STRATEGI PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN POTENSI wilayah
TUGAS PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
STRATEGI PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
POTENSI PARIWISATA
KAWASAN WADUK
JEHEM KABUPATEN
DISUSUN OLEH :
AFIDAH MUSHOLINA F.
SITA ANDIASTUTI
ANUGRAH DIMAS SUSETYO
ALGA TRIWIRYA WIBISONO
DELIA NOER ADZANNI
3611100022
3611100038
3611100054
3611100062
3611100069
STRATEGI PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN POTENSI
PARIWISATA KAWASAN WADUK JEHEM
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH
DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN
PERENCANAAN
iii
MATA KULIAH PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat, hidayah, dan karunia-Nya kepada kita
semua sehingga kami dapat menyelesaikan laporan penelitian dengan judul “STRATEGI
PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN POTENSI PARIWISATA KAWASAN WADUK JEHEM
KABUPATEN BANGLI’’ . Laporan metode penelitian ini disusun sebagai salah satu syarat
untuk tugas akhir mata kuliah pembiayaan pembangunan pada program Strata-1 di Program
Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut
Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.
Penulis menyadari dalam penyusunan laporan metode penelitian ini tidak akan
selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini kami ingin
mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu peneliti dalam
menyelesaikan laporan tugas ini.
Kami menyadari laporan ini tidak luput dari berbagai kekurangan, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan dan perbaikannya sehingga akhirnya
laporan ini dapat memberikan manfaat yang banyak bagi bidang pendidikan dan penerapan
dilapangan serta bisa dikembangkan lagi lebih lanjut.
Surabaya, 29 Desember 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar .................................................................................................................
Daftar Isi ............................................................................................................................
i
ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG......................................................................................... 1
1.2.
RUMUSAN MASALAH.................................................................................... 2
1.3.
TUJUAN PENULISAN...................................................................................... 2
1.4.
RUANG LINGKUP........................................................................................... 2
1.5.
METODE PENULISAN..................................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
PENGERTIAN PARIWISATA............................................................................. 4
2.2.
PENGERTIAN ECOWISATA.............................................................................5
2.3.
SUMBER PEMBIAYAAN...................................................................................7
2.3.1. PEMBIAYAAN KONVENSIONAL.......................................................................7
2.3.1.1. ...........................................................STRUKTUR ANGGARAN DANA PUSAT
7
2.3.1.2 STRUKTUR ANGGARAN DANA DAERAH......................................................8
2.3.2. PEMBIAYAAN NON-KONVENSIONAL...............................................................9
BAB 3 PEMBAHASAN
3.1.
GAMBARAN UMUM...................................................................................... 10
3.1.1. LOKASI WISATA WADUK JEHEM..................................................................10
3.1.2. PENATAAN KAWASAN WADUK JEHEM..........................................................10
3.1.3. RENCANA INVESTASI OBYEK WISATA WADUK JEHEM..................................11
3.1.4. KOMPONEN SARANA PRASARANA PARIWISATA...........................................11
3.1.5. SUMBER PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN.......................................................12
3.1.5.1. PEMBIAYAAN KONVENSIONAL................................................................12
3.1.5.2. PEMBIAYAAN NON-KONVENSIONAL........................................................14
3.1.6. KOMPONEN BIAYA PEMBANGUNAN.............................................................14
3.1.7. ANALISIS KRITERIA INVESTASI....................................................................16
BAB IV SKEMA PENANGANAN KASUS
4.1.
ANALISIS FINANSIAL SEDERHANA..............................................................19
4.2.
SUMBER PEMBIAYAAN YANG RELEVAN.......................................................21
4.3.
STRATEGI PENGIMPLEMENTASIAN SUMBER PEMBIAYAAN TERPILIH............23
BAB V KESIMPULAN & REKOMENDASI
5.1.
KESIMPULAN............................................................................................... 24
5.2
REKOMENDASI............................................................................................ 25
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Ekowisata merupakan suatu model pengembangan wisata alam yang
bertanggung jawab di daerah yang masih alami atau daerah-daerah yang
dikelola secara alami dimana tujuannya selain untuk menikmati keindahan alam
juga melibatkan usaha konservasi serta peningkatan pendapatan masyarakat
setempat.
Pada dasarnya ekowisata merupakan perpaduan dari berbagai minat yang
tumbuh dari keprihatinan lingkungan, ekonomi, dan sosial. Secara ekonomi
pengembangan
ekowisata
harus
dapat
memberi
keuntungan
bagi
penyelenggaranya bagi setiap wilayah yang memiliki dan mengembangkan
ekowisata. Dalam pengelolaan yang terpadu, ekowisata berpotensi untuk
menggerakkan ekonomi wilayah dan mensejahterakan rakyat di sekitar kawasan
yang dikembangkan sebagai pariwisata alam, dengan mekanisme pembiayaan
dana untuk kegiatan konservasi sumberdaya alam dan secara ekonomis akan
memberdayakan
masyarakat
lokal.
Keterlibatan
masyarakat
dan
seluruh
stakeholder dalam menjamin keamanan dan keberadayaan sumberdaya alam
sangat membantu dalam memajukan potensi alam yang dimiliki pada setiap
wilayah.
Studi kelayakan terhadap pembangunan waduk yang telah dilaksanakan
sebelumnya oleh Satuan Kerja Sementara Pengembangan dan Pengelolaan
Sumber Air Bali, Bagian Pelaksana Kegiatan Pengelolaan Sumber Air/PPSA Bali
melalui Kegiatan Studi Kelayakan Waduk Jehem di Kabupaten Bangli, Tahun
Anggaran 2005, dilakukan dengan lingkup pemanfaatanhanya untuk pemenuhan
air irigasi dan airbaku di Kabupaten Bangli. Tahap perencanaan waduk ini seperti
Desain Detail (DD), Model Test dan Analisis Terhadap Dampak Lingkungan
(Amdal) juga telah dilaksanakan. Hasil kajian ekonomi pada studi kelayakan
menyatakan bahwa pembangunan waduk layak untuk dilaksanakan.
Bila ditinjau dari lokasi rencana pembangunannya, waduk ini mempunyai
potensi yang cukup besar juga bila dikembangkan menjadi obyek pariwisata,
4
MATA KULIAH PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
karena terletak pada kawasan ekowisata bukit Bangli dimana terletak obyek
wisata Pura Kehen yang hanya berjarak sekitar 500 meter serta desa tradisional
Pengelipuran berjarak sekitar 1 km dari waduk tersebut. Potensi ini merupakan
manfaat tak langsung (secondary benefit) yang akan dicoba untuk dianalisis
sehingga
keberadaan
waduk
tersebut
bisa
memberikan
nilai
berupa
pengembangan sektor pariwisata.
1.2. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dalam penyususan laporan ini adalah sebagai
berikut :
a. Bagaimana strategi pembiayaan pembangunan yang relevan dalam
proses pembangunan ekowisata Waduk Jehem Kabupaten Bangli ?
b. Dari manakah sumber dana untuk biaya pembangunan dan pengelolaan
kawasan ekowisata Waduk Jehem Kabupaten Bangli ?
1.3. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan penulisan dalam penyususan laporan ini adalah sebagai
berikut :
a. Merumuskan strategi pembiayaan pembangunan yang relevan dalam
proses pembangunan ekowisata Waduk Jehem Kabupaten Bangli.
b. Mengidentifikasi sumber-sumber dana pembiayaan yang relevan untuk
biaya pembangunan dan pengelolaan kawasan ekowisata Waduk Jehem
Kabupaten Bangli.
1.4. RUANG LINGKUP
Laporan studi kelayakan ini mengambil studi pembiayaan pembangunan
kawasan ekowisata Waduk Jehem Kabupaten Bangli. Dalam makalah ini
mengulas pembiaayan pembangunan kawasan
ekowisata Waduk Jehem
Kabupaten Bangli.
1.5. METODE PENULISAN
4
MATA KULIAH PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
Metode penulisan dalam studi kasus pembiayaan pembangunan dan
pengelolaan kawasan wisata Waduk Jehem Kabupaten Bangli terbagi dalam 5
( lima ) bab sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Berisi mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penulisan,
metode
penulisan dan ruang lingkup.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Pada bab ini berisi mengenai struktur anggaran pusat, struktur anggaran
daerah,
sumber pembiayaan konvensional dan non-konvensional.
BAB III PEMBAHASAN
Pada bab pembahasan berisi mengenai gambaran umum yang meliputi
komponen
biaya, analisa kriteria investasi, sumber pembiayaan, strategi
pembiayaan, simpulan
isu pembiayaan / critical review. Berisi mengenai
eksplorasi instrumen pembiayaan
yang meliputi kajian struktur anggaran
daerah dan pusat, sumber pembiayaan
konvensional
dan
non-
konvensional.
BAB IV SKEMA PENANGANAN KASUS
Berisi mengenai analisa finansial sederhana, sumber pembiayaan, dan
strategi
implementasi pembiayaan.
BAB V PENUTUP
Dalam bab ini berisi mengenai kesimpulan dan rekomendasi.
4
MATA KULIAH PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. PENGERTIAN PARIWISATA
Dalam Undang-Undang RI nomor 9 tahun 1999 disebutkan definisi
pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk
pengusahaan obyek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait
dibidang tersebut. Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari
kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk
menikmati obyek dan daya tarik wisata. Sedangkan orang yang melakukan
kegiatan wisata disebut dengan Wisatawan.
Kepariwisataan
adalah
segala
sesuatu
yang
berhubungan
dengan
penyelenggaraan pariwisata. Usaha pariwisata adalah kegiatan yang bertujuan
menyelenggarakan jasa pariwisata atau menyediakan atau mengusahakan
obyek dan daya tarik wisata, usaha sarana pariwisata dan usaha lain yang
terkait dengan hal tersebut. Obyek dan daya tarik pariwisata adalah segala
sesuatu yang menjadi sasaran wisata. Kawasan pariwisata adalah kawasan
dengan
luas
tertentu
yang
dibangun
atau
disediakan
untuk
memenuhi
kebutuhan pariwisata.
Dalam perkembangan kepariwisataan secara umum muncul pula istilah
wisata
4
berkelanjutan.
Menurut
Swarbrooke
(1998)
dalam
Utama
MATA KULIAH PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
(2006),
mengatakan bahwa pada hakekatnya pariwisata berkelanjutan harus terintegrasi
pada tiga dimensi. Tiga dimensi tersebut adalah, (1) dimensi lingkungan, (2)
dimensi ekonomi, dan (3) dimensi sosial. Selanjutnya berdasarkan konteks
pembangunan
sebagai:
wisatawan
berkelanjutan,
pembangunan
dengan
environmental
pariwisata
kepariwisataan
tetap
dimention),
berkelanjutan
dapat
yang
dengan
memperhatikan
memberi
peluang
sesuai
kelestarian
bagi
didefinisikan
kebutuhan
(conservation,
generasi
muda
untuk
memanfaatkan (economic dimention) dan mengembangkannya berdasarkan
tatanan sosial ( social dimention ) yang telah ada.
2.2. PENGERTIAN ECOWISATA
Ekowisata
merupakan
kegiatan
pariwisata
yang
diarahkan
dapat
memadukan pembangunan ekonomi sekaligus dapat membangkitkan pendanaan
untuk usaha-usaha pelestarian sumberdaya sebagai atraksinya. Menurut The
International Ecotourism Society (2002) dalam Subadra (2007), mendifinisikan
ekowisata sebagai berikut: Ecotourism is “responsible travel to natural areas that
conserves the environment and sustains the well-being of local people.” Dari
definisi ini, disebutkan bahwa ekowisata merupakan perjalanan wisata yang
berbasiskan alam sehingga lingkungan, ekosistem, dan kearifan-kearifan lokal
yang ada di dalamnya harus dilestarikan keberadaannya.
INECOM dalam Bappeda Kabupaten Bangli (2002) menyebutkan ekowisata
adalah penyelenggaraan kegiatan wisata yang bertanggung jawab di tempattempat alami dan/atau daerah-daerah yang dibuat berdasarkan kaidah alam
yang mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan (alam dan kebudayaan)
dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.
Lebih lanjut dijelaskan, ekowisata pada dasarnya memiliki sifat-sifat dan
perilaku serupa dengan pariwisata yang umum dikenal oleh semua orang,
seperti memerlukan
atraksi atau obyek pariwisata, memerlukan sarana dan
prasarana, serta adanya komponen jasa pelayanan yang menjadi ciri khas
pariwisata. Merujuk pada Wood, dalam Hendarto (2008), sebuah perjalanan
dapat dikategorikan sebagai ekowisata bila mempunyai komponen-komponen:
Memberi sumbangan pada konservasi biodiversitas, Menopang kesejahteraan
masyarakat lokal, Menginterpretasikan pengalaman-pengalaman yang diperoleh
4
MATA KULIAH PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
dalam kehidupan kesehariannya, Melibatkan tanggung jawab wisatawan dan
industri pariwisata.
Para pelaku dan pakar di bidang ekowisata sepakat untuk menekankan
bahwa pola ekowisata sebaiknya meminimalkan dampak yang negatif terhadap
lingkungan dan budaya setempat dan mampu meningkatkan pendapatan
ekonomi bagi masyarakat setempat dan nilai konservasi. Beberapa aspek kunci
dalam ekowisata adalah:
1.
