Evaluasi Pengelolaan Sumber Daya Alam

Evaluasi Akhir Semester PSDA Kelas A
Dwi Wahyu Intani (1511100063)
Alih fungsi lahan ini merupakan permasalahn yang terus saja terjadi akhir-akhir ini
dimana seringkali menyebabkan ketimpangan agraria, hal ini menunjukkan bahwa hukum di
Indonesia belum bekerja secara optimal bahkan belum menyentuh persoalan esensi. Hal ini
terjadi karena adanya gejala kapitalisme di lapangan perekonomian yang secara perlahanlahan menyebabkan ketidakmerataan pembagian sumber kemakmuran bersama. Dimana
tatanan kapitalis ini membentuk suatu sistem eksploitasi secara tidak langsung. Adanya
eksploitasi lahan hutan menjadi kelapa sawit ini tentu dapat menyebabkan berbagai masalah
misal kerusakan hutan dan degradasi perubahan iklim yang berdampak pada kehidupan
manusia terutama dalam hal kebutuhan pangan dan kandungan karbon hutan. Masyarakat
yang mata pencahariannya menggantungkan pada sumber daya hutan, sejak adanya alih
fungsi hutan akan kesulitan mencari bahan pangan. Selain itu terjadi penurunan kesuburan
tanah dan terlepasnya karbon tersimpan ke atsmosfer yang akan menambah jumlah
kandungan gas rumah kaca di udara seperti metana dan CO2. Persoalan ini jika dilakukan
kajian hukum lingkungan internasional, dilihat dari posisi Negara sebagai subjek hukum
utama merupakan konsep tanggung jawab Negara (State Responsibility). Ekspektasi untuk
memenuhi berbagai keinginan tersebut, maka peran negara selaku penentu kebijakan harus
responsive/populistik dalam merumuskan kebijakan politik hukum agraria nasional. Di
Indonesia sendiri sebenarnya sudah terdapat aturan tentang perekonomian Indonesia, dimana
pada pasal 33 ayat (1) menyebutkan bahwa perekonomian Indonesia disusun sebagai usaha
bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan. Sedangkan ayat (4) telah menyebutkan bahwa

perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip
kebersamaan, efisiensi, berkeadilan yang artinya bahwa kebijakan pembangunan ekonomi
ditekankan kepada pembangunan yang berdasarkan sistem ekonomi kerakyatan. Sistem ini
merupakan suatu model yang ditawarkan pemerintah yang menempatkan rakyat dalam posisi
sentral. Arah pembangunan hendaknya ditujukan pada peningkatan kemampuan ekonomi
masyarakat secara menyeluruh (Maladi, 2013).
Adapun contoh kasus alih fungsi hutan menjadi perkebunan Kelapa sawit di Indonesia
yang disadur dari Yayasan Ekosistem Lestari (2008) yaitu di Tripa, Nanggroe Aceh
Darussalam (NAD) yang beresiko mendatangkan bencana, berkontribusi terhadap pemanasan
global dan membuat populasi unik orangutan sumatera menjadi punah. Hutan rawa gambut
memilki luas sekitar 61,803 ha berada di pantai barat propinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Aceh memiliki kekayaan sumber daya alam yang besar termasuk minyak, gas alam, kayu,
dan beberapa bahan mineral. Minyak dan gas alam menyumbang 15 - 20% dari total produksi
Indonesia dan sebesar 43% dari Produk Domestik Kotor Regional Aceh (RGDP), produk
pertanian (minyak sawit, perikanan, peternakan, dll) memenuhi sepertiga dari RGDP ini.
Walaupun memiliki kekayaan alam yang
besar, namun Aceh merupakan salah satu
provinsi termiskin di Indonesia. Hampir
50 persen masyarakatnya hidup di bawah
garis kemiskinan. Secara keseluruhan,

hampir seribu orang berada di Tripa saat
ini, namun tidak satupun berada di daerah
a
b
yang masih berhutan.
Keterangan : (a) Pendudukan lokal di kawasan Tripa,
(b) Penduduk lokal dan ikan dari rawa gambut.

