Makalah tentang Pengemis produk kakao kebun 1 pb

BAB I
PENDAHULUAN
1.

1 Latar Belakang
Jumlah penduduk yang semakin meningkat, kebutuhan dan tuntutan hidup
juga meningkat, serta teknologi dan informasi yang terus berkembang,
sedangkan sumber daya alam, sumber-sumber penghasilan, dan sumber daya
manusia yang tidak bisa mengimbangi peningkatan-peningkatan tersebut,
menyebabkan munculnya permasalahan-permasalahan sosial yang begitu banyak
dan kompleks. Hampir di setiap daerah di Indonesia khususnya di daerah
perkotaan, permasalahan sosial ini ada dengan jenis yang beragam. Jenis
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) berdasarkan Permensos
No.08 Tahun 2012 adalah 26 jenis, begitu banyak menurut kami. Pengemis
adalah salah satu jenis PMKS yang begitu banyak baik dari segi jumlah maupun
kompleksitas masalahnya. Rentang usia pengemis mulai dari balita sampai
dengan lanjut usia ada, bahkan pengemis yang membawa anaknya yang masih
bayi pun ada. Pengemis dengan kondisi fisik yang tergolong normal dan
pengemis dengan kedisabilitasan pun ada. Hal ini menarik untuk diamati,
sehingga kami pun memilih pengemis sebagai sasaran kami dalam observasi ini.
Kita telah ketahui bersama bahwa kesejahteraan sosial merupakan hak

semua warga negara tanpa kecuali dan negara mempunyai kewajiban dalam
mewujudkan kesejahteran sosial tersebut. Hal ini sesuai dengan tujuan negara
yang tercantum di dalam Pembukaan UUD 1945, beberapa pasal di dalam batang
tubuh UUD 1945, serta di beberapa peraturan perundang-undangan yang berlaku
di Indonesia. Akan tetapi, permasalahan-permasalahan sosial ini tidak kunjung
terselesaikan, justru semakin bertambah kompleks. Padahal baik dari pihak
pemerintah maupun pihak swasta telah melakukan berbagai upaya untuk

1|Page

menyelesaikan permasalahan-permasalahan tersebut dan mencapai tujuan
negara, yaitu kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pertanyaannya, kenapa permasalahan-permasalahan sosial tersebut tidak
kunjung teratasi? Sebuah pertanyaan besar bagi pemerintah dan masyarakat. Ini
pun merupakan tugas dan tanggung jawab kita bersama, jangan saling
menyalahkan, yang kita butuhkan adalah solusi untuk permasalahanpermasalahan tersebut.

1.

2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang makalah ini dan hasil observasi yang telah
kami lakukan terhadap salah satu jenis Penyandang Masalah Kesejahteraan
Sosial (PMKS), setidaknya ada beberapa rumusan masalah yang kami angkat di
dalam makalah ini, di antaranya:
1. Apa yang dimaksud dengan pengemis ?
2. Apa saja kriteria dan penyebab munculnya pengemis ?
3. Bagaimana hubungan antara pengemis dan nilai-nilai yang ada di
masyarakat ?
4. Apa saja jenis-jenis dari pengemis itu ?
5. Siapa saja pihak yang teribat dalam permasalahan pengemis ?
6. Sistem sumber apa sajakah yang bisa dimanfaatkan untuk mengatasi
permasalahan pengemis ?
7. Upaya/solusi apa saja yang bisa diberikan untuk mengatasi/mengurangi
permasalahan pengemis khususnya di Kota Bandung ini ?

2|Page

1.

3 Tujuan Penulisan

Tujuan pembuatan makalah ini, di antaranya :
1. Memenuhi tugas mata kuliah Analisis Masalah Sosial.
2. Mengetahui dan memahami definisi, kriteria, jenis, dan penyebab
munculnya masalah pengemis.
3. Mengetahui dan memahami hubungan antara masalah pengemis dan nilainilai yang ada di masyarakat.
4. Mengetahui dan memahami siapa saja pihak yang terlibat dalam
permasalahan pengemis ini.
5. Mengetahui dan memahami sistem sumber apa saja yang bisa
dimanfaatkan untuk mengatasi permasalahan pengemis.
6. Dapat memberikan alternatif-alternatif solusi terhadap permasalahan
pengemis khususnya di Kota Bandung.

3|Page

BAB II
PEMBAHASAN
2. 1 PENGERTIAN PENGEMIS
Berdasarkan

Permensos


No.08

Tahun

2012

tentang

Pedoman

Pendataan dan Pengelolaan Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial
dan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial yang dimaksud dengan
pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan memintaminta di muka umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharapkan
belas kasihan dari orang lain.
Mengemis/meminta-minta adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh
seseorang karena membutuhkan uang, makanan, tempat tinggal atau hal
lainnya, bahkan jabatan atau pekerjaan dari orang yang mereka temui atau dari
orang yang memiliki pengaruh. Kegiatan ini dilakukan karena mereka tidak
dapat memenuhi apa yang mereka butuhkan, entah itu karena keterbatasan

pengetahuan, fisik, keterampilan, informasi, ataupun hal lainnya. Tetapi, di
dalam makalah ini yang kami maksud dengan mengemis/meminta-minta adalah
kegiatan yang dilakukan untuk mengharapkan sedikit belas kasihan orang di
tempat-tempat umum, baik itu uang recehan ataupun sedikit makanan untuk
mengganjal perut mereka.
Di kota-kota besar kegiatan mengemis/meminta-minta yang dilakukan
oleh orang-orang yang disebut pengemis ini adalah fenomena yang banyak dan
sering kita saksikan. Hampir di setiap perempatan atau stopan lampu lalu lintas,
fenomena pengemis ini dapat kita temui. Mereka yang mengemis/memintaminta biasanya menggunakan gelas, kotak kecil, topi atau benda lainnya yang
dapat dimasukan uang dan kadang-kadang menggunakan pesan seperti,
"Tolong, aku tidak punya rumah" atau "Tolonglah korban bencana alam ini”.

