Fenomena Sosial Pembangunan Mall di DIY
PRAKTEK
PENGENALAN ALAT R-TV
LAPORAN STUDI KASUS FENOMENA SOSIAL
PEMBANGUNAN MALL DI YOGYAKARTA
Disusun Oleh :
Mayang Essa Devi Purnama (01413143552)
Mufida Fitriani Kuncoyo (01413143548)
PROGRAM STUDI : Manajemen Produksi Pemberitaan (Manarita)
SEMESTER : II (Dua)
SEKOLAH TINGGI MULTI MEDIA YOGYAKARTA
DIY
2015
DAFTAR ISI
2
PEMBAHASAN
5
LATAR BELAKANG
DAFTAR PUSTAKA
3
11
2
DAFTAR ISI
3
LATAR BELAKANG
Penulisan studi kasus dengan judul Pembangunan Mall di Yogyakarta dilihat dari sudut
pandang Ilmu Ekonomi
yang mengarah pada Motif Ekonomi. Yang terbagi atas Motif
Memenuhi Kebutuhan dan Motif Sosial. Motif Memenuhi Kebutuhan sendiri dilihat dari
Kebutuhan Pemerintah, serta Kebutuhan Masyarakat dan Kota Yogyakarta. Sedangkan untuk
Motif Sosial dilihat dari Alasan Pembangunan dan Dampak Pembangunan yakni Dampak Non
Fisik maupun Dampak Fisik.
Berdasarkan berita yang beredar di media online yang menyebutkan bahwa di Jogja ada
beberapa Mall yang siap dibangun. Berita ini jelas mengundang reaksi dari masyarakat.
Beberapa orang mengatakan setuju tetapi kebanyakan menolak atas pembangunan mall ini
karena mereka merasa bahwa pembangunan mall menyesakkan dan mengurangi tata ruang Kota
Yogyakarta, selain itu juga akan mengurangi perhatian masyarakat ke pasar tradisional.
Beberapa orang yang menyatakan dirinya setuju karena mereka merasa bahwa dengan
adanya pembangunan beberapa Mall maka lapangan pekerjaan akan terbuka lebar. Hal ini akan
mengurangi jumlah pengangguran. Tetapi mereka meminta untuk tetap mempertimbangkan
dengan tata ruang Kota Yogyakarta yang telah disepakati bersama.
Dimana dalam Pasal 6 Perda nomor 2 tahun 2010 menyatakan bahwa tujuan penataan
ruang kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b, adalah mewujudkan ruang
wilayah Daerah yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan. Keterpaduan perencanaan tata
ruang wilayah Nasional, Provinsi dan Daerah. Keterpaduan pengendalian pemanfaatan ruang
Daerah dalam rangka memberikan perlindungan fungsi ruang dan mengurangi dampak negatif
terhadap lingkungan. Terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang kawasan lindung dan
4
kawasan budidaya. Terciptanya ruang-ruang kota yang mendukung nilai-nilai sejarah, budaya,
maupun tradisi kehidupan masyarakat Yogyakarta. Terwujudnya peluang-peluang berusaha bagi
seluruh sektor ekonomi lemah, melalui penentuan dan pengarahan ruang-ruang kota untuk
kegunaan kegiatan usaha dan pelayanan tertentu berserta pengendaliannya serta keterpaduan
pengendalian pemanfaatan ruang daerah dalam rangka memberikan perlindungan terhadap
kehidupan dan penghidupan termasuk perlindungan atas bencana,untuk mewujudkan
kesejahteraan umum.
Regulasi inilah yang harusnya menjadi acuan pemerintah dalam memberikan izin pada
suatu perusahaan untuk membangun Mall. Dilihat dari segi geografisnya Yogyakarta sendiri
telah berubah menjadi kota yang padat, dengan kata lain pembangunan sekarang ini semakin
pesat. Tidak hanya Mall tetapi juga pembangunan minimarket, supermarket, hotel dan beberapa
perusahaan. Karena memang Yogyakarta memiliki tempat-tempat wisata dan budaya yang
sangat menunjang para wisatawan untuk berkunjung. Hal ini membuat para investor dan
perusahaan mau membangun Mall karena peluang usaha dan keuntungan sangat besar di
Yogyakarta.
