Model Pemberdayaan Pondok Pesantren dala

PROSIDING

Seminar Nasional 2016

“Pengembangan Kompetensi Fasilitator dan Kelembagaan
Pemberdayaan Masyarakat di Era MEA”
30 November 2016

Program Studi Magister dan Doktor Penyuluhan Pembangunan/ Pemberdayaan Masyarakat,
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta

PROSIDING
“Pengembangan Kompetensi Fasilitator dan Kelembagaan
Pemberdayaan Masyarakat di Era MEA”

ISBN : 978-602-61351-0-0
E ISBN : 978-602-61351-1-7
Cover Design :
Ginanjar Rahmawan

Lay Out :

Sri Mulyani
Adhianty Nurjanah
LV. Ratna Devi
Editors:
Dr. Supriyandi
Dr. Endang Sutisna Sulaeman
Dr. Sarah Rum Handayani
Dr. Mulyanto
Suwarno Widodo, MSi
Diterbitkan oleh:
Program Studi Magister dan Doktor Penyuluhan Pembangunan/ Pemberdayaan Masyarakat,
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta
Hak cipta.
Reproduksi dalam bentuk apapun dari setiap bagian dari publikasi kami adalah pelanggaran
hukum hak cipta dan dilarang. Isi di luar tanggung jawab penerbit.

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan kepada Illahi Rabbi, atas segala rahmat dan karunia-Nya
yang senantiasa dilimpahkan sehinga Seminar nasional “Pengembangan Kompetensi
Fasilitator dan Kelembagaan Pemberdayaan di Era MEA” dapat terlaksana sesuai dengan

rencana. Tujuan kegiatan ini adalah untuk menghimpun dan merumuskan masukan dari
pemangku kebijakan, pakar, praktisi untuk direkomendasikan sebagai arahan dan strategi
dalam pengembangan kompetensi fasilitator pemberdayaan masyarakat.
Pemberdayaan masyarakat yang ditunjang oleh kompetensi fasilitator dan kelembagaan
merupakan hal penting untuk dikembangkan dalam upaya menguatkan pemberdayaan
masyarakat. Oleh karena itu diperlukan kerja keras dan tindakan kebijakan terarah secara
tepat dalam menentukan kebijakan secara nasional dalam bidang pemberdayaan masyarakat.
Kebijakan tersebut terutama diarahkan pada penguatan kompetensi fasilitator agar dalam
memberikan fasilitasi kepada masyarakat dapat dilakukan secara optimal. Demikian juga
halnya kebijakan dalam penguatan kelembagaan dengan harapan akan memberikan
kemudahan bagi fasilitator alam melaksanakan tugasnya. Antara kompetensi fasilitator dan
penguatan kelembagaan akan memberikan sinergi yang sempurna apbila dapat berjalan
beriringan dalam proses pemberayaan masyarakat.
Seminar Nasional pengembangan kompetensi fasilitator dan kelembagaan
pemberdayaan yang diselenggarakan oleh Prodi S2 dan S3 Penyuluhan
Pembangunan/Pemberdayaan Masyarakat, Universitas Sebelas Maret Surakarta berupaya
menjadikannya sebagai wahana untuk mengkomunikasikan dan menyebarkan informasi,
pengetahuan dan teknologi hasil penelitian, telaah pustaka dan praktek kegiatan
pemberdayaan masyarakat. Kami berharap bahwa Seminar Nasional ini dapat dilaksanakan
secara berkesinambungan secara rutin, untuk mengembangkan kompetensi fasilitator dan

kelembagaan pemberdayaan.
Hasil seminar diharapkan muncul butir-butir usulan demi kemajuan dalam fasilitasi dan
kelembagaan dalam pemberdayaan terhadap masyarakat. Eksplorasi kekayaan sumber daya
local sudah tentu perlu didekati melalui aspek ilmiah, sehingga mampu mewujudkan bangsa
yang bermartabat dan berdaya saing dalam menghadapi Masyarakar Ekonomi ASEAN.

Surakarta, 30 November 2016
Panitia

i

Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatu
Yang terhormat para peserta Seminar Nasional “Pengembangan
Kompetensi Fasilitator dan Kelembagaan Pemberdayaan di Era
MEA” tahun 2016, puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah
SWT, bahwasanya Prodi S2 dan S3 Penyuluhan
Pembangunan/Pemberdayaan
Masyarakat,
dapat
menyelenggarakan acara tersebut dengan lancar.

Tujuan terselenggaranya kegiatan tersebut adalah menghimpun
dan merumuskan masukan dari pemangku kebijakan, pakar,
praktisi untuk direkomendasikan sebagai arahan dan strategi
dalam pengembangan kompetensi fasilitator pemberdayaan masyarakat. Selain itu, acara
tersebut juga bertujuan untuk mengkomunikasikan dan menyebarkan informasi, pengetahuan
dan teknologi hasil penelitian, telaah pustaka dan praktek kegiatan pemberdayaan
masyarakat.
Kami berharap bahwa Seminar Nasional tersebut dapat dilaksanakan secara
berkesinambungan secara rutin, untuk mengembangkan kompetensi fasilitator dan
kelembagaan pemberdayaan.
Akhir kata, kami ucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah ikut
mendukung dan membantu penyelenggaraan Seminar Nasional tersebut, kepada sponsor,
peserta, pemakalah, dan tentu juga pada panitia yang telah pekerja keras demi
terselenggaranya acara dengan lancar.
Wassalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatu
Surakarta, 25 November 2016
Ketua Panitia
Dr. Joko Winarno, M.Si.

ii


DAFTAR ISI

Kata Pengantar ...................................................................................................................

i

Sambutan Ketua Panitia ......................................................................................................

ii

KEYNOTE SPEACH
Peningkatan Kualitas SDM Perguruan Tinggi dalam mendukung kualifikasi Kompetensi
Nasional Indonesia
Prof. Dr. John Hendri, M.Si., Ph.D (Sekretaris (Dirjen Sumber Daya Ilmu Pengetahuan,
Teknologi dan Pendidikan Tingi) .......................................................................................

1

PEMAKAAH UTAMA

Menyiapkan Dan Mengelola Tenaga Pemberdayaan Masyarakat Yang Profesional Dan
Tersertifikasi Dalam Menghadapi MEA
Dr. Prabawa Eka Soesanta, S.Sos.,M.Si (Direktur Bina Ideologi, Karakter dan Wawasan
Kebangsaan, Kementrain Dalam Negeri) ...........................................................................

