Pertanyaan novatif pada peningkatan pemahaman (3)

Pertanyaan
proses dan persyaratan serta persiapan yang harus dilakukan dalam pembentukan BLUD
Jawab
Menanggapi pertanyaan Saudara mengenai proses dan persyaratan serta persiapan yang harus
dilakukan dalam pembentukan BLUD dapat kami sampaikan masukan sebagai berikut :
a. Berdasarkan Permendagri 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan
BLUD, antara lain diatur bahwa :
1) Yang dapat ditetapkan sebagai BLUD adalah :
a) SKPD;
b) Unit Kerja SKPD; dan
c) gabungan beberapa SKPD/beberapa Unit Kerja yang memiliki kesamaan sifat dan jenis
layanan.
2) SKPD/Unit Kerja/Gabungan SKPD/Unit Kerja di lingkungan Pemda tersebut dapat
menerapkan PPK BLUD apabila tusinya bersifat operasional dalam menyelenggarakan
pelayanan umum.
3) Pembinaan teknis BLUD dilakukan oleh :
a) Sekretaris Daerah untuk BLUD SKPD;
b) Kepala SKPD, untuk BLUD Unit Kerja SKPD;
b. Berdasarkan pengaturan tersebut, Saudara perlu melakukan reviu apakah unit kerja Saudara
telah memenuhi persyaratan yaitu memiliki tusi bersifat operasional dalam menyelenggarakan
pelayanan umum, sehingga bisa menerapkan PPK BLUD.

c. Dalam rangka mendapatkan bimbingan teknis dan manajemen pembentukan BLUD, Saudara
dapat berkonsultasi lebih lanjut kepada :
1) Sekretaris Daerah, apabila unit kerja Saudara merupakan SKPD, atau
2) Kepala SKPD, apabila unit kerja Saudara merupakan Unit Kerja di bawah SKPD.
d. Untuk mengetahui lebih lanjut dasar hukum pembentukan BLUD, Saudara dapat
mempedomani :
1) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum, sebagaimana yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2012.
2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah.

Pertanyaan
sumber dana operasional satker BLU
Jawab
1. Badan Layanan Umum (BLU) adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk
memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang
dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan

pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Dana operasional BLU, sesuai pasal 14 Peraturan
Pemerintah nomor 23 tahun 2005, terdiri atas:

a. Penerimaan anggaran yang berasal dari APBN/APBD
b. Pendapatan yang berasal dari jasa layanan kepada masyarakat
c. Hibah tidak terikat
d. Hibah terikat
e. Hasil kerjasama satker BLU dengan pihak lain dan hasil usaha lainnya
Penerimaan pada poin (a) merupakan penerimaan yang berasal dari otorisasi kredit anggaran
kementerian/lembaga/pemerintah daerah, yang berarti terjamin ketersediaan dananya pada
dokumen pelaksanaan anggaran. Penerimaan APBN/APBD digunakan untuk belanja
operasional (belanja pegawai, barang, dan jasa) dan belanja investasi (belanja modal). Belanja
dilakukan dengan mekanisme pengajuan surat perintah membayar ke Kantor Pelayanan
Perbendaharaan Negara (KPPN).
Pendapatan pada poin (b), (c), dan (e) di atas merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak
(PNBP) bagi satker BLU dan dapat digunakan/dibelanjakan langsung untuk kegiatan
operasional BLU tanpa terlebih dahulu disetorkan ke rekening kas negara. Pendapatan dan
belanja ini kemudian dilakukan pengesahan ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara
(KPPN) melalui mekanisme Surat Perintah Pengesahan Pendapatan dan Belanja (SP3B) BLU
sehingga tercatat dalam pembukuan Bendahara Umum Negara.
2. Dalam pelaksanaan APBN, sebelum dilakukan belanja terlebih dahulu harus ada anggaran
yang tertuang ke dalam dokumen pelaksanaan anggaran. Anggaran dapat dikatakan suatu
"jaminan" bahwa pelaksanaan belanja yang akan dilakukan oleh satker BLU tersedia dananya.

Dokumen pelaksanaan anggaran dalam konteks APBN disebut dengan DIPA. Di dalam DIPA
ini, tereatat semua program dan kegiatan yang akan dilaksanakan serta output yang akan
dicapai oleh satker BLU selama satu tahun mendatang.
Untuk mencairkan dana DIPA dalam rangka membiayai kegiatan operasional BLU, dilakukan
dengan mekanisme pengajuan Surat Perintah Membayar (SPM) ke KPPN. Atas dasar SPM ini
KPPN melakukan pengujian. Hasil pengujian ada 2 (dua), pertama apabila SPM tidak
memenuhi syarat maka akan ditolak/dikembalikan kepada satker, kedua apabila memenuhi
syarat maka akan diterbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) yang akan mendebet
rekening kas negara untuk membayar tagihan yang tercantum pada SPM tersebut.
Uang yang sudah keluar dari rekening kas negara atas penerbitan SP2D sebagaimana dimaksud
di atas diakui sebagai belanja negara dan tidak dikembalikan lagi ke negara.

Pertanyaan
penilaian kinerja satker BLU hanya dari aspek kinerja keuangan
Jawab
Badan Layanan Umum (BLU) adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk
memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa, penyediaan barang dan/atau jasa yang
dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan
pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Sedangkan tujuan dibentuknya BLU adalah untuk


meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum
dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan
keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas serta penerapan praktek bisnis yang
sehat (dengan kata lain, tidak berorientasi mencari keuntungan/profit).
Untuk menilai kinerja BLU, dilakukan dengan mempertimbangkan 2 (dua) aspek yaitu aspek
keuangan dan aspek kepatuhan pengelolaan keuangan BLU. Aspek keuangan meliputi penilaian
terhadap rasio keuangan dan rasio pendapatan PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak)
terhadap biaya operasional. Sedangkan aspek kepatuhan pengelolaan keuangan BLU meliputi
antara lain penilaian terhadap Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA), penyampaian laporan
keuangan berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan, tarif Iayanan dan lain sebagainya
(terdapat 11 kriteria penilaian sebagaimana disebutkan di dalam Perdirjen Perbendaharaan
Nomor PER36/PB/2012).
Terdapat banyak faktor yang dijadikan dasar dalam penilaian BLU. Mengingat tujuan
pembentukan BLU adalah pelayanan kepada masyarakat dan tidak berorientasi mencari
keuntungan, maka penilaian atas aspek keuangan saja tidak akan mampu menggambarkan
kinerja pelayanan yang dilakukan oleh BLU . Demikian juga apabila penilaian didasarkan atas
aspek kepatuhan pengelolaan keuangan BLU saja, maka penilaian tersebut tidak akan mampu
menggambarkan kinerja keuangan yang telah dilaksanakan.
Dalam hal penilaian, tujuan dilakukan penilaian terhadap aspek keuangan adalah untuk
mengetahui seberapa jauh pengelolaan keuangan BLU telah diselenggarakan berdasarkan

praktek-praktek bisnis yang sehat (best practice) yang tercermin dari laporan keuangannya.