5
PEMBAHASAN
Mall merupakan bangunan gedung penting sebagai tempat melakukan kegiatan dalam
menunjang pembangunan Daerah, sehingga dapat mewujudkan kepastian dan ketertiban hukum
dalam penyelenggaraan bangunan gedung dengan terpenuhinya persyaratan administrartif dan
teknis bangunan gedung. Dalam rangka meningkatkan ketertiban, pengendalian dan terwujudnya
bangunan gedung yang fungsional, amdal yang menjamin keselamatan, kesehatan, kenyamanan
dan kemudahan bagi pengguna serta selaras dengan lingkungannya diperlukan pengaturan
tentang Bangunan Gedung. Bangunan Gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi
termasuk prasarana dan sarana bangunannya yang menyatu dengan tempat kedudukannya atau
berdiri sendiri, sebagian atau seluruhnya berada diatas dan atau di dalam tanah dan/atau air yang
berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatan hunian atau tempat tinggal, kegiatan
keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial dan budaya maupun kegiatan khusus.
Peningkatan pelayanan perizinan untuk izin mendirikan bangunan dan izin gangguan
kepada masyarakat, maka Pemerintah membutuhkan peran serta masyarakat dalam bentuk
retribusi sebagai pembayaran atas jasa pelayanan pemberian izin yang diatur dengan Peraturan
Daerah. Pengaturan retribusi yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah diharapkan memberikan
kepastian hukum bagi masyarakat, dan memberikan timbal balik pelayanan kepada masyarakat
yang menjamin ketertiban, keamanan dan kelayakan fungsi bangunan gedung serta ketertiban
keberadaan tempat-tempat usaha. Untuk menjaga keserasian, keterpaduan pembangunan dan
pengembangan Kota Yogyakarta sebagai pusat pertumbuhan dan pusat kegiatan bagi wilayah
sekitarnya yang melayani lingkup regional sebagaimana tertuang dalam Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, maka perlu menata ruang sehingga kualitas
ruang dapat terjaga keberlanjutannya.
6
Dalam hal penataan ruang Kota Yogyakarta, Dinas Pekerjaan Umum Bidang Tata Ruang
Propinsi DIY telah memberikan berbagai arahan dan rekomendasi untuk para pengelola Mall
dalam membangun gedung. Hal ini diharapkan agar penataan ruang yang selama ini dilakukan
tetap terjaga, seperti penetapan kawasan lindung di daerah Merapi dan kawasan industri di Kota
Yogyakarta. Penetapan daerah-daerah sebagai kawasan lindung dan industri ini ditinjau dari
segala aspek yang menonjol dari daerah tersebut. Jadi, pembangunan Mall hanya bisa berada di
kawasan industri saja, yakni daerah Kota Yogyakarta dan sekitarnya. Pembangunan Mall saat ini
masih dapat dikatakan cukup aman dalam hal tata ruang, ini dikarenakan jumlah Mall di
Yogyakarta sebanyak lima Mall, antara lain Malioboro Mall yang merupakan Mall pertama di
Yogyakarta, Galeria Mall, Ambarukmo Plaza, Lippo Mall, dan Jogja City Mall (JCM). Selain itu
bangunan gedung antara mall satu dengan lainnya pun juga berjauhan.
Dalam pembangunan Mall harus mempertimbangkan beberapa aspek yaitu prasarana dan
sarana bangunan, garis sempadan bangunan gedung (GSB), jarak bebas bangunan, koefisien
dasar bangunan gedung (KDB), koefisien lantai bangunan gedung (KLB), tinggi bangunan,
kedalaman bangunan gedung di bawah tanah (basement), persil (identitas sebidang tanah yang
terdaftar dalam register tanah), ruang terbuka hijau (RTH), koefisien daerah hijau (KDH), advice
planning, permohonan izin mendirikan bangunan kepada pemerintah daerah, permohonan izin
mendirikan bangunan kepada pemerintah daerah (dokumen rencana tata ruang wilayah (RTRW)
dan penjabarannya yang telah ditetapkan dalam peraturan perundangan). Presentase RTH sendiri
harus 30% dari bangunan dan Mall juga harus memberikan ruang untuk publik (public space).
