PENANGANAN KERUSAKAN LINGKUNGAN AKIBAT P

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Pengelolaan Sumber Daya Alam di era Otonomi daerah banyak

menimbulkan dampak negatif keinginan Pemda untuk menghimpun pendapatan
asli daerah (PAD), telah menguras sumber daya alam potensial yang ada, tanpa
mempertimbangkan dampak negatif/kerusakan lingkungan. Era Otonomi daerah
tidak disikapi baik oleh aparat Pemda, DPRD maupun warga masyarakat dengan
kematangan berfikir, bersikap dan bertindak. Masing-masing elemen masyarakat
lebih menonjolkan hak dari pada kewajiban dalam mengatur dan mengurus
sesuatu yang menjadi kepentingan umum. Dengan kata lain, masing-masing lebih
mengedepankan egonya untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya.
Pemahaman terhadap Otonomi daerah yang keliru, baik oleh aparat
maupun oleh warga masyarakat menyebabkan pelaksanaan Otonomi daerah
menyimpang dari tujuan mewujudkan masyarakat yang aman, damai dan
sejahtera. Keterbatasan sumberdaya dihadapkan dengan tuntutan kebutuhan dana
(pembangunan dan rutin operasional pemerintahan) yang besar, memaksa Pemda
menempuh pilihan yang membebani rakyat, misalnya memperluas dan atau

meningkatkan objek pajak dan retribusi, menguras sumberdaya alam yang
tersedia, dan lain-lain. Kesempatan seluas-luasnya yang diberikan kepada
masyarakat untuk berpartisipasi dan mengambil peran, juga sering disalah artikan,
seolah-olah merasa diberi kesempatan untuk mengekspolitasi sumber daya alam
dengan cara masing-masing semaunya sendiri.
Terlepas dari hal itu, kerusakan lingkungan akibat eksploitasi SDA yang
besar-besaran menjadi permasalahan serius di daerah. Berdasarkan UU nomer 32
tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH),
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan
terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan dan mencegah
terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi
perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan
penegakkan hukum.
1

Selain itu, pembangunan di daerah banyak yang yang tidak berprinsip
pada pembangunan berkelanjutan (suistanable development). Pembangunan yang
dilakukan serigkali menimbulkan kerusakan lingkungan ekosistem. Kewenangan
daerah untuk memberikan izin usaha industry maupun petambangan sumberdaya
mineral nampaknya tidak diindahkan oleh para pelaku usaha untuk menjaga

kelestaraian lingkungan hidup. Seperti yang kita tahu bahwa banyak daerah yang
mengalami kerusakan lingkunga akibat dari eklpoitasi sumber daya alam dan
pembangunan industri. Seperti contoh daerah Papua dengan PT Freeportnya,
Kalimantan Timur dengan Pertambanganya, Jakarta dengan Industrinya, dan
seperti daerah penulis sendiri yaitu Kab Sinjai banyak pembangunan perumahan
tanpa memperhatikan ketersedissan lahan pertanian yang patutnya tetap
dipertahankan.
Kewenangan yang diberikan pemerintah pusat dalam bentuk otonomi
daerah nampaknya belum dimaknai secara benar, banyak daerah yang karena
terobsesi dengan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan, membiarkan
lingkunganya mengalami kerusakan. Dimana hal itu jelas melanggar daripada UU
nomor 32 tahun 2009 tentang UUPLH. Pelanggaran atas UU tersebut jelas tidak
sesuai dengan tujuan awal dengan otonomi daerah.
Berpijak pada latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk
menggungkapkan dan membahas dalam bentuk penulisan makalah yang berjudul:
“Penanganan Kerusakan Lingkungan Akibat Pelaksanaan Otonomi Daerah”
1.2

Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas dan untuk lebih memfokuskan penulisan


makalah ini, maka rumusan masalah yang diangkat adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana langkah strategis yang digunakan untuk mengatasi kerusakan
lingkungan hidup dalam hal pelaksanaan otonomi daerah?
1.3

Tujuan dan Kegunaan Penulisan
Adapun dari tujuan penulisan ini adalah:
1. Untuk mengetahui langkah strategis yang digunakan untuk mengatasi
kerusakan lingkungan hidup dalam hal pelaksanaan otonomi daerah.