Pertanyaan
Kriteria penilaian RBA BLU rumpun layanan pendidikan
Jawab
1. Ketepatan waktu penyampaian :
Disampaikan kepada Menteri Keuangan (DJA dan DJPB) paling lambat 7 hari kerja setelah
tahun sebelumnya berakhir.
2. Kelengkapan :
a. Ditandatangani oleh Pimpinan BLU;
b. Diketahui oleh Dewan Pengawas atau pejabat yang ditunjuk menteri/pimpinan lembaga jika
BLU tidak mempunyai Dewan Pengawas;
c. Disetujui oleh menteri/pimpinan lembaga;
d. Format mengikuti Perdirjen Perbendaharaan nomor : 20/PB/2012 yang mencakup antara
lain ringkasan eksekutif, masing-masing bab dan subbabnya, serta penyajian tabel-tabel.
3. Akurasi, antara lain :
- Kesesuaian RBA dengan Rencana Strategis Bisnis BLU dan pagu anggaran K/L;
- Standar biaya yang digunakan apakah sesuai dengan standar biaya yang ditetapkan Menteri
Keuangan atau sesuai standar biaya perhitungan sendiri berdasarkan perhitungan akuntansi
biaya yang disusun satker BLU dan telah ditetapkan sebagai standar biaya keluaran oleh

Menteri Keuangan;

- Pencapaian kinerja tahun berjalan baik dari sisi keuangan maupun layanan;
- Kemandirian pembiayaan baik pada tingkat satker BLU maupun pada masing-masing unit
kerja.

Pertanyaan
Pengenaan bunga/nilai tambah atas dana BLU jalan tol sebagaimana pasal 3 PMK nomor
218/PMK.05/2009
Jawab
1. Menteri Keuangan telah menerbitkan PMK Nomor : 152/PMK.05/2007 tanggal 27 November
2007 tentang Tarif Layanan BP Set. BPJT.
2. PMK Nomor : 218/PMK.05/2009 tanggal 17 Desember 2009 tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 99/PMK.05/2008 tentang Pedoman Pengelolaan Dana
Bergulir Pada Kementerian Negara/Lembaga. PMK tersebut mengatur tentang dana bergulir
yang dialokasikan oleh Kementerian Negara/Lembaga/Satuan Kerja Badan Layanan Umum
untuk kegiatan perkuatan modal usaha bagi koperasi, usaha mikro, kecil, menengah, dan usaha
lainnya yang berada dibawah pembinaan Kementerian Negara/Lembaga.
3. Berdasarkan poin 2 tersebut Saudari Citra Rebecca tidak tepat dalam mengambil dasar
hukum tentang nilai tambah/tingkat suku bunga pinjaman, mengingat PMK Nomor :

218/PMK.05/2009 tidak mengatur tingkat suku bunga/nilai tambah atas pinjaman BP Set BPJT
kepada Badan Usaha Jalan Tol (BUJT).
4. Berkenaan dengan pertanyaan tersebut dapat kami sampaikan :
a. Tarif layanan pinjaman BP Set. BPJT kepada BUJT diatur dengan PMK Nomor :
152/PMK.05/2007.
b. Pinjaman disalurkan/dipinjamkan kepada Badan Usaha Jalan Tol (perseroan) bukan kepada
kelompok masyarakat.
c. Periode nilai tambah belum diatur secara tegas dalam PMK tersebut. Dalam praktiknya
(berdasarkan informasi dari BP Set. BPJT) BP. Set BPJT menerapkan kebijakan yang beragam,
pada beberapa perjanjian mengenakan tarif layanan per tahun selama masa pinjaman, namun
ada juga yang hanya selama dua tahun.
d. Pemberlakuan persyaratan dan kondisi atas tarif layanan diatur dalam perjanjian antara
Badan Pengatur Jalan Tol dengan Badan Usaha Jalan Tol.

Pertanyaan
Yth : helpdesk, terdapat selisih saldo Kas di BLU pada neraca KPPN (SAU) berbeda dengan
saldo Kas di BLU pada neraca satker (SAI), yang disebabkan karena pembulatan yang sudah
terakumulasi dari digit belakang koma atas pengeluaran tahun yang lalu (2011), Pertanyaan : (1)
angka mana yang digunakan satker untuk melaporkan saldo Kas di BLU di Laporan Keuangan?
(2) apabila kita (KPPN) boleh melakukan koreksi, bagaimana mekanisme / cara melakukan

memo penyesuaian selisih tersebut ? (3) Pada seksi manakah memo penyesuaian dilakukan ?

apakah dilakukan pada seksi bendum dan seksi vera ? (4) dasarnya apa ? Mohon petunjuk
penyelesaian pada Neraca SAU KPPN dalam waktu yang tidak terlalu lama. Atas perhatiannya
kami ucapkan terima kasih.
Jawab
1. Apabila setelah ditelusuri penyebab terjadinya selisih adalah adanya akumulasi digit di
belakang koma, sehingga menyebabkan saldo kas BLU pada neraca KPPN (SAU) lebih
kecil/kurang dari saldo menurut rekening satker BLU (SAI) maka:
a. Angka yang dilaporkan sebagai saldo kas BLU di laporan keuangan adalah angka sampai
dengan rupiah terkecil, tidak termasuk angka dibelakang koma.
Untuk itu perlu dilakukan penyesuaian terhadap saldo kas BLU pada neraca KPPN (SAU)
dengan mekanisme Memo Penyesuaian (MP).
b. Prosedur pengajuan MP adalah petugas akuntansi satker BLU membuat MP dengan format
sesuai Perdirjen nomor: PER-67/PB/2007 yang ditandatangani oleh pemimpin BLU dan
diajukan ke KPPN dengan dilampiri:
1) Surat Pernyataan Tanggung Jawab (SPTJ) saldo awal.
2) Berita Acara Rekonsiliasi Kas
3) Rekening Koran per 31 Desember tahun anggaran yang lalu.
4) Neraca per 31 Desember tahun anggaran yang lalu berdasar SAP.

c. Setelah MP disetujui oleh Kepala KPPN dan telah membubuhkan tanda tangan, maka MP
berkenaan menjadi dokumen sumber bagi operator di Seksi Pencairan Dana, Seksi Verifikasi
dan Akuntansi serta Seksi Bendum untuk melakukan koreksi terhadap saldo awal BLU.

Pertanyaan
Saldo kas BLU pada KPPN
Mohon izin, kami dari KPPN Yogyakarta telah menyurat S-4825/WPB.15/KP.01/2012 perihal
pengesahan saldo awal BLU atas PNBP PTN ex BHMN ke Dit APK, PPK BLU, Dit PKN, dan
Dit SP, intinya sesuai S-10573/PB/2011 tanggal 10 Nov 2011 hal Rekonsiliasi dan Analisis Kas
pada BLU, salah satu point menyatakan ”Kas yang telah menjadi hak satker BLU dicatat sebagai
perkiraan Kas BLU dan Investasi Jangka Pendek BLU. Apakah surat Nomor S-10573/PB/2011
berlaku juga terhadap satker BLU PTN ex BHMN?? Mohon penjelasannya....terima kasih
Jawab
1. Sesuai dengan pasal 37A PP 74 Tahun 2012 tentang Perubahan atas PP 23 Tahun 2005
tentang Pengelolaan Keuangan BLU, dinyatakan bahwa 7 (tujuh) PTN Eks BHMN ditetapkan
untuk menerapkan pola pengelolaan keuangan BLU dengan status BLU penuh, sehingga surat
Nomor S-10573/PB/2011 tersebut juga berlaku untuk satker BLU PTN Eks BHMN.
2. Perlu kami sampaikan bahwa sesuai surat Direktur Pembinaan PK BLU yang ditujukan
kepada para Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan, Nomor S-113/PB.5/2013 tanggal 7 Januari
2013 tentang Penegasan Tata Cara Rekonsiliasi dan Analisis Kas pada BLU, KPPN agar

melakukan rekonsiliasi dan analisis kas BLU dengan didukung rekening koran satker BLU
sebagaimana telah diatur dalam Perdirjen Perbendaharaan Nomor PER-36/PB/2009 tentang
Pedoman Rekonsiliasi dan Penyusunan Laporan Keuangan Kuasa BUN.

