DOCRPIJM 8e69455516 BAB IV4. bab 4

  Tahun 2013-2017

BAB 4 RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR

4.1 Petunjuk Umum

  Perumahan dan permukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar masyarakat yang memiliki fungsi strategis sebagai pusat pendidikan keluarga, persemaian budaya dan peningkatan kualitas generasi yang akan datang. Terwujudnya kesejahteraan masyarakat dapat ditandai dengan meningkatnya kualitas kehidupan yang layak, antara lain melalui pemenuhan perumahan. Dengan demikian upaya menempatkan bidang perumahan dan permukiman sebagai salah satu prioritas dalam pembangunan di daerah adalah sangat strategis. Pertumbuhan penduduk telah menimbulkan tekanan terhadap ruang dan lingkungan untuk kebutuhan perumahan permukiman. Masih banyaknya masyarakat yang tinggal di permukiman yang kurang layak huni. Pembangunan perumahan dan permukiman merupakan kegiatan yang bersifat multi sektor, hasilnya langsung menyentuh kebutuhan masyarakat. Demikian pula Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah mengisyaratkan bahwa pembangunan perumahan dan permukiman akan menjadi salah satu urusan wajib yang harus dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah. Demikian halnya dengan pembangunan perumahan dan permukiman di Kota Pematangsiantar, sesungguhnya tidak terlepas dari dinamika kehidupan masyarakat yang semakin komplek sehingga perlu pengaturan dan penanganan yang lebih terintegrasi sebagai satu kesatuan dengan sektor lainnya.

  Tahun 2013-2017

  Pengembangan Permukiman di Kota Pematangsiantar pada hakekatnya adalah untuk mewujudkan kondisi yang layak huni, aman, nyaman berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dengan memperhatikan aspek sosial budaya dan kondisi masyarakat setempat. Adapun jenis kegiatan Pengembangan Kawasan Permukiman dan Perbatasan atau Bangkim adalah:

A. Pembinaan Teknis Pengembangan Permukiman; (SPPIP dan RPKPP)

  SPPIP merupakan terjemahan arahan pengembangan kota untuk pembangunan permukiman dan infrastruktur perkotaan selama jangka waktu 20 tahun sebagaimana arahan dalam RTRW dan RPJPD. Adapun untuk lima tahun pertama didasarkan pada arahan dalam RPJMD dan KSPD. Adapun lima tahun pertama dalam SPPIP akan menjadi acuan bagi penyusunan RPKPP dan RPIJM. Selain itu, secara khusus dalam kaitannya dengan RPIJM yang dikeluarkan oleh Direktorat Jendral Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum, SPPIP dan RPKPP ini juga akan menjadi penjebatan dengan RPIJM Bidang Cipta Karya. SPPIP akan menjadi acuan kebijakan dan program investasi bidang cipta karya yang tertuang dalam RPIJM, sedangkan RPKPP akan menjadi alat operasionalisasi RPIJM sebagaimana yang dapat lihat pada gambar 4.1. Dalam hal ini, program lima tahunan yang dihasilkan dalam SPPIP akan menjadi acuan dan dasar dalam penyusunan program, indikasi kegiatan, serta alokasi pendanaannya di dalam RPIJM. Adapun program, indikasi kegiatan, serta alokasi pendanaan di dalam RPIJM tersebut akan dirinci dalam program dan kegiatan yang terukur dari sisi volume, biaya dan lokasinya di tiap kawasan prioritas.

  Tahun 2013-2017 Gambar 4.1

  Ilustrasi Keterkaitan SPPIP, RPKPP dan RPIJM

STRATEGI PEMBANGUN PERMUKIMAN DAN

  Sebagai arah dan kebijakan

INFRASTRUKTUR PERKOTAAN (SPPIP)

  program investasi Bidang Cipta Karya

STRATEGI PROGRAM SKALA KOTA RENCANA PROGRAM

  INVESTASI RPKPP merupakan

  PROGRAM acuan RPIJM pada KEGIATAN PENANGANAN

  Kawasan Prioritas dan Renacana Detail SKALA

  Desain Tahun I KAWASAN

  

RENCANA PEMBANGUNAN

PERMUKIMAN PRIORITAS (RPKPP

Sumber : Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan umum

1. Penyediaan Infrastruktur Perkotaan (PKP-Kota); Peningkatan Kualitas Permukiman  Infrastruktur Permukiman Perkotaan Kumuh/Nelayan.