2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Otonomi Daerah
1. Pengertian dan Hakikat Otonomi Daerah
Otonomi Daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan


mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan (pasal 1 huruf
(h) UU NOMOR 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah). Daerah Otonom,
selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan
Negara Kesatuan Republik Indonesia (pasal 1 huruf (i) UU NOMOR 22 tahun
1999 tentang Pemerintahan Daerah).
Dalam Undang-Undang No. 32 tahun 2004 pasal 1 ayat 5, pengertian
otonomi derah adalah hak ,wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan menurut
Suparmoko (2002:61) mengartikan otonomi daerah adalah kewenangan daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Otonomi daerah dengan sistem
desentralisasi yaitu penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada
daerah otonom dalam rangka negara kesatuan.
Desentralisasi


mengandung

segi

positif

dalam

penyelenggaraan

pemerintahan baik dari sudaut politik, ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan
keamanan, karena dilihat dari fungsi pemerintahan. Sedangkan otonomi daerah
dengan sistem dekonsentrasi adalah peimpahan wewenang dari pemerintahan
kepada daerah otonom sebagai wakil pemerintah dan perangkat pusat di daerah
dalam kerangka negara kesatuan, dan lembaga yang melimpahkan kewenangan
dapat memberikan perintah kepada pejabat yang telah dilimpahi kewenangan itu
mengenai pengambilan atau pembuatan keputusan.

3


Pelaksanaan otonomi daerah pada hakikatnya adalah upaya untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan melaksanakan kegiatan-kegiatan
pembangunan sesuai dengan kehendak dan kepentingan masyarakat. Berkaitan
dengan hakikat otonomi daerah tersebut yang berkenaan dengan pelimpahan
wewenang pengambilan keputusan kebijakan, pengelolaan dana publik dan
pengaturan

kegiatan

dalam penyelenggaraan

pemerintah

dan

pelayanan

masyarakat maka peranan data keuangan daerah sangat dibututuhkan untuk
mengidentifikasi sumber-sumber pembiayaan daerah serta jenis dan besar belanja
yang harus dikeluarkan agar perencanaan keuangan dapat dilaksanakan secara

efektif dan efisien.
Data keuangan daerah yang memberikan gambaran statistik perkembangan
anggaran dan realisasi, baik penerimaan maupun pengeluaran dan analisa
terhadapnya merupakan informasi yang penting terutama untuk membuat
kebijakan dalam

pengelolaan keuangan daerah untuk meliahat kemampuan/

kemandirian daerah.
2.2

Lingkungan
1. Pengertian Lingkungan
Hamparan laut biru yang luas, dataran, bukit-bukit, pegunungan, langit

yang biru yang disinari matahari, semuanya merupakan lingkungan alam.
Lingkungan hidup mencakup lingkungan alam yang meliputi lingkungan fisik,
biologi, dan budaya.
Berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 1 menyebutkan pengertian lingkungan

hidup sebagai berikut: “Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua
benda, daya keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya,
yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain”
Lingkungan hidup sebagaimana yang dimaksud dalam undang- undang
tersebut merupakan suatu sistem yang meliputi lingkungan alam hayati,
lingkungan alam non-hayati, lingkungan buatan, dan lingkungan sosial. Semua
komponen-komponen lingkungan hidup seperti benda, daya, keadaan, dan

4

makhluk hidup berhimpun dalam satu wadah yang menjadi tempat berkumpulnya
komponen itu disebut ruang.
Pada ruang ini berlangsung ekosistem, yaitu suatu susunan organisme
hidup dimana diantara lingkungan abiotik dan organisme tersebut terjalin interaksi
yang harmonis dan stabil, saling memberi dan menerima kehidupan.
Kita sepakat bahwa lingkungan hidup sangatlah penting. Kita juga perlu
menyadari bahwa masalah lingkungan adalah masalah bersama, masalah masa
depan bagi kita semuadan masalah bagi generasi mendatang. Seharusnya kita
sebagai manusia yang mempunyai akal pikiran tidak akan membiarkan kerusakan

lingkungan terus terjadi. Dengan kita mengabaikan lingkungan hidup sama saja
dengan kita membunuh diri kita sendiri dengan perlahan-lahan melalui
lingkungan yang lebih kita rusak.
2.3