Jumlah pengunjung terbatas atau diatur supaya sesuai dengan daya
dukung lingkungan dan sosial-budaya masyarakat
2.
Pola wisata ramah lingkungan (nilai konservasi)
3.
Pola wisata ramah budaya dan adat setempat (nilai edukasi dan wisata)
4.
Membantu
secara
langsung
perekonomian
masyarakat
lokal
(nilai
ekonomi)
Ekowisata berbasis masyarakat (community-based ecotourism). Pola
ekowisata berbasis masyarakat adalah pola pengembangan ekowisata yang
mendukung dan memungkinkan keterlibatan penuh oleh masyarakat setempat
dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengelolaan usaha ekowisata dan segala
keuntungan yang diperoleh.
Ekowisata
berbasis
masyarakat
merupakan
usaha ekowisata yang menitikberatkan peran aktif komunitas. Hal tersebut
didasarkan kepada kenyataan bahwa masyarakat memiliki pengetahuan tentang
alam serta budaya yang menjadi potensi dan nilai jual sebagai daya tarik wisata,
sehingga pelibatan masyarakat menjadi mutlak. Pola ekowisata berbasis
masyarakat mengakui hak masyarakat lokal dalam mengelola kegiatan wisata di
kawasan
yang
mereka
miliki
secara
adat
ataupun
sebagai
pengelola
(Departemen Kebudayaan dan Pariwisata dan WWF, 2009).
Ekowisata berbasis masyarakat dapat menciptakan kesempatan kerja bagi
masyarakat setempat, dan mengurangi kemiskinan, di mana penghasilan
ekowisata adalah dari jasa-jasa wisata untuk turis: fee pemandu; ongkos
transportasi; homestay; menjual kerajinan, dll. Ekowisata membawa dampak
positif terhadap pelestarian lingkungan dan budaya asli setempat yang pada
akhirnya diharapkan akan mampu menumbuhkan jati diri dan rasa bangga antar
penduduk setempat yang tumbuh akibat peningkatan kegiatan ekowisata
(Departemen Kebudayaan dan Pariwisata).
4
MATA KULIAH PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
Dengan adanya pola ekowisata berbasis masyarakat bukan berarti bahwa
masyarakat akan menjalankan usaha ekowisata sendiri. Tataran implementasi
ekowisata perlu dipandang sebagai bagian dari perencanaan pembangunan
terpadu yang dilakukan di suatu daerah. Untuk itu, pelibatan para pihak terkait
mulai dari level komunitas, masyarakat, pemerintah, dunia usaha dan organisasi
non pemerintah diharapkan membangun suatu jaringan dan menjalankan suatu
kemitraan yang baik sesuai peran dan keahlian masing-masing. Beberapa aspek
kunci dalam ekowisata berbasis masyarakat adalah:
1. Masyarakat membentuk panitia atau lembaga untuk pengelolaan
kegiatan ekowisata di daerahnya, dengan dukungan dari pemerintah
dan organisasi masyarakat (nilai partisipasi masyarakat dan edukasi)
2. Prinsip local ownership (pengelolaan dan kepemilikan oleh masyarakat
setempat) diterapkan sedapat mungkin terhadap sarana dan pra-sarana
ekowisata, kawasan ekowisata, dll (nilai partisipasi masyarakat) 3.
Homestay menjadi pilihan utama untuk sarana akomodasi di lokasi
wisata (nilai ekonomi dan edukasi)
3. Pemandu adalah orang setempat (nilai partisipasi masyarakat)
4. Perintisan,
pengelolaan
dan
pemeliharaan
obyek
wisata menjadi
tanggung jawab masyarakat setempat, termasuk penentuan biaya
untuk wisatawan (nilai ekonomi dan wisata) (Departemen Kebudayaan
dan Pariwisata dan WWF, 2009).
2.3. SUMBER PEMBIAYAAN
Sumber pembiayaan pembangunan terdiri dari dua jenis, yakni sumber
pembiayaan konvensional dan non-konvensional. Secara teoritis, modal bagi
pembiayaan pembangunan perkotaan dapat diperoleh dari 3 sumber dasar:
1. pemerintah/publik
2. swasta/private
3. gabungan antara pemerintah dengan swasta
2.3.1.
PEMBIAYAAN KONVENSIONAL
2.3.1.1.
STRUKTUR ANGGARAN DANA PUSAT
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), adalah rencana
keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan
4
MATA KULIAH PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat
rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1
Januari – 31 Desember). APBN, perubahan APBN, dan pertanggungjawaban APBN
setiap tahun ditetapkan dengan Undang-Undang. APBN merupakan wujud
pengelolaan keuangan negara yang ditetapkan tiap tahun
dengan undang-undang. Struktur APBN yang sekarang dilaksanakan oleh
pemerintah Indonesia secara garis besar adalah sebagai berikut:
a. Pendapatan Negara dan Hibah
b. Belanja Negara
c. Keseimbangan Primer
d. Surplus/Defisit Anggaran
e. Pembiayaan
Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara saat ini adalah:
1. Belanja Negara. Belanja terdiri atas dua jenis:
a. Belanja Pemerintah Pusat, adalah belanja yang digunakan untuk
membiayai kegiatan pembangunan Pemerintah Pusat, baik yang dilaksanakan di
pusat maupun di daerah (dekonsentrasi dan tugas pembantuan). Belanja
Pemerintah Pusat dapat dikelompokkan menjadi : Belanja Pegawai, Belanja
Barang, Belanja Modal, Pembiayaan Bunga Utang, Subsidi BBM dan Subsidi NonBBM, Belanja Hibah, Belanja Sosial (termasuk Penanggulangan Bencana), dan
Belanja Lainnya.
b. Belanja Daerah, adalah belanja yang dibagi-bagi ke Pemerintah Daerah,
untuk kemudian masuk dalam pendapatan APBD daerah yang bersangkutan.
Belanja Daerah meliputi:
1) Dana Bagi Hasil
2) Dana Alokasi Umum
3) Dana Alokasi Khusus
4) Dana Otonomi Khusus
2. Pembiayaan. Pembiayaan meliputi:
a. Pembiayaan Dalam Negeri, meliputi Pembiayaan Perbankan, Privatisasi,
Surat Utang Negara, serta penyertaan modal negara.
b. Pembiayaan Luar Negeri, meliputi:
1) Penarikan Pinjaman Luar Negeri, terdiri atas Pinjaman Program dan
Pinjaman
4
Proyek.
MATA KULIAH PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
2) Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar Negeri, terdiri atas Jatuh Tempo
dan
Moratorium.
2.3.1.2 STRUKTUR ANGGARAN DANA DAERAH
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), adalah rencana
keuangan tahunan pemerintah daerah di Indonesia yang disetujui oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah. APBD ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Tahun
anggaran APBD meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai
dengan tanggal 31 Desember. Adapun APBD terdiri atas:
1. Anggaran pendapatan, terdiri atas :
a. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang meliputi pajak daerah, retribusi
daerah, hasil
pengelolaan kekayaan daerah, dan penerimaan lain-lain.
b. Bagian dana perimbangan, yang meliputi Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi
Umum
(DAU) dan Dana Alokasi Khusus
c. Lain-lain pendapatan yang sah seperti dana hibah atau dana darurat.
2. Anggaran belanja, yang digunakan untuk keperluan penyelenggaraan
tugas pemerintahan di daerah.
3. Pembiayaan, yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali
dan/atau
pengeluaran
anggaran yang
2.3.2.
yang
akan
diterima
kembali,
baik
pada
tahun
bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.
PEMBIAYAAN NON-KONVENSIONAL
Sumber
pembiayaan
non-konvesional
merupakan
sumber-sumber
pembiayaan yang diperoleh dari kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan
masyarakat. Strategi Pembiayaan Non-Konvensional :
1. Kemitraan pemerintah – swasta
2. Kewajiban Paksa
3. Peningkatan invenstasi swasta murni
4. Peningkatan pembiayaan dari masyarakat
4
MATA KULIAH PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
BAB III
PEMBAHASAN
3.1.
GAMBARAN UMUM
3.1.1.
LOKASI WISATA WADUK JEHEM
Lokasi pariwisata ini terletak di Kabupaten Bangli yang merupakan salah
satu kabupaten yang ada di pulau Bali. Berada pada daerah lembah di balik bukit
Bangli, tepatnya di daerah aliran sungai/DAS tukad Melangit. Kawasan ini
merupakan pengembangan dari obyek wisata Pura Kehen dan Desa Wisata
Pengelipuran, dimana pemerintah kabupaten Bangli telah melakukan kajian
untuk
mengembangkan
kawasan
ekowisata
bukit
Bangli
yang
letaknya
berdampingan dengan rencana pembangunan Waduk Jehem. Lokasi Waduk
Jehem yang berdekatan dengan obyek Desa Wisata Pengelipuran dan Pura Kehen
akan ditampilkan sebagai satu kesatuan kawasan dengan sebutan “Segitiga
Kawasan Obyek Wisata Pengelipuran-Kehen Waduk Jehem”, dimana dengan
pengembangan
4
MATA KULIAH PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
dan penataan yang baik diharapkan akan mampu menjadi obyek yang menarik
serta memberikan nilai tambah bagi kehidupan pariwisata di Bali.
3.1.2.
PENATAAN KAWASAN WADUK JEHEM
Penataan kawasan obyek wisata ini mengambil rujukan dari lokasi yang
telah ada di tempat lain yaitu pada Waduk TelagaTunjung di Kabupaten Tabanan,
dimana guna meningkatkan nilai jual kawasan waduk dilakukan dengan
menyiapkan prasarana dan sarana di sekitar lokasi waduk menjadi obyek wisata
(Anonim, 2003). Sementara Bukit Bangli sangat layak untuk dikembangkan
sebagai obyek wisata dengan konsep ekowisata (Anonim, 2002).
Memadukan kawasan ekowisata Bukit Bangli dengan bangunan waduk
yang
akan
dilengkapi
dengan
sarana
prasarana
dan
atraksi
pariwisata
memerlukan perencanaan penataan yang matang dan konsekuen. Kawasan
pariwisata akan direncanakan seperti berikut: Posisi bangunan waduk pada
daerah aliran sungai/DAS tukad Melangit akan menjadi bangunan utama yang
akan dimanfaatkan sebagai obyek panorama yang menarik dinikmati oleh
wisatawan. Ditawarkan pula untuk atraksi wisata tirta berupa atraksi wisata
perahu tanpa mesin, aktivitas memancing dan
berkemah di sekitar waduk.
Kemudian pada bagian tepi sisi barat waduk akan dibangun fasilitas penunjang
pariwisata berupa bangunan kios kerajinan, restoran, museum subak dan bale
subak agung, wantilan, pura subak, stage/panggung pertunjukan, kantor
pengelola, parkir dan fasilitas lainnya.
Areal lahan persawahan yang terletak pada daerah hilir waduk akan
dikelola dan ditata bersama penduduk sekitar menjadi suatu atraksi wisata yang
bisa
dinikmati
oleh
wisatawan,
dimana
para
petani
dengan
aktivitas
pertaniannya sesuai tata nilai tradisi subak akan menjadi subyek dan obyek
atraksi itu sendiri. Agar lebih atraktif maka para wisatawan akan diberikan
kesempatan untuk ikut serta terlibat dalam aktivitas petani tersebut. Kawasan
waduk Jehem akan dipadukan dengan kawasan ekowisata Bukit Bangli termasuk
obyek wisata Pura Kehen dan kawasan Desa Tradisional Pengelipuran menjadi
satu kesatuan kawasan dengan julukan Segitiga Kawasan Obyek Wisata
Pengelipuran-Kehen-Waduk Jehem.
Penataan kawasan diatur sedemikian rupa, fasilitas yang dibangun dengan
nuansa arsitektur Bali serta selaras dengan lingkungan alam disekitar waduk
4
MATA KULIAH PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
serta akan dibangun hubungan yang harmonis antara pengelolaan fasilitas
pariwisata tersebut dengan budaya dan kehidupan masyarakat sekitar lokasi.
3.1.3.
RENCANA INVESTASI OBYEK WISATA WADUK JEHEM
Obyek wisata Waduk Jehem dibangun di areal yang juga masih dalam
kawasan Ekowisata Bukit Bangli. Untuk mewujudkannya diperlukan penataan
komponen fasilitas pariwisata dengan mengestimit luasan masing-masing
fasilitas
serta
estimasi
biaya
yang
dibutuhkan
dan
rencana
sumber
pendapatannya. Dalam penentuan detail rencana investasi ini ditentukan
berdasarkan rujukan pada pengelolaan obyek-obyek wisata sejenis yang telah
ada sebelumnya, misalnya obyek wisata waduk Telaga Tunjung serta disesuaikan
dengan situasi dan kondisi yang ada di sekitar waduk Jehem itu sendiri
disamping juga dengan melakukan survey dan perbandingan terhadap obyekobyek wisata alam buatan yang banyak terdapat di Bali.
3.1.4.