11

Urgensi Asosiasi Profesi Pemberdayaan Masyarakat dalam Mendukung Pembangunan
Nasional
Prof. Dr. Ir. Sumardjo, M.S (Ketua Perhimpunan Ahli Penyuluhan Pembangunan
Indonesia) ............................................................................................................................

25

Peran Perguruan Tinggi Dalam Menghasilkan Tenaga Profesional Pemberdayaan
Masyarakat Dalam Menghadapi MEA
Dr. Sapja Anantanyu, S.P., Msi (Kepala Program Studi S3 Penyuluhan Pembangunan/
Pemberdayaan Masyarakat) ................................................................................................

41


PEMAKALAH PENUNJANG
Kelompok : Penyuluhan Pertanian Dalam Arti Luas
1.

2.
3.
4.

Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat PenerapanTeknologi Pertanian Padi
Organik(Studi Kasus Di Kelompok Tani Madya, Dusun Jayan, Desa Kebonagung,
Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta)
Aris Slamet Widodo, Indardi Rival Chandra Saputra..................................................

50

Masa Depan Penyuluh Wanita Dalam Pembangunan Pertanian Di Indonesia
Kadhung Prayoga .........................................................................................................

61


Pemberdayaan Masyarakat Model Ambul (Dalam Perspektif Kearifan Lokal)
Tri Prajawahyudo .........................................................................................................

69

Strategi Adaptasi Petani Terhadap Perkembangan Teknologi Informasi di Era MEA
Ugik Romadi ................................................................................................................

76

5.

6.

7.

8.

9.


Eksplorasi Topik Iptek Yang Diperlukan Oleh Petani Karet Rakyat Di Kalimantan
Barat (Studi Kasus Petani Karet Rakyat di Kabupaten Bengkayang)
Akhmad Rouf dan Budi Setyawan...............................................................................

84

Teknologi Mesin Pengering Guna Meningkatkan Kualitas Produksi Biji Kakao
Di Kabupaten Gunung Kidul
Agus Nugroho Setiawan, Susanawati & Totok Suwanda............................................

95

Kajian Model Pertanian Perdesaaan Melalui Penerapan Inovasi Teknologi Adaptif
di Aceh
Basri A. Bakar, Abdul Azis .........................................................................................

103

Analisis Kebutuhan Informasi Petani Dan Penggunaan Media Informasi Dalam

Penyuluhan Di Kabupaten Bogor
Anna Fatchiya, Siti Amanah, Yatri Indah Kusumastuti ..............................................

116

Kinerja Lumbung Pangan Di Dusun Botokan Desa Argosari Kecamatan Sedayu
Kabupaten Bantul
Retno Wulandari, Francy Risvansuna, Ikhtimah Tri Astuti .......................................

125

Kelompok : Promosi Kesehatan Masyarakat
1.
2.

3.

4.

5.

6.

Meningkatkan Pengetahuan Tentang Kesehatan Reproduksi
Rahesli Humsona, Tetri Widiyani, Sri Yuliani ............................................................

131

Upaya menurunkan kematian ibu hamil melalui pemberdayaan pedagang sayur di
wilayah kerja puskesmas Sempu kabupaten Banyuwangi
Jayanti Dian Eka Sari ...................................................................................................

139

Kecemasan Ibu Dalam Perkembangan Kehamilan (Studi Eksplorasi Ibu Hamil di
Wilayah Kerja Puskesmas Kembaran II Banyumas)
Wilis Dwi Pangesti ......................................................................................................

146

Analisis proses pembinaan pengguna narkoba di yayasan laras Kota Samarinda
tahun 2016
Rosdiana.......................................................................................................................

153

Model Diseminasi Program Berhenti Merokok Pada Perokok Remaja
Endang Sutisna Sulaeman ............................................................................................

158

Pelaksanaan Promosi Kesehatan Lingkungan Pada Pusat Kesehatan Masyarakat
(Puskesmas) Di Kota Malang
Misbahul Subhi ............................................................................................................

167

Kelompok : Corporate Social Responsibility
1.

2.

3.

Pemberdayaan Ibu Rumah Tangga Melalui Program CSR Bank Sampah Mandiri
PT Holcim Indonesia Tbk Cilacap Plant
Adhianty Nurjanah, Ravik Karsidi, Widodo Muktiyo, Sri Kusumo Habsari ..............

175

Model Pemberdayaan Pondok Pesantren dalam Pengembangan Budaya
Kewirausahaan
Slamet Widodo ............................................................................................................

182

Program Corporate Social Responsibility PT Perkebunan Nusantara IX
Batujamus, Kerjo, kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah
Paksi Mei Penggalih ....................................................................................................

191

Kelompok : Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil Dan Menengah
1.

Kompetensi Remaja Dalam Mengelola UMKM Melalui Periklanan Di Media
Sosial
Joko Suryono, Nuryani Tri Rahayu .............................................................................

198

2.

Pemberdayaan Perempuan Tani Pada Sistem Pertanian Bioindustri Berbasis Gambir
(Uncaria gambir) Di Sumatera Barat Dalam Perspektif Gender
Harmi Andrianyta, Dani Medionovianto, dan Hari Hermawan................................... 207

3.

Kebijakan Pajak Yang Bijak Untuk UKM Indonesiadi Era Masyarakat Ekonomi
ASEAN
Agus Suharsono, Khusnaini .........................................................................................

216

Strategi Pemberdayaan Petani Dalam Pengelolaan Usahatani Padi Di Kabupaten
Cianjur Dan Karawang, Jawa Barat
Dwi Sadono..................................................................................................................

226

Fasilitasi Inisiasi Bisnis Puding Hias Untuk Pemberdayaan Masyarakat Kampung
Kauman, Kecamatan Gondomanan, Yogyakarta
Inayati, Sperisa Distantina, Fadilah .............................................................................

240

Komunikasi Pembangunan Berkelanjutan Dalam Pengelolaan Sampah Berbasis
Masyarakat Di Kabupaten Bantul
Titi Antin, Hermin Indah Wahyuni, Partini .................................................................

246

Evaluasi Program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (Pugar) Di Pulau Madura
Ihsannudin ....................................................................................................................

253

Pemberdayaan Masyarakat Dalam Mengembangkan Produktivitas Home Industri
Bata Merah
Waluyo Sukatiman, Ida Nugroho Saputro ...................................................................

260

Pemberdayaan peternak potong melalui formulasi ransum berbasis limbah
pertanian di Kecamatan Nguntoronadi, kabupaten Wonogiri
Suwarto, Shanti Emawati, Endang Tri Rahayu ...........................................................

266

10. Strategi Pengembangan UMKM Kharisma Jaya Food Sebagai Produsen Keripik
Talas Merk Kharisma
Kharisma Nur Khakiki, Reza Safitri ............................................................................

