126747727 bab 02 1980 cek 20090203161240 1805 1 1
PENGELOLAAN SUMBER
ALAM
DAN LINGKUNGAN HIDUP
PENGELOLAAN
B A B II
SUMBER ALAM
DAN
LINGKUNGAN
HIDUP A. PENDAHULUAN
Pembangunan yang berarti mengolah dan memanfaatkan sumber
alam dan lingkungan hidup, sekaligus harus diusahakan untuk menjaga mutu lingkungan hidup dan kelestarian sumber alam. Masalah
rusaknya kelestarian sumber alam dan kemerosotan lingkungan hidup
yang telah timbul sebagai akibat suatu proses pembangunan, banyak
terjadi dan di masa yang akan datang hal-hal tersebut masih akan
tetap merupakan tantangan dalam proses pembangunan.
Untuk mencegah kemerosotan dan sebanyak mungkin mening -katkan
produktivitas sumber alam tanah, hutan, air dan lautan,
berbagai
usaha perlu ditingkatkan dan dikembangkan. Usaha-usaha
itu antara
lain meliputi pengawetan tanah dan air dalam areal
produksi
pertanian, pencegahan perusakan daerah pesisir, pencegah an
perusakan hutan dan usaha reklamasi tanah kritis. Peningkatan
dan pengembangan usaha-usaha tersebut perlu dilakukan melalui
pola pembangunan masyarakat yang menyeluruh, antara lain dengan
menerapkan pendekatan sosial dan budaya dalam pengendalian proses pembangunan.
Usaha-usaha yang disebutkan di atas pertama-tama perlu diarahkan kepada pencegahan kemerosotan pendapatan petani dan
nelayan miskin di daerah-daerah kritis. Bahkan sedapat mungkin
diarahkan kepada peningkatan pendapatan mereka melalui perbaikan dan peningkatan produktivitas usaha para petani dan nelayan
serta produktivitas tanah garapan dan perairan sumber mata pencaharian mereka. Di samping itu usaha-usaha tersebut juga perlu
diarahkan kepada peningkatan sumber potensi pembangunan di masa
depan, peningkatan keanekaragaman usaha dan penyediaan lapangan
kerja yang cukup.
Dengan usaha-usaha tersebut di atas akan berarti sekaligus
mengamankan dan melindungi investasi pembangunan yang telah
91
dilaksanakan terhadap bencana banjir, terhadap kekeringan dan
terhadap pelumpuran yang terjadi di daerah aliran sungai yang
bersangkutan. Pelaksanaan usaha-usaha tersebut juga akan berarti
meningkatkan daya dukung lingkungan perairan sehingga memungkinkan pembangunan di masa depan dapat berkembang lebih banyak.
Sesuai dengan hal-hal yang dikemukakan di atas dalam rangka
Pengelolaan Sumber Alam dan Lingkungan Hidup dalam Repelita III
ditetapkan tiga program, yaitu : program Penyelamatan Hutan, Tanah
dan Air, program Pembinaan Sumber Alam dan Lingkungan Hidup
dan program Pengembangan Meteorologi dan Geofisika.
B. PROGRAM PENYELAMATAN HUTAN, TANAH DAN AIR
Usaha penyelamatan sumber alam hutan, tanah dan air sudah
dilakukan sejak Repelita I. Selama ini usaha itu terus menerus
ditingkatkan. Dalam Repelita I usaha penyelamatan hutan, tanah
dan air masih terbatas dalam skala yang kecil. Dalam masa itu
dilakukan beberapa penelitian dan survai yang hasil-hasilnya selan jutnya dipergunakan sebagai dasar perencanaan dalam skala yang
lebih besar dan terintegrasi.
Dalam Repelita III Program Penyelamatan Hutan, Tanah dan
Air ditempatkan di dalam sektor Sumber Alam dan Lingkungan
Hidup. Dengan demikian pengelolaan sumber alam dan lingkungan
hidup secara terpadu dapat lebih ditingkatkan dan dikoordinasikan.
Dalam program ini tercakup penghijauan dan reboisasi. Kegiat an penghijauan dan reboisasi sebagai salah satu usaha dalam rangka
penyelamatan hutan, tanah dan air setiap tahun meningkat. Meskipun demikian, kegiatan penghijauan dan reboisasi sampai sekarang
belum menunjukkan keberhasilan yang mantap.
Salah satu kunci untuk mencapai tingkat keberhasilan yang
lebih baik dalam usaha penghijauan dan reboisasi adalah kesung guhan dan kemampuan para pimpinan pelaksanaan proyek. Kunci
keberhasilan yang lain adalah adanya benih dengan daya kecambah
yang memadai dalam jumlah yang cukup dan dapat disediakan
pada waktu yang tepat.
92
1. Penghijauan
Dalam tahun 1978/79 usaha penghijauan dilaksanakan di 1.001
Kecamatan, di 145 Kabupaten, dan meliputi 33 daerah aliran sungai
(DAS) di 19 Propinsi. Kegiatan penghijauan dalam tahun 1978/79
juga meliputi pembuatan check dam, yang merupakan salah satu prasarana yang diperlukan untuk pengawetan tanah, penampungan
lumpur dan penampungan air di musim hujan. Pada tahun tersebut
dilaksanakan pula kegiatan pembuatan tanaman dengan sistem jalur
penyekat, yang dilakukan di areal alang-alang untuk menanggulangi
bahaya kebakaran yang sering timbul dan merusakkan hasil peng hijauan dan reboisasi.
Realisasi penghijauan pada tahun 1978/79, kecuali di satu propinsi, berkisar antara 60% — 100% daripada rencana. Seperti
tampak pada Tabel II — 1 sebagai keseluruhan realisasi penghijauan
pada tahun tersebut mencapai 89,1 % dari rencana. Tingkat keber hasilan kegiatan tersebut tidak demikian tinggi. Penghijauan di
daerah-daerah Jambi, Lampung, Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara
Barat dan Bengkulu tingkat keberhasilannya kurang dari 35 % dari
rencana. Sedangkan di daerah-daerah Yogyakarta, Jawa Timur, Sula wesi Tenggara, Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan dan Jawa
Tengah mencapai keberhasilan lebih dari 60 %. Sebagai keseluruhan tingkat keberhasilan penghijauan dalam tahun 1978/79 hanya
mencapai 53,9 %.
Kegiatan penghijauan dalam tahun 1979/80 dilaksanakan di
1.099 kecamatan, di 145 kabupaten, dalam 34 DAS di 20 propinsi.
Pada tahun 1979/80 pembuatan check dam ditingkatkan menjadi
37 buah, sedang dalam tahun sebelumnya hanya 10 buah. Penilaian
sementara menunjukkan bahwa realisasi penghijauan dalam tahun
1979/80 di daerah-daerah Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara dan Bali kurang dari 35%, dan
di daerah-daerah Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan berkisar
antara 40% dan 50%, sedangkan di daerah-daerah Sumatera Barat,
Jawa Barat, Yogyakarta dan Jawa Timur berkisar antara 66% dan
91%. Sebagai keseluruhan realisasi penghijauan pada tahun tersebut
93
TABEL 11 - I
RENCANA, REALISASI DAN KEBERHASILAN
USAHA PENGHIJAUAN MENURUT PROPINSI,
1978/79 - 1979/80
Keterangan : 1) Realisasi
= luas tanaman yang telah dilaksanakan sampai
dengan bulan Maret 1980
2) Keberhasilan = luas tanaman yang di realisasi yang mempunyai
persentase tumbuh 35% ke atas di bagi rencana
yang diperiksa oleh P3RPDAS sampai dengan Maret 1980
94
baru mencapai 32,5%. Mengenai keberhasilannya untuk tahun 1979/80
belum ada laporan.
Selain kegiatan yang diuraikan di atas sejak tahun pertama
dimulainya kegiatan penghijauan telah dilaksanakan latihan-latihan
untuk memenuhi kebutuhan akan petugas-petugas lapangan untuk
penanaman dan pembibitan. Sampai dengan tahun 1979/80 ini jumlah
petugas lapangan yang dipekerjakan dalam usaha penghijauan ini telah
berjumlah 4.835 orang, dengan perincian Petugas Lapangan Penghijauan
(PLY) 3.865 orang, Petugas Lapangan Pengadaan Bibit Penghijauan
(PLPBP) 438 orang, Petugas Lapangan Pengadaan Bibit Reboisasi
(PLPBR) 377 orang dan Petugas Khusus Penghijauan (PKP) sebanyak
155 orang.
2. Reboisasi
Perkembangan hasil kegiatan reboisasi dalam tahun-tahun 1978/
79 dan 1979/80 dapat dilihat pada Tabel I I - 2 . Tabel tersebut menunjukkan hal-hal berikut.
Kegiatan reboisasi tahun 1978/79 dilaksanakan di 18 Propinsi.
Realisasinya dalam tahun 1978/79, kecuali di Riau, Aceh dan Sulawesi
Selatan, berkisar antara 80% dan 100%. Sebagai keseluruhan realisasi
reboisasi dalam tahun tersebut mencapai 84,3%.
Keberhasilan yang tercapai dalam reboisasi tahun tersebut juga
cukup tinggi. Sebagai keseluruhan mencapai 74,4%. Hanya di 4 propinsi,
yaitu Aceh, Riau, Jambi dan Sulawesi Selatan mencapai
kurang dari
60%.
Reboisasi pada tahun 1979/80 dilaksanakan di 19 propinsi.
Realisasi reboisasi di daerah-daerah Aceh, Sumatera Utara, Sumatera
Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Sulawesi Tengah, Sulawesi
Selatan dan Bali kurang dari 35%, dan di daerah Sulawesi Tenggara
mencapai 59%, sedangkan di daerah-daerah Jawa Barat, Yogyakarta
dan Sulawesi Utara berkisar antara 80% dan 100%. Mengenai keber hasilannya untuk tahun 1979/80 belum ada laporan.
