PENGARUH PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP KEMADIRIAN DAERAH YANG BERDAMPAK PADA PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH (Studi Empiris Pada Kabupaten dan Kota di Jawa Tengah)
PENGARUH PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH
TERHADAP KEMADIRIAN DAERAH YANG BERDAMPAK PADA
PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
(Studi Empiris Pada Kabupaten dan Kota di Jawa Tengah)
Sunarto dan Y Sunyoto
( STIE Dharmaputra Semarang )
ABSTRACT
This research is about empirical study of the influence of local taxes and restribusi on regional self-
reliance that impact on economic growth in Central Java province. The population is 35 cities in
Central Java Province. Selected samples 28 cities from 2010-2014. Data analysis tools use multiple
linear regression. The result of the research shows that Regional Tax has a significant positive effect
on Regional Independence. Local Levy has a significant negative effect on Regional Independence.
Local Tax has a significant positive effect on Economic Growth. Levy does not have a significant
effect on Regional Economic Growth. Regional Independence has a significant effect on Regional
Economic Growth. Keywords: local taxes, regional restribution, regional self-reliance, regional economic growth.
ABSTRAK
Penelitian ini mengenai studi empiris pengaruh pajak daerah dan restribusi terhadap kemadirian
daerah yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi di provinsi Jawa Tengah. Jumlah populasi 35
kota di Provinsi Jawa Tengah. Sampel terpilih 28 kota dari tahun 2010-2014. Alat analisis data
menggunakan regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pajak Daerah
berpengaruh positif signifikan terhadap Kemandirian Daerah. Retribusi Daerah berpengaruh negatif
signifikan terhadap Kemandirian Daerah. Pajak Daerah berpengaruh positif signifikan terhadap
Pertumbuhan Ekonomi. Retribusi Daerah tidak berpengaruh signifikan terhadap Pertumbuhan
Ekonomi Daerah. Kemandirian Daerah berpengaruh signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Daerah.Kata kunci: pajak daerah, restribusi daerah, kemandirian daerah, pertumbuhan ekonomi daerah.
A. Pendahuluan. Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah tahun
Sektor pajak daerah untuk 2013 yang ditunjukkan oleh laju kabupaten/kota di Jawa Tengah selama pertumbuhan Produk Domestik Regional kurun waktu 2010-2014 masih menjadi Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan dominan sebagai penerimaan PAD yang 2000, lebih rendah dari tahun sebelumnya, paling besar. Pada tahun 2014 pajak yaitu 5,81 persen (2012 = 6,34 persen). daerah memberikan kontribusi sebesar Penelitian yang mengkaji pengaruh 81,78% dari total PAD (Jawa Tengah Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dalam Angka, 2014). Retribusi Daerah Kemandirian daerah terhadap Jawa tengah antara tahun 2010-2014 (Jawa Pertumbuhan Ekonomi telah dilakukan Tengah Dalam Angka, 2014), oleh Darmayasa dan Bagiada (2013) perkembangan retribusi daerah mengalami memperoleh hasil bahwa Pajak Daerah, penurunan di beberapa daerah seperti Retribusi Daerah berpengaruh signifikan kabupaten Cilacap, Purbalingga, terhadap kemandirian daerah. Berbeda Banjarnegara, Magelang, Sukoharjo, dengan hasil penelitian yang dilakukan Kudus, Semarang, Temanggung, oleh Haryanto (2006) memperoleh hasil Pekalongan, Pemalang. Sementara itu bahwa Retribusi Daerah tidak berpengaruh signifikan terhadap Kemandirian Daerah.
Penelitian yang dilakukan oleh Ardi (2012) menguji pengaruh kemampuan keuangan daerah terhadap Pertumbuhan Ekonomi, hasil yang diperoleh menyatakan bahwa Kemandirian Ekonomi berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah. Kemandirian keuangan daerah menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. kemandirian daerah menggambarkan ketergantungan pemerintah daerah terhadap sumber dana eksternal. Semakin tinggi rasio ini, maka tingkat ketergantungan daerah terhadap pihak eksternal semakin rendah, begitu pula sebaliknya (Darmayasa dan Bagiada, 2013). Kemandirian daerah diukur dengan menggunakan variabel Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pajak dan Retribusi Daerah yang tinggi menyebabkan Pendapatan Asli Daerah semakin tinggi pula.