Pertanyaan
cara mengetahui bahwa suatu satker BLU telah mengalami peningkatan kinerja
Jawab
1. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah nomor 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum pasal 4 ayat 1 diatur bahwa aspek substantif, teknis, dan administratif
merupakan persyaratan suatu instansi/satker pemerintah dapat diizinkan menerapkan Pola
Pengelolaan Keuangan BLU (menjadi Satker BLU).
2. Terkait dengan penilaian/pengukuran kinerja suatu instansi/satker pemerintah setelah
ditetapkan sebagai instansi/satker BLU telah diterbitkan Peraturan Dirjen Perbendaharaan
nomor PER-36/PB/2012 tentang Pedoman Penilaian Kinerja Keuangan Satker BLU yang
mencakup penilaian aspek keuangan dengan indikator antara lain rasio lancar, rasio kas,
perputaran aset tetap, dan rasio belanja operasional terhadap pendapatan operasional serta
aspek kepatuhan dengan indikator antara lain ketepatan penyampaian pertanggungjawaban,
pola tata kelola, dan memiliki tarif layanan yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
3. Oleh karena itu, dapat kami tegaskan bahwa pengukuran kinerja suatu instansi/satker
pemerintah setelah ditetapkan menjadi Satker BLU bukan didasarkan pada persyaratan

pembentukannya melainkan diukur dari indikator-indikator kinerja yang telah ditetapkan
sebagaimana peraturan tersebut diatas.

Pertanyaan
penilaian kinerja satker BLU hanya dari aspek kinerja keuangan
Jawab
Badan Layanan Umum (BLU) adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk
memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa, penyediaan barang dan/atau jasa yang
dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan
pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Sedangkan tujuan dibentuknya BLU adalah untuk
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum
dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan
keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas serta penerapan praktek bisnis yang
sehat (dengan kata lain, tidak berorientasi mencari keuntungan/profit).
Untuk menilai kinerja BLU, dilakukan dengan mempertimbangkan 2 (dua) aspek yaitu aspek
keuangan dan aspek kepatuhan pengelolaan keuangan BLU. Aspek keuangan meliputi penilaian
terhadap rasio keuangan dan rasio pendapatan PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak)
terhadap biaya operasional. Sedangkan aspek kepatuhan pengelolaan keuangan BLU meliputi

antara lain penilaian terhadap Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA), penyampaian laporan
keuangan berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan, tarif Iayanan dan lain sebagainya
(terdapat 11 kriteria penilaian sebagaimana disebutkan di dalam Perdirjen Perbendaharaan
Nomor PER36/PB/2012).
Terdapat banyak faktor yang dijadikan dasar dalam penilaian BLU. Mengingat tujuan
pembentukan BLU adalah pelayanan kepada masyarakat dan tidak berorientasi mencari
keuntungan, maka penilaian atas aspek keuangan saja tidak akan mampu menggambarkan
kinerja pelayanan yang dilakukan oleh BLU . Demikian juga apabila penilaian didasarkan atas
aspek kepatuhan pengelolaan keuangan BLU saja, maka penilaian tersebut tidak akan mampu
menggambarkan kinerja keuangan yang telah dilaksanakan.
Dalam hal penilaian, tujuan dilakukan penilaian terhadap aspek keuangan adalah untuk
mengetahui seberapa jauh pengelolaan keuangan BLU telah diselenggarakan berdasarkan
praktek-praktek bisnis yang sehat (best practice) yang tercermin dari laporan keuangannya.

Pertanyaan
sumber dana operasional satker BLU
Jawab
1. Badan Layanan Umum (BLU) adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk
memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang
dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan
pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Dana operasional BLU, sesuai pasal 14 Peraturan
Pemerintah nomor 23 tahun 2005, terdiri atas:
a. Penerimaan anggaran yang berasal dari APBN/APBD
b. Pendapatan yang berasal dari jasa layanan kepada masyarakat
c. Hibah tidak terikat
d. Hibah terikat
e. Hasil kerjasama satker BLU dengan pihak lain dan hasil usaha lainnya
Penerimaan pada poin (a) merupakan penerimaan yang berasal dari otorisasi kredit anggaran
kementerian/lembaga/pemerintah daerah, yang berarti terjamin ketersediaan dananya pada
dokumen pelaksanaan anggaran. Penerimaan APBN/APBD digunakan untuk belanja
operasional (belanja pegawai, barang, dan jasa) dan belanja investasi (belanja modal). Belanja
dilakukan dengan mekanisme pengajuan surat perintah membayar ke Kantor Pelayanan
Perbendaharaan Negara (KPPN).
Pendapatan pada poin (b), (c), dan (e) di atas merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak
(PNBP) bagi satker BLU dan dapat digunakan/dibelanjakan langsung untuk kegiatan
operasional BLU tanpa terlebih dahulu disetorkan ke rekening kas negara. Pendapatan dan
belanja ini kemudian dilakukan pengesahan ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara
(KPPN) melalui mekanisme Surat Perintah Pengesahan Pendapatan dan Belanja (SP3B) BLU
sehingga tercatat dalam pembukuan Bendahara Umum Negara.
2. Dalam pelaksanaan APBN, sebelum dilakukan belanja terlebih dahulu harus ada anggaran

yang tertuang ke dalam dokumen pelaksanaan anggaran. Anggaran dapat dikatakan suatu
"jaminan" bahwa pelaksanaan belanja yang akan dilakukan oleh satker BLU tersedia dananya.
Dokumen pelaksanaan anggaran dalam konteks APBN disebut dengan DIPA. Di dalam DIPA
ini, tereatat semua program dan kegiatan yang akan dilaksanakan serta output yang akan
dicapai oleh satker BLU selama satu tahun mendatang.
Untuk mencairkan dana DIPA dalam rangka membiayai kegiatan operasional BLU, dilakukan
dengan mekanisme pengajuan Surat Perintah Membayar (SPM) ke KPPN. Atas dasar SPM ini
KPPN melakukan pengujian. Hasil pengujian ada 2 (dua), pertama apabila SPM tidak
memenuhi syarat maka akan ditolak/dikembalikan kepada satker, kedua apabila memenuhi
syarat maka akan diterbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) yang akan mendebet
rekening kas negara untuk membayar tagihan yang tercantum pada SPM tersebut.
Uang yang sudah keluar dari rekening kas negara atas penerbitan SP2D sebagaimana dimaksud
di atas diakui sebagai belanja negara dan tidak dikembalikan lagi ke negara.

