunakan strategi ini diarahkan dengan memperbaiki kelemahan dan memanfaatkan
peluang yang ada. Strategi yang digunakan adalah penguatan kerja sama, penguatan pasar,
peningkatan kapasitas sumber daya manusia, penciptaan iklim usaha yang kondusif dan
penguatan modal sosial.
Critical Review jurnal Pengembangan Komoditas Batik: Determinasi Budaya Ekonomi dan Perubahan Struktur Kebijakan
Terhadap Perkembangan Usaha Ekonomi Lokal (Studi Tentang Pengusaha Batik Laweyan Surakarta)oleh Emma Setiawati |

Nurul Selen Azizah ASP 3615100073

4

Dapat dilihat bahwa budaya ekonomi batik Laweyan mempunyai ciri tersendiri yaitu
budaya ekonomi bazaar dengan hubungan sosial mereka yang lebih bersifat resiprokal.

Hubungan sosial tetangga, kekerabatan dan keagamaan mengikat tindakan ekonomi.
Hubungan tolong-menolong berbasis ikatan sosial dan trust mengikat dalam tindakan ekonomi
juragan batik. Juragan, saudagar pemroses dan pengrajin batik mengembangkan jaringan
hubungan dagang nitip. Menurut pandangan para aktor ekonomi usaha batik nitip mempunyai
makna antara hubungan di antara para pelaku usaha batik yang saling melekat atau saling
mengikat dan saling menguntungkan satu sama lain (mutual sided embedded).
Penelitian ini menunjukkan konsep keterlekatan perilaku ekonomi dalam hubunganhubungan sosial. Kecenderungan berbagai pola jaringan hubungan produksi dan hubungan
dagang mengarah pada struktur jaringan sosial personal. Dalam penelitian ini struktur jaringan
hubungan dagang cenderung horizontal dengan perbedaan akses ekonomi pasar lokal.
Sebaliknya struktur jaringan produksi cenderung vertikal, di mana posisi pusat cenderung
mengendalikan hubungan-hubungan produksi. Jaringan yang kuat baik secara horizontal dan
vertikal yang dilakukan oleh pengusaha batik Laweyan membuat ikatan yang kuat antar
pengusaha maupun pengusaha dengan buruhnya. Selain adanya ikatan yang kuat serta trust
antar pengusaha maupun pekerja batik ini, keberadaan pengusaha batik Laweyan juga
didukung oleh pemerintah melalui kebijakan-kebijakan yang dibuatnya, seperti kebijakan
pemerintah yang tertuang dalam UU No. 25 Tahun 1999 dan UU No.33 tahun 2004 Tentang
Dana Perimbangan dengan diikuti kebijakan pemerintah daerah berupa perda tentang APBD
dan kebijakan lainnya. Salah satu kebijakan pemerintah provinsi maupun pemerintah daerah
adalah dengan mengharuskan pegawainya untuk berseragam batik pada hari-hari tertentu.


Analisis dan Pembahasan
Dalam jurnal dengan judul Pengembangan Komoditas Batik: Determinasi Budaya
Ekonomi dan Perubahan Struktur Kebijakan Terhadap Perkembangan Usaha Ekonomi Lokal
(Studi Tentang Pengusaha Batik Laweyan Surakarta) yang ditulis oleh Erma Setiawati
menerangkan secara garis besar tentang pengembangan ekonomi lokal yang ada di Laweyan
Surakarta terutama strategi masyarakat dalam menghadapi tantangan pengembangan ekonomi
lokal. Sayangnya dalam jurnal ini tidak menerangkan latar belakang adanya pengembangan
ekonomi lokal di Kampoeng Batik Laweyan.