Kerusakan Lingkungan
1. Pengertian Kerusakan Lingkungan
Kerusakan lingkungan hidup dapat diartikan sebagai proses deteriorasi

atau penurunan mutu (kemunduran) lingkungan. Deteriorasi lingkungan ini
ditandai dengan hilangnya sumber daya tanah, air, udara, punahnya flora dan
fauna liar, dan kerusakan ekosistem.
Kerusakan lingkungan menjadi masalah yang telah menjadi perhatian
dunia secara global. Hal tersebut dikarenakan oleh berbagai kerusakan lingkungan
yang terjadi di berbagai negara yang semakin parah, baik di negara maju maupun
di negara berkembang. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya kerusakan
lingkungan hidup, di antaranya disebabkan oleh berbagai kegiatan industri
modern yang menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan serta disebabkan
dampak negatif dari kemiskinan. Berbagai masalah kerusakan lingkungan yang
banyak terjadi antara lain, kerusakan hutan, erosi tanah, kepunahan satwa liar,

kepunahan tumbuh-tumbuhan, dan lain-lain.
Bentuk kerusakan lingkungan yang disebabkan faktor alam pada
umumnya merupakan bencana alam, seperti letusan gunung api, banjir, abrasi,
angin puting beliung, gempa bumi, tsunami, dan sebagainya. Adapun kerusakan
lingkungan hidup di tepi pantai disebabkan oleh adanya abrasi, yaitu pengikisan

5

pantai oleh air laut yang terjadi secara alami. Peristiwa gempa bumi merupakan
kekuatan alam yang berasal dari dalam bumi dan dapat menyebabkan getaran di
permukaan bumi. Gempa bumi sering terjadi di berbagai belahan dunia, termasuk
di Indonesia sehingga menimbulkan kerusakan pada lingkungan. Kerusakan
lingkungan hidup oleh alam terjadi karena adanya gejala atau peristiwa alam yang
terjadi secara hebat sehingga memengaruhi keseimbangan lingkungan hidup.
Proporsi kerusakan lingkungan yang disebabkan kegiatan manusia
sebetulnya jauh lebih besar dibandingkan dengan kerusakan lingkungan yang
disebabkan oleh alam. Bentuk keruskan lingkungan yang disebabkan oleh
manusia di antaranya pencemaran sungai oleh limbah industri, penebangan hutan
secara massal dan ilegal, dan sebagainya. Penebangan-penebangan hutan untuk
keperluan industri, lahan pertanian, dan kebutuhan-kebutuhan lainnya telah

menimbulkan kerusakan lingkungan hidup yang luar biasa. Kerusakan lingkungan
hidup yang terjadi menyebabkan timbulnya lahan kritis, ancaman terhadap
kehidupan flora dan fauna, dan kekeringan.
Pencemaran lingkungan dapat terjadi terhadap air, tanah, dan udara. Pada
umumnya, pencemaran air dan tanah terjadi karena pembuangan limbah-limbah
industri dan biasanya terjadi di perkotaan. Adapun pencemaran terhadap udara
terjadi karena hasil pembakaran bahan bakar. Kasus-kasus pencemaran perairan
telah sering terjadi karena pembuangan limbah industri ke dalam tanah, sungai,
danau, dan laut. Kebocoran-kebocoran pada kapal-kapal tanker dan pipa-pipa
minyak yang menyebabkan tumpahan minyak ke dalam perairan menyebabkan
kehidupan di tempat itu terganggu, banyak ikan-ikan yang mati, tumbuhtumbuhan yang terkena genangan minyak pun akan musnah pula.

