Analogi Manajemen keuangan Model Affirma

BUKU

Oleh: John Agustinus

Saya menyatakan dengan sebenar)benarnya bahwa sepanjang pengetahuan saya, di dalam Naskah Buku ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain, Adapun sumber utama dari buku ini adalah dari Disertasi Saya dan beberapa Buku)buku dan penelitian terdahulu yang menjadi referensi tulisan ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka.

Apabila ternyata di dalam naskah naskah ini dapat dibuktikan terdapat unsur)unsur jiplakan, saya bersedia buku ini digugurkan atau dibatalkan, serta diproses sesuai dengan peraturan perundang)undangan yang berlaku (UU No.

20 tahun 2003, pasal 25 ayat 2 dan pasal 70)

Malang, 20 Oktober 2014 Penulis,

John Agustinus

John Agustinus, Malang, 25 April 1969 anak dari ayah Thomas Antonio Wattimena dan Ibu Ester Sarwiati, menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar tahun 1982, Sekolah Menengah Pertama tahun 1985, Sekolah Menengah Atas Negeri 6 Malang tahun 1988, ketiga pendidikan tamat di kota Malang.

Alamat rumah sekarang Jl. Tasangkapura No. 17C Jayapura Papua, Telp 0967)524356 dan HP 081333012000. Melanjutkan studi program Strata Satu (S)1) di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) d.a. ABM, Malangkucecwara Malang tahun 1994 dan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi, konsentrasi Keuangan dan Perbankan. Studi program Strata Satu (S)1) di Sekolah Tinggi Pendidikan Agama Kristen (STIPAK) ”Duta Harapan” Malang tahun 2004 dan memperoleh gelar Sarjana Teologia, konsentrasi Pendidikan Agama Kristen. Studi Program Strata Dua (S)2) di Program Pasca Pasca Sarjana Universitas Brawijaya Malang, program studi manajemen konsentrasi keuangan dan memperoleh gelar Magister Manajemen.

Pengalaman kerja Ketua Jurusan Program Studi Keuangan dan perbankan di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Port Numbay Jayapura – Papua tahun 1996 sampai dengan 2000, Ketua Jurusan Manajemen tahun 2000 sampai dengan 2002, ketua Program Studi Keuangan dan Perbankan tahun 2002 sampai dengan 2003 dan sebagai dosen tetap Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Port Numbay Jayapura tahun 1996 sampai dengan sekarang.

Malang, 20 Oktober 2014 Penulis,

John Agustinus

Pada awalnya Otsus dianggap sebagai berkah besar untuk masyarakat Papua. Masyarakat memiliki ekpektasi yang sangat besar bahwa Otsus akan meningkatkan derajat kehidupan mereka. Apalagi dalam UU Otsus banyak sekali penekanan tentang hak)hak mendasar orang Papua yang harus dipenuhi. Hal ini ditambah lagi dengan keberadaaan dana Otsus yang jumlahnya cukup besar. Tetapi dalam kenyataannya, para informan nyaris satu suara dalam hal ini, kenyataan yang diterima oleh masyarakat tidak sebesar ekpektasi mereka.

Temuan peneltian terkait dengan kinerja keuangan, ditemukan konsep kinerja keuangan merupakan seperangkat regulasi yang membentuk pengelolaan dana otonomi khusus di provinsi Papua. Seperangkat Regulasi Pengelolaan Keuangan Otonomi Khusus membentuk model manajemen keuangan pada era Otsus yaitu empat fungsi manajemen yaitu perencanaan keuangan strategis, pelaksanaan program pendidikan sesuai dengan anggaran pendidikan yang diamanatkan UU Otsus, pelaporan penggunaan dana yang telah direalisasikan dan pengawasan pengelolaan dana otonomi khusus sektor pendidikan. Membangun implementasi sistem Kepatuhan dan Pengawasan harus menjadi budaya dalam pengelolaan keuangan. Maka implementasi kepatuhan dan pengawasan oleh organisasi pengawas terhadap fungsi) fungsi manajemen keuangan akan tercapai Value for Money (Efektifiktas, Efisiensi dan Ekonomis) pada anggaran pendidikan. Untuk lebih memperkuat budaya otonomi khusus di provinsi Papua diperlukan membangun pengetahuan dan pemahaman kinerja keuangan sesuai dengan amanat UU Otsus kepada pegawai pemerintah provinsi Papua yang mengelola dan Otsus dan membangun budaya Otsus bagi Pemerintah Provinsi Papua.

Berdasarkan rancangan model tersebut, terbentuk tiga proposisi: Pertama, UU Otsus, Peraturan pemerintah daerah dan kepatuhan menentukan kinerja keuangan atau pengelolaan dana otonomi khusus. Kedua, Kepatuhan, pengawasan, pertanggungjawaban dana otonomi khusus menentukan akuntabilitas terhadap pengelolaan dana otonomi khusus. Ketiga, Pengetahuan berkaitan dengan pendidikan dan pengalaman yang menjadi dasar pengelolaan dana yang efektif dan efisien dan memberikan manfaat kepada masyarakat provinsi Papua.

Rekomendasi, Pelaksanaan akuntabilitas diperlukan komitmen yang kuat dari gubernur dan seluruh staf instansi yang bersangkutan, menjamin penggunaan sumber) sumber daya secara konsisten dengan peraturan perundangundangan yang berlaku, Menunjukkan tingkat pencapaian sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan. Berorientasi pada pencapaian visi dan misi, serta hasil dan manfaat yang diperoleh, Jujur, objektif, transparan, dan akurat, Menyajikan keberhasilan/kegagalan dalam pencapaian sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan.

Autonomy Initially regarded as a great blessing for the people of Papua. The community has a huge expectation that Autonomy will increase the degree of their lives. Moreover, the Special Autonomy Law inordinate emphasis on the fundamental rights of the Papuans to be met. This is compounded by the existence of special autonomy funds are large enough. But in reality, the informants almost one voice in this matter, the fact that people are not accepted by the expectation of them.