Kegiatan rehabilitasi dan reboisasi dilaksanakan juga di areal
pengusahaan hutan. Laju kegiatan rehabilitasi dan reboisasi di areal
ini belum seimbang dengan laju penurunan sumberdaya hutan sebagai
95
TABEL II - 2
RENCANA REALISASI DAN KEBERHASILAN
USAHA REBOISASI MENURUT PROPINSI.
1978/79 -- 197980
1978/79
Propinsi
Rencana
(ha)
1. DAERAH ISTIMEWA ACEH
Realisasi
(%)
1979/80
Keberhasilan
(%)
Rencana Realisasi
(ha)
(%)
8.400
3,4
3,4
7.239
34,0
2. SUMATERA UTARA
24.432
98,7
98,7
17.453
31,1
3. SUMATERA BARAT
2.900
92,5
2.500
32,2
4. R I A U
2.940
7,4
2.500
5. JAMBI
2.000
6. SUMATERA SELATAN
7. BENGKULU
38.500
100
7,4
100
80,2
40,0
2.000
11,6
80,2
50.000
17,3
1.000
-
8. LAMPUNG
9. JAWA BARAT
Keberhasilan
(%)
-
7.000
94,3
92,2
2.800
24,9
45.537
99,9
95,6
43.400
91,2
99,9
93,0
1.151
100
49.800
-
10. JAWA TENGAH
11. DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
1.102
12. JAWA TIMUR
-
13. KALIMANTAN KARAT
27.000
14. KALIMANTAN SELATAN
20.000
95,5
27.900
.-
15. SULAWESI UTARA
19.800
100
67,0
20.350
80,2
16. SULAWESI TENGAH
17.635
100
77,0
11.400
28,9
17. SULAWESI SELATAN
39.600
52,3
33,7
36.516
34,9
18. SULAWESI TENGGARA
17.472
88,5
86,5
12.915
59,7
98,5
4,6
95,5
19. B A L I
5.000
68,1
2.036
20. NUSA TENGGARA BARAT
3.400
100
78,7
5.000
21. NUSA TENGGARA TIMUR
5.340
100
74,0
5.380
74,4
301.340
JUMLAH :
Keterangan : 1) Realisasi
2) Keberhasilan
96
288.058
84,3
-
.-
35,2
=luas tanaman yang telah dilaksanakan
sampai dengan bulan Maret 1980.
=luas tanaman yang direalisasi yang mempunyai
prosentase tumbuh 35% ke atas dibagi rencana
yang diperiksa oleh P3RPDAS sampai dengan Maret
1980.
-
-
-
PM
akibat eksploitasi. Rehabilitasi areal bekas tebangan serta reboisasi
areal tidak produktif di areal Hak Pengusahaan Hutan mengalami
kelambatan terutama karena kesulitan dalam pengadaan benih dan
bibit, dalam penguasaan tehnik reboisasi dan 1dalam pengadaan tenaga
trampil yang memadai di kalangan pemegang Hak Pengusahaan Hutan.
3. Pengaturan dan Pengamanan Sungai
Pengaturan dan pengamanan sungai meliputi kegiatan-kegiatan
penggalian terhadap hambatan, pelurusan aliran, sudetan, perlindungan
dan perkuatan tebing, pembuatan tanggul, pembuatan saluran banjir,
pintu-pintu banjir dan lain-lain. Khususnya dalam menghadapi banjir,
setiap tahun dipersiapkan bahan-bahan, peralatan dan tenaga. Persiapan
tenaga dilakukan dengan jalan mengadakan latihan-latihan baik bagi
penduduk setempat maupun bagi tenaga-tenaga penanggulangan yang
khusus. Dalam Repelita 1II program ini diperkirakan akan meliputi
luas areal sebanyak lebih kurang 770.000 ha. Dalam tahun 1979/80
juga dilaksanakan kegiatan yang dimaksudkan untuk menanggulangi
banjir 5 tahunan.
Dalam program ini termasuk kegiatan pembangunan bendungan
untuk pencegahan banjir. Bendungan yang dibangun juga berfungsi
sebagai bangunan irigasi, penyediaan air minum, pembangkit listrik
tenaga air dan lain-lainnya.
Di samping proyek pengamanan sungai yang lokasinya tersebar
di propinsi-propinsi, dalam program ini juga terdapat proyek-proyek
yang dikelola secara khusus, yaitu sungai-sungai Citanduy, Cimanuk,
Bengawan Solo, Pemali Coma], Cisanggarung, Arakundo, Wampu,
Ular, Bah Bolon, dan pengendalian banjir Jakarta dan proyek Serba guna kali Brantas. Selanjutnya dalam program ini termasuk pula
penanggulangan akibat kegiatan gunung-gunung berapi seperti G. Merapi, G. Kelud, G. Semeru dan G. Agung.
C. PEMBINAAN SUMBER ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP.
1. Pemetaan Dasar
Salah satu sarana kerja utama dalam pemanfaatan sumber alam
adalah peta dasar yang merupakan kerangka preferensi bagi penyusunan peta sumberdaya nasional. Peta sumberdaya nasional tersebut
merupakan gambaran kekayaan alam nasional.
97
Dalam rangka mempersiapkan peta dasar tersebut pada tahun
pertama Repelita III telah dikerjakan survai geodesi untuk wilayah
Indonesia bagian Timur. Survai ini melengkapi survai terdahulu yang
mencakup wilayah Indonesia bagian Barat. Di samping itu telah dikerjakan pula pekerjaan-pekerjaan fotogrammetri dan kartografi,
pembuatan peta topografi skala 1 : 50.000, pengukuran sifat datar
teliti clan pemotretan udara skala kecil 1 : 100.000 di Sumatera, Irian
Jaya dan Maluku.
Masalah yang dihadapi dalam pekerjaan pemetaan ini adalah
ketergantungan pada musim, kurangnya fasilitas serta tenaga trampil
dan ahli. Khusus untuk mengatasi masalah ketergantungan pada mu sim secara berkesinambungan dilaksanakan penerapan teknologi
maju yang dapat mengurangi pembatasan iklim dan cuaca terhadap
pekerjaan.
2. Inventarisasi dan Evaluasi Sumber Alam
Pengetahuan yang memadai tentang potensi sumber alam yang tersedia merupakan landasan yang diperlukan untuk dapat menyusun dan
mengembangkan pola pemanfaatan yang memberikan hasil optimal dan
sesuai dengan kemampuan yang ada untuk menjaga kelestariannya.
Oleh karena itu perlu dilaksanakan usaha-usaha inventarisasi dan
evaluasi sumber-sumber alam yang ada. Atas dasar hasil inventarisasi
itu dilakukan pembuatan pola pengembangan areal-areal perlindungan
lingkungan dan pelestarian sumberdaya. Di samping itu juga dilaku kan pengkajian mengenai cars serta pola pengelolaan dan rencana
pemanfaatan sumber alam yang sesuai dengan azas kelestarian.
Inventarisasi dan evaluasi sumber-sumber alam sudah dilaksanakan sejak pra Repelita oleh berbagai instansi sesuai dengan tugas dan
kewajibannya masing-masing. Sejalan dengan meningkatnya jumlah
penduduk dan meningkatnya pendapatan rakyat pada umumnya, maka
kemungkinan penggunaan sumber daya alam yang ada juga berkembang menjadi semakin beranekaragam. Dengan demikian maka setiap
penyusunan rencana pemanfaatan sumber alam perlu memperhitungkan semua kemungkinan penggunaannya secara menyeluruh. Untuk
memungkinkan penyusunan rencana yang demikian maka inventarisasi
dan evaluasi terhadap sumber alam perlu dilaksanakan secara terpadu
dan menyeluruh pula.
98
Dalam Repelita 1II mulai dikembangkan jaringan informasi sumberdaya alam dengan memanfaatkan teknologi komputer. Jaringan
informasi yang disusun dengan teknologi komputer diharapkan akan
merupakan suatu sarana dasar bagi pengelolaan dan pemanfaatan sum berdaya alam secara terpadu.
Pada tahun pertama Repelita III sudah dilaksanakan survai sumberdaya regional di lima daerah di Sumatera bagian Selatan. Survai
ini akan menghasilkan informasi mengenai sumberdaya geologi, tanah,
hutan, iklim dan kependudukan. Selain survai yang dilaksanakan khusus tersebut telah dilaksanakan pula inventarisasi dan kompilasi data
sumberdaya yang telah ada yang berasal dari inventarisasi partial.
Dalam survai tersebut digunakan juga teknik citra penginderaan jauh
dan potret udara. Hasil pokok kegiatan survai ini adalah bahan-bahan/
data bagi jaringan informasi mengenai sumberdaya alam. Sedangkan
hasil lain yang untuk sementara dianggap hasil sampingan antara lain
berwujud informasi tentang tanah-tanah kritis, inventarisasi mengenai
tanaman perkebunan tertentu dan beberapa data untuk penelitian pur bakala.
Di samping survai tersebut di atas dalam tahun pertama Repelita
III telah dilaksanakan survai hidrografi dan magnetik di Selat Lombok
dan Selat Makasar. Survai ini di samping dimaksudkan untuk membantu menentukan posisi dan pemasangan 6 stasiun pengamatan, juga
meliputi pemeruman (sounding), pengamatan pasang surut, penga matan arus dan pengambilan contoh bahan-bahan dari dasar laut.
Sumber alam hutan yang merupakan cumber alam dapat diperbaharui luasnya mencapai kurang lebih 64% dari luas seluruh daratan
Indonesia. Pada awal Repelita II hutan yang sudah ditentukan peruntukannya adalah seluas 57.503.000 ha (47% dari luas hutan). Pada
tahun pertama Repelita III penentuan peruntukan tersebut mencapai
86.747.362,59 ha atau 50,9% lebih lug s dari awal Repelita II. Dari areal itu
seluas 59.209.000 ha ditentukan sebagai hutan produksi, 2.893.000 ha
sebagai hutan lindung/produksi, 16.732.000 ha sebagai hutan lindung dan selebihnya ditetapkan untuk tujuan perlindungan dan pelestarian alam.