Critical Review jurnal Pengembangan Komoditas Batik: Determinasi Budaya Ekonomi dan Perubahan Struktur Kebijakan
Terhadap Perkembangan Usaha Ekonomi Lokal (Studi Tentang Pengusaha Batik Laweyan Surakarta)oleh Emma Setiawati |

Nurul Selen Azizah ASP 3615100073

5

Gambar 1. Hasil pengolahan batik di Kampoeng Batik Laweyan
Sumber : www.google.com diakses tanggal 13 Oktober 2016 pukul 19.05

Jika dianalisis lebih lanjut, dalam jurnal ini dijelaskan secara tersirat bahwa Kampoeng
Batik Laweyan ini menganut teori pengembangan ekonomi lokal yang disampaikan oleh A.H.J.
Helmings yaitu PEL (Pengembangan Ekonomi Lokal) adalah suatu proses dimana kemitraan
yang mapan antara pemerintah daerah, kelompok berbasis masyarakat, dan dunia usaha
mengelola sumber daya yang ada untuk menciptakan lapangan pekerjaan dan merangsang
(pertumbuhan) ekonomi pada suatu wilayah tertentu. Menekankan pada kontrol lokal, dan
penggunaan potensi sumber daya manusia, kelembagaan dan sumber daya fisik. Jika
digambarkan dalam tabel akan muncul hasil seperti dibawah ini.

Stakeholders

a. Komunitas kampoeng batik Laweyan
(Kelompok masyarakat)
b. Pemerintah Surakarta (Pemerintah
daerah)
c. Saudagar batik di luar kota (kemitraan)

Sumber daya Lokal

Kerajinan batik, Sumber Daya Manusia yang
merupakan warga Laweyan
6

Critical Review jurnal Pengembangan Komoditas Batik: Determinasi Budaya Ekonomi dan Perubahan Struktur Kebijakan
Terhadap Perkembangan Usaha Ekonomi Lokal (Studi Tentang Pengusaha Batik Laweyan Surakarta)oleh Emma Setiawati |

Nurul Selen Azizah ASP 3615100073

Merangsang pertumbuhan ekonomi

Iya, pendapatan daerah dan masyarakat yang
meningkat

serta

membuka

lapangan

pekerjaan bagi masyarakat setempat
pendanaan, branding dan kerjasama profit

Kerjasama antar stakeholders

Tabel 1. Implikasi PEL pada Kampoeng Batik Laweyan
Sumber : hasil analisis penulis

Selain itu pada jurnal ini juga tidak diterangkan bahwa PEL di kampoeng batik
Laweyan tersebut apakah sudah menganut prinsip dalam PEL atau belum. Padahal dalam hal
analisis strategi yang digunakan perlu adanya analisis sebelumnya. Prinsip dari pengembangan
ekonomi lokal ini terdiri dari tiga prinsip yaitu prinsip ekonomi, prinsip kelembagaan, prinsip
kemitraan.
Prinsip Ekonomi

: Memenuhi kebutuhan pasar dan menghubungkan produsen
kecil dengan supplier

Prinsip Kemitraan

: Stakeholders berperan aktif dalam pengadaan kegiatan

Prinsip Kelembagaan

: Dibentuk Forum Pengembangan Kampoeng Batik
Laweyan (FPKBL) yang mengelola kluster Kampoeng Batik

Prinsip Ekspor

: Melakukan ekspansi dengan ekspor ke Kanada, Cina, Perancis,
Jerman, Amerika dan lain-lain

Prinsip Pemasaran

: Adanya hubungkan produsen skala kecil dengan yang lebih
besar.

Prinsip Kluster

: Kegiatan ekonomi sejenis yaitu kluster Batik

Pada jurnal ini juga disebutkan bahwa peran batik ini terhadap ekonomi lokal sangat
menonjol. Bukan hanya untuk pemasaran batik saja tapi juga sebagai tempat wisata bagi turis
baik dalam negeri maupun mancanegara. Selain ekspansi pasar dari batik Laweyan ini bukan
hanya untuk ranah dalam negeri tapi juga untuk ranah luar negeri, dimana ekspor batik terus
mengalami peningkatan. Kontribusi industri pengolahan pada PDRB Kota Solo sebesar 24,34
persen. Sedangkan kontribusi sektor perdagangan, hotel dan restoran pada PDRB sebesar 22,02
persen (Surakarta Dalam Angka 2008). Kegiatan perdagangan paling berperan secara
signifikan, yaitu lebih dari 80 persen dari keseluruhan kontribusi sektor ini. Pada sektor industri
pengolahan, bidang usaha yang memiliki jumlah unit usaha signifikan adalah pakaian jadi,
Critical Review jurnal Pengembangan Komoditas Batik: Determinasi Budaya Ekonomi dan Perubahan Struktur Kebijakan
Terhadap Perkembangan Usaha Ekonomi Lokal (Studi Tentang Pengusaha Batik Laweyan Surakarta)oleh Emma Setiawati |

