Metode Qiyas sbg metode pengambilan kepu (1)

Metode Qiyas
Devi Ninggarwati 20120430072
Irma Nurul Anwar 20120430076
Tomi aja gitu
Ervin

Pengertian Qiyas
Qiyas adalah menyamakan ketentuan hukum
suatu kasus yang tidak disebutkan dalam nash,
dengan ketentuan hukum suatu kasus yang
disebutkan dalam nash, karena kedua kasus
Memiliki ‘illah/kausa hukum yang sama.

Rukun-Rukun Qiyas
Ashal

Ashal‫ل‬
(‫اال ص‬
‫ ) ا‬yang berarti pokok, yaitu suatu
peristiwa yang telah ditetapkan hukumnya
berdasar nash. Ashal disebut juga maqis ‘alaih

(yang menjadi ukuran) atau musyabbah bih
(tempat menyerupakan), atau mahmul ‘alaih
(tempat membandingkan);

Fara’ (‫االافرع‬
) yang berarti cabang, yaitu suatu
peristiwa yang belum ditetapkan hukumnya
karena tidak ada nash yang dapat dijadikan
sebagai dasar. Fara’ disebut juga maqis (yang
diukur) atau musyabbah (yang diserupakan)
atau mahmul (yang dibandingkan);

back

Hukum ashal (‫ )االاحكم‬yaitu hukum dari ashal
yang telah ditetapkan berdasar nash dan
hukum itu pula yang akan ditetapkan pada
fara’ seandainya ada persamaan ‘illatnya;

back


‘IIIat (‫االاعلة‬
) yaitu suatu sifat yang ada pada
ashal dan sifat itu yang dicari pada fara’.
Seandainya sifat ada pula pada fara’, maka
persamaan sifat itu menjadi dasar untuk
menetapkan hukum fara’ sama dengan hukum
ashal.

next

Macam-Macam Qiyas
1. Qiyas ‘illat, ialah qiyas yang mempersamakan ashal dengan fara’
karena keduanya mempunyai persamaan ‘illat. Qiyas ‘illat terbagi:
• Qiyas jali (jelas) ialah qiyas yang ‘illatnya berdasarkan dalil yang pasti,
tidak ada kemungkinan lain selain dari ‘illat yang ditunjukkan oleh dalil
itu.
• Qiyas khofi (samar) ialah qiyas yang ‘ilIatnya mungkin dijadikan ‘illat
dan mungkin pula tidak dijadikan ‘illat,
2. Qiyas dalalah ialah qiyas yang ‘illatnya tidak disebut, tetapi merupakan

petunjuk yang menunjukkan adanya ‘illat untuk menetapkan sesuatu
hukum dari suatu peristiwa.
3. Qiyas syibih ialah qiyas yang fara’ dapat diqiyaskan kepada dua ashal
atau lebih, tetapi diambil ashal yang lebih banyak persamaannya
dengan fara’.

Syarat-syarat Qiyas
1. Ashal dan fara’, berupa kejadian atau peristiwa.
2. Hukum ashal ada beberapa syarat yang diperlukan bagi
hukum ashal, yaitu:
– Hukum ashal itu hendaklah hukum syara’ yang amali yang telah
ditetapkan hukumnya berdasarkan nash,
– ‘Illat hukum ashal itu adalah ‘illat yang dapat dicapai oleh akal,
– Hukum ashal itu tidak merupakan hukum pengecualian atau
hukum yang berlaku khusus untuk satu peristiwa atau kejadian
tertentu.
– ‘Illat ialah suatu sifat yang ada pada ashal yang sifat itu menjadi
dasar untuk menetapkan hukum ashal serta untuk mengetahui
hukum pada


lanjutan
Fara’ yang belum ditetapkan hukumnya, seperti menghabiskan
harta anak yatim merupakan suatu sifat yang terdapat pada
perbuatan memakan harta anak yatim yang menjadi dasar untuk
menetapkan haram hukum menjual harta anak yatim
‘IlIat merupakan sifat dan keadaan yang melekat pada dan
mendahului peristiwa/perbuatan hukum yang terjadi dan menjadi
sebab hukum, sedangkan hikmah adalah sebab positif dan hasil
yang dirasakan kemudian setelah adanya peristiwa hukum.