4|Page

Penampilan mereka pun beragam, tetapi tujuannya sama yaitu untuk menarik
simpati dan belas kasih orang yang melihatnya. Penampilan mereka untuk
menarik simpati dan belas kasihan orang pun bermacam-macam, ada yang
memakai pakaian compang-camping, tubuhnya di cat warna perak, dsb.
2. 2 KRITERIA PENGEMIS
Berdasarkan


Permensos

No.08

Tahun

2012

tentang

Pedoman

Pendataan dan Pengelolaan Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial
dan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial, kriteria bahwa seseorang
dikatakan sebagai pengemis adalah sebagai berikut:
a. mata pencariannya bergantung pada belas kasihan orang lain;
b. berpakaian kumuh dan compang camping;
c. berada di tempat-tempat ramai/strategis; dan
d. memperalat sesama untuk merangsang belas kasihan orang lain.

Berdasarkan hasil observasi kami di sekitar Jalan Asia-Afrika dan
Masjid Raya Bandung dengan sasaran observasi adalah pengemis, memang
seluruh kriteria di atas ada pada mereka yang mengemis/meminta-minta di
daerah tersebut. Selain itu, kami sedikit meminta keterangan kepada beberapa
orang pengemis di sana, ternyata penghasilan mereka pun tidak pasti/tetap dan
tidak memiliki tempat tinggal yang tetap. Kriteria tersebut berdasarkan
Permensos No.08 Tahun 2012 merupakan kriteria untuk para gelandangan.
Oleh karena itu, kami menyimpulkan bahwa sebagian pengemis di sekitar Jalan
Asia-Afrika dan Masjid Raya Bandung pun bisa dikatakan sebagai gelandangan
juga karena memang ada keterkaitan di antara keduanya.
2. 3 JENIS-JENIS PENGEMIS
Kita dapat menyaksikan sendiri bahwa pengemis tidak hanya mereka
yang sudah lanjut usia, tetapi hampir di setiap tingkatan usia ada yang menjadi

5|Page

pengemis. Berikut adalah beberapa jenis pengemis yang dapat kami identifikasi
dari berbagai sumber serta dari hasil observasi kami, di antaranya:
1. Pengemis Dengan Anak
Pengemis dengan anak adalah orang-orang yang meminta-minta di

muka umum dengan cara memperalat anak baik anak kandung ataupun anak
pinjaman untuk mendapat belas kasihan orang lain. Anak yang mereka bawa
biasanya di gendong atau si anak dibuat tertidur lelap di jalanan sehingga
orang yang lewat di depannya merasa iba dan memberi kepada mereka. Tapi
tidak semua anak yang mereka bawa adalah keinginan si anak, ada juga yang
karena paksaan dari orang tuanya walaupun anak melawan dan mereka
hanya ingin bermain, jika si anak melawan orang tuanya kadang memukul
atau memarahi mereka agar menuruti apa kemauan dari sang orang tua.
Seperti contoh kita lihat banyak di jalanan baik di daerah metropolitan
atau di kota-kota besar seperti Bandung, mereka mengemis dengan
membawa anak sebagai bentuk untuk menarik simpati orang lain. Fenomena
pengemis dengan membawa anak sudah tidak asing lagi kita temui di setiap
persimpangan lampu merah. Selain kaum marginal ini malas, tidak ada suatu
badan usaha baik swasta ataupun pemerintah yang “mau” dan peduli untuk
memberdayakan mereka. Mereka malah dimanfaatkan oleh mafia pengemis.
2. Pengemis Bocah
Pengemis bocah adalah anak-anak yang meminta-minta di muka
umum atau di jalanan untuk mendapatkan belas kasihan dari orang lain.
Bocah disini berusia antara 3-17 tahun. Motif dari mereka melakukan ini
karena untuk membantu orang tua dari mereka yang mungkin dalam keadaan

susah, orang tuanya sedang sakit ataupun sudah meninggal atau barangkali
mereka dipekerjakan oleh seseorang yang menjadi mafia pengemis ini atau
bahkan oleh orang tuanya sendiri.

6|Page

Seperti kasus di Batam, seorang anak yang dipaksa oleh ayahnya untuk
bekerja di jalanan dengan cara mengemis tapi karena dia tidak mau maka dia
sering di pukul dan disundut rokok ke pipinya. Selain itu juga dia harus
membawa hasil uang mengemisnya itu ke bapaknya atau menyetor.
3. Pengemis Cacat atau Disabilitas
Pengemis cacat atau disabilitas adalah pengemis yang memiliki
keterbatasan baik secara fisik, mental atau ganda. Umumnya mereka
mengemis karena tidak ada hal lain yang bisa mereka lakukan selain dengan
meminta-minta di jalanan. Hal ini disebabkan karena kecacatan yang mereka
alami sehingga sulit untuk memperoleh atau melakukan pekerjaan yang lebih
baik.

Dengan


keterbatasan

atau

kecacatan

mereka,

maka

sangat

memungkinkan orang lain untuk berbelas kasih dengan memberikan
sumbangan seikhlasnya.
4. Pengemis Professional dan Terorganisir
Pengemis professional yaitu orang-orang yang meminta-minta di
tempat umum untuk mendapat belas kasihan orang lain sebagai profesinya
untuk memeroleh pendapatan. Professional di sini maksudnya bahwa mereka
punya strategi dan cara-cara khusus untuk menarik simpati orang lain
sehingga mau berbelas kasih kepada mereka. Selain mereka dikategorikan

profesinal, mereka juga terorganisir. Terorganisir disini maksudnya bahwa
kegiatan atau aksi yang mereka lakukan biasanya sudah ada yang
menaunginya. Biasanya mereka adalah orang-orang yang sengaja ditampung
oleh seseorang atau kelompok tertentu untuk mendapatkan keuntungankeuntungan bagi seseorang atau kelompok tersebut.
Cara-cara yang mereka lakukan (pengemis professional) biasanya
dengan berpura-pura cacat fisik, cacat mental, maupun cacat ganda. Selain
itu dengan sengaja berpakaian lusuh atau sengaja membawa anak atau

7|Page

menyewanya dari orang lain untuk dijadikan alat bagi mereka memeroleh
belas kasihan orang lain.
Berdasarkan hasil observasi kami, yang kami lihat dan kami temui di
sekitar jalan Asia-Afrika dan Masjid Raya Bandung kebanyakan adalah
pengemis cacat/disabilitas dan pengemis profesional. Kami sedikit bertanya
kepada beberapa pengemis di sana, hasilnya ternyata ada seorang pengemis
yang memang profesinya adalah pengemis. Beliau berasal dari Brebes dan
tinggal di Brebes, beliau ke Bandung hanya untuk mengemis kemudian sore
harinya pulang lagi ke Brebes. Ketika ditanya tentang penghasilannya dari
mengemis beliau hanya menjawab, “penghasilannya ya sedikit” tanpa
menyebutkan

nominalnya.