   Infrastruktur Permukiman Perkotaan/Urban Renewal (peremajaan kembali Rusunawa). Kriteria penanganan kawasan kumuh adalah:  Kota metropolitan dan besar serta kota-koata yang berfungsi strategis (Ibu Kota Provinsi/Kabupaten/Kota atau kota-kota yang berfungsi khusus.  Kondisi lingkungan permukiman masuk kategori kumuh berat atau sangat kumuh (kawasan yang masih kurang sarana dan prasarana namun telah telah ada

  Tahun 2013-2017  Kepadatan penduduk antara 250-750 jiwa per Ha.

   Lebih dari 60 % rumah tidak layak huni.  Luas kawasan antara 20 s/d 40 Ha. Sedangkan penanganan untuk pembangunan dan penyediaan PSD Rusunawa adalah sebagai berikut:

   Untuk Rusunawa yang diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah/buruh.  Sebagai salah satu solusi penanganan kawasan kumuh perkotaan (peremajaan kawasan permukiman perkotaan/urban renewal) dan diusulkan apabila sudah menjadi permasalahan bagi pemerintah daerah setempat.

   Hanya dibangun pada lokasi ynag memenuhi syarat administrasi, fisik, ekologi, dan tidak berdampak sosial negatif.  Dibangun diatas tanah pemerintah.  Bukan merupakan bantuan bagi salah satu perusahaan/Pabrik.

  Pengembangan Kawasan Permukiman Baru/MBR a) Infrastrutur Permukiman Skala Kawasan/RSH (70% RSH sudah terbangun).

  Adapun target yang termasuk dalam penyediaan PSD Kawasan RSH adalah: Dukungan PSD dalam pembangunan RSH yang diperuntukkan bagi

  • masyarakat berpenghasilan rendah, PNS, TNI/Polri. Sesuai dengan RTRW dan Renstra Pemerintah Daerah.

  Diprioritaskan pada kawasan-kawasan skala besar dan yang dapat segera mendorong perkembangan wilayah.

  b) Infrastruktur Permukiman Skala Kawasan/Kasiba, Lisiba/BS.

  Untuk pengembangan Infrastruktur Kasiba/Lisiba/Lisiba BS adalah:

  • Pengembang/REI/Perumnas menyiapkan lahan, kemudian Kab/Kota menerbitkan SK Kasiba/Lisiba/Lisiba BS. Adanya MOU untuk alokasi dana DDUB APBD
  • REI.
    • – APBN – Pengembang/

  • Kasiba untuk kawasan siap bangun direncanakan peruntukannya > 1000

  Tahun 2013-2017

2. Penyediaan Infrastruktur Perdesaan (PKP-Desa);

  Sasaran dan penanganan untuk penyedian infrastruktur permukiman perdesaan adalah: a) Pengembangan PS Kawasan Agropolitan dan Minapolitan

  Merupakan kawasan komoditi unggulan penghasil produksi pertanian (buah, sayur, tanaman hias) dan komoditi unggulan penghasil ikan, udang dll tangkapan maupun tambak. Kawasan sudah memiliki SK KDH penetapan kawasan.

  b) Pengembangan PS Kawasan Rawan Bencana Kawasan merupakan lokasi daerah bencana yang mengalami kerusakan prasarana dan sarana dasar permukiman. Kawasan sudah ditetapkan oleh Kepala Pemerintah Daerah dan sudah memilik SK KDH Kawasan Rawan Bencana.

  c) Pengembangan PS Kawasan Perbatasan dan Pulau – Pulau Terpencil Adapun target pengembangan PS Kawasan Perbatasan dan pulau-pulau terpencil adalah:

  • Kawasan berbatasa dengan Negara lain (kepulauan dan daratan) sesuai dengan Jakstra Pengembangan Kawasan Perbatasan.
  • Kawasan merupakan rawan isu hankamnas, ekonomi, politik, sosial dan budaya.

3. Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (PPIP)

  Adapun target yang ditangani Program PPIP adalah pembangunan jalan poros, jembatan desa, saluran drainase, talud, gorong-gorong, plat beton, air minum (sumur bor, hidran umum) irigasi desa dan MCK komunal. Kawasan sudah memililki SK KDH Penetapan Desa oleh Menteri PU berdasarkan usulan dari Kepala Daerah.

  Tahun 2013-2017

  

4. PNPM PISEW (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Pembangunan

Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah)

  Adapun target yang ditangani Program PNPM PISEW adalah pembangunan jalan poros, jembatan desa, saluran drainase, talud, gorong-gorong, plat beton, air minum (sumur bor, hidran umum) irigasi desa dan MCK komunal, composting, pasar desa, rehab gedung sekolah dan fasilitas kesehatan. Kawasan sudah memiliki SK KDH Penetapan KSK (Kawasan Strategi Kabupaten) berdasarkan usulan dari Kepala Daerah.

4.2 Sektor Pengembangan Permukiman dan Perbatasan

4.2.1. Kondisi Umum

  A. Gambaran Umum

  Penduduk Kota Pematangsiantar tersebar pada 8 kecamatan, dimana Kecamatan Siantar Utara merupakan kawasan yang menampung jumlah penduduk terbesar, yaitu 51.431 jiwa, sementara Kecamatan Siantar Marimbun merupakan kawasan yang menampung jumlah penduduk terkecil, yaitu 13.294 jiwa. Adapun kepadatan penduduk tertinggi terjadi di Kecamatan Siantar Barat dan Siantar Utara, yaitu masing-masing 15.142 jiwa/km2 dan 14.091 jiwa/km2, dimana hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi penduduk tertinggi di Kota Pematangsiantar berlangsung pada kedua kecamatan tersebut.

  Angka kemiskinan Kota Pematangsiantar diketahui mencapai angka 7,31% dari jumlah penduduk. Dengan angka 7.31% berarti kondisi kemiskinan masyarakat di Kota Pematangsiantar sebetulnya tidak terlalu mencemaskan, namun harus tetap menjadi perhatian pemerintah kota.

  Kota Pematangsiantar mengalami pertambahan pertumbuhan yang lambat hal ini disebabkan adanya arus migrasi keluar (out-migration) yang cukup kuat

  Tahun 2013-2017

  kepadatan tinggi/sedang yaitu Siantar Selatan, Siantar Barat, Siantar Utara dan Siantar Timur. Hal ini mencerminkan bahwa ke-4 kecamatan tersebut mengalami konsentrasi kegiatan ekonomi perkotaan dan sekaligus mengalami permasalahan permukiman tertinggi.

B. Prasaran dan Sarana Permukiman

  Pengembangan permukiman di wilayah Kota Pematangsiantar hakekatnya adalah untuk mewujudkan kondisi perkotaan yang layak huni (liveable), aman, nyaman, damai dan sejahtera serta berkelanjutan. Di Kota Pematangsiantar bangunan-bangunan yang ada terdiri dari bangunan perumahan, perdagangan, pertokoan, jasa perkantoran, pendidikan dan peribadatan. Bangunan-bangunan tersebut hampir terkonsentrasi, sehingga kepadatan bangunan sangat tinggi. Sebagian besar bangunan rumah yang terdapat di Kota Pematangsiantar terdiri dari bangunan dengan konstruksi batu namun masih banyak terdapat kawasan permukiman yang masih minim akan sarana dan prasarananya. Keberadaan kawasan kumuh di Kota Pematangsiantar tersebar hampir merata disetiap kecamatan terutama di kawasan bantaran sungai yang terdapat di Kecamatan Siantar Utara, hal ini disebabkan tidak seimbangnya pertambahan penduduk dengan pembangunan, tingkat penghasilan yang masih rendah dan luas kawasan permukiman yang semangkin padat.

