44648176 KBK Problem Based Learning Prof Bhisma Murti

Bab 1

KURIKUKULUM BERBASIS KOMPETENSI
DAN PROBLEM-BASED LEARNING
AREA KOMPETENSI DOKTER
Fakultas Kedokteran UNS memiliki visi menyelenggarakan program studi pendidikan dokter yang
berkualitas dan memiliki reputasi tinggi, sehingga dapat menghasilkan lulusan dokter yang mampu
bersaing di pasar global dan berorientasi kepada kedokteran komunitas.
Program Studi Pendidikan Dokter pada Fakultas Kedokteran UNS diselenggarakan dengan
menggunakan kurikulum berbasis kompetensi (KBK), berdasarkan Standar Pendidikan Profesi Dokter
(KKI, 2006a). Kurikulum berbasis kompetensi diharapkan dapat menciptakan proses pembelajaran
yang membantu mahasiswa agar dapat mencapai sejumlah kompetensi dokter pada akhir masa
studi. Tabel 1.1 menyajikan 7 area komeptensi dokter sebagaimana ditetapkan dalam Standar
Kompetensi Dokter (KKI, 2006b).
Tabel 1.1 Area kompetensi dokter
1
Komunikasi efektif
2
Ketrampilan klinis
3
Landasan ilmiah ilmu kedokteran

4
Pengelolaan masalah kesehatan
5
Pengelolaan informasi
6
Mawas diri dan pengembangan diri
7
Etika, moral. medikolegal, profesionalisme,
dan keselamatan pasien
Sumber: KKI, 2006b
KOMPONEN KOMPETENSI
(KKI, 2006b)
Area Komunikasi Efektif
1. Berkomunukasi dengan pasien beserta anggota keluarganya
2. Berkomunukasi dengan sejawat
3. Berkomunikasi dengan masyarakat
4. Berkomunukasi dengan profesi lain
Area Keterampilan Klinis
1. Memperoleh dan mencatat informasi yang akurat dan penting tentang pasien dan
keluarganya

2. Melakukan prosedur klink dan laboratorium
3. Melakukan prosedur kedaruratan klinis
Area Landasan Ilmiah Kedokteran
1. Menerapkan konsep dan prinsip ilmu biomedik, klinik, perilaku, dan ilmu kesehatan
masyarakat, sesuai dengan pelayanan kesehatan tingkat primer
2. Merangkum interpretasi anamneis, pemeriksaan fisik, uji laboratorium, dan prosedur yang
sesuai
3. Menentukan efektivitas suatu tindakan

1

Area Pengelolaan Masalah Kesehatan
1. Mengelola penyakit, keadaan sakit, dan masalah pasien sebagai individu yang utuh, bagian
dari keluarga dan masyarakat
2. Melakukan pencegahan penyakit dan keadaan sakit
3. Melaksanakan pendidikan kesehatan dalam rangka promosi kesehataan dan pencegahan
penyakit
4. Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk meningkatkaan derajat kesehatan
5. Mengelola sumber daya manusia, serta sarana, dan prasarana, secara efektif dan efisien,
dalam pelayanan kesehatan primer, dengan pendekatan kedokteran keluarga

Area Pengelolaan Informasi
1. Menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk membantu penegakan diagnosis,
pemberian terapi, tindakan pencegahan dan promosi kesehatan, serta penjagaan, dan
pemantauan status kesehatan pasien
2. Memahami manfaat dan keterbatasan teknologi informasi
3. Memanfaatkan informasi kesehatan
Area Mawas Diri dan Pengembangan Diri
1. Menerapkan mawas diri
2. Mempraktikkan belajar sepanjang hayat
3. Mengembangkan pengetahuan baru
Area Etika, Moral, Medikolegal, Profesionalisme, dan Keselamatan Pasien
1. Memiliki sikap profesional
2. Berperilaku profesional dalam bekerjasama
3. Sebagai anggota tim pelayanan kesehataan yang profesional
4. Melakukan praktik keddokteran dalam masyaarakat multikultural di Indonesia
5. Memenuhi aspek medikolegal dalam praktik kedokteran
6. Menerapkan keselamatan pasien dalam praktik kedokteran
PROBLEM-BASED LEARNING
Problem based learning (PBL) pertama kali diimplementasikan di Fakultas Kedokteran Universitas
McMaster, Kanada, tahun 1969, sebagai sebuah cara belajar baru yang radikal dan inovatif dalam