Tidak hanya itu pembangunan gedung termasuk juga Mall harus memenuhi aspek amdal atau
analisis dampak lingkungan. Apabila amdalnya sudah disetujui oleh Dinas Pekerjaan Umum
maka pembangunan itu boleh berjalan.
7
Dalam hal pembangunan Mall Dinas Pekerjaan Umum memastikan bahwa tidak akan ada
Mall lagi yang akan dibangun di Yogyakarta. Hal ini dikarenakan Dinas Pekerjaan Umum
melihat Jogja City Mall yang merupakan Mall terbaru di Yogyakarta dengan harga sewa yang
cukup mahal masih terdapat beberapa space yang kosong. Hal ini dianggap bahwa tidak akan ada
lagi pengelola yang mau mendirikan Mall di Yogyakarta. Bila ada, maka bisa dipastikan Mall
tersebut akan sepi penyewa dan pengunjung.
Saat ini Dinas Pekerjaan Umum Bidang Tata Ruang telah menyiapkan berbagai arahan
untuk daerah-daerah mengenai Rencana Detail Tata Ruang. RDTR ini meliputi berbagai
peruntukan misalnya pemukiman, wisata dan pertanian. Tidak hanya di Kabupaten saja, nantinya
RDTR ini juga akan diperuntukkan untuk seluruh kecamatan. Dengan adanya ini tata ruang di
Yogyakarta bisa seimbang, pembangunan gedung-gedung seperti Mall, hotel, dan perusahaan
bisa diatur dengan baik.
Berdirinya Mall-Mall di Yogyakarta tidak hanya berpengaruh pada satu aspek saja.
Selain tata ruang, kebudayaan pun menjadi salah satu aspek yang sangat berpengaruh dengan
adanya pembangunan Mall. Hal ini disebabkan perubahan budaya konsumsi masyarakat dari
pasar tradisional ke pasar modern yakni Mall. Dengan adanya Mall masyarakat berbondongbondong mengunjungi mall dan sedikit menghilangkan kebiasaan ke pasar tradisional jika
membutuhkan sesuatu. Karena Mall merupakan one stop shopping solution, semua kebutuhan
sudah tersedia di sana, mulai dari kebutuhan belanja, makan bahkan kebutuhan sekunder seperti
menonton film pun ada di Mall. Inilah mengapa masyarakat lebih memilih Mall daripada pasar
tradisional.
8
Perubahan pola konsumsi masyarakat dikhawatirkan membuat masyarakat menjadi
konsumtif karena Menurut Sumartono (2002), munculnya perilaku konsumtif disebabkan oleh
dua hal yaitu :
1. Faktor Internal
Faktor internal yang berpengaruh pada perilaku konsumtif individu adalah motivasi,
harga diri, observasi, proses belajar, kepribadian dan konsep diri.
2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal yang berpengaruh pada perilaku konsumtif individu adalah kebudayaan,
kelas social, kelompok-kelompok social dan referensi serta keluarga.
Menurut Sumartono (2002), definisi konsep perilaku konsumtif amatlah
variatif, tetapi pada intinya muara dari pengertian perilaku konsumtif adalah membeli
barang tanpa pertimbangan rasional atau bukan atas dasar kebutuhan pokok. Dan secara
operasional, indikator perilaku konsumtif yaitu :
1. Membeli produk karena iming-iming hadiah.
Individu membeli suatu barang karena adanya hadiah yang ditawarkan jika membeli
barang tersebut.
2. Membeli produk karena kemasannya menarik.
Konsumen sangat mudah terbujuk untuk membeli produk yang dibungkus dengan rapi
dan dihias dengan warna-warna yang menarik. Artinya motivasi untuk membeli produk
tersebut hanya karena produk tersebut dibungkus dengan rapi dan menarik.
3. Membeli produk demi menjaga penampilan diri dan gengsi.
9
4. Membeli produk atas pertimbangan harga (bukan atas dasar manfaat atau
kegunaannya). Konsumen cenderung berperilaku yang ditandakan oleh adanya kehidupan
mewah sehingga cenderung menggunakan segala hal yang dianggap paling mewah.
5. Membeli produk hanya sekedar menjaga simbol status.
6. Memakai produk karena unsur konformitas terhadap model yang mengiklankan..
7. Munculnya penilaian bahwa membeli produk dengan harga mahal akan menimbulkan
rasa percaya diri yang tinggi.