Kebanyakan

dari

pengemis

yang

kami

wawancarai di sana adalah berasal dari luar Kota Bandung, mereka ada yang
dari Surabaya, Garut, dan Brebes.
2. 4 FAKTOR PENYEBAB MUNCULNYA PERMASALAHAN PENGEMIS
Berikut adalah beberapa faktor penyebab munculnya permasalahan
pengemis, di antaranya:
1. Himpitan ekonomi (kemiskinan);
2. Keterbatasan fisik (penuaan/cacat tubuh);
3. Tradisi suatu masyarakat yang menjadikan mengemis sebagai profesi;
4. Kekurangan potensi sumber daya baik alam, manusia maupun lingkungan
untuk dapat mengembangkan peluang dan kesempatan kerja;
5. Kondisi musiman, seperti pada saat hari raya; dan
6. Nilai-nilai hidup yang dianut individu.
Dari faktor penyebab di atas, nilai-nilai hidup yang dihayati oleh
individu adalah faktor yang esensial dan mendasar yang dapat menjelaskan
mengapa individu pada akhirnya memutuskan untuk menjadi pengemis, bukan

8|Page

faktor kemiskinan; keterbatasan fisik; tradisi; kekurangan sumber daya; apalagi
hanya sekadar faktor musiman: menjelang hari raya, kemarau, dan gagal panen.
Begitu banyak orang-orang yang menurut kami “luar biasa”, ketika
orang-orang seperti mereka dan bahkan yang lebih beruntung dari mereka
memutuskan menjadi pengemis, mereka justru dengan tegar, dan tak kenal
menyerah melakukan pekerjaan yang mungkin kita anggap remeh, namun jauh
lebih terhormat daripada mengemis.
Berdasarkan penelitian tentang pengemis oleh Dr. Engkus Kuswarno
(Penelitian Konstruksi Simbolik Pengemis Kota Bandung) menyebut ada lima
ketegori pengemis menurut faktor penyebab di atas, sehingga mereka
memutuskan untuk menjadi pengemis, yaitu:
1. Pengemis Berpengalaman: lahir karena tradisi. Bagi pengemis yang lahir
karena tradisi, tindakan mengemis adalah sebuah tindakan kebiasaan.
Mereka sulit menghilangkan kebiasaan tersebut karena orientasinya lebih
pada masa lalu (motif sebab).
2. Pengemis kontemporer kontinyu tertutup: hidup tanpa alternatif. Bagi
kelompok pengemis yang hidup tanpa alternatif pekerjaan lain, tindakan
mengemis menjadi satu-satunya pilihan yang harus diambil. Mereka secara
kontinyu mengemis, tetapi mereka tidak mempunyai kemampuan untuk
dapat hidup dengan bekerja yang akan menjamin hidupnya dan mendapatkan
uang.
3. Pengemis kontemporer kontinyu terbuka: hidup dengan peluang.
Mereka masih memiliki alternatif pilihan, karena memiliki keterampilan lain
yang dapat mereka kembangkan untuk menjamin hidupnya. Hanya saja
keterampilan tersebut tidak dapat berkembang, karena tidak menggunakan

9|Page

peluang tersebut dengan sebaik-baiknya atau karena kekurangan potensi
sumber daya untuk dapat mengembangkan peluang tersebut.
4. Pengemis kontemporer temporer: hidup musiman. Pengemis yang hanya
sementara dan bergantung pada kondisi musim tidak dapat diabaikan
keberadaannya. Jumlah mereka biasanya meningkat jika menjelang hari
raya. Daya dorong daerah asalnya karena musim kemarau atau gagal panen
menjadi salah satu pemicu berkembangnya kelompok ini.
5. Pengemis rencana: berjuang dengan harapan. Pengemis yang hidup
berjuang dengan harapan pada hakikatnya adalah pengemis yang sementara
(kontemporer). Mereka mengemis sebagai sebuah batu loncatan untuk
mendapatkan pekerjaan lain setelah waktu dan situasinya dipandang cukup.
Berdasarkan hasil observasi kelompok kami sendiri dan hasil
wawancara dengan beberapa orang pengemis di sana sebagai sampel kami,
mereka kebanyakan menyatakan bahwa mereka mengemis karena himpitan
ekonomi terutama pasca krisis moneter, sehingga mereka sulit memenuhi
kebutuhan pokoknya karena harganya yang mahal, sulit mendapatkan pekerjaan
yang layak karena memang pendidikan mereka pun hanyalah sampai sekolah
dasar. Faktor lain adalah karena keterbatasan fisik mereka, sehingga mereka
sulit memenuhi kebutuhan pokoknya dengan bekerja sebagaimana orang
biasanya orang-orang bekerja, pilihan satu-satunya adalah dengan cara
mengemis. Kami pun melihat sekilas, ada seorang pengemis cacat/disabilitas
yang dimanfaatkan oleh seorang laki-laki, entah benar atau tidaknya kami tidak
berani meminta keterangan darinya karena laki-laki di dekatnya terus
mengawasi.
2. 5 HUBUNGAN MASALAH PENGEMIS DENGAN NILAI-NILAI
Masalah adalah suatu keadaan yang tidak nyaman dan tidak
menyenangkan. Sedangkan nilai sendiri adalah suatu sistem kepercayaan
10 | P a g e