KOMPONEN SARANA PRASARANA PARIWISATA
Fasilitas wisata yang akan dibangun meliputi fasilitas akomodasi, atraksi
wisata tirta, wisata petualangan alam dan atraksi wisata bercocok tanam sesuai
nilai-nilai tata laksana subak. Komponen-komponen sarana prasarana pariwisata
dari
kawasan
Waduk
Jehem
adalah;
Restoran,
Camping
Ground,
Jalan
Lingkungan, Lintasan tracking, Moda Transportasi air (wisata air), Dermaga
perahu,
Fasilitas
Parkir,
Kios
Seni,
Kios
buah/jajanan
khas
Bali,
Stage
Pertunjukkan, Kantor Pengelola, Museum Subak, Bale Subak Agung dan Wantilan,
Tempat Suci, Areal persawahan, Bale Bengong.
3.1.5.
SUMBER PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
Sumber pembiayaan pembangunan terdiri dari dua jenis yakni sumber
pembiayaan konvensional dan non-konvensional. Secara teoritis, modal bagi
pembiayaan pembangunan perkotaan dapat diperoleh dari 3 sumber dasar:
1. Pemerintah/publik
2. Swasta/private
3. Gabungan antara pemerintah dengan swasta
3.1.5.1. PEMBIAYAAN KONVENSIONAL
4
MATA KULIAH PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
A. Struktur Anggaran Dana Pusat
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), adalah rencana
keuangan tahunan pemerintahan Negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan
Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat
rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1
Januari – 31 Desember). APBN, perubahan APBN, dan pertanggungjawaban APBN
setiap tahun ditetapkan dengan Undang-Undang. APBN merupakan wujud
pengelolaan keuangan negara yang ditetapkan tiap tahun dengan undangundang. Struktur APBN yang sekarang dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia
secara garis besar adalah sebagai berikut:
a. Pendapatan Negara dan Hibah
b. Belanja Negara
c. Keseimbangan Primer
d. Surplus/Defisit Anggaran
e. Pembiayaan
Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara saat ini adalah
1. Belanja Negara. Belanja terdiri atas dua jenis:
a. Belanja Pemerintah Pusat, adalah belanja yang digunakan untuk
membiayai kegiatan pembangunan Pemerintah Pusat, baik yang
dilaksanakan di pusat maupun di daerah (dekonsentrasi dan tugas
pembantuan). Belanja Pemerintah Pusat dapat dikelompokkan
menjadi:
Belanja
Pegawai,
Belanja
Barang,
Belanja
Modal,
Pembiayaan Bunga Utang, Subsidi BBM dan Subsidi Non-BBM,
Belanja Hibah, Belanja Sosial (termasuk Penanggulangan Bencana),
dan Belanja Lainnya.
b. Belanja Daerah, adalah belanja yang dibagi-bagi ke Pemerintah
Daerah, untuk kemudian masuk dalam pendapatan APBD daerah
yang bersangkutan. Belanja Daerah meliputi:
4
MATA KULIAH PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
1) Dana Bagi Hasil
2) Dana Alokasi Umum
3) Dana Alokasi Khusus
4) Dana Otonomi Khusus
2. Pembiayaan meliputi
a. Pembiayaan
dalam
negeri
meliputi
pembiayaan
perbankan,
privatisasi, surat utang Negara, serta penyertaan modal Negara.
b. Pembiayaan luar negeri meliputi:
1) Penarikan pinjaman luar negeri terdiri atas pinjaman program
dan pinjaman proyek
2) Pembayaran cicilan pokok utang luar negeri terdiri atas
3) Jatuh Tempo dan Moratorium.
B. Struktur Anggaran Dana Daerah
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), adalah rencana
keuangan tahunan pemerintah daerah di Indonesia yang disetujui oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah. APBD ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Tahun
anggaran APBD meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai
dengan tanggal 31 Desember. Ada pun APBD terdiri atas:
1. Anggaran pendapatan, terdiriatas :
a. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang meliputi pajak daerah, retribusi
daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan penerimaan lain-lain.
b. Bagian dana perimbangan, yang meliputi Dana Bagi Hasil, Dana
Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus
c. Lain-lain pendapatan yang sah seperti dana hibah atau dana darurat.
2. Anggaran belanja, yang digunakan untuk keperluan penyelenggaraan
tugas pemerintahan di daerah.
4
MATA KULIAH PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
3. Pembiayaan, yaitu setiap penerimaan yang
perlu dibayar kembali
dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun
anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.
3.1.5.2. PEMBIAYAAN NON-KONVENSIONAL
Pembiayaan non konvensional dari kerja sama pihak pemerintah dengan
stakeholder lain yang terkait baik swasta maupun masyarakat seperti joint
venture,
konsesi,
konsolidasi
lahan,
dll.
Instrument
pembiayaan
non-
konvensional inilah yang biasanya menjadi sumber pembiayaan alternatif
apabila pemerintah mengalami kendala pendanaan dalam melakukan suatu
pembangunan. Dari berbagai jenis instrumen pembiayaan yang ada ternyata
hanya beberapa saja yang telah diterapkan di Indonesia secara intensif dan
umumnya
masih
bersifat
konvensional
(pajak,
pinjaman,
retribusi,
dll).
Mengingat makin terbatasnya keuangan negara, maka akan sangat bermanfaat
apabila potensi yang dimiliki masing-masing di daerah digali secara optimal,
khususnya bagi instrumen keuangan yang bersifat non-konvensional.
3.1.6.
KOMPONEN BIAYA PEMBANGUNAN
Komponen biaya merupakan bagian yang penting dalam menentukan
seberapa besar biaya yang harus dikeluarkan dalam pembangunan dan
pengelolaan
kawasan
pariwisata
Waduk
Jehem
Bali.
Di
dalam
suatu
pembangunan secara menyeluruh. Pembiayaan tentunya tidak hanya sebatas
pada biaya konstruksi fisik saja melainkan pembiayaan secara komprehensif
meliputi pekerjaan eksternal dan juga pekerjaan khusus. Namun sebelum
mengetahui
secara
pembangunan.
Maka
detail
biaya
penting
pada
untuk
masing-masing
mengetahui
sub
komponen
bagaimana
konsep
pembangunan dan pengelolaan kawasan pariwisata Waduk Jehem Bali yang akan
dilaksanakan yaitu:
1. Biaya Persiapan
Biaya yang mencakup seluruh biaya yang digunakan dalam proses
penyiapan dokumen pengembangan fasilitas ini yang meliputi biaya untuk
perijinan dan studi-studi perencanaa yang dilakukan.
4
MATA KULIAH PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
2. Biaya Pembangunan Infrastruktur
Pelaksanaan
pembangunan
infrastruktur
mencakup
biaya
pekerjaan
pematangan tanah, fasilitas utama, fasilitas penunjang, dan landscape
dan utilitas.
3. Biaya Operasional dan Managemen
Biaya yang termasuk dalam penyediaan peralatan dan interior.
Untuk mengetahui secara spesifik seberapa besar jumlah biaya pada
masing-masing
sub
komponen
pembangunan
dan
pengelolaan
kawasan
pariwisata Waduk Jehem Bali dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 3.1
Rencana Anggaran Biaya Kawasan Pariwisata Waduk Jehem Bali
No
Uraian Kegiatan
Satua
Volum
Harga
n
e
Satuan
Jumlah Harga
Jumlah
Keseluruhan
(Rp)
I
BIAYA PERSIAPAN
10.000.000,000
10.000.000,0
00
II,
PEKERJAAN
2A
PERSIAPAN/PEMATANGAN
TANAH
Pengurugan/pematangan
m3
30,000
90,000
2,700,000,000
tanah
Revetment/tembok
M
400
1,250,000
500,000,000
penahan tanah
Pembangunan
fasilitas
7,000,000,000
jalan
10.000.000,0
00
III
FASILITAS UTAMA
2B
4
Wisata Air
Arena Wisata Keluarga
Jogging Track
Camping Ground
Area Pemancingan
Pondok Penginapan
Kantor Pengelola
Gerbang/Gate
m2
m2
m2
m2
m2
m2
m2
m2
300
200
150
150
200
300
100
1
2,500,000
2,500,000
3,000,000
2,000,000
2,000,000
1,500,000
2,000,000
100,000,00
750,000,000
500,000,000
450,000,000
300,000,000
400,000,000
450,000,000
200,000,000
100,000,000
Musholla
Masjid
buah
m2
1
50
0
10,000,000
4,000,000
10,000,000
200,000,000
MATA KULIAH PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
No
Uraian Kegiatan
Satua
Volum
Harga
Jumlah Harga
n
e
Satuan
Pujasera
Ruko (termasuk toko
m2
m2
50
10
(Rp)
4,000,000
5,000,000
200,000,000
50,000,000
souvenir)
Toilet
Parkir
buah
m2
5
50
2,500,000
1,000,000
12,500,000
50,000,000
Jumlah
Keseluruhan
3,672,500,00
0
III
BIAYA OPERASIONAL
500,000,000
500,000,000
24,372,500,0
TOTAL
00
Sumber: Hasil Analisa, 2014
3.1.7.
ANALISIS KRITERIA INVESTASI
Analisa kriteria investasi merupakan salah satu analisa yang digunakan
untuk mengukur manfaat yang diperoleh dari biaya yang dikeluarkan dari suatu
proyek lalu kelayakan ekonomi yang berhubungan dengan return on investment.
Kemanfaatan investasi yang dilakukan serta penilaian terhadap kelayakan
ekonominya. Pada hakikatnya pembiayaan pada proyek membutuhkan suatu
penilaian. Pertama melalui evaluasi proyek dapat menentukan benefit netto
suatu proyek yang lebih besar atau lebih kecil dari benefit netto suatu peluang
investasi marginal. Jika suatu proyek menghasilkan benefit netto yang lebih
besar daripada benefit netto marginal, pelakasanaannya dapat disetujui jika
lebih
kecil
pelaksanaannya
harus
ditolak.
Adapun
cara/metode
untuk
mengetahui kriteria tersebut, digunakan analisa finansial. Analisa finansial
adalah suatu analisa yang membandingkan antara biaya manfaat untuk
menentukan apakah suatu proyek akan menguntungkan selama umur proyek
(Husnan & Muhammad. 2005). Ada beberapa metode pada analisa finansial
untuk menilai perlu tidaknya suatu investasi atau untuk memilih berbagai
macam alternatif investasi yang digambarkan pada bagan.
4
MATA KULIAH PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
Diagram Analisa Kriteria Investasi
NPV
(Net Present Value)
MetodeAnalisa
AnalisaKriteriaInvest
asi
MetodeAnalisa
Modified Internal Rate
of Return (MIRR)
Average Return on
Investment
Discounted cash flow
(Internal Rate of Return)
Profitability Index
(PI)
Sumber :Aini 2009
Berdasarkan banyaknya metode dalam menganalisa kriteria, maka
metode yang digunakan untuk menentukan apakah kawasan pariwisata Waduk
Jehem Bali feasible/ go atau no go project adalah NPV (net present value). Teknik
net present value (NPV) merupakan teknik yang didasarkan pada arus kas yang
didiskontokan. Ini merupakan ukuran dari laba dalam bentuk rupiah yang
diperoleh dari suatu investasi dalam bentuk nilai sekarang. NPV dari suatu
proyek ditentukan dengan menhitung nilai sekarang dari arus kas yang diperoleh
dari operasi dengan menggunakan tingkat keuntungan yang dikehendaki dan
kemudian menguranginya dengan pengeluaran kas netto awal. Net Present Value
juga memiliki pengertian sebagai manfaat yang diperoleh pada suatu masa
proyek yang diukur pada tingkat suku bunga tertentu. Dalam penghitungan NPV
ini perlu kiranya ditentukan dengan tingkat suku bunga saat ini yang relevan.
Selain itu, NPV juga bisa diartikan sebagai nilai saat ini dari suatu cash flow yang
diperoleh dari suatu investasi yang dilakukan.
4
MATA KULIAH PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
Adapun rumus dan ketentuan pada NPV sebagai berikut :
Interpretasi hasil:
NPV > 0 (positif) maka proyek layak/ go untuk dilaksanakan
NPV < 0 (negative) maka proyek
4
MATA KULIAH PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
BAB IV
SKEMA PENANGANAN KASUS
4.1.
ANALISIS FINANSIAL SEDERHANA
Analisis finansial yang dilakukan pada proyek ini adalah dengan analisis 4
prinsip pembiayaan untuk mendapatkan pembiayaan yang relevan yaitu prinsip
BOT, Konsesi, Kontrak Pelayanan, Operasi dan Perawatan, serta Join Venture.
Prinsip BOT
Pada prinsip ini diperbolehkan karena pihak swasta sangat berpeluang
untuk memperkuat branding Pembangunan Waduk Jehem ini. Baik untuk
peningkatan fasilitas pendukung maupun penyedia jasa pariwisata dan
fasilitas utama lainnya.
Prinsip Konsesi
Untuk prinsip konsesi ini peran swasta yang terlalu dominan. Oleh karena
itu konsesi tidak efektif dalam metode pembiayaan pembangunan proyek
pengembangan Waduk Jehem ini.
Prinsip Kontrak Pelayanan, Operasi dan Pelayanan
Prinsip ini melibatkan peran masyarakat pada operasional dan
perawatannya namun pada akhirnya membebankan biaya pengelolaannya
kepada masyarakat. Sehingga dapat menyebabkan proyek ini akan
berhenti di tengah jalan.