273

11. Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengembangan Desa Wisata Berbasis
Ecotourism (Studi di Desa Sumberasri, Kecamatan Purwoharjo, Kabupaten
Banyuwangi)
Eko Setiawan ...............................................................................................................

284

12. Implementasi Pengembangan Pariwisata Di Pulau-Pulau Kecil Terhadap
Masyarakat Pesisir Desa Lihunu, Kecamatan Likupang, Kabupaten Minahasa
Utara, Provinsi Sulawesi Utara
Prima Farid Budianto, Edi Susilo, Erlinda Indrayani ..................................................

290

13. Pemberdayaan Perempuan Melalui Kelompok Wanita Tani (KWT) Bagi
Aktualisasi Perempuan Di Perkotaan (Studi Kasus KWT Wanita Sejahtera,
Muja-Muja, Umbulharjo, Yogyakarta)
Siti Nurlaela .................................................................................................................

299

14. IbM Pengrajin Shuttlecock Di Klaster Cock Surakarta
Bambang Sulistyono, Bekti Wahyu Utami, Indri Yaningsih.......................................

307

4.

5.

6.

7.
8.

9.

Kelompok : Pendidikan Luar Sekolah
1.

Peran Pendidikan Luar Sekolah Terhadap Peningkatan Ketrampilan Pemuda Putus
Sekolah Di Kabupaten Jember Dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean
Novi Haryati ................................................................................................................

314

2.

Inovasi Pembelajaran Penyuluhan di Perguruan Tinggi dalam Merespon Masyarakat
Ekonomi ASEAN
Siti Amanah ................................................................................................................. 323

3.

Diagram Jalur Efektivitas Pelatihan Padi di kabupaten Kulon Progo
Sujono ..........................................................................................................................

332

Penguatan Kapasitas Forum Anak Surakarta dalam pengambilan keputusan untuk
mendukung partisipasi aktif anak dalam Musyawarah Perencanaan pembangunan
Sri Yuliani, Rahesli Humsona, Sudaryanti ..................................................................

339

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Penyuluh Pertanian Dalam
Pengembangan Diri Melalui Pendidikan(Kasus Mahasiswa STPP Magelang
Jurusan Penyuluhan Pertanian Di Yogyakarta).
Ina Fitria Ismarlin, Eny Lestari, Sapja Anantanyu ......................................................

347

Implementasi Program Decentralized Basic Education Di Kabupaten Jepara
(Studi Kasus SDN Sukodono 03 Tahunandan SDN Dorang 2 Nalumsari Kabupaten
Jepara)
Ahmad Mardiyanto Prasetyo, Sapja Anantanyu, Eny Lestari .....................................

359

Faktor-faktor yang mempengaruhi keberlangsungan Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM) (Studi Kasus Pada Pkbm Nurul Jadid, Desa Banjaranyar,
Kecamatan Tanjung Anom, Kabupaten Nganjuk)
Jalil, Ravik Karsidi, Zaini Rohmad .............................................................................

368

Proses Sosialisasi Dan Persepsi Orang Tua (Nelayan) Dalam Memberikan
Kesempatan Pendidikan Bagi Anak Di Kelurahan Karangsai Kabupaten Tuban
Jawa Timur
Muhammad Alhajj Dzulfikri .......................................................................................

382

4.

5.

6.

7.

8.

Kelompok : Pengembangan SDM Fasilitator Pemberdayaan
1.

2.

3.
4.

5.

Pengaruh Komunikasi Terhadap Kinerja Anggota Gabungan Kelompok Tani
Torong Makmur Batu-Malang
Moh Sazali Harun ........................................................................................................

389

Efektivitas Aktivitas Pemberdayaan Masyarakat (Studi Kasus pada Program
Penyuluhan Pertanian di Sejumlah UPT PPP di Kabupaten Bandung)
Dika Supyandi, Yayat Sukayat, Rani Andriani ...........................................................

397

Pola Adaptasi Kehidupan Sosial Budaya Komunitas Masyarakat Adat Mone
La Ode Topo Jers, Sitti Hermina .................................................................................

407

Manajemen Sumberdaya Komunikasi Dalam Peningkatan Kinerja Pendampingan
Program Simantri Di Provinsi Bali
I Dewa Putu Oka Suardi ..............................................................................................

416

Model Pemberdayaan Petani Berbasis Kawasan Dalam Mewujudkan Desa Industri
Pertanian Mandiri Di Era MEA
Wahyu Windari ............................................................................................................

425

6.

7.
8.

9.

Pengembangan Kompetensi Fasilitator dalam Pemanfaatan Limbah Ternak
menjadi Biogas(Kasus Desa Suntenjaya, Kecamatan Lembang, Kabupaten
Bandung Barat)
Nurul Dwi Novikarumsari, Siti Amanah, Basita Ginting Sugihen ..............................

432

Urgensi Penyuluhan Pertanian Untuk Peningkatan Mutu SDM Pemuda Pedesaan
Muksin .........................................................................................................................

439

Pendampingan Teknologi dan Supervisi pelaksanaan pengembangan usaha
agribisnis perdesaan (PUAP) di Provinsi Aceh
Abdul Azis, Basri A. Bakar, Yufniati dan Damasus ...................................................

448

Partisipasi Masyarakat dalam Perencanaan Pembangunan Desa Sitimulyo,
Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul.
Emy Farida, Zaini Rohmat, Drajat Tri Kartono..........................................................

457

Kelompok : Kelembagaan Pemberdayaan Masyarakat
1.

Sistem Komunikasi Pemerintah dan Kompleksitas Diversifikasi Usaha dalam
Budidaya Kambing PE di Purworejo
Tatag Handaka, Hermin Indah Wahyuni, Endang Sulastri, Paulus Wiryono ..............

465

Peranan Kelembagaan dalam Menentukan Kualitas Sertifikasi SDM Bidang
Pariwisata
Riyono Gede Trisoko ...................................................................................................

473

Peran Organisasi Petani Dalam Pemberdayaan Swadaya: Kolegial Atau
Transaksional (Studi Komparasi Kelompok Tani di Tiga Lokasi di Jawa Barat)
Yayat Sukayat, Dika Supyandi, Achmad Choibar Tridakusumah ...............................

479

Pengembangan Potensi Kelembagaan Sektor Agribisnis Pertanian Di Kabupaten
Jepara
Ikhsan Gunawan, Hamdi Sari Maryoni .......................................................................

489

Penguatan Kelembagaan Pertanian Sebagai Langkah Pencegahan Migrasi Buruh
Widi Artini ...................................................................................................................

