ketimpangan ekonomi antara Amerika Latin

Nama
Prodi/Smst
Matkul

: Akbar Kurniadi
: Hubungan Internasional/ 6 C
: Studi Kawasan Amerika

Review Artikel:
Falling Behind: Explaining the Development Gap Between Latin America and the United
States edited by Francis Fukuyama, h. 3-71, h. 99-134, h. 161-222, dan h. 268-297 (New
York: Oxford University Press, 2008), ISBN 9780195368826.
Falling behind merupakan kompilasi dari berbagai esai yang terfokus pada
pertanyaan pokok, “Mengapa terjadi kesenjangan di antara Amerika Latin dan Amerika
serikat dalam hal pertumbuhan ekonomi dan stabilitas politik?.” Padahal jika kita tengok
sejarah pada era kolonialisasi tahun 1492, negara yang maju secara ekonomi adalah negaranegara seperti Meksiko, Peru, dan Bolivia. Setelah dua abad masa kolonialisasi, pada 1700,
pendapatan per-kapita Amerika Latin adalah $521 sebanding dengan AS yang mencapai
angka $527. Namun selama tiga abad berikutnya, Amerika Serikat terus bertahan dan
melampau pertumbuhan ekonomi Amerika Latin. Sampai diawal abad ke-21, pendapatan
perkapita AS mencapai lima kali lipat dari rata-rata pendapatan per-kapita di Amerika
Latin. (h. 3)

Perlu adanya pembedaan selama periode 1870-1980 yaitu sebelum dan setelah
terjadinya great depression. Periode antara 1870 dan 1929 Amerika Latin sempat
mengungguli Barat, dan di bawah kebijakan ‘industrialisasi substitusi impor’ (ISI)
perekonomian berkembang jauh lebih pesat namun gagal mengejar ketertinggalan dari AS.
Sampai pada puncaknya tahun 1980 kesenjangan yang terjadi semakin besar dari
sebelumnya sehingga mengakibatkan lumpuhnya perekonomian Amerika Latin untuk kali
keduanya. (h. 146) Studi dalam buku ini berusaha memberikan kesimpulan mengenai
sumber kesenjangan yang terjadi di antara Amerika Latin dan AS.
Buku ini disusun secara tematis yang terdiri dari tiga bagian dan delapan esai.
Bagian I memberikan konteks sejarah berdasarkan latar belakang intelektual dan sejarah
“development gap” antara Amerika Latin dan AS; bagian II menyajikan tentang
“keterbelakangan politik” di Amerika Latin; dan bagian III menuliskan tentang “faktorfaktor kelembagaan dalam pembangunan di Amerika Latin”.
Maka untuk menjelaskan dan menjawab pertanyaan di atas, buku ini memberikan
berbagai macam analisis terkait penyebab terjadinya kesenjangan ekonomi dan stagnasi di
Amerika Latin. Menurut Riordan Roett dan Francisco E. Gonzales ISI merupakan
kebijakan keliru yang menyebabkan terjadinya debt crisis tahun 1980 (h. 146), dan para
penulis setuju bahwa Amerika Latin harus membuat kebijakan ekonomi yang baik untuk
menghasilkan stabilitas moneter dan fiskal, serta membuka ekonomi regional ke dalam
sistem perdagangan internasional (h. 23). Sedangkan Enrique Crauze ingin menunjukan


bahwa kesenjangan atau gap sosial yang terjadi di Amerika Serikat dan Amerika Latin
khususnya Meksiko, bukan hanya kesenjangan dalam segi ekonomi tetapi juga moral.
Enrique Crauze dalam tulisannya menyajikan beberapa tinjauan serta analisis untuk
menelaah kesenjangan yang terjadi. Menurut Enrique kesenjangan yang terjadi didukung
oleh perbedaan sejarah dan budaya. Meskipun secara geopolitik Meksiko cukup dekat
dengan Amerika Serikat namun Amerika Serikat memandang Meksiko tidak begitu
penting baginya. Kekaguman dan pujian berkembang menjadi penolakan terhadap AS
ditandai dengan kembalinya Meksiko ke tradisi Spanyol dan Katolik. Di awal
pembentukannya sebagai negara, Meksiko mendapatkan dukungan dari AS dengan
pengakuan dan penempatan duta besar AS di Meksiko. Namun dibalik dukungannya, AS
memiliki kepentingan untuk memperluas ekspansinya sampai ke Petagonia. Ruben Dario
(orang Meksiko) menggambarkan kesalahan Amerika Serikat atas Meksiko dengan
menuliskan puisi kepada Roosevelt yang berisi; pertama, AS meremehkan Meksiko sejak
awal kependudukannya. Kedua, pembunuhan presiden Madero, bahkan Dario
menggambarkan AS sebagai Negara yang hebat dan kuat tetapi bersifat iblis. Begitupun
Franklin D. Roosevelt dengan Good Neighbor policy-nya dianggap membawa hidden
interest seperti kepentingannya atas gula Kuba (h. 61). Hubungan Meksiko dan AS
kembali terjalin baik pada awal tahun 1959 melalui praktek diplomasi dengan menjadikan
Meksiko sebagai pihak penengah dalam hubungan AS dan Kuba.
Pada 1824 Meksiko mengadopsi konstitusi federasi dari Amerika Serikat. Lorenzo