Prinsip Join Venture
Pada prinsip ini proporsi antara pemerintah, swasta dan juga masyarakat
adalah seimbang. Sehingga akan memberikan peluang yang tinggi dalam
pembangunan Waduk Jehem.
Untuk analisis biaya dengan presentase 30% modal sendiri dan 70%
modal pinjaman.Biaya yang dibutuhkan adalahRp 10.400.000.000,00 untuk
penyediaan lahan pada obyek wisata dan Rp 400.000.000,00 untuk biaya
penataan lahan. Untuk biaya konstruksi dapat dilihat pada tabel 4.1 di bawah ini.
4
MATA KULIAH PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
Tabel 4.1 Analisis Standar Belanja (ASB) Kabupaten Bangli Tahun 2008
N
o
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Uraian
Luas (m2)
Harga Satuan
Museum Subak
Wantilan Subak
Kios Seni
Camping
Ground
Jalan
Lingkungan
Lintasan
Tracking
Dermaga
Perahu
Parkir
Taman
Stage
Bale Bengong
Tempat Suci
Restoran
Kantor
Pengelola
M&E
800
600
480
Rp 3.000.000
Rp 3.000.000
Rp 3.000.000
Total Harga
Rp 2.400.000.000
Rp 1.800.000.000
Rp 1.440.000.000
Rp 10.000.000
1000x2,5
Rp 243.750.000
Rp 50.000.000
Rp 50.000.000
10000
3000
600
Rp 970.000
Rp 67.500
Rp 2.000.000
800
300
Rp 3.000.000
Rp 3.000.000
Rp 9.700.000.000
Rp 202.500.000
Rp 1.200.000.000
Rp 40.000.000
Rp 18.000.000
Rp 2.400.000.000
Rp 900.000.000
Rp 500.000.000
Rp 20.954.250.000
Jumlah
Kemudian dibutuhkan juga biaya untuk konsultan sebesar Rp 300.000.000,00
dan biaya untuk perijinan sebesar Rp 50.000.000,00. Sehingga total biaya
pembangunan dapat dilihat pada tabel 4.2 di bawah ini.
Tabel 4.2 Total Biaya Pembangunan
N
o
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Uraian
Biaya (Rp)
Biaya
Lahan
(Penyediaan
dan
Penataan)
Biaya Konstruksi (sesuai ASB)
Biaya Konsultan
Biaya Perijinan
Biaya Operasional
Biaya Pemeliharaan (tahun pertama)
Jumlah
Rp 10.800.000.000
Rp 20.954.250.000
Rp 300.000.000
Rp 50.000.000
Rp 2.040.000.000
Rp 1.238.635.000
Rp 35.382.885.000
Analisis Pendapatan
Komponen pendapatan didapatkan dari penjualan produk paket wisata dan
4
MATA KULIAH PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
penyewaan tempat. Pada komponen penjualan paket wisata, harga-harga tiket
ini juga telah termasuk perhitungan quide fee yang besarnya antara 17,5%
(tamu domestik) hingga 20% (untuk tamu asing). Harga-harga ini juga telah
disesuaikan dengan harga-harga tiket di pasaran untuk obyek wisata sejenis
yang berlaku saat ini.
Komponen-komponen pendapatan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Pendapatan dari Penjualan Paket Wisata Tirta
Harga pendapatan dari penjualan paket wisata tirta adalah sebesar Rp
180.000,00 untuk wisatawan asing dan Rp81.000,00 untuk wisatawan
domestik.
b. Pendapatan dari Penjualan Paket Wisata Bukit
Harga pendapatan dari penjualan paket wisata bukit adalah sebesar
Rp235.000,00 untuk wisatawan asing dan Rp105.750,00 untuk wisatawan
domestik.
c. Pendapatan dari Penjualan Paket Wisata Subak
Harga pendapatan dari penjualan paket wisata tirta adalah sebesar Rp
215.000,00 untuk wisatawan asing dan Rp96.750,00 untuk wisatawan
domestik.
d. Pendapatan dari Penjualan Paket Wisata Lepas
Harga pendapatan dari penjualan paket wisata lepas adalah sebesar Rp
50.000,00 untuk wisatawan asing dan Rp22.500,00 untuk wisatawan
domestik.
e. Pendapatan dari Penyewaan Kios Seni
Pendapatan dari penyewaan kios seni diperhitungkan bersumber dari 20 unit
kios dengan ukuran 4 X 6 meter, dengan ongkos sewa Rp3.000.000,00 per
toko/tahun. Dengan asumsi hanya 50% saja yang laku disewakan untuk tahun
pertama akan didapatkan pendapatan sebesar Rp30.000.000,- Kemudian
pada tahun kedua mulai laku tersewakan semua dengan harga sewa
Rp63.000.000,-, setelah dinaikkan harga sewanya 5% setiap tahunnya.
4.2.
SUMBER PEMBIAYAAN YANG RELEVAN
Setelah mengetahui aspek finansial di atas, kemudian dilakukan analisis
investasi dengan menggunakan NPV, IRR, dan BCR juga analisis sensitivitas.
4
MATA KULIAH PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
Dari hasil pembahasan didapatkan Net Present Value (NPV) sebesar
Rp19.397.935.290,73, dimana nilai tersebut lebih besar dari nol sehingga
rencana investasi pengembangan obyek wisata pada pembangunan Waduk
Jehem ini dinyatakan layak untuk dilaksanakan. Nilai Internal Rate of Return
(IRR) yang didapatkan adalah 23,22%, dimana jika dibandingkan terhadap bunga
investasi tertinggi yang mungkin terjadi yaitu 15%, maka proyek ini cukup
prospektif.
Nilai Benefit Cost Ratio (BCR) didapatkan sebesar 1,802, hal ini menunjukkan
bahwa investasi ini cukup layak dilanjutkan karena nilai yang didapat lebih besar
dari angka satu. Hal tersebut menunjukkan bahwa proyek ini cukup prospektif
dan menguntungkan bila dilaksanakan.
Analisis Sensitivitas
Analisis
sensitivitas
dilakukan
untuk
mengantisipasi
kemungkinan-
kemungkinan yang terjadi agar bisa diambil langkah-langkah yang tepat untuk
dapat menyelesaikan permasalahan yang mungkin terjadi dan menjamin bahwa
setiap rencana investasi aman untuk dilaksanakan.
Pemodelan
pertama
dilakukan
dengan
mengasumsikan
bahwa
semua
komponen biaya mengalami kenaikan dengan angka pendekatan sebesar 10%
sedangkan pendapatannya tetap, dan dari hasil analisis yang dilakukan pada
kondisi ini didapatkan hasil NPV Rp. 11.214.465.248,16; IRR = 19,45 % dan BCR
= 1,406. Dengan demikian dari hasil-hasil tersebut dapat dinyatakan bahwa
rencana investasi ini masih layak untuk dilanjutkan.
Pemodelan
kedua
dilakukan
dengan
mengasumsikan
bahwa
semua
komponen pendapatan mengalami penurunan dengan angka pendekatan
sebesar 10% sedangkan biaya-biaya yang dikeluarkan tetap, dan dari hasil
analisis yang dilakukan didapatkan hasil NPV sebesar Rp 12.680.494.084,30; IRR
= 20,48% dan BCR = 1,524. Hal ini menunjukan bahwa investasi ini cukup layak
dilanjutkan.
Pemodelan
ketiga
dilakukan
dengan
mengasumsikan
bahwa
semua
komponen pendapatan mengalami penurunan dengan angka pendekatan
sebesar 10% dan biaya-biaya yang dikeluarkan mengalami peningkatan pula
sebesar 10%, dan dari hasil analisis yang dilakukan pada kondisi ini didapatkan
hasil NPV sebesar Rp 4.839.854.373,87 ; IRR = 16,96% dan BCR = 1,171.
4
MATA KULIAH PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
Dengan
demikian
dari
hasil-hasil
analisis
sensitivitas
tersebut
dapat
dinyatakan bahwa rencana investasi ini masih layak untuk dilanjutkan baik pada
kondisi biaya-biaya meningkat, pada saat kondisi pendapatan turun, maupun
saat mengalami kondisi biaya-biaya meningkat dan pendapatan turun pada
waktu yang bersamaan.
Berdasarkan analisis di atas dengan nilai NPV lebih besar dari nol, nilai IRR
lebih besar dibandingkan bunga investasi dan nilai BCR lebih besar atau sama
dengan satu, serta Payback Period tercapai pada tahun ke 9 dari umur rencana
investasi yang 20 tahun sehingga didapatkan sumber pembiayaan yang relevan
untuk proyek ini adalah menggunakan prinsip BOT dan Join Venture.
4.3.
STRATEGI
PENGIMPLEMENTASIAN
SUMBER
PEMBIAYAAN TERPILIH
Pengembangan obyek wisata yang telah berjalan, peran pemerintah
dalam pengelolaan obyek wisata ini sebaiknya lebih optimal, setidaknya
pemerintah harus mampu menjadi fasilitator guna menjaga keharmonisan
hubungan antara manajemen pengelolao byek wisata dengan subak dan
masyarakat di sekitarnya mengingat besarnya peran serta mereka dalam
operasional obyek wisata ini. Agar kelangsungan obyek wisata Waduk Jehem ini
bisa tetap bertahan dengan identitasnya sebagai obyek wisata berbasiskan
alam/ekowisata, maka kelestarian alam dan lingkungan di sekitar obyek
senantiasa harus dijaga dan diupayakan konservasinya.
4
MATA KULIAH PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
BAB V
KESIMPULAN & REKOMENDASI
5.1.
KESIMPULAN
Analisis finansial yang dilakukan pada proyek ini dengan analisis 4 prinsip
pembiayaan untuk mendapatkan pembiayaan yang relevan yaitu prinsip BOT,
Konsesi, Kontrak Pelayanan, Operasi dan Perawatan, serta Join Venture.
Untuk analisis biaya dengan presentase 30% modal sendiri dan 70%
modal pinjaman. Biaya yang dibutuhkan adalah Rp 10.400.000.000,00 untuk
penyediaan lahan pada obyek wisata dan Rp 400.000.000,00 untuk biaya
penataan lahan. Untuk biaya konstruksi dapat dilihat pada tabel 4.1 di bawah ini.
Kemudian dibutuhkan juga biaya untuk konsultan sebesar Rp 300.000.000,00
dan biaya untuk perijinan sebesar Rp 50.000.000,00.
Analisis pendapatan terdapat 4 komponen yaitu Pendapatan dari Penjualan Paket
Wisata Tirta, Pendapatan dari Penjualan Paket Wisata Bukit, Pendapatan dari
Penjualan Paket Wisata Subak, Pendapatan dari Penjualan Paket Wisata Lepas
dan Pendapatan dari Penyewaan Kios Seni.
Dari hasil analisis didapatkan Net Present Value (NPV) sebesar Rp
19.397.935.290,73, dimana nilai tersebut lebih besar dari nol sehingga rencana
investasi pengembangan obyek wisata pada pembangunan Waduk Jehem ini
dinyatakan layak untuk dilaksanakan. Nilai Internal Rate of Return (IRR) yang
didapatkan adalah 23,22%, dimana jika dibandingkan terhadap bunga investasi
tertinggi yang mungkin terjadi yaitu 15%, maka proyek ini cukup prospektif. Nilai
Benefit Cost Ratio (BCR) didapatkan sebesar 1,802, hal ini menunjukkan bahwa
investasi ini cukup layak dilanjutkan karena nilai yang didapat lebih besar dari
angka satu. Hal tersebut menunjukkan bahwa proyek ini cukup prospektif dan
menguntungkan bila dilaksanakan. Dengan Payback Period yaitu 9 tahun dari
rencana investasi 20 tahun.
Selain itu juga dilakukan analisis sensitivitas untuk melihat bahwa rencana
investasi ini masih layak untuk dilanjutkan baik pada kondisi biaya-biaya
meningkat, pada saat kondisi pendapatan turun, maupun saat mengalami
4
MATA KULIAH PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
kondisi biaya-biaya meningkat dan pendapatan turun pada waktu yang
bersamaan.
Berdasarkan analisis dengan nilai NPV lebih besar dari nol, nilai IRR lebih
besar dibandingkan bunga investasi dan nilai BCR lebih besar atau sama dengan
satu, serta Payback Period tercapai pada tahun ke 9 dari umur rencana investasi
yang 20 tahun sehingga didapatkan sumber pembiayaan yang relevan untuk
proyek ini adalah menggunakan prinsip BOT dan Join Venture.
5.2 REKOMENDASI
1. Agar pengembalian dana investasi bisa lebih cepat, maka peningkatan
image atau citra kawasan pengembangan yang baik adalah penting
sehingga dapat menarik pengunjung yang lebih banyak. Dengan demikian
pengunjung yang lebih banyak berakibat pada peningkatan pemasukan
dari tiket.
2. Peningkatan image atau citra kawasan pengembangan salah satunya
dapat dilakukan dengan penyediaan fasilitas pendukung yang memadai
dan merata baik dari segi jumlah maupun kualitas. Fasilitas pendukung di
sekitar wilayah pengembangan merupakan salah satu faktor penarik
pengunjung untuk datang ke tempat wisata tersebut.
3. Selain itu dapat juga dengan penambahan jumlah atraksi yang ditawarkan
oleh
kawasan
pengembangan
dan
program
wisata
berintegrasi.