Kehujjahan Qiyas
Jumhur ulama kaum muslimin sepakat bahwa
qiyas merupakan hujjah syar’i dan termasuk
sumber hukum yang keempat dari sumber
hukum yang lain. Apabila tidak terdapat
hukum dalam suatu masalah baik dengan nash
ataupun ijma’ dan yang kemudian ditetapkan
hukumnya dengan cara analogi dengan
persamaan illat maka berlakulah hukum qiyas
dan selanjutnya menjadi hukum syar’i.


Lanjutan....

        

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan

taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika
kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia
kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benarbenar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu
lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”. (Qs.4:59)

Ayat di atas menjadi dasar hukum qiyas, sebab lain adalah perintah
supaya menyelidiki tanda-tanda kecenderungan, apa yang
sesungguhnya yang dikehendaki Allah dan Rasul-Nya. Hal ini dapat
diperoleh dengan memaksud dari ungkapan ‘kembali kepada Allah
dan Rasul’ (dalam masalah khilafiyah), tiada cari illat hukum, yang
dinamakan qiyas. Sementara diantara dalil sunnah mengenai qiyas ini
berdasar pada hadits Muadz ibn Jabal, yakni ketetapan hukum yang
dilakukan oleh Muadz ketika ditanya oleh Rasulullah Saw,

diantaranya ijtihad yang mencakup di dalamnya qiyas, karena qiyas
merupakan salah satu macam ijtihad. Sedangkan dalil yang ketiga
mengenai qiyas adalah ijma’. Bahwasanya para shahabat Nabi Saw
sering kali mengungkapkan kata ‘qiyas’. Qiyas ini diamalkan tanpa
seorang shahabat pun yang mengingkarinya.

Contoh Qiyas Dalam Kehidupan Sehari-hari
Terus melakukan sesuatu pekerjaan, seperti
mencangkul di sawah, bekerja di kantor, dan
sebagainya setelah mendengar azan untuk
melakukan shalat Jumat belum ditetapkan
hukumnya. Lalu dicari perbuatan lain yang telah
ditetapkan hukumnya berdasar nash dan ada pula
persamaan ‘illatnya, yaitu terus menerus
melakukan jual beli setelah mendengar azan Jumat,
yang hukumnya makruh. Berdasar firman AIIah
SWT:

(al-Jumu'ah: 9)


Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, apabila 
diserukan (adzan) untuk sembahyang hari Jum'at, maka 
hendaklah segera mengingat Allah (shalat Jum'at) dan 
meninggalkan jual-beli. Yang demikian itu lebih baik 
untukmu jika kamu mengetahui." (al-Jumu'ah: 9)
Antara kedua pekerjaan itu ada persamaan 'illatnya,
karena itu dapat pula ditetapkan hukum mengerjakan
suatu pekerjaan setelah mendengar adzan Jum'at, yaitu
makruh seperti hukum melakukan jual-beli setelah
mendengar adzan Ju'mat.

Penerapan Qiyas Dalam Ek.Islam
Memahami bunga bank dari aspek legal-formal dan secara induktif,
berdasarkan pelarangan terhadap larangan riba yang diambil dari
teks (nas), dan tidak perlu dikaitkan dengan aspek moral dalam
pengharamannya. Paradigma ini berpegang pada konsep bahwa
setiap utang-piutang yang disyaratkan ada tambahan atau manfaat
dari modal adalah riba, walaupun tidak berlipat ganda. Oleh karena
itu, betapapun kecilnya, suku bunga bank tetap haram. Karena
berdasarkan teori qiyâs, kasus yang akan di-qiyas-kan (fara’) dan

kasus yang di-qiyas-kan (asal) keduanya harus disandarkan pada illat
jâlî (illat yang jelas). Dan kedua kasus tersebut (bunga bank dan riba)
disatukan oleh illat yang sama, yaitu adanya tambahan atau bunga
tanpa disertai imbalan. Dengan demikian, bunga bank sama
hukumnya dengan riba.