de Zavala seorang wartawan Meksiko menunjukkan kesenjangan antara AS dan Meksiko
dengan menyebutkan AS sebagai bangsa yang ulet, pekerja keras, berhati-hati, dan efektif,
agamapun dapat hidup dalam keberagaman yang ada. Sedangkan Meksiko dicirikan
sebagai sebuah bangsa yang bermalas-malasan dan menyia-nyiakan waktu (h. 50).
Pendapat ini kemudian didukung oleh Samuel Huntington, yang mendukung sentralitas
kebudayaan dalam membentuk hasil politik. Misalnya dalam karyanya Ia menunjukkan
pentingnya budaya dalam membentuk identitas nasional dan keberhasilan demokrasi
Amerika Serikat. Inilah pernyataan kelompok anti-institusionalis: would Amerca be the
America it is today of in the seventeenth and eighteenth centuries it had been settled not by
British protestants but by French, Spanish, or Portuguese Catholics? The answer is no. it
would not be America; it would be Quebec, Mexico, or Brazil (h. 198). Pandangan ini juga
didukung oleh hipotesis budaya yang disandarkan pada pandangan Max Waber yang
menyatakan bahwa reformasi protestan berperan penting dalam kejayaan kapitalisme. Hal
ini karena protestan diyakini sebagai keyakinan dan nilai-nilai yang mengajarkan serta
menekankan pada etos kerja yang kuat, berhemat, dan menabung (h. 167).
Dalam tulisannya James A Robinson memaparkan beberapa hipotesis yang
mengatakan bahwa faktor geografi suatu negara menentukan tingkat kemakmurannya.
Faktor geografi ini meliputi tiga aspek; pertama, iklim menjadi faktor penting menentukan
usaha kerja, insentif, dan produktivitas. Di Amerika Latin, umumnya berilklim tropis


sehingga cenderung panas dan akan berdampak pada daya tahan tubuh. Kedua, geografi
akan menentukan teknologi yang tersedia bagi masyarakat, terutama dalam bidang
pertanian. Ketiga, disease burden (h. 166). Jeffry Sachs berargumen bahwa faktor
lingkungan seperti lokasi yang terletak di daerah tropis (dapat meningkatkan beban
penyakit), akses pelayaran (transportasi air), dan sebaginya cukup menjelaskan mengapa
bebarapa negara tetap bertahan dalam “perangkap kemiskinan (h. 269).” Namun James A.
Robinson lebih pro pada hipotesis kelembagaan/institusi. Menurutnya dalam konteks
Amerika Latin, hipotesis kelembagaan lebih berperan dominan dari yang lainnya. Institusi
didefinisikan sebagai aturan dan norma-norma yang menentukan insentif dan kendala yang
dihadapi seseorang dalam masyarakat (h. 166). Institusi dapat berupa institusi ekonomi
ataupun politik. Dan elemen terpenting dalam institusi adalah property right (hak
kepemilikan) secara luas. Dengan adanya property right setiap individu akan diuntungkan
dengan mendapatkan insentif atas investasi yang dilakukannya dan juga berkontribusi
besar terhadap kebangkitan serta pertumbuhan ekonomi.
Menurut James A. Robinson hipotesis geografi dan kebudayaan tidak dapat
mewakili ataupun mengcover penjelasan mengapa terjadi kesenjangan pembangunan
ekonomi antara Amerika Latin dan Amerika Serikat. Kedua hipotesis, budaya dan geogrfi,
ini kurang bisa dipertanggungjawabkan karena beberapa hal yang tidak bisa dijelaskan
olehnya. Contohnya, pada 1492, Bolivia merupakan negara yang memiliki tingkat
kemakmuran melebihi AS, namun saat ini keadaan menjadi terbalik. Kemudian Kolombia