99
Sebagian besar hutan produksi diserahkan
pengusahaannya kepada perusahaanperusahaan yang mendapatkan Hak Pengusahaan
Hutan (HPH). Pengendalian pengusahaan ini secara
fungsional
dilaksanakan
di
bawah
bimbingan
Direktorat
Jenderal
Kehutanan.
Dalam
rangka
pemberian itu berbagai perangkat peraturan telah
dikeluarkan yang seluruhnya dimaksudkan untuk
memperoleh hasil yang tinggi
dari sumber alam
hutan dengan tetap menjamin kelestarian eksistensi
dan manfaat hutan itu sendiri.
Pada tahun pertama Repelita II terdapat 237
pemegang HPH dengan areal pengusahaan seluas
24.163.500 ha. Pada akhir tahun
pertama
Repelita III jumlah pemegang HPH telah mencapai 382,
dengan areal seluas 35.887.150 ha atau 48,5% lebih
luas dari awal
Repelita IL
Para pemegang HPH mengusahakan hutan-hutan
di luar Jawa.
Di pulau Jawa selain kawasan
perlindungan dan pelestarian alam,
hutan-hutan
dikelola oleh Perum Perhutani. Kawasan hutan yang dikelola oleh Perum Perhutani terdiri dari hutan alam
dan hutan tanaman dan seluruhnya meliputi
2.024.715 ha hutan produksi dan 752.035
ha
hutan lindung. Hutan produksinya sebagian besar
berupa hutan tanaman. Pengelolaan hutan tanaman ini
dilaksanakan berdasarkan prinsip kelestarian.
Untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan di
hutan-hutan
yang
diusahakan,
mulai
diadakan
inventarisasi hutan yang meliputi
baik kuantitas
maupun kualitas tegakan hutan. Inventarisasi hutan
tersebut dilaksanakan dengan berbagai survai, baik
survai udara mau-pun survai darat. Sampai dengan
tahun pertama Repelita HI telah disurvai areal seluas
82.908.480 ha dalam tingkat preliminer. Untuk
survai semi detail perlu dilaksanakan survai udara,
yang hasil-hasilnya akan ditafsirkan dan dicocokkan di
lapangan dengan survai di
daratan yang
intensip. Sampai dengan tahun pertama Repelita III
luas areal yang
45.565.750 ha.
sudah
disurvai
udara
adalah
3. Pelestarian Alam dan Lingkungan Hidup
Selain pemanfaatan sumber daya hutan untuk
kepentingan produksi dan perlindungan hidroorologis, areal-areal tertentu di daerah100
daerah ditetapkan sebagai kawasan perlindungan dan pelestarian alam.
Penetapan itu dimaksudkan untuk pelestarian sumber daya genetis
flora dan fauna, dan untuk pengembangan ilmu pengetahuan serta
kebudayaan.
Sejak Repelita i i penentuan areal yang ditunjuk sebagai kawasan
perlindungan dan pelestarian alam tidak menggunakan pendekatan
yang semata-mata didasarkan pada adanya jenis flora dan fauna yang
langka atau khas, tetapi menggunakan pola pendekatan ekosistem.
Jadi penentuan kawasan perlindungan dan pelestarian alam dilaksa nakan dengan menunjuk kawasan yang luasnya memadai untuk mewakili suatu ekosistem, dengan kekhasan yang dimilikinya.
Pengusulan areal perlindungan dan pelestarian alam didasarkan
atas urgensi penunjukan menurut alasan-alasan ilmiah, dengan pandangan dan penilaian yang mencakup kepentingan ekologi, ekonomi,
sosial dan kebudayaan. Setelah diuji dengan berbagai kriteria, areal
yang diusulkan ditetapkan oleh Menteri Pertanian sebagai kawasan
perlindungan dan pelestarian alam (kawasan PPA).
Pada tahun terakhir Repelita II jumlah kawasan yang sudah ditunjuk sebagai kawasan perlindungan dan pelestarian telah mencapai
239 unit dan meliputi areal seluas 6.847.981 ha. Pada akhir tahun
pertama Repelita III areal perlindungan dan pelestarian alam yang
sudah ditunjuk berjumlah 257 unit dan meliputi areal seluas
7.913.362 ha.
Pada tahun 1979/80 sebagian dari areal seluas 21.839.730 ha
sedang disurvai dan sebagian berada dalam proses pengusulan untuk
dijadikan kawasan perlindungan dan pelestarian alam. Apabila seluruh
areal tersebut kemudian dikukuhkan, maka luas kawasan PPA seluruhnya akan mencapai 29.255.228 ha atau kira-kira 15,25% dari
luas daratan Indonesia. Luas daratan Indonesia, termasuk Timor
Timur, adalah 191.819.900 ha.
Kawasan perlindungan dan pelestarian alam terdiri dari suaka
margasatwa, cagar alam, taman buru dan taman wisata. Dalam Repelita II atas dasar konsepsi perwakilan ekosistem dan perlindungan
biosfir, beberapa areal perlindungan dan pelestarian alam dikembang 101
TABEL II — 3
PERKEMBANGAN KEADAAN KAWASAN PPA,
1978/79 — 1979/80 *)
1978/79
1979/80
Peruntukan
Unit
Luas (ha)
Unit
Luas (ha)
1.
2.
3.
4.
Suaka Margasatwa
Cagar Alam
Taman Buru
Taman Wisata
45
157
9
28
3.580.050,3
2.808.685,7
327.470,7
131.774,3
53
162
10
32
4.135.766,9
3.364.253,2
279.670,7
133.671,8
Jumlah:
*) angka-angka kumulatif.
239
6.847.981,0
257
7.913.362,6
TABEL 11—4
TAMAN NASIONAL YANG SUDAH DIKUKUHKAN, 1979/80
Nama lokasi
Luas (ha) menurut :
Propinsi
Rencana
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
G. Leuser
Ujung Kulon
Cibodas
Pangandaran
Baluran
Tanjung Puting
Kutai
Lore Kalamanta
Pulau Pombo
Komodo
Way Kambas
Sumatera Selatan I
D.I. Aceh
Jawa Barat
Jawa Barat
Jawa Barat
Jawa Timur
Kal-teng
Kal-tim
Sul-teng
Maluku
N.T.T.
Lampung
Lampung
Jumla h :
102
SK Mentan.
792.675
78.619
15.000
10.000
25.000
500.000
200.000
136.000
50.000
75.000
130.000
356.000
416.500
66.715
1.040
528,8
25.000
305.000
200.000
131.000
1.000
31.000
130.000
356.000
2.368.294
1.663.783,8
kan menjadi taman nasional yang merangkum segi
pencagaran dan pemanfaatan sumberdaya alam
hayati.
Dalam tahun 1979/80 dari rencana kawasan taman
nasional
seluas 2.368.294 ha seluas
1.663.783,8
ha
telah
dapat
direalisasikan
penunjukannya.
Perkembangan
kawasan
perlindungan
dan
pelestarian alam
secara kumulatif dalam
tahun-tahun 1978/79 dan 1979/80 dapat dilihat pada Tabel II— 3. Sedangkan lokasi dan luas
taman nasional
dapat dilihat pada Tabel II— 4.
Usaha-usaha pengelolaan dan pengembangan
kawasan perlindungan dan pelestarian alam
perlu ditingkatkan. Untuk itu perlu dilakukan berbagai
penelitian dan penyusunan landasan pengelolaan
dan pengembangan. Sampai dengan awal Repelita III
telah dilaksanakan 42 feasibility study/studi
pengembangan
dan
penyusunan
18
rencana
pengelolaan.
Dalam rangka pengelolaan sumber alam hutan,
sangat penting
arti pengukuhan hutan yaitu
pemberian kedudukan hukum tentang status suatu
areal kehutanan. Penentuan kedudukan hukum
tersebut ditetapkan dengan SK Menteri Pertanian yang
menetapkan peruntukan sesuatu areal kawasan hutan
termasuk penataan batas-batasnya. Penataan batas
kawasan hutan yang diperuntukkan hutan produksi
dalam bentuk pemberian HPH, dilaksanakan oleh
aparat Kehutanan bersama-sama dengan pemegang
HPH yang bersangkutan. Penataan batas tersebut
dilaksanakan sejalan dengan pelaksanaan kegiatan
HPH. Untuk kawasan Perum Perhutani penataan
batasnya dilaksana- kan oleh aparat perencanaan
Perum Perhutani. Penataan batas
kawasan
1.0
3
hutan di luar kawasan tersebut di atas dilaksanakan
oleh Direktorat Jenderal Kehutanan melalui proyek
Inventarisasi dan Pengukuhan Hutan. Sejak Repelita I
sampai dengan tahun pertama Repelita III dari target
kegiatan 22.494 km sudah dapat direalisasikan
sepanjang 16.500 km. Percepatan kegiatan sedang
dilaksanakan melalui peningkatan tenaga,
keahlian dan ketrampilan dan penggunaan
alatalat dan cara-cara yang lebih efisien, misalnya
penggunaan potret udara dan citra penginderaan jauh.
4. Pengembangan Sumberdaya Air dan Penanggulangan Pen cemaran Air
Penanganan pengelolaan air diusahakan secara terpadu dan
untuk itu diperlukan inventarisasi dan evaluasi sumber-sumber air.
Sumber air terbesar bagi kehidupan manusia adalah air permukaan. Karena itu penanganan air permukaan mendapat prioritas
utama. Pengelolaan air permukaan dilaksanakan dalam rangka
pengelolaan satuan daerah aliran sungai. Suatu daerah aliran sungai, atau
DAS, merupakan satuan fisik yang setepat-tepatnya untuk peren canaan
pengelolaan sumber alam dengan air sebagai faktor pembatas. Dalam
pengelolaan tersebut segala kegiatan yang dilaksanakan di dasarkan atas
karakteristik air Berta pengaturan penggunaannya.
Dengan
demikian maka perencanaan pengelolaan sumber alam yang dilakukan
akan mencakup studi mengenai karakteristik air dan studi mengenai
pengembangan sumber-sumber air, seperti yang dilakukan
di
DAS Cisadane-Jakarta-Cibeet dan Pulau Timor bagian barat.