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah mempengaruhi Kemandirian daerah dan juga dapat mempengaruhi Pertumbuhan ekonomi daerah. Pajak dan Retribusi Daerah yang tinggi berarti jumlah uang yang masuk ke kas daerah semakin banyak, sehingga pemerintah daerah berupaya untuk memajukan perekonomian daerahnya. Daerah dengan tingkat kemandirian yang tinggi berarti kabupaten/kota tersebut mampu memenuhi kebutuhannya tanpa melibatkan pihak luar, dalam hal ini adalah pemerintah pusat. Campur tangan pemerintah pusat lebih kecil jika kemandirian daerah tersebut tinggi. Namun sebaliknya, jika kemandirian kecil campur tangan pemerintah pusat semakin besar. Daerah yang mandiri berarti laju perekonomian meningkat, hal ini menyebabkan pertumbuhan ekonomi daerah juga mengalami peningkatan.
Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah, Apakah pajak daerah dan retribusi daerah berpengaruh terhadap kemandirian daerah dan apakah pajak daerah dan retribusi daerah berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi daerah di kabupaten/kota di Propinsi Jawa Tengah.
B. Tinjauan Pustaka dan Penyusunan Hipotesis.
1. Kebijakan Otonomi Keuangan Daerah.
Otonomi daerah berlaku di Indonesia berdasarkan UU 22/1999 (direvisi menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintahan Daerah memisahkan dengan tegas antara fungsi Pemerintahan Daerah (Eksekutif) dengan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Legislatif). Berdasarkan pembedaan fungsi tersebut, menunjukkan bahwa antara legislatif dan eksekutif terjadi hubungan keagenan (Halim & Abdullah, 2006). Pada pemerintahan, peraturan perundang-undangan secara implisit merupakan bentuk kontrak antara eksekutif, legislatif, dan publik (Darwanto dan Yustikasari, 2007).
Sejalan dengan pembagian kewenangan yang disebutkan di atas maka pengaturan pembiayaan Daerah dilakukan berdasarkan azas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan azas desentralisasi dilakukan atas beban APBD, pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelaksanaan azas dekonsentrasi dilakukan atas beban APBN dan pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka tugas pembantuan dibiayai atas beban anggaran tingkat pemerintahan yang menugaskan (Darwanto dan Yustikasari, 2007).
Pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah yang tercermin dalam anggaran pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu wujud dari amanah yang diemban pemerintah dan menjadi faktor utama dalam mengevaluasi kinerja masing-masing satuan perangkat daerah. Hal ini dipertegas dalam undang-undang nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan negara pasal 19 (1) dan (2) yaitu, pendekatan berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai. Dengan membangun suatu sistem penganggaran yang dapat memadukan perencanaan kinerja dengan anggaran Tahunan akan terlihat adanya keterkaitan antara dana yang tersedia dengan hasil yang diharapkan. Demikian pula dalam undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan undang-undang nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah ditegaskan bahwa pemerintah daerah diberi kesempatan secara luas untuk mengembangkan dan membangun daerahnya sesuai dengan kebutuhan dan prioritasnya masing-masing, termasuk dalam hal penyusunan dan pertanggungjawaban atas pengalokasian dana yang dimiliki dengan cara yang efisien dan efektif, khususnya dalam upaya peningkatan kesejahteraan dan pelayanan umum kepada masyarakat (Darwanto dan Yustikasari, 2007).
Kebijakan otonomi daerah merupakan pendelegasian kewenangan yang disertai dengan penyerahan dan pengalihan pendanaan, sarana dan prasarana serta sumber daya manusia (SDM) dalam kerangka desentralisasi fiskal. Dalam menghadapi desentralisasi fiskal menunjukkan bahwa potensi fiskal pemerintah daerah antara satu dengan daerah yang lain bisa jadi sangat beragam. Perbedaan ini pada gilirannnya dapat menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang beragam pula. Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita (Boediono, 1985). Secara tradisional, pertumbuhan ekonomi ditujukan untuk peningkatan yang berkelanjutan Produk Domestik Regional Bruto / PDRB (Ardi, 2007).