pendidikan dokter (Gwee, 2009). Namun gerakan PBL sendiri untuk merestrukturisasi pendidikan
kedokteran sudah dimulai di Universitas McMaster sejak tahun 1950an (Halonen, 2010). Sejak itu
PBL telah menjadi trend baru pendidikan kedokteran. Kini PBL telah diterapkan pada banyak
Fakultas Kedokteran di seluruh dunia. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret mulai
mengimplementasikan PBL sejak 2007.
PBL memadukan sejumlah teori dan prinsip pendidikan yang saling melengkapi ke dalam
suatu desain sistem pembelajaran. PBL mengandalkan strategi belajar yang berpusat kepada pelajar
(student-centered), kolaboratif, kontekstual, terpadu, diarahkan sendiri, dan reflektif. Desain dan
pelaksanaan pembelajaran meliputi belajar dalam kelompok-kelompok kecil dan peer teaching.
Mahasiswa bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil untuk membangun pengetahuan dengan
menggunakan kasus masalah yang realistis untuk memicu proses belajar (Gwee, 2009).
PBL merepresentasikan pergeseran besar dalam paradigma pendidikan dari pembelajaran
tradisional yang berpusat kepada dosen (teacher-centered) ke pembelajaran yang berpusat kepada
mahasiswa (student-centered). Pendidik dan penyelenggara pendidikan yang akan
mengimplementasikan PBL harus memahami prinsip-prinsip dasar, pelaksanaan, dan filosofi PBL

2

Perhatian khusus perlu diberikan untuk melatih dan memilih tutor PBL karena mereka
memiliki peran penting dalam proses PBL. Perubahan mindset (pola pikir) yang signifikan perlu

dilakukan, baik pada mahasiswa maupun dosen, agar implementasi PBL berhasil. Karena itu program
pelatihan dan pembekalan untuk mahasiswa dan dosen harus dilakukan sebelum implementasi PBL.
PBL merupakan strategi pembelajaran yang sangat banyak menggunakan sumber daya.
Pengalaman banyak institusi yang telah menerapkan PBL menunjukkan, misalnya Fakultas
Kedokteran UGM di Yogyakarta yang telah menerapkan sejak awal 1990an, implementasi PBL
merupakan pekerjaan berat dan membutuhkan perencanaan yang seksama dan terinci. Dibutuhkan
komitmen tinggi di pihak pendidik yang diberi tanggungjawab mengimplementasikan PBL dalam
suatu institusi (Gwee, 2007).
Di sisi lain, PBL menawarkan banyak keuntungan, yaitu pendidikan yang lebih berkualitas,
holistik (menyeluruh), dan bernilai tambah, untuk membekali mahasiswa dalam belajar menjadi
tenaga kesehatan profesional pada abad ke 21. Implementasi PBL akan membantu mahasiswa dalam
mengembangkan kebiasaan berpikir, bersikap, dan berperilaku yang dibutuhkan sebagai tenaga
kesehatan profesional yang kompeten, melayani, dan etis pada abad ke 21. Jika dilakukan dengan
benar, PBL dapat memberikan sumbangan penting bagi perbaikan pelayanan kesehatan di suatu
negara yang diberikan oleh para tenaga kesehatan profesional (Gwee, 2009).
Karakteristik PBL
Intinya, dalam PBL mahasiswa menggunakan masalah dari sebuah skenario sebagai “pemicu”
(trigger) untuk menentukan tujuan pembelajaran (learning objective). Lalu mahasiswa melakukan
studi secara mandiri dan diarahkan sendiri, sebelum kembali ke dalam kelompok untuk membahas
dan menyempurnakan pengetahuan yang diperoleh (Wood, 2003). Jadi terdapat perbedaan antara