Air permukaan, khususnya air sungai, dapat digunakan untuk
berbagai tujuan. Sampai berapa jauh air dari suatu sungai dapat di gunakan untuk tujuan-tujuan tertentu sangat ditentukan oleh debit
dan kualitasnya. Kegiatan-kegiatan dalam rangka pengelolaan dan
pengembangan suatu DAS terutama diarahkan untuk menjaga dan
meningkatkan debit dan kualitas airnya.
Kualitas air dari suatu sungai terutama ditentukan oleh kegiatan kegiatan dan keadaan yang terdapat dalam daerah alirannya.
Kegiatan-kegiatan dan keadaan itu dapat merupakan penyebab pen cemaran.
Pencemaran air, yang merupakan salah satu masalah lingkungan
hidup, terutama diakibatkan oleh erosi dan sedimentasi dan banyaknya bahan-bahan buangan industri dan produksi pertanian yang
banyak menggunakan bahan-bahan kimia. Masalah ini terutama
banyak dialami oleh para pemakai air di daerah-daerah hilir DAS.
Air minum masyarakat di banyak kota, misalnya, berasal dari air
sungai. Pada hal bagian terbesar penduduk suatu DAS umumnya
104
tinggal di bagian hilirnya. Demikianlah maka masalah pencemaran
yang terutama terasa di bagian hilir sangat dirasakan pengaruhnya
oleh sebagian besar masyarakat.
Sehubungan dengan timbulnya masalah pencemaran ini telah dilaksanakan berbagai studi untuk menanggulanginya. Antara lain telah
diadakan studi tentang berbagai kasus pencemaran air sungai, misal nya, di Kali Garang Semarang, Kali Surabaya, Kali Madiun dan anak anak sungainya, Sungai Kapuas, sungai-sungai di Jakarta dan Denpasar. Di
samping itu juga telah diadakan studi tentang cara dan pola
penanggulangan buangan industri di perairan sungai, studi tentang
pengaruh penggunaan pestisida dalam pertanian terhadap kualitas air
sungai dan studi tentang pengaruh pencemaran air terhadap kehidupan
biota air.
5. Pengkajian dan Penanganan Masalah Lingkungan Hidup
Untuk meningkatkan kemampuan pengenalan dan pengelolaan
sumber alam dan lingkungan hidup di daerah-daerah telah dilaksanakan
pembangunan Pusat-pusat Studi Lingkungan. Pembangunan pusatpusat studi itu dikaitkan dengan pembinaan Universitas-universitas,
Bappeda dan instansi pengelola lingkungan di daerah-daerah. Pusat
Studi Lingkungan telah dibentuk di Medan, Padang, Palembang,
Jakarta, Bogor, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Malang, Samarinda,
Ujung Pandang dan Kupang. Dari pusat-pusat itu sebanyak lima pusat
studi lingkungan, yaitu di Bogor, Medan, Bandung dan Ujung Pandang,
bertugas membantu pembangunan pusat-pusat studi di wilayah sekitar nya. Dengan adanya pusat-pusat studi lingkungan tersebut penalaran
dan pendidikan lingkungan hidup dalam masalah-masalah perairan,
lautan, tanah kritis, daerah aliran sungai, toksikologi lingkungan,
pemukiman dan industri telah mulai dikembangkan di daerah-daerah.
Untuk
menghadapi
kemungkinan-kemungkinan
pencemaran
lingkungan hidup di masa yang akan ,datang telah diselenggarakan
pula kegiatan-kegiatan penilaian mutu lingkungan di wilayah-wilayah
JABOTABEK, GERBANG KERTASUSILA, Bandung Raya, Cirebon,
Yogyakarta, Medan Raya, Denpasar, Ujung Pandang, Pontianak,
Palembang, dan beberapa Daerah Aliran Sungai seperti Ciliwung,
105
Cisadane, Citarum, Cimanuk, Solo, Brantas, Musi,
Kapuas, Teluk
Jakarta, Selat Madura, Laut Jawa,
Selat Bangka, Teluk Ambon dan
Selat Malaka.
Untuk memungkinkan terbentuknya baku mutu
lingkungan hidup dan baku mutu bahan buangan, telah
dilakukan berbagai penelaahan mengenai lingkungan
perairan tawar, lautan dan udara.
Usaha pencegahan pencemaran industri telah mulai
dilakukan
dalam bidang industri tekstil, industri
minyak dan gas, industri semen, pertambangan dan
lain-lain. Di samping itu, pengendalian penggunaan
pestisida ditingkatkan. Selanjutnya, analisa dampak
lingkungan telah dipersiapkan dan hasilnya mulai
dicobakan dalam beberapa kegiatan pembangunan,
seperti
pembangunan
kawasan
Marunda,
pembangunan bendung Saguling, perluasan beberapa
industri besar, pertambangan permukaan dan lain-lain.
Selanjutnya, untuk dapat membangun dasar-dasar
hukum
yang
diperlukan
dalam
pelaksanaan
pengaturan-pengaturan
yang
diperlukan,
telah
dipersiapkan peraturan perundangan yang mengatur
penanggulangan pencemaran lingkungan.
Penanggulangan
pencemaran
lingkungan
merupakan kewajiban Pemerintah dan masyarakat.
Oleh karena itu pengikut sertaan masyarakat ke
dalam usaha penanggulangan pencemaran lingkungan
sangat penting. Dalam hubungan ini maka kegiatankegiatan untuk mempertinggi kesadaran masyarakat
dalam
masalah
penanggulangan
pencemaran
lingkungan telah ditingkatkan melalui ceramah,
percontoh- an, pendidikan dan melalui pembinaan
umum terhadap generasi muda, pramuka, organisasi
pemuda pencinta alam, pemuda masjid, pesantren,
wanita dan para pengusaha. Penyertaan alim ulama
dalam usaha peningkatan kesadaran masyarakat kini
semakin mantap.
106
D. PENGEMBANGAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA
Pembangunan bidang meteorologi dan geofisika,
selain
untuk
menunjang
pembangunan
sektor
Perhubungan, juga diarahkan untuk menunjang sektorsektor lain, seperti pertanian, industri dan pariwisata.
Langkah-langkah kebijaksanaan yang diambil ditujukan
kepada terbangunnya jaringan-jaringan dasar yang akan
memungkinkan negara
meningkatkan kegiatan-kegiatan monitoring dan peningkatan penelitian
iklim, cuaca dan gempa.
Usaha-usaha yang dilaksanakan meliputi rehabilitasi dan pembangunan stasiun-stasiun meteorologi, klimatologi dan geofisika baik
dalam arti fisik maupun dalam arti keorganisasiannya. Dalam hubungan ini kemampuan serta ketrampilan tenaga operasional juga telah
ditingkatkan. Demikianlah maka kemampuan untuk melaksanakan
kegiatan-kegiatan pengumpulan, penyimpanan dan pengolahan data,
kegiatan-kegiatan operasional, analisa dan ramalan cuaca dan kegiatan kegiatan penelitian mengenai berbagai aspek meteorologi dan geofisika,
termasuk persoalan pencemaran udara dan kondisi lingkungan, semakin
meningkat.
TABEL II — 5
PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA,
1978/79 — 1979/80 *)
Jenis
Stasiun
1978/79
1979/80
75
9
86
9
4
4
3
18
13
2745
105
4
4
3
18
13
3232
117
19
20
A. Stasiun Meteorologi
a. Penerbangan/Synoptic
b. Maritim
B. Stasiun Klimatologi
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Stasiun Klas I
Stasiun Klas II
Stasiun Klas III
Pertanian Khusus
Stasiun Iklim
Pengamatan Hujan (set)
Pengamatan Penguapan (set)
C. Stasiun Geofisika
Stasiun
Pengamatan Gempa
*
) Jumlah unit Kumulatif
107
Dari Tabel I1—5 dapat dilihat hasil-hasil rehabilitasi
dan pembangunan yang telah dicapai sampai akhir
Repelita II meliputi 75
buah stasiun
meteorologi/synoptic, 9 buah stasiun maritim, 4 buah
stasiun cuaca Pertanian Utama (klas I), 4 buah stasiun
cuaca Pertanian Biasa (klas II), 3 buah stasiun cuaca
Pertanian Klas III, 18 buah
stasiun cuaca
Pertanian Khusus, 13 buah stasiun iklim, 2.745 pengamatan hujan, 105 pengamatan penguapan dan 19
stasiun Geofisika.
Dalam tahun 1979/80 telah dapat diselesaikan
pembangunan
11
buah
stasiun
meteorologi
penerbangan/synoptic, 487 buah pengamatan hujan, 12
buah pengamat penguapan, dan sebuah stasiun
pengamatan gempa.
Rehabilitasi dan pembangunan meteorologi dan
geofisika
yang
dilaksanakan
selama
ini
telah
menghasilkan peningkatan yang berarti dalam mutu
pelayanan meteorologi dan geofisika, yang meliputi
ramalan cuaca dan berbagai jasa untuk penerbangan,
pelayaran dan pertanahan. Angka-angka mengenai
pelayanan dan jasa meteorologi dalam tahun-tahun
1978/79 dan 1979/80 ini dapat dilihat dari Tabel
II — 6.
TABEL II — 6
PRODUKSI DATA,
1978/79 — 1979/80
Uraian
A. Stasiun Meteorologi
1. Penerbangan Synoptic
2. Pengamatan Maritim
B. Stasiun Klimatologi
1. Pertanian
2. I k 1 i m
3. Pengamatan Hujan
108
1978/79
1979/80
a.
b.
a.
b.
a.
b.
a.
b.
a.
b.
a.
598.000
598.511
9.600
1.579
20.000
13.000
50.200
41.150
156.000
140.000
9.850
585.640
485.650
9.600
1.000
19.000
12.100
49.500
39.750
145.000
128.500
9.500
4. Pengamatan Penguapan
5. Pengamatan Udara atas
Dalam Satuan data.
a = Rencana
b = Realisasi
b.
a.
b.