503

Pengembangan Pasar Lelang Sebagai Unit Pengolahan Dan Pemasaran Bokar
(UPPB) Di Kabupaten Rokan Hulu, Propinsi Riau
Yulfita „Aini , Eksa Rusdiyana ....................................................................................

509

Kefektifan Program Desa Wisata Kebangsaan Wonorejo Kecamatan Banyuputih
Kabupaten Situbondo dalam Meningkatkan Keberdayaan Masyarakat Melalui
Pengembangan Ekowisata Taman Nasional Baluran
Arif Pratiwi, Sapja Anantanyu, Kusnandar .................................................................

517

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kemandirian Petani Dalam pengelolaan
Hutan Rakyat Di Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulonprogo Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta
Eli Sugianto, Kusnandar, Sapja Anantanyu .................................................................

527

Kompetensi dan Kinerja Penyuluh Pertanian PNS dan Swadaya
(Kasus di Kabupaten Kampar dan Kota Pekanbaru, Provinsi Riau)
Marliati Ahmad ............................................................................................................

535

10. Manajemen Tenaga Kerja Pada “UD Sami Makmur” Kabupaten Sidoarjo
Nurul Muthoharoh, Muhammad Alhajj Dzulfikri .......................................................

546

2.

3.

4.

5.
6.

7.

8.

9.

11. Pelaksanaan Peran Ganda Perempuan (Studi Kasus Pada Karyawati di Sekolah
Tinggi Penyuluhan Pertanian Jurusan Penyuluhan Pertanian Yogyakarta)
Demi Widi Kurniawati, Sapja Anantanyu, Suwarto ....................................................

552

12. Dinamika Organisasi Pos Penyuluhan Desa (Posluhdes) Bontoa (Studi Kasus
Di Desa Tupabiring, Kecamatan Bontoa, Kab. Maros, Prov. Sulsel)
Muh. Hatta Jamil, Eymal B Demmalino, Muh. IkhsanAzis, A. Nixia Tenriawaru,
Rusli M. Rukka ............................................................................................................

561

SEMINAR NASIONAL 2016
Surakarta 30 November 2016

MODEL PEMBERDAYAAN PONDOK PESANTREN
DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA KEWIRAUSAHAAN

Slamet Widodo
Program Doktor Ilmu Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya
Program Studi Agrbisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura
Korespondensi penulis: Slamet Widodo, slametwidodo@trunojoyo.ac.id

Abstract
Several findings showed that entreprenuership has an important role for state economic growth. Poverty and
unemployment issues should be resolved by developing the entreprenuership culture. As the institution that
has been strong trusted in communities, pondok pesantren has a potential to develop the enrepreneurhsip
culture. This empowerment model is emphasized on involvement of all stakeholders, so that it can be
integrated and multisectoral. Role of government, community, private sector, and university are very
important to support a successful of this empowerment model. There are four stages on the model offered,
such as identification of business potential, capitalization of capital, improving for manager capacity, and
entrepreneruship education. This model should produce a new strong entrepreneurship and self-sufficient.
Institutional transformation of pesantren should be also occured. There are two opportunities of institutional
transformation, such as islamic micro-finance institution and Agricultural Training Center and also selfsuficient rural (P4S).
Keywords: Pesantren, entrepreneurship, education, empowerment

1. Pendahuluan
Sampai dengan Maret 2016, jumlah penduduk miskin di Indonesia sebanyak 28,01
juta jiwa. Sebanyak 63% diantaranya tinggal di daerah pedesaan, atau dengan kata lain
sebanyak 17,67 juta jiwa. Ini menunjukkan bahwa daerah pedesaan masih rentan terhadap
kemiskinan. Sedangkan apabila ditinjau dari ketenagakerjaan, jumlah angkatan kerja di
Indonesia pada Februari 2016 mencapai 120,70 juta orang. Sedangkan jumlah penganggur
pada sebanyak 7,00 juta orang. Jumlah ini mengalami penurunan dibandingkan dengan
kondisi pada Fabruari 2015 yang sebanyak 7,43 juta orang. Sebagian besar pengangguran
merupakan angkatan kerja terdidik. Laju peningkatan angka pengangguran lulusan
perguruan tinggi berada di tingkat kedua setelah lulusan sekolah menengah kejuruan (BPS,
2016).
Berbagai temuan, diantaranya oleh Widodo (2006; 2009; 2011), Fridayanti dan
Dharmawan (2015), Abdurrahim et al (2016),menunjukkan bahwa penduduk pedesaan
telah mengembangkan berbagai strategi nafkah untuk keluar dari permasalahan kemiskinan
dan pengangguran. Salah satu strategi yang jamak dilakukan adalah migrasi. Migrasi
dipandang sebagai salah satu jalan keluar dalam mengatasi kemiskinan di pedesaan,
walaupun ternyata membawa dampak negatif bagi wilayah perkotaan. Sedangkan menurut
“Pengembangan Kompetensi Fasilitator dan Kelembagaan Pemberdayaan Masyarakat di era MEA”| 182

