Sejarah perkembangan ilmu tafsir (1)

BAB I
PENDAHULUAN
Pemikiran filsafat banyak dipengaruhi oleh lingkungan. Namun pada dasarnya filsafat
baik di Barat, India, dan Cina muncul dari yang sifatnya religious. Di Yunani dengan
mitosnya, di India dengan kitabnya Weda (Agama Hindu), dan di Cina dengan Confusiusnya.
Di Barat, mitos dapat lenyap sama sekali dan rasio yang menonjol, sedangkan di India filsafat
tidak pernah bisa lepas dengan induknya dalam hal ini agama Hindu. Pembagian secara
periodisasi filsafat Barat adalah zaman Kuno, zaman Abad Pertengahan, zaman Modern, dan
masa Kini. Aliran yang muncul dan berpengaruh terhadap pemikiran filsafat adalah
Postivisme, Marxisme, Eksistensialisme, Fenomenologi, Pragmatisme, Neo-Kantianianisme,
dan Neo-tomisme. Pembagian secara periodisasi Filsafat Cina adalah zaman Kuno, zaman
Pembauran, zaman Neo-Konfusionisme, dan zaman Modern. Tema yang pokok di filsafat
Cina adalah masalah perikemanusiaan (jen). Pembagian secara periodisasi filsafat India
adalah periode Weda, Wiracarita, Sutra-sutra, dan Skolastik. Dalam filsafat India yang
penting adalah bagaimana manusia bisa berteman dengan dunia bukan untuk menguasai
dunia. Adapun pada filsafat Islam hanya ada dua periode, yaitu periode Mutakallimin dan
periode filsafat Islam. Untuk sejarah perkembangan ilmu pengetahuan di sini pembahasan
mengacu ke pemikiran filsafat di Barat.
Periode filsafat Yunani merupakan periode sangat penting dalam sejarah peradaban
manusia karena pada waktu itu terjadi perubahan pola pikir manusia dari mite-mite menjadi
yang lebih rasional.


Pola pikir mite-mite adalah pola pikir masyarakat yang sangat

mengandalkan mitos untuk menjelaskan fenomena alam, seperti gempa bumi dan pelangi.
Gempa bumi tidak dianggap fenomena alam biasa, tetapi Dewa Bumi yang sedang
menggoyangkan kepalanya. Namun, ketika filsafat diperkenalkan, fenomena alam tersebut
tidak lagi dianggap sebagai aktivitas dewa, tetapi aktivitas alam yang terjadi secara
kausalitas. Perubahan pola pikir tersebut kelihatannya sederhana, tetapi implikasinya tidak
sederhana karena selama ini alam ditakuti dan dijauhi kemudian didekati bahkan
dieksploitasi. Manusia yang dulunya pasif dalam menghadapi fenomena alam menjadi
proaktif dan kreatif, sehingga alam dijadikan objek penelitian dan pengkajian. Dari proses
inilah kemudian ilmu berkembang dari rahim filsafat, yang akhirnya kita nikmati dalam
bentuk teknologi. Karena itu, periode perkembangan filsafat Yunani merupakan poin untuk
memasuki peradaban baru umat manusia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1

A. ZAMAN PRA YUNANI KUNO
Pada masa ini manusia masih menggunakan batu sebagai peralatan. Oleh karena itu,

zaman pra Yunani Kuno disebut juga Zaman Batu yang berkisar antara empat juta tahun
sampai 20.000 tahun. Sebelum Masehi sisa peradaban manusia yang ditemukan pada
masa ini (dalam Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat, 1996) antara lain: alat-alat
dari batu, tulang belulang hewan, sisa beberapa tanaman, gambar di gua-gua, tempat
penguburan, dan tulang belulang manusia purba.
Antara abad ke-15 sampai 6 SM, manusia telah menemukan besi, tembaga, dan perak
untuk berbagai peralatan. Abad ke-15 SM peralatan besi dipergunakan pertama kali di
Irak, tidak di Eropa atau Tiongkok (Brouwer, 1982, dikutip dalam Surajiyo, 2008).
Pada abad ke-6 SM di Yunani muncul lahirnya filsafat. Timbulnya filsafat di tempat
itu disebut suatu peristiwa ajaib (the greek miracle). Ada beberapa faktor yang sudah
mendahului dan seakan-akan mempersiapkan lahirnya filsafat di Yunani. K. Bertens
menyebutkan ada tiga faktor, yaitu sebagai berikut:
1. Pada bangsa Yunani, seperti juga pada bangsa-bangsa sekitarnya, terdapat suatu
mitologi yang kaya serta luas. Mitologi ini dapat dianggap sebagai perintis yang
mendahului filsafat, karena mite-mite sudah merupakan percobaan untuk mengerti.
Mite-mite sudah memberi jawaban atas pertanyaan yang hidup dalam hati manusia:
dari mana dunia kita? Dari mana kejadian dalam alam? Apa sebab matahari terbit, lalu
terbenam lagi? Melalui mite-mite, manusia mencari keterangan tentang asal usul alam
semesta dan tentang kejadian-kejadian yang berlangsung di dalamnya. Mite jenis
pertama yang mencari keterangan tentang asal usul alam semesta sendiri biasanya