8. Mencoba lebih dari dua produk sejenis (merek berbeda).
Rasa sosial masyarakat juga berubah dengan adanya Mall. Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata menilai bahwa sekarang, seakan-akan masyarakat mulai malas untuk sekedar
kulanuwun mengunjungi toko-toko kelontong dalam membeli barang. Yang menjadi tren
membeli saat ini hanya datang, ambil, bayar, tanpa harus bersosialisasi dengan penjual akhirnya
toko-toko kelontong menjadi sepi pembeli dan rasa sosial masyarakat kelamaan akan luntur.
Setealah pola konsumsi dan rasa sosial masyarakat berubah selanjutnya masyarakat akan
menjadi hedonis. Perilaku hedonisme adalah pandangan hidup yang menganggap bahwa orang
akan menjadi bahagia dengan mencari kebahagiaan sebanyak mungkin dan sedapat mungkin
menghindari perasaan-perasaan yang menyakitkan. Hedonisme merupakan ajaran atau
pandangan bahwa kesenangan atau kenikmatan merupakan tujuan hidup dan tindakan manusia
Kata
kata
hedonisme
diambil
dari
Bahasa Yunani
h donismos dari
akar
h don , artinya "kesenangan". Paham ini berusaha menjelaskan adalah baik apa yang
memuaskan keinginan manusia dan apa yang meningkatkan kuantitas kesenangan itu sendiri.
Dengan adanya juga tidak serta-merta memberikan kebahagiaan untuk masyarakat di
sekitarnya walaupun adanya pemberian dana sebesar Rp 2.000.000,00 untuk padukuhan sekitar
10
Mall. Sebagian masyarakat mengeluh dengan kurangnya pasokan air ketika ada Mall, sinyal
televisi dan telepon genggam pun terganggu. Air tidak semudah dan televisi tidak sejernih dulu
ketika belum ada Mall. Jalanan sekitar Mall juga mulai rusak karena setelah ada Mall banyak
kendaraan yang keluar masuk. Masyarakat juga meminta agar pemerintah tidak
hanya
memerhatikan pembangunan Mall saja tetapi juga pasar tradisional juga harus diperhatikan dan
ditata kembali, supaya tidak hanya masyarakat atas saja yang bisa memenuhi kebutuhan tetapi
masyarakat menengah kebawah yang penghasilnya tidak bisa menjangkau barang-barang di Mall
juga bisa memenuhi kebutuhan mereka.
Dalam aspek tertentu Mall juga mengakomodir, salah satunya kesenian. Dalam setiap
pembukaan Mall selalu diadakan tari-tarian dan berbagai ornamen khas Yogyakarta juga
mewarnainya dan dalam perayaan HUT juga diselenggarakan pawai budaya. Hal ini merupakan
salah satu bentuk kerjasama dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Bentuk kerjasama
lainnya yakni rekomendasi dari disbudpar untuk arsitektur bangunan Mall jika didirikan di
daerah cagar budaya yakni daerah Malioboro, Kota Baru, Kota Gedhe, Pakualaman dan Keraton.
Hal ini diharapkan masyarakat yang berkunjung ke Mall juga melihat budaya kesenian Daerah
Istimewa Yogyakarta. Dan ini berhasil direalisasikan oleh Disbudpar, implementasi masyarakat
dalam hal ini bisa dilihat ketika diadakan pertunjukkan seni yang selalu penuh oleh penonton,
mulai dari anak-anak, remaja hingga orang tua. Sanggar tari dan pertunjukkan daerah pun juga
masih berjalan. Ini dibuktikan dengan adanya panggung PMPS Sekaten yang menampilkan
kesenian dari daerah-daerah seperti jathilan, hardah, ketoprak dan masih banyak lagi. Ketika
festival dolanan anak pun juga masih ada anak-anak yang tampil menari. Dari kegiatan-kegiatan
itulah tugas Dinas Kebudayaan dan Pariwisata untuk
mempromosikan kebudayan bisa terealisasi.
