Aku dan IPM Cover pdf

M. Taufik Hidayat dkk

Aku dan IPM

Antologi kisah perjuangan aktivis IPM

AKU DAN IPM

Penulis: M. Taufik Hidayat dkk Editor & Cover: M. Taufik Hidayat Copyright © 2013 by PD IPM Kab. Tegal

Penerbit

PD IPM Kab. Tegal Jalan Ahmad Yani Km 02 Procot, Slawi, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah Phone (0283) 3320898

Diterbitkan melalui:

www.nulisbuku.com

Ucapan Terimakasih:

Untaian kata syukur kami ucapkan pada Allah SWT atas anugerah terindah ini, untuk Ayah Ibu, keluarga besar, serta sahabat-sahabat

kami yang selalu mendukung kami berjuang menegakkan ajaran Islam dalam ikatan ini.

DAFTAR ISI UCAPAN TERIMA KASIH ~ 3 DAFTAR ISI ~ 4 AKU DAN IPM ~ 5

Oleh M. Taufik Hidayat

IPM ... OH YEAH ~ 21

Oleh Indah Kharisah

ASH-SHAFF ~ 23

Oleh Ismi Nur Amaliyah

NEW SHIP ~ 26

Oleh Agung Subekti

SEPENGGAL CERITA ~ 31

Oleh Nurfahmi Fadlillah

WARNA WARNIKU DI IPM ~ 36

Oleh Syaefatul Awaliyah

SENYUM IPM DI LLA ~ 40

Oleh Fina Alfi Nur

KESAN YANG BURUK ~ 43

Oleh Arif Magribi H.

TAK KENAL MAKA TAK SAYANG ~ 46

Oleh Nurul Azmi Wahyuni

DARI RANTING HINGGA DAERAH ~ 50

Oleh Ferawati

PELAJARAN DARI LLA ~ 59

Oleh Putri Yuliani

ALLAH AKAN MENINGGIKAN DERAJAT ~ 61

Oleh Satriyo Miharso

IPM, CINTA DAN KENANGANKU ~ 66

Oleh Muhammad Alfi Husni

TENTANG PARA PENULIS ~ 77

AKU DAN IPM

Oleh Ipmawan M. Taufik Hidayat

Saya mengenal IPM atau dulu masih menggunakan nama IRM sejak saya duduk di bangku Sekolah Dasar (SD). Kalau tidak salah, Muhammadiyah masuk ke desa saya (Desa Ketileng) sejak era 80-an dan PR IRM Ketileng berdiri sekitar tahun 1998. Pada tahun tersebut saya masih kelas IV SD.

Ketika saya masuk ke kelas V SD, PR IRM Ketileng (Irmawan Ibnu dkk) mulai mengajak saya dan teman sekelas saya untuk bergabung di IRM. Waktu itu saya pikir masih sangat dini untuk ikut dalam kegiatan “pengajian” yang pastinya sangat membosankan. Apalagi saat itu saya baru merasakan “kebebasan” karena baru lulus Madrasah Diniyah Awaliyah (MDA). Saya kira itu hal yang wajar, karena memang saya benar-benar masih anak-anak.

Saat masuk kelas VI, saya mulai risau karena beberapa teman sekelas sudah bergabung di IRM. Bahkan beberapa adik kelas yang tentunya lebih muda juga sudah mulai bergabung. Ibu saya mulai “cerewet” menceramahi saya untuk bergabung

pula. Hampir tiap hari Ibu mempromosikan IRM pada saya dengan mengatakan kegiatannya bagus, asyik, menarik dan sebagainya. Kadang ada rasa tertarik dan penasaran juga. Namun saya merupakan tipikal orang yang cenderung memberontak jika mulai dipaksa-paksa sampai akhirnya saya pula. Hampir tiap hari Ibu mempromosikan IRM pada saya dengan mengatakan kegiatannya bagus, asyik, menarik dan sebagainya. Kadang ada rasa tertarik dan penasaran juga. Namun saya merupakan tipikal orang yang cenderung memberontak jika mulai dipaksa-paksa sampai akhirnya saya

Hingga kelas 2 SMP (2002) saya masih belum bisa terbujuk oleh Ibu, kakak, tante, sepupu dan aktivis IRM tentunya untuk ikut IRM. Karena saya sudah terlanjur malu walaupun sebenarnya saya semakin minat untuk bergabung. Sampai suatu ketika, saya ingat waktu itu liburan semester awal (ganjil), saya mendengar kabar kalau IRM akan mengikuti perkemahan IRM se-Kabupaten Tegal. Dalam hati saya sangat tertarik, karena memang sejak SD saya gandrung sekali dengan kegiatan Pramuka khususnya kegiatan berkemah. Bahkan saat itu saya merupakan pengurus Pramuka (Dewan Penggalang) di SMP. Namun rasanya tidak mungkin untuk ikut, karena saya bukan anggota IRM. Meski Irmawan Imam, tetangga dekat, mengatakan bahwa saya boleh saja ikut, tetapi seperti yang sudah saya jelaskan, saya sudah terlanjur malu karena terlalu lama “menolak” IRM. Namun ego saya akhirnya terkalahkan dengan keinginan saya untuk ikut berkemah. Apalagi Irmawan Imam dan Irmawan Furqon ternyata membaca peluang ini untuk membujuk saya lagi bergabung di IRM. Mereka dengan lembut menawari saya untuk ikut dan meminta izin pada ibu saya. Begitulah, saya terima tawaran mereka untuk berkemah, dengan catatan saya harus bergabung dengan IRM mulai sejak itu. Itu bukan masalah, pikir saya.

Akhirnya saya berangkat mengikuti perkemahan (Kemah Bakti) yang diadakan PD IRM Kabupaten Tegal pada tahun 2002. Bergabung dengan anak-anak IRM Ketileng yang benar-benar belum akrab. Saat itu PR IRM Ketileng hanya mempunyai anggota laki-laki sehingga hanya mengutus tim Irmawan yang terdiri dari Irmawan Furqon, Ndoyo, Roma, Ebi, Jihadi, Luqman, Imam, Imas, Ghodi, Miftah, dan Saya. Saya dan Irmawan Miftah merupakan anggota tim paling muda (kelas

2 SMP), Irmawan Jihadi kelas 3 SMP, serta Irmawan Furqon, Ebi, Imam, Imas, Ghodi sudah berada di bangku SMA dan SMK. Sementara itu, Irmawan Luqman, Roma dan Ndoyo sudah tamat SMA.

Secara fisik, Kemah Bakti ini cukup ekstrim bagi saya yang baru berusia 13 tahun. Pertama, medan Kemah Bakti (Buper Kalibakung) berupa perbukitan dengan udara sejuk, ini berat mengingat saya merupakan orang pesisir. Kedua, waktu yang cukup lama (4 hari 3 malam) apalagi hampir sepanjang hari diguyur hujan dan petir. Ketiga, walaupun saya sudah pernah empat kali mengikuti perkemahan, tapi baru di sinilah saya merasakan pengalaman mengusahakan konsumsi kami sendiri. Artinya kami benar-benar memasak makanan kami sendiri (karena tidak bisa mengandalkan Irmawati tentunya). Dan keempat, saat tafakur alam (wide game), dengan jarak yang cukup jauh dan medan yang sulit. Namun, hal ini justru menjadi tantangan dan kebanggaan bagi saya. Karena saya berkesempatan mendapatkan pengalaman berkemah yang luar biasa di usia yang masih muda (SMP).