SEMINAR NASIONAL 2016
Surakarta 30 November 2016

Wardana et al (2016), migrasi membawa dampak bagi wilayah pedesaan yaitu turunnya
produksi padi sebagai akibat kelangkaan tenaga kerja.
Lebih lanjut, Sukidjo (2005) dan Ansari et al (2013), menyatakan bahwa
kewirausahaan merupakan salah satu solusi untuk mengurangi kemiskinan, migrasi, dan
mengembangkan lapangan kerja di pedesaan. Penelitian sebelumnya telah mengemukakan
mengenai peran kewirausahaan dalam pembangunan ekonomi (Kirzner, 1973). Meskipun
penting, jumlah wirausaha di Indonesia tidak lebih dari 1%. Padahal beberapa ahli
mengatakan bahwa suatu negara akan maju jika terdapat jumlah pengusaha minimal 2%.
Meskipun penting, format dan struktur pendidikan kewirausahaan yang standar/baku
belum ada. Bahkan, perguruan tinggi sekalipun belum memiliki standar baku dalam
pengembangan pendidikan kewirausahaan. Untuk pendidikan non formal dan informal,
meskipun ada pendidikan kewirausahaan, bentuknya masih merupakan pendidikan
keterampilan, padahal kewirausahaan tidak sama dengan keterampilan.
Pengembangan budaya kewirausaan di pedesaan dapat dianggap sebagai salah satu
solusi yang perlu diambil guna mengatasi permasalahan sebagaimana disampaikan di
depan. Pemberdayaan lembaga yang telah ada di masyarakat dipandang lebih dapat
membawa dampak perubahan. Salah satu lembaga yang mengakar kuat di masyarakat
pedesaan, adalah pondok pesantren. Widodo (2012) menyatakan bahwa pendekatan
penyelenggaraan pembangunan yang berorientasi untuk masyarakatperlu diubah menjadi
membangun bersama masyarakat. Persoalannya adalah terletakkepada bagaimana
menyiapkan dan menciptakan kondisi masyarakat sebagai pelaku utamapembangunan.
Sebelumnya, Widodo (2010), telah mendapatkan gambaran tentang peran pondok
pesantren dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat pedesaan melalui pola agribisnis
pesantren. Dari situ diharapkan pondok pesantren akan mampu menghasilkan santri yang
siap berwirausaha, sehingga mampu mengatasi masalah pengangguran di pedesaan.
2. Landasan Teori
Kewirausahaan dan Pembangunan Ekonomi
Bygrave (2004), menyatakan bahwa wirausaha (entrepreneur) sebagai inovator dan
penggerak pembangunan. Wirausaha merupakan katalis yang agresif untuk mempercepat
pertumbuhan ekonomi suatu kawasan atau negara. Wirausaha adalah individu yang
memiliki akses terhadap sarana atau alat produksi sehingga dapatmemproduksi lebih
banyak daripada yang dikonsumsinya sehingga dapat dipertukarkan untuk memperoleh
pendapatan. Wirausaha adalah pencipta pendapatan melalui proses inovasi, sebagai pusat
pertumbuhan, pencipta jenis dan lapangan pekerjaan, dan menciptakan
distribusipendapatan bagi pihak lain. Kesemua ini bergantung pada kemampuan usaha dan
pengambilan resiko (Bygrave, 2004).
Tingkat pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat dikaitkan dengan kemampuan
pengusaha dalam mengeksploitasi investasi nasional melalui penciptaan pengetahuan dan
teknologi. Namun, di negara-negara berkembang efek ini belum tampak dengan jelas
(Valliere et al,2009). Hendersonet al (2010), mengemukakan tiga temuan, yaitu : (1)
kewirausahaan secara sistematis berkaitan dengan pertumbuhan lapangan kerja; (2)
kewirausahaan tidak saja memiliki dampak pada daerah itu sendiri, tetapi juga
menghasilkan dampak positif bagi pertumbuhan lapangan kerja di daerah lain; (3) dampak
kewirausahaan lebih besar di daerah yang padat, dimana bisnis tersebut dapat
memanfaatkan keuntungan dari pasar yang besar.Penelitian Minniti et al (2010),
menemukan bahwa pertumbuhan pengusaha kecil telah mementahkan tesis tentang
perlunya biaya riset dan pengembangan (Research and Development) yang tinggi untuk
meningkatkan pendapatan negara. Kita bisa melihat pertumbuhan ekonomi China dan
“Pengembangan Kompetensi Fasilitator dan Kelembagaan Pemberdayaan Masyarakat di era MEA”| 183

SEMINAR NASIONAL 2016
Surakarta 30 November 2016

India yang sangat pesat, ternyata tidak dibarengi dengan pertumbuhan biaya riset dan
pengembangan perusahaan-perusahaan besarnya, namun justru pertumbuhan pengusaha
kecil di kedua negara tersebut yang memberikan kontribusi pada pertumbuhan ekonomi.
Potensi Pondok Pesantren di Indonesia
Berdasarkan data Kementerian Agama, sampai dengan tahun 2012 terdapat 27.230
pondok pesantren. Apabila dilihat dari sebarannya, sebanyak 78,60% berada di Pulau
Jawa, dengan rincian Jawa Barat sebanyak 28,00%, Jawa Timur sebanyak 22,05%, Jawa
Tengah sebanyak 15,70%, dan Banten sebanyak 12,85%. Secara kelembagaan, terdapat
14.459 (53,10%) pondok pesantren salafiyah, 7.727 (28,38%) pondok pesantren
kalafiyah/ashriyah, dan 5.044 (18,52%) pondok pesantren kombinasi. Berdasarkan data
tersebut, diketahui bahwa pondok pesantren yang ada di Indonesia sebagian besar
bertipologi Salafiyah, yaitu pembelajarannya masih murni mengaji dan membahas kitab
kuning.
Jumlah santri keseluruhan sebanyak 3.759.198 jiwa, yang terdiri dari 1.886.748
(50,19%) santri laki-laki dan 1.872.450 (49,81%) santri perempuan. Berdasarkan tempat
tinggal, terdapat 3.004.807 orang santri mukim (79,93%) dan 754.391 orang santri
(20,07%) tidak mukim. Berdasarkan kategori tinggal tersebut dapat disimpulkan bahwa
hampir seluruh santri yang mendapat pendidikan di pondok pesantren adalah santri mukim.
Pada umumnya untuk pondok pesantren di Pulau Jawa, santrinya mukim, seperti Jawa
Timur sebanyak 95,45% Jawa Barat sebanyak 91,52%, Banten sebanyak 79,92%, dan Jawa
Tengah sebanyak 69,12%.
Tabel 1. Jumlah santri berdasarkan kenis kelamin, tempat tinggal, dan kategori belajar
Kategori
Jumlah Santri
Jiwa
Persentase (%)
Jenis Kelamin
Laki-laki
1.886.748
50,19
Perempuan
1.872.450
49,81
Jumlah
3.759.198
100,00
Tempat tinggal
Mukim
3.004.807
79,93
Tidak Mukim
754.391
20,07
Jumlah
3.759.198
100,00
Kategori Belajar
Madrasah
1.540.839
40,99
Sekolah umum
395.732
10,53
Diniyah
78.572
2,09
Perguruan tinggi
14.385
0,38
Kitab
1.729.670
46,01
Jumlah
3.759.198
100,00
Sumber; Kementerian Agama Republik Indonesia, 2013.
Apabila ditinjau berdasarkan kategori belajar, terdapat 1.540.839 orang santri
(40,99%) belajar di madrasah, sebanyak 395.732 orang santri (10,53%) di sekolah umum,
“Pengembangan Kompetensi Fasilitator dan Kelembagaan Pemberdayaan Masyarakat di era MEA”| 184