Nurul Selen Azizah ASP 3615100073

7

mebel, tempe, batik, dop, dan sangkar burung. Negara-negara tujuan ekspor produksi Kota
Surakarta antara lain Kanada, Cina, Perancis, Jerman, Amerika dan lain-lain.
Menurut data dari Disperindag Surakarta terdapat 254 pengusaha batik yang tersebar di
lima kecamatan yaitu kecamatan Laweyan terdapat sekitar 200 pengusaha, kecamatan
Serengan terdapat empat pengusaha, kecamatan Pasar Kliwon terdapat 47 pengusaha,
kecamatan Jebres terdapat tiga pengusaha (Disperindag Surakarta). Dengan adanya indikasi
semakin bertambahnya jumlah pengusaha, ruang panjang serta peredaran usaha mereka maka
dapat diartikan bahwa perekonomian lokalnya berkembang. Seiring dengan perubahan tatanan
perekonomian dunia, maka perkembangan industri batik Laweyan diharapkan dapat
mengantisipasi perubahan ini, ditandai dengan adanya globalisasi dan perdagangan bebas yang
tidak lagi mengenal batas wilayah atau negara. Keadaan ini juga berdampak nyata kehidupan
sosial dan budaya masyarakat.
Yang perlu dikaji selanjutnya adalah langkah-langkah dalam PEL, dalam jurnal
memang tidak membahas langkah PEL secara mendetail tapi ada beberapa langkah PEL ini
yang telah dijelaskan. Secara garis besr ada enam langkah PEL sendiri terdiri dari ciptakan
iklim usaha, memilih cluster, kemitraan stakeholderss, penguatan kemitraan, promosi cluster,
replikasi cluster.
Ciptakan
Iklim
Usaha
Replikasi
Cluster

Memilih
Cluster
6 Langkah
PEL
Kemitraan
Stakeholde
rss

Promosi
Cluster
Penguatan
Kemitraan

Gambar 2. Enam langkah Pengembangan Ekonomi Lokal
Sumber : http://www.slideshare.net/visualbeeNetwork/konseppengembanganekonomi-lokal-10175987 diakses tanggal 13 Oktober 2016 pukul 19.01
Critical Review jurnal Pengembangan Komoditas Batik: Determinasi Budaya Ekonomi dan Perubahan Struktur Kebijakan
Terhadap Perkembangan Usaha Ekonomi Lokal (Studi Tentang Pengusaha Batik Laweyan Surakarta)oleh Emma Setiawati |

Nurul Selen Azizah ASP 3615100073

8

Ciptakan Iklim Usaha

: Iklim usaha di Kampoeng Batik Laweyan memiliki iklim yang
kondusif hal ini dikarenakan daerah Laweyan sudah terkenal
dari dahulu kerajinan batiknya dan usaha membatik telah
dilakukan saat jauh hari walaupun sempat terganggu dan
mengalami mati suri selama 30 tahun

Memilih Cluster

: Pemilihan Cluster didasarkan pada komoditi unggulan
masyarakat yaitu batik

Kemitraan Stakeholderss

: Komunitas Kampoeng Batik (masyarakat), Pemerintah
Surakarta (Pemerintah daerah), Saudagar batik di luar kota
(kemitraan)

Penguatan Kemitraan

: Selalu ada komunikasi antar semua mitra

Promosi Cluster

: Promosi cluster ini paling banyak dipengaruhi oleh
pemerintah daerah Surakarta

Replikasi Cluster

: Evaluasi terutama dilakukan oleh Forum Pengembangan
Kampoeng Batik Laweyan (FPKBL)