Pertanyaan
proses dan persyaratan serta persiapan yang harus dilakukan dalam pembentukan BLUD
Jawab
a. Berdasarkan Permendagri 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan
BLUD, antara lain diatur bahwa :
1) Yang dapat ditetapkan sebagai BLUD adalah :
a) SKPD;
b) Unit Kerja SKPD; dan
c) gabungan beberapa SKPD/beberapa Unit Kerja yang memiliki kesamaan sifat dan jenis
layanan.
2) SKPD/Unit Kerja/Gabungan SKPD/Unit Kerja di lingkungan Pemda tersebut dapat
menerapkan PPK BLUD apabila tusinya bersifat operasional dalam menyelenggarakan
pelayanan umum.
3) Pembinaan teknis BLUD dilakukan oleh :
a) Sekretaris Daerah untuk BLUD SKPD;
b) Kepala SKPD, untuk BLUD Unit Kerja SKPD;
b. Berdasarkan pengaturan tersebut, Saudara perlu melakukan reviu apakah unit kerja Saudara
telah memenuhi persyaratan yaitu memiliki tusi bersifat operasional dalam menyelenggarakan
pelayanan umum, sehingga bisa menerapkan PPK BLUD.
c. Dalam rangka mendapatkan bimbingan teknis dan manajemen pembentukan BLUD, Saudara
dapat berkonsultasi lebih lanjut kepada :
1) Sekretaris Daerah, apabila unit kerja Saudara merupakan SKPD, atau
2) Kepala SKPD, apabila unit kerja Saudara merupakan Unit Kerja di bawah SKPD.
d. Untuk mengetahui lebih lanjut dasar hukum pembentukan BLUD, Saudara dapat
mempedomani :
1) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum, sebagaimana yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2012.

2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah.

Pertanyaan
tata cara perubahan satker biasa menjadi satker yang menerapkan PK-BLU
Jawab
1. Pasal 1 PP 23/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PK BLU)
menyatakan bahwa yang dimaksud dengan BLU adalah instansi di lingkungan pemerintah yang
dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau
jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya
didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
2. Dapat kami sampaikan bahwa untuk menjadi satker PK BLU, Menteri/pimpinan
lembaga/kepala SKPD mengusulkan instansi pemerintah yang memenuhi persyaratan substantif,
teknis, dan administratif untuk menerapkan PPK BLU kepada Menteri
Keuangan/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya (Pasal 5 PP 23/2005).
3. Sesuai dengan penjelasan diatas, dapat kami simpulkan bahwa jika instansi tersebut (Rumah
Sakit Bhayangkara Polda Lampung) ingin menjadi satker PK BLU, Pimpinan Lembaga/Non
Kementerian (dalam hal ini Kapolri) supaya berkoordinasi dengan Menteri Keuangan untuk
menentukan apakah Rumah Sakit Bhayangkara (RSB) memenuhi persyaratan substantif dan
teknis. Jika RSB memenuhi persyaratan substantif dan teknis, maka RSB harus membuat
persyaratan administratif dan mengirimkannya ke Menteri Keuangan untuk dinilai.

Pertanyaan
pencatatan dana bergulir dalam akuntansi
Jawab
1. BLU merupakan satuan kerja dari kementerian negara/lembaga (K/L) induknya. Dalam
menyusun laporan keuangan, satker BLU menggunakan dua standar akuntansi yaitu Standar
Akuntansi Pemerintahan (SAP) dan Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Laporan keuangan
BLU berdasar SAP dikonsolidasikan dengan laporan keuangan kementerian negara/lembaga
(K/L) induknya. Sedangkan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) merupakan kompilasi
dari laporan keuangan seluruh kementerian negara/lembaga (K/L). Dari sini terlihat bahwa
laporan keuangan BLU berada pada sisi yang sama dengan laporan keuangan pemerintah.
2. Berkenaan dengan pertanyaan Saudari Wasilah, untuk dana bergulir, baik satker BLU
maupun pemerintah mencatatnya sebagai Investasi Jangka Panjang Non Permanen. Mengingat
pencatatan menggunakan sistem double entry, Ekuitas Dana Investasi (modal) juga bertambah
sebesar investasi yang dilakukan tadi, sehingga secara keseluruhan jumlah aset dan ekuitas
dana yang ada meningkat proporsional. Untuk lebih jelasnya kami sarankan agar Saudari

Wasilah membaca Peraturan Menteri Keuangan No. 99/PMK.05/2008 jo. PMK No.
218/PMK.05/2009 tentang Pedoman Pengelolaan Dana Bergulir pada Kementerian
Negara/Lembaga dan Buletin Teknis (Bultek) Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) no. 07
tentang Akuntansi Dana Bergulir yang disusun oleh Komite Standar Akuntansi Pemerintahan
(KSAP).

Pertanyaan
perbedaan satker BLU dan satker biasa
Jawab
a. Perbedaan utama antara satker PK BLU penuh dengan satker biasa adalah diberikannya
kepada satker BLU penuh fleksibilitas pengelolaan keuangan berupa pengecualian atas asas
universalitas dan fleksibilitas lainnya, yaitu:
1. Pendapatan dapat digunakan langsung, tanpa terlebih dahulu disetorkan ke Kas Negara.
2. Belanja menggunakan pola anggaran fleksibel dengan ambang batas tertentu.
3. Dapat mengelola kas BLU untuk memanfaatkan idle cash BLU yang hasilnya menjadi
pendapatan BLU.
4. Dapat memberikan piutang usaha maupun menghapus piutang sampai batas tertentu.
5. Dapat melakukan utang sesuai jenjang dengan tanggung jawab pelunasan berada pada
BLU.
6. Dapat melakukan investasi jangka panjang dengan seijin Menteri Keuangan.
7. Dapat dikecualikan dari aturan umum pengadaan barang/jasa dan dapat mengalihkan
barang inventaris.
8. Dapat diberikan remunerasi sesuai tingkat tanggung jawab dan profesionalisme.
9. Surplus dapat digunakan untuk tahun berikutnya dan defisit dapat dimintakan dari APBN
untuk Public Service Obligation (PSO).
10. Pegawai dapat terdiri dari PNS dan profesional non PNS.
11. Pengaturan organisasi dan nomenklatur diserahkan kepada Kementerian/Lembaga dan
BLU yang bersangkutan dengan seijin Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara.
b. Pemberian fleksibilitas tersebut dimaksudkan untuk mendorong satker BLU penuh agar dapat
menerapkan prinsip bisnis yang sehat. Penerapan bisnis yang sehat merupakan suatu upaya
untuk mengadopsi prinsip dan kaedah manajemen yang baik dalam pengelolaan keuangan
negara. Fungsi-fungsi manajemen diadaptasi dengan tujuan agar tercipta tata kelola organisasi
yang baik, akuntabel dan transparan dalam pengelolaan keuangan negara.