Kemah Bakti membuat saya sedikit demi sedikit mengenal IRM. IRM ternyata organisasi yang besar dan hebat. Saat itu kurang lebih ada 35 PR IRM se-Kabupaten Tegal yang berpartisipasi. Sungguh semarak. Ini merupakan even tingkat kabupaten yang pertama kali saya ikuti. Disini saya belajar bagaimana seharusnya berorganisasi, serta menjalani kehidupan dan pergaulan sebagai seorang remaja muslim. Saya juga banyak belajar dari senior-senior saya dalam tim. Irmawan Furqon merupakan sosok yang paling saya kagumi. Selain dikenal cerdas, dia juga seorang yang lembut, santun dan takwa. Saya yang saat itu memasuki tahap “pencarian jati diri” (puber) mulai menyadari ingin menjadi “sosok” seperti apa saya nantinya. Mungkin saya ingin menjadi sosok pemuda yang cerdas, santun, berakhlak mulia dan bertakwa tentunya. Dan mungkin IRM adalah wadah yang tepat untuk mencapai visi tersebut.

Semarak Kemah Bakti benar-benar membangkitkan semangat seluruh peserta untuk ber-IRM. Rangkaian acara yang bermutu serta silaturahmi antar ranting IRM begitu berkesan di hati peserta. “… IRM aku suka kamu, IRM aku senang kamu, IRM aku sayang kamu pokoknya ku cinta padamu … ” petikan lagu yang sering diperdengarkan ini kurang lebih mewakili hati Irmawan-Irmawati saat itu.

Pulang dari Kemah Bakti, saya harus memenuhi janji saya untuk bergabung di IRM dan mengikuti kajian rutin IRM. Kajian rutin diadakan kamis malam jumat bada Isya. Saya sempat was-was di hari pertama saya (sebelum berangkat). Saya membayangkan malam itu saya harus memperkenalkan diri sebagai anggota baru di hadapan banyak anggota-anggota lama. Rasa takut dan malu menggelayut lagi di pikiran. Tapi bagaimanapun saya harus tetap hadir, saya pikir akan lebih malu lagi jika tidak menepati janji.

Tetapi ternyata keadaanya sangat berbeda. Tadinya saya berpikir, akan merasa asing dan minder di hadapan banyak anggota-anggota lama. Namun yang saya lihat, hanya “segelintir” anak yang berangkat. Itupun semua mantan peserta

Kemah Bakti yang kurang lebih sudah saya kenal saat perkemahan.

Ternyata yang selama ini saya bayangkan salah, saya pikir IRM mempunyai anggota yang sangat banyak, minimal 20 lah . Tetapi kenyataannya IRM sedang mengalami “krisis kader” begitulah istilah yang diberikan Irmawan Roma selaku Ketua Umum PR IRM Ketileng saat itu. Hampir setiap kajian rutin, Irmawan Roma dalam sambutannya selalu menyinggung keprihatinannya terhadap IRM Ketileng yang anggotanya semakin berkurang. Menurutnya, remaja Ketileng sekarang sudah tidak tertarik mengikuti kegiatan “pengajian”. Remaja Ketileng lebih suka menghabiskan waktunya untuk bermain play station , nongkrong sambil bermain gitar di pinggir jalan, serta berpacaran ngalor-ngidul (tidak tentu arah). Begitulah realitanya, kajian IRM semakin sepi. Saya sendiri sebagai anggota baru yang belum “loyal” pada IRM juga harus selalu dijemput tiap kajian rutin. Kesadaran saya untuk ber-IRM masih dalam tahap “membangun”. Alhamdulillah, senior-senior saya

selalu mau melangkahkan kakinya untuk menjemput saya menghadiri kajian. Saya ingat, suatu hari kajian benar-benar semakin sepi dan dianggap kritis karena satu per satu anggota lama merantau ke Jakarta. Kami sampai melakukan “kontrak” di

atas kertas demi keberlangsungan IRM Ketileng. Kontrak tersebut berisi “janji” untuk selalu mengikuti kajian rutin kecuali memang ada halangan yang tidak bisa di tinggalkan.

Kontrak ini ditandatangani oleh 8 anggota tetap (Saya, Ebi, Furqon, Luqman, Imam, Ghodi, Imas dan Miftah).

Meski awalnya saya lebih sering tidur dalam kajian, tapi lambat laun saya menikmati dan merasa nyaman di komunitas ini. Banyak hal yang saya dapatkan selama kajian rutin IRM. Disini saya belajar untuk berbicara di hadapan forum, mulai dari menjadi pembawa acara (MC), membawakan khitobah (kultum), menyampaikan sambutan tuan rumah dan bertanya pada pemateri. Kelihatannya sepele, berbicara di hadapan forum ternyata bukan hal yang mudah. Perlu latihan yang cukup lama untuk bisa menguasai keterampilan ini.

Tidak hanya itu, ada hal yang lebih penting yang saya peroleh dari IRM selain hanya sekedar berorganisasi dan ber komunikasi. Dari IRM saya belajar arti “dakwah”. Di sini saya melihat bagaimana Irmawan senior-senior saya begitu gigih untuk mempertahankan eksistensi IRM dan selalu mengajak kami (remaja-remaja desa) untuk ikut mengkaji Islam dan memahami indahnya Islam. Hampir tiap kajian, mereka rela menjemput kami untuk sesuatu hal yang baik yang malah seharusnya kami jemput. Tiada perasaan lelah maupun putus asa meski tanggapan kami tidak selalu baik. Pernah suatu hari, ketika kajian diadakan di rumah Irmawan Ebi, hanya dihadiri oleh tiga anggota. Saya, Irmawan Gaso dan Ebi sendiri. Sampai- sampai semuanya menjadi petugas acara (MC, Khitobah dan sambutan tuan rumah). Saya kira akan ada kalimat putus asa yang akan terlontar, tetapi ternyata Irmawan Gaso mengatakan kalau hakikat kajian ilmu itu bukan ada pada banyaknya peserta. Dengan tiga orang pun kajian tetap bisa berjalan. Asal tujuan dan tata caranya benar.

Hari demi hari, saya semakin cinta dengan IRM. Tidak terasa sudah satu tahun setengah saya aktif dalam kajian IRM. Saat itu saya sudah menginjak kelas 3 SMP (2004). Banyak pengalaman menarik dan berkesan saya dapatkan. Akan saya ceritakan beberapa.