3.900
61.200
35.280
4.100
61.200
38.325
ALAM
DAN LINGKUNGAN HIDUP
PENGELOLAAN
B A B II
SUMBER ALAM
DAN
LINGKUNGAN
HIDUP A. PENDAHULUAN
Pembangunan yang berarti mengolah dan memanfaatkan sumber
alam dan lingkungan hidup, sekaligus harus diusahakan untuk menjaga mutu lingkungan hidup dan kelestarian sumber alam. Masalah
rusaknya kelestarian sumber alam dan kemerosotan lingkungan hidup
yang telah timbul sebagai akibat suatu proses pembangunan, banyak
terjadi dan di masa yang akan datang hal-hal tersebut masih akan
tetap merupakan tantangan dalam proses pembangunan.
Untuk mencegah kemerosotan dan sebanyak mungkin mening -katkan
produktivitas sumber alam tanah, hutan, air dan lautan,
berbagai
usaha perlu ditingkatkan dan dikembangkan. Usaha-usaha
itu antara
lain meliputi pengawetan tanah dan air dalam areal
produksi
pertanian, pencegahan perusakan daerah pesisir, pencegah an
perusakan hutan dan usaha reklamasi tanah kritis. Peningkatan
dan pengembangan usaha-usaha tersebut perlu dilakukan melalui
pola pembangunan masyarakat yang menyeluruh, antara lain dengan
menerapkan pendekatan sosial dan budaya dalam pengendalian proses pembangunan.
Usaha-usaha yang disebutkan di atas pertama-tama perlu diarahkan kepada pencegahan kemerosotan pendapatan petani dan
nelayan miskin di daerah-daerah kritis. Bahkan sedapat mungkin
diarahkan kepada peningkatan pendapatan mereka melalui perbaikan dan peningkatan produktivitas usaha para petani dan nelayan
serta produktivitas tanah garapan dan perairan sumber mata pencaharian mereka. Di samping itu usaha-usaha tersebut juga perlu
diarahkan kepada peningkatan sumber potensi pembangunan di masa
depan, peningkatan keanekaragaman usaha dan penyediaan lapangan
kerja yang cukup.
Dengan usaha-usaha tersebut di atas akan berarti sekaligus
mengamankan dan melindungi investasi pembangunan yang telah
91
dilaksanakan terhadap bencana banjir, terhadap kekeringan dan
terhadap pelumpuran yang terjadi di daerah aliran sungai yang
bersangkutan. Pelaksanaan usaha-usaha tersebut juga akan berarti
meningkatkan daya dukung lingkungan perairan sehingga memungkinkan pembangunan di masa depan dapat berkembang lebih banyak.
Sesuai dengan hal-hal yang dikemukakan di atas dalam rangka
Pengelolaan Sumber Alam dan Lingkungan Hidup dalam Repelita III
ditetapkan tiga program, yaitu : program Penyelamatan Hutan, Tanah
dan Air, program Pembinaan Sumber Alam dan Lingkungan Hidup
dan program Pengembangan Meteorologi dan Geofisika.
B. PROGRAM PENYELAMATAN HUTAN, TANAH DAN AIR
Usaha penyelamatan sumber alam hutan, tanah dan air sudah
dilakukan sejak Repelita I. Selama ini usaha itu terus menerus
ditingkatkan. Dalam Repelita I usaha penyelamatan hutan, tanah
dan air masih terbatas dalam skala yang kecil. Dalam masa itu
dilakukan beberapa penelitian dan survai yang hasil-hasilnya selan jutnya dipergunakan sebagai dasar perencanaan dalam skala yang
lebih besar dan terintegrasi.
Dalam Repelita III Program Penyelamatan Hutan, Tanah dan
Air ditempatkan di dalam sektor Sumber Alam dan Lingkungan
Hidup. Dengan demikian pengelolaan sumber alam dan lingkungan
hidup secara terpadu dapat lebih ditingkatkan dan dikoordinasikan.
Dalam program ini tercakup penghijauan dan reboisasi. Kegiat an penghijauan dan reboisasi sebagai salah satu usaha dalam rangka
penyelamatan hutan, tanah dan air setiap tahun meningkat. Meskipun demikian, kegiatan penghijauan dan reboisasi sampai sekarang
belum menunjukkan keberhasilan yang mantap.
Salah satu kunci untuk mencapai tingkat keberhasilan yang
lebih baik dalam usaha penghijauan dan reboisasi adalah kesung guhan dan kemampuan para pimpinan pelaksanaan proyek. Kunci
keberhasilan yang lain adalah adanya benih dengan daya kecambah
yang memadai dalam jumlah yang cukup dan dapat disediakan
pada waktu yang tepat.
92
1. Penghijauan
Dalam tahun 1978/79 usaha penghijauan dilaksanakan di 1.001
Kecamatan, di 145 Kabupaten, dan meliputi 33 daerah aliran sungai
(DAS) di 19 Propinsi. Kegiatan penghijauan dalam tahun 1978/79
juga meliputi pembuatan check dam, yang merupakan salah satu prasarana yang diperlukan untuk pengawetan tanah, penampungan
lumpur dan penampungan air di musim hujan. Pada tahun tersebut
dilaksanakan pula kegiatan pembuatan tanaman dengan sistem jalur
penyekat, yang dilakukan di areal alang-alang untuk menanggulangi
bahaya kebakaran yang sering timbul dan merusakkan hasil peng hijauan dan reboisasi.
Realisasi penghijauan pada tahun 1978/79, kecuali di satu propinsi, berkisar antara 60% — 100% daripada rencana. Seperti
tampak pada Tabel II — 1 sebagai keseluruhan realisasi penghijauan
pada tahun tersebut mencapai 89,1 % dari rencana. Tingkat keber hasilan kegiatan tersebut tidak demikian tinggi. Penghijauan di
daerah-daerah Jambi, Lampung, Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara
Barat dan Bengkulu tingkat keberhasilannya kurang dari 35 % dari
rencana. Sedangkan di daerah-daerah Yogyakarta, Jawa Timur, Sula wesi Tenggara, Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan dan Jawa
Tengah mencapai keberhasilan lebih dari 60 %. Sebagai keseluruhan tingkat keberhasilan penghijauan dalam tahun 1978/79 hanya
mencapai 53,9 %.
Kegiatan penghijauan dalam tahun 1979/80 dilaksanakan di
1.099 kecamatan, di 145 kabupaten, dalam 34 DAS di 20 propinsi.
Pada tahun 1979/80 pembuatan check dam ditingkatkan menjadi
37 buah, sedang dalam tahun sebelumnya hanya 10 buah. Penilaian
sementara menunjukkan bahwa realisasi penghijauan dalam tahun
1979/80 di daerah-daerah Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara dan Bali kurang dari 35%, dan
di daerah-daerah Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan berkisar
antara 40% dan 50%, sedangkan di daerah-daerah Sumatera Barat,
Jawa Barat, Yogyakarta dan Jawa Timur berkisar antara 66% dan
91%. Sebagai keseluruhan realisasi penghijauan pada tahun tersebut
93
TABEL 11 - I
RENCANA, REALISASI DAN KEBERHASILAN
USAHA PENGHIJAUAN MENURUT PROPINSI,
1978/79 - 1979/80
Keterangan : 1) Realisasi
= luas tanaman yang telah dilaksanakan sampai
dengan bulan Maret 1980
2) Keberhasilan = luas tanaman yang di realisasi yang mempunyai
persentase tumbuh 35% ke atas di bagi rencana
yang diperiksa oleh P3RPDAS sampai dengan Maret 1980
94
baru mencapai 32,5%. Mengenai keberhasilannya untuk tahun 1979/80
belum ada laporan.
Selain kegiatan yang diuraikan di atas sejak tahun pertama
dimulainya kegiatan penghijauan telah dilaksanakan latihan-latihan
untuk memenuhi kebutuhan akan petugas-petugas lapangan untuk
penanaman dan pembibitan. Sampai dengan tahun 1979/80 ini jumlah
petugas lapangan yang dipekerjakan dalam usaha penghijauan ini telah
berjumlah 4.835 orang, dengan perincian Petugas Lapangan Penghijauan
(PLY) 3.865 orang, Petugas Lapangan Pengadaan Bibit Penghijauan
(PLPBP) 438 orang, Petugas Lapangan Pengadaan Bibit Reboisasi
(PLPBR) 377 orang dan Petugas Khusus Penghijauan (PKP) sebanyak
155 orang.
2. Reboisasi
Perkembangan hasil kegiatan reboisasi dalam tahun-tahun 1978/
79 dan 1979/80 dapat dilihat pada Tabel I I - 2 . Tabel tersebut menunjukkan hal-hal berikut.
Kegiatan reboisasi tahun 1978/79 dilaksanakan di 18 Propinsi.
Realisasinya dalam tahun 1978/79, kecuali di Riau, Aceh dan Sulawesi
Selatan, berkisar antara 80% dan 100%. Sebagai keseluruhan realisasi
reboisasi dalam tahun tersebut mencapai 84,3%.
Keberhasilan yang tercapai dalam reboisasi tahun tersebut juga
cukup tinggi. Sebagai keseluruhan mencapai 74,4%. Hanya di 4 propinsi,
yaitu Aceh, Riau, Jambi dan Sulawesi Selatan mencapai
kurang dari
60%.
Reboisasi pada tahun 1979/80 dilaksanakan di 19 propinsi.
Realisasi reboisasi di daerah-daerah Aceh, Sumatera Utara, Sumatera
Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Sulawesi Tengah, Sulawesi
Selatan dan Bali kurang dari 35%, dan di daerah Sulawesi Tenggara
mencapai 59%, sedangkan di daerah-daerah Jawa Barat, Yogyakarta
dan Sulawesi Utara berkisar antara 80% dan 100%. Mengenai keber hasilannya untuk tahun 1979/80 belum ada laporan.