Pertanyaan
pola penganggaran pada satker BLU
Jawab

1. Pola penganggaran satker BLU tunduk pada ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
yaitu :
a. BLU menyusun rencana strategis bisnis lima tahunan dengan mengacu kepada Rencana
Strategis Kementerian Negara/Lembaga (Renstra-KL);
b. BLU menyusun RBA tahunan dengan mengacu kepada rencana strategis bisnis satker BLU;
c. RBA sebagaimana dimaksud pada huruf (b) disusun berdasarkan basis kinerja dan
perhitungan akuntansi biaya menurut jenis layanannya;
d. RBA BLU disusun berdasarkan kebutuhan dan kemampuan pendapatan yang diperkirakan
akan diterima dari masyarakat, badan lain, dan APBN;
e. BLU mengajukan RBA kepada Menteri/Pimpinan Lembaga untuk dibahas sebagai bagian
dari RKA-KL satker BLU;
f. RBA dimaksud disertai dengan usulan standar pelayanan minimum dan biaya dari keluaran
yang akan dihasilkan;
g. RBA BLU yang telah disetujui oleh Menteri/Pimpinan Lembaga diajukan kepada
Menteri Keuangan cq Direktorat Jenderal Anggaran sebagai bagian RKA-KL satker BLU;
h. Menteri Keuangan, sesuai dengan kewenangannya, mengkaji kembali standar biaya
dan anggaran BLU dalam rangka pemrosesan RKA-KL sebagai bagian dari mekanisme
pengajuan dan penetapan APBN;
i. RBA BLU digunakan sebagai acuan dalam menyusun dokumen pelaksanaan anggaran BLU
(DIPA BLU) untuk diajukan kepada Menteri Keuangan sesuai dengan kewenangannya;
j. Menteri Keuangan, sesuai dengan kewenangannya, mengesahkan dokumen
pelaksanaan anggaran BLU (DIPA BLU) paling lambat tanggal 31 Desember menjelang awal
tahun anggaran;
k. DIPA BLU yang telah disahkan oleh Menteri Keuangan, sesuai dengan kewenangannya,
menjadi dasar bagi penarikan dana yang bersumber dari APBN oleh BLU.
2. Proses penyusunan Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) satker BLU mempedomani
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 44/PMK.05/2009 tentang Rencana Bisnis dan Anggaran
serta Penyusunan Anggaran Badan Layanan Umum.
3. Pada satker pengguna dana PNBP pendapatan yang diperoleh harus terlebih dahulu
disetorkan ke kas negara. Besaran prosentase dana yang dapat dipergunakan kembali
ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Untuk satker BLU berstatus penuh, seluruh pendapatan
yang peroleh dapat dipergunakan langsung tanpa disetorkan terlebih dahulu ke Kas Negara dan
dipertanggungjawabkan ke KPPN dengan mengajukan SPM Pengesahan. Satker BLU bertahap,
masih dilaksanakan setoran pendapatan ke kas negara sebesar prosentase yang telah ditetapkan
oleh Menteri Keuangan.

Pertanyaan
penyusunan Laporan Keuangan satker BLU
Jawab
1. Satuan kerja (satker) instansi pemerintah yang akan menerapkan pola pengelolaan keuangan
BLU harus memenuhi 3 (tiga) persyaratan, yaitu: substantif, teknis, dan administratif. Salah

satu dokumen dalam persyaratan administratif adalah laporan keuangan pokok yang berlaku
bagi instansi tersebut, termasuk laporan relisasi anggaran/laporan operasional keuangan,
laporan posisi keuangan, laporan arus kas (dalam hal berlaku), dan catatan atas laporan
keuangan, serta neraca/prognosa neraca. Jadi kalau satker RSUD tersebut semula berbentuk
satker swadana atau satker PNBP, maka laporan keuangan yang disajikan sebagai persyaratan
administratif terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, dan Catatan atas
Laporan Keuangan (CaLK) terakhir. Laporan Keuangan yang telah disusun tersebut
selanjutnya dianalisa menggunakan metode analisa horisontal dan vertikal, serta memakai
berbagai teknik analisa, antara lain: analisa perubahan laporan keuangan, analisa persentase
per komponen, analisa trend, analisa rasio, dan analisa kesesuaiannya dengan rencana strategis
bisnis.
2. BLU diberi jangka waktu 2 tahun untuk mengembangkan dan menerapkan sistem akuntansi
keuangan sesuai dengan jenis layanan BLU dengan mengacu kepada Standar Akuntansi
Keuangan yang berbasis akrual (pendapatan dan belanja dicatat saat diakui). Sistem ini
setidaknya meliputi tiga sistem besar, yaitu : Sistem Akuntansi Keuangan, Sistem Akuntansi Aset
Tetap dan Sistem Akuntansi Biaya. Disamping itu, BLU juga mengembangkan sub sistem
akuntansi keuangan yang mengacu kepada Standar Akuntansi Pemerintahan yang berbasis kas
(pendapatan dan belanja dicatat saat kas diterima /dikeluarkan) dalam rangka pengintegrasian
Laporan Keuangan BLU dengan Laporan Keuangan kementerian negara/lembaga.
3. Apabila suatu RS telah menerapkan sistem akuntansi yang umum berlaku di dunia bisnis
berdasarkan kaidah-kaidah akuntansi yang secara umum berlaku, maka pada dasarnya tidak
terdapat perbedaan berarti dalam penerapan sistem akuntansi ketika nantinya manjadi satker
BLU. Sepengetahuan kami Kementerian Kesehatan mempunyai Pedoman Akuntansi Rumah
Sakit (PARS) yang berbasis akrual sebagai rujukan pelaksanaan akuntansi keuangan di
lingkungan rumah sakit.

Pertanyaan
pedoman penyusunan tarif layanan Badan Layanan Umum (BLU)
Jawab
1. Sampai saat ini pedoman pelaksanaan penyusunan tarif yang berbentuk aturan di bawah
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan
Layanan Umum masih dalam proses pembahasan di Direktorat Pembinaan PK-BLU,
sehingga penyusunan tarif layanan BLU hendaknya mengacu pada PP Nomor 23 Tahun
2005. IAIN Raden Intan Lampung dapat mengajukan usulan tarif layanan kepada Menteri
Keuangan untuk ditetapkan.
2. Mengacu pada Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005, dijelaskan bahwa tariff
layanan BLU disusun atas dasar perhitungan biaya per unit layanan. Sebagaimana diketahui,
perhitungan biaya per unit layanan tersebut merupakan salah satu komponen di dalam RBA
satker BLU. Tarif layanan diusulkan oleh BLU berkenaan kepada Menteri Agama yang
selanjutnya akan diajukan kepada Menteri Keuangan untuk ditetapkan. Di dalam usulan
tersebut hendaknya Satker BLU melampirkan justifikasi kebijakan tarif layanan berdasarkan 4

(empat) aspek, yaitu:
a. Kontinuitas dan pengembangan layanan;
b. Daya beli masyarakat;
c. Asas keadilan dan kepatutan; dan
d. Kompetisi yang sehat.
3. Justifikasi tersebut akan digunakan oleh Tim Penilai Usulan Tarif dan Remunerasi BLU di
lingkungan Kementerian Keuangan untuk menyetujui atau menolak usulan dimaksud.