Other research findings related to financial performance, discovered the concept of financial performance is a set of regulations that make up the special autonomy fund management in the province. A set of Financial Management Regulation Special Autonomy establish the model of financial management in the era of the four functions of management Autonomy is strategic financial planning, implementation of educational programs in accordance with the education budget mandated the Special Autonomy Law, reporting use of funds has been realized and supervision of special autonomy fund management sector. Building a Compliance and Monitoring system implementation should be a culture of financial management. Then the implementation and monitoring of compliance watchdog organization the functions of financial management will be achieved Value for Money (Efektifiktas, Efficiency and Economy) on the education budget. To further strengthen the culture of special autonomy in Papua province needed to build knowledge and understanding of financial performance in accordance with the mandate of the Special Autonomy Law for Papua provincial government employees who manage and build a culture of Autonomy and Autonomy for Papua Provincial Government.

Based on the design of the model, formed three propositions: First, the Special Autonomy Law, local government regulations and compliance determining financial performance or management of special autonomy funds. Secondly, compliance, supervision, accountability of special autonomy funds determine accountability for the management of special autonomy funds. Third, knowledge related to education and experience on which to base effective management and efficient fund and provide benefits to the people of the province.

Recommendations, Implementation of accountability required a strong commitment from the governor and the entire staff of the agency concerned, ensure proper use of resources is consistent with legislation in force, indicating the level of achievement of goals and objectives that have been set. Oriented to achieving the vision and mission, as well as the results and benefits obtained, honest, objective, transparent, and accurate, Presenting success / failure in achieving the goals and objectives that have been set.

Shalom, Dengan mengucap puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas segala Rahmat dan Kasih Karunia)Nya, penulis dapat menyelesaikan buku dengan judul : “Analogi Manajemen keuangan Model

Dalam Perspektif Otonomi Khusus”. Penulisan penelitian ini dirancang dengan kajian teori, jurnal, penelitian ilmiah dan majalah)majalah populer yang mendukung penelitian. Sebagai karya ilmiah, penelitian ini bermanfaat bagi para peneliti selanjutnya yang sedang mempelajari keuangan.

Sebuah karya ilmiah sebenarnya sulit dikatakan sebagai usaha satu orang, tanpa bantuan orang lain. Demikian juga penelitian ini tidak akan mungkin terselesaikan tanpa adanya dorongan yang terus menerus, bantuan dan kritik membangun dari banyak pihak. Penulis menyampaikan terima kasih yang sedalam) dalamnya promotor dan ko promotor yang membimbing sampai dengan akhir penulisan.

Penulis menyadari bahwa dalam analisis maupun dalam penyajian, penelitian ini masih jauh dari sempurna. Tiada gading yang tidak retak, kata pepatah. Namun upaya mencari gading yang tidak retak setidaknya telah penulis usahakan. Segala komentar, kritik maupun tanggapan mengenai penelitian ini akan diterima dengan senang hati. Tuhan Memberkati.

Malang, 20 Oktober 2014

3.3. Informan dan Kehadiran Penelitian .................GGG......G

118

3.4. Prosedur Pengumpulan Data .................GGGG.....GG.. ..

122

3.5. Keabsyahan Data .....GG........GGGGG......GG.. 124

3.6. Metode Analisis Data ..........................................................

4.1. Gambaran (Deskripsi) Seting Penelitian ....................... 129

4.2. Ferifikasi Data Lapangan .............................................. 132

4.2.1. Kinerja Keuangan ............................................... 134

4.2.1.1. Anggaran Pendidikan ............................................... 135

4.2.1.2. Kepatuhan Perundangan Anggaran Pendidikan........ 137

4.2.1.3. Keberpihakan pemerintah Provinsi dan DPRP .......... 141

4.2.1.4. Indikasi penyimpangan dan inefesiensi penggunaan anggaran ...............................................

143

4.2.1.5. Program)program prioritas pemerintah provinsi Di Bidang Pendidikan ...............................................

147

4.2.1.6. Analisis Kinerja Keuangan

.................................. 149

4.2.2. Manfaat Otonomi Khusus.............................................. 155

4.2.2.1. Peningkatan Mutu Pendidikan ................................... 154

4.2.2.2. Tanggungjawab Pemprov Papua thd Pendidikan. 155

4.2.2.3. Sarana dan prasarana GGGGGGGGGGG 155

4.2.2.4. Kualifikasi pendidik

4.3. Cross Check Data Antar Kasus GGGGGGGG. 200

5.1. Hasil Penelitian GGGGGGGGGGGGGGGGGG.. G.. 203

5.1.1. Rancangan Model Kinerja Keuangan Pengelolaan Dana Otonomi Khusus

GGGGGGGGGGGGGGG 203

5.1.2. Rancangan Proposisi ............................................................. 210

5.2. Pembahasan ..................................................................................... 214

5.2.1. Kinerja Keuangan dan Akuntabilitas

Pengelolaan Dana Otsus .........................................................

214

5.2.2. Konsep Kinerja Keuangan dan Akuntabilitas

Pengelolaan Dana Otsus ........................................................

220

5.2.2.1. Pengelolaan Dana Otonomi Khusus di Provinsi Papua.

220

5.2.2.2. Temuan Perbedaan Kinerja Keuangan dan Akuntabilitas Terhadap Pencapaian Kinerja

................................... 223

5.2.2.3. Temuan Perbedaan Budaya Pengetahuan Pengelolaan Kinerja keuangan Dana Otonomi Khusus

.................................. 227

5.2.3. Kajian Kinerja Keuangan dan Akuntabilitas Pengelolaan Dana Otsus Berdasarkan Kajian Fenomenologi Weber .................... 232

5.2.4. Implikasi Penelitian: Manajemen Keuangan ................................ 236

5.3. Proposisi penelitian ............................................................................... 196

5.4. Model Penelitian GGGGGGGG................................................................ 209

5.5. Kontribusi Penelitian ................................................................................. 210

5.5.1. Kontribusi praktis ................................................................................. 210

5.5.2. Kontribusi teoritis ................................................................................. 210

Tabel 4.12. Rincian Jumlah Guru SD dan SMP di Provinsi Papua Per Kabupaten/Kota

............................................................... 158 Tabel 4.13. Keadaan Guru SD dan SMP DI Provinsi Papua Menurut Ijasah Tertinggi

GG.......................................... 159 Tabel 4.14. Tema)tema informan Tentang Manfaat Dana Otsus Pendidikan

161 Tabel 4.15. Hasil Wawancara dan Diskusi Dengan key informan dan Informan Pendukung Tentang Akuntabilitas ............................ 162 Tabel 4.16. Pernyataan Informan tentang Akuntabilitas Pengelolaan Dana Otsus Oleh Pemeritah Provinsi ............................................. 163 Tabel 4.17. Rincian Anggaran Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun yang bersumber dari dana Otsus G........................... 176

Tabel 4.18. Perhitungan Keubutuhan Biaya Pendidikan Dasar Di Provinsi Papua .............................................................................. 180 Tabel 4.19. Penetapan Dana Otonomi Khusus dan Realisasi 2% DAU Dan Penyaluran Danan .................................................................. 191 Tabel 4.20. Komposisi Budget dan Realisasi GGGGGGG..G.........

