Chapter II Analisa Besar Daya Dukung Pondasi Bore Pile Menggunakan Metode Loading Test (Studi Kasus Proyek Pembangunan Manhattan Mall dan Condominium)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Umum
Indahnya suatu bangunan dapat mempesona banyak orang. Dewasa ini
banyak orang menilai bangunan hanya dari bentuk interiornya saja. Keindahan
bangunan yang sebenarnya dilihat dari kemampuan bangunan untuk berdiri dan
menahan beban yang ada. Untuk memikul beban, bangunan harus memiliki
pondasi yang baik. Pondasi ini akan menyalurkan semua beban yang bekerja pada
struktur bangunan ke dalam tanah. Dalam

perencanaan pondasi, kita harus

mengetahui:
-

Keadaan tanah pondasi

(daya dukung, penurunan, jenis tanah,

kedalaman tanah keras )

-

Kondisi konstruksi diatasnya (besar beban, arah beban, statis tentu
atau tak tentu, kekakuan)

-

Faktor lingkungan

-

Faktor waktu dan biaya pelaksanaan

Dengan memperhatikan aspek-aspek tersebut kita akan mendapatkan hasil yang
baik. Perencanaan yang baik harus didukung dengan pelaksanaan yang baik di
lapangan.

Agar apa yang dilaksanakan di lapangan sesuai dengan yang

direncanakan.


7

2.2. Penyelidikan Tanah
2.2.1 Klasifikasi Tanah
Klasifikasi tanah sangat diperlukan untuk memberikan gambaran tenntang
sifat-sifat tanah dalam pekerjaan yang berkaitan dengan tanah. Hal ini sangat
menunjang untuk mendapatkan pondasi yang akan direncanakan. Untuk
menentukan dan mengklasifikasikan tanah, diperlukan suatu pengamatan di
lapangan dan suatu percobaan lapangan yang sederhana. Tetapi jika sangat
mengandalakan pengamatan di lapangan, maka kesalahan-kesalahan yang
disebabkan oleh perbedaan pengamatan perorangan, akan menjadi sangat besar.
Untuk memperoleh hasil klasifikasi yang lebih objektif, biasanya diambil sampel
tanah dan kemudian diuji di laboratorium dengan rangakaian uji laboratorium
yang berkaitan denagan klasifikasi tanah. Inilah peran penting dari laboratorium di
dunia teknik sipil.

-

Klasifikasi Tanah Berdasarkan Ukuran Butir

Ukuran butir dapat dijadikan tolok ukur dalam mengklasifikasikan tanah

dan kebanyakan cara-cara dahulu yang lebih konvensional menggunakan ukuran
butir dalam mengklasifikasikan jenis tanah. Sistem yang dikembangkan oleh MIT
merupakan salah

satu sistem klasifikasi tanah yang banyak digunakan

berdasarkan ukuran butir tanah. Semakin berkembangnya jaman maka sistem
klasifikasi tanah juga berkembang. Kemudian ASSHTO dan Unifed juga
mengeluarkan

sistem

klasifikasi

tanah

berdasarkan


ukuran

butir

yang

diperlihatkan oleh Gambar 2.1.
8

Gambar 2.1 Klasifikasi Berdasarkan Tekstur Tanah oleh Departemen Pertanian
Amerika Serikat (USDA)

Meskipun klasifikasi tanah menggunakan ukuran butir memberikan hasil
yang sangat baik, namun masih memiliki beberapa kekurangan yang penting.
Pada sistem tersebut sedikit sekali hubungan antara ukuran butir dan sifat-sifat
fisis bagi tanah yang berbutir halus. Sehingga seiring dengan berkembangnya
teknologi maka sistem klasifikasi tanah dengan mempertimbnagkan karakteristik
konsistensi dan plastisitas juga ikut berkembang.

-


Sistem Klasifikasi ASSHTO
Sistem klasifikasi tanah ASSHTO dikembangkan pertama kali pada tahun

1920 oleh U.S. Bureau of Public Roads guna mengklasifikasikan tanah dalam
perencanaan lapisan dasar jalan raya. Pada mulanya sistem ini mengklasifikasikan
tanah ke dalam kelompok, yaitu A-1 sampai A-7 seperti pada Tabel 2.1.

9

Tabel 2.1 Klasifikasi Tanah Menurut ASSHTO

10

Sistem klasifikasi tanah ASSHTO sangat cocok digunakan dalam perencanaan
jalan raya. Semakin besar nilai kelompok tanah dalam sistem ASSHTO maka
semakin besar tingkat ketidaksesuaian.
Suatu tanah diklasifikasikan dengan membaca tabel dari kiri ke kanan
sampai ditemukan kelompok pertama yang sesuai dengan data pengujian yang
diperoleh.

-

Sistem Klasifikasi Unified
Sistem klasifikasi tanah yang sangat terkenal di kalangan ahli tanah dan

pondasi adalah sistem klasifikasi tanah menurut unified. Sistem ini dikembangkan
oleh Casagrande (1948) dan juga dikenal sebagai sistem klasifikasi Airfield.
Sistem ini telah dipakai dengan sedikit modifikasi oleh U.S Bureau Of
Reclamation dan U.S. Corp Of Engineers dalam tahun 1952. Dalam tahun 1969
American Society for Testing and Materials (ASTM) telah memakai sistem
Unified sebagai metode standar guna mengklasifikasikan tanah untuk maksudmaksud rekayasa (ASTM D-2487).
Sistem klasifikasi Unified membagi tanah dalam tiga golongan besar yaitu
tanah berbutir kasar, tanah berbutir halus dan tanah organik. Tanah berbutir kasar
adalah tanah yang lebih dari 50% bahannya tertahan di ayakan No.200 (0.075
mm). Tanah berbutir kasar terbagi atas kerikil (G) dan pasir (S). Kerikil dan pasir
dikelompokkan sesuai dengan gradasinya dan kandungannya lanau atau lempung,
sebagai bergradasi baik (W), bergradasi tidak baik (P), mengandung material
lanau (M) dan mengandung meterial lempung ©. Maka klasifikasi tipikal GP
adalah krikil yang bergradasi tidak baik.
11


Tabel 2.2 Sistem Klasifikasi Tanah UNIFIED

12

13

Tanah-tanah berbutir halus adalah tanah yang lebih dari 50% bahannya
lewat ayakan No. 200. Tanah butir halus ini dibagi menjadi lanau (M), lempung
(C), serta lanau dan lempung organik (O) bergantung pada bagaimana tanah itu
terletak pada grafik plastisitas (hubungan batas cair, indeks plastisitas). Tanda L
dan H ditambahkan pada simbol-simbol tanah butir halus untuk berturut-turut
menunjukkan plastisitas rendah dan plastisitas tinggi (batas cair di bawah dan di
atas 50%). Tanah sangat organis (gambut) dapat diidentifikasikan secara visual.
-

Kuat Geser Tanah
Kuat geser tanah adalah gaya perlawanan yang dilakukan oleh butir – butir

tanah terhadap desakan atau tarikan.

Kuat geser tanah dilapangan sangat dipengaruhi oleh faktor – faktor berikut:
1.

Keadaan tanah, angka pori, ukuran butir, bentuk butir

2.

Jenis tanah, seperti pasir, berpasir, krikil, lempung

3.

Kadar air terutama untuk lempung

4.