6

BAB III
PEMBAHASAN
3.1

Langkah Strategis Yang Digunakan Untuk Mengatasi Kerusakan
Lingkungan Hidup Dalam Otonomi Daerah
Sumber daya alam merupakan kekayaan yang dimiliki suatu daerah untuk

memajukan daerah tersebut. Sumber daya yang melimpah menjadi sumber
ekonomi untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Dalam usahanya itu
pemerintah daerah memanfaatkan ketersediaan sumber daya untuk dikelola
sebagai sumber pendanaan penyelenggaraan otonomi daerah. Kerusakan
lingkungan yang tenjadi di daerah jelas melaggar UU tentang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup. Terkait dengan hal itu sebenarnya pemerintah
perlu melakukan langkah-langkah alternatif baik menyangkut komitmen para
pengambil keputusan di derah maupun kemampuan teknis untuk menentukan
potensi dan masalah dalam penggunaan SDA.
Salah satu langkah yang strategis adalah pengkajian yang serius tentang
kebijakan daerah dalam pengelolaan lingkungan hidup. Kebijakan yang ideal
tentu saja adalah kebijakan yang mempertimbangkan secara tepat berbagai aspek
seperti pertumbuhan ekonomi, ketahanan sosial, kerentanan ekologi, dan
kepentingan generasi masa depan.
Dalam hal ini ada 2 langkah strategis yang dapat dielaborasikan dengan
penanganan kerusakan lingkungan yang terdiri dari :
1. Tindakan Preventif dan Represif
Upaya preventif dalam rangka pengendalian dampak lingkungan
hidup perlu dilaksanakan dengan mendayagunakan secara maksimal
instrumen pengawasan dan perizinan. Dalam hal pencemaran dan
kerusakan lingkungan hidup sudah terjadi, perlu dilakukan upaya represif
berupa penegakan hukum yang efektif, konsekuen, dan konsisten terhadap
pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup yang sudah terjadi.
Sehubungan dengan hal tersebut, perlu dikembangkan satu sistem hukum

7

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang jelas, tegas, dan
menyeluruh guna menjamin kepastian hukum sebagai landasan bagi
perlindungan dan pengelolaan sumber daya alam serta kegiatan
pembangunan lain.
Sesuai dengan ketentuan pasal 76 Undang undang nomor 32 tahun
2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dinyatakan
bahwa menteri, gubernur, atau bupati/walikota menerapkan sanksi
administratif kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan jika
dalam pengawasan ditemukan pelanggaran terhadap izin lingkungan.
Sanksi administratif tersebut terdiri atas:
1. Teguran tertulis;
2. Paksaan pemerintah;
3. Pembekuan izin lingkungan;
4. Pencabutan izin lingkungan.
Pengaturan

penegakan

hukum

lingkungan

melalui

sanksi

administrasi disebabkan kondisi bahwa penegakan hukum administrasi
mempunyai fungsi sebagai instrumen pengendalian, pencegahan, dan
penanggulangan perbuatan yang dilarang oleh ketentuan-ketentuan
lingkungan hidup. Melalui sanksi administasi dimaksudkan agar perbuatan
pelanggaran itu dihentikan, sehingga sanksi administrasi merupakan
instrument yuridis yang bersifat preventif dan represif non-yustisial untuk
mengakhiri atau menghentikan pelanggaran ketentuan-ketentuan yang
tercantum dalam persyaratan perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup.
Selain bersifat represif, sanksi administrasi juga mempunya sifat
reparatoir, artinya memulihkan keadaan semula, oleh karena itu
pendayagunaan sanksi administrasi dalam penegakan hukum lingkungan
penting bagi upaya pemulihan media lingkungan yang rusak atau tercemar.
Berbeda dengan sanksi perdata maupun sanksi pidana, penerapan sanksi
administrasi oleh pejabat administrasi dilakukan tanpa harus melalui
proses pengadilan (nonyustisial), sehingga penerapan sanksi administrasi
relatif lebih cepat dibandingkan dengan sanksi lainnya dalam upaya untuk