192 Tabel 4.21. Komposisi Belanja Modal terhadap Belanja Lainnya Pada Sektor Pendidikan................................................. 193 Tabel 4.22. Perbandingan Capaian Dana Otonomi Khusus dengan IPM

194 Tabel 4.23. Makna Pengawasan

Di Provinsi Papua......................................................................

GGG............................................. 199 Tabel 4.24. Makna Akuntabilitas

GGGGGGGGGGGGGG.GG 200 Tabel 5.1. Tema)tema dan Premis Penelitian

GGGG.................. 207 Tabel 5.2. Pembentukan Proposisi Minor

GGGGG....................................... 211 Tabel 5.3. Proposisi Minor GG................................GGGGG..GGGG 213 Tabel 5.4. Deskripsi Perbedaan Kinerja Keuangan

dan Pencapaian Hasil ................................................................... 224 Tabel 5.5. Perbandingan Komposisi Anggaran Pendidikan dan Realisasi . 227 Tabel 5.6. Matriks Analisis Data Hasil Diskusi

Halaman Gambar 1.1. Penerimaan Provinsi Papua dari Otsus tahun 2002)2009

7 Gambar 1.2. Alokasi Sektoral Provinsi Papua tahun 2008 .............................. 15 Gambar 2.1. Theoretical Frame Work (Alur pikir)

............................................ 104 Gambar 3.1. Model Kinerja Keuangan

GGGG...GGG......................... 120 Gambar 3.2. Model Analisis Data

.................................................................... 126 Gambar 4.1. Peneliti aktif terlibat pembahasan otsus

................................... 130 Gambar 4.2. Mekanisme Pengendalian Pengeluaran Dana Otsus ..................... 183 Gambar 5.1. Model Peneltian

................................................................ 209 Gambar 5.2. Model Akuntabilitas

GGGGGGGGGGGGGGGGG 218 Gambar 5.3. Kinerja Keuangan dan Akuntabilitas Otsus Pendidikan GGGG.

222 Gambar 5.4. Ilustrasi Inefesiensi dan Inefektifitas Pengelolaan Dana Otsus G. 223 Gambar 5.5. Unsur Manajemen Pengetahuan Mempengaruhi

Bekerjanya Sistem Monitoring dan Evaluasi GGGGGGG.. 215 Gambar 5.4. Implikasi Penelitian Manajemen Keuangan GGGGGGG..

226 Gambar 5.5. Model Manajemen Pengawasan

GGGGGGGGGG.. 231 Gambar 5.6. Implikasi Penelitian Manajemen Keuangan

GGGG 236 Gambar 5.7. Manajemen Pengawasan

GGGGGGGGGGGGGGG.. 238 Gambar 5.8. Model Kinerja keuangan dan Akuntabilitas

GGGGGGG 239

Lampiran

I. Daftar Wawancara kepada Key Informan ...................... 266 Lampiran

GGGGG 272 Lampiran

II. Hasil Wawancara dengan Key Informan

GGGGGGGG 288 Lampiran

III.

Hasil Focus Group Discussion

IV. Undang)undang Otsus No 21 Tahun 2001 GGGGG... 290 Lampiran

GGGGGGGGG 291 Lampiran

V. Perdasus No 1 Provinsi Papua

GGGGGGGGGGG.. 292 Lampiran

VI. Perda No 5 Tahun 2006

GGGGGGGGGGG.. 300 Lampiran

VII.

Laporan BPK RI 2007

VIII. Laporan BPK RI 2011 GGGGGGGGGGGG 315 Lampiran

IX. Surat keterangan peneltian

APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBD

: Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah BAPPEDA

: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah BMN/D

: Barang Milik Negara/Daerah BPK

: Badan Pemeriksa Keuangan BPK RI

: Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia BPS

: Badan Pusat Statistik DAU

: Dana Alokasi Umum DPRP

: Dewan Perwakilan Rakyat Papua DP2KA

: Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset HPS

: harga perkiraan sendiri Keppres

: Keputusan Presiden LHP

: Laporan Hasil Pemeriksaa LK

: Laporan Keuangan LRA

: Laporan Realisasi Anggaran MRP

: Majelis Rakyat Papua Otsus

: Otonomi Khusus PAD

: Pendapatan Asli Daerah Perdasi

: Peraturan Daerah Provinsi Perdasus

: Peraturan Daerah Khusus PKD

: Pengelola Keuangan Daerah PLTMH

: Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro PMK

: Peraturan Menteri Keuangan PNS

: Pegawai Negeri Sipil PP

: Peraturan Pemerintah PPTK

: Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan PPN

: Pajak Pertambahan Nilai PSAP

: Pedoman Standar Akuntansi Pemerintah PT

: Perseroan Terbatas RAB

: Rencana Anggaran Biaya RD

: Rencana Definitif RESPEK

: Rencana Strategi Pembangunan Kampung RKS

: Rincian Kerja dan Syarat)syarat SAP

: Standar Akuntansi Pemerintah SDM

: Sumber Daya Manusia

SK : Surat Keputusan SKPD

: Satuan Kerja Perangkat Daerah

SP2D

: Surat Perintah Pencairan Dana

SPPD

: Surat Perintah Perjalanan Dinas

SPI : Sistem Pengendalian Intern SPKN

: Standar Pemeriksaan Keuangan Negara SSP

: Surat Setoran Pajak TA

: Tahun Anggaran TAP MPR

: Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat TAYL

: Tahun Anggaran Yang Lalu

UU : Undang)Undang

$$! '%#%

Otonomi khusus Provinsi Papua pada dasarnya adalah pemberian kewenangan yang lebih luas bagi Provinsi dan rakyat Papua untuk mengatur dan mengurus diri sendiri di dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kewenangan yang lebih luas berarti pula tanggung jawab yang lebih besar bagi Provinsi dan rakyat Papua untuk menyelenggarakan pemerintahan dan mengatur pemanfaatan kekayaan alam di Provinsi Papua untuk sebesar)besarnya bagi kemakmuran rakyat Papua sebagai bagian dari rakyat Indonesia sesuai dengan peraturan perundang)undangan. Kewenangan ini berarti pula kewenangan untuk memberdayakan potensi sosial budaya dan perekonomian masyarakat Papua, termasuk memberikan peran yang memadai bagi orang)orang asli Papua melalui para wakil adat, agama dan kaum perempuan.