Seperti yang telah diuraikan di depan, ketika otonomi mulai digulirkan harapan yang muncul adalah daerah menjadi semakin mandiri di dalam pelaksanaan pemerintahan maupun pembangunan daerahnya masing-masing melalui penyerahan pengelolaan wilayahnya sendiri. Sesuai asas money
follows function , penyerahan kewenangan
daerah juga dibarengi dengan penyerahan sumber-sumber pembiayaan yang sebelumnya masih dipegang oleh Pemerintah Pusat di era Orde Baru. Dengan demikian Daerah menjadi mampu untuk melaksanakan segala urusannya sendiri sebab sumber-sumber pembiayaan juga sudah diserahkan. Jika mekanisme tersebut sudah terwujud maka cita-cita kemandirian daerah dapat direalisasikan (Haryanto,2006).
Sumber-sumber pembiayaan yang diserahkan kepada Daerah itu nantinya akan dimanifestasikan lewat struktur Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang kuat. PAD inilah sumber pembiayaan yang memang benar-benar digali dari Daerah itu sendiri sehingga dapat mencerminkan kondisi riil Daerah. Jika nantinya struktur PAD sudah kuat, boleh dikatakan Daerah tersebut memiliki kemampuan pembiayaan yang juga kuat. Untuk itu tentu dibutuhkan suatu struktur industri yang mantap beserta obyek pajak dan retribusi yang taat. Sementara Dana Alokasi Umum (DAU) dan berbagai bentuk transfer dari Pemerintah Pusat seyogyanya hanya bersifat pendukung bagi pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan di daerah (Haryanto,2006).
2. Pajak Daerah berpengaruh terhadap Kemandirian Daerah
Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang- undangan yang berlaku, dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah (UU No. 34 Tahun 2000). Kemandirian Daerah merupakan kemampuan daerah dalam membiayai keperluan belanja dengan mengurangi ketergantungan dari pihak luar atau dalam hal ini adalah pemerintah pusat. Penjabaran tersebut menjelaskan bahwa semakin tinggi pajak daerah menunjukkan semakin tinggi kemampuan daerah dalam menerima pendapatan dan mengurangi ketergantungan dari pemerintah pusat. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Darmayasa dan Bagiada (2013) menunjukkan bahwa Pajak Daerah berpengaruh signifikan terhadap Kemandirian daerah. Berdasarkan hal tersebut maka hipotesis pertama yang akan diuji adalah: H
1 : Pajak Daerah berpengaruh positif
terhadap Kemandirian Daerah
Retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Implementasi otonomi daerah membawa konsekuensi yang sangat besar dalam pengelelolaan daerah. otonomi daerah termasuk desentralisasi fiskal di mana daerah mempunyai kewenangan pengelolaan keuangan yang tinggi. Dalam era otonomi ini, daerah dituntut semakin meningkatkan kemandirian (keuangan) untuk membiayai berbagai belanja daerah ketergantungan pembiayaan terhadap pemerintahan pusat harus dikurangi, seiring dengan naiknya peringkat kemandirian daerah (Adi, 2012). Kemandirian suatu daerah akan tercipta apabila daerah mampu mengoptimalkan sumber daya yang ada, untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian dengan bertumbuhnya usaha-usaha di daerah. berdirinya usaha-usaha ini dapat menjadikan tambahan masukan bagi daerah terutama dalam pemberian izin tertentu. Sehingga banyak dana yang diperoleh dari perijinan-perijinan usaha yang dapat menambah kas daerah sehingga kemandirian daerah mengalami peningkatan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Darmayasa dan Bagiada (2013) menunjukkan bahwa Retribusi Daerah berpengaruh signifikan terhadap Kemandirian daerah. Berdasarkan hal tersebut maka hipotesis kedua yang akan diuji adalah: H
2 : Retribusi Daerah berpengaruh
positif terhadap Kemandirian Daerah
4. Pajak Daerah berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Pajak daerah secara garis besar dibedakan menjadi dua, yaitn pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah daerah di tingkat Propinsi (Pajak Propinsi), berupa pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air, bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air, pajak bahan bakar kendaraan bermotor, pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air pemukiman, dan Pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah daerah di tingkat Kabupaten/Kota (pajak Kabupaten/Kota), antara lain pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklarne, pajak penerangan jalan, pajak pengambilan bahan galian golongan C, dan pajak parkir.