4
MATA KULIAH PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
yang
saling
PEMBANGUNAN
STRATEGI PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
POTENSI PARIWISATA
KAWASAN WADUK
JEHEM KABUPATEN
DISUSUN OLEH :
AFIDAH MUSHOLINA F.
SITA ANDIASTUTI
ANUGRAH DIMAS SUSETYO
ALGA TRIWIRYA WIBISONO
DELIA NOER ADZANNI
3611100022
3611100038
3611100054
3611100062
3611100069
STRATEGI PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN POTENSI
PARIWISATA KAWASAN WADUK JEHEM
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH
DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN
PERENCANAAN
iii
MATA KULIAH PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat, hidayah, dan karunia-Nya kepada kita
semua sehingga kami dapat menyelesaikan laporan penelitian dengan judul “STRATEGI
PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN POTENSI PARIWISATA KAWASAN WADUK JEHEM
KABUPATEN BANGLI’’ . Laporan metode penelitian ini disusun sebagai salah satu syarat
untuk tugas akhir mata kuliah pembiayaan pembangunan pada program Strata-1 di Program
Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut
Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.
Penulis menyadari dalam penyusunan laporan metode penelitian ini tidak akan
selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini kami ingin
mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu peneliti dalam
menyelesaikan laporan tugas ini.
Kami menyadari laporan ini tidak luput dari berbagai kekurangan, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan dan perbaikannya sehingga akhirnya
laporan ini dapat memberikan manfaat yang banyak bagi bidang pendidikan dan penerapan
dilapangan serta bisa dikembangkan lagi lebih lanjut.
Surabaya, 29 Desember 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar .................................................................................................................
Daftar Isi ............................................................................................................................
i
ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG......................................................................................... 1
1.2.
RUMUSAN MASALAH.................................................................................... 2
1.3.
TUJUAN PENULISAN...................................................................................... 2
1.4.
RUANG LINGKUP........................................................................................... 2
1.5.
METODE PENULISAN..................................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
PENGERTIAN PARIWISATA............................................................................. 4
2.2.
PENGERTIAN ECOWISATA.............................................................................5
2.3.
SUMBER PEMBIAYAAN...................................................................................7
2.3.1. PEMBIAYAAN KONVENSIONAL.......................................................................7
2.3.1.1. ...........................................................STRUKTUR ANGGARAN DANA PUSAT
7
2.3.1.2 STRUKTUR ANGGARAN DANA DAERAH......................................................8
2.3.2. PEMBIAYAAN NON-KONVENSIONAL...............................................................9
BAB 3 PEMBAHASAN
3.1.
GAMBARAN UMUM...................................................................................... 10
3.1.1. LOKASI WISATA WADUK JEHEM..................................................................10
3.1.2. PENATAAN KAWASAN WADUK JEHEM..........................................................10
3.1.3. RENCANA INVESTASI OBYEK WISATA WADUK JEHEM..................................11
3.1.4. KOMPONEN SARANA PRASARANA PARIWISATA...........................................11
3.1.5. SUMBER PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN.......................................................12
3.1.5.1. PEMBIAYAAN KONVENSIONAL................................................................12
3.1.5.2. PEMBIAYAAN NON-KONVENSIONAL........................................................14
3.1.6. KOMPONEN BIAYA PEMBANGUNAN.............................................................14
3.1.7. ANALISIS KRITERIA INVESTASI....................................................................16
BAB IV SKEMA PENANGANAN KASUS
4.1.
ANALISIS FINANSIAL SEDERHANA..............................................................19
4.2.
SUMBER PEMBIAYAAN YANG RELEVAN.......................................................21
4.3.
STRATEGI PENGIMPLEMENTASIAN SUMBER PEMBIAYAAN TERPILIH............23
BAB V KESIMPULAN & REKOMENDASI
5.1.
KESIMPULAN............................................................................................... 24
5.2
REKOMENDASI............................................................................................ 25
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Ekowisata merupakan suatu model pengembangan wisata alam yang
bertanggung jawab di daerah yang masih alami atau daerah-daerah yang
dikelola secara alami dimana tujuannya selain untuk menikmati keindahan alam
juga melibatkan usaha konservasi serta peningkatan pendapatan masyarakat
setempat.
Pada dasarnya ekowisata merupakan perpaduan dari berbagai minat yang
tumbuh dari keprihatinan lingkungan, ekonomi, dan sosial. Secara ekonomi
pengembangan
ekowisata
harus
dapat
memberi
keuntungan
bagi
penyelenggaranya bagi setiap wilayah yang memiliki dan mengembangkan
ekowisata. Dalam pengelolaan yang terpadu, ekowisata berpotensi untuk
menggerakkan ekonomi wilayah dan mensejahterakan rakyat di sekitar kawasan
yang dikembangkan sebagai pariwisata alam, dengan mekanisme pembiayaan
dana untuk kegiatan konservasi sumberdaya alam dan secara ekonomis akan
memberdayakan
masyarakat
lokal.
Keterlibatan
masyarakat
dan
seluruh
stakeholder dalam menjamin keamanan dan keberadayaan sumberdaya alam
sangat membantu dalam memajukan potensi alam yang dimiliki pada setiap
wilayah.
Studi kelayakan terhadap pembangunan waduk yang telah dilaksanakan
sebelumnya oleh Satuan Kerja Sementara Pengembangan dan Pengelolaan
Sumber Air Bali, Bagian Pelaksana Kegiatan Pengelolaan Sumber Air/PPSA Bali
melalui Kegiatan Studi Kelayakan Waduk Jehem di Kabupaten Bangli, Tahun
Anggaran 2005, dilakukan dengan lingkup pemanfaatanhanya untuk pemenuhan
air irigasi dan airbaku di Kabupaten Bangli. Tahap perencanaan waduk ini seperti
Desain Detail (DD), Model Test dan Analisis Terhadap Dampak Lingkungan
(Amdal) juga telah dilaksanakan. Hasil kajian ekonomi pada studi kelayakan
menyatakan bahwa pembangunan waduk layak untuk dilaksanakan.
Bila ditinjau dari lokasi rencana pembangunannya, waduk ini mempunyai
potensi yang cukup besar juga bila dikembangkan menjadi obyek pariwisata,
4
MATA KULIAH PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
karena terletak pada kawasan ekowisata bukit Bangli dimana terletak obyek
wisata Pura Kehen yang hanya berjarak sekitar 500 meter serta desa tradisional
Pengelipuran berjarak sekitar 1 km dari waduk tersebut. Potensi ini merupakan
manfaat tak langsung (secondary benefit) yang akan dicoba untuk dianalisis
sehingga
keberadaan
waduk
tersebut
bisa
memberikan
nilai
berupa
pengembangan sektor pariwisata.
1.2. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dalam penyususan laporan ini adalah sebagai
berikut :
a. Bagaimana strategi pembiayaan pembangunan yang relevan dalam
proses pembangunan ekowisata Waduk Jehem Kabupaten Bangli ?
b. Dari manakah sumber dana untuk biaya pembangunan dan pengelolaan
kawasan ekowisata Waduk Jehem Kabupaten Bangli ?
1.3. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan penulisan dalam penyususan laporan ini adalah sebagai
berikut :
a. Merumuskan strategi pembiayaan pembangunan yang relevan dalam
proses pembangunan ekowisata Waduk Jehem Kabupaten Bangli.
b. Mengidentifikasi sumber-sumber dana pembiayaan yang relevan untuk
biaya pembangunan dan pengelolaan kawasan ekowisata Waduk Jehem
Kabupaten Bangli.
1.4. RUANG LINGKUP
Laporan studi kelayakan ini mengambil studi pembiayaan pembangunan
kawasan ekowisata Waduk Jehem Kabupaten Bangli. Dalam makalah ini
mengulas pembiaayan pembangunan kawasan
ekowisata Waduk Jehem
Kabupaten Bangli.
1.5. METODE PENULISAN
4
MATA KULIAH PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
Metode penulisan dalam studi kasus pembiayaan pembangunan dan
pengelolaan kawasan wisata Waduk Jehem Kabupaten Bangli terbagi dalam 5
( lima ) bab sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Berisi mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penulisan,
metode
penulisan dan ruang lingkup.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Pada bab ini berisi mengenai struktur anggaran pusat, struktur anggaran
daerah,
sumber pembiayaan konvensional dan non-konvensional.
BAB III PEMBAHASAN
Pada bab pembahasan berisi mengenai gambaran umum yang meliputi
komponen
biaya, analisa kriteria investasi, sumber pembiayaan, strategi
pembiayaan, simpulan
isu pembiayaan / critical review. Berisi mengenai
eksplorasi instrumen pembiayaan
yang meliputi kajian struktur anggaran
daerah dan pusat, sumber pembiayaan
konvensional
dan
non-
konvensional.
BAB IV SKEMA PENANGANAN KASUS
Berisi mengenai analisa finansial sederhana, sumber pembiayaan, dan
strategi
implementasi pembiayaan.
BAB V PENUTUP
Dalam bab ini berisi mengenai kesimpulan dan rekomendasi.
4
MATA KULIAH PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. PENGERTIAN PARIWISATA
Dalam Undang-Undang RI nomor 9 tahun 1999 disebutkan definisi
pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk
pengusahaan obyek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait
dibidang tersebut. Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari
kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk
menikmati obyek dan daya tarik wisata. Sedangkan orang yang melakukan
kegiatan wisata disebut dengan Wisatawan.
Kepariwisataan
adalah
segala
sesuatu
yang
berhubungan
dengan
penyelenggaraan pariwisata. Usaha pariwisata adalah kegiatan yang bertujuan
menyelenggarakan jasa pariwisata atau menyediakan atau mengusahakan
obyek dan daya tarik wisata, usaha sarana pariwisata dan usaha lain yang
terkait dengan hal tersebut. Obyek dan daya tarik pariwisata adalah segala
sesuatu yang menjadi sasaran wisata. Kawasan pariwisata adalah kawasan
dengan
luas
tertentu
yang
dibangun
atau
disediakan
untuk
memenuhi
kebutuhan pariwisata.
Dalam perkembangan kepariwisataan secara umum muncul pula istilah
wisata
4
berkelanjutan.
Menurut
Swarbrooke
(1998)
dalam
Utama
MATA KULIAH PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
(2006),
mengatakan bahwa pada hakekatnya pariwisata berkelanjutan harus terintegrasi
pada tiga dimensi. Tiga dimensi tersebut adalah, (1) dimensi lingkungan, (2)
dimensi ekonomi, dan (3) dimensi sosial. Selanjutnya berdasarkan konteks
pembangunan
sebagai:
wisatawan
berkelanjutan,
pembangunan
dengan
environmental
pariwisata
kepariwisataan
tetap
dimention),
berkelanjutan
dapat
yang
dengan
memperhatikan
memberi
peluang
sesuai
kelestarian
bagi
didefinisikan
kebutuhan
(conservation,
generasi
muda
untuk
memanfaatkan (economic dimention) dan mengembangkannya berdasarkan
tatanan sosial ( social dimention ) yang telah ada.
2.2. PENGERTIAN ECOWISATA
Ekowisata
merupakan
kegiatan
pariwisata
yang
diarahkan
dapat
memadukan pembangunan ekonomi sekaligus dapat membangkitkan pendanaan
untuk usaha-usaha pelestarian sumberdaya sebagai atraksinya. Menurut The
International Ecotourism Society (2002) dalam Subadra (2007), mendifinisikan
ekowisata sebagai berikut: Ecotourism is “responsible travel to natural areas that
conserves the environment and sustains the well-being of local people.” Dari
definisi ini, disebutkan bahwa ekowisata merupakan perjalanan wisata yang
berbasiskan alam sehingga lingkungan, ekosistem, dan kearifan-kearifan lokal
yang ada di dalamnya harus dilestarikan keberadaannya.
INECOM dalam Bappeda Kabupaten Bangli (2002) menyebutkan ekowisata
adalah penyelenggaraan kegiatan wisata yang bertanggung jawab di tempattempat alami dan/atau daerah-daerah yang dibuat berdasarkan kaidah alam
yang mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan (alam dan kebudayaan)
dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.
Lebih lanjut dijelaskan, ekowisata pada dasarnya memiliki sifat-sifat dan
perilaku serupa dengan pariwisata yang umum dikenal oleh semua orang,
seperti memerlukan
atraksi atau obyek pariwisata, memerlukan sarana dan
prasarana, serta adanya komponen jasa pelayanan yang menjadi ciri khas
pariwisata. Merujuk pada Wood, dalam Hendarto (2008), sebuah perjalanan
dapat dikategorikan sebagai ekowisata bila mempunyai komponen-komponen:
Memberi sumbangan pada konservasi biodiversitas, Menopang kesejahteraan
masyarakat lokal, Menginterpretasikan pengalaman-pengalaman yang diperoleh
4
MATA KULIAH PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
dalam kehidupan kesehariannya, Melibatkan tanggung jawab wisatawan dan
industri pariwisata.
Para pelaku dan pakar di bidang ekowisata sepakat untuk menekankan
bahwa pola ekowisata sebaiknya meminimalkan dampak yang negatif terhadap
lingkungan dan budaya setempat dan mampu meningkatkan pendapatan
ekonomi bagi masyarakat setempat dan nilai konservasi. Beberapa aspek kunci
dalam ekowisata adalah:
1.