melestarikan, membina dan
Perda Nomor 3 Tahun 2012 tentang Retribusi Perizinan
Perda Nomor 2 Tahun 2012 tentah Bangunan Gedung
Wikipedia
11
DAFTAR PUSTAKA
PENGENALAN ALAT R-TV
LAPORAN STUDI KASUS FENOMENA SOSIAL
PEMBANGUNAN MALL DI YOGYAKARTA
Disusun Oleh :
Mayang Essa Devi Purnama (01413143552)
Mufida Fitriani Kuncoyo (01413143548)
PROGRAM STUDI : Manajemen Produksi Pemberitaan (Manarita)
SEMESTER : II (Dua)
SEKOLAH TINGGI MULTI MEDIA YOGYAKARTA
DIY
2015
DAFTAR ISI
2
PEMBAHASAN
5
LATAR BELAKANG
DAFTAR PUSTAKA
3
11
2
DAFTAR ISI
3
LATAR BELAKANG
Penulisan studi kasus dengan judul Pembangunan Mall di Yogyakarta dilihat dari sudut
pandang Ilmu Ekonomi
yang mengarah pada Motif Ekonomi. Yang terbagi atas Motif
Memenuhi Kebutuhan dan Motif Sosial. Motif Memenuhi Kebutuhan sendiri dilihat dari
Kebutuhan Pemerintah, serta Kebutuhan Masyarakat dan Kota Yogyakarta. Sedangkan untuk
Motif Sosial dilihat dari Alasan Pembangunan dan Dampak Pembangunan yakni Dampak Non
Fisik maupun Dampak Fisik.
Berdasarkan berita yang beredar di media online yang menyebutkan bahwa di Jogja ada
beberapa Mall yang siap dibangun. Berita ini jelas mengundang reaksi dari masyarakat.
Beberapa orang mengatakan setuju tetapi kebanyakan menolak atas pembangunan mall ini
karena mereka merasa bahwa pembangunan mall menyesakkan dan mengurangi tata ruang Kota
Yogyakarta, selain itu juga akan mengurangi perhatian masyarakat ke pasar tradisional.
Beberapa orang yang menyatakan dirinya setuju karena mereka merasa bahwa dengan
adanya pembangunan beberapa Mall maka lapangan pekerjaan akan terbuka lebar. Hal ini akan
mengurangi jumlah pengangguran. Tetapi mereka meminta untuk tetap mempertimbangkan
dengan tata ruang Kota Yogyakarta yang telah disepakati bersama.
Dimana dalam Pasal 6 Perda nomor 2 tahun 2010 menyatakan bahwa tujuan penataan
ruang kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b, adalah mewujudkan ruang
wilayah Daerah yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan. Keterpaduan perencanaan tata
ruang wilayah Nasional, Provinsi dan Daerah. Keterpaduan pengendalian pemanfaatan ruang
Daerah dalam rangka memberikan perlindungan fungsi ruang dan mengurangi dampak negatif
terhadap lingkungan. Terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang kawasan lindung dan
4
kawasan budidaya. Terciptanya ruang-ruang kota yang mendukung nilai-nilai sejarah, budaya,
maupun tradisi kehidupan masyarakat Yogyakarta. Terwujudnya peluang-peluang berusaha bagi
seluruh sektor ekonomi lemah, melalui penentuan dan pengarahan ruang-ruang kota untuk
kegunaan kegiatan usaha dan pelayanan tertentu berserta pengendaliannya serta keterpaduan
pengendalian pemanfaatan ruang daerah dalam rangka memberikan perlindungan terhadap
kehidupan dan penghidupan termasuk perlindungan atas bencana,untuk mewujudkan
kesejahteraan umum.
Regulasi inilah yang harusnya menjadi acuan pemerintah dalam memberikan izin pada
suatu perusahaan untuk membangun Mall. Dilihat dari segi geografisnya Yogyakarta sendiri
telah berubah menjadi kota yang padat, dengan kata lain pembangunan sekarang ini semakin
pesat. Tidak hanya Mall tetapi juga pembangunan minimarket, supermarket, hotel dan beberapa
perusahaan. Karena memang Yogyakarta memiliki tempat-tempat wisata dan budaya yang
sangat menunjang para wisatawan untuk berkunjung. Hal ini membuat para investor dan
perusahaan mau membangun Mall karena peluang usaha dan keuntungan sangat besar di
Yogyakarta.