Jenis beban dan tingkatannya

Kuat geser tanah dapat dinyatakan dalam persamaan Coulomb :

τ = c + (σ-µ) tg ϕ


(2.1)

Dengan :

τ =

Tahanan geser tanah atau kuat geser tanah

c =

Kohesi tanah

σ = Tegangan total
µ = Tekanan air pori
ϕ = Sudut geser dalam

tanah

14


2.2.2 Teori Pembebanan
Prosedur pembebanan

tiang pada prinsipnya dilakukan dengan cara

memberikan beban vertikal yang diletakkan diatas kepala tiang, kemudian
besarnya deformasi vertikal yang terjadi diukur dengan menggunakan arloji ukur
yang dipasang pada tiang. Deformasi yang terjadi terdiri dari deformasi elastis
dan plastis. Deformasi elastis adalah deformasi yang diakibatkan

oleh

pemendekan elastis dari tiang dan tanah, sedangkan deformasi plastis adalah
deformasi diakibatkan runtuhnya tanah pendukung pada ujung atau sekitar tiang.
Dengan demikian percobaan pembebanan tiang ini akan memberikan hasil yang
cukup teliti . Karena yang ingin diketahui adalah sampai beban berapa, lapisan
pendukung akan mengalami keruntuhan total. Keruntuhan total akan terjadi pada
suatu beban tertentu, dan akan mengalami perilaku penurunan terus menerus.
Jika hubungan antara deformasi dan beban digambarkan dalam bentuk grafik

maka terlihat bahwa grafik tersebut akan terdiri tiga bagian,

Gambar 2.2 Hubungan Antara Deformasi dan Beban

15

1. Pada daerah I, dimana sampai suatu beban tertentu bentuk grafik
deformasi- beban merupakan garis lurus. Pada bagian ini secara matematis dapat
ditulis :

dp/ds = C(tetap)

( 2.2)

Ini berarti, bahwa sampai beban tertentu besarnya penurunan sebanding dengan
besarnya beban yang bekerja. Disini dapat diinterpretasikan, bahwa beban- beban
yang bekerja sebagian besar dipakai untuk menimbulkan deformasi elastis, baik
pada tiang itu sendiri maupun pada tanah pendukungnya. Deformasi elastis pada
tiang ini merupakan pemendekan elastis, sedangkan pada lapisan pendukung
merupakan proses konsolidasi. Pada point bearing pile, bentuk garis yang lurus
ini lebih jelas dibandingkan pada friction pile.
2. Pada daerah II, dimana bagian yang berbentuk lengkung parabolis (garis
AB) terjadi jika penurunan yang terjadi tidak sebanding dengan besarnya beban
yang bekerja. Disini penurunan merupakan fungsi dari waktu artinya jika suatu
beban dibiarkan bekerja lebih lama, akan mengakibatkan deformasi yang lebih
besar. Secara matematis dapat ditulis :
p/ds = f (t)

(2.3)

Dengan kata lain keadaan ini dapat diterjemahkan, bahwa pada bagian ini beban
yang bekerja telah mengakibatkan terjadinya keruntuhan pada tanah pendukung.
Menurut pengalaman jika tanah pendukung bersifat rapuh (misalnya batu tufa,
batu pasir, batu tufaan), maka bagian lengkung parabolis ini lebih pendek
dibandingkan pada batuan jenis lainnya. Sedang pada friction jika dimasukan
dalam lapisan lempung lembek, bagian parabolis ini sering tidak jelas.

16

3. Pada daerah III, dimana bagian grafik yang curam terhadap garis
vertikal yang cara matematis dapat ditulis :
p/ds = ~

(2.4)

Pada bagian ini terlihat, bahwa pada suatu beban tertentu yang besarnya tetap,
akan terjadi deformasi terus menerus atau makin lama makin besar. Beban dimana
akan mengakibatkan terjadinya deformasi yang makin lama makin besar disebut
beban maksimum. Perlu dijelaskan disini, bahwa dari hasil percobaan
pembebanan tiang tidak dapat untuk menentukan besarnya penurunan akibat
proses konsolidasi pada kelompok tiang. Dalam

lapisan tanah yang kohesif,

besarnya penurunan akibat proses konsolidasi pada umumnya berlangsung dalam
jangka waktu

percobaan

cohessionless, waktu

yang

lebih singkat. Pada

lapisan yang bersifat

yang diperlukan untuk mencapai settlement maximum

masih lebih lama dibandingkan waktu untuk melakukan percobaan pembebanan,
dengan demikian percobaan pembebanan belum dapat memberikan indikasi
besarnya penurunan maksimum. Dari uraian ini dapat disimpulkan, bahwa dalam
percobaan

pembebanan

tiang kita hanya dapat menentukan besarnya beban

maksimum dan bukan settlement maksimum.
Menggunakan Meja Beban
1. Peralatan Percobaan pembebanan dengan menggunakan meja beban
yang diperkuat tiang-tiang angker memerlukan peralatan sebagai berikut :
a. Tiang Percobaan

17

1) Tiang

percobaan

bersifat

point bearing, maka untuk tiang pancang

percobaan dapat dilakukan setelah selesai pemancangan, sedangkan pada tiangtiang beton cast in place percobaan dapat dilakukan setelah tiang berumur empat
minggu atau setelah beton cukup keras.
2) Tiang yang bersifat friction, maka percobaan baru dapat dilakukan setelah
empat minggu tiang ditanamkan kedalam tanah. Hal ini dimaksudkan

untuk

memberikan waktu lekatan (friction), dapat bekerja penuh disekeliling tiang.
b.

Tiang angker

Karena tiang-tiang angker bekerja sebagai friction pile, maka tiang-tiang angker
itu minimal

harus sudah berumur empat minggu ditanam kedalam

tanah,

sehingga gaya lekatan sudah dapat bekerja penuh. Jumlah tiang angker yang
diperlukan

tergantung

pada sifat tanah

pendukung dan besarnya beban

maksimum percobaan
c. Meja beban
Meja beban dibuat dari susunan

profil baja yang cukup

kaku sedemikian

sehingga lendutan maksimum tidak melebihi 0,25 mm.
d.

Arloji ukur

Arloji yang dipakai mempunyai panjang tangkai 10 cm dengan ketelitian 0,01
cm. Arloji ukur ini dipasang sebanyak dua buah pada tiang percobaan satu
buah pada setiap angker dan dua buah pada meja beban diatas tiang percobaan

18

e.

Dongkrak hidrolis

Dongkrak yang dipakai harus mempunyai kapasitas sebesar beban maksimum
yang direncanakan ditambah 20%, dengan ketelitian 1 ton.
f.

Beban Kontra

Beban kontra dapat menggunakan balok-balok beton besi profil, karung berisi
pasir batu atau tanah, tangki diisi air dan lain-lain. Jumlah beban kontra yang
dibutuhkan minimal 1,5 kali beban maksimum yang direncanakan. Beban kontra
ini harus dipasang sesentris mungkin terhadap tiang percobaan.
2. Jenis - jenis Pembebanan Tiang
a. Pembebanan bertahap
Disini beban diberikan secara bertahap, dengan variasi sebesar 20, 40, 60, 80,
dan 100% dari beban maksimum yang direncanakan. Pada setiap tahap, beban
dibiarkan bekerja sedemikian lamanya sehingga deformasi yang terjadi akibat
beban itu mencapai maksimum. Setelah beban maksimum tercapai, maka
secara berangsur-angsur beban dikurangi menjadi 80, 60, 40, 20, dan 0%
dengan catatan setiap tahap pengurangan beban ini dilakukan sampai tercapai
pantulan (rebound) maksimum. Menurut pengalaman, cara ini akan memberikan
hasil yang cukup teliti untuk tiang- tiang yang bersifat point bearing piles,
sedangkan untuk friction hasilnya tidak begitu memuaskan.
b. Pembebanan berulang (cyclic loading)