Jumlah pengunjung terbatas atau diatur supaya sesuai dengan daya
dukung lingkungan dan sosial-budaya masyarakat
2.
Pola wisata ramah lingkungan (nilai konservasi)
3.
Pola wisata ramah budaya dan adat setempat (nilai edukasi dan wisata)
4.
Membantu
secara
langsung
perekonomian
masyarakat
lokal
(nilai
ekonomi)
Ekowisata berbasis masyarakat (community-based ecotourism). Pola
ekowisata berbasis masyarakat adalah pola pengembangan ekowisata yang
mendukung dan memungkinkan keterlibatan penuh oleh masyarakat setempat
dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengelolaan usaha ekowisata dan segala
keuntungan yang diperoleh.
Ekowisata
berbasis
masyarakat
merupakan
usaha ekowisata yang menitikberatkan peran aktif komunitas. Hal tersebut
didasarkan kepada kenyataan bahwa masyarakat memiliki pengetahuan tentang
alam serta budaya yang menjadi potensi dan nilai jual sebagai daya tarik wisata,
sehingga pelibatan masyarakat menjadi mutlak. Pola ekowisata berbasis
masyarakat mengakui hak masyarakat lokal dalam mengelola kegiatan wisata di
kawasan
yang
mereka
miliki
secara
adat
ataupun
sebagai
pengelola
(Departemen Kebudayaan dan Pariwisata dan WWF, 2009).
Ekowisata berbasis masyarakat dapat menciptakan kesempatan kerja bagi
masyarakat setempat, dan mengurangi kemiskinan, di mana penghasilan
ekowisata adalah dari jasa-jasa wisata untuk turis: fee pemandu; ongkos
transportasi; homestay; menjual kerajinan, dll. Ekowisata membawa dampak
positif terhadap pelestarian lingkungan dan budaya asli setempat yang pada
akhirnya diharapkan akan mampu menumbuhkan jati diri dan rasa bangga antar
penduduk setempat yang tumbuh akibat peningkatan kegiatan ekowisata
(Departemen Kebudayaan dan Pariwisata).
4
MATA KULIAH PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
Dengan adanya pola ekowisata berbasis masyarakat bukan berarti bahwa
masyarakat akan menjalankan usaha ekowisata sendiri. Tataran implementasi
ekowisata perlu dipandang sebagai bagian dari perencanaan pembangunan
terpadu yang dilakukan di suatu daerah. Untuk itu, pelibatan para pihak terkait
mulai dari level komunitas, masyarakat, pemerintah, dunia usaha dan organisasi
non pemerintah diharapkan membangun suatu jaringan dan menjalankan suatu
kemitraan yang baik sesuai peran dan keahlian masing-masing. Beberapa aspek
kunci dalam ekowisata berbasis masyarakat adalah:
1. Masyarakat membentuk panitia atau lembaga untuk pengelolaan
kegiatan ekowisata di daerahnya, dengan dukungan dari pemerintah
dan organisasi masyarakat (nilai partisipasi masyarakat dan edukasi)
2. Prinsip local ownership (pengelolaan dan kepemilikan oleh masyarakat
setempat) diterapkan sedapat mungkin terhadap sarana dan pra-sarana
ekowisata, kawasan ekowisata, dll (nilai partisipasi masyarakat) 3.
Homestay menjadi pilihan utama untuk sarana akomodasi di lokasi
wisata (nilai ekonomi dan edukasi)
3. Pemandu adalah orang setempat (nilai partisipasi masyarakat)
4. Perintisan,
pengelolaan
dan
pemeliharaan
obyek
wisata menjadi
tanggung jawab masyarakat setempat, termasuk penentuan biaya
untuk wisatawan (nilai ekonomi dan wisata) (Departemen Kebudayaan
dan Pariwisata dan WWF, 2009).
2.3. SUMBER PEMBIAYAAN
Sumber pembiayaan pembangunan terdiri dari dua jenis, yakni sumber
pembiayaan konvensional dan non-konvensional. Secara teoritis, modal bagi
pembiayaan pembangunan perkotaan dapat diperoleh dari 3 sumber dasar:
1. pemerintah/publik
2. swasta/private
3. gabungan antara pemerintah dengan swasta
2.3.1.
PEMBIAYAAN KONVENSIONAL
2.3.1.1.
STRUKTUR ANGGARAN DANA PUSAT
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), adalah rencana
keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan
4
MATA KULIAH PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat
rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1
Januari – 31 Desember). APBN, perubahan APBN, dan pertanggungjawaban APBN
setiap tahun ditetapkan dengan Undang-Undang. APBN merupakan wujud
pengelolaan keuangan negara yang ditetapkan tiap tahun
dengan undang-undang. Struktur APBN yang sekarang dilaksanakan oleh
pemerintah Indonesia secara garis besar adalah sebagai berikut:
a. Pendapatan Negara dan Hibah
b. Belanja Negara
c. Keseimbangan Primer
d. Surplus/Defisit Anggaran
e. Pembiayaan
Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara saat ini adalah:
1. Belanja Negara. Belanja terdiri atas dua jenis:
a. Belanja Pemerintah Pusat, adalah belanja yang digunakan untuk
membiayai kegiatan pembangunan Pemerintah Pusat, baik yang dilaksanakan di
pusat maupun di daerah (dekonsentrasi dan tugas pembantuan). Belanja
Pemerintah Pusat dapat dikelompokkan menjadi : Belanja Pegawai, Belanja
Barang, Belanja Modal, Pembiayaan Bunga Utang, Subsidi BBM dan Subsidi NonBBM, Belanja Hibah, Belanja Sosial (termasuk Penanggulangan Bencana), dan
Belanja Lainnya.
b. Belanja Daerah, adalah belanja yang dibagi-bagi ke Pemerintah Daerah,
untuk kemudian masuk dalam pendapatan APBD daerah yang bersangkutan.
Belanja Daerah meliputi:
1) Dana Bagi Hasil
2) Dana Alokasi Umum
3) Dana Alokasi Khusus
4) Dana Otonomi Khusus
2. Pembiayaan. Pembiayaan meliputi:
a. Pembiayaan Dalam Negeri, meliputi Pembiayaan Perbankan, Privatisasi,
Surat Utang Negara, serta penyertaan modal negara.
b. Pembiayaan Luar Negeri, meliputi:
1) Penarikan Pinjaman Luar Negeri, terdiri atas Pinjaman Program dan
Pinjaman
4
Proyek.
MATA KULIAH PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
2) Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar Negeri, terdiri atas Jatuh Tempo
dan
Moratorium.
2.3.1.2 STRUKTUR ANGGARAN DANA DAERAH
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), adalah rencana
keuangan tahunan pemerintah daerah di Indonesia yang disetujui oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah. APBD ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Tahun
anggaran APBD meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai
dengan tanggal 31 Desember. Adapun APBD terdiri atas:
1. Anggaran pendapatan, terdiri atas :
a. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang meliputi pajak daerah, retribusi
daerah, hasil
pengelolaan kekayaan daerah, dan penerimaan lain-lain.
b. Bagian dana perimbangan, yang meliputi Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi
Umum
(DAU) dan Dana Alokasi Khusus
c. Lain-lain pendapatan yang sah seperti dana hibah atau dana darurat.
2. Anggaran belanja, yang digunakan untuk keperluan penyelenggaraan
tugas pemerintahan di daerah.
3. Pembiayaan, yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali
dan/atau
pengeluaran
anggaran yang
2.3.2.
yang
akan
diterima
kembali,
baik
pada
tahun
bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.
PEMBIAYAAN NON-KONVENSIONAL
Sumber
pembiayaan
non-konvesional
merupakan
sumber-sumber
pembiayaan yang diperoleh dari kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan
masyarakat. Strategi Pembiayaan Non-Konvensional :
1. Kemitraan pemerintah – swasta
2. Kewajiban Paksa
3. Peningkatan invenstasi swasta murni
4. Peningkatan pembiayaan dari masyarakat
4
MATA KULIAH PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
BAB III
PEMBAHASAN
3.1.
GAMBARAN UMUM
3.1.1.
LOKASI WISATA WADUK JEHEM
Lokasi pariwisata ini terletak di Kabupaten Bangli yang merupakan salah
satu kabupaten yang ada di pulau Bali. Berada pada daerah lembah di balik bukit
Bangli, tepatnya di daerah aliran sungai/DAS tukad Melangit. Kawasan ini
merupakan pengembangan dari obyek wisata Pura Kehen dan Desa Wisata
Pengelipuran, dimana pemerintah kabupaten Bangli telah melakukan kajian
untuk
mengembangkan
kawasan
ekowisata
bukit
Bangli
yang
letaknya
berdampingan dengan rencana pembangunan Waduk Jehem. Lokasi Waduk
Jehem yang berdekatan dengan obyek Desa Wisata Pengelipuran dan Pura Kehen
akan ditampilkan sebagai satu kesatuan kawasan dengan sebutan “Segitiga
Kawasan Obyek Wisata Pengelipuran-Kehen Waduk Jehem”, dimana dengan
pengembangan
4
MATA KULIAH PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
dan penataan yang baik diharapkan akan mampu menjadi obyek yang menarik
serta memberikan nilai tambah bagi kehidupan pariwisata di Bali.
3.1.2.
PENATAAN KAWASAN WADUK JEHEM
Penataan kawasan obyek wisata ini mengambil rujukan dari lokasi yang
telah ada di tempat lain yaitu pada Waduk TelagaTunjung di Kabupaten Tabanan,
dimana guna meningkatkan nilai jual kawasan waduk dilakukan dengan
menyiapkan prasarana dan sarana di sekitar lokasi waduk menjadi obyek wisata
(Anonim, 2003). Sementara Bukit Bangli sangat layak untuk dikembangkan
sebagai obyek wisata dengan konsep ekowisata (Anonim, 2002).
Memadukan kawasan ekowisata Bukit Bangli dengan bangunan waduk
yang
akan
dilengkapi
dengan
sarana
prasarana
dan
atraksi
pariwisata
memerlukan perencanaan penataan yang matang dan konsekuen. Kawasan
pariwisata akan direncanakan seperti berikut: Posisi bangunan waduk pada
daerah aliran sungai/DAS tukad Melangit akan menjadi bangunan utama yang
akan dimanfaatkan sebagai obyek panorama yang menarik dinikmati oleh
wisatawan. Ditawarkan pula untuk atraksi wisata tirta berupa atraksi wisata
perahu tanpa mesin, aktivitas memancing dan
berkemah di sekitar waduk.
Kemudian pada bagian tepi sisi barat waduk akan dibangun fasilitas penunjang
pariwisata berupa bangunan kios kerajinan, restoran, museum subak dan bale
subak agung, wantilan, pura subak, stage/panggung pertunjukan, kantor
pengelola, parkir dan fasilitas lainnya.
Areal lahan persawahan yang terletak pada daerah hilir waduk akan
dikelola dan ditata bersama penduduk sekitar menjadi suatu atraksi wisata yang
bisa
dinikmati
oleh
wisatawan,
dimana
para
petani
dengan
aktivitas
pertaniannya sesuai tata nilai tradisi subak akan menjadi subyek dan obyek
atraksi itu sendiri. Agar lebih atraktif maka para wisatawan akan diberikan
kesempatan untuk ikut serta terlibat dalam aktivitas petani tersebut. Kawasan
waduk Jehem akan dipadukan dengan kawasan ekowisata Bukit Bangli termasuk
obyek wisata Pura Kehen dan kawasan Desa Tradisional Pengelipuran menjadi
satu kesatuan kawasan dengan julukan Segitiga Kawasan Obyek Wisata
Pengelipuran-Kehen-Waduk Jehem.
Penataan kawasan diatur sedemikian rupa, fasilitas yang dibangun dengan
nuansa arsitektur Bali serta selaras dengan lingkungan alam disekitar waduk
4
MATA KULIAH PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
serta akan dibangun hubungan yang harmonis antara pengelolaan fasilitas
pariwisata tersebut dengan budaya dan kehidupan masyarakat sekitar lokasi.
3.1.3.
RENCANA INVESTASI OBYEK WISATA WADUK JEHEM
Obyek wisata Waduk Jehem dibangun di areal yang juga masih dalam
kawasan Ekowisata Bukit Bangli. Untuk mewujudkannya diperlukan penataan
komponen fasilitas pariwisata dengan mengestimit luasan masing-masing
fasilitas
serta
estimasi
biaya
yang
dibutuhkan
dan
rencana
sumber
pendapatannya. Dalam penentuan detail rencana investasi ini ditentukan
berdasarkan rujukan pada pengelolaan obyek-obyek wisata sejenis yang telah
ada sebelumnya, misalnya obyek wisata waduk Telaga Tunjung serta disesuaikan
dengan situasi dan kondisi yang ada di sekitar waduk Jehem itu sendiri
disamping juga dengan melakukan survey dan perbandingan terhadap obyekobyek wisata alam buatan yang banyak terdapat di Bali.
3.1.4.