Pertanyaan
saldo awal kas satker BLU
Jawab
1. Satker pengguna PNBP yang berubah status menjadi satker BLU harus melakukan langkahlangkah awal sebagai berikut:
a. Menyetorkan seluruh PNBP yang diterimanya sebelum ditetapkan sebagai satker yang
menerapkan pola pengelolaan keuangan BLU ke kas negara untuk kemudian ditarik kembali
menggunakan mekanisme penggunaan PNBP.
b. Menyusun RBA, karena RBA merupakan pedoman kegiatan satker BLU.
c. Merevisi DIPA, ketika masih sebagai satker pengguna PNBP maka DIPA yang dimilki satker
adalah DIPA sebagaimana satker lainnya. Namun ketika sudah berubah menjadi satker BLU
maka DIPA yang ada harus direvisi menjadi DIPA BLU. Perbedaan mencolok antara DIPA biasa
dan DIPA BLU selain munculnya akun BLU juga pada halaman pengesahan terdapat saldo awal
dan saldo akhir.
Dalam masa awal (transisi) tentunya belum ada saldo kas karena seluruh PNBP telah disetor ke
kas negara. Pada periode berikutnya kalau memang pendapatan BLU tidak seluruhnya
dibelanjakan, maka akan ada saldo awal yang dapat digunakan pada tahun anggaran
berikutnya.
2. Satker BLU tetap merupakan bagian dari Kementerian Negara/Lembaga sehingga RBA
satker BLU adalah bagian yang tak terpisahkan dari RKA K/L. Oleh karena itu, satker BLU
pada dasarnya tetap terikat dengan aturan SBU dalam melakukan pembayaran baik yang
bersumber dari rupiah murni maupun penerimaan BLU.
Namun demikian, satker BLU dapat mempergunakan standar biaya lain melalui:
a. Penetapan Standar Biaya Khusus oleh Menteri Keuangan.
b. Penggunaan standar biaya berdasarkan perhitungan akuntansi biaya sebagai bagian dari
biaya satuan (unit cost) pada saat penetapan tarif oleh Menteri Keuangan.
c. Mulai tahun 2011 apablia satker BLU telah mempunyai perhitungan akuntansi biaya
sebagaimana disebutkan dalam Lampiran I1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor:
104/PMK.02/2010 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencanan Kerja dan
Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA K/L) Tahun Anggaran 2011, rnaka
penyusunan RBA-nya menggunakan standar biaya tersebut, sedangkan untuk satker BLU yang
belum mampu menyusun standar biaya, RBA disusun berdasarkan Standar Biaya Umum (SBU).
3. Salah satu kewajiban satker BLU adalah menyusun tarif yang selanjutnya diusulkan kepada
Menteri Keuangan untuk mendapat penilaian dan penetapan. Sebelum adanya Keputusan

Menteri Keuangan maka satker BLU dalam memberikan jasa layanannya tetap menggunakan
PP yang ada sebagai dasar pengenaan tarif.

Pertanyaan
cara penilaian kinerja satker BLU yang telah ditetapkan
Jawab
1. PP No.23/2005 tentang PK BLU pasal 34 mengatur sebagai berikut:
a. Pembinaan teknis BLU dilakukan oleh menteri/pimpinan lembaga;
b. Pembinaan keuangan BLU dilakukan oleh menteri keuangan.
2. Sesuai dengan butir 1 di atas, Kementerian Keuangan hanya melakukan penilaian kinerja
satker BLU dari aspek keuangan, yaitu mengevaluasi capaian atas:
a. Indikator Rasio Keuangan:
- Rasio Vertikal, meliputi antara lain Rasio Kas (cash ratio), Rasio Lancar (current ratio),
Periode Penagihan Piutang (collection period), Perputaran Aset Tetap (fixed asset turnover),
Imbalan atas Aktiva Tetap (return on asset), dan Imbalan Ekuitas (return on equity);
- Rasio Horisontal, meliputi antara lain Peningkatan Pendapatan (PNBP), Peningkatan
Pendapatan Usaha Jasa Layanan, Peningkatan Pendapatan Usaha Lainnya, Peningkatan Nilai
Aset, dan Peningkatan Nilai Aset Tetap.
b. Indikator Kepatuhan, meliputi antara lain pelaporan keuangan, pentarifan, dan Standard
Operating Procedure (SOP) pengelolaan keuangan.
Atas capaian indikator-indikator di atas kemudian dilakukan scoring/penilaian dan pembobotan
dengan nilai tertentu. Skor/nilai total kemudian diberi kriteria kurang baik, cukup, atau baik,
yang menunjukkan nilai kinerja satker BLU dari aspek keuangan.
3. Mengenai penilaian kinerja teknis/operasional, kami sarankan untuk mengacu pada pedoman
penilaian kinerja rumah sakit di lingkungan Kementerian Kesehatan.

Pertanyaan
cut off pendapatan dan belanja satker BLU
Jawab
1. Pasal 14 Perdirjen Perbendaharaan No. PER-30/PB/2011 tentang Mekanisme Pengesahan
Pendapatan dan Belanja Satker BLU mengatur sebagai berikut:
a. BLU tidak melakukan cut off realisasi pendapatan dan/atau belanja BLU terhadap SP3B BLU
akhir triwulan IV.
b. Penyampaian SP3B BLU pada akhir triwulan IV tahun anggaran berkenaan, mengikuti
ketentuan mengenai langkah-langkah akhir tahun anggaran.
2. Pasal 37 Perdirjen Perbendaharaan No.PER-73/PB/2011 tentang Langkah-langkah Dalam

Menghadapi Akhir Tahun Anggaran 2011, mengatur bahwa SP3B BLU triwulan IV atas realisasi
sampai dengan tanggal 31 Desember 2011 harus diterima KPPN paling lambat tanggal 9
Januari 2012.
3. Terhadap pertanyaan tersebut dapat kami sampaikan:
a. SP3B triwulan IV atas realisasi pendapatan dan belanja s.d. tanggal cut off (31 Oktober)
dapat disahkan sebagaimana butir 1 dan 2.
b. Realisasi pendapatan dan belanja setelah cut off (November dan Desember 2011) juga dapat
dilakukan pengesahan sebagaimana huruf a.
c. Pengesahan atas pendapatan dan belanja di atas harus memperhatikan ketentuan Perdirjen
Perbendaharaan No.PER-55/PB/2011 tentang Tata Cara Revisi RBA Definitif dan Revisi DIPA
BLU.

Pertanyaan
kebijakan/proses akuntansi serta konversi data BLU kedalam SAKPA
Jawab
Perlu kami sampaikan bahwa surat Direktur Jenderal Perbendaharaan nomor S-11279/PB/2011
tanggal 7 Desember 2011 hal Konsolidasi Pendapatan dan Belanja PT BHMN TA 2011 ke dalam
Laporan Keuangan Kemendikbud TA 2011 pada dasarnya diperuntukkan agar laporan
keuangan BHMN dapat disahkan ke dalam laporan keuangan Kemendikbud. Tata cara yang
dipergunakan adalah tata cara konsolidasi sebagaimana digunakan oleh satker BLU. Namun
demikian, Universitas Sumatera Utara (USU) pada saat ini belum berstatus PTN-BLU.
Terhadap pertanyaan-pertanyaan Saudara dapat kami sampaikan sebagai berikut :
1. Dana PNBP yang ada harus masuk ke dalam mekanisme APBN melalui pengesahan
pendapatan dan belanja PNBP. Untuk itu, satker perlu merevisi DIPA terlebih dahulu menjadi
DIPA BLU untuk menampung belanja yang sumber dananya berasal dari PNBP. Selanjutnya,
proses pengesahan pendapatan dan belanja PNBP dapat dilakukan pada KPPN setempat;
2. Data pengesahan pendapatan dan belanja BLU tahun 2011 merupakan dokumen sumber bagi
transaksi pada SAKPA. Petunjuk lebih lanjut mengenai proses konsolidasinya agar mengikuti
surat Direktur Jenderal Perbendaharaan nomor S-11924/PB/2011 tanggal 28 Desember 2011
hal Konsolidasi Pelaporan Keuangan PTN eks BHMN;
3. Bagan akun standar yang terkait dengan BLU agar berpedoman pada Peraturan Menteri
Keuangan nomor 91/PMK.05/2009 tentang Bagan Akun Standar. Saudara dapat mengunduh
PMK dimaksud melalui http://www.perbendaharaan.go.id.