5
PEMBAHASAN
Mall merupakan bangunan gedung penting sebagai tempat melakukan kegiatan dalam
menunjang pembangunan Daerah, sehingga dapat mewujudkan kepastian dan ketertiban hukum
dalam penyelenggaraan bangunan gedung dengan terpenuhinya persyaratan administrartif dan
teknis bangunan gedung. Dalam rangka meningkatkan ketertiban, pengendalian dan terwujudnya
bangunan gedung yang fungsional, amdal yang menjamin keselamatan, kesehatan, kenyamanan
dan kemudahan bagi pengguna serta selaras dengan lingkungannya diperlukan pengaturan
tentang Bangunan Gedung. Bangunan Gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi
termasuk prasarana dan sarana bangunannya yang menyatu dengan tempat kedudukannya atau
berdiri sendiri, sebagian atau seluruhnya berada diatas dan atau di dalam tanah dan/atau air yang
berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatan hunian atau tempat tinggal, kegiatan
keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial dan budaya maupun kegiatan khusus.
Peningkatan pelayanan perizinan untuk izin mendirikan bangunan dan izin gangguan
kepada masyarakat, maka Pemerintah membutuhkan peran serta masyarakat dalam bentuk
retribusi sebagai pembayaran atas jasa pelayanan pemberian izin yang diatur dengan Peraturan
Daerah. Pengaturan retribusi yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah diharapkan memberikan
kepastian hukum bagi masyarakat, dan memberikan timbal balik pelayanan kepada masyarakat
yang menjamin ketertiban, keamanan dan kelayakan fungsi bangunan gedung serta ketertiban
keberadaan tempat-tempat usaha. Untuk menjaga keserasian, keterpaduan pembangunan dan
pengembangan Kota Yogyakarta sebagai pusat pertumbuhan dan pusat kegiatan bagi wilayah
sekitarnya yang melayani lingkup regional sebagaimana tertuang dalam Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, maka perlu menata ruang sehingga kualitas
ruang dapat terjaga keberlanjutannya.
6
Dalam hal penataan ruang Kota Yogyakarta, Dinas Pekerjaan Umum Bidang Tata Ruang
Propinsi DIY telah memberikan berbagai arahan dan rekomendasi untuk para pengelola Mall
dalam membangun gedung. Hal ini diharapkan agar penataan ruang yang selama ini dilakukan
tetap terjaga, seperti penetapan kawasan lindung di daerah Merapi dan kawasan industri di Kota
Yogyakarta. Penetapan daerah-daerah sebagai kawasan lindung dan industri ini ditinjau dari
segala aspek yang menonjol dari daerah tersebut. Jadi, pembangunan Mall hanya bisa berada di
kawasan industri saja, yakni daerah Kota Yogyakarta dan sekitarnya. Pembangunan Mall saat ini
masih dapat dikatakan cukup aman dalam hal tata ruang, ini dikarenakan jumlah Mall di
Yogyakarta sebanyak lima Mall, antara lain Malioboro Mall yang merupakan Mall pertama di
Yogyakarta, Galeria Mall, Ambarukmo Plaza, Lippo Mall, dan Jogja City Mall (JCM). Selain itu
bangunan gedung antara mall satu dengan lainnya pun juga berjauhan.
Dalam pembangunan Mall harus mempertimbangkan beberapa aspek yaitu prasarana dan
sarana bangunan, garis sempadan bangunan gedung (GSB), jarak bebas bangunan, koefisien
dasar bangunan gedung (KDB), koefisien lantai bangunan gedung (KLB), tinggi bangunan,
kedalaman bangunan gedung di bawah tanah (basement), persil (identitas sebidang tanah yang
terdaftar dalam register tanah), ruang terbuka hijau (RTH), koefisien daerah hijau (KDH), advice
planning, permohonan izin mendirikan bangunan kepada pemerintah daerah, permohonan izin
mendirikan bangunan kepada pemerintah daerah (dokumen rencana tata ruang wilayah (RTRW)
dan penjabarannya yang telah ditetapkan dalam peraturan perundangan). Presentase RTH sendiri
harus 30% dari bangunan dan Mall juga harus memberikan ruang untuk publik (public space).