  Tahun 2013-2017

Gambar 4.2 Kawasan Permukiman Kumuh di Bantaran Sungai Kecamatan Siantar Utara

  Kota Pematangsiantar memiliki 3 (tiga) wilayah yang ditetapkan Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) RI Cq Deputi Bidang Pengembangan Kawasan sebagai Lokasi Lingkungan Perumahan dan Permukiman Kumuh Berbasis Kawasan (PLP2KBK). Ketiganya adalah Kelurahan Martoba Siantar Utara, Banjar di Siantar Barat, dan Tomuan di Siantar Timur, yang dikuatkan Keputusan Walikota Nomor 050-13/090/2011. Ketiga daerah kumuh ini akan segera diperbaiki melalui penanganan kawasan berbasis lingkungan.

Gambar 4.3 Kawasan Kumuh dan Padat di Kota Pematangsiantar

  Sumber : RTRW Kota Pematangsiantar 2012-2032

  1. Kelurahan Martoba Siantar Utara,

  2. Kelurahan Banjar Siantar Barat,

  3. Kelurahan Tomuan di Siantar Timur

  Tahun 2013-2017

C. Prasarana dan Sarana Permukiman

  Permukiman di Kota Pematangsiantar lokasinya tersebar di seluruh kecamatan dan kecamatan yang relatif prosentasenya terbesarnya didominasi perumahan dan permukiman adalah Siantar Barat dan siantar Utara sedangkan daerah dengan prosentase permukiman terendah terletak di wilayah administrasi Kecamatan Siantar Marimbun. Permukiman yang dibangun secara swadaya oleh penduduk berpendapatan rendah cenderung berkembang di sekitar dan pinggiran sungai, tebing dan parit. Umumnya permukiman tersebut kurang baik penataannya dan prasarana permukiman yang dimiliki pun kurang memadai, sebagaimana terdapat di sebagian Kecamatan Siantar Barat, Kecamatan Siantar Utara, yang berlokasi di pinggiran Sungai. Kawasan permukiman di Kecamatan Siantar Barat, umumnya memiliki kepadatan bangunan yang lebih tinggi dibandingkan Kecamatan lainnya. Sebaliknya, permukiman yang dibangun secara swadaya oleh penduduk berpendapatan menengah ke atas dan perusahaan pengembang dapat tertata dengan baik serta dilengkapi dengan prasarana permukiman yang memadai. Kawasan permukiman seperti ini berlokasi di sebagian besar Kecamatan Siantar Barat. Beberapa kompleks perumahan (yang dibangun oleh developer ) tampak mulai dikembangkan ke arah Kecamatan Siantar Barat.

4.2.2 Parameter Teknis Wilayah

  Hal-hal yang menjadi parameter teknis wilayah pada bidang pengembangan/ pembangunan permukiman adalah:

  1. Jumlah penduduk

  2. Tingkat Kepadatan Penduduk

  3. Jumlah penduduk di kawasan kumuh pada kelurahan

  4. Jarak permukiman terhadap akses ekonomi dan sosial

  Tahun 2013-2017

  4.2.3 Aspek Pendanaan

  Pembiayaan untuk Pengembangan Permukiman di Kota Pematangsiantar direncanakan diperoleh dari APBN, APBD Provinsi untuk Tahun Anggaran 2013

  • – 2017, disamping itu Pemerintah Kota Pematangsiantar menyediakan dana pendamping untuk setiap usulan program dan kegiatan bidang PU/Cipta Karyaan.

  4.2.4 Sasaran

  Sasaran yang harus dicapai dalam pembangunan PSD permukiman, adalah

  1. Target Nasional antara lain:  Terkendalinya pertumbuhan di Kota Pematangsiantar dalam suatu sistem wilayah pembangunan yang nyaman, efisien dalam pengelola serta pembangunan berkelanjutan.