Evaluasi Akhir Semester PSDA Kelas A
Dwi Wahyu Intani (1511100063)
Sepanjang 1990's lima perusahaan kelapa sawit berskala besar mulai beraktivitas di
rawa Tripa, yaitu PT. Gelora Sawita Makmur, PT. Kallista Alam, PT. Patriot Guna Sakti
Abadi II, PT. Cemerlang Abadi dan PT. Agra Para Citra. Pada tahun 2007, PT. Astra Agro
Lestari mengambil alih konsesi PT. Agra Para Citra. Perusahaan-perusahaan ini mempunyai
konsesi seluas 5.000 ha sampai 14.000 ha, dan secara bersama-sama kelima perusahaan
tersebut memakan hampir semua lahan gambut yang ada. Antara tahun 1994-1999 sekitar
40% hutan rawa Tripa sudah di tebang dan di bersihkan. Pada bulan Agustus 2007, Gubernur
Aceh mengeluarkan peraturan moratorium logging (jeda tebang) untuk seluruh hutan di
Aceh, tetapi beberapa perkebunan kelapa sawit, terutama P.T. Astra Agro Lestari dan P.T.
Kallisata Alam, tetap saja melakukan pembukaan hutan primer di areal konsesinya untuk

persiapan lahan tanam. Keadaaan ini sangat mengkhawatirkan, karena areal konsesi kedua
perusahaan ini merupakanan kawasan gambut dalam dan areal hutan primernya merupakan
penyedia utama jasa-jasa lingkungan tidak ternilai (nilai keanekaragaman hayati, stok karbon
untuk kesetimbangan iklim dan benteng daratan dari resiko ancaman dari laut).

a
b
keterangan : (a) Konsesi perkebunan kelapa sawit dalam kawasan Tripa data bulan Mei 2008
(garis hijau adalah batas KEL), (b) Tutupan Lahan kawasan Tripa data Nopember 2007

Hutan rawa gambut Tripa secara alami berfungsi sebagai simpanan karbon, dimana
jumlah karbon yang disimpan jauh lebih besar dari jumlah yang dilepaskan. Namun, akibat
aktivitas perkebunan kelapa sawit yang mengkonversi hutan telah membalikkan fungsinya
menjadi pelepas karbon yang sangat besar sebagai akibat dari degradasi (drainase gambut,
kebakaran dan oksidasi). Perkiraan sampai 30 tahun ke depan (2008-2038), Tripa akan
melepaskan sekitar 33 juta ton karbon ke atmosfer. Walaupun dalam beberapa tahun semua
perkebunan kelapa sawit akan beroperasi, rawa gambut masih akan melepaskan karbon ke
atmosfer sekitar 1 juta ton karbon setiap tahun oleh kelanjutan proses drainase dan oksidasi
gambut. Kerusakan hutan rawa gambut Tripa akan menyebabkan semua jasa ekologis ini
hilang, dan meningkatkan resiko bencana kepada masyarakat, seperti tsunami, banjir,

kekurangan air tawar dan sumber makanan. Tripa merupakan salah satu dari enam populasi
orangutan sumatra (Pongo abelii) yang tersisa. Orangutan sumatera terdaftar di IUCN dengan
status sangat terancam punah (Critically Endangered). Diperkirakan sekitar 280 orangutan
sumatera, atau lebih dari 4% dari jumlahnya di dunia, masih berada di hutan yang tersisa di
Tripa. Kepadatan orangutan di daerah ini sangat tinggi di dunia

Evaluasi Akhir Semester PSDA Kelas A
Dwi Wahyu Intani (1511100063)

a

b
c
d
Keterangan : (a) Pendugaan emisi karbon dari kawasan Tripa, (b) Kebakaran di hutan rawa Tripa, Juli
2006, (c, d) Banjir di Tripa, Nopember 2007

Persoalan kelapa sawit ini memang menjadi suatu problematika tersendiri di kalangan
masyarakat yang pro-pengembangan kelapa sawit dan pro-konservasi lingkungan hidup.
Meskipun pengadaan kelapa sawit ini bukan satu-satunya sumber terjadinya kerusakan hutan,