disebut mite kosmogonis, sedangkan mite jenis kedua yang mencari keterangan tentang
asal usul serta sifat kejadian dalam alam semesta disebut mite kosmologis. Bangsa
Yunani mengadakan beberapa usaha untuk menyusun mite-mite yang diceritakan oleh
rakyat menjadi suatu keseluruhan yang sistematis. Dalam usaha itu, sudah tampaklah
sifat rasional bangsa Yunani, karena dengan mencari suatu keseluruhan yang
sistematis, mereka sudah menyatakan keinginan untuk mengerti hubungan mite-mite
satu sama lain dan menyingkirkan mite yang tidak dapat dicocokkan dengan mite lain.
2. Kesusasteraan Yunani
Kedua karya puisi Homeros yang masing-masing berjudul Ilias dan Odyssea
mempunyai kedudukan istimewa dalam kesusasteraan Yunani. Syair-syair dalam karya
2

tersebut lama sekali digunakan sebagai semacam buku pendidikan untuk rakyat
Yunani. Dalam dialog yang bernama Politeia, Plato mengatakan Homeros telah
mendidik seluruh Hellas, karena puisi Homeros pun sangat digemari oleh rakyat untuk
mengisi waktu luang dan juga memiliki nilai edukatif.
3. Pengaruh ilmu pengetahuan yang ada pada waktu itu sudah terdapat di Timur Kuno
Orang Yunani tentu berutang budi kepada bangsa-bangsa lain dalam menerima
beberapa unsur ilmu pengetahuan dari mereka. Begitu pula ilmu ukur dan ilmu hitung
berasal dari Mesir dan Babylonia yang berpengaruh dalam perkembangan ilmu

astronomi di Yunani. Namun, andil dari bangsa-bangsa lain dalam perkembangan ilmu
pengetahuan Yunani tidak boleh dilebih-lebihkan. Orang Yunani telah mengolah unsurunsur tersebut dengan cara yang tidak terduga oleh bangsa Mesir dan Babylonia. Pada
Bangsa Yunani lah, ilmu pengetahuan mendapatkan corak yang sungguh-sungguh
ilmiah.
Pada abad ke-6 SM mulai berkembang suatu pendekatan yang sangat berbeda. Sejak
saat itu orang mulai mencari berbagai jawaban rasional tentang problem yag diajukan
oleh alam semesta. Logos (akal budi, rasio) mengganti mythos. Dengan demikian filsafat
dilahirkan.
Pada zaman Pra Yunani Kuno di dunia ilmu pengetahuan dicirikan berdasarkan know
how yang dilandasi pengalaman empiris. Di samping itu, kemampuan berhitung ditempuh
dengan cara one-to one correspondency atau mapping process. Contoh cara menghitung
hewan yang akan masuk dan keluar kandang dengan kerikil. Namun pada masa ini
manusia sudah mulai memperhatikan dan menemukan hal-hal sebagai berikut:
1. Gugusan bintang di langit sebagai suatu kesatuan. Gugusan ini kemudian diberi nama,
misalnya: Ursa Minor, Ursa Mayor, Pisces, Scorpio, dan lain-lain, yang sekarang
dikenal dengan nama zodiak.
2. Kedudukan matahari dan bulan pada waktu terbit dan tenggelam, bergerak dalam
rangka zodak tersebut.
3. Lambat laun dikenal pula bintang-bintang yang bergerak di antara gugusan yang
sudah dikenal tadi, sehingga ditemukan planet Mercurius, Venus, mars, Yupiter, dan

Saturnus, di samping matahari dan bulan.
4. Akhirnya dapat pula dihitung waktu Bulan kembali pada bentuknya yang sama antara
28-29 hari.

3

5. Waktu timbul dan tenggelamnya matahari di cakrawala yang berpindah-pindah dan
memerlukan kurang lebih 365 hari sebelum kembali ke dudukan semula.
6. Ketika matahari timbul tenggelam sebanyak 365 kali, Bulan juga mengalami
perubahan sebanyak 12 kali. Berdasarkan hal itu kelak ditemukan perhitungan
kalender.
7. Ditemukan pula beberapa gejala alam seperti gerhana, yang ada pada masa itu masih
dihubungkan dengan mitologi-mitologi tertentu, sehingga menakutkan banyak orang
(Rizal Mustansyir, 1996, dikutip dalam Surajiyo, 2008).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa pada zaman ini ditandai oleh kemampuan:
1. Know how dalam kehidupan sehari-hari yang didasarkan pada pengalaman.
2. Pengetahuan yang berdasarkan pengalaman itu diterima sebagai fakta dengan sikap
receptive mind, keterangan masih dihubungkan dengan kekuatan magis.
3. Kemampuan menemukan abjad dan sistem bilangan alam sudah menampakkan
perkembangan pemikiran manusia ke tingkat abstraksi.

4. Kemampuan menulis, berhitung, menyusun kalender yang didasarkan atas sintesis
terhadap hasil abstraksi yang dilakukan.
5. Kemampuan meramalkan suatu peristiwa atas dasar peristiwa-peristiwa sebelumnya
yang pernah terjadi (Rizal Muntazir, 1996 dikutip dalam Surajiyo, 2008).
B. ZAMAN YUNANI KUNO
Zaman Yunani kuno dianggap sebagai zaman keemasan filsafat, karena pada masa ini
orang memiliki kebebasan untuk mengungkapkan ide-ide atau pendapatnya. Yunani pada
masa itu dianggap sebagai gudang ilmu dan filsafat, karena Bangsa Yunani pada masa itu
tidak lagi mempercayai mitologi-mitologi. Bangsa Yunani juga tidak dapat menerima
pengalaman yang didasarkan pada sikap receptive attitude (sikap menerima begitu saja),
melainkan menumbuhkan sikap an inquiring attitude (suatu sikap yang senang
menyelidiki sesuatu secara kritis). Sikap belakangan inilah yang menjadi cikal bakal
tumbuhnya ilmu pengetahuan modern. Sikap kritis inilah menjadikan bangsa Yunani
tampil sebagai ahli pikir terkenal sepanjang masa. Beberapa filsuf pada masa itu antara
lain Thales, Phytagoras, Socrates, Plato, dan Aristoteles.
Zaman kuno meliputi zaman filsafat pra-Socrates di Yunani. Tokoh-tokohnya dikenal
dengan nama filsuf pertama atau filsuf alam. Mereka mencari unsur induk (arche) yang