mengenai sesuatu yang dianggap baik atau buruk. Penilaian ini memang sangat
dipengaruhi kebudayaan apa yang dianut oleh masyarakat penganut nilai-nilai
tersebut. Oleh karena itu, setiap kelompok masyarakat memiliki nilai-nilai yang
bisa saja sama atau berbeda dengan kelompok lainnya. Nilai-nilai inilah yang
memberikan penilaian terhadap sesuatu hal, baik itu berupa keadaan, perbuatan,
ataupun hal lain, apakah itu suatu masalah atau bukan. Nilai juga
mempengaruhi orientasi dasar, sistem kepercayaan serta tindakan-tindakan
individu ataupun lembaga-lembaga kemasyarakatan.
Fenomena pengemis merupakan suatu hal yang sampai saat ini masih
ada dan terus bertambah terutama di kota-kota besar. Tentu hal ini sangat
memprihatinkan, di satu sisi Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber
daya alamnya, tetapi di sisi lain banyak penduduk Indonesia yang miskin dan
hidup kekurangan. Dahulu ketika orde lama Indonesia adalah negara yang
menjunjung tinggi semangat “BERDIKARI” berdiri di kaki sendiri, tetapi saat
ini Indonesia sangatlah bergantung pada negara lain khususnya negara maju.
Fenomena pengemis pun secara tidak langsung mengisyaratkan bahwa
masyarakat Indonesia memiliki sifat ketergantungan yang tinggi, walaupun
memang kita ketahui bahwa manusia tidaklah bisa hidup sendiri.
Pertanyaannya, kenapa hal ini bisa terjadi?
Berdasarkan analisis kami mengenai fenomena pengemis, hal ini
memiliki hubungan dengan nilai-nilai yang ada di masyarakat, sehingga
dikatakan bahwa fenomena pengemis adalah suatu masalah dan nilai-nilai ini
pun menyebabkan fenomena pengemis saat ini banyak bermunculan, di
antaranya:
1. Nilai agama yang menyatakan bahwa tangan di atas lebih baik daripada
tangan di bawah, artinya memberi adalah lebih baik daripada meminta.
Dengan demikian, setiap orang akan berusaha sekuat tenaga untuk bisa

11 | P a g e

memberi/bersedekah kepada orang lain dan berusaha untuk tidak
meminta-minta. Ketika di tengah masyarakat banyak yang memintaminta, tentu fenomena ini akan dinilai sebagai suatu masalah dari
pandangan agama sendiri, walaupun kita tahu bahwa mengemis itu
tidaklah dilarang oleh agama.
2. Budaya gotong-royong dan saling membantu satu sama lain di dalam
masyarakat sepertinya mulai pudar, kebanyakan masyarakat saat ini
cenderung individualis dan mengabaikan orang lain, kalau tidak diminta
jarang sekali orang itu memberi. Kepekaan sosial sepertinya mulai pudar
sedikit

demi

sedikit,

sehingga

fenomena

pengemis

pun

mulai

bermunculan.
3. Paham kapitalis yang menjadikan masyarakat sangat ketergantungan dan
tidak bisa berbuat banyak untuk memenuhi kebutuhannya. Siapa yang
punya modal, maka ia yang menguasai pasar. Sumber-sumber
penghidupan seperti air, tanah, barang-barang kebutuhan pokok, dan
sebagainya banyak dikuasai para kapital/pemilik modal, sehingga
masyarakat yang tidak memiliki modal tidak bisa berbuat banyak dalam
memenuhi

kebutuhan-kebutuhannya.

Oleh

karena

itu,

mengemis

sepertinya menjadi salah satu jalan yang dapat memenuhi kebutuhannya,
tidak butuh modal yang besar, hanya mengharapkan belas kasih orang itu
sudah cukup.
4. Sikap permisif masyarakat yang memandang permasalahan pengemis ini
sebagai suatu hal yang wajar dan biasa terjadi, sehingga mereka pun
memakluminya. Hal ini mengakibatkan fenomena pengemis semakin
banyak bermunculan.
5. Nilai-nilai yang dianut masing-masing individu pun berpengaruh besar
dalam kaitannya dengan permasalahan pengemis ini. Bagaimana kita lihat
saat ini, kualitas diri yang kami kira rendah, sehingga mereka yang
mengalami permasalahan ekonomi lebih memilih menjadi seorang
12 | P a g e

pengemis daripada bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup
mereka dan keluarga.
Dari hasil observasi yang dapat kita kumpulkan, nilai-nilai memang
sangat berpengaruh dalam menentukan tindakan-tindakan seorang individu,
kelompok, masyarakat, ataupun lembaga-lembaga. Ketika kami bertanya
kepada salah seorang pengemis yang menjadi sasaran observasi kami di sana,
beliau mengatakan, “Hidup sekarang mah susah, serba mahal, kepedulian juga
seperti tidak ada” kurang lebih seperti itu. Kebanyakan dari mereka adalah dari
luar Kota Bandung, pertanyaannya apakah di daerah asal mereka sama sekali
tidak ada sumber untuk dapat memenuhi kebutuhan mereka dan keluarga?
Jawabannya adalah karena memang nilai-nilai masyarakat untuk saling
membantu satu sama lain, semangat gotong-royong, nilai-nilai agama, nilainilai sosial yang ada saat ini sedikit demi sedikit mulai pudar dan berganti
menjadi

nilai-nilai

yang

sifatnya

individualis

dan

mementingkan

kepentingannya sendiri.
2. 6 PIHAK

YANG

TERLIBAT

DALAM

KAITANNYA

DENGAN

MASALAH PENGEMIS
Berdasarkan hasil analisis kami dari berbagai sumber yang kami
dapatkan, ada beberapa pihak yang terlibat dalan kaitannya dengan masalah
pengemis ini, di antaranya:
1. Keluarga
Keluarga

adalah

unit

terkecil

dari

sebuah

kehidupan

dalam

bermasyarakat dimana di sinilah proses dibentuknya suatu kepribadian dan
menjadi awal mula pembentukan pola prilaku seseorang. Keluarga bagi
seorang pengemis biasanya menjadi faktor utama mengapa seseorang itu
mengemis. Mungkin karena kondisi perekonomian keluarga yang tidak