Pertama, pengalaman saat khitobah dari Irmawan Luqman di sebuah kajian, tepatnya di masjid Baiturahman. Dia menyampaik an khitobah berjudul “

10 Perkataan yang Dibenci

Allah SWT ”. Kalau saya tidak salah, perkataan tersebut terdiri dari 1) Berdusta, 2) Melaknat 3) Menggunjing dan sebagainya sampai 10. Karena materi tersebut disampaikan dengan ringan dan menarik, kami memperhatikan dengan antusias. Ternyata efeknya benar-benar mengejutan. Sejak khitobah tersebut, kami jadi saling menyerang. Jangan salah paham dulu, saling serang yang saya maksud adalah saling mengingatkan dengan nada menyerang tapi bercanda saat salah seorang dari kami melakukan satu dari

10 Perkataan itu. Misalnya saat Irmawan A sedang menggunjing, maka kami atau salah satu dari kami langsung menyerang seperti ini: “Hayoo, perkataan nomer 3!! Hehe .” Kontan saja Irmawan A akan tersipu malu dan beristighfar. (Subhanallah). Tradisi saling serang ini terbawa sampai di luar kajian rutin antar sesama Irmawan dan tak terasa berlangsung sepanjang tahun.

Kedua, masih oleh Irmawan Luqman. Suatu ketika, kami dalam keadaan risau karena IRM Ketileng benar-benar tidak mempunyai calon penerus (anggota baru), sementara anggota lama satu per satu meninggalkan kampung halaman untuk bekerja atau kuliah. Irmawan Luqman mengatakan supaya kami tidak perlu risau. Dia yakin, ketika IRM Ketileng dalam keadaan terburuk (mati / vakum) sekalipun, pasti akan ada sosok yang akan membangun kembali dan mengulang kejayaannya. Kalimat ini beberapa kali dia lontarkan dalam beberapa kesempatan. Dalam hati yang “pesimis” saya sering juga membatin “Memang sosok siapa yang sanggup membangun kembali IRM Ketileng kalau memang kelak benar -benar mati? Adakah sosok remaja sehebat itu di desa kami ” Saya benar- benar tidak bisa membayangkan hal semustahil itu.

Awal saya memasuki SMA (2005), keadaan terburuk menimpa IRM Ketileng. Kekhawatiran saya benar-benar terjadi yaitu “vakum” atau “mati”. Saat itu saya benar-benar sedih dan kecewa. Saya kecewa, kenapa mereka harus “pergi” dan

meninggalkan saya sendiri pada saat saya mulai jatuh cinta dengan IRM, pada saat saya sudah merasa aman dan nyaman berada dalam komunitas pergaulan yang saya anggap terbaik bagi saya (Islami). Saya benar-benar kecewa, namun saya tidak dapat berbuat apa- apa. Tidak mungkin saya “membangun” meninggalkan saya sendiri pada saat saya mulai jatuh cinta dengan IRM, pada saat saya sudah merasa aman dan nyaman berada dalam komunitas pergaulan yang saya anggap terbaik bagi saya (Islami). Saya benar-benar kecewa, namun saya tidak dapat berbuat apa- apa. Tidak mungkin saya “membangun”

de facto ) sebenarnya saya menjadi Ketua Umum PR IRM Ketileng yang baru karena menjadi anggota terakhir yang masih berdomisili di ranting.

Rasa kecewa dan sedih itu tidak sampai berlarut-larut terlalu lama. Karena saya sengaja untuk mulai menyibukkan diri dengan berbagai organisasi sekolah. Kebetulan sekolah baru saya (SMA N 1 Tegal) merupakan sekolah yang terkenal sangat berkembang berbagai organisasi kesiswaannya. Namun begitu, selalu masih ada rasa rindu untuk bisa berkumpul lagi dengan teman-teman IRM dan saling mengingatkan dalam kebaikan. Rasa rindu itu sedikit terobati dengan beberapa kali “iseng”

mengikuti kajian Ikatan Pelajar Nahdatul Ulama (IPNU) di Ketileng, Pelajar Islam Indonesia (PII) di desa teman saya dan Ikatan Remaja Mushola Baitul Ilmi (IRMUBI) di sekolah. Sempat ada tanggapan miring ketika saya ikut kajian IPNU. Namun saya tidak ambil pusing. Saya pikir, selama masih dalam konteks Islam, sah sah saja saya mencari ilmu dalam kajian ini. Ini lebih baik daripada saya harus berkumpul dengan remaja- remaja yang tidak jelas pergaulannya.

Selama SMA (kevakuman), saya juga sebenarnya terus menantikan “sosok” yang “diramalkan” oleh Irmawan Luqman. Sosok yang akan membangun kembali IRM Ketileng dan mengulang kejayaannya. Di samping itu, saya juga berharap

supaya ada lagi kegiatan Kemah Bakti IRM. Siapa tahu Kemah Bakti akan membantu kebangkitan IRM Ketileng dari kevakuman. Karena saya juga menjadi Irmawan berawal dari kegiatan ini. Mungkin dengan adanya Kemah Bakti, akan banyak bermunculan Irmawan-Irmawan baru seperti saya. Yang awalnya acuh, lalu berbalik menjadi cinta IRM. Namun itu hanya menjadi sebuah harapan yang tak kunjung terwujud. Bahkan saya sempat melupakan mimpi-mimpi saya tentang IRM Ketileng karena sudah lelah untuk berharap.

Akhir masa SMA, saya tidak terlalu beruntung. Saya harus diopname di rumah sakit karena demam berdarah sehingga saya harus kehilangan kesempatan mengikuti

SNMPTN dan masuk universitas impian. Saya harus menghadapi kenyataan untuk tidak melanjutkan pendidikan saya selama satu tahun. Dan ternyata menjalani kehidupan “tanpa kegiatan” tidak semudah yang saya bayangkan. Namun, di balik segala sesuatu pasti ada hikmahnya. Memasuki bulan Ramadhan tahun 2007, saya dan teman-teman remaja seperti biasa mulai aktif dalam kegiatan tadarus Al-Quran di mushola di lingkungan kami. Saat itulah saya memikirkan ide gila, berencana untuk merintis IRM di Ketileng. Karena saat itu saya sudah mempunyai bekal dan optimisme yang cukup, yang saya peroleh dari pengalaman saya di organisasi-organisasi sekolah. Selain itu, kerinduan saya dengan IRM ternyata muncul lagi bahkan makin membesar. Saya dibantu teman-teman tadarus (Hevi, Ria, Ainul, Arif, Aisyah, Eri dan Ruroh) mulai merancang strategi merintis PR IRM Ketileng. Dimulai dengan mendata remaja- remaja lulusan MDA Muhammadiyah di desa kami yang masih duduk di bangku SMP dan SMA. Setelah itu, kami membuat undangan dan mengundang mereka dalam pertemuan IRM perdana. Alhamdulillah, semangat Ramadhan meringankan kerja kami dalam usaha merintis PR IRM yang Insya Allah diridhoi-Nya.