19

Cara ini hampir sama dengan pembebanan bertahap, yaitu
dilakukan
maksimum

pembebanan

secara bertahap sebesar 20, 40, 60, 80, dan 100% dari beban
yang

direncanakan, tetapi

pada setiap akhir saat

sebelum

pembebanan berikutnya dilanjutkan beban dihilangkan dahulu sehingga kita
dapat mengukur besarnya penurunan tetap. Cara ini akan memberikan hasil yang
cukup teliti untuk tiang-tiang point bearing maupun friction.
Cara Pengukuran Besarnya Deformasi
1. Pada waktu pembebanan
Besarnya deformasi yang terjadi pada tiang percobaan, tiap angker dan meja
beban diukur serentak pada waktu yang sama dengan cara membaca perubahan
jarum arloji ukur. Pembacaan dilakukan 5, 10, 15, 30, 45, dan 60 menit setelah
beban pada suatu tahap bekerja setelah itu dilakukan setiap interval waktu 1
jam. Lamanya pembebanan untuk setiap tahap adalah sampai terjadi penurunan
maksimum. Penurunan tetap deformasi dari tiang percobaan pada suatu beban
tertentu dianggap mencapai maksimum

jika pada 3 jam yang berturutan

pembacaan arloji sudah menunjukkan angka tetap atau selisih pembacaan arloji
pada 3 jam yang berturutan tidak melebihi 0,001 mm.
2. Pada waktu penghilangan beban
Pada waktu beban dihilangkan atau dikurangi, maka arloji ukur harus dibaca
setelah 5, 10, 15, 30, 45, dan 60 menit kemudian pembacaan dilakukan setiap
interval 1 jam. Tiang percobaan dianggap sudah mencapai penurunan tetap jika
pada 3 jam yang berturutan pembacaan arloji mempunyai selisih 0,001 mm.
20

2.3. Pondasi
Pondasi dikelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu:
a. Pondasi Dangkal (Shallow Foundation)
Terletak pada kedalaman yang dangkal, umumnya kedalaman pondasi dangkal
lebih kecil dari panjang atau lebar pondasi.
b. Pondasi Dalam (Deep Foundation)
Merupakan pondasi yang dipergunakan untuk meneruskan beban ke lapisan tanah
yang mampu memikulnya dan letaknya cukup dalam.
Menurut Bowles (1997), sebuah pondasi harus mampu memenuhi
beberapa persyaratan stabilitas dan deformasi, seperti :
a. Kedalaman harus memadai untuk menghindarkan pergerakan tanah lateral dari
bawah pondasi-khusus untuk pondasi tapak dan pondasi rakit.

b. Kedalaman harus berada di bawah daerah perubahan volume musiman yang
disebabkan oleh pembekuan, pencairan, dan pertumbuhan tanaman.

c. Sistem harus aman terhadap penggulingan, rotasi, penggelinciran atau
pergeseran tanah.

d. Sistem harus aman terhadap korosi atau kerusakan yang disebabkan oleh bahan
berbahaya yang terdapat di dalam tanah.

21

e. Sistem harus cukup mampu beradaptasi terhadap beberapa perubahan geometri
konstruksi atau lapangan selama proses pelaksanaan dan mudah dimodifikasi
seandainya perubahan perlu dilakukan.

f. Metode pemasangan pondasi harus seekonomis mungkin.

g. Pergerakan tanah keseluruhan (umumnya penurunan) dan pergerakan
diferensial harus dapat ditolerir oleh elemen pondasi dan elemen bangunan atas.

h. Pondasi dan konstruksinya harus memenuhi syarat standar untuk perlindungan
lingkungan.
Jenis-jenis Pondasi Dalam dan Pemakaiannya
Pada umumnya jenis pondasi dapat diklasifikasikan

berdasarkan

perbandingan lebar dan kedalaman pondasi, untuk jenis pondasi dalam umumnya
D/B ≥ 4+ dan jenis-jenisnya antara lain : ฀
-

Tiang pancang mengambang : biasanya dipakai dalam bentuk kelompok-

kelompok yaitu dua atau lebih. Kondisi tanah terapan yang sesuai yaitu tanah
permukaan atau tanah yang dekat dengan permukaan mempunyai daya dukung
yang rendah dan tanah yang memenuhi syarat berada pada tempat yang dalam
sekali. Keliling tanah terhadap tiang pancang dapat mengembangkan tahanan kulit
yang cukup untuk memikul beban rencana.
-

Tiang pancang pendukung : dipakai sama seperti tiang pancang

mengambang. Kondisi tanah terapannya yaitu tanah permukaan atau tanah yang
dekat dengan permukaan tak dapat diandalkan untuk tahanan kulit dan biasanya

22

tanah yang memenuhi syarat untuk beban titik berada dalam kedalaman praktis
(8-20 m ).
-

Pilar dibor atau kaison dibor : dipakai sama seperti tiang pancang tetapi di

gunakan dalam jumlah yang lebih irit, dan beban kolom yang lebih besar. Untuk
lebih jelas mengenai jenis-jenis pondasi, dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Pengelompokan Pondasi

23

2.3.1 Pondasi Tiang
Pondasi tiang digunakan untuk suatu bangunan yang tanah dasar di bawah
bangunan tersebut tidak mempunyai daya dukung (bearing capacity) yang cukup
untuk memikul beban berat bangunan dan beban yang diterimanya atau apabila
tanah pendukung yang mempunyai daya dukung yang cukup letaknya sangat
dalam. Pondasi tiang adalah suatu konstruksi pondasi yang mampu menahan gaya
vertikal ke sumbu tiang dengan cara menyerap lenturan. Pondasi tiang dibuat
menjadi suatu kesatuan yang monolit dengan menyatukan pangkal tiang yang
terdapat di bawah konstruksi dengan tumpuan pondasi.. Pondasi tiang ini
berfungsi untuk menyalurkan beban – beban yang diterimanya dari konstruksi di
atasnya ke lapisan tanah dalam yang mampu memikul berat bangun tersebut.
Teknik pemasangan pondasi tiang ini dapat dilakukan dengan pemancangan
tiang baja/beton pracetak atau dengan membuat tiang beton bertulang yang
langsung dicor di tempat (cast in place), yang sebelumnya telah dibuatkan lubang
terlebih dahulu, pondasi ini disebut dengan pondasi bore pile. Pada umumnya
pondasi tiang ditempatkan tegak lurus (vertikal) di dalam tanah, tetapi apabila
diperlukan dapat dibuat miring agar dapat menahan gaya – gaya horizontal. Sudut
kemiringan yang dicapai tergantung dari alat yang digunakan serta disesuaikan
dengan perencanaan.
Pondasi tiang digunakan untuk beberapa maksud, antara lain :
- Untuk meneruskan beban bangunan yang terletak di atas air atau tanah lunak ke
tanah pendukung yang kuat.

24

- Untuk meneruskan beban ke tanah yang relatif lunak sampai kedalaman tertentu
sehingga pondasi bangunan mampu memberikan dukungan yang cukup untuk
mendukung beban tersebut oleh gesekan dinding tiang dengan tanah
disekitarnya.

- Untuk mengangker bangunan yang dipengaruhi oleh gaya angkat ke atas akibat
tekanan hidrostatis atau momen penggulingan.

- Untuk menahan gaya-gaya horizontal dan gaya yang arahnya miring

- Untuk memadatkan tanah pasir, sehingga kapasitas dukung tanah tersebut
bertambah.

-

Untuk mendukung pondasi bangunan yang permukaan tanahnya mudah

tergerus air.