13 | P a g e

mencukupi atau penanaman nilai-nilai yang salah di dalam keluarga,
sehingga menyebabkan kemalasan pada diri seseorang dan tidak mau bekerja
keras. Selain itu, dapat pula disebabkan karena tidak adanya keluarga yang
melindungi seseorang tersebut sehingga harus mengemis demi bertahan
hidup.
Apabila seseorang masih memiliki keluarga yang utuh, atau keluarga
yang masih mampu menjalankan fungsi sosialnya dengan baik, tidak
mungkin keluarga tersebut membiarkan salah seorang dari anggota
keluarganya menjadi pengemis. Oleh karena itu, dalam menangani masalah
pengemis ini, perlu ditinjau mengenai kondisi keluarganya baik secara
ekonomi, pendidikan, maupun keberfungsian sosial keluarga tersebut dalam
memenuhi kebutuhan anggotanya.
2. Masyarakat
Masyarakat adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem
semi tertutup (atau semi terbuka) dimana sebagian besar interaksi adalah
antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Sebuah
masyarakat adalah suatu jaringan hubungan-hubungan antar entitas-entitas.
Masyarakat adalah sebuah komunitas yang interdependen (saling bergantung
satu sama lain). Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk mengacu
pada sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu komunitas yang
teratur dalam jangka waktu yang lama.
Dengan mereka (pengemis) hidup dalam sebuah masyarakat, seharusnya
terbentuk relasi antara satu dengan yang lainnya sehingga dalam melakukan
pemenuhan kebutuhan mereka, masyarakat ini bisa dijadikan sumber dan
perantara bagi mereka untuk tidak menjadi seorang pengemis, tapi
sayangnya kebanyakan dari mereka yang menjadi pengemis ini, memiliki
hubungan atau relasi di masyarakat yang tidak berjalan baik sehingga, dalam

14 | P a g e

mencapai pemenuhan kebutuhan mereka pun menjadi sulit dan memilih
untuk mejadi pengemis di jalanan.

3. Pemerintah
Pemerintah adalah lembaga yang berkuasa untuk menjalankan
pemerintahan di suatu negara. Segala sistem yang ada di masyarakat dapat
berjalan dengan baik maupun tidak adalah bergantung dari kinerja
pemerintah sendiri. Pemerintah memiliki peranan yang sangat penting dalam
mewujudkan kesejahteraan masyarakatnya. Berkaitan dengan permasalahan
pengemis disini, pemerintah bertugas untuk bisa mengurangi angka
pengemis sebagai wujud dari peningkatan angka kesejahteraan masyarakat
di negaranya.
Peran pemerintah adalah membuat kebijakan-kebijakan dan pemberian
bantuan material ataupun pelayanan untuk bisa mengurangi jumlah
pengemis di seluruh wilayah di Indonesia. Namun, kebijakan yang dibuat ini
harus disesuaikan dengan kondisi masyarakat. Karena, apabila tidak
disesuaikan dengan kondisi masyarakat dan hanya menguntungkan sebagian
orang saja maka kebijakan-kebijakan tersebut tidak akan berjalan dengan
baik atau tidak akan mengurangi angka pengemis di Indonesia.
4. Pekerja Sosial
Pekerja

sosial

adalah

suatu

profesi

yang

bertujuan

untuk

mengembalikan keberfungsian sosial seseorang, kelompok, atau masyarakat
yang mengalamai disfungsi sosial. Peran pekerja sosial tersebut diantaranya
adalah menggali informasi tentang masalah sosial, menghubungkan dengan
sistem sumber, dan membantu seseorang, kelompok atau masyarakat untuk
bisa menjalankan keberfungsian sosialnya. Pekerja sosial merupakan salah

15 | P a g e

satu alat pemerintah untuk membantu pemerintah dalam mengatasi masalahmasalah sosial sehingga terwujud suatu kesejahteraan masyarakat.
Para pekerja sosial berkiprah dalam tiga tingkatan yaitu di ranah mikro,
mezzo, dan makro. Di ranah mikro, pekerja sosial menolong individu
berdasarkan relasi satu per satu. Di ranah mezzo, pekerja sosial membantu
keluarga dan kelompok kecil lainnya. Sedangkan, di ranah makro, pekerja
sosial

memperbaiki

organisasi dan komunitas

atau

mengupayakan

perubahan-perubahan dalam kebijakan sosial dan peraturan hukum lainnya.
Ketiga tingkatan tersebut membentuk setting praktik pekerja sosial yang
meliputi, enam bidang praktik pekerjaan sosial atau sering pula disebut
sebagai strategi, pendekatan atau metoda utama pekerjaan sosial. Keenam
bidang praktik pekerja sosial tersebut, di antaranya:
a. Terapi Individu
Dikenal dengan nama casework atau social case work, terapi individu
ditunjukan untuk membantu seseorang menyesuaikan diri dengan
lingkungan atau mengubah tekanan-tekanan ekonomi dan sosial yang
mengganggu kehidupan individu. Merupakan strategi memecahkan
masalahy emosional dan personal seperti trauma, stress, burnout, grief,
dan loss secara individu. Sering disebut terpai atau intervensi langsung
seperti pelayanan konseling terhadap remaja yang lari dari rumah,
penempatan anak yatim ke panti asuhan, pelayanan perlindung terhadap
anak korban kekerasan.
b. Terapi Kelompok
Dikenal dengan istilah groupwork atau group theraphy. Masalah
emosional dan personal dipecahkan melalui media kelompok, seperti
dinamika kelompok, outbond dan aktivitas kelompok lainnya. Aktivitas
kelompok bisa mencakup kesenian, permainan, rekreasi, pertukaran