KOMPONEN SARANA PRASARANA PARIWISATA
Fasilitas wisata yang akan dibangun meliputi fasilitas akomodasi, atraksi
wisata tirta, wisata petualangan alam dan atraksi wisata bercocok tanam sesuai
nilai-nilai tata laksana subak. Komponen-komponen sarana prasarana pariwisata
dari
kawasan
Waduk
Jehem
adalah;
Restoran,
Camping
Ground,
Jalan
Lingkungan, Lintasan tracking, Moda Transportasi air (wisata air), Dermaga
perahu,
Fasilitas
Parkir,
Kios
Seni,
Kios
buah/jajanan
khas
Bali,
Stage
Pertunjukkan, Kantor Pengelola, Museum Subak, Bale Subak Agung dan Wantilan,
Tempat Suci, Areal persawahan, Bale Bengong.
3.1.5.
SUMBER PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
Sumber pembiayaan pembangunan terdiri dari dua jenis yakni sumber
pembiayaan konvensional dan non-konvensional. Secara teoritis, modal bagi
pembiayaan pembangunan perkotaan dapat diperoleh dari 3 sumber dasar:
1. Pemerintah/publik
2. Swasta/private
3. Gabungan antara pemerintah dengan swasta
3.1.5.1. PEMBIAYAAN KONVENSIONAL
4
MATA KULIAH PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
A. Struktur Anggaran Dana Pusat
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), adalah rencana
keuangan tahunan pemerintahan Negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan
Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat
rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1
Januari – 31 Desember). APBN, perubahan APBN, dan pertanggungjawaban APBN
setiap tahun ditetapkan dengan Undang-Undang. APBN merupakan wujud
pengelolaan keuangan negara yang ditetapkan tiap tahun dengan undangundang. Struktur APBN yang sekarang dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia
secara garis besar adalah sebagai berikut:
a. Pendapatan Negara dan Hibah
b. Belanja Negara
c. Keseimbangan Primer
d. Surplus/Defisit Anggaran
e. Pembiayaan
Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara saat ini adalah
1. Belanja Negara. Belanja terdiri atas dua jenis:
a. Belanja Pemerintah Pusat, adalah belanja yang digunakan untuk
membiayai kegiatan pembangunan Pemerintah Pusat, baik yang
dilaksanakan di pusat maupun di daerah (dekonsentrasi dan tugas
pembantuan). Belanja Pemerintah Pusat dapat dikelompokkan
menjadi:
Belanja
Pegawai,
Belanja
Barang,
Belanja
Modal,
Pembiayaan Bunga Utang, Subsidi BBM dan Subsidi Non-BBM,
Belanja Hibah, Belanja Sosial (termasuk Penanggulangan Bencana),
dan Belanja Lainnya.
b. Belanja Daerah, adalah belanja yang dibagi-bagi ke Pemerintah
Daerah, untuk kemudian masuk dalam pendapatan APBD daerah
yang bersangkutan. Belanja Daerah meliputi:
4
MATA KULIAH PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
1) Dana Bagi Hasil
2) Dana Alokasi Umum
3) Dana Alokasi Khusus
4) Dana Otonomi Khusus
2. Pembiayaan meliputi
a. Pembiayaan
dalam
negeri
meliputi
pembiayaan
perbankan,
privatisasi, surat utang Negara, serta penyertaan modal Negara.
b. Pembiayaan luar negeri meliputi:
1) Penarikan pinjaman luar negeri terdiri atas pinjaman program
dan pinjaman proyek
2) Pembayaran cicilan pokok utang luar negeri terdiri atas
3) Jatuh Tempo dan Moratorium.
B. Struktur Anggaran Dana Daerah
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), adalah rencana
keuangan tahunan pemerintah daerah di Indonesia yang disetujui oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah. APBD ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Tahun
anggaran APBD meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai
dengan tanggal 31 Desember. Ada pun APBD terdiri atas:
1. Anggaran pendapatan, terdiriatas :
a. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang meliputi pajak daerah, retribusi
daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan penerimaan lain-lain.
b. Bagian dana perimbangan, yang meliputi Dana Bagi Hasil, Dana
Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus
c. Lain-lain pendapatan yang sah seperti dana hibah atau dana darurat.
2. Anggaran belanja, yang digunakan untuk keperluan penyelenggaraan
tugas pemerintahan di daerah.
4
MATA KULIAH PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
3. Pembiayaan, yaitu setiap penerimaan yang
perlu dibayar kembali
dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun
anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.
3.1.5.2. PEMBIAYAAN NON-KONVENSIONAL
Pembiayaan non konvensional dari kerja sama pihak pemerintah dengan
stakeholder lain yang terkait baik swasta maupun masyarakat seperti joint
venture,
konsesi,
konsolidasi
lahan,
dll.
Instrument
pembiayaan
non-
konvensional inilah yang biasanya menjadi sumber pembiayaan alternatif
apabila pemerintah mengalami kendala pendanaan dalam melakukan suatu
pembangunan. Dari berbagai jenis instrumen pembiayaan yang ada ternyata
hanya beberapa saja yang telah diterapkan di Indonesia secara intensif dan
umumnya
masih
bersifat
konvensional
(pajak,
pinjaman,
retribusi,
dll).
Mengingat makin terbatasnya keuangan negara, maka akan sangat bermanfaat
apabila potensi yang dimiliki masing-masing di daerah digali secara optimal,
khususnya bagi instrumen keuangan yang bersifat non-konvensional.
3.1.6.
KOMPONEN BIAYA PEMBANGUNAN
Komponen biaya merupakan bagian yang penting dalam menentukan
seberapa besar biaya yang harus dikeluarkan dalam pembangunan dan
pengelolaan
kawasan
pariwisata
Waduk
Jehem
Bali.
Di
dalam
suatu
pembangunan secara menyeluruh. Pembiayaan tentunya tidak hanya sebatas
pada biaya konstruksi fisik saja melainkan pembiayaan secara komprehensif
meliputi pekerjaan eksternal dan juga pekerjaan khusus. Namun sebelum
mengetahui
secara
pembangunan.
Maka
detail
biaya
penting
pada
untuk
masing-masing
mengetahui
sub
komponen
bagaimana
konsep
pembangunan dan pengelolaan kawasan pariwisata Waduk Jehem Bali yang akan
dilaksanakan yaitu:
1. Biaya Persiapan
Biaya yang mencakup seluruh biaya yang digunakan dalam proses
penyiapan dokumen pengembangan fasilitas ini yang meliputi biaya untuk
perijinan dan studi-studi perencanaa yang dilakukan.
4
MATA KULIAH PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
2. Biaya Pembangunan Infrastruktur
Pelaksanaan
pembangunan
infrastruktur
mencakup
biaya
pekerjaan
pematangan tanah, fasilitas utama, fasilitas penunjang, dan landscape
dan utilitas.
3. Biaya Operasional dan Managemen
Biaya yang termasuk dalam penyediaan peralatan dan interior.
Untuk mengetahui secara spesifik seberapa besar jumlah biaya pada
masing-masing
sub
komponen
pembangunan
dan
pengelolaan
kawasan
pariwisata Waduk Jehem Bali dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 3.1
Rencana Anggaran Biaya Kawasan Pariwisata Waduk Jehem Bali
No
Uraian Kegiatan
Satua
Volum
Harga
n
e
Satuan
Jumlah Harga
Jumlah
Keseluruhan
(Rp)
I
BIAYA PERSIAPAN
10.000.000,000
10.000.000,0
00
II,
PEKERJAAN
2A
PERSIAPAN/PEMATANGAN
TANAH
Pengurugan/pematangan
m3
30,000
90,000
2,700,000,000
tanah
Revetment/tembok
M
400
1,250,000
500,000,000
penahan tanah
Pembangunan
fasilitas
7,000,000,000
jalan
10.000.000,0
00
III
FASILITAS UTAMA
2B
4
Wisata Air
Arena Wisata Keluarga
Jogging Track
Camping Ground
Area Pemancingan
Pondok Penginapan
Kantor Pengelola
Gerbang/Gate
m2
m2
m2
m2
m2
m2
m2
m2
300
200
150
150
200
300
100
1
2,500,000
2,500,000
3,000,000
2,000,000
2,000,000
1,500,000
2,000,000
100,000,00
750,000,000
500,000,000
450,000,000
300,000,000
400,000,000
450,000,000
200,000,000
100,000,000
Musholla
Masjid
buah
m2
1
50
0
10,000,000
4,000,000
10,000,000
200,000,000
MATA KULIAH PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
No
Uraian Kegiatan
Satua
Volum
Harga
Jumlah Harga
n
e
Satuan
Pujasera
Ruko (termasuk toko
m2
m2
50
10
(Rp)
4,000,000
5,000,000
200,000,000
50,000,000
souvenir)
Toilet
Parkir
buah
m2
5
50
2,500,000
1,000,000
12,500,000
50,000,000
Jumlah
Keseluruhan
3,672,500,00
0
III
BIAYA OPERASIONAL
500,000,000
500,000,000
24,372,500,0
TOTAL
00
Sumber: Hasil Analisa, 2014
3.1.7.
ANALISIS KRITERIA INVESTASI
Analisa kriteria investasi merupakan salah satu analisa yang digunakan
untuk mengukur manfaat yang diperoleh dari biaya yang dikeluarkan dari suatu
proyek lalu kelayakan ekonomi yang berhubungan dengan return on investment.
Kemanfaatan investasi yang dilakukan serta penilaian terhadap kelayakan
ekonominya. Pada hakikatnya pembiayaan pada proyek membutuhkan suatu
penilaian. Pertama melalui evaluasi proyek dapat menentukan benefit netto
suatu proyek yang lebih besar atau lebih kecil dari benefit netto suatu peluang
investasi marginal. Jika suatu proyek menghasilkan benefit netto yang lebih
besar daripada benefit netto marginal, pelakasanaannya dapat disetujui jika
lebih
kecil
pelaksanaannya
harus
ditolak.
Adapun
cara/metode
untuk
mengetahui kriteria tersebut, digunakan analisa finansial. Analisa finansial
adalah suatu analisa yang membandingkan antara biaya manfaat untuk
menentukan apakah suatu proyek akan menguntungkan selama umur proyek
(Husnan & Muhammad. 2005). Ada beberapa metode pada analisa finansial
untuk menilai perlu tidaknya suatu investasi atau untuk memilih berbagai
macam alternatif investasi yang digambarkan pada bagan.
4
MATA KULIAH PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
Diagram Analisa Kriteria Investasi
NPV
(Net Present Value)
MetodeAnalisa
AnalisaKriteriaInvest
asi
MetodeAnalisa
Modified Internal Rate
of Return (MIRR)
Average Return on
Investment
Discounted cash flow
(Internal Rate of Return)
Profitability Index
(PI)
Sumber :Aini 2009
Berdasarkan banyaknya metode dalam menganalisa kriteria, maka
metode yang digunakan untuk menentukan apakah kawasan pariwisata Waduk
Jehem Bali feasible/ go atau no go project adalah NPV (net present value). Teknik
net present value (NPV) merupakan teknik yang didasarkan pada arus kas yang
didiskontokan. Ini merupakan ukuran dari laba dalam bentuk rupiah yang
diperoleh dari suatu investasi dalam bentuk nilai sekarang. NPV dari suatu
proyek ditentukan dengan menhitung nilai sekarang dari arus kas yang diperoleh
dari operasi dengan menggunakan tingkat keuntungan yang dikehendaki dan
kemudian menguranginya dengan pengeluaran kas netto awal. Net Present Value
juga memiliki pengertian sebagai manfaat yang diperoleh pada suatu masa
proyek yang diukur pada tingkat suku bunga tertentu. Dalam penghitungan NPV
ini perlu kiranya ditentukan dengan tingkat suku bunga saat ini yang relevan.
Selain itu, NPV juga bisa diartikan sebagai nilai saat ini dari suatu cash flow yang
diperoleh dari suatu investasi yang dilakukan.
4
MATA KULIAH PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
Adapun rumus dan ketentuan pada NPV sebagai berikut :
Interpretasi hasil:
NPV > 0 (positif) maka proyek layak/ go untuk dilaksanakan
NPV < 0 (negative) maka proyek
4
MATA KULIAH PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
BAB IV
SKEMA PENANGANAN KASUS
4.1.
ANALISIS FINANSIAL SEDERHANA
Analisis finansial yang dilakukan pada proyek ini adalah dengan analisis 4
prinsip pembiayaan untuk mendapatkan pembiayaan yang relevan yaitu prinsip
BOT, Konsesi, Kontrak Pelayanan, Operasi dan Perawatan, serta Join Venture.
Prinsip BOT
Pada prinsip ini diperbolehkan karena pihak swasta sangat berpeluang
untuk memperkuat branding Pembangunan Waduk Jehem ini. Baik untuk
peningkatan fasilitas pendukung maupun penyedia jasa pariwisata dan
fasilitas utama lainnya.
Prinsip Konsesi
Untuk prinsip konsesi ini peran swasta yang terlalu dominan. Oleh karena
itu konsesi tidak efektif dalam metode pembiayaan pembangunan proyek
pengembangan Waduk Jehem ini.
Prinsip Kontrak Pelayanan, Operasi dan Pelayanan
Prinsip ini melibatkan peran masyarakat pada operasional dan
perawatannya namun pada akhirnya membebankan biaya pengelolaannya
kepada masyarakat. Sehingga dapat menyebabkan proyek ini akan
berhenti di tengah jalan.
Prinsip Join Venture
Pada prinsip ini proporsi antara pemerintah, swasta dan juga masyarakat
adalah seimbang. Sehingga akan memberikan peluang yang tinggi dalam
pembangunan Waduk Jehem.