yang pernah mengalami pertumbuhan ekonomi yang lumayan maju pada abad ke-20.
Padahal secara geografis, ibu kota kolombia berada 9.000 kaki di atas gunung, dan 1.000
Km dari pantai (h. 168). Begitu juga Venezuela dengan ibu kota dan sebagian besar
populasi yang terkonsentrasi di daerah pantai tidak jauh berbeda dengan Kolombia. Maka
pernyataan Jeffrey Sachs tentang relative prosperity pada daerah tropis adalah sebuah
kesalahan. Adapun kesalahan hipotesis budaya adalah memang benar Spanyol sebagai
penakluk Amerika Latin beraliran Katolik, dan Inggris sebagai penjajah Amerika dan
Kanada beraliran Protestan, namun kesalahan yang dibuat adalah mereka tidak
memunculkan perbandingan negara lain yang dijajah oleh negara penjajah dengan aliran
yang sama. Seperti AS dan Kanada memiliki kondisi perekonomian dan prosperity yang
berbeda dengan di Sierra Leone, Guyana, dan India, padahal semua negara tersebut
merupakan negara-negara jajahan Inggris (h. 169). Sehingga Robinson menyimpulkan
kedua faktor tersebut bukan merupakan alasan utama atau dominan mengapa terjadi
kesenjangan antara Amerika Latin dan Amerika Serikat.
Adapun faktor yang paling meyakinkan dalam memberikan analisa yang tepat
terhadap kesenjangan pembangunan ekonomi yang terjadi antara Amerika latin dan AS
adalah faktor institusi. Selain institusi ekonomi, institusi politik juga menentukan
kemakmuran suatu bangsa karena dengan semakin kecilnya kendala birokratik maka
investasi akan mudah masuk. Maka mengapa institusi ekonomi ataupun politik di Amerika


Latin lebih buruk dibandingkan institusi ekonomi ataupun politik di Amerika serikat dan
Kanada. Alasan utama yang mendasarinya adalah faktor demografis. Semakin kecil
populasi penduduk pribumi di wilayah tersebut maka bangsa Eropa akan memperkenalkan
bentuk institusi yang baik sebagai upaya untuk menciptakan kontrol terhadap sumber daya
potensial baik alam atau manusia. Sedangkan pada wilayah yang populasi pribuminya lebih
besar, Eropa mengeksploitasi mereka melaui pajak, upeti dan dijadikan sebagai pekerja
paksa. Beberapa institusi yang muncul untuk melancarkan eksploitasi diantarany
encomienda , mita, dan repartimiento (h. 178). Institusi-institusi ini tidak memberikan
peluang bagi pribumi untuk berinvestasi dan hak kepemilikan mereka tidak terjamin.
Francis Fukuyama sendiri setuju dengan sebagian penulis yang menolak faktor
geografi, iklim, demohrafi dan budaya (katolik/ protestan) sebagai penjelasan atas
kesenjangan yang terjadi. Para penulis setuju bahwa kesenjangan terjadi karena
pengalaman kolonial yang berbeda dari dua Amerika; juga kebijakan dan institusi baik
formal maupun informal. Robinson, Roett dan Gonzales, Przeworski dan Curvale, dan
Fukuyama mengidentifikasi bahwa intitusi yang lemah dan cacat merupakan sumber utama
penyebab terjadinya development gap (h. 275). Setidaknya terdapat 3 kategori penting
lembaga yang memiliki dampak signifikan terhadap pembangunan ekonomi dan kualitas
kehidupan politik dalam region; pertama , institusi penegakan property right; kedua ,
lembaga politik makro seperti system pemilu, bentuk kekuasaan eksekutif, federalisme,
resolusi konflik dan collective action; ketiga , norma-norma informal dan kebiasaan yang

mempengaruhi lembaga formal beroperasi (h. 275).
Fukuyama juga menyimpulkan bahwa hampir semua penuis dalam buku ini
sepakaat bahwa kesenjangan sosial merupakan salah satu penyebab paing penting dalam
kesenjangan ekonomi yang terjadi di antara Amerika Latin dan Amerika Serikat (h. 280).
Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang menjelaskan kesenjangan
pembangunan antara Amerika Latin dan Amerika Serikat mengerucut ke dalam tiga
keranjang besar yaitu: pertama, kebijakan. Kedua, lembaga, termasuk property right,
aturan hukum, lembaga politik untuk mempromosikan tindakan konflik dan dimaksudkan
untuk mengurangi konflik. Ketiga, struktur sosial seperti kelas, etnis, divisi regional, dan
ras dalam setiap lapisan masyarakat (h. 287).
Faktor-faktor di atas berdampak serius bagi kelangsungan pembangunan ekonomi
di Amerika Latin dengan kurangnya keterbukaan terhadap dunia luar, kegagalan
menyesuaikan diri dengan perubahan kondisi dari lingkungan eksternal, dan kegagalan
penyesuaian ekonomi disertai kegagalan lembaga-lembaga politik dalam mengelola
konflik menyebabkan perekonomian Amerika Latin semakin terpuruk baik di tingkat
regional maupun kancah internasional (h. 289). Maka untuk menangani kesenjangan
tersebut buku “Falling Behind” menawarkan perubahan dalam beberapa sektor di
antaranya; kebijakan ekonomi yang baik, reformasi kelembagaan, meningkatkan perhatian
terhadap politik (h. 282).