Secara garis besar terdapat 4 (empat) hal mendasar di dalam Undang)Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua yakni:

1. Pengaturan kewenangan antara Pemerintah dengan Pemerintah Provinsi Papua serta penerapan kewenangan tersebut di Provinsi Papua yang dilakukan dengan kekhususan.

2. Pengakuan dan penghormatan hak)hak dasar orang asli Papua serta pemberdayaannya secara strategis dan mendasar.

3. Mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik dengan bercirikan:

a. Partisipasi rakyat sebesar)besarnya dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pelaksanaan pembangunan melalui keikutsertaan para wakil adat, agama dan kaum perempuan.

b. Pelaksanaan pembangunan yang diarahkan sebesar)besarnya untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduk asli Papua pada khususnya dan penduduk Provinsi Papua pada umumnya.

c. Penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan yang transparan dan bertanggung jawab kepada masyarakat.

4. Pembagian wewenang, tugas dan tanggung jawab yang tegas dan jelas antara badan legislatif, eksekutif dan yudikatif serta Majelis Rakyat Papua sebagai representasi kultural penduduk asli Papua yang diberikan kewenangan tertentu.

Prinsip pemberian otonomi khusus bagi Provinsi Papua dimaksudkan untuk mewujudkan keadilan, penegakan supremasi hukum, penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia, percepatan pembangunan ekonomi, peningkatan kesejahteraan dan kemajuan masyarakat Papua, dalam rangka kesetaraan dan keseimbangan dengan kemajuan provinsi lain.

Implementasi Otonomi khusus ini masih terhambat oleh belum selesainya peraturan)peraturan pelaksanaan UU No. 21/ 2001. Untuk mengimplementasikan otonomi khusus, diperlukan serangkaian peraturan daerah provinsi (Perdasi) dan peraturan daerah khusus (Perdasus) yang nantinya akan menjadi peraturan pelaksanaan dari UU No. 21/ 2001 ini. Akan tetapi, sejauh ini, baru satu Perdasus yang sudah ditetapkan, sedangkan berapa Perdasi/Perdasus kunci belum selesai, seperti yang mengatur kewenangan khusus bagi provinsi dan kabupaten/kota dalam rangka pelaksanaan otonomi khusus dan yang mengatur tentang pembangunan sektor prioritas. Secara umum, hal ini terjadi karena lambannya proses legislasi dan kurangnya koordinasi antara Pemerintah provinsi, DPRP, dan MRP. Dalam praktiknya, Implementasi Otonomi khusus ini masih terhambat oleh belum selesainya peraturan)peraturan pelaksanaan UU No. 21/ 2001. Untuk mengimplementasikan otonomi khusus, diperlukan serangkaian peraturan daerah provinsi (Perdasi) dan peraturan daerah khusus (Perdasus) yang nantinya akan menjadi peraturan pelaksanaan dari UU No. 21/ 2001 ini. Akan tetapi, sejauh ini, baru satu Perdasus yang sudah ditetapkan, sedangkan berapa Perdasi/Perdasus kunci belum selesai, seperti yang mengatur kewenangan khusus bagi provinsi dan kabupaten/kota dalam rangka pelaksanaan otonomi khusus dan yang mengatur tentang pembangunan sektor prioritas. Secara umum, hal ini terjadi karena lambannya proses legislasi dan kurangnya koordinasi antara Pemerintah provinsi, DPRP, dan MRP. Dalam praktiknya,

Penghambat pelaksanaan Otonomi khusus adalah kurang efektifnya koordinasi antara pemerintah pusat, Pemerintah provinsi, dan Pemerintah kabupaten/kota. Dalam beberapa hal, UU No. 21/2001 ini tidak sejalan dengan UU No. 32/ 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 33/ 2004 tentang Perimbangan Keuangan. Untuk menyelaraskan UU tersebut, diperlukan suatu mekanisme koordinasi yang jelas antara pusat, Pemerintah provinsi, dan Pemkab/ kota. Hanya saja, sampai saat ini, belum ada suatu solusi efektif untuk membangun mekanisme koordinasi ini, sehingga sering terjadi tumpang tindih wewenang dan pelaksanaan pembangunan di antara ketiga level pemerintahan ini. Sebagai contoh, Inpres No. 5/ 2007, tentang percepatan pembangunan di Provinsi Papua dan Papua Barat, tidak dapat dilaksanakan secara efektif karena lemahnya koordinasi antara ketiga strata pemerintahan.

Dalam membahas metode penilaian Akuntabilitas keuangan, harus didasarkan pada data keuangan yang dipublikasikan, yang dibuat sesuai dengan prinsip akuntansi keuangan yang berlaku. Laporan ini merupakan data yang paling akurat yang tersedia, walaupun seringkali tidak mewakili hasil dan kondisi ekonomi. Laporan keuangan disebut sebagai "kartu skor" periodik yang memuat hasil investasi operasi dan pembiayaan perusahaan, maka fokus akan diarahkan pada hubungan pencapaian program dan indikator keuangan yang di analisis berdasarkan penilaian Akuntabilitas masa lalu dan juga proyeksi hasil masa depan dimana akan menekankan pada manfaat serta keterbatasan yang terkandung didalamnya.

Penilaian Akuntabilitas adalah penentuan secara periodik efektifitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang ditetapkan sebelumnya. Karena organisasi pada dasarnya dijalankan oleh manusia maka penilaian Akuntabilitas sesungguhnya merupakan penilaian atas prilaku manusia dalam melaksanakan peran yang mereka mainkan dalam organisasi. Sedangkan pengertian Akuntabilitas keuangan adalah penentuan ukuran)ukuran tertentu yang dapat mengukur keberhasilan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba Mulyadi (1997:419).