Tidak hanya itu pembangunan gedung termasuk juga Mall harus memenuhi aspek amdal atau
analisis dampak lingkungan. Apabila amdalnya sudah disetujui oleh Dinas Pekerjaan Umum
maka pembangunan itu boleh berjalan.
7
Dalam hal pembangunan Mall Dinas Pekerjaan Umum memastikan bahwa tidak akan ada
Mall lagi yang akan dibangun di Yogyakarta. Hal ini dikarenakan Dinas Pekerjaan Umum
melihat Jogja City Mall yang merupakan Mall terbaru di Yogyakarta dengan harga sewa yang
cukup mahal masih terdapat beberapa space yang kosong. Hal ini dianggap bahwa tidak akan ada
lagi pengelola yang mau mendirikan Mall di Yogyakarta. Bila ada, maka bisa dipastikan Mall
tersebut akan sepi penyewa dan pengunjung.
Saat ini Dinas Pekerjaan Umum Bidang Tata Ruang telah menyiapkan berbagai arahan
untuk daerah-daerah mengenai Rencana Detail Tata Ruang. RDTR ini meliputi berbagai
peruntukan misalnya pemukiman, wisata dan pertanian. Tidak hanya di Kabupaten saja, nantinya
RDTR ini juga akan diperuntukkan untuk seluruh kecamatan. Dengan adanya ini tata ruang di
Yogyakarta bisa seimbang, pembangunan gedung-gedung seperti Mall, hotel, dan perusahaan
bisa diatur dengan baik.
Berdirinya Mall-Mall di Yogyakarta tidak hanya berpengaruh pada satu aspek saja.
Selain tata ruang, kebudayaan pun menjadi salah satu aspek yang sangat berpengaruh dengan
adanya pembangunan Mall. Hal ini disebabkan perubahan budaya konsumsi masyarakat dari
pasar tradisional ke pasar modern yakni Mall. Dengan adanya Mall masyarakat berbondongbondong mengunjungi mall dan sedikit menghilangkan kebiasaan ke pasar tradisional jika
membutuhkan sesuatu. Karena Mall merupakan one stop shopping solution, semua kebutuhan
sudah tersedia di sana, mulai dari kebutuhan belanja, makan bahkan kebutuhan sekunder seperti
menonton film pun ada di Mall. Inilah mengapa masyarakat lebih memilih Mall daripada pasar
tradisional.
8
Perubahan pola konsumsi masyarakat dikhawatirkan membuat masyarakat menjadi
konsumtif karena Menurut Sumartono (2002), munculnya perilaku konsumtif disebabkan oleh
dua hal yaitu :
1. Faktor Internal
Faktor internal yang berpengaruh pada perilaku konsumtif individu adalah motivasi,
harga diri, observasi, proses belajar, kepribadian dan konsep diri.
2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal yang berpengaruh pada perilaku konsumtif individu adalah kebudayaan,
kelas social, kelompok-kelompok social dan referensi serta keluarga.
Menurut Sumartono (2002), definisi konsep perilaku konsumtif amatlah
variatif, tetapi pada intinya muara dari pengertian perilaku konsumtif adalah membeli
barang tanpa pertimbangan rasional atau bukan atas dasar kebutuhan pokok. Dan secara
operasional, indikator perilaku konsumtif yaitu :
1. Membeli produk karena iming-iming hadiah.
Individu membeli suatu barang karena adanya hadiah yang ditawarkan jika membeli
barang tersebut.
2. Membeli produk karena kemasannya menarik.
Konsumen sangat mudah terbujuk untuk membeli produk yang dibungkus dengan rapi
dan dihias dengan warna-warna yang menarik. Artinya motivasi untuk membeli produk
tersebut hanya karena produk tersebut dibungkus dengan rapi dan menarik.
3. Membeli produk demi menjaga penampilan diri dan gengsi.
9
4. Membeli produk atas pertimbangan harga (bukan atas dasar manfaat atau
kegunaannya). Konsumen cenderung berperilaku yang ditandakan oleh adanya kehidupan
mewah sehingga cenderung menggunakan segala hal yang dianggap paling mewah.
5. Membeli produk hanya sekedar menjaga simbol status.
6. Memakai produk karena unsur konformitas terhadap model yang mengiklankan..
7. Munculnya penilaian bahwa membeli produk dengan harga mahal akan menimbulkan
rasa percaya diri yang tinggi.