4


dianggap asal dari segala sesuatu. Menurut Thales arche itu adalah air. Air merupakan
materi dasar kosmis atau alam semesta (Sarwoko, 2008).
Anaximandros berpendapat arche itu ‘yang tak berbatas’ (to apeiron). Anaximenes
arche itu udara, Pythagoras arche itu bilangan, Heraklitos arche itu api, ia juga
berpendapat bahwa segala sesuatu itu terus mengalir (pantarhei). Parmenedes
mengatakan bahwa segala sesuatu itu tetap tidak bergerak. (Lasiyo dan Yuwono, 1985,
dikutip dalam Surajiyo, 2008).
1. Zaman Keemasan Filsafat Yunani
Pada waktu Athena dipimpin oleh Perikles kegiatan poltik dan filsafat dapat
berkembang dengan baik. Ada segolongan kaum yang pandai berpidato (rethorika)
dinamakan kaum sofis. Kegiatan mereka adalah mengajarkan pengetahuan pada kaum
muda. Adapun yang menjadi objek penyelidikannya bukan lagi alam, tetapi manusia,
seperti yang dikatakan oleh Prothagoras, yaitu manusia adalah ukuran untuk segalagalanya. Hal ini ditentang oleh Socrates dengan mengatakan bahwa yang benar dan
yang baik harus dipandang sebagai nilai-nilai objektif yang dijunjung tinggi oleh
semua orang. Akibat ucapannya tersebut, Socrates dihukum mati.
Hasil pemikiran Socrates dapat ditemukan pada murid Plato. Dalam
filsafatnya Plato mengatakan: realitas seluruhnya terbagi atas dua dunia yang hanya
terbuka bagi pancaindra dan dunia yang hanya terbuka bagi rasio kita. Dunia yang
pertama adalah dunia jasmani dan yang kedua adalah dunia ide (Surajiyo, 2008).
Plato merupakan kaum rasionalis, termasuk juga Rene Descartes. Plato mengatakan

bahwa yang ditangkap pancaindera hanyalah gejala dunia yang semu, tidak nyata, dan
tidak sempurna. Demikian pula panca indera hanya memberi informasi tentang objek
khusus tertentu yang terbatas, dan karena itu tidak memungkinkan kita untuk bisa
sampai pada pengetahuan yang berlaku umum dan universal. Panca indera juga
memberi informasi yang tidak tetap kepada kita tentang sebuah objek. Apa yang kita
tangkap dengan pancaindera selalu berbeda-beda. Pancaindera sama seperti kacamata
yang kita pakai. Objek yang sama bisa ditangkap merah atau gelap sesuai dengan
sudut pandang atau kacamata yang kita pakai. Padahal dalam kenyataannya belum
tentu demikian. Jadi, pengetahuan yang sejati, umum, dan universal hanya bias
ditemukan dalam dan dengan bantuan akal budi (Thoyibi, 1994).
Pendapat tersebut dikritik oleh Aristoteles yang mengatakan bahwa yang ada
itu adalah manusia-manusia yang konkret. ‘Ide manusia’ tidak terdapat dalam
5

kenyataan. Aristoteles adalah filsuf realis, dan sumbangannya kepada ilmu
pengetahuan sangat besar. Sumbangan yang sampai sekarang masih digunakan dalam
ilmu pengetahuan adalah mengenai abstraksi, yakni aktivitas rasional dimana
seseorang memperoleh pengetahuan. Menurut Aristoteles ada tiga macam abstraksi,
yaitu abstraksi fisis, abstraksi matematis, dan metafisis.
Abstraksi yang ingin menangkap pengertian dengan membuang unsur-unsur

individual untuk mencapai kualitas adalah abstraksi fisis, sedangkan abstraksi dimana
subjek menangkap unsur kuantitatif dengan menyingkirkan unsur kualitatif disebut
abstraksi matematis (Harry Hamersma, 1983).
Teori Aristoteles yang cukup terkenal adalah tentang materi dan bentuk.
Keduanya merupakan prinsip-prinsip metafisis. Materi adalah prinsip yan tidak
ditentukan, sedangkan bentuk adalah prisip yang menentukan. Teori ini terkenal
dengan sebutan Hylemorfisme (K. Bertens, 1988, hlm. 11-16).
2. Masa Helinistis dan Romawi
Pada zaman Alexander Agung telah berkembang sebuah kebudayaan
transnasional yang disebut kebudayaan Hellinistis, karena kebudayaan Yunani tidak
terbatas lagi pada kota-kota Yunani saja, tetapi mencakup juga seluruh wilayah yang
ditaklukkan Alexander Agung. Dalam bidang filsafat, Athena tetap merupakan suatu
pusat yang penting, tetapi berkembang pula pusat-pusat intelektual lain, teurtama kota
Alexandria. Jika akhirnya ekspansi Romawi meluas sampai ke wilayah Yunani, itu
tidak berarti berakhirnya filsafat dan kebudayaan Yunani, karena kekaisaran Romawi
pun menerima warisan kultural Yunani.
Dalam bidang filsafat tetap berkembang, namun pada saat itu tidak ada filsuf
yang sungguh-sungguh besar kecuali Plotinus. Pada masa ini muncul beberapa aliran
berikut:
a. Stoisisme