Akuntabilitas bermakna pertanggungjawaban dengan menciptakan pengawasan melalui distribusi kekuasaan pada berbagai pemerintah sehingga penumpukkan kekuasaan sekaligus menciptakan kondisi saling mengawasi (sistem “check and balances”). Moeller (2009); Anderson and Narus (1990); Child and Faulkner (1998); Das and Teng (1998); Zaheer and Venkatraman (1995) menunjukkan bahwa secara empiris terdapat hubungan langsung antara kepercayaan dan partsipasi dengan kinerja keuangan, para pengambil keputusan baik manager, direktur dan pemilik perusahaan yang mampu dipercaya oleh jaringan kerjanya mampu meningkatkan kinerja keuangan khususnya dalam meraih tingkat pengembalian (return). Demikian juga manager, direktur dan pemilik perusahaan yang mampu bekerja sama dengan jaringan (net working) menunjukkan mampu menjaga kinerja keuangan ke arah yang positif.

Moeller (2009); Anderson and Narus (1990); Child and Faulkner (1998); Das and Teng (1998); Zaheer and Venkatraman (1995) mengatakan bahwa berusaha mengetahui pengaruh antara kepercayan dan Partisipasi terhadap kinerja keuangan. Moeller (2009) tidak mencari pengaruh nilai utama kepercayaan dengan kinerja keuangan tetapi nilai utama dalam kepercayaan adalah variabel akuntabilitas (pertanggungjawaban) maka penelitian ini mengisi celah penelitian Moeller (2009) dengan menambahkan variabel akuntabilitas. Hal ini didasarkan pada penelitian pekman (1998); Penrose (1959); dan Barney (1991) menyatakan bahwa akuntabilitas publik memilki pengaruh jangka panjang terhadap kinerja keuangan. Hal ini didasarkan pada pendapat Wernerfelt (1984); Teece (1998); D’Aveni (1995); dan Das and Teng

(2000) yang semuanya menyatakan bahwa kepercayaan tidak dapat dipisahkan dengan akuntabilitas yang dibangun untuk untuk tujuan pencapaian kinerja keuangan yang positif.

Peran kepemimpinan dan akuntabilitas adalah pengakuan atau asumsi tanggung jawab terhadap tindakantindakan, produk)produk, keputusan dan kebijakan termasuk administrasi, pengaturan dan implementasinya di dalam lingkup peran atau kedudukan pekerjaan, dan menekankan kewajiban untuk melaporkan, menjelaskan serta menjawab terhadap konsekuensi yang ditimbulkan.

Sebagai program prioritas, pendidikan seharusnya mendapatkan alokasi anggaran yang memadai dalam APBD, sehingga berbagai permasalahan pendidikan di Papua dapat segera dipecahkan. Akan tetapi, walaupun bidang pendidikan telah ditetapkan sebagai program prioritas, namun dalam pembagian APBD ternyata pendidikan tidak menjadi prioritas. Ketentuan alokasi anggaran pendidikan sebesar 20 % dari APBD (UUD 1945, UU 20/2003, dan PP 48/2008) atau 30 % dari dana otsus (UU Otsus dan Perda No. 5/2006) sampai sekarang masih dilanggar oleh eksekutif dan legislatif di Papua. Sebagai gambaran, alokasi anggaran pendidikan di Papua selama lima tahun terakhir (2006)2010) hanya bermain pada angka 3 persen hingga 5 persen dari total APBD, dan juga belum sampai 30 % dari dana otsus (Tabel 1.1). Salah satu indikasi bahwa pemerintah provinsi dan anggota DPRD kurang memiliki komitmen dan kepedulian untuk menangani masalah pendidikan di Papua.

4,77 23,41 Sumber: APBD Papua 2006)2009; RAPBD Papua 2010; dan Nota Keuangan RAPBD Papua 2010 (diolah)

Jika menggunakan ketentuan Perda 5/2006, sebagian besar guru SD di Papua tidak memenuhi syarat secara akademik. Sebab, dari total guru SD di Papua sebanyak 12.925 orang, terdapat 7.535 orang (58,29 %) hanya tamatan SLTP sampai D1, itupun 285 orang di antaranya berasal dari tamatan non keguruan (tabel 13). Sementara, sesuai ketentuan Perda 5/2006, bahwa tingkat pendidikan guru SD paling rendah tamatan D2. Dengan demikian, hanya 21,71 % guru SD di Papua yang layak mengajar dilihat dari kualifikasi akademiknya. Adapun pada tingkat SMP, masih ada 18,74 % guru hanya tamatan D2. Artinya, sebagian besar (81,26 %) guru SMP di Papua telah memenuhi kualifikasi akademik yang disyaratkan Perda 5/2006. Baik guru SD maupun guru SMP di Papua harus ditingkatkan kualifikasi akademiknya agar menjadi guru yang memenuhi syarat sesuai tuntutan Perda 5/2006. Bahkan agar dapat menerima tunjangan profesi sebesar satu kali gaji pokok sesuai tuntutan UU No. 14/2005 dan PP 74/2008, tingkat pendidikan atau kualifikasi akademik guru SD dan SMP minimal harus sarjana.

Menurut data Papua Dalam Angka 2007, Provinsi Papua terdiri dari 20 kabupaten/kota, 283 kecamatan, 83 kelurahan, dan 3.315 desa/kampung. Sementara

SD berjumlah 1.904 buah, terdiri dari SD Negeri sebanyak 1.145 buah (60,14 %) dan SD Swasta sebanyak 760 buah (39,86 %). Data)data ini menginformasikan bahwa ada sejumlah desa di Papua sampai saat ini belum memiliki SD. Hal ini dapat dilihat dari perbandingan jumlah desa dan jumlah SD. Jika pada setiap desa seharusnya tersedia minimal satu buah SD, maka Papua saat ini masih terdapat 1.494 desa belum memiliki SD. Lima daerah yang paling banyak membutuhkan SD secara berturut)turut adalah Kabupaten Tolokara, Yahukimo, Jayawijaya, Paniai, dan Puncak Jaya. Sebaliknya, ada lima kabupaten/kota yang telah dianggap memiliki SD yang cukup, yakni Kota Jayapura, Kab. Keerom, Boven Digoel, Yapen Waropen, dan Merauke. Anak)anak usia SD di lima daerah ini diperkirakan lebih mudah mengikuti pendidikan dasar karena SD telah tersedia di setiap desa/kelurahan.