16 | P a g e

pengalaman dan informasi, olah raga, perawatan rumah, perawatan diri,
atau keterampilan hidup.
c. Terapi Komunitas
Terapi komunitas memiliki banyak nama yang berbeda, antara lain
community development, community organization, community organizing,
commuinty work, community action. Tujuan utamanya adalah mendorong
komunikasi local agar mampu mengidentifikasi masalah dan kebutuhan
sosial di wilayahnya, merencanakan dan mengkoordinasikan kegiatan
bersama untuk mengatasi masalah atau memenuhi kebutuhan sosial,
mengevaluasi hasil yang dicapai. Pekerja sosial biasanya berperan sebagai
broker

yang

menghubungkan

komunitas

dengan

sumber-sumber

pelayanan sosial di luar wilayahnya.
d. Terapi Organisasi
Terapi

organisasi

merupakan

strategi

pekerjaan

sosial

dalam

mengoptimalkan pencapaian tujuan organisasi dan menjamin pelayanan
sosial berkualitas bagi stakeholder-nya. Melibatkan kegiatan administrasi
dan pengelolaan lembaga-lembaga, struktur organisasi, program kegiatan,
serta mengimplementasikan kebijakan public kedalam pelayananpelayanan lembaga. Manajemen kasus, perekeaman kasus, dan konferensi
kasus juga sering termasuk dalam tera0pi organisasi. Social welfare
administration, human service managemenrt, social administration adalah
beberapa istilah lain utnuk terapi organisasi.
e. Analisis Kebijakan Sosial
Kebijakan sosial adalah seperangkat tindakan, kerangka kerja atau
pedoman yang dirancang untuk menterjemahkan visi politisi pemerintah
aatu lembaga pemerintah kedalam program atau tindakan untuk mencapai
tujuan

tertentu

dibidang

kesejahteraan

sosial.

Kebijakan

sosial

17 | P a g e

merefleksikan agenda masyarakat dalam meningkatkan kualitas hidup
para anggotanya.
Analisis kebijakan sosial adalah asesmen dan evaluasi secara sistematis
dan akurat terhadap konsekuensi-konsekuensi kebijakan sosial, baik
sebelum maupun sesudah kebijakan tersebut di implementasikan. Analisis
kebijakan sosial biasanya dilakukan untuk mengetahui apakah programprogram kesejahteraan sosial, seperti bantuan sosial, asuransi sosial,
mencapai sasarannya.
f. Penelitian Pekerjaan Sosial
Penyelidikan secara sistematis menyangkut pertanyaan kritis tentang
bidang garapan dan isu-isu kesejahteraan sosial yang didesain untuk
memperluas pengetahuan dan konsep-konsep pekerjaan sosial. Metoda
yang digunakan dalam penelitian pekerjaan sosialtidak jauh-jauh dengan
yang digunakan sosiaologi, antropologi, psikologi sosial atau sejarah.
Menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif, dalam garis besar
prosedur penelitian pekerjaan sosial yang terdiri dari:
 Pemilihan masalah penelitian
 Perumusan hipotesis
 Penetapan desain penelitian
 Proses pengumpulan data dan fakta dengan observasi
 Analisis dan pelaporan
Pekerja sosial kaitannya dengan pengemis adalah bagaimana cara
membantu pengemis untuk keluar atau tidak lagi menjadikan mengemis
sebagai sumber pendapatannya dengan menggunakan keenam aspek diatas
maupun dengan cara-cara lain yang sesuai dengan wilayah praktik seorang
pekerja sosial.

18 | P a g e

2. 7 SISTEM SUMBER KESEJAHTERAAN SOSIAL
Max Siporin D.S.W. mengatakan bahwa “A resource any valuable
thing, or recerve or at hand, that one can mobilie and put to instrumental use
in order to function, meet a need resolve a problem” (Siporin, 1975 : 22). Lebih
lanjut ia mengatakan bahwa jenis sumber dapat dipandang dari beberapa hal,
yaitu:
a. Sumber Internal dan Eksternal
Sumber internal dapat berupa kemampuan intelektual, imaginasi,
kreativitas, motivasi, kegairahan, karakter moral kekuatan dan ketahanan
fisik/jasmani,

stamina,

ketampanan/kecantikan

serta

pengetahuan.

Sedangkan sumber eksternal dapat berupa harta kekayaan, prestise, mata
pencaharian sanak-saudara yang kaya, teman yang berpengaruh dan hak
jaminan.
b. Sumber official/formal dan sumber non-official/non-formal
Sumber official dapat berupa tokoh-tokoh formal, organisasi-organisasi
yang secara formal mewakili mayarakat seperti guru, pekerja sosial, badan
konseling, dan badan-badan sosial pemberdayaan. Sedang sumber nonoffisial dapat berupa dukungan emosional maupun sosial dari kerabat, teman
serta tetangga. Sumber non-offisial tersebut merupakan bagian dari sistem
sumber pertolongan alamiah.
c. Sumber manusia dan non-manusia
Sumber manusia adalah orang-orang yang mempunyai kemampuan dan
kekuatan untuk digali dan dimanfaatkan untuk membantu memecahkan
permasalahan klien. Sedang sumber non-manusia adalah sumber-sumber
material atau benda.

19 | P a g e

d. Sumber simbolik-partikularistik, kongkrit-universal dan pertukaran
nilai
Sumber simbolik-partikularistik dapat berupa informasi dan status sosial
seseorang. Informasi dan status sosial seseorang di dalam masyarakat
mempunyai arti simbolik yang khusus dan dapat dipergunakan sebagai
sumber yang dapat digali dan dimanfaatkan. Sumber kongkrit-universalistik
dapat berupa pelayanan-pelayanan maupun benda-benda kongkrit. Sedang
sumber pertukaran nilai dapat berupa kasih sayang maupun uang.
Berdasarkan keterangan dari Max Siporin di atas, setidaknya ada
beberapa sumber di daerah observasi kami, yaitu di sekitar Jalan Asia-Afrika
dan Masjid Raya Bandung yang berpotensi dalam menangani permasalahan
pengemis di daerah tersebut, di antaranya:
1) Pemerintah Kota Bandung
Pemerintah Kota Bandung adalah pihak yang paling bertanggung jawab
dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya, walaupun tidak
semua penegemis di sana adalah masyarakat Bandung. Tetapi,
setidaknya ada upaya-upaya dari Pemkot Bandung dalam menangani
permasalahan pengemis di daerah tersebut.
2) Kantor Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Bandung
Dalam hal ini Satpol PP, selain bertugas dalam menertibkan masyarakat,
juga bertugas sebagai pelaksana Perda dan Perlindungan Sosial. Artinya,
dengan adanya kantor Satpol PP Kota Bandung di daerah sekitar AsiaAfrika dan Masjid Raya Bandung, setidaknya permasalahan pengemis di
sana dapat teratasi atau diminimalisir. Petugas Satpol PP, seharusnya
tidak hanya merazia para pengemis kemudian dilepaskan lagi, tetapi
setidaknya ada program pembinaan dan peningkatan keterampilan bagi
para pengemis. Kalau pun tidak bisa, petugas Satpol PP bisa merujuk
20 | P a g e