konsep PBL (problem-based learning) dan pemecahan masalah (problem solving). Pemecahan
masalah menempatkan masalah sebagai target untuk dipecahkan. PBL menggunakan masalah yang
tepat sebagai pemicu untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman. Meskipun demikian bisa
saja masalah yang digunakan sebagai pemicu dalam PBL merupakan masalah yang perlu dipecahkan
oleh mahasiswa.
Meskipun “hanya” sebagai pemicu, masalah yang digunakan dalam PBL hendaknya realistis,
membumi, sering dijumpai, yang sesuai dengan konteks masalah yang sesungguhnya yang akan
dihadapi mahasiswa ketika telah menjadi dokter praktik (Wood, 2003). Dalam buku Standar
Komeptensi Dokter yang dikeluarkan Konsil Kedokteran Indonesia menegaskan bahwa yang
diharapkan adalah kompetensi dokter untuk memberikan pelayanan kesehatan tingkat primer,
bukan pelayanan kesehatan tingkat sekunder atau spesialistik (KKI, 2006b). Selain itu, masalah
yang dikemukakan dalam PBL sebaiknya tidak bersifat monolitik yang hanya memicu hadirnya
pengetahuan tunggal, melainkan masalah yang terbuka (open-ended) yang memicu mahasiswa
untuk mengeksplorasi pengetahuan transdisipliner (Halonen, 2010).
PBL menekankan pengetahuan awal (“pre-existing knowledge”, “prior knowledge”)
mahasiswa: “Mulailah dengan yang Anda ketahui”. Mahasiswa kemudian mengambil peran aktif
dalam merencanakan, menata, dan memilih masalah-masalah yang akan menjadi tujuan
pembelajaran.
Langkah-Langkah Dasar PBL
Dalam PBL, mahasiswa membagi diri dalam kelompok-kelompok kecil. Kemudian suatu masalah

yang realistis disajikan dan didiskusikan. Kemudian mahasiswa mengidentifikasi apa yang sudah
diketahui dalam hubungannya dengan masalah (“pre-existing knowledge”):

3

1. Informasi apa yang dibutuhkan
2. Strategi atau langkah-langkah apa yang selanjutnya perlu diambil untuk “mempelajari”
informasi/ pengetahuan/ dan ketrampilan yang diperlukan untuk menjawab masalah
Lalu masing-masing mahasiswa meneliti berbagai isu dan mengumpulkan sumber informasi.
Sumber daya/ sumber informasi yang digunakan mahasiswa dievaluasi oleh kelompok. Informasi/
pengetahuan/ keterampilan baru dibagikan kepada anggota kelompok lainnya. Siklus seperti itu
diulangi sampai mahasiswa merasa bahwa semua masalah atau isu telah terjawab dengan
memuaskan. Mahasiswa bisa mengajukan saran, solusi, atau hipotesis. Tutor melakukan evaluasi
kinerja kelompok (Halonen, 2010).
Jenis Kompetensi yang Dihasilkan
Belajar kelompok PBL tidak hanya memudahkan tercapainya kompetensi untuk mengakusisi
(memperoleh) pengetahuan baru, tetapi juga sejumlah keterampilan lainnya yang penting, misalnya
ketrampilan berkomunikasi, kerjasama tim, pemecahan masalah, tanggungjawab untuk belajar
mandiri, berbagi informasi, dan menghargai orang lain (Tabel 1.2). Dengan demikian PBL dapat
dipandang sebagai sebuah metode belajar kelompok kecil yang memadukan akuisi pengetahuan dan