SEMINAR NASIONAL 2016
Surakarta 30 November 2016

sebanyak 14.385 orang santri (0,38%) belajar di perguruan tinggi, sebanyak 78.572 orang
santri (2,09%) belajar diniyah, dan sebanyak 1.729.670 orang santri (46,01%) belajar
mengaji atau kitab kuning. Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa hampir separuh dari
santri yang belajar di pondok pesantren mengikuti pendidikan formal baik di madrasah,
sekolah umum, maupun tingkat perguruan tinggi. Akses pendidikan formal bagi santri
dapat dikatakan sudah cukup baik. Pondok pesantren mempunyai kontribusi 7,18% dari
APK (Angka Partisipasi Kasar) nasional terhadap anak usia sekolah. APK pondok
pesantren terbesar pada provinsi Jawa Timur 15,63%, Aceh 15,23%, NTB 14,98%, dan
Banten 13,30%.
Apabila dilihat, tampak pondok pesantren mempunyai potensi yang besar untuk
berpartisipasi dalam pembangunan khususnya untuk pengembangan budaya
kewirausahaan. Pesantren saat ini, menurut Madhuri (2002), bukan hanya sebagai lembaga
pendidikan yang bergerak di bidang agama, melainkan sebagai lembaga pendidikan yang
responsif akan problematika ekonomi di Indonesia. Hal ini tidak terlepas dari perubahan
zaman yang begitu pesat, sehingga pesantren harus melakukan transformasi dalam
pendidikannya agar tetap aktif di masyarakat.
3. Model Pemberdayaan Pondok Pesantren
Berbagai upaya pemberdayaan pondok pesantren dalam pengembangan budaya
kewirausahaan telah dilaksanakan. Namun demikian terdapat beberapa kekurangan, salah
satunya adalah proses inkubasi yang tidak berjalan dengan baik. Pendidikan dan pelatihan
kewirausahaan dapat berjalan dengan baik, namun tidak memberikan jaminan adanya
keberlanjutan usaha yang dijalankan oleh santri setelah menyelesaikan pendidikan di
pondok pesantren. Hidayat dan Yusuf (2016), menyatakan bahwa adanya kendala
permodalan bagi santri yang telah menyelesaikan pendidikan untuk memulai usaha.
Sebagian besar pola pengembangan budaya kewirausahaan dilakukan melalui model
pelatihan keterampilan, utamanya keterampilan teknis (Cahyono, 2016). Masih belum
diterapkannya model pendidikan kewirausahaan yang komprehensif membuat terdapat
banyak kegagalan.
Oleh karena itu, diperlukan model pemberdayaan yang terintegrasi dan melibatkan
seluruh stakeholder serta bertumpu pada partisipasi dan azaz lokalitas. Apabila kita melihat
pemberdayaan pondok pesantren sebagai sebuah sistem, maka kita perlu mengidentifikasi
pihak-pihak yang memiliki peran di dalamnya, antara lain; (1) pengelola pondok pesantren;
(2) santri; (3) masyarakat; (4) pemerintah; dan (5) swasta atau korporasi. Kelima pihak ini
harus dapat dikelola keterlibatannya masing-masing, sehingga pemberdayaan pondok
pesantren merupakan sebuah proses pembangunan yang terintegrasi dan lintas sektoral.
Perumusan format upaya pemberdayaan masyarakat desa haruslah berbasis pada dua
prinsip dasar pendekatan. Yang pertama, bagaimana menciptakan peluang bagi
masyarakat, serta meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat untuk
memanfaatkan peluang tersebut. Upaya pemberdayaan desa seyogyanya tidak dilakukan
dengan berbasis pada suatu grand scenario, karena hal yang seperti itu tidak pernah
mampu memberikan hasil sebagaimana yang diharapkan. Pemberdayaan kelembagaan
menuntut perubahan operasional tiga pilar kelembagaan yaitu : kelembagaan lokal
tradisional yang hidup dan eksis dalam komunitas (voluntary sector), kelembagaan pasar
(private sector) yang dijiwai ideologi ekonomi terbuka, kelembagaan sistem politik atau
pengambilan keputusan di tingkat publik (public sector) (Nasrul, 2012).

“Pengembangan Kompetensi Fasilitator dan Kelembagaan Pemberdayaan Masyarakat di era MEA”| 185

SEMINAR NASIONAL 2016
Surakarta 30 November 2016

Gambar 1. Diagram Proses Pemberdayaan Pondok Pesantren
Tahap pemberdayaan:
1. Identifikasi jenis usaha
Pemberdayaan diarahkan pada pengembangan potensi yang ada di sekitar masyarakat.
Pada pemberdayaan pondok pesantren dalam pengembangan budaya kewirausahaan ini
juga mempertimbangkan potensi yang ada di sekitar pondok pesantren. Pertimbangan ini
diambil dikarenakan kemudahan dalam pengembangan model usaha yang nantinya akan
menjadi sarana belajar dan berlatih berwirausaha bagi santri. Jenis usaha ini akan sangat
spesifik lokasi, sesuai dengan potensi yang ada. Akan sangat berbeda antar pondok
pesantren. Pada daerah pedesaan, sangat tepat apabila usaha yang dikembangkan adalah
usaha di bidang pertanian. Tentu akan berbeda dengan pondok pesantren yang ada di
daerah pesisir, perkotaan, atau wilayah lainnya.
Metode yang dapat dipergunakan dalam identifikasi usaha adalah menggunakan teknik
PRA (Participatory Rural Appraisal). PRA merupakan seperangkat metode pendekatan
untuk mempelajari kondisi dan kehidupan pedesaan dari, dengan, dan oleh masyarakat
desa (Chambers, 1996). Terdapat beragam teknik yang dapat dipilih sesuai kebutuhan,
namun demikian beberapa teknik seperti, (1) kalender musim; (2) perubahan dan
kecenderungan; (3) matriks rangking, dapat dipergunakan. Selain itu, perlu
dipertimbangkan juga aspek kesesuaian lahan, iklim, topografi, dan aspek yang berkaitan
dengan alam, apabila jenis usaha yang direncakan di bidang pertanian.
2. Kapitalisasi permodalan
Bagaimanapun, permodalan merupakan masalah yang sering timbul dalam proses
pemberdayaan. Seperti telah disampaikan di depan, peran seluruh stakeholder menjadi
penting. Jika kita lihat, terdapat banyak peluang bagi pondok pesantren untuk mendapatkan
modal, salah satunya adalah dari masyarakat. Jejaring alumni santri dapat dipergunakan
untuk menghimpun permodalan, baik dengan skema bantuan atau pinjaman bergulir.
“Pengembangan Kompetensi Fasilitator dan Kelembagaan Pemberdayaan Masyarakat di era MEA”| 186