mereka ke lembaga-lembaga yang bisa memberikan pelayanan kepada
mereka seperti panti-panti, LSM, dsb.
3) Pusat Perbelanjaan dan Pertokoan
Daerah observasi yang kami pilih merupakan pusat perbelanjaan dan
pertokoan yang sangat ramai, wajar saja kalau benyak pengemis di
daerah tersebut. Tetapi, kami melihat bahwa hal ini pun bisa menjadi
salah satu sumber yang dapat mereka manfaatkan untuk mendapatkan
penghasilan dan memenuhi kebutuhannya. Mereka yang tidak
mengalami kecacatan bisa menjadi petugas kebersihan, tukang parkir,
jualan koran, dsb.
4) Para Pengunjung
Tentunya para pengunjung tidak semuanya ingin berbelanja. Seperti
halnya kami yang memilih ke daerah tersebut untuk melakukan
observasi. Hal ini bisa menjadi peluang bagi mereka untuk menggali
informasi ataupun meminta dihubungkan dengan sistem sumber yang
dapat memenuhi kebutuhan mereka.
5) Masjid Raya Bandung
Tentunya Masjid Raya Bandung pun memiliki program-program untuk
menangani permasalahan-permasalahan sosial di sekitarnya. Ini bisa
menjadi peluang bagi para pengemis, bukan hanya untuk mendapatkan
zakat, infak, dan sedekah tetapi, untuk mengikuti program-program
pemberdayaannya seperti training-training, penguatan spiritual, dsb.
6) Pekerja Sosial
Pekerja sosial berperan sebagai penghubung, mencari solusi dan
alternatif sumber yang tepat untuk memenuhi kebutuhan para pengemis
agar lebih berfungsi secara sosial.

21 | P a g e

2. 8 UPAYA/SOLUSI PEMERINTAH DALAM MENGATASI MASALAH
PENGEMIS
Berikut adalah beberapa upaya/solusi yang telah di lakukan pemerintah
dalam mengatasi masalah pengemis :
a. Membuat peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
permasalahan sosial secara umum yang di dalamnya termasuk juga
permasalahan pengemis seperti UU No.11 Tahun 2009 tentang
Kesejahteraan Sosial, Permensos No.08 Tahun 2012 tentang Pedoman
Pendataan dan Pengelolaan Data Penyandang Masalah Kesejahteraan
Sosial dan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial, dsb.
b. Mendirikan kementerian-kementerian, badan-badan, ataupun lembagalembaga yang memiliki program untuk kesejahteraan masyarakat baik
berupa bantuan tunai maupun bantuan pemberdayaan.
c. Mengadakan razia di daerah rawan gelandangan dan pengemis melalui
Satpol PP,
d. Mengadakan penampungan sementara,
e. Melakukan pembinaan mental dan ketrampilan sesuai bakat lewat
lembaga-lembaga pelayanan yang ada,
f. Mengembalikan ke daerah asal atau ke panti rehabilitasi dan
resosialisasi,

22 | P a g e

g. Menyadarkan dan membina pihak-pihak yang terkait dalam jaringan
gelandangan-pengemis

dan

menindak

secara

yuridis

jaringan

gelandangan-pengemis tersebut.
Berikut adalah solusi dari kami berdasarkan hasil observasi dan sumbersumber yang kami peroleh, di antaranya:
a. Semua pihak dapat bekerja sama dalam memberikan pelayan-pelayanan
tidak hanya bantuan tunai tetapi juga berupa pelatihan-pelatihan yang
dapat meningkatkan keterampilan dan keberfungsian sosial mereka.
b. Kebijakan yang di buat pemerintah seharusnya berorientasi dan
memihak kepada masyarakat miskin.
c. Bagi para pelaksana program ataupun kebijakan tersebut, haruslah
memiliki komitmen untuk dapat melaksanakannya dengan sebaikbaiknya.
d. Masyarakat pun harus ikut berpartisipasi pula di dalam upaya penangan
masalah pengemis ini.
e. Adanya peran broker (penghubung), sehingga mereka bisa memiliki
akses kepada sumber-sumber yang dapat memenuhi kebutuhannya.

23 | P a g e

BAB III
PENUTUP
3. 1 Kesimpulan
Berdasarkan keterangan dari berbagai sumber yang kami dapatkan serta
hasil observasi di sekitar Jalan Asia-Afrika dan Masjid Raya Bandung. Kami
menyimpulkan bahwa permasalahan pengemis ini merupakan permasalahan
sosial yang kompleks dengan jenis dan motif yang beragam. Tidak hanya
berkaitan dengan si pengemis saja, tetapi juga ada kaitannya dengan kondisi
keluarga si pengemis, kondisi masyarakat, serta pemerintah. Pengemis tidak
hanya mereka yang lanjut usia atau cacat, tetapi ada juga yang dijadikan
sebagai profesi. Menjadi pengemis tidak hanya karena himpitan ekonomi tetapi,
tradisi masyarakat, momen-momen tertentu, serta nilai-nilai yang dianut
individu pun bisa menjadi motif mereka untuk menjadi seorang pengemis.