pengembangan aneka ketrampilan dan sikap umum yang diperlukan dalam pekerjaan sebagai dokter
atau tenaga kesehatan profesional lainnya (Wood, 2003).
Tabel 1.2 Keterampilan dan sikap umum yang dihasilkan PBL
 Kerjasama tim
 Mengkaji kritis literatur
 Memimpin kelompok
 Belajar mandiri
 Mendengarkan
 Penggunaan sumberdaya informasi
 Mencatat
 Keterampilan presentasi
 Menghargai pandangan kolega
Sumber: Wood, 2003
Dengan demikian jelas bahwa keterampilan yang diperoleh dari strategi PBL mendukung
pencapaian area kompetensi dokter (Tabel 1.2), baik keterampilan memperoleh pengetahuan (area
kompetensi 3, 5), keterampilan berkomunikasi dan presentasi (area kompetensi 1), kerjasama dalam
tim (area kompetensi 7), pengembangan diri, memimpin kelompok, dan menghargai orang lain (area
kompetensi 6), penggunaan sumber informasi (area kompetensi 5), maupun menilai literatur dengan
kritis (area kompetensi 3, 4). Demikian pula penyajian materi klinik di dalam skenario sebagai
stimulus pembelajaran memungkinkan mahasiswa memahami relevansi pengetahuan ilmiah yang

diperoleh dengan prinsip-prinsip praktik klinis (area kompetensi 2, 7).
Keuntungan dan Kerugian PBL
PBL memberikan aneka keuntungan sebagai berikut (Halonen, 2010):
1. Kemampuan retensi dan pemanggilan kembali (recall) pengetahuan lebih besar
2. Mengembangkan keterampilan interdisipliner:
 Mengakses dan menggunakan informasi dari aneka domain subjek
 Mengintegrasikan pengetahuan dengan lebih baik
 Mengintegrasikan belajar di kelas dan lapangan
3. Mengembangkan keterampilan belajar seumur hidup:
 Cara meneliti
 Cara berkomuniasi dalam kelompok
 Cara mengatasi masalah
4. Menciptakan lingkungan belajar yang aktif, kooperatif, penilaian diri dan kelompok (peer
assessment), berpsat pada mahasiswa, efektivitas tinggi.

4

5. Menciptakan lingkungan belajar yang memberikan
 Umpan balik segera
 Kesempatan untuk mempelajari aneka sasaran belajar yang disukai

 Kesempatan untuk belajar pada berbagai tingkat pembelajaran (taksonomi Bloom)
6. Menciptakan lingkungan belajar yang dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan
memecahkan masalah
7. Meningkatkaan motivasi dan kepuasan mahasiswa, interaksi mahasiswa-mahasiswa, dan
interaksi mahasiswa-dosen/ instruktur
Kerugian PBL sebagai berikut (Halonen, 2010):
1. Membutuhkan perencanaan dan sumberdaya yang sangat besar:
 Pembuatan skenario, meliputi masalah, kasus, situasi
 Penyediaan sumberdaya untuk mahasiswa, misalnya, ruang diskusi, literatur, perpustakaan
tradisional maupun e-library, narasumber, tenaga profesional di bidangnya
2. Membutuhkan komitmen untuk menjalankan PBL, dan kesediaan dosen untuk menghargai
pengetahuan, pengalaman, dan ketrampilan yang diperoleh mahasiswa selama proses
pembelajaran
3. Memerlukan perubahan paradigma:
 Pergeseran dari fokus dari “apa yang diajarkan dosen” (teacher-centered) menjadi “apa yang
dipelajari mahasiswa” (student-centered)
 Perubahan pandangan dosen sebagai “pakar” yang berperan sebagai “bank pengetahuan”
melalui kuliah dan peragaan di kelas, menjadi dosen sebagai “fasilitator “ atau “tutor”
pembelajaran
MODEL “SPICES” HARDEN