SEMINAR NASIONAL 2016
Surakarta 30 November 2016

Tentu, pemanfaatan jejaring alumni santri tidak dapat dilakukan oleh seluruh pondok
pesantren. Pondok pesantren yang belum berkembang, akan kesulitan meraih permodalan
dengan jalan ini.
Pemerintah dan sektor swasta, patut dipertimbangkan. Berbagai program pemerintah
yang memberikan bantuan permodalan bisa diakses oleh pondok pesantren. Sejak 1991,
pemerintah melalui Kementerian Pertanian menggagas program LM3 (Lembaga Mandiri
Mengakar di Masyarakat) dan terus berjalan hingga saat ini. Sedangkan sektor swasta,
sesuai UU 25/2007 dan UU 40/2007, diwajibkan menjalankan CSR (Corporate Social
Responbility). Beberapa perusahaan telah melaksanakan CSR pada pondok pesantren
dengan berbagai programnya. Pondok pesantren diharapkan mampu menjalin kerjasama
yang baik dengan pihak pemerintah dan swasta.
3. Peningkatan kapasitas pengelola pondok pesantren
Pondok pesantren perlu meningkatkan kapasitas kelembagaannya, salah satunya
adalah mempersiapkan sumberdaya manusia, yaitu pengelola, pengasuh atau pengajar.
Pengembangan budaya kewirausahaan ini melalui model inkubasi bisnis, sehingga terdapat
unit usaha yang dikembangkan di lingkungan pondok pesantren. Unit usaha ini nantinya
akan menjadi sarana pembelajaran bagi santri dari aspek keterampilan teknis. Oleh
karenanya, perlu dilakukan peningkatan kemampuan pengelola dan pengasuh pondok
pesantren dalam aspek manajerial, keterampilan teknis usaha, dan metode pembelajaran
kewirausahaan.
Peran perguruan tinggi sangat terbuka lebar untuk terlibat dalam tahapan ini.
Pendampingan dari perguruan tinggi sangatlah diperlukan, terlebih apabila kita lihat peran
dan tanggung jawab perguruan tinggi melalui tri dharmanya. Peningkatan kapasitas
sumberdaya manusia diharapkan menggunakan skema ToT (Training of Trainer)
4. Pendidikan kewirausahaan
Model pendidikan kewirausahaan dapat mengacu pada hasil penelitian Arasti et al
(2012), yang menyatakan bahwa metode pengajaran dengan teknik "proyek kelompok",
"studi kasus", "proyek individu", "pengembangan proyek usaha baru", dan “pemecahan
masalah” adalah metode pengajaran yang paling tepat dalam pendidikan kewirausahaan.
Guna mencapai tujuan pendidikan kewirausahaan yang efektif, kombinasi berbagai metode
pengajaran dapat digunakan. Temuan ini sejalan denganWidodo dan Nugroho (2014), yang
mengungkapkan bahwa ruang lingkup pendidikan kewirausahaan meliputi karakter,
konsep, dan keterampilan. Sedangkan materi yang disampaikan meliputi: (1) konsep dasar
kewirausahaan; (2) jiwa dan sikap wirausaha; (3) pengembangan kreatifitas; (4)
pengembangan ide usaha; (5) penyusunan rencana usaha; (6) memulai dan
mengembangkan bisnis; (7) keterampilan teknis kewirausahaan.

“Pengembangan Kompetensi Fasilitator dan Kelembagaan Pemberdayaan Masyarakat di era MEA”| 187

SEMINAR NASIONAL 2016
Surakarta 30 November 2016

Gambar 2. Ruang lingkup pendidikan kewirausahaan
(Widodo dan Nugroho, 2014)
Ruang lingkup pertama adalah karakter. Pendidikan karakter bagi santri termasuk di
dalam pendidikan softskills yang merupakan pondasi dari pendidikan kewirausahaan secara
keseluruhan. Ruang lingkup kedua adalah konsep. Materi pembelajaran yang disampaikan
meliputi konsep dasar wirausaha dan bisnis. Konsep dasar ini perlu diberikan kepada santri
sehingga mereka memahami konsep dan falsafah dari kewirausahaan. Kemampuan santri
dalam menyusun rencana bisnis juga menjadi salah satu perhatian. Model pembukuan
sederhana juga perlu diajarkan kepada santri dengan harapan mereka nantinya dapat
menjalankan usaha secara akuntabel. Ruang lingkup keterampilan disesuaikan dengan
usaha dan potensi usaha pondok pesantren. Pada pesantren yang mengambangkan
pertanian, tentu keterampilan teknis di bidang budidaya pertanian merupakan materi yang
disampaikan dalam pembelajaran. Wahyudin (2012), menyatakan bahwa kurikulum model
pelatihan kewirausahaan minimal mencakup mata ajar introduction to entrepreneurship,
creativity in business, entrepreneurial life skill, entrepreneurial (project based) learning,
dan principal of entrepreneurship..
Transformasi Kelembagaan; Sebuah Peluang bagi Pondok Pesantren
Melalui upaya pemberdayaan ini, pondok pesantren diharapkan mampu mandiri secara
finansial. Proses pemberdayaan ini tidak saja menghasilkan output wirausaha baru yang
mandiri, namun juga diarahkan pada transformasi kelembagaan pondok pesantren.
Transformasi kelembagaan pondok pesantren merupakan tuntutan perkembangan
masyarakat. Pondok pesantren harusnya mampu memgikuti kebutuhan masyarakat,
menjadi sumber solusi permasalahan masyarakat, dan mampu berkontribusi kepada
masyarakat. Terlebih sebaran pondok pesantren sebagian besar ada di daerah pedesaan.
Melalui model pemberdayaan ini, terdapat dua peluang transformasi kelembagaan
pondok pesantren. Yang pertama adalah pondok pesantren dapat menjadi rintisan lahirnya
lembaga keuangan mikro syariah. Tujuan awal tentu untuk membantu permodalan bagi
santri atau alumni santri yang akan memulai merintis usaha. Namun jika sudah
berkembang, sangat mungkin pondok pesantren dapat melayani masyarakat sekitarnya.
“Pengembangan Kompetensi Fasilitator dan Kelembagaan Pemberdayaan Masyarakat di era MEA”| 188