Kegiatan rehabilitasi dan reboisasi dilaksanakan juga di areal
pengusahaan hutan. Laju kegiatan rehabilitasi dan reboisasi di areal
ini belum seimbang dengan laju penurunan sumberdaya hutan sebagai
95
TABEL II - 2
RENCANA REALISASI DAN KEBERHASILAN
USAHA REBOISASI MENURUT PROPINSI.
1978/79 -- 197980
1978/79
Propinsi
Rencana
(ha)
1. DAERAH ISTIMEWA ACEH
Realisasi
(%)
1979/80
Keberhasilan
(%)
Rencana Realisasi
(ha)
(%)
8.400
3,4
3,4
7.239
34,0
2. SUMATERA UTARA
24.432
98,7
98,7
17.453
31,1
3. SUMATERA BARAT
2.900
92,5
2.500
32,2
4. R I A U
2.940
7,4
2.500
5. JAMBI
2.000
6. SUMATERA SELATAN
7. BENGKULU
38.500
100
7,4
100
80,2
40,0
2.000
11,6
80,2
50.000
17,3
1.000
-
8. LAMPUNG
9. JAWA BARAT
Keberhasilan
(%)
-
7.000
94,3
92,2
2.800
24,9
45.537
99,9
95,6
43.400
91,2
99,9
93,0
1.151
100
49.800
-
10. JAWA TENGAH
11. DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
1.102
12. JAWA TIMUR
-
13. KALIMANTAN KARAT
27.000
14. KALIMANTAN SELATAN
20.000
95,5
27.900
.-
15. SULAWESI UTARA
19.800
100
67,0
20.350
80,2
16. SULAWESI TENGAH
17.635
100
77,0
11.400
28,9
17. SULAWESI SELATAN
39.600
52,3
33,7
36.516
34,9
18. SULAWESI TENGGARA
17.472
88,5
86,5
12.915
59,7
98,5
4,6
95,5
19. B A L I
5.000
68,1
2.036
20. NUSA TENGGARA BARAT
3.400
100
78,7
5.000
21. NUSA TENGGARA TIMUR
5.340
100
74,0
5.380
74,4
301.340
JUMLAH :
Keterangan : 1) Realisasi
2) Keberhasilan
96
288.058
84,3
-
.-
35,2
=luas tanaman yang telah dilaksanakan
sampai dengan bulan Maret 1980.
=luas tanaman yang direalisasi yang mempunyai
prosentase tumbuh 35% ke atas dibagi rencana
yang diperiksa oleh P3RPDAS sampai dengan Maret
1980.
-
-
-
PM
akibat eksploitasi. Rehabilitasi areal bekas tebangan serta reboisasi
areal tidak produktif di areal Hak Pengusahaan Hutan mengalami
kelambatan terutama karena kesulitan dalam pengadaan benih dan
bibit, dalam penguasaan tehnik reboisasi dan 1dalam pengadaan tenaga
trampil yang memadai di kalangan pemegang Hak Pengusahaan Hutan.
3. Pengaturan dan Pengamanan Sungai
Pengaturan dan pengamanan sungai meliputi kegiatan-kegiatan
penggalian terhadap hambatan, pelurusan aliran, sudetan, perlindungan
dan perkuatan tebing, pembuatan tanggul, pembuatan saluran banjir,
pintu-pintu banjir dan lain-lain. Khususnya dalam menghadapi banjir,
setiap tahun dipersiapkan bahan-bahan, peralatan dan tenaga. Persiapan
tenaga dilakukan dengan jalan mengadakan latihan-latihan baik bagi
penduduk setempat maupun bagi tenaga-tenaga penanggulangan yang
khusus. Dalam Repelita 1II program ini diperkirakan akan meliputi
luas areal sebanyak lebih kurang 770.000 ha. Dalam tahun 1979/80
juga dilaksanakan kegiatan yang dimaksudkan untuk menanggulangi
banjir 5 tahunan.
Dalam program ini termasuk kegiatan pembangunan bendungan
untuk pencegahan banjir. Bendungan yang dibangun juga berfungsi
sebagai bangunan irigasi, penyediaan air minum, pembangkit listrik
tenaga air dan lain-lainnya.
Di samping proyek pengamanan sungai yang lokasinya tersebar
di propinsi-propinsi, dalam program ini juga terdapat proyek-proyek
yang dikelola secara khusus, yaitu sungai-sungai Citanduy, Cimanuk,
Bengawan Solo, Pemali Coma], Cisanggarung, Arakundo, Wampu,
Ular, Bah Bolon, dan pengendalian banjir Jakarta dan proyek Serba guna kali Brantas. Selanjutnya dalam program ini termasuk pula
penanggulangan akibat kegiatan gunung-gunung berapi seperti G. Merapi, G. Kelud, G. Semeru dan G. Agung.
C. PEMBINAAN SUMBER ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP.
1. Pemetaan Dasar
Salah satu sarana kerja utama dalam pemanfaatan sumber alam
adalah peta dasar yang merupakan kerangka preferensi bagi penyusunan peta sumberdaya nasional. Peta sumberdaya nasional tersebut
merupakan gambaran kekayaan alam nasional.
97
Dalam rangka mempersiapkan peta dasar tersebut pada tahun
pertama Repelita III telah dikerjakan survai geodesi untuk wilayah
Indonesia bagian Timur. Survai ini melengkapi survai terdahulu yang
mencakup wilayah Indonesia bagian Barat. Di samping itu telah dikerjakan pula pekerjaan-pekerjaan fotogrammetri dan kartografi,
pembuatan peta topografi skala 1 : 50.000, pengukuran sifat datar
teliti clan pemotretan udara skala kecil 1 : 100.000 di Sumatera, Irian
Jaya dan Maluku.
Masalah yang dihadapi dalam pekerjaan pemetaan ini adalah
ketergantungan pada musim, kurangnya fasilitas serta tenaga trampil
dan ahli. Khusus untuk mengatasi masalah ketergantungan pada mu sim secara berkesinambungan dilaksanakan penerapan teknologi
maju yang dapat mengurangi pembatasan iklim dan cuaca terhadap
pekerjaan.
2. Inventarisasi dan Evaluasi Sumber Alam
Pengetahuan yang memadai tentang potensi sumber alam yang tersedia merupakan landasan yang diperlukan untuk dapat menyusun dan
mengembangkan pola pemanfaatan yang memberikan hasil optimal dan
sesuai dengan kemampuan yang ada untuk menjaga kelestariannya.
Oleh karena itu perlu dilaksanakan usaha-usaha inventarisasi dan
evaluasi sumber-sumber alam yang ada. Atas dasar hasil inventarisasi
itu dilakukan pembuatan pola pengembangan areal-areal perlindungan
lingkungan dan pelestarian sumberdaya. Di samping itu juga dilaku kan pengkajian mengenai cars serta pola pengelolaan dan rencana
pemanfaatan sumber alam yang sesuai dengan azas kelestarian.
Inventarisasi dan evaluasi sumber-sumber alam sudah dilaksanakan sejak pra Repelita oleh berbagai instansi sesuai dengan tugas dan
kewajibannya masing-masing. Sejalan dengan meningkatnya jumlah
penduduk dan meningkatnya pendapatan rakyat pada umumnya, maka
kemungkinan penggunaan sumber daya alam yang ada juga berkembang menjadi semakin beranekaragam. Dengan demikian maka setiap
penyusunan rencana pemanfaatan sumber alam perlu memperhitungkan semua kemungkinan penggunaannya secara menyeluruh. Untuk
memungkinkan penyusunan rencana yang demikian maka inventarisasi
dan evaluasi terhadap sumber alam perlu dilaksanakan secara terpadu
dan menyeluruh pula.
98
Dalam Repelita 1II mulai dikembangkan jaringan informasi sumberdaya alam dengan memanfaatkan teknologi komputer. Jaringan
informasi yang disusun dengan teknologi komputer diharapkan akan
merupakan suatu sarana dasar bagi pengelolaan dan pemanfaatan sum berdaya alam secara terpadu.
Pada tahun pertama Repelita III sudah dilaksanakan survai sumberdaya regional di lima daerah di Sumatera bagian Selatan. Survai
ini akan menghasilkan informasi mengenai sumberdaya geologi, tanah,
hutan, iklim dan kependudukan. Selain survai yang dilaksanakan khusus tersebut telah dilaksanakan pula inventarisasi dan kompilasi data
sumberdaya yang telah ada yang berasal dari inventarisasi partial.
Dalam survai tersebut digunakan juga teknik citra penginderaan jauh
dan potret udara. Hasil pokok kegiatan survai ini adalah bahan-bahan/
data bagi jaringan informasi mengenai sumberdaya alam. Sedangkan
hasil lain yang untuk sementara dianggap hasil sampingan antara lain
berwujud informasi tentang tanah-tanah kritis, inventarisasi mengenai
tanaman perkebunan tertentu dan beberapa data untuk penelitian pur bakala.
Di samping survai tersebut di atas dalam tahun pertama Repelita
III telah dilaksanakan survai hidrografi dan magnetik di Selat Lombok
dan Selat Makasar. Survai ini di samping dimaksudkan untuk membantu menentukan posisi dan pemasangan 6 stasiun pengamatan, juga
meliputi pemeruman (sounding), pengamatan pasang surut, penga matan arus dan pengambilan contoh bahan-bahan dari dasar laut.
Sumber alam hutan yang merupakan cumber alam dapat diperbaharui luasnya mencapai kurang lebih 64% dari luas seluruh daratan
Indonesia. Pada awal Repelita II hutan yang sudah ditentukan peruntukannya adalah seluas 57.503.000 ha (47% dari luas hutan). Pada
tahun pertama Repelita III penentuan peruntukan tersebut mencapai
86.747.362,59 ha atau 50,9% lebih lug s dari awal Repelita II. Dari areal itu
seluas 59.209.000 ha ditentukan sebagai hutan produksi, 2.893.000 ha
sebagai hutan lindung/produksi, 16.732.000 ha sebagai hutan lindung dan selebihnya ditetapkan untuk tujuan perlindungan dan pelestarian alam.