1.2. Fokus Penelitian Otonomi daerah secara khusus otonomi khusus bagi Provinsi Papua

merupakan komitmen pemerintah untuk mengejar ketertinggalan pembangunan di tanah Papua, meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta harkat dan martabat orang Papua. Kebijakan transfer dana dari Pemerintah Pusat ke Provinsi Papua, baik dari dana perimbangan maupun dana otonomi khusus menduduki porsi yang cukup besar bila dibanding dengan rata)rata provinsi di Indonesia. Sehingga tugas utama pemerintah sebagai organisasi sektor publik terbesar adalah untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat karena Kesejahteraan merupakan sebuah konsep yang sangat multikompleks. Maka pemerintah selaku pengelola dana otonomi khusus diminta mengelola keuangan dengan prinsip akuntabel dan transparan.

Pendidikan mendapat prioritas utama dan mendapat dana yang besar untuk membangun pendidikan di Provinsi Papua, permasalahan selama sepuluh tahun berjalannya otsus di Provinsi Papua adalah pendidikan masih rendah, sehingga jaminan atas hak dan kewajiban setiap warga negara untuk mendapat dan mengikuti pendidikan masih belum memadai, seperti:

1) Rendahnya pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan, baik antar wilayah, antar tingkat pendapatan penduduk, maupun antar gender;

2) Rendahnya kualitas dan relevansi pendidikan, antara lain karena kurikulum yang tidak terkait dengan kebutuhan lapangan kerja, rendahnya kuantitas dan kualitas tenaga pengajar, serta terbatasnya sarana dan prasarana pendidikan; dan

3) Lemahnya manajemen penyelenggaraan pendidikan, baik di lembaga formal maupun masyarakat.

Kinerja keuangan pada dasarnya adalah sistem penyusunan dan pengelolaan anggaran daerah yang berorientasi pada pencapaian hasil atau kinerja. Kinerja tersebut harus mencerminkan efisiensi dan efektifitas pelayanan publik, yang berarti harus berorientasi pada kepentingan publik. Prinsip)prinsip yang mendasari pengelolaan dana otonomi khusus adalah transparansi, akuntabilitas dan Value for Money. Transparansi adalah keterbukaan dalam proses perencanaan, penyusunan, pelaksanaan anggaran daerah secara khusus dana otonomi khusus. Akuntabilitas adalah prinsip pertanggungjawaban publik yang berarti bahwa proses penganggaran mulai dari perencanaan, penyusunan dan pelaksanaan harus benar)benar dapat dilaporkan dan dipertangungjawabkan kepada DPRD dan masyarakat. Masyarakat tidak hanya memiliki hak untuk mengetahui anggaran tersebut tetapi berhak untuk menuntut pertanggungjawaban atas rencana ataupun pelaksanaan angaran tersebut. Value for Money berarti diterapkannya tiga prinsip dalam proses penganggaaran yaitu ekonomi, efisiensi dan efektifitas. Ekonomi berkaitan dengan pemilihan dan penggunaan sumber daya dan kualitas tertentu pada harga yang paling murah. Efisiensi berarti penggunaan dana masyarakat (public money) tersebut dapat menghasilkan output yang maksimal (berdaya guna). Efektifitas berarti bahwa Kinerja keuangan pada dasarnya adalah sistem penyusunan dan pengelolaan anggaran daerah yang berorientasi pada pencapaian hasil atau kinerja. Kinerja tersebut harus mencerminkan efisiensi dan efektifitas pelayanan publik, yang berarti harus berorientasi pada kepentingan publik. Prinsip)prinsip yang mendasari pengelolaan dana otonomi khusus adalah transparansi, akuntabilitas dan Value for Money. Transparansi adalah keterbukaan dalam proses perencanaan, penyusunan, pelaksanaan anggaran daerah secara khusus dana otonomi khusus. Akuntabilitas adalah prinsip pertanggungjawaban publik yang berarti bahwa proses penganggaran mulai dari perencanaan, penyusunan dan pelaksanaan harus benar)benar dapat dilaporkan dan dipertangungjawabkan kepada DPRD dan masyarakat. Masyarakat tidak hanya memiliki hak untuk mengetahui anggaran tersebut tetapi berhak untuk menuntut pertanggungjawaban atas rencana ataupun pelaksanaan angaran tersebut. Value for Money berarti diterapkannya tiga prinsip dalam proses penganggaaran yaitu ekonomi, efisiensi dan efektifitas. Ekonomi berkaitan dengan pemilihan dan penggunaan sumber daya dan kualitas tertentu pada harga yang paling murah. Efisiensi berarti penggunaan dana masyarakat (public money) tersebut dapat menghasilkan output yang maksimal (berdaya guna). Efektifitas berarti bahwa

Fokus Penelitian yang akan diangkat dalam penulisan ini adalah kinerja keuangan dan Akuntabilitas dengan menganalisis Perencanaan, Pelaksanaan, Pelaporan dan Pengawasan pengelolaan dana untuk pendidikan selama pelaksanaan otonomi khusus di provinsi Papua, serta membandingkan dengan pencapaian program)program yang efektif dan efisien.

Dengan mengkaji Perda No. 5 Tahun 2006 mengatakan Pembangunan Pendidikan bersumber dari 30% dari dana otonomi khusus dan Pasal 62 ayat 2 UU No. 21/2001 mengamanatkan bahwa “Orang asli Papua berhak memperoleh kesempatan dan diutamakan untuk mendapatkan pendidikan dalam semua bidang jenjang pendidikan di Provinsi Papua berdasarkan pendidikan dan keahliannya.”

Maka diharapkan anggaran pemerintah yang relatif besar harus dapat mengejawantahkan amanat UU ini, sehingga orang)orang asli Papua bisa memperoleh manfaat langsung dari dana otsus dan kualitas pendidikan bagi masyarakat dapat ditingkatkan.

1.3. Masalah Penelitian Fenomena nasional yang terjadi dalam perkembangan sektor publik di

Indonesia dewasa ini adalah menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga)lembaga publik, baik di pusat maupun daerah. Akuntabilitas dapat diartikan sebagai bentuk kewajiban mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya, melalui suatu media pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik (Stanbury, 2003: 7).

Ada beberapa faktor yang menghambat pendidikan, pemerintah terbatas untuk melakukan perencanaan secara matang, membuat anggaran, mengawasi dan menilai; kekurangan pengajaran dan sarana mengajar yang berkualitas, lingkungan belajar yang kurang mendukung, dan ketidakseimbangan penyebaran guru)guru yang dibarengi dengan kesulitan para guru untuk hadir secara tetap. Tapi tantangan terbesar yang perlu dihadapi adalah hambatan sosio)ekonomi dan geografis.