2.3.2 Penggolongan Pondasi Tiang
Pondasi tiang dapat dibagi menjadi 3 kategori, sebagai berikut :
1. Tiang Perpindahan besar (Large Displacement Pile)
Tiang perpindahan besar, yaitu tiang pejal atau berlubang dengan ujung
tertutup yang dipancang ke dalam tanah sehingga terjadi perpindahan
volume tanah yang relative besar. Termasuk dalam tiang perpindahan besar
adalah tiang kayu, tiang beton pejal, tiang beton prategang (pejal atau
berlubang), tiang baja bulat (tertutup pada ujungnya)
2. Tiang perpindahan Kecil (Small Displacement Pile)

25

Tiang perpindahan kecil, adalah sama seperti tiang kategori pertama hanya
volume tanah yang dipindahkan saat pemancangan relative kecil,
contohnya: tiang beton berlubang dengan ujung terbuka, tiang beton
prategang berlubang dengan ujung terbuka, tiang baja H, tiang baja bulat
ujung terbuka, dan tiang ulir.
3. Tiang Tanpa Perpindahan (Non Displacement Pile)
Tiang tanpa perpindahan, terdiri dari tiang yang dipasang di dalam tanah
dengan cara menggali atau mengebor tanah. Termasuk dalam tiang tanpa
perpindahan adalah bore pile, yaitu tiang beton yang pengecorannya
langsung di dalam lubang hasil pengeboran tanah ( pipa baja diletakkan di
dalam lubang dan dicor beton) (Hardiyatmo, 2002).

Gambar 2.4 Panjang dan Beban Maksimum untuk Berbagai Macam Tipe Tiang
yang Umum Dipakai Dalam Praktek Menurut Carson
Sumber :Djatmiko & Edy, 1997

26

2.3.3. Pondasi Tiang Bor (Bore Pile)
Tiang bor dipasang ke dalam tanah dengan cara mengebor tanah terlebih
dahulu, baru kemudian diisi tulangan dan dicor beton. Tiang bor biasanya dipakai
pada tanah yang stabil dan kaku, sehingga memungkinkan untuk membentuk
lubang yang stabil dengan alat bor. Jika tanah mengandung air, pipa besi
dibutuhkan untuk menahan dinding lubang dan pipa ini ditarik ke atas pada waktu
pengecoran. Pada tanah yang keras atau batuan lunak, dasar tiang dapat
dibesarkan untuk menambah tahanan dukung ujung tiang.
Ada berbagai jenis pondasi tiang bor, yaitu :
1. Tiang bor lurus untuk tanah keras.
2. Tiang bor yang ujungnya diperbesar berbentuk bel.
3. Tiang bor yang ujungnya diperbesar berbentuk trapesium.

Gambar 2.5 Jenis - jenis Tiang Bor (Braja M.Das, 1941)
Ada beberapa alasan digunakan pondasi tiang bor dalam konstruksi, yaitu :
1. Tiang bor tunggal dapat digunakan pada tiang kelompok atau pile cap
27

2. Kedalaman tiang dapat divariasikan.
3. Tiang bor dapat dikerjakan sebelum penyelesaian tahapan selanjutnya dalam
konstruksi.
4. Proses pengerjaan tiang bor dapat menghidari kerusakan bangunan yang ada
disekitarnya.
5. Pada pondasi tiang pancang, proses pemancangan pada tanah lempung akan
membuat tanah bergelombang dan menyebabkan tiang pancang sebelumnya
bergerak ke sampaing dan menimbulkan suara serta getaran. Hal ini tidak
terjadi pada konstruksi tiang bor.
6. Karena dasar dari tiang bor dapat diperbesar, hal ini memberikan ketahanan
yang besar untuk daya dukung.
7. Pondasi tiang bor mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap beban lateral.
Beberapa kelemahan dari pondasi tiang bor :
1. Keadaan cuaca yang buruk dapat mempersulit pengeboran dan pembetonan.
2. Pengeboran dapat mengakibatkan gangguan kepadatan, bila tanah berupa
pasir atau tanah kerikil.
3. Pengecoran beton sulit apabila dipengaruhi air tanah karena mutu beton
tidak dapat dikontrol dengan baik.
4. Pembesaran ujung bawah tiang dapat dilakukan bila tanah berupa pasir.
5. Air yang mengalir ke dalam lubang bor dapat mengakibatkan gangguan
tanah, sehingga mengurangi kapasitas dukung tanah terhadap tiang bor.
6. Akan terjadi tanah runtuh (ground loss) jika tindakan pencegahan tidak
dilakukan.
28

7. Karena diameter tiang relative besar dan memerlukan banyak beton, untuk
proyek pekerjaan kecil dapat mengakibatkan biaya yang melonjak.
8. Walaupun penetrasi sampai ke tanah pendukung pondasi dianggap telah
terpenuhi, terkadang terjadi tiang pendukung kurang sempurna karena
adanya lumpur yang tertimbun di dasar tiang.
Ditinjau dari segi pelaksanaanya pondasi tiang bor dapat dibedakan menjadi 3
jenis, yaitu :
1. Sistem Augering
Pada sistem ini selain augernya sendiri, untuk kondisi lapangan pada tanah
yang mudah longsor diperlukan casing atau bentonite slurry sebagai
penahan longsor. Penggunaan bentonite slurry untuk kondisi lapisan tanah
yang permeabilitasnya besar tidak disarankan, karena akan membuat banyak
terjadinya perembesan.
2. Sitem Grabbing
Pada penggunaan sistem ini diperlukan casing (continuous semirotary
motion casing) sebagai penahan kelongsoran. Casing tersebut dimasukkan
ke dalam tanah dengan cara ditekan sambil diputar. Sistem ini sebenarnya
cocok untuk semua kondisi tanah, tetapi yang paling sesuai adalah kondisi
tanah yang sulit ditembus.
3. Sistem Wash Boring
Pada sistem ini diperlukan casing sebagai penahan kelongsoran dan juga
pompa air untuk sirkulasi air yang dipakai untuk pengeboran. Sistem ini
cocok untuk kondisi tanah pasir lepas. Untuk jenis tiang bor ini perlu
29

diberikan tambahan tulangan praktis untuk penahan gaya lateral yang
terjadi. Penulangan minimum 2% dari luas penampang tiang.
Ada beberapa pengaruh yang diakibatkan ketika pemasangan bore pile yaitu:
1. Bore pile dalam tanah kohesif
Penelitian pengaruh pekerjaan pemasangan bore pile pada adhesi
antara dinding tiang dan tanah sekitarnya, menunjukkan bahwa nilai adhesi
lebih kecil dari pada nilai kohesi tak terdrainase (undrained cohesion) tanah
sebelum pemasangan tiang. Hal ini, adalah akibat dari pelunakan lempung
disekitar dinding lubang. Pelunakan tersebut adalah pengaruh dari
bertambahnya kadar air lempung oleh pengaruh – pengaruh air pada
pengecoran beton, pengaliran air tanah ke zona yang bertekanan yang lebih
rendah disekitar lubang bor, dan air yang dipakai untuk pelaksanaan
pembuatan lubang bor. Pelunakan pada tanh lempung dapat dikurangi jika
pengeboran dan pengecoran dilaksanakan dalam waktu 1 atau 2 jam
(Palmer and Holland, 1966).
Pelaksanaan pengeboran juga mempengaruhi kondisi dasar lubang
yang di buat. Hal ini mengakibatkan pelunakan dan gangguan tanah
lempung di dasar lubang, yang berakibat menambah besarnya penurunan.
Pengaruh gangguan ini sangat besar terutama bila diameter ujung tiang
diperbesar, dimana tahanan ujungnya sebagian ditumpu oleh ujung tiang.
Karena itu, penting untuk membersihkan dasar lubang. Gangguan yang lain
dapat pula terjadi akibat pemasangan tiang yang tidak baik, seperti :
pengeboran yang melengkung, pemisahan campuran beton saat pengecoran
30

dan pelengkungan tulangan beton saat pemasangan. Hal – hal tersebut
perlu diperhatikan saat pemasangan.