SEMINAR NASIONAL 2016
Surakarta 30 November 2016

Pada beberapa daerah pedesaan pola rentenir, panen ijon, dengan berbagai istilah dan
polanya, masih berjalan dan menjadi solusi bagi para petani. Terdapat peluang, pondok
pesantren untuk mencoba berkontribusi langsung terhadap permasalahan masyarakat
tersebut. Sebenarnya sudah banyak pondok pesantren yang merintis usaha lembaga
keuangan mikro syariah, seperti Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan dan Pondok
Pesantren Sunan Drajad, Lamongan.
Kedua, adalah peluang mentransformasikan kelembagaan pondok pesantren
sebagai Pusat Pendidikan Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S). Peluang ini terbuka bagi
pondok pesantren yang mengembangkan usaha di bidang pertanian. Pusat Pelatihan
Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S) adalah lembaga pelatihan pertanian dan pedesaan
yang didirikan, dimiliki, dikelola secara swadaya baik oleh perorangan ataupun kelompok
dan diharapkan dapat berperan aktif dalam pembangunan pertanian melalui pengembangan
sumber daya manusia pertanian dalam bentuk pelatihan bagi petani dan masyarakat di
wilayahnya. Konsep ini telah dilaksanakan dengan baik, salah satunya adalah oleh Pondok
Pesantren Darul Fallah, Bogor.
4. Simpulan dan Saran
Secara kelembagaan, pondok pesantren memiliki peluang untuk dikembangkan dan
diberdayakan dalam pengembangan budaya kewirausahaan. Jumlah pondok pesantren
mencapai lebih dari 27 ribu dengan jumlah santri lebih dari 3 juta orang adalah
sumberdaya yang patut diperhitungkan. Model pemberdayaan harus melibatkan seluruh
stakeholder dan meliputi tahapan yang terstruktur dan sistematis. Tahap pemberdayaan
antara lain, (i) identifikasi potensi usaha; (ii) kapitalisasi permodalan; (iii) peningkatan
kapasitas pengelola; dan (iv) pendidikan kewirausahaan. Terdapat peluang transformasi
kelembagaan pondok pesantren, sebagai lembaga keuangan mikro syariah dan Pusat
Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S).

Daftar Pustaka
Abdurrahim, A.Y., Dharmawan, A.H., Sunito, S. and Sudiana, I.M., 2016. Kerentanan Ekologi dan
Strategi Penghidupan Pertanian Masyarakat Desa Persawahan Tadah Hujan di Pantura
Indramayu. Jurnal Kependudukan Indonesia, 9(1).
Ansari, B., Seyed M. M., Azita Z., dan Masoumeh A. (2013). Sustainable Entrepreneurship in
Rural Areas. Research Journal of Environmental and Earth Sciences, 5(1).
Arasti, Z., Falavarjani, M.K., Imanipour, N. 2012. A Study of Teaching Methods in
Entrepreneurship Education for Graduate Students. Higher Education Studies 2(1),. DOI:
10.5539/hes.v2n1p2
Badan Pusat Statistik. 2016. Berita Resmi Statistik No. 45/Th. XV. Badan Pusat Statistik. Jakarta.
Bygrave, W. D. 2004. The Portable MBA in Entrepreneurship: Third Edition/edited by William D.
Bygrave , Andrew Zacharakis. – Ed. 3 – New Jersey : John Willey & Sons Inc
Cahyono, A.E. 2016. Penanaman Karakter Kewirausahaan di Pondok Pesantren Nurul Islam
Jember Sebagai Upaya Mempersiapkan Santri Menghadapi MEA. Prosiding Seminar Nasional
dan Call for Paper ke-2 Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era
Masyarakat Ekonomi ASEAN.
Chambers, R. 1996. Participatory Rural Appraisal: Memahami Desa Secara Partisipatif. Oxfam –
Kanisius. Yogyakarta.
“Pengembangan Kompetensi Fasilitator dan Kelembagaan Pemberdayaan Masyarakat di era MEA”| 189

SEMINAR NASIONAL 2016
Surakarta 30 November 2016

Fridayanti, N. and Dharmawan, A.H., 2015. Analisis Struktur dan Strategi Nafkah Rumahtangga
Petani Sekitar Kawasan Hutan Konservasi di Desa Cipeuteuy, Kabupaten Sukabumi.
Sodality:: Jurnal Sosiologi Pedesaan, 1(1).
Henderson, J., & Weiler, S. (2010). Entrepreneurs and Job Growth: Probing the Boundaries of
Time and Space. Economic Development Quarterly, 24(1). doi:10.1177/0891242409350917
Hidayat, D., & Yusuf, A. (2011). Model Pemberdayaan Kelompok Pemuda Produktif (KPP)
Melalui Pelatihan Kewirausahaan di Pondok Pesantren Ihyahul Khoer Desa Cintalanggeng
Kecamatan Tegalwaru Kabupaten Karawang. Majalah Ilmiah SOLUSI, 9(17).
Madhuri, A. 2002. Pesantren dan Pengembangan Ekonomi Ummat. Departemen Agama. Jakarta.
Nasrul, W. 2012. Pengembangan Kelembagaan Pertanian Untuk Peningkatan Kapasitas Petani
Terhadap Pembangunan Pertanian. Menara Ilmu. 29(3).
Sukidjo. 2005. Peran Kewirausahaan dalam Mengatasi Pengangguran di Indonesia. Jurnal
Economia. 1(1).
Valliere, D., & Peterson, R. 2009. Entrepreneurship and economic growth: Evidence from
emerging and developed countries. Entrepreneurship & Regional Development, 21(5/6).
doi:10.1080/08985620802332723
Wahyudin, U. 2012. Pelatihan Kewirausahaan Berlatar Ekokultural untuk Pemberdayaan
Masyarakat Miskin Pedesaan. Mimbar. 28(1).
Wardana, I.P., Luis, J.S. and Paris, T., 2016. The Impact of Migration on the Rice Household
Economy: A Case Study in Central Java, Indonesia. Jurnal Agro Ekonomi. 26(1).
Widodo, S. 2006. Migrasi Internasional Tenaga Kerja Pertanian di Kabupaten Bangkalan. Pamator.
3(2).
Widodo, S. 2009. Strategi Nafkah Rumah Tangga Nelayan dalam Menghadapi Kemiskinan. Jurnal
Kelautan. 2(2).
Widodo, S. 2010. Pengembangan Potensi Agribisnis dalam Upaya Pemberdayaan Ekonomi Pondok
Pesantren; Kajian Ekonomi dan Sosiokultural. Embryo. 7(2).
Widodo, S. 2011. Strategi Nafkah Berkelanjutan Bagi Rumah Tangga Miskin di Daerah Pesisir.
Makara Seri Sosial Humaniora. 15(1).
Widodo, S. 2012. Pendidikan Sosiologi dan Penyuluhan Pertanian di tengah Peribahan Zaman.
Prosiding Pertemuan Nasional Pendidikan Sosiologi. Unpad. Jatinangor.
Widodo, S., & Nugroho, T.R.D.A. 2014. Pendidikan Kewirausahaan bagi Santri; Sebuah Model
Mengatasi Pengangguran di Pedesaan. Mimbar. 30(2).

“Pengembangan Kompetensi Fasilitator dan Kelembagaan Pemberdayaan Masyarakat di era MEA”| 190