Indikator masalah selanjutnya adalah, sampai saat ini transparansi ini masih dinilai kurang oleh Pemerintah kabupaten/kota dan stakeholder lain karena belum ditetapkannya peraturan gubernur tentang formula alokasi dana Otonomi khusus untuk kabupaten dan kota. Sampai saat ini, dapat dikatakan bahwa perhitungan dan data yang digunakan masih relatif menjadi rahasia pemerintah Provinsi Papua. Diperkirakan kurangnya keterbukaan seperti inilah yang menimbulkan sejumlah pernyataan “Ketidakpercayaan“ dari pimpinan daerah kabupaten/kota bahwa Provinsi Papua masih belum transparan dan akuntabel dalam pembagian dana.

Banyak tuntutan dari masyarakat terhadap pengelolaan dana otonomi khusus di provinsi Papua seperti yang diungkapkan Silo (2007: hal 4) Adapun issu)issu pembangunan tersebut meliputi semua bidang dan sektor pendidikan pada dasarnya masih tertinggal dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia, Kondisi masyarakat Papua dalam bidang pendidikan, masih memprihatinkan, maka peneliti memiliki komitmen yang kuat untuk menggunakan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini untuk mengungkap fenomena yang sedang terjadi, dimana pendekatan kuantitatif merupakan pendekatan statistik terhadap data)data keuangan pemerintah daerah yang sudah baku.

Pendekatan kualitatif adalah keinginan peneliti berpartisipasi dalam obyek penelitian yang dibangun, keinginan ini merupakan motivasi penelitian kualitatif untuk dapat langsung ikut merasakan dan mewarnai apa yang sedang terjadi (Chreswell 1992: 4). Menurut Berg (2004) dalam Sukoharsono (2009: 2), Dengan menggunakan metode fenomenologi merupakan proses untuk mendeskripsikan secara kritis dan Pendekatan kualitatif adalah keinginan peneliti berpartisipasi dalam obyek penelitian yang dibangun, keinginan ini merupakan motivasi penelitian kualitatif untuk dapat langsung ikut merasakan dan mewarnai apa yang sedang terjadi (Chreswell 1992: 4). Menurut Berg (2004) dalam Sukoharsono (2009: 2), Dengan menggunakan metode fenomenologi merupakan proses untuk mendeskripsikan secara kritis dan

Terdapat dana otonomi khusus yang sangat besar tetapi pengelolaan pada sektor pendidikan belum mampu meningkatkan kualitas pendidikan di Provinsi Papua bahkan cenderung masih rendah. Maka permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah penelitian pilihan rasional apa yang dipilh oleh para pelaku pengelola keuangan Otsus? Selanjutnya masalah khusus yang dikaji terkait dengan pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana kinerja keuangan dan akuntabilitas pengelolaan dana otonomi khusus di sektor pendidikan Provinsi Papua mampu meningkatkan kualitas pendidikan ?

2. Bagaimana masyarakat memperoleh manfaat dari dana otonomi khusus sektor pendidikan ?

3. Bagaimana perencanaan, pelaksanaan, pelaporan dan pengawasan pengelolaan dana otonomi khusus sektor pendidikan ?

1.4. Tujuan Penelitian Tujuan utama penelitian ini adalah menggali secara mendalam pengetahuan

tentang sejauh mana proses dan manfaat yang dirasakan oleh pemerintah maupun masyarakat. Secara lebuh rinci ingin diketahui sebagai berikut:

1. Menganalisis secara mendalam kinerja keuangan dan akuntabilitas proses pengelolaan dana otonomi khusus di sektor pendidikan Provinsi Papua mampu meningkatkan kualitas pendidikan.

2. Menganalisis secara mendalam sejauhmana masyarakat memperoleh manfaat dari dana otonomi khusus sektor pendidikan.

3. Menganalisis secara mendalam perencanaan, pelaksanaan, pelaporan dan pengawasan pengelolaan dana otonomi khusus sektor pendidikan.

1.5. Kegunaan penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan beberapa manfaat sebagai berikut: Manfaat secara teori penelitian ini memberikan manfaat bahwa pengelolaan keuangan

berlaku efisien, efektif, transparan dan bertanggungjawab dengan memperhatikan azas kepatutan, dengan Undang) undang otsus merupakan dasar pengelolaan keuangan. Selanjutnya memberikan sumbangsih kepada teori manajemen keuangan dan secara spesifik manajemen keuangan daerah adalah dengan terwujudnya Efektifitas dan Efisiensi pada pengelolaan keuangan perlu dilaksanakan dengan transparansi dan akuntabilitas, sehingga dalam pembangunan di provinsi Papua dibutuhkan acuan dalam mengembangkan model pengelolaan dana otonomi khusus yang akuntabel. Manajemen keuangan merupakan pengelolaan dana)dana otonomi khusus yang diberikan pemerintah kepada masyarakat dapat dipercaya, akuntabel dan memiliki standar laporan yang sesuai dengan prinsip)prinsip keuangan. Mardiasmo (2009).

Teori selanjutnya adalah teori manajemen keuangan daerah lebih memberikan makna transparansi, kepatuhan terhadap UU Otsus dan akuntabilitas akan memberikan hak kepada masyarakat memiliki akses yang sama untuk mengetahui proses anggaran karena menyangkut aspirasi dan kepentingan masyarakat terutama pemenuhan kebutuhan)kebutuhan hidup dan manfaat yang didapat oleh masyarakat.

Terselenggaranya pemerintahan yang berasaskan good governance maka akan membuat setiap aktivitas pada pemerintah daerah dapat dipertanggungjawabkan terutama pertangungjawaban secara finansial. Hal ini akan meningkatkan akuntabilitas pemerintah daerah. Dengan meningkatnya akuntabilitas maka akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem pemerintahan yang ada dan dapat dilakukan suatu kontrol jika terjadi penyimpangan. Sehingga pada era Otonomi khusus di provinsi

Papua, diharapkan hasil penelitian mampu memberikan sebuah teori akuntabilitas keuangan daerah yang memiliki ciri)ciri khusus yaitu berdasarkan budaya masyarakat Papua.