Menurut paham ini jagat raya ditentukan oleh kuasa-kuasa yang disebut Logos.
Oleh karena itu, segala kejadian berlangsung menurut ketetapan yang tidak dapat
dihindari.
b. Epikurisme
Segala-galanya terdiri atas atom-atom yang seantiasa bergerak. Manusia akan
bahagia jika mau mengakui susunan dunia ini dan tidak boleh takut pada dewadewa.
6

c. Skeptisisme
Mereka berpikir bahwa bidang teoretis manusia tidak sanggup mencapai
kebenaran. Sikap umum mereka adalah kesangsian.
d. Eklektisisme
Suatu kecenderungan umum yang mengambil berbagai unsur, filsafat dari aliranaliran lain tanpa berhasil mencapai suatu pemikiran yang sungguh-sungguh.
e. Neo Platonisme
Paham yang ingin menghidupkan kembali filsafat Plato. Tokohnya adalah Plotinus.
Seluruh filsafatnya berkisar pada Allah sebagai yang satu. Segala sesuatu berasal
dari ‘yang satu’ dan ingin kembali kepadanya (K. Bertens, 1988, hlm. 16-18)
C. ZAMAN ABAD PERTENGAHAN
Zaman abad pertengahan ditandai dengan tampilnya para teolog di lapangan ilmu
pengetahuan. Para ilmuwan pada masa ini hampir seluruhnya adalah para teolog,

sehingga aktivitas ilmiah terkait dengan aktivitas keagamaan. Semboyan yang berlaku
bagi ilmu pada masa ini adalah ancila theologia atau abdi agama. Namum demikian harus
diakui bahwa banyak juga temuan dalam bidang ilmu yang terjadi pada masa ini.
Periode Abad Pertengahan mempunyai perbedaan yang mencolok dengan abad
sebelumnya. Perbedaan itu terutama terletak pada dominasi agama. Timbulnya agama
Kristen yang diajarkan oleh Nabi Isa AS pada permulaan Abad Masehi membawa
perubaan besar terhadap kepercayaan keagamaan.
Agama Kristen menadi problema kefilsafatan karena mengaarkan bahwa wahyu
Tuhanlah yang merupakan kebenaran yang sejati. Hal ini berbeda dengan pandangan
Yunani Kuno yang mengatakan bahwa kebenaran dapat dicapai oleh kemampuan akal.
Mereka belum mengenal adanya wahyu.
Ada dua hal yang berkaitan dengan sikap terhadap pemikiran Yunani, yaitu:
1. Golongan yang menolak sama sekali pemikiran Yunani, karena pemikiran Yunani
merupakan pemikiran orang kafir, karena tidak mengakui wahyu.
2. Menerima filsafat Yunani yang mengatakan bahwa karena manusia itu ciptaan Tuhan,
kebijaksanaan manusia berarti pula kebijaksanaan yang datangnya dari Tuhan.
Mungkin akal tidak dapat mencapai kebenaran sejati maka akal dibantu oleh wahyu.
Filsafat pada zaman Abad Pertengahan mengalami dua periode berikut:
1. Periode Patristik

7

Patristik berasal dari kata Latin patres yang berarti bapa-bapa Gereja, ialah ahli-ahli
agama Kristen pada abad permulaan agama Kristen. Periode ini mengalami dua tahap,
yaitu:
a. Permulaan agama Kristen. Setelah mengalami berbagai kesukaran terutama
mengenai filsafat Yunani, maka agama Kristen memantapkan diri. Keluar
memperkuat gereja dan ke dalam menetapkan dogma-dogma.
b. Filsafat Agustinus yang merupakan seorang ahli filsafat yang terkenal pada masa
patristik. Agustinus melihat dogma-dogma sebagai suatu keseluruhan (Endang
Daruni Asdi, 1978, hlm. 1-2).
2. Periode Skolastik
Periode Skolastik berlangsung dari tahun 800-1500 M. Periode ini dibagi menjadi tiga
tahap, yaitu:
a. Periode skolastik awal (abad ke-9 - 12)
Ditandai oleh pembentukan metode-metode yang lahir karena hubungan yang
rapat antara agama dan filsafat.
b. Periode puncak perkembangan skolastik (abad ke-13)
Ditandai oleh keadaan yang dipengaruhi oleh Aristoteles akibat kedatangan ahli
filsafat Arab dan Yahudi. Puncak perkembangan pada Thomas Aquinas.
c. Periode skolastik akhir (abad ke-14 - 15)
Ditandai dengan pemikiran kefilsafatan yang berkembang ke arah nominalisme,
adalah aliran yang berpendapat bahwa universalisme tidak memberi petunjuk
tentang aspek yang sama dan yang umum mengenai adanya sesuatu hal.
Pengertian umum hanya momen yang tidak mempunyai nilai-nilai kebenaran
yang objektif (Endang Daruni Asdi, 1978 dalam Surajiyo, 2008).
Al-Kindi (Ya’kub AK, abad ke-9 M/ke-3 H) jauh sebelum Ibnu Sina, dari keturunan
keluarga Yamandan gubernur di Irak, mampu memberi contoh pengembangan filsafat
Islam yang pertama di dunia Arab dan menulis tentang filsafat dalam bahasa Arab untuk
menyamai filsafat Barat. Atas dasar tafsir Al-Qur’an dan hadits tentang pendidikan anak
dan keluarga, beliau lebih tertarik pada ajaran Aristoteles dan menafsirkannya secara
platonik ketimbang filsafat plato yang sekuler. Dari kemajuan agama dan peradaban Islam
dan penguasaan beliau atas bahasa Yunani untuk menerjemahkan tulisan filosofi/ilmuwan
Yunani, Al-Kindi berhasil mengembangkan studi filsafat teoritis yang mencakup ilmuilmu dasar (metafisika, matematika, dan fisika), bahwa antara lain Tuhan/Allah adalah
8