3. Retribusi Daerah berpengaruh terhadap Kemandirian Daerah
Secara umum meningkatnya usaha Hotel, Restoran, Hiburan di daerah memberikan dampak positif di daerah, selain penerimaan pemerintah daerah mengalami peningkatan, pendapatan masyarat juga meningkat. Daya beli masyarakat akan semakin tinggi dan perputaran uang di daerah juga bertambah tinggi. Hal ini menjadikan pertumbuhan ekonomi daerah mengalami peningkatan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Haryanto (2006) menunjukkan bahwa Pajak Daerah berpengaruh signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah.
Berdasarkan hal tersebut maka hipotesis keempat yang akan diuji adalah: H
3 : Pajak Daerah berpengaruh positif
terhadap pertumbuhan Ekonomi Daerah
5. Retribusi Daerah berpengaruh Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan memberikan tambahan pemasukan bagi pemerintah daerah. sebagai umpan baliknya, pemerintah daerah memberikan fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan oleh daerah guna memajukan roda perekonomian seperti pembangunan prasarana di daerah. Fasilitas prasarana yang baik mendorong investor untuk meningkatkan usaha di daerah. Fasilitas prasarana tidak hanya berbentuk perbaikan jalan, dan fasilitas umum lainnya. Tetapi keamanan di daerah menjadi faktor pendorong berkembangnya usaha. Jika usaha di daerah berkembang, akan banyak menyerap tenaga kerja di daerah. Hal ini berdampak terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah. Perputaran Uang yang beredar di daerah semakin banyak dan kesejahteraan masyarakat meningkat. Penjabaran tersebut menunjukkan bahwa uang dari retribusi akan digunakan pemerintah daerah guna memberikan fasilitas sarana dan prasana untuk menciptakan berkembangya usaha – usaha di daerah. Hal ini berdampak terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Haryanto (2006) menunjukkan bahwa Retribusi Daerah berpengaruh signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah.
Berdasarkan hal tersebut maka hipotesis keempat yang akan diuji adalah: H
4 : Retribusi Daerah berengaruh positif
Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah
6. Kemandirian Daerah berpengaruh Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Ketika otonomi mulai digulirkan harapan yang muncul adalah daerah menjadi semakin mandiri di dalam pelaksanaan pemerintahan maupun pembangunan daerahnya masing-masing melalui penyerahan pengelolaan wilayahnya sendiri. Sesuai asas money follows function , penyerahan kewenangan daerah juga dibarengi dengan penyerahan sumber-sumber pembiayaan yang sebelumnya masih dipegang oleh Pemerintah Pusat di era Orde Baru. Dengan demikian Daerah menjadi mampu untuk melaksanakan segala urusannya sendiri sebab sumber-sumber pembiayaan juga sudah diserahkan. Jika mekanisme tersebut sudah terwujud maka cita-cita kemandirian Daerah dapat direalisasikan (Haryanto,2006).
Sumber-sumber pembiayaan yang diserahkan kepada Daerah itu nantinya akan dimanifestasikan lewat struktur PAD yang kuat. PAD inilah sumber pembiayaan yang memang benar-benar digali dari Daerah itu sendiri sehingga dapat mencerminkan kondisi riil Daerah. Jika nantinya struktur PAD sudah kuat, boleh dikatakan Daerah tersebut memiliki kemampuan pembiayaan yang juga kuat. Untuk itu tentu dibutuhkan suatu struktur industri yang mantap beserta obyek pajak dan retribusi yang taat (Haryanto,2006).
PAD yang tinggi berarti daerah mampu memberdayakan sumber daya yang dimiliki dengan sangat baik. Sehingga menguragi ketergantungan dari pemerintah pusat. Demikian halnya, jika daerah semakin mandiri akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Adi (2012) menunjukkan bahwa Kemandirian Daerah berpengaruh signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah. Berdasarkan hal tersebut maka hipotesis kelima yang akan diuji adalah: H
5 : Kemandirian Daerah berpengaruh
positif Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah
7. Kerangka Pikir Penelitian
Atas dasar uraian tinjauan pustaka dan hipotesis, maka dikonsepkan hubungan variabel yang tergambar dalam kerangka pikir, di mana kemandirian daerah (KD) memediasi pengaruh pajak daerah (PD) dan restribusi daerah (RD) terhadap pertumbuhan ekonomi daerah (PED).
Gambar 1: Kerangka Pikir Penelitian
H3+ H1+ H5+ H2+
H4+
C. Metode Penelitian
2. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah kabupaten/kota di Propinsi Jawa Tengah sebanyak 29 kabupaten dan 6 kota, adapun sampelnya adalah keseluruhan anggota sampel, sehingga tehnik yang digunakan adalah sensus.