Pertanyaan
remunerasi BLU dan hubungannya dengan kinerja pegawai
Jawab

1. Dalam pengelolaan BLU, kepada pejabat pengelola, dewan pengawas, dan pegawai BLU
dapat diberikan remunerasi berdasarkan tingkat tanggung jawab dan tuntutan profesionalisme
yang diperlukan. Remunerasi BLU tersebut ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan
atas usulan menteri/pimpinan lembaga (Pasal 36 PP 23/2005). Peraturan lebih lanjut tentang
remunerasi diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 10/PMK.02/2006 jo PMK Nomor
73/PMK.05/2007 tentang Pedoman Penetapan Remunerasi bagi Pejabat Pengelola, Dewan
Pengawas dan Pegawai BLU.
2. Komponen remunerasi terdiri dari:
a. Gaji, adalah imbalan finansial bersih yang diterima setiap bulan oleh pejabat pengelola dan
pegawai BLU.
b. Honorarium, adalah imbalan finansial bersih yang diterima setiap bulan oleh Dewan
Pengawas dan Sekretaris Dewan Pengawas.
c. Tunjangan (Tetap) adalah, tambahan pendapatan di luar gaji yang diterima oleh pejabat
pengelola dan pegawai BLU, yang diberikan berdasarkan prestasi kerja, lokasi kerja, tingkat
kesulitan pekerjaan, kelangkaan profesi, dan unsur pertimbangan rasional lainnya.
d. Bonus atas prestasi, adalah pemberian pendapatan tambahan bagi pejabat pengelola,
pegawai, Dewan pengawas dan sekretaris dewan pengawas BLU yang hanya diberikan setahun
sekali bila syarat-syarat tertentu dipenuhi.
3. Besaran remunerasi ditetapkan dengan mempertimbangkan faktor-faktor:
a. Proporsionalitas
Yaitu pertimbangan atas ukuran (size) dan jumlah aset yang dikelola oleh BLU serta tingkat
pelayanan. Pertimbangan ini sejalan dengan compensable factor, meliputi segala jenis faktor
yang dipilih untuk menentukan seberapa besarnya nilai suatu jabatan. Pertimbangan yang bisa
digunakan untuk mengukur proporsionalitas atas besaran remunerasi adalah:
1) Posisi Jabatan. Posisi jabatan yang sama, untuk jenis layanan yang berbeda ataupun
berdasarkan besar kecilnya unit yang dikelola tentunya tidak bisa disamakan besaran
remunerasinya. Misal: Rektor Universitas Indonesia tidak bisa disamakan besaran
remunerasinya dengan Direktur Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran pada Kementerian
Perhubungan.
2) Individu yang bersangkutan. Pegawai dengan reputasi atau pengalaman tertentu tentunya
tidak bisa disamakan dengan orang yang belum punya reputasi atau pengalaman. Misal:
Meskipun menangani pekerjaan yang sama, orang yang punya pengalaman biasanya akan
menghasilkan hasil kerja yang lebih baik.
3) Kinerja. Pegawai yang mempunyai kinerja lebih baik tentunya tidak bisa disamakan
remunerasinya dengan pegawai dengan kinerja yang biasa-biasa saja.
b. Kesetaraan
Yaitu dengan memperhatikan industri sejenis. Industri sejenis tersebut bisa berupa yang bidang
usahanya sama ataupun pada wilayah yang sama. Untuk posisi tertentu, misal: akuntan, tidak
bergantung pada bidang usaha karena akuntan bisa bekerja pada berbagai perusahaan yang
berbeda-beda bidang usahanya. Selanjutnya juga yang perlu dibandingkan adalah gaji dasar
(base salary) dan total penghasilan (total cash). Masing-masing satker BLU kemungkinan
menerapkan remunerasi yang bervariasi sesuai dengan desain remunerasi yang mereka susun.
c. Kepatutan
Yaitu menyesuaikan dengan kemampuan pendapatan BLU yang bersangkutan. Proporsi
pendapatan yang digunakan untuk remunerasi juga menjadi salah satu pertimbangan yang
digunakan untuk memberikan justifikasi atas usulan remunerasi yang diajukan.

d. Kinerja Operasional
Yaitu kinerja operasional BLU yang ditetapkan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga, yang
sekurang-kurangnya mempertimbangkan indikator keuangan, pelayanan, mutu dan manfaat dari
masyarakat. Kinerja operasional ini bisa dijadikan pertimbangan dalam penentuan remunerasi
ataupun dasar pemberian bonus atas prestasi kerja.
4. Agar diperoleh remunerasi yang dapat dikaitkan dengan kinerja pegawai, tahapan dalam
pengelolaan remunerasi dapat dilaksanakan sebagai berikut:
a. Analisa dan Uraian Jabatan (Job Description and Analysis)
Analisa jabatan adalah proses secara sistematis untuk mendapatkan informasi-informasi yang
penting dan relevan mengenai suatu Jabatan. Sedangkan uraian jabatan adalah menjelaskan
mengenai apa yang harus dikerjakan, mengapa dikerjakan, dimana dikerjakan, dan secara
ringkas bagaimana mengerjakannya.
b. Penilaian Jabatan (Job Evaluation)
Adalah proses secara sistematis untuk menilai besar-kecilnya atau bobot (secara relatif)
jabatan-jabatan yang terdapat dalam suatu organisasi. Berdasarkan penilaian jabatan akan
diperoleh pemeringkatan jabatan (Job Grading). Yang dibutuhkan untuk menilai suatu jabatan
adalah:
1) “Compensable Factor” adalah segala jenis faktor yang dipilih untuk menentukan besarnya
nilai jabatan; dan
2) Faktor tersebut memiliki beberapa derajat/tingkatan pengukuran.
Compensable factor yang umum terdiri dari:
1) Kemampuan (Skill) yang meliputi: pengetahuan (formal maupun non-formal), kemampuan
analitik, kemampuan fisik/visual, kreativitas, dan kemampuan berkomunikasi.
2) Aktivitas (effort) yang meliputi aktivitas fisik dan aktivitas mental.
3) Tanggung jawab (responsibility) yang meliputi: akibat terhadap organisasi, pengambilan
keputusan, hubungan internal atau eksternal organisasi, dan akuntabilitas.
4) Kondisi kerja (working condition) yang meliputi: tingkat resiko lingkungan kerja dan tingkat
kenyamanan tingkat kerja.
c. Struktur Remunerasi
Struktur remunerasi adalah untuk mendapatkan perimbangan/interaksi dari keadilan internal,
kesetaraan eksternal, dan kemampuan BLU. Struktur remunerasi ditentukan dengan menentukan
skala remunerasi tertinggi dan skala remunerasi terendah berdasarkan pemeringkatan jabatan.
d. Penilaian Kinerja
Untuk kepentingan penghargaan atas pekerjaan, maka setiap peringkat pekerjaan dapat
ditetapkan indeks berupa nilai atau angka. Indeks kinerja ini ditetapkan indeks kinerja individu
dan indeks kineraj unit. Indeks kinerja individu berupa perbandingan antara pencapaian total
target individu dengan Satuan Kerja Individu pada faktor-faktor yang ditentukan targetnya.
Total target wajib dideskripsikan secara spesifik, terukur, realistis, dapat dicapai, menantang
dan jelas waktu pencapaiannya.
Sedangkan indeks kinerja unit, pencapaian total target unit kerja sesuai struktur organisasi.
Tujuannya adalah agar setiap individu memberikan perhatian tinggi pada pencapaian kinerja
unit kerjanya. Penilaian kinerja ini dapat dijadikan acuan untuk memberikan reward
(misal:bonus) dan punishment.