Untuk analisis biaya dengan presentase 30% modal sendiri dan 70%
modal pinjaman.Biaya yang dibutuhkan adalahRp 10.400.000.000,00 untuk
penyediaan lahan pada obyek wisata dan Rp 400.000.000,00 untuk biaya
penataan lahan. Untuk biaya konstruksi dapat dilihat pada tabel 4.1 di bawah ini.
4
MATA KULIAH PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
Tabel 4.1 Analisis Standar Belanja (ASB) Kabupaten Bangli Tahun 2008
N
o
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Uraian
Luas (m2)
Harga Satuan
Museum Subak
Wantilan Subak
Kios Seni
Camping
Ground
Jalan
Lingkungan
Lintasan
Tracking
Dermaga
Perahu
Parkir
Taman
Stage
Bale Bengong
Tempat Suci
Restoran
Kantor
Pengelola
M&E
800
600
480
Rp 3.000.000
Rp 3.000.000
Rp 3.000.000
Total Harga
Rp 2.400.000.000
Rp 1.800.000.000
Rp 1.440.000.000
Rp 10.000.000
1000x2,5
Rp 243.750.000
Rp 50.000.000
Rp 50.000.000
10000
3000
600
Rp 970.000
Rp 67.500
Rp 2.000.000
800
300
Rp 3.000.000
Rp 3.000.000
Rp 9.700.000.000
Rp 202.500.000
Rp 1.200.000.000
Rp 40.000.000
Rp 18.000.000
Rp 2.400.000.000
Rp 900.000.000
Rp 500.000.000
Rp 20.954.250.000
Jumlah
Kemudian dibutuhkan juga biaya untuk konsultan sebesar Rp 300.000.000,00
dan biaya untuk perijinan sebesar Rp 50.000.000,00. Sehingga total biaya
pembangunan dapat dilihat pada tabel 4.2 di bawah ini.
Tabel 4.2 Total Biaya Pembangunan
N
o
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Uraian
Biaya (Rp)
Biaya
Lahan
(Penyediaan
dan
Penataan)
Biaya Konstruksi (sesuai ASB)
Biaya Konsultan
Biaya Perijinan
Biaya Operasional
Biaya Pemeliharaan (tahun pertama)
Jumlah
Rp 10.800.000.000
Rp 20.954.250.000
Rp 300.000.000
Rp 50.000.000
Rp 2.040.000.000
Rp 1.238.635.000
Rp 35.382.885.000
Analisis Pendapatan
Komponen pendapatan didapatkan dari penjualan produk paket wisata dan
4
MATA KULIAH PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
penyewaan tempat. Pada komponen penjualan paket wisata, harga-harga tiket
ini juga telah termasuk perhitungan quide fee yang besarnya antara 17,5%
(tamu domestik) hingga 20% (untuk tamu asing). Harga-harga ini juga telah
disesuaikan dengan harga-harga tiket di pasaran untuk obyek wisata sejenis
yang berlaku saat ini.
Komponen-komponen pendapatan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Pendapatan dari Penjualan Paket Wisata Tirta
Harga pendapatan dari penjualan paket wisata tirta adalah sebesar Rp
180.000,00 untuk wisatawan asing dan Rp81.000,00 untuk wisatawan
domestik.
b. Pendapatan dari Penjualan Paket Wisata Bukit
Harga pendapatan dari penjualan paket wisata bukit adalah sebesar
Rp235.000,00 untuk wisatawan asing dan Rp105.750,00 untuk wisatawan
domestik.
c. Pendapatan dari Penjualan Paket Wisata Subak
Harga pendapatan dari penjualan paket wisata tirta adalah sebesar Rp
215.000,00 untuk wisatawan asing dan Rp96.750,00 untuk wisatawan
domestik.
d. Pendapatan dari Penjualan Paket Wisata Lepas
Harga pendapatan dari penjualan paket wisata lepas adalah sebesar Rp
50.000,00 untuk wisatawan asing dan Rp22.500,00 untuk wisatawan
domestik.
e. Pendapatan dari Penyewaan Kios Seni
Pendapatan dari penyewaan kios seni diperhitungkan bersumber dari 20 unit
kios dengan ukuran 4 X 6 meter, dengan ongkos sewa Rp3.000.000,00 per
toko/tahun. Dengan asumsi hanya 50% saja yang laku disewakan untuk tahun
pertama akan didapatkan pendapatan sebesar Rp30.000.000,- Kemudian
pada tahun kedua mulai laku tersewakan semua dengan harga sewa
Rp63.000.000,-, setelah dinaikkan harga sewanya 5% setiap tahunnya.
4.2.
SUMBER PEMBIAYAAN YANG RELEVAN
Setelah mengetahui aspek finansial di atas, kemudian dilakukan analisis
investasi dengan menggunakan NPV, IRR, dan BCR juga analisis sensitivitas.
4
MATA KULIAH PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
Dari hasil pembahasan didapatkan Net Present Value (NPV) sebesar
Rp19.397.935.290,73, dimana nilai tersebut lebih besar dari nol sehingga
rencana investasi pengembangan obyek wisata pada pembangunan Waduk
Jehem ini dinyatakan layak untuk dilaksanakan. Nilai Internal Rate of Return
(IRR) yang didapatkan adalah 23,22%, dimana jika dibandingkan terhadap bunga
investasi tertinggi yang mungkin terjadi yaitu 15%, maka proyek ini cukup
prospektif.
Nilai Benefit Cost Ratio (BCR) didapatkan sebesar 1,802, hal ini menunjukkan
bahwa investasi ini cukup layak dilanjutkan karena nilai yang didapat lebih besar
dari angka satu. Hal tersebut menunjukkan bahwa proyek ini cukup prospektif
dan menguntungkan bila dilaksanakan.
Analisis Sensitivitas
Analisis
sensitivitas
dilakukan
untuk
mengantisipasi
kemungkinan-
kemungkinan yang terjadi agar bisa diambil langkah-langkah yang tepat untuk
dapat menyelesaikan permasalahan yang mungkin terjadi dan menjamin bahwa
setiap rencana investasi aman untuk dilaksanakan.
Pemodelan
pertama
dilakukan
dengan
mengasumsikan
bahwa
semua
komponen biaya mengalami kenaikan dengan angka pendekatan sebesar 10%
sedangkan pendapatannya tetap, dan dari hasil analisis yang dilakukan pada
kondisi ini didapatkan hasil NPV Rp. 11.214.465.248,16; IRR = 19,45 % dan BCR
= 1,406. Dengan demikian dari hasil-hasil tersebut dapat dinyatakan bahwa
rencana investasi ini masih layak untuk dilanjutkan.
Pemodelan
kedua
dilakukan
dengan
mengasumsikan
bahwa
semua
komponen pendapatan mengalami penurunan dengan angka pendekatan
sebesar 10% sedangkan biaya-biaya yang dikeluarkan tetap, dan dari hasil
analisis yang dilakukan didapatkan hasil NPV sebesar Rp 12.680.494.084,30; IRR
= 20,48% dan BCR = 1,524. Hal ini menunjukan bahwa investasi ini cukup layak
dilanjutkan.
Pemodelan
ketiga
dilakukan
dengan
mengasumsikan
bahwa
semua
komponen pendapatan mengalami penurunan dengan angka pendekatan
sebesar 10% dan biaya-biaya yang dikeluarkan mengalami peningkatan pula
sebesar 10%, dan dari hasil analisis yang dilakukan pada kondisi ini didapatkan
hasil NPV sebesar Rp 4.839.854.373,87 ; IRR = 16,96% dan BCR = 1,171.
4
MATA KULIAH PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
Dengan
demikian
dari
hasil-hasil
analisis
sensitivitas
tersebut
dapat
dinyatakan bahwa rencana investasi ini masih layak untuk dilanjutkan baik pada
kondisi biaya-biaya meningkat, pada saat kondisi pendapatan turun, maupun
saat mengalami kondisi biaya-biaya meningkat dan pendapatan turun pada
waktu yang bersamaan.
Berdasarkan analisis di atas dengan nilai NPV lebih besar dari nol, nilai IRR
lebih besar dibandingkan bunga investasi dan nilai BCR lebih besar atau sama
dengan satu, serta Payback Period tercapai pada tahun ke 9 dari umur rencana
investasi yang 20 tahun sehingga didapatkan sumber pembiayaan yang relevan
untuk proyek ini adalah menggunakan prinsip BOT dan Join Venture.
4.3.
STRATEGI
PENGIMPLEMENTASIAN
SUMBER
PEMBIAYAAN TERPILIH
Pengembangan obyek wisata yang telah berjalan, peran pemerintah
dalam pengelolaan obyek wisata ini sebaiknya lebih optimal, setidaknya
pemerintah harus mampu menjadi fasilitator guna menjaga keharmonisan
hubungan antara manajemen pengelolao byek wisata dengan subak dan
masyarakat di sekitarnya mengingat besarnya peran serta mereka dalam
operasional obyek wisata ini. Agar kelangsungan obyek wisata Waduk Jehem ini
bisa tetap bertahan dengan identitasnya sebagai obyek wisata berbasiskan
alam/ekowisata, maka kelestarian alam dan lingkungan di sekitar obyek
senantiasa harus dijaga dan diupayakan konservasinya.
4
MATA KULIAH PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
BAB V
KESIMPULAN & REKOMENDASI
5.1.
KESIMPULAN
Analisis finansial yang dilakukan pada proyek ini dengan analisis 4 prinsip
pembiayaan untuk mendapatkan pembiayaan yang relevan yaitu prinsip BOT,
Konsesi, Kontrak Pelayanan, Operasi dan Perawatan, serta Join Venture.
Untuk analisis biaya dengan presentase 30% modal sendiri dan 70%
modal pinjaman. Biaya yang dibutuhkan adalah Rp 10.400.000.000,00 untuk
penyediaan lahan pada obyek wisata dan Rp 400.000.000,00 untuk biaya
penataan lahan. Untuk biaya konstruksi dapat dilihat pada tabel 4.1 di bawah ini.
Kemudian dibutuhkan juga biaya untuk konsultan sebesar Rp 300.000.000,00
dan biaya untuk perijinan sebesar Rp 50.000.000,00.
Analisis pendapatan terdapat 4 komponen yaitu Pendapatan dari Penjualan Paket
Wisata Tirta, Pendapatan dari Penjualan Paket Wisata Bukit, Pendapatan dari
Penjualan Paket Wisata Subak, Pendapatan dari Penjualan Paket Wisata Lepas
dan Pendapatan dari Penyewaan Kios Seni.
Dari hasil analisis didapatkan Net Present Value (NPV) sebesar Rp
19.397.935.290,73, dimana nilai tersebut lebih besar dari nol sehingga rencana
investasi pengembangan obyek wisata pada pembangunan Waduk Jehem ini
dinyatakan layak untuk dilaksanakan. Nilai Internal Rate of Return (IRR) yang
didapatkan adalah 23,22%, dimana jika dibandingkan terhadap bunga investasi
tertinggi yang mungkin terjadi yaitu 15%, maka proyek ini cukup prospektif. Nilai
Benefit Cost Ratio (BCR) didapatkan sebesar 1,802, hal ini menunjukkan bahwa
investasi ini cukup layak dilanjutkan karena nilai yang didapat lebih besar dari
angka satu. Hal tersebut menunjukkan bahwa proyek ini cukup prospektif dan
menguntungkan bila dilaksanakan. Dengan Payback Period yaitu 9 tahun dari
rencana investasi 20 tahun.
Selain itu juga dilakukan analisis sensitivitas untuk melihat bahwa rencana
investasi ini masih layak untuk dilanjutkan baik pada kondisi biaya-biaya
meningkat, pada saat kondisi pendapatan turun, maupun saat mengalami
4
MATA KULIAH PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
kondisi biaya-biaya meningkat dan pendapatan turun pada waktu yang
bersamaan.
Berdasarkan analisis dengan nilai NPV lebih besar dari nol, nilai IRR lebih
besar dibandingkan bunga investasi dan nilai BCR lebih besar atau sama dengan
satu, serta Payback Period tercapai pada tahun ke 9 dari umur rencana investasi
yang 20 tahun sehingga didapatkan sumber pembiayaan yang relevan untuk
proyek ini adalah menggunakan prinsip BOT dan Join Venture.
5.2 REKOMENDASI
1. Agar pengembalian dana investasi bisa lebih cepat, maka peningkatan
image atau citra kawasan pengembangan yang baik adalah penting
sehingga dapat menarik pengunjung yang lebih banyak. Dengan demikian
pengunjung yang lebih banyak berakibat pada peningkatan pemasukan
dari tiket.
2. Peningkatan image atau citra kawasan pengembangan salah satunya
dapat dilakukan dengan penyediaan fasilitas pendukung yang memadai
dan merata baik dari segi jumlah maupun kualitas. Fasilitas pendukung di
sekitar wilayah pengembangan merupakan salah satu faktor penarik
pengunjung untuk datang ke tempat wisata tersebut.
3. Selain itu dapat juga dengan penambahan jumlah atraksi yang ditawarkan
oleh
kawasan
pengembangan
dan
program
wisata
berintegrasi.
4
MATA KULIAH PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
yang
saling