Pertemuan perdana dilakukan dua kali. Yaitu untuk Irmawati dan untuk Irmawan. Untuk Irmawan saat itu hanya dihadiri oleh 15 anak. Padahal kami menyebar sekitar 50 pucuk undangan. Untuk Irmawati juga sama, hanya dihadiri oleh 14 anak saja dari sekitar 50 pucuk surat yang disebarkan. Pertemuan tersebut memutuskan untuk membentuk kembali PR IRM Ketileng secara gabungan (Irmawan dan Irmawati) dan menunjuk Irmawan Irfan sebagai Ketua Umum dan Irmawati Ajunda sebagai Ketua Irmawati. Saya sangat bersyukur, karena paling tidak, amanah yang saya emban sebagai Ketua Umum sudah saya tunaikan dengan membangun kembali PR IPM Ketileng. Dan saat itulah saya baru menyadari dan benar-benar terkejut. Subhanallah, ternyata “sosok” yang “dijanjikan” oleh Irmawan Luqman adalah saya sendiri. Ternyata sosok yang sangat saya harapkan dan saya tunggu selama tiga tahun itu adalah diri saya sendiri. Allah tidak akan merasa kesulitan untuk memberikan saya kekuatan sehingga saya akhirnya mampu Pertemuan perdana dilakukan dua kali. Yaitu untuk Irmawati dan untuk Irmawan. Untuk Irmawan saat itu hanya dihadiri oleh 15 anak. Padahal kami menyebar sekitar 50 pucuk undangan. Untuk Irmawati juga sama, hanya dihadiri oleh 14 anak saja dari sekitar 50 pucuk surat yang disebarkan. Pertemuan tersebut memutuskan untuk membentuk kembali PR IRM Ketileng secara gabungan (Irmawan dan Irmawati) dan menunjuk Irmawan Irfan sebagai Ketua Umum dan Irmawati Ajunda sebagai Ketua Irmawati. Saya sangat bersyukur, karena paling tidak, amanah yang saya emban sebagai Ketua Umum sudah saya tunaikan dengan membangun kembali PR IPM Ketileng. Dan saat itulah saya baru menyadari dan benar-benar terkejut. Subhanallah, ternyata “sosok” yang “dijanjikan” oleh Irmawan Luqman adalah saya sendiri. Ternyata sosok yang sangat saya harapkan dan saya tunggu selama tiga tahun itu adalah diri saya sendiri. Allah tidak akan merasa kesulitan untuk memberikan saya kekuatan sehingga saya akhirnya mampu

Paska berdirinya kembali PR IRM Ketileng, bukan menjadi happy ending bagi saya. Justru inilah awal perjuangan sesungguhnya. Mempertahankan eksistensi IRM Ketileng ternyata jauh, bahkan amat jauh lebih berat daripada merintisnya. Minggu ke 1, 2, 3, 4 cukup lancar. Setidaknya ada belasan anak yang hadir. Minggu-minggu berikutnya mulai sepi. Sehingga harus ada upaya ekstra untuk merekrut anggota. Saya harus menghadapi kenyataan susahnya mengajak para remaja Muhammadiyah di desa saya. Dengan budget pribadi, saya mulai mencetak undangan lagi. Dari pintu ke pintu kami harus membagikan undangan tiap minggunya. Itupun juga tetap harus dijemput pada saat kajian berlangsung, dan kami tidak selalu mendapat tanggapan positif dari mereka maupun orang tua mereka.

Tiap kali kajian dengan peserta minim, hati saya sangat sedih. Saya tidak habis pikir, kenapa kegiatan yang sudah jelas manfaatnya tidak ada yang berminat? Justru kegiatan-kegiatan yang jelas mudharatnya beramai-ramai mereka datangi? Begitulah kenyataannya. Tidak hanya itu, ujian lainnya datang dari masyarakat. Beberapa tanggapan miring mulai bermunculan. Ada yang mengatakan kegiatan IRM hanya membuang waktu dan uang saja. Sindiran juga sering tertuju pada saya. IRM diklaim sebagai kegiatan yang cocok untuk pengangguran dan remaja yang kekanak-kanakan seperti saya. Bahkan yang lebih menyakitkan, saya pernah dituduh mendirikan IRM hanya untuk mengumpulkan uang kas kajian untuk kepentingan saya. Malu? Sudah pasti. Tetapi kami belajar sedikit demi sedikit untuk tidak takluk pada rasa malu yang salah. Inilah dakwah, meski berat, tetapi selalu ada kekuatan yang seakan-akan mendorong saya dan teman-teman untuk tetap bertahan. Bahkan karena berbagai ujian tersebut, saya justru bertekad untuk terus memperjuangkan IRM (Islam) selama nafas saya masih berhembus. Saya yakin, dakwah yang Rasulullah jalani pasti jauh lebih berat dari yang kami alami. Batin saya menguatkan diri.

Keadaan IRM Ketileng kembali memburuk. Apalagi ditambah dengan keadaan PC IRM Kemantran yang vakum. Ranting-ranting di Cabang Kemantran berguguran. Kami mulai khawatir dengan kelangsungan IRM Ketileng. Dalam keadaan tersebut, rasa kekecewaan saya terhadap senior-senior saya di IRM sempat muncul kembali. Kenapa mereka harus pergi? Kenapa mereka membiarkan saya berjuang sendirian di sini? Kadang saya merasa putus asa. Tapi keputusasaan itu tidak saya biarkan menggelayut lama. Saya kembali berharap akan ada lagi kegiatan Kemah Bakti. Ya, Kemah Bakti mempunyai kekuatan yang cukup untuk mendongkrak kemajuan ranting-ranting IRM. Selain itu, majalah atau buletin IRM (Al-Fata) yang dulu pernah diterbitkan PD IRM juga saya rasa cukup baik untuk meningkatkan semangat juang Irmawan-Irmawati. Dari majalah tersebut, kami dapat mengetahui perkembangan ranting-ranting IRM lain di Kabupaten Tegal, sehingga sedikit banyak akan menginspirasi kami untuk terus berjuang. Hal ini sempat saya aspirasikan dengan semangat saat mengikuti Musyawarah Daerah (Musyda) IRM Kabupaten Tegal dan Rapat Kerja Daerah pada tahun 2007.

Seakan-akan mengulang sejarah yang sama, harapan tersebut tidak kunjung datang. Kemah Bakti dan Majalah IRM tidak pernah ada. Bahkan pada pertengahan tahun 2008, kajian rutin IRM Ketileng kembali vakum. Tetapi kami masih sempat mengikuti beberapa kegiatan yang diadakan PD IRM Kabupaten Tegal.

Sampai pertengahan tahun 2009,keadaan IRM Ketileng tidak kunjung hidup. Saat itu saya sudah kuliah semester III di Universitas Negeri Semarang (UNNES). Ketika Musyda IRM Kabupaten Tegal, saya berangkat menjadi utusan PR IRM Ketileng bersama dengan Irmawan Soleh, Arif, Irmawati Hevi, Rizki dan Eka. Dalam momen ini, kembali saya aspirasikan supaya PD IRM segera merealisasikan kegiatan Kemah Bakti dan Majalah IRM. Dua hal ini saya anggap paling urgen untuk meningkatkan ghirrah ber-IRM mengingat ranting-ranting IRM (terutama di cabang Kemantran dan Suradadi) hampir musnah seluruhnya.

Di akhir Musyda, saya terpilih menjadi PD IPM Kabupaten Tegal periode 2009-2011 (IRM kembali menjadi IPM). Saya mendapat amanah menjadi personil bidang Apresiasi Seni, Budaya dan Olahraga (ASBO) bersama Irmawan Rizki (PC IPM Jatinegara), Ashar (PC IPM Jatinegara) dan Atrian dari satu cabang (PC IPM Kemantran). Konsekuensi yang harus saya hadapi menjadi PD IPM adalah beban saya menjadi lebih besar. Sekarang saya tidak hanya harus peduli pada ranting saya (IPM ranting Ketileng), namun juga harus peduli dan memperjuangkan ranting-ranting lain di Kabupaten Tegal.