2. Bore pile pada tanah granuler
Pada waktu pengeboran, biasanya dibutuhkan tabung luar (casing)
sebagai pelindung terhadap longsoran dinding galian. Gangguan kepadatan
tanah terjadi pada saat tabung pelindung ditarik keatas saat pengecoran .
Karena itu dalam hitungan bore pile di dalam tanah pasir , Tomlinson
(1975) menyarankan untuk menggunakan sudut geser dalam (ϕ) ultimit
dari contoh tanah terganggu , kecuali jika tiang diletakkan pada kerikil
padat dimana dinding lubang

yang bergelombang tidak terjadi . jika

pemadatan yang seksama diberikan pada beton yang berada diatas tiang,
maka gangguan kepadatan tanah dieliminasi sehingga sudut geser dalam
(ϕ) pada kondisi padat dapat digunakan, akan tetapi pemadatan tersebut
sulit di laksanakan karena terhalang tulangan beton.
2.3.4 Metode Pelaksanaan Pondasi Bor ( Bore Pile)
Metode pelaksanaan pondasi dilapangan sangat dipengaruhi oleh teknologi
cangih. Aplikasi teknologi ini banyak diterapkan dalam metode pelaksanaan
pekerjaan konstruksi. Penggunaan metode yang tepat, praktis, cepat dan aman
sangat membantu dalam penyelesaian pekerjaan pada suatu proyek konstruksi.
Sehingga target waktu, biaya dan mutu sebagaimana ditetapkan dapat tercapai.
Bahkan, pelaksanaan yang efisien dan efektif dapat membantu dalam pengunaan
biaya.
31

Secara umum tahapan pekerjaan pondasi tiang bor sebagai berikut :
1.

Persiapan Lokasi Pekerjaan (Site Preparation)
Pelajari lay – out pondasi dan titik – titik bore pile, membersihkan
lokasi pekerjaan dari gangguan yang ada seperti bangunan, tanaman,
pepohonan, tiang listrik/telepon, kabel dan lain sebagainya.

2.

Rute / Alur Pengeboran (Route of Boring)
Merencanakan alur/urutan pengeboran sehingga setiap pergerakan
mesin RCD, Excavator, Crane dan Truck Mixer dapat termobilisasi
tanpa halangan.

3.

Survey Lapangan dan Penentuan Titik Pondasi (Site Survey and
Centering of Pile)
Mengukur dan menentukan posisi titik koordinat bore pile dengan
bantuan alat Theodolit.

4.

Pemasangan Stand Pipe
Stand pipe dipasang dengan ketentuan bahwa pusat dari stand pipe
harus berada pada titik as pondasi yang telah disurvei terlebih dahulu.
Pemasangan stand pipe dilakukan dengan bantuan excavator (back
hoe).

5.

Pembuatan Drainase dan Kolam Air
Kolam air berfungsi untuk penampungan air bersih yang akan
digunakan untuk pekerjaan pengeboran sekaligus untuk tempat

32

penampungan air bercampur lumpur hasil dari pengeboran. Ukuran
kolam air berkisar 3m x 3m x 2,5m dan drainase penghubung dari
kolam ke stand pipe berukuran 1,2m, dan kedalaman 0,7 m (tergantung
kondisi lapangan). Jarak kolam air tidak boleh terlalu dekat dengan
lubang pengeboran, sehingga lumpur dalam air hasil pengeboran
mengendap dulu sebelum airnya mengalir kembali ke lubang
pengeboran.
Prosedur Pengeboran dengan Metode RCD
Metode RCD merupakan metode dengan pengeboran sedikit berputar untuk
melepaskan

tanah

yang

dibor

dan

air

melalui

bore

pile.

Dengan

memperluas pengeboran pile membuat pengeboran terus menerus berjalan, hal ini
efektif dilakukan sehingga tidak perlu untuk mengangkat bucket seperti metode
lain. Ketinggian air harus dijaga 2m lebih tinggi daripada tingkat air bawah tanah
untuk mencegah runtuhnya lubang dibor . Jika ketinggian muka air di dalam
lubang yang berisi material halus dari air tanah yang dibor sudah cukup
penuh, salurkan hingga habis ke kolam pengendapan dan endapkan , hal ini
untuk mencegah runtuhnya dinding berongga pada bore pile. Proses sirkulasi air
seperti mengirim air ke luar dari pipa dibor, aliran air dengan mudah mengalir,
sehingga dinding berongga yang lebih stabil, dan air yang mengalir di dalam pipa
mengalir dengan cepat, yang membuat tanah dibor habis dengan mudah. Dalam
metode RCD, casing, diperlukan untuk mencegah runtuhnya dinding berlubang
dan untuk mengamankan tingkat air di dalam lubang.

33

Ada beberapa tahapan yang harus dilaksanakan dalam metode RCD yaitu :
1. Setting Mesin RCD (RCD Machine Instalation)
Setelah stand pipe terpasang, mata bor dimasukkan sesuai dengan
diameter yang ditentukan terlebih dahulu ke dalam stand pipe, kemudian
beberapa buah pelat dipasang untuk memperkuat tanah dasar dudukan mesin
RCD (dapat dilihat pada Gambar 2.6), kemudian mesin RCD diposisikan
dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Mata bor disambung dengan stang pemutar, dan harus tepat berada
pada pusat/as stand pipe (titik pondasi).
2. Pondasi mesin RCD harus tegak lurus terhadap lubang yang akan
dibor (yang sudah terpasang stand tube).

Gambar 2.6 Pengoperasian Dasar Metode RCD

34

Dalam

metode

melepaskan tanah

RCD,

pengeboran

sedikit

berputar

untuk

yang dibor dan air melalui bore pile. Dengan

memperluas pengeboran pile membuat pengeboran terus menerus berjalan,
hal ini efektif dilakukan sehingga tidak perlu untuk mengangkat bucket
seperti metode lain. Ketinggian air harus dijaga 2m lebih tinggi daripada
tingkat air bawah tanah untuk mencegah runtuhnya lubang dibor .
Jika ketinggian muka air di dalam lubang yang berisi material halus dari air
tanah yang dibor sudah cukup penuh, salurkan hingga habis ke kolam
pengendapan dan endapkan , hal ini untuk mencegah runtuhnya dinding
berongga pada bore pile. Proses sirkulasi air seperti mengirim air ke luar
dari pipa dibor, aliran air dengan mudah mengalir, sehingga dinding
berongga yang lebih stabil, dan air yang mengalir di dalam pipa mengalir
dengan cepat, yang membuat tanah dibor habis dengan mudah. Dalam
metode RCD, casing, diperlukan untuk mencegah runtuhnya dinding
berlubang dan untuk mengamankan tingkat air di dalam lubang.
2. Proses Pengeboran (Drilling Work)
Setelah letak/posisi mesin RCD sudah benar – benar tegak lurus, maka
proses pengeboran dapat dimulai dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Pengeboran dilakukan dengan memutar mata bor kearah kanan, dan
sesekali diputar ke arah kiri untuk memastikan bahwa lubang
pengeboran benar – benar mulus, sekaligus untuk menghancurkan