3. Variabel Penelitian
Dalam penelitian data yang diperoleh berupa angka, bersumber dari pihak kedua (data sekunder), dengan tehnik pengumpulan dokumentasi berasal dari www.djpk.depkeu.go.id .
4. Tehnik Analisis.
Tehnik analisis yang digunakan adalah model persamaan struktural dengan persamaan regresi linier berganda sebagai berikut: Persamaan 1 = KD = a1 + b1 PD + b2 RD + e1 Persamaan 2 = PED = a2 + b3 PD + b4 RD + b5 KD + e2 D. Hasil.
1. Uji Kelayakan Model Regresi Linier Berganda.
Tabel 1 dan tabel 2 menunjukkan tingkat signifikansi 0.000 < 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi linier persamaan 1 dan 2 adalah layak (fit) dalam menjelaskan variabel dependennya. Tabel 2: ANOVA Persamaan 1
ANOVA
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.1 Regression 28.785 2 14.392 65.848 .000 a Residual 37.594 172 .219 Total 66.379 174
a. Predictors: (Constant), Retribusi Daerah, Pajak Daerah
b. Dependent Variable: Kemandirian Daerah PD RD KD PED
1. Data dan Tehnik Pengumpulannya
Variabel penelitian dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu :Variabel independen atau variabel bebas yaitu pajak daerah (PD), retribusi daerah (RD). Variabel dependen atau variabel terikat, yaitu tingkat kemandirian daerah (KD) dan pertumbuhan ekonomi daerah (PED).
Tabel 2: ANOVA Persamaan 2
Tabel 5 menunjukkan nilai t-hitung pajak daerah adalah sebesar 10,611 dan nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 yaitu sebesar 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa variabel pajak daerah berpengaruh positif signifikan terhadap kemandirian daerah. Dengan demikian hipotesis 1 diterima.
a. Predictors: (Constant), Kemandirian Daerah, Retribusi Daerah, Pajak Daerah
.472 .462 .45290 1.935
Estimate Durbin-Watson 1 .687 a
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of theb. Dependent Variable: Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Model Summary
Residual 35.075 171 .205 Total 66.379 174 a. Predictors: (Constant), Kemandirian Daerah, Retribusi Daerah, Pajak Daerah
1 Regression 31.303 3 10.434 50.870 .000 a
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
2. Uji Hipotesis.
Tabel 3 dan tabel 4 merupakan hasil SPSS yang digunakan untuk menjelaskan pengaruh bersama variabel independen terhadap variabel dependen. Pada tabel 3 angka adjusted R square pada persamaan 1 sebesar 0,427 mengaandung arti bahwa restribusi daerah dan pajak daerah dapat menjelaskan 42,7% terhadap kemandirian daerah, selebihnya 57,3% (=100%-42,7) dijelaskan variabel lain di luar model.
R square pada persamaan 2 sebesar 0,462 mengaandung arti bahwa kemandirian daerah, restribusi daerah dan pajak daerah dapat menjelaskan 46,2% terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, selebihnya 53,8% (=100%-46,2) dijelaskan variabel lain di luar model.
Tabel 4: Model Summary Persamaan 2 Tabel 4 menunjukkan angka adjusted
b. Dependent Variable: Kemandirian Daerah
a. Predictors: (Constant), Retribusi Daerah, Pajak Daerah
Estimate Durbin- Watson 1 .659 a .434 .427 .46751 1.889
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the
Persamaan 1
b
Tabel 3: Model Summary
b. Dependent Variable: Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Tabel 5: Coefficients Persamaan 1 Tabel 5 juga menujukkan nilai t- hitung retribusi daerah adalah sebesar -
- 2.858 1.354 -2.110 .036 Pajak Daerah 1.338 .126 .762 10.611 .000 Retribusi Daerah -.293 .102 -.207 -2.883 .004
2,883 dan nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 yaitu sebesar 0,004. Hal ini menunjukkan bahwa variabel retribusi daerah berpengaruh negatif signifikan terhadap kemandirian daerah, namun arah negatif berbeda dari yang dihipotesiskan positif, dengan demikian hipotesis 2 ditolak.