Awalnya terasa amat berat amanah menjadi PD IPM. Bayangkan, untuk menghadiri rapat saja, saya harus menempuh jarak sekitar 20 Km dari rumah ke Gedung Dakwah Muhammadiyah di ibukota kabupaten. Bukan hanya masalah jarak, kadang saya kebingungan karena motor dalam keadaan tidak terisi bensin. Padahal untuk kuliah saja saya harus benar- benar prihatin. Penghasilan saya bekerja paruh waktu bahkan tidak cukup untuk membeli buku-buku kuliah. Yang pasti, di sini kami harus membagi waktu kami untuk pendidikan, pekerjaan dan IPM (ranting, cabang dan daerah). Dan saya yakin, tanpa dedikasi dan keikhlasan yang luar biasa, tidak akan mungkin kami dapat bertahan dalam perjuangan di PD IPM. Saya memaklumi, pada pertengahan periode kepemimpinan, hanya ada sekitar 10 personil PD yang masih eksis dari 33 personil yang dilantik. Di samping beberapa personil terpaksa meninggalkan Tegal untuk meraih cita-cita mereka masing- masing.

Selama menjadi PD IPM di tahun 2009-2011, Alhamdulillah semakin banyak ilmu dan hikmah yang saya dapatkan. Ada banyak pengalaman berharga yang menambah kedewasaan saya. Namun mungkin hanya beberapa saja yang akan saya ceritakan di sini.

Pertama, berhubungan dengan Majalah IPM. Dari awal saya sudah ceritakan mengapa sejak dulu saya begitu gigih mengaspirasikan pada PD IPM agar segera merealisasikan Majalah IPM. Setelah bertahun-tahun menunggu, harapan saya Pertama, berhubungan dengan Majalah IPM. Dari awal saya sudah ceritakan mengapa sejak dulu saya begitu gigih mengaspirasikan pada PD IPM agar segera merealisasikan Majalah IPM. Setelah bertahun-tahun menunggu, harapan saya

Kedua, Kemah Bakti. Seperti halnya Majalah IPM, Kemah Bakti yang menjadi harapan saya untuk memberi angin segar pada ranting-ranting juga dapat terwujud setelah saya sendiri menjabat sebagai ketua bidang ASBO PD IPM. Saya dengan teman-teman panitia

yang hanya segelintir Alhamdulillah mampu mewujudkan acara Kemah Bakti yang cukup wah di tengah berbagai keterbatasan dan rintangan. Mulai dari minimnya dana serta minimnya tenaga panitia. Walaupun demikian, kami jalani dengan ikhlas dan penuh semangat. Sungguh luar biasa rasanya. Nikmat Allah yang tiada terkira. Satu hal yang membuat saya terharu adalah ketika saya sadar bahwa saya lahir di IPM berawal dari Kemah Bakti, dan ternyata hari itu saya telah berhasil mewujudkan kembali Kemah Bakti sebagai seorang ketua panitia. Subhanallah. Dari Majalah IPM dan Kemah Bakti, ada satu pelajaran yang saya petik, “ Janganlah kita menunggu seseorang untuk mewujudkan harapan-harapan kita, tapi wujudkanlah sendiri harapan tersebut, bagaimanapun kemampuan kita dan entah apapun hasilnya ”.

Ketiga adalah pengalaman saat acara Pendidikan Khusus Ipmawati (Diksusti) yang diadakan oleh bidang Ipmawati. Di tengah tidak adanya dana, kami (PD IPM) selalu merasa kebingungan untuk mengadakan acara. Apalagi saat itu karena suatu hal, kami harus menanggung hutang yang cukup besar bagi kami. Namun bidang Ipmawati (Ipmawati Fera, Lisa, Aeda dan Iin) tetap optimis mengadakan Diksusti. Karena Ketiga adalah pengalaman saat acara Pendidikan Khusus Ipmawati (Diksusti) yang diadakan oleh bidang Ipmawati. Di tengah tidak adanya dana, kami (PD IPM) selalu merasa kebingungan untuk mengadakan acara. Apalagi saat itu karena suatu hal, kami harus menanggung hutang yang cukup besar bagi kami. Namun bidang Ipmawati (Ipmawati Fera, Lisa, Aeda dan Iin) tetap optimis mengadakan Diksusti. Karena

Pengalaman bergaul dan bekerjasama dengan teman- teman personil PD IPM juga tidak kalah berharga. Mereka adalah sosok luar biasa yang banyak saya teladani. Ipmawan Satriyo selaku ketua umum adalah pemimpin yang sabar, dia selalu menghadapi berbagai masalah dan kritikan dengan kepala dingin. Pernah ada sebuah pesan SMS menyebar pada PD IPM yang mengabarkan bahwa dirinya terlibat dalam organisasi Islam terlarang. Kami sempat agak terpengaruh dan merasa curiga, namun dengan sabar dan bijaksana Ipmawan Satriyo mampu meyakinkan kami bahwa kabar itu adalah fitnah belaka. Kami merasa malu dan meminta maaf padanya.

Ipmawati Fera (Kabid Ipmawati) adalah sosok yang lemah lembut dan bijaksana. Dia sering menjadi penengah dan penentram ketika ada konflik atau perdebatan antar personil PD IPM. Pernah suatu hari, saya merasa prihatin dan putus asa memikirkan nasib IPM Ketileng dan IPM di Cabang Kemantran. Bertahun-tahun saya perjuangkan namun tidak ada kemajuan yang berarti. Sementara itu, teman-teman seperjuangan saya yang bahkan lebih muda dari saya satu per satu juga mulai pergi. Yang saya pikirkan, “Kalau terus begini, kapan waktunya bagi saya untuk melepas IPM? Sementara IPM tidak pernah cukup kuat untuk saya tinggalkan? Padahal usia saya sudah tidak muda lagi.” Di tengah kegalauan itu, Ipmawati Fera mengirimkan sebuah SMS yang membuat saya menangis: “Jika Ipmawati Fera (Kabid Ipmawati) adalah sosok yang lemah lembut dan bijaksana. Dia sering menjadi penengah dan penentram ketika ada konflik atau perdebatan antar personil PD IPM. Pernah suatu hari, saya merasa prihatin dan putus asa memikirkan nasib IPM Ketileng dan IPM di Cabang Kemantran. Bertahun-tahun saya perjuangkan namun tidak ada kemajuan yang berarti. Sementara itu, teman-teman seperjuangan saya yang bahkan lebih muda dari saya satu per satu juga mulai pergi. Yang saya pikirkan, “Kalau terus begini, kapan waktunya bagi saya untuk melepas IPM? Sementara IPM tidak pernah cukup kuat untuk saya tinggalkan? Padahal usia saya sudah tidak muda lagi.” Di tengah kegalauan itu, Ipmawati Fera mengirimkan sebuah SMS yang membuat saya menangis: “Jika

Rasanya tidak akan cukup jika harus saya ceritakan satu per satu pengalaman dan keteladanan dari masing-masing personil PD IPM Kabupaten Tegal maupun rekan-rekan saya personil PC IPM Kemantran dan PR IPM Ketileng. Yang pasti, saya sangat beruntung dan berterima kasih pada akhi dan ukhti fillah di IPM karena telah mengajarkan saya indahnya persaudaraan dalam Islam.