8

menegakkan hukum lingkungan. Yang tidak kalah penting dari penerapan
sanksi administrasi ini adalah terbukanya ruang dan kesempatan untuk
partisipasi masyarakat dalam upaya pengendalian dampak lingkungan.
2. Tindakan Preventif dan Kuratif
Upaya Pelestarian Lingkungan secara Preventif ialah secara
pencegahan. Sedangkan kuratif ialah secara perbaikan. Saat ini saya akan
menjelaskan tentang beberapa jenis cara pelestarian lingkungan antara
lain:
a. Protokol Montreal,1987
b. KTTBumi(EarthSummit),1992
c. Protokol Kyoto,1997
d. KTTPemanasanGlobal(GlobalWarmingSummit),2007
e. PNBL
 Yang pertama adalah Protokol Montreal. Protokol Montreal adalah
sebuah perjanjian internasional yang dirancang untuk melindungi
lapisan ozon dengan meniadakan sejumlah zat yang diyakini
bertanggung jawab atas berkurangnya lapisan ozon. Perjanjian
Internasional ini terbuka untuk ditandatangani pada 16 September
1987 dan berlaku sejak 1 Januari 1989. Protokol Montreal
mengandung inti bagi penetapan batas dasar bagi negara-negara
industri untuk mengurangi pemakaian enersi zat fosil yang bakal
meningkatkan emisi CO2 Gas Rumah Kaca (GRK) ke angkasa.
Akan tetapi tetap saja negara-negara industri tidak bersedia
menerapkan persetujuan yang dianggap mampu merusak industri
dan perekonomian negaranya.Setelah perjanjian itu dibuat, ini
menjadi salah satu perjanjian internasional yang berhasil dan
tersukses. Ini berarti upaya ini cukup berhasil dan bisa diperoleh
hasil yang cukup memuaskan.
 Yang kedua adalah KTT Bumi 1992, yaitu KTT Bumi yang
dilakukan di Rio de Janeiro. Ini adalah suatu perjanjian Negaranegara yang bernegosiasi untuk membentuk suatu aturan yang
lebih detil dalam mengurangi emisi gas rumah kaca. KTT Bumi

9

tersebut merupakan tindak lanjut dari Konferensi sejenis di
Montreal tahun 1985 yang menghasilkan Protokol Montreal. KTT
ini ditolak oleh Amerika Serikat. Amerika Serikat tidak menyetujui
Deklarasi Bumi dari KTT Bumi 1992 itu adalah pasal yang
menetapkan bahwa negara-negara industri kaya harus mengurangi
emisi Gas Rumah Kaca-GRK (gas yang berasal dari enersi
fosilnya). KTT Bumi diplot untuk melahirkan sebuah visi bersama
memasuki milenium ketiga, “Agenda 21”, dimana tekanannya pada
kerjasama

merawat

lingkungan

global,

dan

membantu

pembangunan berkelanjutan bagi negara-negara berkembang.
 Yang ketiga adalah Protokol Kyoto. Kyoto, Jepang sebagai tuan
rumah KTT yang diselenggarakan oleh UNEP berhasil dilahirkan
sebuah Protokol Kyoto 1997. Protokol Kyoto (setelah melalui
perdebatan sengit) ini bertujuan menurunkan suhu panas bumi
dengan mengurangi atau menghilangkan produksi GRK. Tiap
Negara , terutama negara industri kaya, diwajibkan untuk
menurunkan prosentase emisi GRK-nya ke udara. Ini juga lumayan
bagus untuk mengurangi pencemaran udara agar lapisan ozon tidak
terlalu cepat berlubang. Akhirnya Protokol Kyoto kesepakatan
internasional

dengan

tujuan

mengekang

buangan

GRK

diberlakukan 15 Februari 2005, tujuh tahun setelah pengesahannya
pada konferensi PBB (UN Environmental Program) di Kyoto 1997.
 Yang keempat adalah KTT Pemanasan Global (Global Warming
Summit),2007. Ini dilakukan untuk membuat kesepakatan politik
mengenai pemanasan global. Ini dilakukan di kota Bali. Para
pemimpin sepakat untuk mengurangi emisi gas rumah-kaca dan
untuk meningkatkan penggunaan sumber energi yang dapat terus
dihasilkan, sedikitnya 20 persen menjelang tahun 2020. Walau pun
begitu, sumber energi dapat terus dihasilkan, seperti listrik dari
tenaga air, tenaga surya dan tenaga angin, akan menggantikan
bahan-bahan bakar dari fosil yang sangat menimbulkan polusi,