8. Mencoba lebih dari dua produk sejenis (merek berbeda).
Rasa sosial masyarakat juga berubah dengan adanya Mall. Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata menilai bahwa sekarang, seakan-akan masyarakat mulai malas untuk sekedar
kulanuwun mengunjungi toko-toko kelontong dalam membeli barang. Yang menjadi tren
membeli saat ini hanya datang, ambil, bayar, tanpa harus bersosialisasi dengan penjual akhirnya
toko-toko kelontong menjadi sepi pembeli dan rasa sosial masyarakat kelamaan akan luntur.
Setealah pola konsumsi dan rasa sosial masyarakat berubah selanjutnya masyarakat akan
menjadi hedonis. Perilaku hedonisme adalah pandangan hidup yang menganggap bahwa orang
akan menjadi bahagia dengan mencari kebahagiaan sebanyak mungkin dan sedapat mungkin
menghindari perasaan-perasaan yang menyakitkan. Hedonisme merupakan ajaran atau
pandangan bahwa kesenangan atau kenikmatan merupakan tujuan hidup dan tindakan manusia
Kata
kata
hedonisme
diambil
dari
Bahasa Yunani
h donismos dari
akar
h don , artinya "kesenangan". Paham ini berusaha menjelaskan adalah baik apa yang
memuaskan keinginan manusia dan apa yang meningkatkan kuantitas kesenangan itu sendiri.
Dengan adanya juga tidak serta-merta memberikan kebahagiaan untuk masyarakat di
sekitarnya walaupun adanya pemberian dana sebesar Rp 2.000.000,00 untuk padukuhan sekitar
10
Mall. Sebagian masyarakat mengeluh dengan kurangnya pasokan air ketika ada Mall, sinyal
televisi dan telepon genggam pun terganggu. Air tidak semudah dan televisi tidak sejernih dulu
ketika belum ada Mall. Jalanan sekitar Mall juga mulai rusak karena setelah ada Mall banyak
kendaraan yang keluar masuk. Masyarakat juga meminta agar pemerintah tidak
hanya
memerhatikan pembangunan Mall saja tetapi juga pasar tradisional juga harus diperhatikan dan
ditata kembali, supaya tidak hanya masyarakat atas saja yang bisa memenuhi kebutuhan tetapi
masyarakat menengah kebawah yang penghasilnya tidak bisa menjangkau barang-barang di Mall
juga bisa memenuhi kebutuhan mereka.
Dalam aspek tertentu Mall juga mengakomodir, salah satunya kesenian. Dalam setiap
pembukaan Mall selalu diadakan tari-tarian dan berbagai ornamen khas Yogyakarta juga
mewarnainya dan dalam perayaan HUT juga diselenggarakan pawai budaya. Hal ini merupakan
salah satu bentuk kerjasama dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Bentuk kerjasama
lainnya yakni rekomendasi dari disbudpar untuk arsitektur bangunan Mall jika didirikan di
daerah cagar budaya yakni daerah Malioboro, Kota Baru, Kota Gedhe, Pakualaman dan Keraton.
Hal ini diharapkan masyarakat yang berkunjung ke Mall juga melihat budaya kesenian Daerah
Istimewa Yogyakarta. Dan ini berhasil direalisasikan oleh Disbudpar, implementasi masyarakat
dalam hal ini bisa dilihat ketika diadakan pertunjukkan seni yang selalu penuh oleh penonton,
mulai dari anak-anak, remaja hingga orang tua. Sanggar tari dan pertunjukkan daerah pun juga
masih berjalan. Ini dibuktikan dengan adanya panggung PMPS Sekaten yang menampilkan
kesenian dari daerah-daerah seperti jathilan, hardah, ketoprak dan masih banyak lagi. Ketika
festival dolanan anak pun juga masih ada anak-anak yang tampil menari. Dari kegiatan-kegiatan
itulah tugas Dinas Kebudayaan dan Pariwisata untuk
mempromosikan kebudayan bisa terealisasi.
melestarikan, membina dan
Perda Nomor 3 Tahun 2012 tentang Retribusi Perizinan
Perda Nomor 2 Tahun 2012 tentah Bangunan Gedung
Wikipedia
11
DAFTAR PUSTAKA