Bagi saya, IPM adalah wadah yang telah mendidik saya untuk mengenal apa arti Islam, dakwah, perjuangan, persaudaraan, kepemimpinan, organisasi, kemandirian, kearifan, keikhlasan, istiqomah, keberanian, kesabaran, dan harapan. Jika pemerintah baru akhir- akhir ini menggalakan “pendidikan karakter”, maka IPM sejatinya telah melaksanakannya jauh-jauh hari. IPM adalah salah satu wahana pendidikan karakter terbaik yang saya kenal.

Perjalanan PD IPM Kabupaten Tegal 2009-2011 berakhir di Musyda VIII Balapulang. Saya mendapat amanah lagi di bawah kepemimpinan sahabat saya Ipmawan Husni (2011-2013). Kini, tak terasa perjalanan periode kedua ini pun hampir berakhir. Namun, amanah baru di PW IPM Jawa Tengah sudah menanti. Kalau harus saya ceritakan juga perjuangan periode kedua, tentu membutuhkan berlembar-lembar halaman lagi. Mungkin saya hanya akan berbagi SMS bagus yang pernah Ipmawan Husni berikan: Berbahagialah jika kau rela dengan yang lain! Disaat yang lain acuh dengan umat, kau curahkan pikiran, waktu dan tenaga untuk umat. Jika ada yang bertanya padamu “Sampai kapankah kau begini?” Kau pun akan menjawab: “Sampai kutemui Rabbku di Surga nanti”,, Itulah Perjalanan PD IPM Kabupaten Tegal 2009-2011 berakhir di Musyda VIII Balapulang. Saya mendapat amanah lagi di bawah kepemimpinan sahabat saya Ipmawan Husni (2011-2013). Kini, tak terasa perjalanan periode kedua ini pun hampir berakhir. Namun, amanah baru di PW IPM Jawa Tengah sudah menanti. Kalau harus saya ceritakan juga perjuangan periode kedua, tentu membutuhkan berlembar-lembar halaman lagi. Mungkin saya hanya akan berbagi SMS bagus yang pernah Ipmawan Husni berikan: Berbahagialah jika kau rela dengan yang lain! Disaat yang lain acuh dengan umat, kau curahkan pikiran, waktu dan tenaga untuk umat. Jika ada yang bertanya padamu “Sampai kapankah kau begini?” Kau pun akan menjawab: “Sampai kutemui Rabbku di Surga nanti”,, Itulah

Akhirnya, saya berharap sepenggal kisah perjalanan saya bersama IPM dapat bermanfaat. Semoga tidak terbersit riya dalam hati, karena sungguh sangat rugi ketika tulisan ini hanya menjadi ajang riya bagi saya. Mohon maaf bila ada banyak kesalahan dalam kata-kata yang saya rangkai. Wahai pejuang dakwah, La Tahzan! Mantapkan niat, janganlah kau gusar dan ragu. Sadarilah bahwa hakikatnya kau lebih kaya dari hartawan, lebih kuat dari orang terkuat, serta lebih mulia dari seorang amir. Karena jalan dakwah hanya untuk orang yang luar biasa ikhlas, sabar, serta peduli pada umat. Nuun Wal Qolami Wamaa Yasthuruun.

(Dedicated to Ipmawan-Ipmawati di seluruh Indonesia)

M. Taufik Hidayat PR IPM Ketileng

IPM … OH YEAH

Oleh Ipmawati Indah Kharisah

Ngaji???!! Aku kan sudah SMA, sudah besar. Buat apa ngaji???? Di sekolah juga dapat pelajaran agama.

Itulah yang pertama kali terlintas di dalam benakku ketika Ibuku mengatakan “Ini ada undangan pengajian IRM (waktu itu masih bernama IRM), n anti malam di madrasah.”

Sebelumnya aku tidak tahu apa itu IRM. Padahal aku tumbuh di tengah-tengah Muhammadiyah. Bapak di pengajian Muhammadiyah, Ibu di Aisyiyah dan kakak di Nasyiyatul Aisyiyah.

Ah, tapi apapun itu, bagiku pengajian adalah sesuatu yang membosankan. Aku memutuskan untuk tidak berangkat. Tapi ternyata itu tidak semudah yang aku bayangkan. Kalau sudah menyangkut urusan agama, bapak dan ibu tidak mau

tinggal diam. “Tidak ada alasan untuk tidak berangkat ngaji!” kata mereka.

Tapi aku juga tidak mau kalah sebelum berperang hehehe . Aku mencoba merayu Ibu, “Teman-teman di rumah tidak ada yang mau berangkat ke pengajian IRM, masa aku harus berangkat sendirian? Pokoknya aku tidak mau berangkat kalau tidak ada teman dari rumah!” ujarku berdalih.

“Ya sudah. Kalau tidak ada temannya, biar Bapak yang nganterin ” bapak angkat bicara.

“Iya, aku berangkat sendirian saja.” jawabku akhirnya mengalah. Kalau bapak yang bicara, aku tidak berani membantah.

Berawal dari keterpaksaan aku memasuki dunia IRM. Awalnya aku kira kegiatan di IRM hanya mengkaji masalah agama. Tapi ternyata tidak, di sana ada kegiatan drumband, wisata dakwah, buka bersama Ramadhan, kemah bersama Tunas Islam (calon penerus IRM), dan masih seabreg kegiatan menarik lainnya.

Alhamdulilah lambat laun aku jatuh cinta juga dengan IRM. Teman-teman yang welcome and friendly membuat aku betah berlama-lama bersama mereka.

IRM telah memberiku banyak teman, banyak pengalaman dan pelajaran yang tidak aku dapatkan di sekolah formal. Terimakasih IRM …

Jangan pernah ragu memaksa seseorang untuk melakukan kebaikan, dan lakukanlah kebaikan walaupun dengan terpaksa.

Indah Kharisah PR IPM Wangandawa

Juara I Lomba Menulis Cerita “Aku dan IPM” PD IPM Kab. Tegal 2010

ASH-SHAFF

Oleh Ipmawati Ismi Nur Amaliyah

Ash-Shaff adalah buletin baru, garapan PC IPM Adiwerna. Saat itu, meski jabatan saya sebagai sekertaris bidang (sekbid) IPMawati, namun PC mengamanahi saya sebagai sekretaris redaksi karena memang sekbid PIP tidak menyanggupi.

Memang tidak mudah berada di posisi itu, apalagi saat deadline , serba salah. Buletin Ash-Shaff terbit tiap bulan, itu juga kalau lancar. Terkadang banyak sekali halangan atau kendala dalam tiap prosesnya. Koordinasi redaksi buletin Ash- Shaff tak sejalan dengan yang direncanakan. Artikel yang seharusnya dikumpulkan tiap bidang tak jua saya terima. Bahkan kadang karena tidak ada bahan artikel lagi, saya sering gembar-gembor dengan teman-teman supaya mengirim artikel untuk meramaikan buletin Ash-Shaff. Pimpinan redaksi secara terbuka memberikan kesempatan saya untuk mencari referensi yang cocok dengan tema bulan itu sebagai solusinya.