10

seperti minyak dan batubara. KTT ini adalah lanjutan dari Protokol
Kyoto.
 Selanjutnya adalah PNBL. PNBL adalah Pembangunan Negara
Berwawasan Lingkungan. Ini dilakukan untuk menghasilkan
sesuatu

yang

berguna

untuk

memenuhi

kebutuhan

dan

meningkatkan kesejahterahan hidup manusia seutuhnya. Namun
yang terjadi adalah kondisi lingkungan global saat ini memburuk
sejalan dengan pertumbuhan pembangunan negara-negara di dunia
yang kurang berwawasan lingkungan, bahkan di Indonesia juga.
Hasil pengamatan para ahli menunjukkan bahwa pada satu abad
terakhir ini telah terjadi peningkatan suhu global sebagai akibat
meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca (GRK) di atmosfer.
Peningkatan ini menyebabkan terjadinya efek rumah kaca sehingga
suhu udara di permukaan bumi meningkat, yang dikenal dengan
pemanasan global serta terjadinya perubahan pola iklim. Jika tidak
ada upaya pengurangan emisi, maka bumi akan semakin panas.
Kondisi ini menyebabkan es di kutub mencair dan meningkatkan
permukaan air laut sehingga pulau-pulau kecil menjadi tenggelam.
Saya pernah membaca di Koran bahwa 76 pulau di Indonesia telah
hilang karena tenggelam. Ini karena efek dari pemanasan global
yang mengakibatkan es di kutub mencair dan berakibat banjir/ air
di bumi meningkat.

11

BAB IV
PENUTUP
4.1

Kesimpulan
Memanfaatkan ketersediaan sumber daya untuk dikelola sebagai sumber

pendanaan penyelenggaraan otonomi daerah merupakan wewenang yang dapat
dilakukan daerah penyelenggara otonomi di masing-masing wilayahnya.
Kerusakan lingkungan yang terjadi di daerah jelas melanggar UU tentang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Upaya preventif dalam rangka pengendalian dampak lingkungan hidup
perlu dilaksanakan dengan mendayagunakan secara maksimal instrumen
pengawasan dan perizinan. Dalam hal pencemaran dan kerusakan lingkungan
hidup sudah terjadi, perlu dilakukan upaya represif berupa penegakan hukum
yang efektif, konsekuen, dan konsisten terhadap pencemaran dan kerusakan
lingkungan hidup yang sudah terjadi. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu
dikembangkan satu sistem hukum perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup yang jelas, tegas, dan menyeluruh guna menjamin kepastian hukum sebagai
landasan bagi perlindungan dan pengelolaan sumber daya alam serta kegiatan
pembangunan lain.
Sesuai dengan ketentuan pasal 76 Undang undang nomor 32 tahun 2009
tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dinyatakan bahwa
menteri, gubernur, atau bupati/walikota menerapkan sanksi administratif kepada
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan jika dalam pengawasan ditemukan
pelanggaran terhadap izin lingkungan.
Upaya Pelestarian Lingkungan secara Preventif ialah secara pencegahan.
Sedangkan kuratif ialah secara perbaikan. Seperti yang dijelaskan sebelumnya
pada bab pembahasan tentang beberapa jenis cara pelestarian lingkungan antara
lain:
a.

Protokol Montreal,1987

b.

KTTBumi(EarthSummit),1992
12

4.2

c.

Protokol Kyoto,1997

d.

KTTPemanasanGlobal(GlobalWarmingSummit),2007

e.