   Penurunan luasan kawasan kumuh dipermukiman.  Tercapainya kebutuhan hunian bagi masyarakat yang sehat, efisien, akuntabel.  Menurunkan tingkat kemiskinan di wilayah permukiman  Pengembangan kawasan yang berpotensial berkembangan dan nilai lebih dari kawasan lainnya

  2. Kebijakan dan strategi pembangunan PSD permukiman segi teknis pendanaan dan pelaksanaan.

  4.2.5 Permasalahan Pengembangan Permukiman

  Berdasarkan hasil survey di lapangan, permasalahan yang dijumpai di Kota Pematangsiantar salah satunya adalah jalan lingkungan/setapak yang telah mengalami kerusakan dapat di temui di hampir setiap kecamatan. Kerusakan tersebut banyak dijumpai di kawasan-kawasan yang padat penduduknya sehingga kawasan tampak kumuh. Permukiman yang tidak tertata juga menjadi penyebab terjadinya kekumuhan sehingga perlu adanya penataan pada kawasan permukiman atau dapat disimpulkan sebagai berikut:

  Tahun 2013-2017

  • Luas Permukiman berpusat di pusat Kota Pematangsiantar dengan luas kawasan yang relatif sempit mengakibatkan tingkat kepadatan yang tinggi;
  • Backlog rumah mencapai 6.593 unit (2008);
  • Kawasan permukiman kumuh di pusat kota dengan 758 unit (1.4%) rumah kumuh

  (2008);

  • Terdapat sekitar 21% atau 10.905 uniy rumah yang tergolong rumah tidak sehat;
  • Ketersediaan lahan untuk pembangunan permukiman baru (eks HGU)
  • Sulitnya relokasi penataan kawasan kumuh terutama di kawasan bantaran sungai; - Konflik pemanfaatan lahan permukiman dengan lahan pertanian.
  • Terbatasnya lahan untuk pembangunan infrastruktur. Permukiman tersebar di seluruh wilayah Kota Pematangsiantar, namun terkosentrasi di

  bagian inti kota (Kecamatan Siantar Utara, Siantar Selatan, Siantar Timur, dan Siantar Barat) serta di sekitar jarinagn jalan arteri primer (Jl. Medan, Jl. Parapat, Jl. Asahan, Jl. Melanton Siregar). Luas Kawasan Permukiman mencapai 2.008,16 Ha (25,11%). Terdapat 3 lokasi kawasan permukiman kumuh yang tersebar di Kelurahan Banjar dengan luas 36 Ha total 6.390 jiwa, Kelurahan Martoba dengan luas 32 Ha total 10.089 jiwa, dan Kelurahan Tomuan dengan luas 91 Ha total 9.405 Ha.

A. Analisa Permasalahan, Alternatif Pemecahan Dan Rekomendasi. 1). Analisa Permasalahan dan Alternatif Pemecahan Masalah

  Dengan melihat kondisi permukiman di Kota Pematangsiantar maka kondisi permukiman yang ada masih jauh dari tujuan dan sasaran yang ingin dicapai dalam pengembangan permukiman. Kebutuhan akan prasarana dan sarana permukinan menjadi kebutuhan yang sangat mendesak untuk menciptakan lingkungan permukiman yang layak huni dan memenuhi standar kesehatan. Kebutuhan sarana air minum, perbaikan sanitasi dan perbaikan jalan-jalan permukiman merupakan kebutuhan yang sangat mendesak untuk meningkatkan kegiatan perekonomian dan memperbaiki kualitas lingkungan permukiman di Kota Pematangsiantar.

  Tahun 2013-2017

  Sasaran yang ingin dicapai adalah meningkatkan derajat kesejahteraan dan keselamatan masyarakat, meningkatnya kemudahan bagi masyarakat dalam mendapatkan pelayanan prasarana dan sarana permukiman, meningkatnya investasi swasta secara nyata dalam pembiayaan prasarana dan sarana permukiman.