Selanjutnya manfaat praktis bagi pengelola keuangan otonomi khusus adalah mengaplikasikan akuntabilitas pada pengelola dana otonomi khusus sesuai kepatuhan undang)undang, diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat untuk ikut mengawasi dan memperoleh manfaat dari pengelolaan dana otonomi khusus. Dengan ditemukannya manfaat secara teori dan praktis maka manfaat lebih lanjut dalam penelitian ini adalah menemukan :

1. Model kinerja keuangan dan akuntabilitas pengelolaan dana otonomi khusus di sektor pendidikan Provinsi Papua yang mampu meningkatkan kualitas pendidikan.

2. Pemahaman bahwa dengan Dana Otsus masyarakat memperoleh manfaat dan khususnya sektor pendidikan.

3. Model Manajemen perencanaan, pelaksanaan, pelaporan dan pengawasan pengelolaan dana otonomi khusus.

BAB II LANDASAN TEORI

Bab dua dari penelitian ini, menguraikan sejumlah konsep teoritis dan empiris sebagai acuan atau landasan dalam memahami fenomena yang menjadi fokus studi ini dengan pendekatan multi paradigma, terutama dalam memahami konsep akuntabilitas keuangan.

Secara sistematis, bab ini memuat beberapa teori yang secara garis besar dapat diklasifikasi ke dalam tiga bagian yang saling terkait, pertama grand theory penelitian yaitu manajemen keuangan, kedua teori akuntabilitas, ketiga Fungsi)fungsi Manajemen Keuangan yaitu perencanaan, pelaksanaan, pelaporan dan pengawasan, keempat kajian)kajian hasil penelitian terdahulu yang disesuaikan dengan permasalahan penelitian, kelima kajian otonomi daerah dan otonomi khusus, keenam teori fenonenologi dan ketujuh paradigma ataupun alur pikir.

2.1. Kinerja Keuangan Pembangunan daerah tidak lepas dari pengelolaan pihak terkait. Masing)masing daerah memiliki cara kerja yang berbeda dalam melakukan pengelolaan sehingga prestasi atau kinerjanya berbeda. Penilaian kinerja berasal dari penentuan secara periodik tentang aktivitas operasional suatu organisasi, bagian pemerintahan dan organisasi yang bersangkutan berdasarkan sasaran, standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Melalui kinerja keuangan, masyarakat dapat menilai kinerja pemerintahan lebih baik. Penilaian kinerja perusahaan dapat dilakukan dengan analisis keuangan. Analisis keuangan sangat tergantung pada informasi yang diberikan oleh laporan keuangan. Salah satu kegunaan laporan keuangan adalah menyediakan informasi kinerja keuangan.

Informasi akuntansi sangat bermanfaat untuk menilai pertanggungjawaban kinerja manajer. Karena penilaian kinerja pada dasarnya merupakan penilaian perilaku manusia dalam melaksanakan peran yang dimainkannya dalam mencapai tujuan organisasi atau perusahaan. Kemungkinan yang lain adalah digunakannya informasi akuntansi bersamaan dengan informasi non akuntansi untuk menilai kinerja manajer atau pimpinan perusahaan. Menurut The Scribner)Bantam English Dictionary yang dikutip oleh Sedarmayanti (2004:175)176) definisi kinerja adalah sebagai berikut: “Performance atau kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing)masing dalam upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum, dan sesuai moral maupun etika”.

Menurut Hayadi dan Kristiani (2007:103) definisi kinerja adalah sebagai berikut : “Kinerja merupakan gambaran tingkat suatu pelaksanaan kegiatan atau program dalam usaha mencapai tujuan, misi, dan visiorganisasi”.

Menurut Jumingan (2006:239) menjelaskan pengertian tentang kinerja sebagai berikut: “Kinerja merupakan gambaran prestasi yang dicapai perusahaan dalam kegiatan operasionalnya baik menyangkut aspek kuangan, aspek pemasaran, aspek penghimpunan dana dan penyaluran dana, aspek teknologi, maupun aspek sumber daya manusianya”.

Menurut Irham Fahmi (2006:63) memberikan definisi pengertian kinerja: “Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam perumusanskema strategis (strategic planning) suatu organisasi”.

Dari definisi diatas bahwa istilah kinerja sering dipakai untuk menyebut prestasi atau tingkat keberhasilan individu atau kelompok individu. Pengukuran kinerja merupakan suatu aktivitas penilaian pencapaian target)target tertentu yang mempuyai tujuan strategis organisasi. Hasil pengukuran terhadap capaian kinerja sebagai dasar bagi pengelola organisasi untuk perbaikan kinerja periode berikutnya.

Dalam mengukur kinerja keuangan perlu dikaitkan antara organisasi perusahaan dengan pusat pertanggungjawaban. Dalam melihat organisasi perusahaan dapat diketahui besarnya tanggung jawab manajer yang diwujudkan dalam bentuk prestasi kerja keuangan. Pengertian kinerja keuangan Menurut Mulyadi (2005:418) sebagai berikut : “Kinerja keuangan adalah penentuan ukuran)ukuran tertentu yang dapat mengukur keberhasilan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba”.

Adapun menurut Sucipto (2007:29) definisi kinerja keuangan adalah sebagai berikut: “Kinerja keuangan perusahaan merupakan hasil dari banyak keputusan individual yang dibuat secara terus menerus oleh manajemen”.

pengertian kinerja keuangan menurut Jumingan (2006:239) adalah sebagai berikut:

“Kinerja keuangan adalah gambaran kondisi keuangan perusahaan pada suatu periode tertentu baik menyangkut aspek penghimpunan dana maupun penyaluran dana, yang biasanya diukur dengan indicator kecukupan modal, likuiditas, dan profitabilitas”.

Menurut Sutrisno (2009:53) menjelaskan tentang kinerja keuangan sebagai berikut:

“Kinerja keuangan perusahaan merupakan prestasi yang dicapai perusahaan dalam suatu periode tertentu yang mencerminkan tingkat kesehatan perusahaan tersebut”.

Dari definisi kinerja keuangan yang dipaparkan, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa kinerja merupakan hasil atau prestasi yang dicapai perusahaan mengenai posisi keuangan, informasi dibutuhkan oleh pihak)pihak tertentu untuk membantu mereka dalam proses pengambilan keputusan.

Keuangan daerah mempunyai arti yang sangat penting dalam rangka pelaksanaan pemerintahan dan kegiatan pembangunan oleh pelayanan kemasyarakatan di daerah, oleh karena itu keuangan daerah diupayakan untuk berjalan secara berdaya guna dan berhasil guna.