Harden et al. (2009) mengidentifikasi enam strategi dalam kurikulum pendidikan dokter. Mereka
membuat spektrum strategi tersebut dan membedakan antara model PBL yang diformulasikan
sebagai “SPICES” di satu sisi dan model konvensional di sisi lain: student-centred/ teacher-centred,
problem-based/ information-gathering, integrated/ discipline-based, community-based/hospitalbased, elective/uniform and systematic/ apprentice ship-based (Tabel 1.3)
Model analisis strategi kurikulum SPICES dapat digunakan dalam perencanaan dan evaluasi
kurikulum, dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan kurikulum, dan dalam memberikan
bimbingan berkaitan dengan metode pembelajaran dan penilaian..
Tabel 1.3 Perbedaan antara model SPICES Harden dan model konvensional
Model SPICES
Model konvensional
1
Student centered
Teacher-centered
2
Problem-based
Information-gathering
3
Integrated
Discipline-based
4
Community-based
Hospital-based
5
Elective
Uniform
6
Systematic approach
Apprenticeship
Sumber: Harden et al., 2009
Perhatikan, model PBL yang disebut Harden et al. (2009) sebagai “SPICES” menekankan
pembelajaran berdasarkan masalah yang berbasis komunitas (strategi 4), bukan berbasis rumah
sakit. Jadi model ini sesuai dengan area kompetensi yang dinyatakan dalam Standar Kompetensi
Dokter (KKI, 2006b), bahwa seorang dokter harus mampu mengelola masalah kesehatan pasien
sebagai individu secara utuh, sebagai bagian dari keluarga dan masyarakat. Selain itu, pembelajaran
berbasis komunitas juga merupakan syarat mutlak jika pendidikan dokter bertujuan mewujudkan visi
pendidikan dokter pada FK UNS, yaitu dokter yang berorientasi kesehatan komunitas.

5

IMPLEMENTASI PBL
Seven Jumps Maastricht. FK UNS menggunakan “Tujuh Langkah” (“Seven Jumps”) yang
dikembangkan Maastricht, Belanda, dalam mengimplementasikan diskusi tutorial PBL (Tabel 1.4).
Tabel 1.4 “Seven Jumps” Maastricht dalam proses tutorial
Langkah 1 Mengidentifikasi dan mengklarifikasi istilah dan konsep yang belum
dikenal dalam skenario. Notulen membuat daftar istilah yang masih
belum jelas sampai akhir diskusi
Langkah 2 Mendefinisikan masalah yang akan dibahas. Jika terdapat perbedaan
pandangan tentang masalah yang perlu dibahas, maka semua
masalah harus dipertimbangkan. Notulen membuat daftar masalah
yang sudah disepakati untuk dibahas
Langkah 3 Sesi “brainstorming” (curah pendapat) untuk membahas masalah,
yaitu memberikan saran penjelasan dan mengidentifikasi area yang
belum diketahui dengan sempurna. Notulen mencatat semua pokok
diskusi
Langkah 4 Kaji ulang langkah 2 dan 3, lalu tata penjelasan-penjelasan menjadi
solusi sementara. Notulen menata penjelasan-penjelasan
Langkah 5 Rumuskan tujuan pembelajaran (learning objective). Kelompok
menyepakati tujuan pembelajaran. Tutor memastikan bahwa tujuan
pembelajaran terfokus, bisa dicapai, komprehensif, dan tepat
Langkah 6 Belajar mandiri (semua mahasiwa mengumpulkan informasi yang
berhubungan dengan tujuan pembelajaran)
Langkah 7 Kelompok berbagi hasil belajar mandiri (mahasiswa mengindetifikasi
sumber belajar dan berbagi hasilnya). Tutor memeriksa
pembelajaran, dan menilai kinerja kelompok
Sumber: Wood, 2003
Tabel 1.5, 1.6, 1.7, dan 1.8, berturut-turut menyajikan daftar perang Ketua, Notulen, Peserta, dan
Fasilitator (Tutor) Kelompok Turoial PBL.
Tabel 1.5 Peran Ketua dan diskusi PBL
1
Memimpin proses diskusi kelompok
2
Mendorong anggota kelompok untuk mengambil bagian
dalam diskusi
3
Memelihara dinamika kelompok
4
Mengatur waktu
5
Memastikan kelompok mencapai tujuan pembelaajaran
(learning objective)
6
Memastikan notulen membuat catatan dengan akurat
Sumber: Wood, 2003
Tabel 1.6 Peran Notulen (Pencatat) dalam diskusi PBL
1
Mencatat inti diskusi yang dikemukan kelompok
2
Membantu kelompok dalam mengurutkan pikiran dan
gagasan
3
Berpartisipasi dalam diskusi
4
Mencatat sumber daya yang digunakan oleh kelompok
Sumber: Wood, 2003