99
Sebagian besar hutan produksi diserahkan
pengusahaannya kepada perusahaanperusahaan yang mendapatkan Hak Pengusahaan
Hutan (HPH). Pengendalian pengusahaan ini secara
fungsional
dilaksanakan
di
bawah
bimbingan
Direktorat
Jenderal
Kehutanan.
Dalam
rangka
pemberian itu berbagai perangkat peraturan telah
dikeluarkan yang seluruhnya dimaksudkan untuk
memperoleh hasil yang tinggi
dari sumber alam
hutan dengan tetap menjamin kelestarian eksistensi
dan manfaat hutan itu sendiri.
Pada tahun pertama Repelita II terdapat 237
pemegang HPH dengan areal pengusahaan seluas
24.163.500 ha. Pada akhir tahun
pertama
Repelita III jumlah pemegang HPH telah mencapai 382,
dengan areal seluas 35.887.150 ha atau 48,5% lebih
luas dari awal
Repelita IL
Para pemegang HPH mengusahakan hutan-hutan
di luar Jawa.
Di pulau Jawa selain kawasan
perlindungan dan pelestarian alam,
hutan-hutan
dikelola oleh Perum Perhutani. Kawasan hutan yang dikelola oleh Perum Perhutani terdiri dari hutan alam
dan hutan tanaman dan seluruhnya meliputi
2.024.715 ha hutan produksi dan 752.035
ha
hutan lindung. Hutan produksinya sebagian besar
berupa hutan tanaman. Pengelolaan hutan tanaman ini
dilaksanakan berdasarkan prinsip kelestarian.
Untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan di
hutan-hutan
yang
diusahakan,
mulai
diadakan
inventarisasi hutan yang meliputi
baik kuantitas
maupun kualitas tegakan hutan. Inventarisasi hutan
tersebut dilaksanakan dengan berbagai survai, baik
survai udara mau-pun survai darat. Sampai dengan
tahun pertama Repelita HI telah disurvai areal seluas
82.908.480 ha dalam tingkat preliminer. Untuk
survai semi detail perlu dilaksanakan survai udara,
yang hasil-hasilnya akan ditafsirkan dan dicocokkan di
lapangan dengan survai di
daratan yang
intensip. Sampai dengan tahun pertama Repelita III
luas areal yang
45.565.750 ha.
sudah
disurvai
udara
adalah
3. Pelestarian Alam dan Lingkungan Hidup
Selain pemanfaatan sumber daya hutan untuk
kepentingan produksi dan perlindungan hidroorologis, areal-areal tertentu di daerah100
daerah ditetapkan sebagai kawasan perlindungan dan pelestarian alam.
Penetapan itu dimaksudkan untuk pelestarian sumber daya genetis
flora dan fauna, dan untuk pengembangan ilmu pengetahuan serta
kebudayaan.
Sejak Repelita i i penentuan areal yang ditunjuk sebagai kawasan
perlindungan dan pelestarian alam tidak menggunakan pendekatan
yang semata-mata didasarkan pada adanya jenis flora dan fauna yang
langka atau khas, tetapi menggunakan pola pendekatan ekosistem.
Jadi penentuan kawasan perlindungan dan pelestarian alam dilaksa nakan dengan menunjuk kawasan yang luasnya memadai untuk mewakili suatu ekosistem, dengan kekhasan yang dimilikinya.
Pengusulan areal perlindungan dan pelestarian alam didasarkan
atas urgensi penunjukan menurut alasan-alasan ilmiah, dengan pandangan dan penilaian yang mencakup kepentingan ekologi, ekonomi,
sosial dan kebudayaan. Setelah diuji dengan berbagai kriteria, areal
yang diusulkan ditetapkan oleh Menteri Pertanian sebagai kawasan
perlindungan dan pelestarian alam (kawasan PPA).
Pada tahun terakhir Repelita II jumlah kawasan yang sudah ditunjuk sebagai kawasan perlindungan dan pelestarian telah mencapai
239 unit dan meliputi areal seluas 6.847.981 ha. Pada akhir tahun
pertama Repelita III areal perlindungan dan pelestarian alam yang
sudah ditunjuk berjumlah 257 unit dan meliputi areal seluas
7.913.362 ha.
Pada tahun 1979/80 sebagian dari areal seluas 21.839.730 ha
sedang disurvai dan sebagian berada dalam proses pengusulan untuk
dijadikan kawasan perlindungan dan pelestarian alam. Apabila seluruh
areal tersebut kemudian dikukuhkan, maka luas kawasan PPA seluruhnya akan mencapai 29.255.228 ha atau kira-kira 15,25% dari
luas daratan Indonesia. Luas daratan Indonesia, termasuk Timor
Timur, adalah 191.819.900 ha.
Kawasan perlindungan dan pelestarian alam terdiri dari suaka
margasatwa, cagar alam, taman buru dan taman wisata. Dalam Repelita II atas dasar konsepsi perwakilan ekosistem dan perlindungan
biosfir, beberapa areal perlindungan dan pelestarian alam dikembang 101
TABEL II — 3
PERKEMBANGAN KEADAAN KAWASAN PPA,
1978/79 — 1979/80 *)
1978/79
1979/80
Peruntukan
Unit
Luas (ha)
Unit
Luas (ha)
1.
2.
3.
4.
Suaka Margasatwa
Cagar Alam
Taman Buru
Taman Wisata
45
157
9
28
3.580.050,3
2.808.685,7
327.470,7
131.774,3
53
162
10
32
4.135.766,9
3.364.253,2
279.670,7
133.671,8
Jumlah:
*) angka-angka kumulatif.
239
6.847.981,0
257
7.913.362,6
TABEL 11—4
TAMAN NASIONAL YANG SUDAH DIKUKUHKAN, 1979/80
Nama lokasi
Luas (ha) menurut :
Propinsi
Rencana
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
G. Leuser
Ujung Kulon
Cibodas
Pangandaran
Baluran
Tanjung Puting
Kutai
Lore Kalamanta
Pulau Pombo
Komodo
Way Kambas
Sumatera Selatan I
D.I. Aceh
Jawa Barat
Jawa Barat
Jawa Barat
Jawa Timur
Kal-teng
Kal-tim
Sul-teng
Maluku
N.T.T.
Lampung
Lampung
Jumla h :
102
SK Mentan.
792.675
78.619
15.000
10.000
25.000
500.000
200.000
136.000
50.000
75.000
130.000
356.000
416.500
66.715
1.040
528,8
25.000
305.000
200.000
131.000
1.000
31.000
130.000
356.000
2.368.294
1.663.783,8
kan menjadi taman nasional yang merangkum segi
pencagaran dan pemanfaatan sumberdaya alam
hayati.
Dalam tahun 1979/80 dari rencana kawasan taman
nasional
seluas 2.368.294 ha seluas
1.663.783,8
ha
telah
dapat
direalisasikan
penunjukannya.
Perkembangan
kawasan
perlindungan
dan
pelestarian alam
secara kumulatif dalam
tahun-tahun 1978/79 dan 1979/80 dapat dilihat pada Tabel II— 3. Sedangkan lokasi dan luas
taman nasional
dapat dilihat pada Tabel II— 4.
Usaha-usaha pengelolaan dan pengembangan
kawasan perlindungan dan pelestarian alam
perlu ditingkatkan. Untuk itu perlu dilakukan berbagai
penelitian dan penyusunan landasan pengelolaan
dan pengembangan. Sampai dengan awal Repelita III
telah dilaksanakan 42 feasibility study/studi
pengembangan
dan
penyusunan
18
rencana
pengelolaan.
Dalam rangka pengelolaan sumber alam hutan,
sangat penting
arti pengukuhan hutan yaitu
pemberian kedudukan hukum tentang status suatu
areal kehutanan. Penentuan kedudukan hukum
tersebut ditetapkan dengan SK Menteri Pertanian yang
menetapkan peruntukan sesuatu areal kawasan hutan
termasuk penataan batas-batasnya. Penataan batas
kawasan hutan yang diperuntukkan hutan produksi
dalam bentuk pemberian HPH, dilaksanakan oleh
aparat Kehutanan bersama-sama dengan pemegang
HPH yang bersangkutan. Penataan batas tersebut
dilaksanakan sejalan dengan pelaksanaan kegiatan
HPH. Untuk kawasan Perum Perhutani penataan
batasnya dilaksana- kan oleh aparat perencanaan
Perum Perhutani. Penataan batas
kawasan
1.0
3
hutan di luar kawasan tersebut di atas dilaksanakan
oleh Direktorat Jenderal Kehutanan melalui proyek
Inventarisasi dan Pengukuhan Hutan. Sejak Repelita I
sampai dengan tahun pertama Repelita III dari target
kegiatan 22.494 km sudah dapat direalisasikan
sepanjang 16.500 km. Percepatan kegiatan sedang
dilaksanakan melalui peningkatan tenaga,
keahlian dan ketrampilan dan penggunaan
alatalat dan cara-cara yang lebih efisien, misalnya
penggunaan potret udara dan citra penginderaan jauh.
4. Pengembangan Sumberdaya Air dan Penanggulangan Pen cemaran Air
Penanganan pengelolaan air diusahakan secara terpadu dan
untuk itu diperlukan inventarisasi dan evaluasi sumber-sumber air.
Sumber air terbesar bagi kehidupan manusia adalah air permukaan. Karena itu penanganan air permukaan mendapat prioritas
utama. Pengelolaan air permukaan dilaksanakan dalam rangka
pengelolaan satuan daerah aliran sungai. Suatu daerah aliran sungai, atau
DAS, merupakan satuan fisik yang setepat-tepatnya untuk peren canaan
pengelolaan sumber alam dengan air sebagai faktor pembatas. Dalam
pengelolaan tersebut segala kegiatan yang dilaksanakan di dasarkan atas
karakteristik air Berta pengaturan penggunaannya.
Dengan
demikian maka perencanaan pengelolaan sumber alam yang dilakukan
akan mencakup studi mengenai karakteristik air dan studi mengenai
pengembangan sumber-sumber air, seperti yang dilakukan
di
DAS Cisadane-Jakarta-Cibeet dan Pulau Timor bagian barat.