  Di Kota Pematangsiantar ada beberapa jenis kawasan permukiman yang tersebar di beberapa kecamatan dan butuh penanganan yang dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.1 Sebaran Kawasan Permukiman

JENIS PERMUKIMAN

  1 PERMUKIMAN BARU

  1. Kawasan Permukiman Pengembangan Baru Tanjung Pinggir-Gurilla

  2. Kawasan Permukiman baru Tozai

  2 PERMUKIMAN INDUSTRI

  1. Kawasan Permukiman Pendukung Industri Siantar Martoba

  3 PERMUKIMAN PERTANIAN

  1. Kawasan Pendukung kegiatan Agribisnis Marihat-Marimbun

  4 PERMUKIMAN PUSAT KOTA

  1. Kawasan Permukiman Kumuh Banjar

  2. Kawasan Permukiman Kumuh Martoba

  3. Kawasan Permukiman Kumuh Tomuan

  4. Kawasan Permukiman Kumuh Bantan

  5. Kawasan Permukiman Kumuh Melayu

  6. Kawasan Permukiman Kumuh Kebun Sayur

  7. Kawasan Permukiman Kumuh Baru

  8. Kawasan Permukiman Kumuh Pardomuan

  9. Kawasan Permukiman Perdagangan Megaland

   Sumber : SPPIP Kota Pematangsiantar 2012

  Tahun 2013-2017

  Selain pemenuhan kebutuhan prasarana dan sarana permukiman, pemberian sosialisasi dapat dilakukan untuk memberikan kesadaran kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga kebesihan dan kesehatan lingkungan.

  2). Rekomendasi

  Setelah mempertimbangkan kemampuan pembiayaan dan skala prioritas, maka direkomendasikan bahwa kegiatan yang perlu dilaksanakan adalah:

  1. Dilakukan pembangunan sarana dan prasarana dasar permukiman untuk meningkatkan kualitas permukiman kumuh. Langkah ini difokuskan pada kawasanseluruh kecamatan terutama Kecamatan Siantar Utara dan Siantar Barat.

  2. Dilakukan pembangunan RUSUNAWA pada kawasan padat dan kumuh, dalam hal ini diutamakan pada kawasan yang telah tersedia lahannya. Dilakukan pembangunan KASIBA - LISIBA, diutamakan pada kawasan yang telah tersedia lahannya.

4.2.6 Usulan Pengembangan Permukiman

  A. Sistem Infrastruktur Permukiman yang diusulkan

  1. Penataan/peningkatan infrastruktur RSH

  2. Pembangunan Rusunawa

  3. Penataan/Peningkatan infrastruktur Kawasan Kumuh Perkotaan

  B. Usulan dan Prioritas Proyek Pembangunan Infrastruktur Permukiman

  Disusun dengan memperhatikan fungsionalisme proyek yang akan dilaksanakan, disusun berdasarkan urutan prioritas penanganan, sehingga diperoleh paket-paket proyek fungsional antara lain:

  a. Penyediaan/peningkatan kawasan kumuh dan perkotaan yang berada di Kawasan Bantaran Sungai

  Tahun 2013-2017

   Pengadaan jaringan air minum;  Penyediaan fasilitas persampahan; dll

  b. Penataan/peningkatan infrastruktur RSH  Peningkatan jalan lingkungan;  Perbaikan saluran;  Pengolahan limbah;  Pengadaan jaringan air minum;

  c. Pembangunan Rusunawa d. Penyediaan Kasiba/Lisiba permukiman RSH.

  Pembiayaan proyek pengembangan permukiman di Kota Pematangsiantar diharapkan berdasarkan klasifikasi dan tanggung jawab dari masing - masing pemerintah baik pemerintah kabupaten/kota, provinsi, pusat dan swasta maupun masyarakat.