Ash-Shaff memang buletin sederhana. Bentuknya berupa fotokopian tetapi dengan cover tebal dari sablonan. Launching penerbitan pertama buletin Ash-Shaff diadakan bertepatan dengan TURBA PD IPM Kab. Tegal. Alhamdulillah, sambutannya baik. Redaksipun mencoba mencari gagasan- gagasan agar buletin Ash-Shaff makin ramai. Redaksi kemudian Ash-Shaff memang buletin sederhana. Bentuknya berupa fotokopian tetapi dengan cover tebal dari sablonan. Launching penerbitan pertama buletin Ash-Shaff diadakan bertepatan dengan TURBA PD IPM Kab. Tegal. Alhamdulillah, sambutannya baik. Redaksipun mencoba mencari gagasan- gagasan agar buletin Ash-Shaff makin ramai. Redaksi kemudian

Edisi 1, 2, 3 masih berjalan lancar, tapi menjelang edisi berikutnya buletin Ash-Shaff mampet tidak terbit-terbit. Saya benar-benar disibukkan dengan pekerjaan menumpuk. Jujur, untuk mengetik buletin dan mengatur-mengatur tampilan buletin itu tidak mudah. Saya tidak mau mengecewakan Ketua umum (ketum) dan yang lainnya. Karena saya kapok, sebelumnya saya pernah mengetik buletin dengan tampilan asal- asalan. Sebuah teguran kecil tapi meresap sampai ke sanubari dilayangkan pada saya dan itu juga yang menjadi alasan buletin tidak juga saya garap, saya jadi was-was dan mesti teliti. Saat itu saya ingin sekali posisi sekretaris redaksi buletin Ash-Shaff dialihkan sementara ke Sekretaris umum, tapi sama sekali tak ada tanggapan. Karena merasa tidak enak hati dengan Ketum dan pimpinan redaksi serta teman-teman lainnya, saya pun mencoba sengaja lembur garap buletin Ash-Shaff, dan ternyata saya selesaikan dalam semalam, Subhanallah.

Apalagi saat menggarap buletin Ash-Shaff edisi MUSYDA PD IPM Kab. Tegal. Di sini kesabaran saya diuji. Saat itu data saya sudah terkumpul dan diketik. Konsep buletin sudah diprint out , tinggal di Acc Ketum. Tapi mendadak konsep hilang tak tahu raib kemana. Lebih parahnya lagi datanya hanya disimpan di flashdisk dan flashdisk tersebut terkontaminasi virus karena masuk ke komputer teman. Walhasil data buletin di flashdisk hilang, saya menyesal sekali tidak menyimpan di komputer. Saat itu saya langsung lemes ndedes kaya deles saya sengaja tidak cerita ke teman-teman, ini sudah resiko saya. Saya kebut lagi, lembur lagi, mengetik lagi dan akhirnya buletin dapat selesai dalam H-

2. Nikmatnya… Lebih nikmat lagi saat MUSYDA PD IPM Kab. Tegal, saya senang luar biasa, buletin Ash-Shaff bisa GO KAB. TEGAL, hehe … Alhamdulillah…

Kini, buletin Ash-Shaff belum terbit lagi. Saya disibukkan dengan kegiatan baru. Kegiatan di PC IPM

Adiwerna pun jarang saya ikuti. Apa daya Ya Allah… di periode PC IPM Adiwerna tahun 2008 – 2010 buletin Ash-Shaff

hanya terbit 6 kali. Yang saya sesalkan pada saat Musyawarah

Cabang IPM Adiwerna Agustus kemarin, buletin Ash-Shaff tidak terbit. Saya takut buletin Ash-Shaff tidak terbit lagi dengan adanya pimpinan baru ini. Saya selalu mengatakan kepada teman-teman pimpinan baru, saya siap apabila memerlukan bantuan dalam buletin Ash-Shaff.

Semoga dengan adanya buletin Ash-Shaff dapat menjadi salah satu wadah dakwah dan amar ma’ruf nahi mungkar serta dapat terus memberikan manfaat untuk semua. Dan semoga perjuangan dakwah kami selalu diridhoi oleh Allah SWT. Amiin.

IPM Jaya.....

Ismi Nur Amaliyah PR IPM Pesarean, Adiwerna

Juara II Lomba Menulis Cerita “Aku dan IPM” PD IPM Kab. Tegal 2010

NEW SHIP

Oleh Ipmawan Agung Subekti

My name is Agung , Agung Subekti. Entah memulai dari sisi mana kehidupan remaja ini, ku habiskan bersama orang-orang hebat yang lahir dari seberkas cahaya fajar sang

surya. “IPM”. Ya, mereka menamakan dirinya “Ikatan Pelajar Muhammadiyah”, organisasi yang tak hanya mendidik pelajar tapi juga mengajak remaja untuk belajar. Belajar tak selamanya dari sebuah sekolah ataupun bimbingan belajar, karna ilmu Allah terlalu banyak menyebar di sudut alam ini. Semenjak MTs aku mulai mengenal organisasi ini, dan semenjak MTs pula aku mulai menggenggam tangan hebat para pelajar Muhammadiyah.

Keberadaanku pada ikatan ini telah melekat, mungkin layaknya pheryphyton yang melekat erat pada substrat berbatu yang enggan melepaskan jari microscopisnya . Hingga pada naungan langit awal tahun 2012 aku mendapat amanat besar untuk menjadi “Kapten” pada bahtera ini “PR IPM W angandawa”. Namun saat itu bahteraku terlalu rapuh untuk berlayar, para anggota kapal satu per satu tenggelam dan ada pula dari mereka yang enggan ikut berlayar karna menganggap telah menenmukan pulau yang indah. Aku tak mungkin menghadapi petir yang selalu berteriak tanpa irama, angin yang mengamuk tanpa sebab, atau amarah poseidon yang mulai bergelora itu dengan bahtera yang demikian dan anggota yang sedikit menyisakan diri, terutama Ipmawan yang sangat kritis Keberadaanku pada ikatan ini telah melekat, mungkin layaknya pheryphyton yang melekat erat pada substrat berbatu yang enggan melepaskan jari microscopisnya . Hingga pada naungan langit awal tahun 2012 aku mendapat amanat besar untuk menjadi “Kapten” pada bahtera ini “PR IPM W angandawa”. Namun saat itu bahteraku terlalu rapuh untuk berlayar, para anggota kapal satu per satu tenggelam dan ada pula dari mereka yang enggan ikut berlayar karna menganggap telah menenmukan pulau yang indah. Aku tak mungkin menghadapi petir yang selalu berteriak tanpa irama, angin yang mengamuk tanpa sebab, atau amarah poseidon yang mulai bergelora itu dengan bahtera yang demikian dan anggota yang sedikit menyisakan diri, terutama Ipmawan yang sangat kritis

Taiyou mulai berganti setiap harinya, namun baru kutemukan jawabannya menjelang akhir bulan ini. Para remaja di desa ini cukup penakut menghadapi hamparan laut yang penuh keindahan ini, yang mereka inginkan hanya sebuah kebahagiaan dan kebebasan yang tak bermanfaat. Inilah tugasku dan tugas kita: meyakinkan mereka bahwa di IPM mereka juga dapat memperoleh kebahagiaan dan kebebasan yang lebih dari yang mereka tahu diluar sana.