Air permukaan, khususnya air sungai, dapat digunakan untuk
berbagai tujuan. Sampai berapa jauh air dari suatu sungai dapat di gunakan untuk tujuan-tujuan tertentu sangat ditentukan oleh debit
dan kualitasnya. Kegiatan-kegiatan dalam rangka pengelolaan dan
pengembangan suatu DAS terutama diarahkan untuk menjaga dan
meningkatkan debit dan kualitas airnya.
Kualitas air dari suatu sungai terutama ditentukan oleh kegiatan kegiatan dan keadaan yang terdapat dalam daerah alirannya.
Kegiatan-kegiatan dan keadaan itu dapat merupakan penyebab pen cemaran.
Pencemaran air, yang merupakan salah satu masalah lingkungan
hidup, terutama diakibatkan oleh erosi dan sedimentasi dan banyaknya bahan-bahan buangan industri dan produksi pertanian yang
banyak menggunakan bahan-bahan kimia. Masalah ini terutama
banyak dialami oleh para pemakai air di daerah-daerah hilir DAS.
Air minum masyarakat di banyak kota, misalnya, berasal dari air
sungai. Pada hal bagian terbesar penduduk suatu DAS umumnya
104
tinggal di bagian hilirnya. Demikianlah maka masalah pencemaran
yang terutama terasa di bagian hilir sangat dirasakan pengaruhnya
oleh sebagian besar masyarakat.
Sehubungan dengan timbulnya masalah pencemaran ini telah dilaksanakan berbagai studi untuk menanggulanginya. Antara lain telah
diadakan studi tentang berbagai kasus pencemaran air sungai, misal nya, di Kali Garang Semarang, Kali Surabaya, Kali Madiun dan anak anak sungainya, Sungai Kapuas, sungai-sungai di Jakarta dan Denpasar. Di
samping itu juga telah diadakan studi tentang cara dan pola
penanggulangan buangan industri di perairan sungai, studi tentang
pengaruh penggunaan pestisida dalam pertanian terhadap kualitas air
sungai dan studi tentang pengaruh pencemaran air terhadap kehidupan
biota air.
5. Pengkajian dan Penanganan Masalah Lingkungan Hidup
Untuk meningkatkan kemampuan pengenalan dan pengelolaan
sumber alam dan lingkungan hidup di daerah-daerah telah dilaksanakan
pembangunan Pusat-pusat Studi Lingkungan. Pembangunan pusatpusat studi itu dikaitkan dengan pembinaan Universitas-universitas,
Bappeda dan instansi pengelola lingkungan di daerah-daerah. Pusat
Studi Lingkungan telah dibentuk di Medan, Padang, Palembang,
Jakarta, Bogor, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Malang, Samarinda,
Ujung Pandang dan Kupang. Dari pusat-pusat itu sebanyak lima pusat
studi lingkungan, yaitu di Bogor, Medan, Bandung dan Ujung Pandang,
bertugas membantu pembangunan pusat-pusat studi di wilayah sekitar nya. Dengan adanya pusat-pusat studi lingkungan tersebut penalaran
dan pendidikan lingkungan hidup dalam masalah-masalah perairan,
lautan, tanah kritis, daerah aliran sungai, toksikologi lingkungan,
pemukiman dan industri telah mulai dikembangkan di daerah-daerah.
Untuk
menghadapi
kemungkinan-kemungkinan
pencemaran
lingkungan hidup di masa yang akan ,datang telah diselenggarakan
pula kegiatan-kegiatan penilaian mutu lingkungan di wilayah-wilayah
JABOTABEK, GERBANG KERTASUSILA, Bandung Raya, Cirebon,
Yogyakarta, Medan Raya, Denpasar, Ujung Pandang, Pontianak,
Palembang, dan beberapa Daerah Aliran Sungai seperti Ciliwung,
105
Cisadane, Citarum, Cimanuk, Solo, Brantas, Musi,
Kapuas, Teluk
Jakarta, Selat Madura, Laut Jawa,
Selat Bangka, Teluk Ambon dan
Selat Malaka.
Untuk memungkinkan terbentuknya baku mutu
lingkungan hidup dan baku mutu bahan buangan, telah
dilakukan berbagai penelaahan mengenai lingkungan
perairan tawar, lautan dan udara.
Usaha pencegahan pencemaran industri telah mulai
dilakukan
dalam bidang industri tekstil, industri
minyak dan gas, industri semen, pertambangan dan
lain-lain. Di samping itu, pengendalian penggunaan
pestisida ditingkatkan. Selanjutnya, analisa dampak
lingkungan telah dipersiapkan dan hasilnya mulai
dicobakan dalam beberapa kegiatan pembangunan,
seperti
pembangunan
kawasan
Marunda,
pembangunan bendung Saguling, perluasan beberapa
industri besar, pertambangan permukaan dan lain-lain.
Selanjutnya, untuk dapat membangun dasar-dasar
hukum
yang
diperlukan
dalam
pelaksanaan
pengaturan-pengaturan
yang
diperlukan,
telah
dipersiapkan peraturan perundangan yang mengatur
penanggulangan pencemaran lingkungan.
Penanggulangan
pencemaran
lingkungan
merupakan kewajiban Pemerintah dan masyarakat.
Oleh karena itu pengikut sertaan masyarakat ke
dalam usaha penanggulangan pencemaran lingkungan
sangat penting. Dalam hubungan ini maka kegiatankegiatan untuk mempertinggi kesadaran masyarakat
dalam
masalah
penanggulangan
pencemaran
lingkungan telah ditingkatkan melalui ceramah,
percontoh- an, pendidikan dan melalui pembinaan
umum terhadap generasi muda, pramuka, organisasi
pemuda pencinta alam, pemuda masjid, pesantren,
wanita dan para pengusaha. Penyertaan alim ulama
dalam usaha peningkatan kesadaran masyarakat kini
semakin mantap.
106
D. PENGEMBANGAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA
Pembangunan bidang meteorologi dan geofisika,
selain
untuk
menunjang
pembangunan
sektor
Perhubungan, juga diarahkan untuk menunjang sektorsektor lain, seperti pertanian, industri dan pariwisata.
Langkah-langkah kebijaksanaan yang diambil ditujukan
kepada terbangunnya jaringan-jaringan dasar yang akan
memungkinkan negara
meningkatkan kegiatan-kegiatan monitoring dan peningkatan penelitian
iklim, cuaca dan gempa.
Usaha-usaha yang dilaksanakan meliputi rehabilitasi dan pembangunan stasiun-stasiun meteorologi, klimatologi dan geofisika baik
dalam arti fisik maupun dalam arti keorganisasiannya. Dalam hubungan ini kemampuan serta ketrampilan tenaga operasional juga telah
ditingkatkan. Demikianlah maka kemampuan untuk melaksanakan
kegiatan-kegiatan pengumpulan, penyimpanan dan pengolahan data,
kegiatan-kegiatan operasional, analisa dan ramalan cuaca dan kegiatan kegiatan penelitian mengenai berbagai aspek meteorologi dan geofisika,
termasuk persoalan pencemaran udara dan kondisi lingkungan, semakin
meningkat.
TABEL II — 5
PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA,
1978/79 — 1979/80 *)
Jenis
Stasiun
1978/79
1979/80
75
9
86
9
4
4
3
18
13
2745
105
4
4
3
18
13
3232
117
19
20
A. Stasiun Meteorologi
a. Penerbangan/Synoptic
b. Maritim
B. Stasiun Klimatologi
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Stasiun Klas I
Stasiun Klas II
Stasiun Klas III
Pertanian Khusus
Stasiun Iklim
Pengamatan Hujan (set)
Pengamatan Penguapan (set)
C. Stasiun Geofisika
Stasiun
Pengamatan Gempa
*
) Jumlah unit Kumulatif
107
Dari Tabel I1—5 dapat dilihat hasil-hasil rehabilitasi
dan pembangunan yang telah dicapai sampai akhir
Repelita II meliputi 75
buah stasiun
meteorologi/synoptic, 9 buah stasiun maritim, 4 buah
stasiun cuaca Pertanian Utama (klas I), 4 buah stasiun
cuaca Pertanian Biasa (klas II), 3 buah stasiun cuaca
Pertanian Klas III, 18 buah
stasiun cuaca
Pertanian Khusus, 13 buah stasiun iklim, 2.745 pengamatan hujan, 105 pengamatan penguapan dan 19
stasiun Geofisika.
Dalam tahun 1979/80 telah dapat diselesaikan
pembangunan
11
buah
stasiun
meteorologi
penerbangan/synoptic, 487 buah pengamatan hujan, 12
buah pengamat penguapan, dan sebuah stasiun
pengamatan gempa.
Rehabilitasi dan pembangunan meteorologi dan
geofisika
yang
dilaksanakan
selama
ini
telah
menghasilkan peningkatan yang berarti dalam mutu
pelayanan meteorologi dan geofisika, yang meliputi
ramalan cuaca dan berbagai jasa untuk penerbangan,
pelayaran dan pertanahan. Angka-angka mengenai
pelayanan dan jasa meteorologi dalam tahun-tahun
1978/79 dan 1979/80 ini dapat dilihat dari Tabel
II — 6.
TABEL II — 6
PRODUKSI DATA,
1978/79 — 1979/80
Uraian
A. Stasiun Meteorologi
1. Penerbangan Synoptic
2. Pengamatan Maritim
B. Stasiun Klimatologi
1. Pertanian
2. I k 1 i m
3. Pengamatan Hujan
108
1978/79
1979/80
a.
b.
a.
b.
a.
b.
a.
b.
a.
b.
a.
598.000
598.511
9.600
1.579
20.000
13.000
50.200
41.150
156.000
140.000
9.850
585.640
485.650
9.600
1.000
19.000
12.100
49.500
39.750
145.000
128.500
9.500
4. Pengamatan Penguapan
5. Pengamatan Udara atas
Dalam Satuan data.
a = Rencana
b = Realisasi
b.
a.
b.
3.900
61.200
35.280
4.100
61.200
38.325