3. 2 Saran

24 | P a g e

Permasalahan pengemis yang begitu kompleks saat ini, tentunya perlu
tindakan-tindakan yang kompleks pula dalam mengatasi atau mengurangi
permasalahan tersebut. Kami hanya bisa menyarankan serta memberi masukan
kepada semua pihak yang terlibat dalam permasalahan pengemis ini agar
bekerja sama satu sama lain. Pemerintah tidak hanya membuat kebijakankebijakan tetapi juga harus ikut mengawasi dan menindaklanjuti kebijakankebijakan tersebut, kalau-kalau ada oknum-oknum yang menyalahgunakan
kebijakan-kebijakan tersebut. Untuk masyarakat, jangan hanya mengkritik
tanpa ada solusi yang konkrit, masyarakat pun harus turut serta dalam
penanganan masalah pengemis ini, entah itu mengawasi kesesuaian
pelaksanaan kebijakan, mendirikan lembaga-lembaga kemasyarakatan, ataupun
menghubungkan para pengemis kepada sumber-sumber yang dapat memenuhi
kebutuhannya. Untuk pekerja sosial agar lebih teliti lagi dalam melakukan
penanganan terhadap masalah pengemis ini, sehingga solusi yang diberikan
sesuai dengan kebutuhan para pengemis.

25 | P a g e

DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Mengemis

http://www.bisnis-jabar.com/index.php/berita/pengemis-di-bandung-naik-20

Soehartono, Irawan. 2007. Kebijakan Sosial. Bandung : Alfabeta.

http://forget-hiro.blogspot.com/2010/05/mengapa-pengemis-menjadi-pengemis.html

Permensos No.08 Tahun 2012 tentang Pedoman Pendataan dan Pengelolaan Data
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial dan Potensi dan Sumber Kesejahteraan
Sosial.

UU No. 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial.

26 | P a g e

Siporin, Max. 1970. Introduction to Social Work Practice. New York : Macmillah
Publishing Co. Inc. London : Collier Macmillah Publisher.

LAMPIRAN
Berikut adalah lampiran hasil observasi kami di daerah sekitar Jalan Asia-Afrika dan
Masjid Raya Bandung yang memuat mengenai identitas lima orang pengemis yang
kami wawancarai sedikit dan hal yang melatarbelakangi mereka menjadi seorang
pengemis, di antaranya:
1. Nama

: Ely

Umur

: 35 tahun

Asal

: Cicalengka

Pendidikan

: SD

Ibu elly sebelum menjadi pengemis dulunya adalah seorang buruh pabrik.
Karena terjadi PHK besar-besaran lalu ia jatuh miskin dan tidak mempunyai modal
untuk usaha baru. Karena ibu elly hanya lulusan SD maka ia susah untuk mencari
pekerjaan baru dan akhirnya ia memilih untuk menjadi pengemis. Ibu Ely memiliki 2
orang anak, anak yang pertama berumur 3 tahun, dan anak yang ke 2 berumur 3
tahun. Beliau memiliki seorang suami yang bekerja sebagai tukang becak.

27 | P a g e

2. Nama

: Ro

Umur

: 70 tahun

Asal

: Garut

Pendidikan

: Kelas 4 SD

Pak Ro berasal dari dari Garut tetapi, sudah lama tinggal di Bandung tepatnya
di daerah Caringin. Pak Ro hanyalah bersekolah sampai kelas 4 SD, hal inilah yang
membuat beliau sulit mendapatkan pekerjaan yang layak, pilihan satu-satunya adalah
dengan mengemis. Setiap hari, beliau berangkat pulang dari Caringin ke daerah AsiaAfrika dan Masjid Raya Bandung dengan menggunakan angkot. Di Bandung beliau
tinggal sendiri karena seluruh keluarganya berada di Garut.
3. Nama

: Usman

Umur

: 68 tahun

Asal

: Surabaya

Pendidikan

: Lulusan SD

Pak Usman berusia sekitar 68 tahun, pendidikan terakhirnya adalah kelas 6
sekolah dasar, berasal dari Surabaya, memiliki istri dan anak serta keluarga di
Surabaya, di Bandung mulai menjadi pengemis ketika reformasi dimana saat itu
pekerjaan menjadi sulit didapatkan dan kebutuhan-kebutuhan pokok harganya begitu
mahal, ketika ditanya soal agama dia tidak menjawab secara tegas, bapak itu hanya
menjawab, “kalau orang Islamkan shalat dan pakaiannya bersih, saya mah tidak
shalat, pakaian juga kotor”.
4. Nama

: ade

Umur

: 62

Asal

: brebes, jawa tengah

Pendidikan

: tidak ada

Agama

: islam

28 | P a g e

Ibu ade adalah salah seorang pengemis yang kami temui saat observasi di
pasar baru Bandung. Beliau berasal dari brebes jawa tengah dan setiap hari pergi dan
pulang dari brebes ke bandung hanya untuk mencari nafkah dengan meminta-minta.
Ibu ade memiliki seorang suami, tujuh orang anak, dan sepuluh orang cucu yang
semuanya ada di brebes. Beliau mengemis untuk memenuhi kebutuhan hidup seharihari, sementara suaminya berada di brebes. Kesemua anknya sudah berkeluarga, dan
beliau sendiri tidak ingin merepotkan anaknya untuk membantu dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya bersama suami. Beliau sengaja datang ke Bandung karena
menurut beliau dengan beliau pergi kesini akan mendapatkan pendapatan yang lebih
besar daripada ketika berada di sana.
5. Nama

: Sobirin

Umur

: 61 tahun

Asal

: Bandung

Pendidikan

:-

Pak Sobirin adalah salah satu pengemis yang berasal dari Bandung. Beliau
mengemis sejak tahun 1992. Beliau mengatakan bahwa memiliki penyakit yang
dideritanya seperti komplikasi, diabetes. Dengan keterbatasan yang dimilikinya
berupa kecacatan fisik, beliau hanya bisa menjadi pengemis di salah satu tempat di
dekat pertokoan dekat Masjid Raya Bandung. Beliau tidak memiliki keluarga dan
tidak tahu dimana sekarang keluarganya dan beliau hanya mengandalkan dari hasil
mengemis saja. Pernah beliau ditangkap oleh Satpol PP dan dia menuruti saja asal
mendapatkan makan, dan hidup yang lebih baik tapi ternyata setelah ditangkap itu
beliau tidak ada perubahan, seperti itu saja nasibnya.

29 | P a g e