“ Kalian jangan takut masuk di IPM, disini kami juga tak hanya mengaji dan berorganisasi, tapi disini kita membentuk persahabatan layaknya saudara” ,

itu sepenggal sambutanku saat pengajian di rumah ipmawan Alvian, aku menyampaikan ini saat pengajian bulanan karena saat pengajian bulanan para pembelajar baru akan terlihat batang hidungnya. K emudian ku lanjutkan “ jangan menganggap IPM itu gak asik, gak gaul dan sebagainya. Jika kalian suka nongkrong, IPM juga suka nongkrong bahkan tongkrongan kami lebih gaul dan lebih berkelas yaitu di MMC (Maju Milk Center) ”. Mereka bahkan tak tahu MMC yang sebenarnya kedai susu murni ini telah menjadi tongkrongan anak muda di Tegal. Maybe karena mereka terlalu sering nongkrong di pinggir jalan yang tiada guna. “ Dan jika kalian suka menghabiskan malam dengan secangkir kopi, IPM pun sering mengadakan lek-lekan (begadang), dan tak hanya secangkir kopi, tapi terkadang ayam bakar menjadi suguhanya”. Telinga mereka mendengar semua yang ku katakan tentang kegiatan di IPM selain mengaji, dari hal kecil sampai hal yang mereka tak pernah tau sebelumnya, tapi yang ku sayangkan, mereka seakan ragu dan tak yakin. Tapi aku yakin ada rasa penasaran pada hati mereka untuk membuktikan ucapan lisan ini.

Ketika fajar mulai menutup pintu dan memberi kesempatan pada bulan untuk tersenyum pada dunia di minggu selanjutnya, pengajian ini memberi rasa bangga pada hati ini. Ternyata tak ada lagi bangku kosong yang menghiasi sudut ruangan MDA yang menjadi base camp IPM Wangandawa. Aku Ketika fajar mulai menutup pintu dan memberi kesempatan pada bulan untuk tersenyum pada dunia di minggu selanjutnya, pengajian ini memberi rasa bangga pada hati ini. Ternyata tak ada lagi bangku kosong yang menghiasi sudut ruangan MDA yang menjadi base camp IPM Wangandawa. Aku

Yah, tak perlu menggunakan ilmu politik dengan berbagai teori yang mengajarkan cara mendapatkan sesuatu, mereka terlihat tak mengecewakan untuk sesuatu yang awal. Dan itulah remaja masa kini, lebih menyukai hal yang santai dan menyenangkan daripada harus ditekan untuk mengaji dan dilarang itu ini. Aku rasa tak mengapa, meskipun setiap kali kita berkumpul bermain bersama, sedikit sekali membahas agama ataupun sekedar mengajarkan IPM, karena tujuanku membuat mereka nyaman bersama anak IPM. Maka setelah semua terasa nyaman barulah kita sedikit demi sedikit mengajarkan mereka tentang hal yang menjadi tujuan IPM.

Sekian lama kita menghabiskan waktu untuk sekedar pergi ke MMC untuk minum susu dan bermain ikan, nonton

“dua dunia” bersama, bakar-bakaran, bersepeda ria, main bola, main catur, hingga kegiatan MABIT, pengajian cabang, bahkan

pengajian daerah dan banyak kegiatan lain yang telah dinikmati bersama. Aku rasa anggota baru ini mulai tertarik pada ikatan ini, sinar sang surya mulai terlihat di dada mereka meski belum terang sempurna. Aku dan sahabat IPM terus berusaha mempertahankan pembelajar baru meski terkadang W=0. Tapi rumus itu tidak konstan dalam ilmu fisika.

Ramadhan mulai tercium bau khasnya, dan seperti biasa di ranting Muhammadiyah Wangandawa selalu mengadakan acara menyambut bulan suci: pawai taaruf, bazar, pengajian akbar sekaligus imtikhan bagi santri MDA Muhammadiyah dan TPQ Aisyiyah wangandawa. Kini tak perlu dengan tenaga super untuk mengajak Ahmad, Wiwi, Bagus, Ozi, Sandih, Zalu, dan kawan-kawan lainya agar ikut kegiatan Ramadhan mulai tercium bau khasnya, dan seperti biasa di ranting Muhammadiyah Wangandawa selalu mengadakan acara menyambut bulan suci: pawai taaruf, bazar, pengajian akbar sekaligus imtikhan bagi santri MDA Muhammadiyah dan TPQ Aisyiyah wangandawa. Kini tak perlu dengan tenaga super untuk mengajak Ahmad, Wiwi, Bagus, Ozi, Sandih, Zalu, dan kawan-kawan lainya agar ikut kegiatan

Kini hatiku sediri mulai mengagumi IPM Wangandawa ini, seketika ku tengok kebelakang ada bayangan perjuangan yang luar biasa yang memberatkan hati untuk pergi meningalkan IPMku. Saat pendidikan harus memisahkan aku dengan orang-orang hebat itu, aku merasa tak mampu, tetapi ini adalah amanat lain dari Allah. Aku ingin menghabiskan masa- masaku di kota ini dengan IPMku yang luar biasa, tadarus bersama setiap selepas tarawih, bersepeda menunggu buka puasa bersama tunas IPM, berbuka bersama, tetap ke MMC, dan mengikuti TORSENI se-cabang Kramat, Talang, dan Suradadi. Akhirnya kami dapat menyandang predikat juara umum di ajang ini, kalian memang luar biasa kawan I’m so proud with u.

Maka di hari bersejarah bagi negriku Indonesia, 17 Agustus 2012 tepat di hari peringatan kemerdekaan Indonesia yang ke 67, itu juga menjadi hari bersejarah untuk aku mengakhiri jaba tantu sebagai “Kapten” PR IPM Wagandawa. Tak pernah kusesali jabatanku berakhir, aku hanya merasa masih ingin berjuang bersama mereka, tapi tugas lain telah menantiku, aku harus berlayar dengan bahtera baruku. Anggota kapal kini mulai menjadi bagian-bagian penting dalam pelayaran, secara tidak sadar kapal mereka mulai kokoh kembali, karena semangat mereka. Aku yakin Khulafaturohman sebagai Kapten baru lebih bisa membawa mereka berlayar jauh Maka di hari bersejarah bagi negriku Indonesia, 17 Agustus 2012 tepat di hari peringatan kemerdekaan Indonesia yang ke 67, itu juga menjadi hari bersejarah untuk aku mengakhiri jaba tantu sebagai “Kapten” PR IPM Wagandawa. Tak pernah kusesali jabatanku berakhir, aku hanya merasa masih ingin berjuang bersama mereka, tapi tugas lain telah menantiku, aku harus berlayar dengan bahtera baruku. Anggota kapal kini mulai menjadi bagian-bagian penting dalam pelayaran, secara tidak sadar kapal mereka mulai kokoh kembali, karena semangat mereka. Aku yakin Khulafaturohman sebagai Kapten baru lebih bisa membawa mereka berlayar jauh