Pada jurnal menjelaskan tentang strategi apa saja beserta saran penulisa bagi
Pengembangan Ekonomi Lokal oleh Kampoeng Batik Laweyan dalam rangka menghadapi
tantangan yang akan dialami yaitu penguatan kerja sama, penguatan pasar, peningkatan
kapasitas sumber daya manusia, penciptaan iklim usaha yang kondusif dan penguatan modal
sosial. Kerja sama yang kuat antar pelaku-pelaku yang terkait dalam pengembangan industri
batik memerlukan satu visi bersama. Pelaku-pelaku yang terkait diantaranya pengusaha
industri batik Laweyan yang terdiri dari perwakilan industri batik skala kecil, menengah dan
besar; industri pendukung (pembeli, pemasok bahan baku, bahan penolong); serta pemerintah
yaitu Bappeda, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Koperasi, Dinas Pariwisata,
lembaga keuangan, lembaga pendidikan dan pelatihan, asosiasi usaha, lembaga bantuan
pengembangan bisnis.
Penanganan pemasaran menjadi prioritas karena jika produk batik Laweyan
mempunyai pasar yang jelas, maka akan terjadi kesinambungan proses produksi. Dengan
demikian, usaha batik akan berkembang, permasalahan keuangan dapat teratasi dan
kesejahteraan tenaga kerja dapat meningkat. Agar memiliki pasar yang jelas, setiap industri
batik Laweyan harus mempunyai karakter batik tersendiri (produk yang terdiferensiasi).
Peningkatan kapasitas sumber daya manusia sangat penting bagi pengembangan industri batik
Critical Review jurnal Pengembangan Komoditas Batik: Determinasi Budaya Ekonomi dan Perubahan Struktur Kebijakan
Terhadap Perkembangan Usaha Ekonomi Lokal (Studi Tentang Pengusaha Batik Laweyan Surakarta)oleh Emma Setiawati |

Nurul Selen Azizah ASP 3615100073

9

Laweyan karena manusia merupakan penggerak, pemberi keputusan dan pelaku dari setiap
kegiatan. Usaha akan berkembang dengan baik jika pelaku tersebut memiliki motivasi, serta
memiliki pendidikan dan pengetahuan akan manajemen usaha dan teknologi.

Kesimpulan dan Saran
Perkembangan ekonomi lokal yang dijelaskan oleh jurnal dengan studi kasus
Kampoeng Batik Laweyan sudah cukup runtut dibahas mungkin hanya beberapa analisis yang
belum terbahas. Selain itu dari Kampoeng Batik Laweyan kegiatan ekonomi lokalnya cukup
kondusif dengan pembentukan kluster yang jelas dan kerja sama antar stakeholders cukup baik
dengan penanganan pemasaran menjadi prioritas karena jika produk batik Laweyan
mempunyai pasar yang jelas, maka akan terjadi kesinambungan proses produksi. Masyarakat
juga sadar akan tantangan global yang akan terjadi dan sudh menyiapkan beberapa strategi
yaitu penguatan kerja sama, penguatan pasar, peningkatan kapasitas sumber daya manusia,
penciptaan iklim usaha yang kondusif dan penguatan modal sosial.
Pengaruh komoditas batik ini terhadap ekonomi lokal sangat menonjol. Bukan hanya
untuk pemasaran batik saja tapi juga sebagai tempat wisata bagi turis baik dalam negeri
maupun mancanegara. Selain ekspansi pasar dari batik Laweyan ini bukan hanya untuk ranah
dalam negeri tapi juga untuk ranah luar negeri, dimana ekspor batik terus mengalami
peningkatan. Hal ini menunjukan bahwa tujuan PEL sendiri yang berguna untuk menciptakan
lapangan pekerjaan terpenuhi.

Daftar Pustaka
http://kampoengbatiklaweyan.org/ diakses pada tanggal 13 Oktober pukul 17.00

Permana, Fian (2013) Perkembangan dan Pengaruh Keberadaan Industri Kampoeng Batik Laweyan
Terhadap Kondisi Perekonomian Wilayah Kelurahan Laweyan di Kota Surakarta .Yogyakarta.

Universitas Gadjah Mada

Setiawati, Erma (2015) Pengembangan Komoditas Batik: Determinasi Budaya Ekonomi dan
Perubahan Struktur Kebijakan Terhadap Perkembangan Usaha Ekonomi Lokal (Studi Tentang
Pengusaha Batik Laweyan Surakarta). Surakarta. Universitas Muhammadiah Surakarta

Critical Review jurnal Pengembangan Komoditas Batik: Determinasi Budaya Ekonomi dan Perubahan Struktur Kebijakan
Terhadap Perkembangan Usaha Ekonomi Lokal (Studi Tentang Pengusaha Batik Laweyan Surakarta)oleh Emma Setiawati |

Nurul Selen Azizah ASP 3615100073

10