6

Tabel 1.7 Peran Peserta dalam diskusi PBL
1
Mengikuti urutan langkah-langkah proses
2
Berpartisipasi dalam diskusi
3
Mendengarkan dan menghargai kontribusi peserta
lainnya
4
Mengajukan pertanyaan terbuka
5
Mencapai semua tujuan pembelajaran (learning
objective)
6
Berbagai informasi dengaan peserta lainnya
Sumber: Wood, 2003
Tabel 1.8 Peran Tutor dalam diskusi PBL
1
Mendorong semua anggota kelompok untuk
berpartisipasi dalam diskusi
2
Membantu ketua untuk memelihara dinamika kelompok
dan mengatur waktu
3
Memastikan bahwa notulen membuat catatan dengan
akurat
4
Mencegah disuksi di luar skenario
5
Memastikan kelompok mencapai tujuan kompetensi
(learning objective)
6
Memeriksa pemahaman peserta
7
Menilai kinerja peserta
Sumber: Wood, 2003

7

KEDOKTERAN DALAM PETA KOMPETENSI KBK-FKUNS
(Gambar 1.1). Nomer kompetensi merujuk kepada nomer Area Kompetensi Dokter (KKI, 2006).
Dokter yang
profesional, mampu
bersaing global,
berorientasi
kedokteran komunitas

Pelayanan kesehatan
preventif, promotif
pada level individu,
keluarga, komunitas
(kompetensi 1, 3, 4)

Memahami prinsip
intervensi/ terapi/
pemecahan masalah,
kedokteran berbasis bukti
(kompetensi 3, 4)

Anamnesis masalah
kesehatan pasien,
analisis data kesehatan
sekunder, survei
komunitas (1,3,4,5,7)

Memahami
struktur dan
fungsi organ
(kompetensi 3)

Kemampuan
melakukan
komunikasi
efektif
(kompetensi
1)

Pelayanan medis
kuratif pada level
individu (kompetensi
1,2,3,7)

Diagnosis masalah
klinis pasien
(kompetensi 2)

Pemeriksaan fisik
pasien (inspeksi,
palpasi, auskultasi,
perkusi) (kompetensi 1,
2, 3, 7)

Memahami ,
mekanisme biologi,
patofisiologi penyakit,
kausa proksimal
masalah kesehatan
pasien (3,4)

Menerapkan
budaya ilmiah
(kompetensi
3)

Pelayanan medis
rehabilitatif pada
level individu
(kompetensi 1, 2, 3,

Diagnosis masalah
kesehatan keluarga,
komunitas (diagnosis
komunitas)
Kompetensi 3, 4)

Memilih alat
penunjang
diagnostik yang
tepat (3,7)

Memahami kausa
distal masalah
kesehatan pasien
(level keluarga,
komunitas,
lingkungan, global)

Menerapkan
prinsip etika,
profesionalisme
(kompetensi
6,7)

Memecahkan
masalah
kesehatan
masyarakat
(kompetensi
4)

Gambar 1.1 Kompetensi kedokteran komunitas
dalam mapping kompetensi KBK-FKUNS

8

Kedokteran
berbasis bukti,
pelayanan
(kompetensi
2,3, 7)

Penggunaan
teknologi
informasi
(kompetensi
5)

REFERENSI
Gwee M (2009). Problem-based learning: A strategic learning system design for the education of
healthcare professionals in the 21ST Century. The Kaohsiung Journal of Medical Sciences, 25
(5), 231-239
Halonen D (2010). Problem based learning: A case study. University fo Manitoba. auspace.
athabascau.ca:8080/.../Problem%20Based%20Learning.ppt. Diakses 20 Agustus 2010.
Harden RM, Sowden S, Dunn WR (2009). Educational strategies in curriculum development: the
SPICES model. ASME. www.medicaleducation.com
KKI (2006a). Standar pendidikan profesi dokter. Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia.
KKI (2006b). Standar kompetensi dokter. Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia.
Wood DF (2003). ABC of learning and teaching in medicine. Problem based learning. BMJ, 326

9