PNBL

Saran
Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya maka untuk kembali pada tujuan

awal otonomi daerah yaitu meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. Dimana
dalam pelaksanaan otonomi daerah tersebut terdapat pelanggaran berupa
kerusakan lingkungan dan eksploitasi daerah. Penulis mengajukan kepada
pemerintah, masyarakat dan swasta sebagai berkut:
1.

Mempertegas kembali komitmen untuk memberdayakan lembaga

lingkungan di kabupaten dan kota baik dari sisi masalah lingkungan yag
mendesak, penetapan program prioritas, SDM, dan mitra lingkungan
2.
3.

Implikasi dari penguatan lembaga lingkungan di ssemua level SKPD
Renegosiasi terhadap pelaku usaha yang terbukti kegiatan usahanya

melanggar dan merusak lingkungan
4.

Pemberian sanksi yang berat terhadap oknum pejabat atau swasta yang

terbukti melakukan pengrusakan lingkungan
5.

Pengawasan dan pemberian izin yang ketat terhadap pelaku usaha yang

bergerak dibidang eksploitasi SDA.
Dengan langkah tersebut diharapkan upaya pencapaian tujuan otonomi
daerah tersebut tidak melanggar prisip dan kaidah kelestarian lingkungan.

13

DAFTAR PUSTAKA


Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah



Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup.



Protokol Montreal, 1987



KTT Bumi (Earth Summit), 1992



Protokol Kyoto, 1997



KTT Pemanasan Global (Global Warming Summit), 2007



PNBL (Pembangunan Nasional Berbasis Lingkungan)



Nurcholis dan Hanif. 2005. Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi
Derah. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.



Soemartono dan Gatot R. 1996. Hukum Lingkungan Indonesia. Jakarta:
Sinar Grafika.



Azwar A. 1990. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Yayasan
Mutiara.



Kuncoro. 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah; Reformasi,
Perencanaan, Strategi dan Peluang. Jakarta: Penerbit Erlangga



Huda dan Nimatul. 2005. Otonomi Daerah; Filosofi, Sejarah dan
Problematika. Yogyakarta: Pustaka pelajar.



Kansil, C.S.T. 2005. Sistem Pemerintahan Indonesia. Jakarta: PT Bumi
Aksara.

14

Dokumen yang terkait

EFEKTIVITAS PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN (P3K) TERHADAP SIKAP MASYARAKAT DALAM PENANGANAN KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS (Studi Di Wilayah RT 05 RW 04 Kelurahan Sukun Kota Malang)

45 393 31

KEBIJAKAN BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN DAERAH (BAPEDALDA) KOTA JAMBI DALAM UPAYA PENERTIBAN PEMBUANGAN LIMBAH PABRIK KARET

110 657 2

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

MAKALAH PENCEMARAN LINGKUNGAN

0 5 10

MAKALAH PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP

1 3 7

PENGARUH HASIL BELAJAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN TERHADAP TINGKAT APLIKASI NILAI KARAKTER SISWA KELAS XI DALAM LINGKUNGAN SEKOLAH DI SMA NEGERI 1 SEPUTIH BANYAK KABUPATEN LAMPUNG TENGAH TAHUN PELAJARAN 2012/2013

23 233 82

PENGAWASAN OLEH BADAN PENGAWAS LINGKUNGAN HIDUP KOTA BANDAR LAMPUNG TERHADAP PENGELOLAAN LIMBAH HASIL PEMBAKARAN BATUBARA BAGI INDUSTRI (Studi di Kawasan Industri Panjang)

7 72 52

PENGARUH KEPEMIMPINAN DAN LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN DI KANTOR KESATUAN BANGSA DAN POLITIK KOTA METRO

15 107 59

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF EXAMPLE NON EXAMPLE TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR RASIONAL SISWA PADA MATERI POKOK PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Eksperimen pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Waway Karya Lampung Timur Tahun Pela

7 98 60

HUBUNGAN ANTARA LINGKUNGAN BELAJAR DI SEKOLAH DAN MOTIVASI BELAJAR DENGAN PRESTASI BELAJAR IPS SISWA KELAS V SD NEGERI 1 RAJABASA RAYA KOTA BANDAR LAMPUNG

6 60 62