penggerak yang tunggal dan tak menggerakkan diri-Nya, sehingga tak dapat dipecahpecah, berbeda dari alam semesta dan waktu yang terbatas. Di samping itu terdapat
filsafat praktis (etika/aksiologi, filsafat ekonomi dan politik) yang kemudian
dikembangkan oleh Al-Farabi, Ibnu Sina (tidak oleh Al-Ghazali) sebelum Perang Salib
dan oleh Ibnu Rushd dimasa Pasca Perang Salib sampai jatuhnya Khilafah Islamiyah di
Mesir (menjelang tahun 1500) kepada Imperium Kesultanan Usmani (Ottoman) dari
Turki (Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, 2007).
Watt (1997) menambahkan lebih rinci bahwa ketika Irak, Syiria, dan Mesir diduduki
oleh orang Arab pada abad ketujuh, ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani dikembangkan
di berbagai pusat belajar. Terdapat sebuah sekolah terkenal di Alexandria, Mesir, tetapi
kemudian dipindahkan pertama kali ke Syiria, dan kemudian –pada sekitar tahun 900 M–
ke Baghdad. Kolese Kristen Nestorian di Jundisyapur, pusat belajar yang paling penting,
melahirkan dokter-dokter istana Hārūn al-Rashīd dan penggantinya sepanjang sekitar
seratus tahun. Akibat kontak semacam ini, para khalifah dan para pemimpin kaum
Muslim lainnya menyadari apa yang harus dipelajari dari ilmu pengetahuan Yunani.
Mereka

mengagendakan

agar

menerjemahkan

sejumlah

buku

penting

dapat

diterjemahkan. Beberapa terjemahan sudah mulai dikerjakan pada abad kedelapan.
Penerjemahan secara serius baru dimulai pada masa pemerintahan al-Ma’mūn (813-833
M). Dia mendirikan Bayt al-Ḥikmah, sebuah lembaga khusus penerjemahan. Sejak saat
itu dan seterusnya, terdapat banjir penerjemahan besar-besaran. Penerjemahan terus
berlangsung sepanjang abad kesembilan dan sebagian besar abad kesepuluh.
D. ZAMAN RENAISSANCE
Zaman Renaissance ditandai sebagai era kebangkitan kembali pemikran yang bebas
dari dogma-dogma agama. Renaissance adalah zaman peralihan ketika kebudayaan Abad
Pertengahan mulai berubah menjadi suatu kebudayaan modern. Manusia pada zaman ini
adalah manusia yang merindukan pemikiran yang bebas. Manusia ingin mecapai
kemajuan atas hasil usaha sendiri, tidak didasarkan atas campur tangan Ilahi. Penemuan
ilmu pengetahuan modern sudah mulai dirintis pada zaman Renaissance. Ilmu
pengetahuan yang berkembang maju pada masa ini adalah bidang astronomi. Tokohtokoh yang terkenal seperti Roger Bacon, Copernicus, Johannes Keppler, dan Galileo
Galilei. Berikut pemikiran para fisluf tersebut:

9

1. Roger Bacon, berpendapat bahwa pengalaman (empiris) menjadi landasan utama
bagi awal dan ujian akhir bagi semua ilmu pengetahuan. Matematika merupakan
syarat mutlak untuk mengolah semua pengetahuan.
2. Copernicus, mengatakan bahwa bumi dan planet semuanya mengelilingi matahari,
sehingga matahari menjadi pusat (heliosentrisisme). Pendapat ini berlawanan dengan
pendapat umum yang berasal dari Hipparchus dan Ptolomeus yang menganggap
bahwa bumi sebagai pusat alam semesta (geosentrisme).
3. Johannes Keppler, menemukan tiga buah hukum yang melengkapi penyelidikan
Brahe sebelumnya, yaitu:
a. Bahwa gerak benda angkasa itu ternyata bukan bergerak mengikuti lintasan circle,
namun gerak itu mengikuti lintasan elips. Orbit semua planet berbentuk elips.
b. Dalam waktu yang sama, garis penghubung antara planet dan matahari selalu
melintasi bidang yang luasnya sama.
c. Dalam perhitungan matematika terbukti bahwa bila jarak rata-rata dua planet A dan
B dengan matahari adalah X dan Y, sedangkan waktu untuk melintasi orbit masingmasing adalah P dan Q, maka P2 : Q2 = X3 : Y4.
4. Galileo Galilei, membuat sebuah teropong bintang yang terbesar pada masa itu dan
mengamati beberapa peristiwa angkasa secara langsung. Ia menemukan beberapa
peristiwa penting dalam bidang astronomi. Ia melihat bahwa planet Venus dan
Mercurius menunjukkan perubahan-perubahan seperti halnya bulan, sehingga ia
menyimpulkan bahwa planet-planet tidaklah memancarkan cahaya sendiri, melainkan
hanya memantulkan cahaya dari matahari (Rizal Mustansyir, 1996).
E. ZAMAN MODERN
Zaman modern ditandai dengan berbagai penemuan dalam bidang ilmiah.
Perkembangan ilmu pengetahuan pada zaman modern sebenranya telah dirintis sejak
Zaman Renaissance. Rene Descartes adalah tokoh yang terkenal sebagai bapak filsafat
modern. Rene Descartes juga seorang ahli ilmu pasti. Penemuannya dalam ilmu pasti
adalah sistem koordinat yang terdiri atas dua garis lurus X dan Y dalam bidang datar.
Isaac Newton dengan temuannya teori gravitasi. Charles Darwin dengan teorinya
struggle for life (perjuangan untuk hidup). J.J Thompson dengan temuannya elektron.
Berikut penjelasan sekilas dari filsuf-filsuf tersebut:
1. Rene Descrates, menemukan dalam ilmu pasti adalah sistem koordinat yang terdiri
atas dua garis lurus X dan Y dalam bidang datar. Garis X letaknya horizontal dan
10