35

tanah hasil pengeboran supaya larut dalam air agar lebih mudah
dihisap.
2. Proses pengeboran dilakukan bersamaan dengan proses penghisapan
lumpur hasil pengeboran, sehingga air yang ditampung pada kolam
air harus dapat memenuhi sirkulasi air yang diperlukan untuk
pengeboran.
3. Setiap kedalaman pengeboran + 3 meter, dilakukan peyambungan
stang bor sampai kedalaman yang diinginkan tercapai.
4. Jika kedalaman yang diinginkan hampir tercapai + 1 meter lagi,
maka proses penghisapan dihentikan (mesin pompa hisap tidak
diaktifkan),

sementara

pengeboran

terus

dilakukan

sampai

kedalaman yang diinginkan (dapat diperkirakan dari stang bor yang
sudah masuk), selanjutnya stang bor dinaikkan sekitar 0,5 – 1 meter,
lalu proses penghisapan dilakukan terus sampai air yang keluar dari
selang buang kelihatan lebih bersih + 15 menit.
5. Kedalaman pengeboran diukur dengan meteran pengukur, jika
kedalaman yang diinginkan belum tercapai maka proses pada
langkah ke 4 dilakukan kembali, Jika kedalaman yang diinginkan
sudah tercapai maka stang bor boleh diangkat dan dibuka.
3.

Instalasi Tulangan dan Pipa Tremic

(Steel Cage and Tremic Pipe

Instalation)

36

Tulangan yang digunakan sudah harus tersedia lebih dahulu sebelum
pengeboran dilakukan, sehingga proses pengeboran selesai, langsung
dilakukan instalasi tulangan, hal ini dilakukan untuk menghindari
terjadinya kelongsoran dinding lubang yang sudah selesai dibor. Tulangan
harus dirakit rapi dan ikatan tulangan spiral dengan tulangan utama harus
benar – benar kuat sehingga pada waktu pengangkatan tulangan oleh crane
tidak terjadi kerusakan pada tulangan.
Proses instalasi tulangan dilakukan sebagai berikut :
a. Posisi crane harus benar – benar diperhatikan, sehingga tulangan
yang akan dimasukkan benar –benar tegak lurus terhadap lubang
bor, dan juga pada waktu pengecoran tidak menghalangi jalan masuk
truck mixer.
b. Pada tulangan diikatkan dua buah sling, satu buah pada ujung atas
tulangan dan satu buah lagi pada bagian sisi memanjang tulangan.
Pada bagian dimana sling diikat, ikatan tulangan spiral dengan
tulangan utama diperkuat (bila perlu dilas), sehingga pada waktu
tulangan diangkat, tulangan tidak rusak (ikatan spiral dengan
tulangan utama tidak lepas). Pada setiap sambungan (bagian overlap)
sebaiknya dilas, karena pada proses pengecoran, sewaktu pipa tremie
dinaikkan dan diturunkan kemungkinan dapat mengenai sisi tulangan
yang dapat menyebabkan sambungan tulangan terangkat ke atas.

37

c. Tulangan diangkat dengan menggunakan dua hook crane, satu pada
sling bagian ujung atas dan satu lagi pada bagian sisi memanjang,
pengangkatan dilakukan dengan menarik hook secara bergantian
sehingga tulangan tepat lurus, dan setelah tulangan terangkat dan
sudah tegak lurus dengan lubang bor, kemudian dimasukkan secara
perlahan ke dalam lubang, posisi tulangan terus dijaga supaya tidak
menyentuh dinding lubang bor dan posisinya harus benar – benar di
tengah/di pusat bor.
d. Jika level yang diinginkan berada di bawah permukaan tanah, maka
digunakan besi penggantung.
e. Setelah tulangan dimasukkan, kemudian pipa tremie dimasukkan.
Pipa tremie disambung – sambung untuk memudahkan proses
instalasi dan juga untuk memudahkan pemotongan tremie pada
waktu pengecoran. Ujung pipa tremie berjarak 25 – 50 cm dari dasar
lubang pondasi. Jika jaraknya kurang dari 25 cm maka pada saat
pengecoran beton lambat keluar dari tremie, sedangkan jika jaraknya
lebih dari 50 cm, maka saat pertama kali beton keluar dari
tremieakan terjadi pengenceran karena bercampur dengan air
pondasi (penting untuk diperhatikan). Pada bagian ujung atas pipa
tremie disambung dengan corong pengecoran.
4. Pengecoran dengan Ready Mix Concrete

38

Proses pengecoran harus segera dilakukan setelah instalasi tulangan
dan pipa tremie selesai, guna menghindari kemungkinan terjadinya
kelongsoran pada dinding lubang bor. Oleh karena itu pemesanan ready
mix concrete harus dapat diperkirakan waktunya dengan waktu
pengecoran.
Proses pengecoran dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Pipa tremie dinaikkan setinggi 25 -50 cm diatas dasar lubang bor, air
dalam pipa tremie dibiarkan dulu stabil, kemudian dimasukkan bola karet
atau mangkok karet yang diameternya sama dengan diameter dalam pipa
tremie, yang berfungsi untuk menekan air campur lumpur ke dasar lubang
sewaktu beton dituang pertama sekali, sehingga beton tidak bercampur
dengan lumpur.
2. Pada awal pengecoran, penuangan dilakukan lebih cepat, hali ini
dilakukan supaya bola karet dapat benar – benar menekan air campuran
lumpur di dalam pipa tremie, setelah itu penuangan distabilkan sehingga
beton tidak tumpah dari corong.
3. Jika beton dalam corong penuh, pipa tremie dapat digerakkan naik
turun dengan syarat pipa tremie yang tertanam dalam beton minimal 1
meter pada saat pipa tremie dinaikkan. Jika pipa tremie yang tertanam
dalam beton terlalu panjang, hal ini dapat memperlambat proses
pengecoran, sehingga perlu dilakukan pemotongan pipa tremie dengan

39

memperhatikan syarat bahwa pipa tremie yang masih tertanam dalam
beton minimal 1 meter.
4. Pengecoran dilakukan dengan mengandalkan gaya gravitasi bumi
(gerak jatuh bebas), posisi pipa tremie harus berada pada pusat lubang
bor, sehingga tidak merusak tulangan atau tidak menyebabkan tulangan
terangkat pada saat pipa tremie digerakkan naik turun. Pengecoran
dihentikan 0,5 – 1 meter diatas batas beton bersih, sehingga kualitas
beton pada batas bersih benar – benar terjamin (bebas dari lumpur).
Setelah pengecoran selesai dilakukan, pipa tremie diangkat dan dibuka,
serta dibersihkan.Batas pengecoran diukur dengan meteran kedalaman.
5. Penutupan Kembali/Back Filling
Lubang pondasi yang telah selesai di cor ditutup kembali dengan tanah
setelah beton mengeras dan stand pipe dicabut, kemudian tanah tersebut
dipadatkan, sehingga dapat dilewati truck dan alat – lat berat lainnya.

6.

Drainase dan pagar sementara selama pelaksanaan pekerjaan

Bored pile
Untuk menampung air dan lumpur buangan dari lubang bored pile,
dibuat proteksi sementara menggunakan karung yang diisi pasir. Pagar
sementara dibuat dan dipasang untuk melindungi lokasi pekerjaan dari
masyarakat umum, gangguan lalulintas, dll.

40

Pada Gambar 2.7 dapat dilihat proses Pelaksanaan Pondasi Bored pile
secara keseluruhan di lapangan.