Tabel 6: Coefficients Persamaan 2 Tabel 6 menunjukkan nilai t-hitung pajak daerah adalah sebesar 7,168 dan nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 yaitu sebesar 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa variabel pajak daerah berpengaruh positif signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, dengan demikian hipotesis 3 diterima.
- 3.376 1.320 -2.557 .011 Pajak Daerah 1.053 .147 .599 7.168 .000 Retribusi Daerah -.160 .106 -.113 -1.511 .133 Kemandirian Daerah .246 .070 .234 3.504 .001
Tabel 6 juga menujukkan nilai t- hitung retribusi daerah adalah sebesar - 1,511 dan nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 yaitu sebesar 0,133. Hal ini menunjukkan bahwa variabel retribusi daerah berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, dengan demikian hipotesis
4 ditolak. Tabel 6 juga menujukkan nilai t- hitung kemandirian daerah adalah sebesar
3,504 dan nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 yaitu sebesar 0,001. Hal ini menunjukkan bahwa variabel kemandirian daerah berpengaruh positif signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, dengan demikian hipotesis 5 diterima.
Pajak daerah dapat berpengaruh langsung maupun tidak langsung (melalui mediasi kemandirian daerah) terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Pengaruh langsung = 0,599, sementara pengaruh tidak langsungnya adalah 0,718. Berarti pengaruh langsung lebih kecil dari pengaruh tidak langsung (0,599 < 0,718) artinya Kemandirian Daerah memediasi hubungan antara Pajak Daerah terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah.
Dari hasil perhitungan di atas dapat dihitung engaruh langsung = 0,113, sementara pengaruh tidak langsung adalah 0,048. Berarti pengaruh langsung lebih besar dari pengaruh tidak langsung (0,113 > 0,048) artinya Kemandirian Daerah tidak merupakan variabel mediasi hubungan antara retribusi daerah terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah.
Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant)
a. Dependent Variable: Kemandirian Daerah
Model Unstandardized Coefficients Standardized
Coefficients T Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant)
a. Dependent Variable: Pertumbuhan Ekonomi Daerah
E. Simpulan
Simpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah :
1. Pajak Daerah berpengaruh positif signifikan terhadap Kemandirian Daerah, dengan demikian hipotesis 1 dalam penelitian ini diterima.
Darmayasa dan Bagiada. 2013. Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dan Bagi
“Kemarnpuan Keuangan Daerah Dalam Mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerah (Studi Kasus Di Kabupaten Sragen Periode 1998 - 2002). Ekonomi Bisnis Vol.6 No.l Januari 2005: 59-66
Akuntansi X Makassar Didit Welly Udjiyanto. 2005.
“Hubungan Dana Alokasi Umurn (DAU), Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dan Pendapatan Per Kapita” Simposium Nasional
Jakarta 9 Desember 2010 Darwanto, Yulia Yustikasari. 2007. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Urnum terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal. Simposium Nasional Akuntansi X Makassar. David Harianto dan Priyo Hari Adi. 2007.
XI ikatan Akuntansi Indonesia
Binsar H. Simanjutak. 2010. Penerapan Akuntansi Berbasis Akrual Di Sektor Pemerintahan Di Indonesia. Kongres
Telaah Riset dan Akuntansi , Vo. 1, No. 2, Juli 2008.
Askam Tuasikal, 2008, Pengaruh DAU, DAK, PAD dan PDRB terhadap Belanja Modal Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Indonesia, Jurnal
Amin Pujiati. 2008. Analisis Pertumbuhan Ekonorni Di Karesidenan Semarang Era Desentralisasi Fiskal. Jurnal Ekonomi Pembangunan Hal: 6l – 70.
Simposium Nasional Akuntansi VI.
2003. "Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Pemerintah Daerah : Studi Kasus Kabupaten/Kota di Jawa dan Bali”.
Abdullah, Syukriy dan Abdul Halim.
Anggaran Terpadu Menghilangkan Tumpang Tindih . Bapekki Depkeu.