disebut axis atau sumbu X, sedangkan garis Y letaknya tegak lurus pada sumbu X.
Oleh karena sistem tersebut didasarkan pada dua garis lurus yang berpotongan tegak
lurus, maka sistem koordinat itu dinamakan orthogonal coordinate system.
Kedudukan tiap titik dalam bidang tersebut diproyeksikan dengan garis-garis lurus
pada sumbu X dan sumbu Y. Dengan demikian kedudukan tiap titik potong kedua
sumbu menyusuri sumbu-sumbu tadi. Pentingnya sistem yang dikemukakan oleh
Descartes ini terletak pada hubungan yang diciptakannya antara ilmu ukur bidang
datar dengan aljabar. Tiap titik dapat dinyatakan dengan dua koordinat Xi dan Yi.
Panjang garis dapat dinyatakan serupa dengan hukum Pythagoras mengenai
Hypothenusa. Penemuan Descartes ini dinamakan Analaytic Geometry (Mustansyir,
1996 dalam Surajiyo, 2008).
Descartes menganggap bahwa pengetahuan memang dihasilkan oleh indera, tetapi
karena dia mengakui bahwa indera itu bisa menyesatkan (seperti dalam mimpi atau
khayalan), maka dia terpaksa mengambil kesimpulan bahwa data keinderaan tidak
dapat diandalkan. Dia kemudian menguji kepercayaannya terhadap Tuhan Yang Maha
Kuasa, tetapi di sini pun dia menemukan, bahwa Dia dapat membayangkan Tuhan
yang mungkin bisa menipu manusia. Dalam kesungguhannya mancari dasar yang
mempunyai kepastian mutlak ini, Descartes meragukan adanya surga dan dunia,
pikiran dan badani. Satu-satunya hal yang tak dapat dia ragukan adalah eksistensi
dirinya sendiri. Dia tidak meragukan lagi bahwa dia sedang ragu-ragu. Bahkan jika
kemudian dia disesatkan dalam berpikir bahwa dia ada, dia berdalih bawa penyesatan
itu merupakan bukti bahwa ada seseorang yang sedang disesatkan. Rene Descartes,
lebih kurang 360 tahun yang lalu mengemukakan dalam Discours, ucapannya yang
terkenal sepanjang masa, yang dalam bahasa aslinya (Perancis) berbunyi je pense,
donc je suis, ini diekspresikan dalam bahas Latin cogito, ergo sum (Saya berpikir,
karena itu saya ada) (Suriasumantri, 2006; Semiawan, Setiawan, & Yufiarti, 2005).
2. Isaac Newton, berperan dalam ilmu pengetahuan modern terutama penemuannya
dalam tiga bidang, yaitu teori Gravitasi, perhitungan Calculus, dan Optika. Ketiga
bidang tersebut dapat diuraikan secara singkat sebagai berikut (Mustansyir, 1996
dalam Surajiyo, 2008):
a. Teori gravitasi adalah perbincangan lanjutan mengenai pergerakan yang telah
dirintis oleh Galileo dan Keppler. Galileo mempelajari pergerakan dengan lintasan
lurus. Keppler mempelajari pergerakan dengan lintasan tertutup atau elips.
Berdasarkan perhitungan yang diajukan oleh Keppler menunjukkan bahwa tentu
11