Pertanyaan
perubahan anggaran (APBD) yang berakibat pada perubahan pendapatan maupun belanja yang
telah ditetapkan di dalam RBA
Jawab
Direktorat PK BLU Ditjen Perbendaharaan Kemenkeu berdasarkan PP 23 Tahun 2005 yang
ditindaklanjuti dengan PMK dan Perdirjen Perbendaharaan, BLU dapat melaksanakan revisi
RBA dan DIPA sesudah adanya APBN P (perubahan). Hal tersebut diatur pada PMK 91 tahun
2013 dan Perdirjen 55 tahun 2012.
Sedangkan bagi BLUD dalam rangka pengelolaannya didasarkan kepada PP 23 tahun 2005 dan
Peraturan Pengelolaan Keuangan Daerah oleh karena itu permasalahan perubahan RBA BLUD
setelah perubahan APBD dilaksanakan dalam kerangka fleksibilitas sebagai BLU dan juga
dalam kerangka Pengelolaan Keuangan Daerah, mengingat BLUD merupakan satker daerah,
lebih lanjut mengenai hal ini dapat ditanyakan kepada Kemendagri sesuai dengan
kewenangannya.

Pertanyaan
pemberian tunjangan asuransi untuk pegawai BLU berupa tunjangan hari tua
Jawab
Pemberian tunjangan hari tua kepada pegawai BLU RS Dr. H.A Rotinsulu Bandung hendaknya
memperhatikan ketentuan yang ada yaitu Peraturan Menteri Keuangan No.10/PMK.02/2006
tentang Pedoman Penetapan Remunerasi bagi Pejabat Pengelola Pengawas dan Pegawai
Badan Layanan Umum.
Pasal 7 : “BLU dapat memberikan tunjangan tetap,bonus atas prestasi, pesangon dan atau
pensiun kepada Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas, Sekretaris Dewan Pengawas dan Pegwai
BLU, dengan memperhatikan kemampuan pendapatn BLU yang bersangkutan”.
Dari pasal tersebut telah dijelaskan bahwa kepada pegawai BLU (Khususnya PNS) hanya dapat
diberikan berupa tunjangan tetap,bonus atas prestasi dan atau pesangon. Sedangkan untuk
pegawai BLU (Non PNS) dapat diberikan berupa tunjangan tetap, insentif, bonus atas prestasi,
pesangon dan atau pensiun. Pemberian tunjangan pensiun bagi pegawai BLU (Non PNS) dapat
melalui jasa asuransi pensiun (Jamsostek) dengan mengacu pada ketentuan UU
Ketenagakerjaan No.3 Tahun 1992. Namun pemberian tunjangan asuransi pensiun pegawai
BLU Non PNS hendaknya memperhatikan azas keadilan dan kepatutan kepada pegawai BLU
lainnya.
Pasal 8 ayat 1 : “Pada setiap akhir masa jabatannya, Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas
dan Sekretaris Dewan Pengawas dapat diberikan pesangon berupa santunan purna jabatan
dengan pengikutsertaan dalam program asuransi atau tabungan pensiun yang beban

premi/iuran tahunannya ditanggung BLU”.
Ayat 2 : “Premi atau iuran tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan paling
banyak sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari gaji/honorarium dalam satu tahun”.
Dari pasal 7 dan 8 tersebut dapat ditafsirkan bahwa khusus bagi Pejabat Pengelola, Dewan
Pengawas dan Sekretaris Dewan Pengawas selain mendapatkan tunjangan tetap, insentif, bonus
atas prestasi, dapatpula diberikan pesangon berupa santunan purna jabatan atau tabungan
pensiun yang beban premi/iuran tahunannya ditanggung BLU.
Pasal 9 ayat 1 : “Besaran remunerasi untuk Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas, Sekretaris
Dewan Pengawas dan Pegawai BLU pada masing-masing BLU diusulkan oleh
Menteri/Pimpinan lembaga kepada Menteri Keuangan”.
Ayat 2 : “Berdasarkan usulan sebagaiman dimaksud pada ayat (1) Menteri Keuangan
menetapkan besaran remunerasi untuk Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas, Sekretaris Dewan
Pengawas dan Pegawai BLU untuk masing-masing BLU”.
Berdasarkan pasal 9 tersebut RS Paru Dr. H.A Rotinsulu bila berencana memberikan
remunerasi berupa tunjangan asuransi hendaknya mengusulkan kepada Menteri Kesehatan
untuk diteruskan kepada Menteri Keuangan untuk mendapatkan persetujuan.
Terkait dengan permasalahan kontrak atau perikatan dengan perusahaan asuransi hendaknya
mengacu kepada Perpres 54 tahun 2010 jo Perpres 70 tahun 2012 tentang Pengadaan Barang
dan Jasa dilingkungan Pemerintah.

Pertanyaan
Apakah bisa pegawai kami yang menjadi moderator di suatu seminar yang kami adakan,
mendapatkan honorarium sesuai dengan yang ada di SBU?
Jawab
Sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor PMK-84/PMK.02/2011 tentang
Standar Biaya Umum tahun 2012 ditegaskan bahwa ”Honorarium narasumber diberikan
kepada pegawai negeri/non pegawai negeri yang memberikan informasi/pengetahuan kepada
pegawai negeri lainnya/masyarakat.
Honorarium narasumber pegawai negeri dapat diberikan dengan ketentuan :
Berasal dari luar lingkup unit eselon I penyelenggara;
Berasal dari lingkup unit eselon I penyelenggara sepanjang peserta yang menjadi sasaran
utama kegiatan berasal dari luar lingkup unit eselon I berkenaan/masyarakat.
Dalam hal narasumber melakukan perjalanan dinas, narasumber dapat diberikan uang harian
perjalanan dinas dan honorarium selaku narasumber.”
Oleh karena itu, menurut pendapat kami perlu diperjelas terlebih dahulu konteks dari
permasalahan yang diajukan tersebut, yaitu dengan mengklarifikasi peserta dari kegiatan
dimaksud.

Pertanyaan
Salam, kami satker BLU, bisakah belanja kegiatan tahun kemarin dibayar pada tahun berikutnya
dengan memasukkan kegiatan tersebut dalam POK tahun berikutnya, dasar hukumnya apa
mohon penjelasannya
Jawab
Pada prinsipnya, belanja untuk kegiatan tahun yang lalu harus dibayar pada tahun yang lalu
melalui DIPA tahun berkenaan.
Pertanyaan tidak menyebutkan jenis kegiatan yang akan dibayar pada tahun berikutnya
tersebut. Oleh karena itu, penyelesaiannya harus dilihat dulu jenis kegiatannya dan akan
diselesaikan kasus per kasus.
Apabila belanja tersebut merupakan tunggakan yang sifatnya untuk belanja operasional
(misalnya untuk membayar listrik, membeli obat, dll), dapat dibayar langsung tanpa melalui
revisi DIPA

Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis korelasi antara lama penggunaan pil KB kombinasi dan tingkat keparahan gingivitas pada wanita pengguna PIL KB kombinasi di wilayah kerja Puskesmas Sumbersari Jember

11 241 64

ANALISIS PENGARUH PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE TERHADAP KINERJA PEMERINTAH DAERAH (Studi Empiris pada Pemerintah Daerah Kabupaten Jember)

37 330 20

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22