emisi karbon dan bencana alam, tetapi secara tidak langsung sudah menyumbangkan potensi
untuk hal tersebut. Berdasarkan kasus-kasus yang terjadi karena adanya alih lahan menjadi
perkebunan kelapa sawit ini, menurut saya strategi yang bisa dilakukan untuk mengatasi
sengketa lahan tersebut adalah sebagai berikut :
 Pembaharuan sistem penguasaan tanah : Hak kepemilikan lahan yang bersertifikasi,
dijalankan secara tegas dan jelas, tingginya jaminan kepemilikan tanah serta regulasi
pembuatannya yang tertib. Tingginya jaminan penguasaan tanah dapat menghasilkan
perbaikan pengelolaan hutan. Kajian-kajian di Brazil menyajikan bahwa ketidakpastian
penguasaan atas tanah merupakan sebuah faktor penyebab kunci terjadinya deforestasi.
Di Panaman membuktikan hak-hak penguasaan yang efektif telah mengurangi laju
deforestasi. Hak atas kepemilikan tanah di Indonesia memang sudah diatur oleh
pemerintah. Tetapi regulasi yang rumit dan tidak efektif membuat peraturanya menjadi
rancu. Menurut Hermosilla dan Fay (2006) kepemilikan tanah yang jelas membebaskan
pemilik (masyarakat adat) dari biaya-biaya dan usaha untuk menetapkan dan
menegakkan hak-hak penguasaanya. Tanah bersertifikat juga cenderung memiliki nilai
ekonomis yang lebih tinggi. Fakta – fakta yang tersebar luas dari berbagai belahan dunia
menunjukkan bahwa, sesungguhnya pemegang hak kepemilikan atas sumberdaya secara
privat, termasuk di dalamnya hak-hak penguasaan dan kepemilikan berbasis masyarakat,

Evaluasi Akhir Semester PSDA Kelas A

Dwi Wahyu Intani (1511100063)
dapat dan bisa menghasilkan manfaat-manfaat seperti pelestarian keanekaragaman hayati
dan penyerapan karbon (Ostrom, 1990 dalam Hermosilla dan Fay, 2006).
 Menggalakkan program ISPO dan pemantauan terhadap Perusahaaan Kelapa Sawit yang
tidak bersertifikat atau belum menjadi anggota RSPO. Meskipun alih fungsi lahan
menjadi perkebunan kelapa sawit ini menimbulkan beberapa permasalahan, akan tetapi
keberadaanya juga tidak bisa dihindari karena di Indonesia sendiri merupakan produsen
minyak terbesar didunia. Oleh karena itu perlu adanya strategi peningkatan mutu
produksi kelapa sawit yang berbasis lingkungan. RSPO merupakan kesepakatan
internasional stakeholder kelapa sawit dan memiliki 8 riteria pembangunan kelapa sawit
berkelanjutan, bersifat voluntery (sukarela), ISPO merupakan kebijakan pemerintah
Indonesia dan memiliki 7 prinsip dan 41 kriteria kelapa sawit berkelanjutan, bersifat
mandatory (wajib). Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan mutu perusahaan kelapa
sawit Indonesia, dimana terdapat beberapa isu industri pengguna CPO di Eropa Barat
(salah satu pasar utama ekspor CPO Indonesia) bertekad menolak impor CPO yang tidak
bersertifikat sustainable palm oil (CSPO). Salah satu kasus penting adalah penolakan
Unilever, nestle, dan Burger King, terhadap salah satu produk minyak sawit dari 2
perusahaan perkebunan Indonesia yang dianggap penyebab deforestasi (Dradjat, 2013).
Adanya peraturan ini dinilai membawa dampak positif baik bagi masyarakat maupun
penguasaha kelapa sawit.

 Penyempurnaan aturan tentang pengukuhan wilayah hutan : Penataan tata ruang wilayah
hutan dan pembagian wilayah hutan menjadi lahan yang hanya khusus untuk produksi,
konservasi dan primer dan lain sebagainya dan ditetapkan secara tegas.

DAFTAR PUSTAKA
Dradjat, B. 2013. Upaya Mengatasi Black Campaign Kelapa Sawit dan Langkah Strategis ke
Depan. Lembaga Riset Perkebunan Nusantara. Bogor, Jawa Barat.
Hermosilla, A.C., dan Fay, C. 2006. Memperkokoh Pengelolaan Hutan Indonesia melalui
Pembaruan Penguasaan Tanah. World Agroforestry Centre.
Maladi, Y. 2013. Kajian Hukum Kritis Alih Fungsi Lahan Hutan Berorientasi Kapitalis.
Jurnal Dinamika Hukum, Vol.13 No. 1.
Yayasan Ekosistem Lestari. 2008. Bagaimana Perkebunan Kelapa Sawit di Tripa Beresiko
mendatangkan Bencana, Berkontribusi terhadap Pemanasan Global dan Membuat
Populasi Unik Orangutan Sumatera menjadi Punah. PanEco : Sustainable Development
and Intercultural Exchange.