ada faktor penyebab mengapa planet tidak mengikuti pergerakan dengan lintasan
lurus. Dugaan sementara penyebab ditimbulkan oleh matahari yang menarik bumi
atau antara matahari dengan bumi ada gaya saling tarik-menarik. Persoalan itu
menjadi obsesi Newton, namun ia menghadapi berbagai kesukaran. Perhitungan
besarnya bumi dan matahari belum diketahui, dan Newton belum mengetahui
bahwa pengaruh benda pada benda yang lain dapat dipandang dan dihitung dari
pusat titik berat benda–benda tadi. Setelah kedua hal ini diketahui oleh Newton,
barulah ia dapat menyusun teori Gravitasi. Teori gravitasi menerangkan bahwa
planet tidak bergerak lurus, namun mengikuti lintasan elips, karena adanya
pengaruh gravitasi, yaitu kekuatan yang selalu akan timbul jika ada dua benda
berdekatan. Teori gravitasi ini dapat menerangkan dasar dari semua lintasan planet
dan bulan, pengaruh pasang-surutnya air samudera, dan peristiwa astonomi
lainnya. Teori Gravitasi Newton ini dipergunakan oleh para ahli berikutnya untuk
pembuktian laboratorium dan penemuan planet baru di alam semesta.
Jauh sebelum Newton sadar mengenai hukum gravitasi, ketika satu buah apel
jatuh persis mengenai kepalanya, dia dan semua orang sebelumnya dan
sesamanya, sesungguhnya sudah tahu mengenai hukum itu. Akan tetapi, hukum
itu baru dianggap sebagai sebuah pengetahuan ketika Newton menyadari dan
merumuskannya. Dengan demikian, pengetahuan selalu menuntut adanya
kesadaran bahwa si subjek sendiri tahu. Si subjek haru tahu bahwa dia tahu. Tahu
benar-benar menjadi pengetahuan ketika si subjek tahu dengan pasti tanpa
keraguan (Keraf & Dua, 2001).
b. Perhitungan Calculus, yaitu hubungan antara X dan Y. Jika X bertambah, maka Y
akan bertambah pula, tetapi menurut ketentuan yang tetap atau teratur. Misalnya
ada benda bergerak, panjangnya jarak yang ditempuh tergantung dari kecepatan
tiap detik dan panjangnya waktu pergerakan. Cara perhitungan Calculus ini
banyak manfaatnya untuk menghitung berbagai hubungan antara dua atau lebih
hal yang berubah, bersama dengan ketentuan yang teratur.
c. Optika atau mengenai cahaya; jika cahaya matahari dilewatkan sebuah prisma,
maka cahaya asli yang kelihatannya homogeny menjadi terbias antara merah
sampai ungu, menjadi pelangi. Kemudian jika pelangi itu dilewatkan sebuah
prisma lainnya yang terbalik, maka pelangi terkumpul menjadi cahaya homogeny,
dengan demikian dapat dibuktikan bahwa cahaya itu sesungguhnya terdiri atas
komponen yang terbentang antara merah dan ungu.
12

3. Charles Darwin, dikenal sebagai penganut teori evolusi yang fanatik. Darwin
menyatakan bahwa perkembangan yang terjadi pada makhluk di bumi terjadi karena
seleksi alam. Teorinya yang terkenal adalah struggle for life (perjuangan untuk hidup).
Darwin berpendapat bahwa perjuangan untuk hidup berlaku pada setiap kumpulan
makhluk hidup yang sejenis, karena meskipun sejenis namun tetap menampilkan
kelainan-kelainan kecil. Makhluk hidup yang berkelainan kecil itu berbeda-beda daya
menyesuaikan dirinya terhadap lingkungan. Makhluk hidup yang dapat menyesuaikan
diri akan memiliki peluang yang lebih besar untuk bertahan hidup lebih lama,
sedangkan yang kurang dapat menyesuaikan diri akan tersisihkan karena kalah
bersaing. Oleh karena itu, yang dapat bertahan hidup adalah yang paling unggul
(survival of the fittest) (Mustansyir, 1996 dalam Surajiyo, 2008).
Di dunia Islam sendiri, peranan al-Ghazali cukup besar dalam menumpaskan
dominasi rasionalisme yang didukung oleh ahli falsafah Islam, seperti Ibnu Sina dan alFarabi. Melalui kitabnya, Tahafut al-Falasifah, al-Ghazali telah menyerang falsafah
rasionalisme dan para penganutnya yang dikatakan mampu mencapai pengetahuan yang
yakin tentang lama metafizik (Abdullah, 2005).
F. ZAMAN KONTEMPORER (ABAD KE-20 DAN SETERUSNYA)
Di antara ilmu khusus yang dibicarakan oleh para filsuf, bidang fisika menempati
kedudukan yang paling tinggi. Menurut Trout (dalam Mustansyir dkk, 2001) fisika
dipandang sebagai dasar ilmu pengetahuan yang subjek materinya mengandung unsurunsur fundamental yang membentuk alam semesta. Ia juga menunjukkan bahwa secara
historis hubungan antara fisika dengan filsafat terlihat dalam dua cara. Pertama, diskusi
filosofis mengenai metode fisika, dan dalam interaksi antara pandangan substansial
tentang fisika (misalnya: tentang materi, kuasa, konsep ruang, dan waktu). Kedua, ajaran
filsafat tradisional yang menjawab fenomena tentang materi, kuasa, ruang, dan waktu.
Dengan demikian, sejak semula sudah ada hubungan yang erat antara filsafat dan fisika.
Fisikawan termasyhur abad ke-20 adalah Albert Einstein. Ia menyatakan bahwa alam
itu tidak berhingga besarnya dan tidak terbatas, tetapi juga tidak berubah status
totalitasnya atau bersifat statis dari waktu ke waktu. Einstein percaya akan kekekalan
materi. Ini berarti bahwa alam semesta itu bersifat kekal, atau dengan kata lain tidak
mengakui adanya penciptaan alam. Di samping teori mengenai fisika, teroi alam semesta,
dan lain-lain. Zaman kontemporer ini ditandai dengan penemuan berbagai teknologi
canggih. Teknologi komunikasi dan informasi termasuk salah satu yang mengalami
13