Gambar 2. 7 Pelaksanaan Pondasi Bored Pile dengan Metode RCD

41

2.4. Uji Pembebanan (loading Tes)
Loading test biasanya disebut juga dengan uji pembebanan statik. Cara
yang paling dapat diandalkan untuk menguji daya dukung pondasi tiang adalah
dengan uji pembebanan statik. Pengaplikasian terhadap hasil benda uji
pembebanan statik merupakan bagian yang cukup penting untuk mengetahui
respon tiang pada selimut dan ujungnya serta besarnya daya dukung ultimit.
Pengujian pembebanan tiang umumnya dilaksanakan dengan maksud :
1. Menentukan grafik hubungan beban dan penurunan, terutama pada
pembebanan di sekitar beban yang diharapkan.
2. Sebagai percobaan guna meyakinkan bahwa keruntuhan pondasi
tidak akan terjadi sebelum beban ditentukan tercapai. Nilainya
beberapa kali beban rencana. Nilai pengali tersebut dipakai sebagai
faktor aman.
3. Menentukan kapasitas ultimit riil, mengecek hasil hitungan
kapasitas tiang yang diperoleh dari rumus statis dan dinamis.
Uji pembebanan biasanya perlu dilakukan untuk kondisi-kondisi seperti
berikut ini :
1. Perhitungan analitis tidak memungkinkan untuk dilakukan karena
keterbatasan informasi mengenai detail dan geometri struktur.
2. Kinerja struktur yang sudah menurun karena adanya penurunan
kualitas bahan akibat serangan zat kimia, ataupun karena adanya
kerusakan fisik yang dialami bagian-bagian struktur, misalnya akibat
gempa, kebakaran, pembebanan yang berlebihan, dan lain-lain.
42

3. Tingkat keamanan struktur yang rendah akibat jeleknya kualitas
pelaksanaan ataupun akibat adanya kesalahan perencanaan yang
sebelumnya tidak terdeteksi.
4. Struktur direncanakan dengan metode-metode khusus, sehingga
menimbulkan kekhawatiran akan

tingkat keamanan struktur

tersebut.
5. Perubahan fungsi struktur, sehingga menimbulkan pembebanan
tambahan yang belum diperhitungkan pada perencanaan.
6. Diperlukan pembuktian mengenai kinerja suatu struktur yang baru
saja dicor.
Pengujian beban statik melibatkan pemberian beban statik dan
pengukuran pergerakan

tiang. Beban – beban umumnya

diberikan secara

bertahap dan penurunan tiang diamati. Umumnya defenisi keruntuhan yang
dicatat untuk interpretasi lebih lanjut adalah bila di bawah suatu beban yang
konstan, tiang terus mengalami penurunan.
Sesudah tiang uji terpasang, perlu ditunggu terlebih dahulu selama tujuh
hingga tiga puluh hari sebelum pengujian pembebanan tiang. Hal ini penting
untuk memungkinkan tanah yang telah terganggu kembali ke keadaan semula, dan
tekanan air pori yang terjadi akibat pemancangan tiang telah berdisipasi.
Beban kontra dapat dilakukan dengan dua cara. Cara pertama dengan
menggunakan sistem

kentledge seperti ditunjukkan pada Gambar 2.8 . Cara

kedua dapat menggunakan kerangka baja atau jangkar pada tang seperti ilustrasi

43

Gambar 2.9. Pembebanan diberikan pada tiang dengan menggunakan dongkrak
hidrolik.
Pergerakan tiang dapat diukur menggunakan satu set dial guges yang
terpasang

pada kepala tiang. Toleransi pembacaan antara satu

dial gauge

lainnya adalah satu milimeter. Perlu diperhatikan bahwa pengukuran pergerakan
relatif tiang sangatlah penting.

Gambar 2.8 Pengujian dengan Sistem Kentledge (Coduto,2001)

Gambar 2.9 Pengujian dengan Tiang Jangkar (Tomlinson, 1980)

44

Terdapat 4 macam metode pembebanan, yaitu :
1. Slow Maintained Test Load Method) (SM Test)
Metode ini sebagaimana direkomendasikan oleh ASTM D1143-81 (1989), terdiri
dari bebarapa langkah sebagai berikut :
a. Beban tiang dalam delapan tahapan yang sama (yaitu 25 %, 50%,75%, 100%,
125%, 150%, 175%, dan 200%) hingga 200% beban rencana.
b. Setiap penambahan beban harus mempertahakan laju penurunan harus lebih
kecil 0,01 in/jam (0,25 mm/jam).
c. Mempertahankan 200% beban selama 24 jam
d. Setelah waktu yang dibutuhkan didapat, lepaskan beban dengan pengurangan
sebesar 25% dengan jarak waktu 1 jam diantara waktu pengurangan
e. Setelah beban diberikan dan dilepas keatas, bebani tiang kembali untuk
pengujian beban dengan penambahan 50% dari beban desain, menyediakan waktu
20 menit untuk penambahan beban,
f. Kemudian tambahkan beban dengan penambahan 10% beban desain hingga
Metode ini dianggap sebagai metode uji standar ASTM dan umumnya digunakan
untuk penelitian dilapangan sebelum dilakukan pekerjaan selanjutnya.

45

2. Quick Maintained Load Test Method (QM Test)
Metode ini seperti tang direkomendasikan oleh departemen perhubungan Amerika
serikat, pengelola jalan raya dan ASTM D1143-81 (opsional), terdiri dari
bebarapa langkah berikut :
a. Bebani tiang dalam penambahan 20 kali hingga 300% dari beban desain
(masing-masing tambahan adalah 15% dari beban desain).
b. Pertahankan setiap beban selama 5 menit dengan bacaan diambil setiap 2,5
menit
c. Tambahkan peningkatan beban hingga jacking continue dibutuhkan untuk
mempertahankan beban uji atau uji telah dicapai.
d. Setelah interval 5 menit, lepaskan atau hilangkan beban penuh dari tiang dalam
empat pengurangan dengan jarak diantara pengurangan 5 menit.
Metode ini lebih cepat dan ekonomis. Waktu uji dengan metode ini adalah 3-5
jam. Metode ini lebih mendekati suatu kondisi. Metode ini tidak dapat digunakn
untuk estimasi penurunan karena metode cepat.
3. Constant rate of Penetration Test Method (CRP Test)
Metode ini disarankan oleh komisi pile Swedia, Departemen perhubungan
Amerika Serikat, dan ASTM D1143-81 (opsional). Juga terdiri dari beberapa
langkah utama :
a. Kepala tiang didorong untuk settle pada 0,05 in/memit (1,25 mm/menit).

46

b. Gaya yang dibutuhkan untuk mrncapai penetrasi akan dicatat.
c. Uji dilakukan dengan total penetrasi 2-3 in (50-75 mm). Keuntungan utama dari
metode ini adalah lebih cepat (2-3) jam dan ekonomis.
4. Swedish Cyclic Test Method (SC Test)
Metode ini dianjurkan oleh komisi pile swedia terdiri beberapa langkah berikut :
a. Bebani tiang hingga sepertiga beban desain.
b. Lepaskan beban hingga seperenam beban desain. Ulangi pembebanan dan
pelepasan beban dalam siklus 20 kali.
c. Peningkatan beban dengan sebesar 50% dengan langkah (a) dan pengulangan
seperti langkah (b).
d. Lanjutkan hingga kegagalan tercapai.
Metode ini adalah membutuhkan waktu dan siklus perubahan perilaku tiang
sehingga tiang berbeda dengan yang aslinya. Ini hanya direkomendasikan atas
proyek khusus dimana beban siklus dianggap sangat penting.