Abimanyu, Anggito. 2005. Format
Daerah . Jakarta: Salernba Ernpat
Kusufi. 2011. Akuntansi Keuangan
UPP AMP YKPN Abdul Halim dan Muhammad Syam
Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah: Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah”. Edisi Revisi
Abdul Halim. 2004. “Reformasi
Sampel dari penelitian ini dibatasi pada kabupaten/kota tertentu yang memiliki keterbatasan data yaitu 29 kabupaten dan 6 kota di Propinsi Jawa Tengah. Hal ini menyebabkan hasil penelitian hanya berlaku untuk kebupaten/kota yang menjadi sampel penelitian. Oleh karena itu pada penelitian mendatang agar memperluas di seluruh provinsi Indonesia agar dapat lebih bisa ditarik simpulan secara umum
signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah, dengan demikian hipotesis 5 dalam penelitian ini diterima.
1 ) berpengaruh
5. Kemandirian Daerah (Y
4. Retribusi Daerah tidak berpengaruh signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah, dengan demikian hipotesis 4 dalam penelitian ini ditolak.
3. Pajak Daerah berpengaruh positif signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah, dengan demikian hipotesis 3 dalam penelitian ini diterima.
2. Retribusi Daerah berpengaruh negatif signifikan terhadap Kemandirian Daerah, dengan demikian, hipotesis 2 dalam penelitian ini ditolak, karena tanda berbeda dengan yang dihipotesiskan yaitu positif.
2. Keterbatasan Penelitian dan Saran
DAFTAR PUSTAKA
Hasil Pajak Sebagai Penopang Kemandirian Keuangan Daerah. jurnal Bisnis dan Kewirausahaan. Vol 9 No. 2
Muhammad Abrar. 2010. "Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Dan Belanja Modal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Aceh", Jurnal
Wiratno Bagus Suryono, 2009, Analisis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Tingkat Investasi, Dan Tenaga Kerja Terhadap PDRB Jawa Tengah,
sektor publik , Malang: Bayu Media
Sony Yuwono, 2005, Penganggaran
Nasional Akuntansi IX Padang
Pertumbuhan Ekonomi Daerah, Belanja Pembangunan dan Pendapatan Asli Daerah. Simposium
Yogyakarta: BPFE Priyo Hari Adi. 2006. Hubungan antara
Untuk Akuntansi Dan Manajemen
Nur Indriantoro dan Bambang Supomo, 1999, Metodologi Penelitian Bisnis
Keuangan Daerah . Edisi 2. Indeks Jakarta.
Mardiasrno. 2002. Akuntansi Sektor Publik . Andi. Yogyakarta. Nurlan Darise. 2009. Pengelolaan
Effect Pada Dana Alokasi Umurn (DAU) Dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Belanja Daerah Pada Kabupaten/Kota Di Pulau Sumatera” Simposium Nasional Akuntansi IX Padang.
2010: 79-88 Mutiara Maimunah. 2006. “Flypapaer
Ekanomi dan Bisnis Vol 9 No.l April
Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Dan Ketirnpangan Regional Antar Kabupaten/Kota Di Prordnsi Jawa Barat”. Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Indonesia .
Friska Sihite. 2009. Pengaruh PAD, DAU, DAK, Dan Belanja Modal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah Di Kabupaten / Kota Provinsi Sumatera Utara. Tesis S2 Program Pasca
Negeri Bali, 17-18 Mei 2013 Lili Masli. 2008. “Analisis Faktor-Faktor
Prosiding Simposium Nasional Akuntansi Vokasi ke-2, Politeknik
Putra. 2013. Kemandirian Keuangan Daerah (Studi Kasus Pemerintah Kota Samarinda Tahun 2001-2010),
12 Desernber 2007 Kadafi Muhammad dan Wendy Wewisa
Session IA: fiscal decentrslization
Joko Waluyo. 2007. “Dampak Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Dan Ketimpangan Pendapatan Antar Daerah Di Indonesia”. Pararel
Edisi kelima. Semarang: Penerbit Universitas Diponegoro
Imam Ghozali. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS .
Faculty Of Economic Universitas Trunojoyo
Keuangan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi, Pengangguran, Dan Kemiskinan: Pendekatan Analisis Jalur” The Ist Accounting Confeence
Halim dan Muhammad, 2011, Akuntansi Sektor Publik, Salemba Empat. Hamzah Ardi. 2007. “Analisis Kinerja
Haryanto. 2006. Kemandirian Daerah Sebuah Perspektif dengan metode Path Analysis. Jurnal ekonomi dan Kewirausahaan Vol 9.
Sarjana Universitas Sumatera Utara tidak dipublikasikan .
Jurnal Pengembangan Ekanami Dan Pembangunan Indonesia