kemajuan sangat pesat. Mulai dari penemuan komputer, berbagai satelit komunikasi,
internet, dan sebagainya. Bidang ilmu lain juga mengalami kemajuan pesat, sehingga
terjadi spesialisasi ilmu yang semakin tajam. Ilmuwan kontemporer mengetahui hal yang
sedikit, tetapi secara mendalam. Ilmu kedokteran semakin menajam dalam spesialis dan
subspesialis atau super-spesialis, demikian pula bidang ilmu lain. Di samping bidang ilmu
satu dengan lainnya, sehingga dihasilkannya bidang ilmu baru seperti bioteknologi yang
dewasa ini dikenal dengan teknologi kloning (Mustansyir dkk, 2001 dalam Suarjiyo,
2008).
G. SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI DI
INDONESIA
Di Indonesia, ilmu pengetahuan dan teknologi mulai berkembang sejak masa kolonial
Belanda. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada masa kolonial Belanda ini
ditandai dengan berdirinya perusahaan swasta asing, misi keagamaan dan pendidikan
Barat. Semuanya itu merupakan bagian dari eksploitasi ekonomi. Teknologi modern Barat
memperkenalkan teknologinya yang pertama dengan melalui pabrik gula. Modernisasi
teknologi tersebut kemudian menyebar ke sektor lainya, seperti pada galangan kapal,
pertambangan batu bara, timah, gas dan minyak bumi. Sejak pertengahan abad ke-19
perkembangan ilmu pengetahuan Barat telah tersebar di Indonesia dengan melalui
pembukaan sekolah-sekolah Barat bagi penduduk bumiputra.
Ilmu pengetahuan dan teknologi yang dipelopori bangsa Barat pada masa kolonial
Belanda ternyata belum mampu mendorong terjadinya revolusi ilmu pengetahuan dan
teknologi di Indonesia. Pada masa Pendudukan Jepang sempat diperkenalkan beberapa
teknologi baru, khususnya dalam bidang pertanian. Akan tetapi, ternyata hal tersebut tidak
banyak berpengaruh terhadap masyarakat pada masa itu. Penerapan teknologi modern di
dalam masyarakat hanya terpusat pada bidang tertentu dan sebagian besar dikuasai oleh
pengusaha asing.
Pada masa itu, Indonesia masih tertinggal jauh dibandingkan dengan negara-negara
Barat dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal tersebut di antaranya
disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut:
1. Terbatasnya jumlah penduduk Indonesia yang mendapat pendidikan.
2. Terbatasnya jumlah orang Indonesia yang terlibat langsung dalam pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi.

14

3. Tidak adanya keinginan baik dari penguasa kolonial Belanda maupun penguasa
swasta asing dalam melakukan alih teknologi bagi penduduk pribumi.
4. Tidak terjadinya industrialisasi.
5. Tidak terjadinya inovasi teknologi yang berarti dalam masyarakat Indonesia sendiri.

BAB III
KESIMPULAN
Perkembangan ilmu pengetahuan seperti sekarang ini tidaklah berlangsung secara
mendadak, melainkan terjadi secara bertahap, evolutif. Karena untuk memahami sejarah
perkembangan ilmu mau tidak mau harus melakukan pembagian atau klasifikasi secara
periodik, karena setiap periode menampilkan ciri khas tertentu dalam perkembangan imu
pengetahuan. Perkembangan pemikiran secara teoritis senantiasa mengacu kepada peradaban
Yunani. Periodisasi perkembangan ilmu di sini dimulai dari peradaban Yunani dan diakhiri
pada zaman kontemporer.

15

Agama Nasrani telah muncul sejak abad pertama, namun Islam baru menyusul sekitar
empat abad kemudian. Sumbangan pengetahuan Islam diantaranya hasil terjemahan dari
masa Yunani Kuno yang disebarkan ke kawasan Eropa, sumbangan ilmu pengetahuan di
bidang kedokteran, farmasi, astronomi, geografi, aritmatika, dan matematika.
Di Indonesia, ilmu pengetahuan dan teknologi mulai berkembang sejak masa kolonial
Belanda. Sejak pertengahan abad ke-19 perkembangan ilmu pengetahuan Barat telah tersebar
di Indonesia. Pada masa Pendudukan Jepang sempat diperkenalkan beberapa teknologi baru,
khususnya dalam bidang pertanian. Namun, hal tersebut tidak banyak berpengaruh terhadap
masyarakat pada masa itu.

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, A. R. (2005). Wacana falsafah ilmu: Analisis konsep-konsep asas dan falsafah
pendidikan Negara. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Keraf, A. S. & Dua, M. (2001). Ilmu pengetahuan: Sebuah tinjauan filosofis. Yogyakarta:
Kanisius.
Sarwoko. (2008). Pengantar filsafat ilmu keperawatan. Jakarta: Salmeba Medika.
Semiawan, C., Setiawan, T. I., & Yufarti. (2005). Panorama filsafat ilmu: Landasan
perkembangan ilmu sepanjang zaman. Jakarta: Teraju.
Surajiyo. (2008). Filsafat ilmu & perkembangannya di Indonesia: Suatu pengantar. Jakarta:
Bumi Aksara.
Suriasumantri, J. S. (2006). Ilmu dalam perspektif: Sebuah kumpulan karangan tentang
hakekat ilmu. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI. (2007). Ilmu dan aplikasi pendidikan. Bandung:
Imperial Bhakti Utama.

16

Thoyibi, M. (1994). Filsafat ilmu dan perkembangannya. Surakarta: Muhammadiyah
University Press.
Watt, W. M. (1997). Islam dan peradaban dunia: pengaruh Islam atas Eropa abad
pertengahan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Wattimena, R. A. (2008). Filsafat dan Sains: Sebuah pengantar. Jakarta: Grasindo.

17