47

2.4.1 Analisa Daya Dukung Dengan Metode Chin F.K. (1971)
Dasar dari teori ini, diantaranya sebagai berikut :
a. Kurva load-settlement digambar dalam kaitannya dengan S/Q, dimana :
S/Q = C1.S + C2

............................................................. (2.5)

b. Kegagalan beban (Qf) atau beban terakhir (Qult) digambarkan sebagai :
Qult = 1/C1

..................................................................... (2.6)

Dimana :
S : settlement

Q : penambahan beban C1 : kemiringan garis lurus

Settlement
Gambar 2.10 Grafik Hubungan Beban dan Penurunan Menurut Metode Chin F.K

48

Kegagalan metode Chin dapat digunakan untuk kedua tes beban yaitu tes beban
dengan cepat dan tes beban yang dilakukan dengan lambat. Biasanya memberikan
perilaku yang tidak realistik untuk kegagalan beban, jika tidak digunakan suatu
kenaikan waktu yang konstan pada uji tiang. Jika sepanjang kemajuan tes beban
statis, keruntuhan pada tiang akan bertambah maka garis Chin akan menunjukan
suatu titik temu, oleh karena itu dalam merencanakan tiap pembacaan metode
Chin perlu dipertimbangkan. Dimana Chin memperhatikan batasan beban yang
diregresikan linier yang mendekati nilai 1 (satu) dalam mengambil suatu hasil tes
beban statis, dengan dasar nilai-nilai yang ditentukan dari dua cara yang telah
disebutkan. Secara umum dua titik akan menentukan satu garis dan titik ketiga
pada garis yang sama mengkonfirmasikan suatu garis (Fellenius, Bengt H. 2001).
2.4.2. Analisa Daya Dukung Dengan Metode Davisson (1972)
Didalam metode Davisson (1972), metode batas offset mungkin yang terbaik
yang dikenal secara luas (Salgado, Rodrigo. 1999). Metoda ini telah diusulkan
oleh Davisson sebagai beban yang sesuai dengan pergerakan dimana melebihi
tekanan elastis (yang diasumsikan sebagai kolom yang berdiri bebas) dengan
suatu nilai 0,15 inchi dan suatu faktor sepadan dengan ukuran diameter tiang yang
dibagi oleh 120. Kegagalan beban didefinisikan sebagai beban yang mendorong
untuk membentuk sebuah deformasi yang sama pada penyajian akhir dari tekanan
tiang elastis dan sebuah deformasi yang sejajar dari pencerminan tekanan tiang
elastis untuk prosentase diameter tiang. Hubungan ini dituliskan sebagai berikut :

49

X = 0,15 + (D/120) .................................................

(2.7)

Sf = ∆ + 0,15 + (D/120) .......................................... (2.8)
Seperti yang terlihat pada Gambar 2.11 , bahwa garis tekanan elastis pada
tiang dapat diperoleh dari persamaan deformasi elastis dari suatu tiang, yang mana
diperoleh dari persamaan elastis :
∆= QxL/ AxE ............................................................ (2.9)
Dimana :
Sf : penurunan pada kondisi kegagalan

D : diameter tiang

Q : beban yang diterapkan

L : panjang tiang

E : modulus elastisitas dari tiang

A : luas dari tiang

Gambar 2.11 Grafik Hubungan Beban dengan Penurunan Metode Davisson

50

2.4.3. Analisa Daya Dukung Dengan Metode Mazurkiewicz (1972)
Metode ini diasumsikan bahwa dengan kapasitas tahanan terbesar (ultimate) akan
didapatkan dari beban yang berpotongan, diantaranya beban yang searah sumbu
tiang untuk dihubungkan beban dengan titik-titik dari posisi garis terhadap sudut
45° pada beban sumbu yang berbatasan dengan beban (Prakash, S ; dan Sharma,
H. 1990). Hal ini dapat diperlihatkan seperti Gambar 2.12

Gambar 2.12 Grafik Hubungan Beban dengan Penurunan Metode Mazurkiewicz

51

2.4.4. Analisa Daya Dukung Dengan Metode Butler dan Hoy (1977)
Butler dan Hoy (1977) mempertimbangkan kegagalan beban saat beban
terjadi perpotongan dua buah garis tangen, terhadap grafik hubungan antara loadsettlement pada titik-titik yang berbeda (Salgado, Rodrigo. 1999). Garis tangen
pertama merupakan garis lurus awal yang diasumsikan sebagai suatu garis
tekanan elastis. Untuk garis tangen kedua diperoleh dan dibatasi pada suatu
kemiringan sebesar 0,05 in/ton

pada kurva load-settlement. Pada umumnya,

kurva load-settlement saat garis digambarkan lurus merupakan bagian
pencerminan yang benar terhadap garis elastis. Pengamatan ini didasarkan pada
Fellenius (1980), penggunaan suatu garis pencerminan yang diusulkan kembali
sebagai suatu garis tekanan elastis sehingga suatu garis bantu lurus awal didalam
Gambar untuk menentukan kegagalan beban.

Gambar 2.13 Grafik Hubungan Beban dengan Penurunan Metode Butler dan Hoy
(1977)

52

2.4.5

Analisa Daya Dukung Dengan Metode Fuller dan Hoy (1970)

Prosedur untuk menentukan beban ultimate dengan menggunakan metode ini
adalah sebagai berikut:
1. Plot kurva beban-penurunan
2. Tentukan beban ultimate (Qv)ult pada kurva yang mana tangen pada kurva
tersebut memiliki kemiringan 0.05 in/ton

Gambar 2.14 Grafik Hubungan Beban dengan Penurunan Metode Butler dan Hoy
(1970)

53

2.4.6

Analisa Daya Dukung Dengan Metode De Beer (1967)

Prosedur untuk menentukan beban ultimate menggunakan metoda ini adalah
sebagai berikut:
1. Plot hubungan beban-penurunan dalam skala logaritma
2. Harga pada item a akan membentuk 2 garis lurus
3. Beban runtuh didefinisikan sebagai beban yang terletak pada perpotongan
dua garis lurus tersebut.
Metoda ini biasanya digunakan untuk interpretasi data hasil uji menggunakan
slow test (SM).

Gambar 2.15 Grafik Hubungan Pembebanan dan Penurunan Metode De Beer
(1967)

54

2.4.7

Analisa Daya Dukung Dengan Metode Vander Veen (1953)

Prosedur untuk menetukan beban ultimate menggunakan metode ini adalah
sebagai berikut:
1. Pilih dari beban ultimate , misalkan (Qv)ult
2. Plot ln(1-Qva/(Qv)ult) untuk nilai Qva yang berbeda terhadap penurunan
untuk berbagai variasi beban, Qva
3. Jika hasil plot telah membentuk garis lurus maka harga beban ultimate
(Qv)ult maka nilai (Qv)ult tersebut adalah beban ultimate pondasi tersebut.

Gambar 2.16

Grafik Hubungan Pembebanan dan Penurunan Metode Vander

Veen (1953)

55

2.5. Hitungan Tahanan Beban Lateral Ultimit
Pondasi tiang sering dirancang dengan memperhitungkan beban lateral
atau horizontal, seperti beban angin. Gaya lateral yang harus didukung pondasi
tiang tergantung pada rangka bangunan yang mengirim gaya lateral tersebut ke
kolom bagian bawah. Apabila tiang dipasang secara vertikal dan dirancang untuk
mendukung gaya horizontal yang cukup besar, maka bagian atas dari tanah
pendukung harus mampu menahan gaya tersebut sehingga tiang-tiang tidak
mengalami gerakan lateral yang berlebihan.
De

Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25