4.3 Sektor Penataan Bangunan Dan Lingkungan (PBL)

4.3.1 Petunjuk Umum

  Sesuai dengan Visi Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan yaitu terwujudnya Bangunan Gedung dan Lingkungan yang berjati diri, layak huni, dengan misi memperdayakan masyarakat dalam penyelenggara bangunan gedung yang tertib, layak huni, berjati diri, serasi dan selaras dengan lingkungan, sehingga masyarakat lebih mandiri dalam penataan lingkungan yang produktif dan berkelanjutan. Program Penataan Bangunan dan Lingkungan itu meliputi:

  a. Penyelenggaraan penataan bangunan gedung dan lingkungan yang tertib, fungsional, andal dan efisien; b. Penyelenggaraan penataan lingkungan permukiman agar produktif dan berjati diri;

  c. Penyelenggaraan penataan dan revitalisasi kawasan dan bangunan agar dapat memberikan nilai tambah fisik, sosial dan ekonomi;

  Tahun 2013-2017

  e. Pengembangan teknologi dan rekayasa arsitektur untuk menunjang investasi dan pembangunan yang berkelanjutan.

  Dalam kondisi keadaan penduduk suatu kawasan yang bercampur baur maka penataan bangunan dan lingkungan permukiman harus disesuaikan dengan kondisi fisik, ekonomi dan sosial budaya suatu kawasan. Penataan Bangunan dan Lingkungan merupakan upaya yang diperlukan untuk pemanfaatan ruang di perkotaan maupun di perdesaan. Hal yang akan dicapai dalam penataan bangunan dan lingkungan adalah terwujudnya bangunan dan lingkungan yang berwawasan ramah lingkungan, fungsionalnya tercapai, dapat dilihat efisiensinya dan bentuk fisiknya berjati diri. Bangunan yang ditata dengan baik sesuai dengan fungsinya dan memenuhi kaidah-kaidah dan nilai arsitektur menjadikan kawasan dan lingkungan tersebut berjati diri, dapat memberikan nilai tambah sosial dan ekonomi yang mendominasi lingkungan tersebut. Pelestarian bangunan-bangunan bersejarah yang dilindungi dan dilestarikan dengan tetap memanfaatkan dan mengembangkan teknologi rekayasa bangunan dapat menunjang peningkatan perekonomian di Kota Pematangsiantar.

  Departemen Pekerjaan Umum sebagai lembaga pembina teknis Penataan Bangunan dan Lingkungan mempunyai kewajiban untuk meningkatkan kemampuan kabupaten/kota agar mampu melaksanakan amanat UU No. 28/2002 tentang Bangunan Gedung. Di samping hal tersebut, Undang-undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman menggariskan bahwa peningkatan kualitas lingkungan permukiman dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan bertahap, mengacu kepada Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) sebagai penjabaran Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang harus disusun oleh pemerintah secara komprehensif, akomodatif dan responsif.

4.3.2 Penataan Bangunan

  Gambaran secara umum penataan bangunan yang ada di kabupaten/kota antara lain:

  • Pendataan Harga Satuan Bangunan Gedung Negara (HSBGN)
  • Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK)

  Tahun 2013-2017

  • Aksesibilitasi Pada Bangunan Gedung - Sistem Informasi Bangunan Gedung dan Arsitektur - Rehabilitas Bangunan Gedung Negara - Pusat Informasi Pengembangan Permukiman dan Bangunan (PIP2B).

  4.3.3 Penataan Lingkungan Permukiman

  Gambaran secara umum penataan lingkungan permukiman antara lain:

  • Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL)
  • Ruang Terbuka Hijau (RTH) - Prasarana dan Sarana peningkatan lingkungan permukiman kumuh dan negara.
  • Dukungan PSD penataan dan revitalisasi kawasan

  4.3.4 Pencapaian Penataan Bangunan dan Lingkungan

  Pencapaian penataan bangunan, gedung dan lingkungan, yaitu:

  • Grand Strategi 1: Menyelenggarakan penataan bangunan gedung agar tertib, fungsional, andal dan efisien.
  • Grand Strategi 2: Menyelenggarakan penataan lingkungan permukiman agar produktif dan berjati diri.
  • Grand Strategi 3: Menyelenggarakan penataan dan revitalisasi kawasan dan bangunan agar dapat memberikan nilai tambah fisik, sosial dan ekonomi.
  • Grand Strategi 4: Menyelenggarakan penataan bangunan dan lingkungan untuk mewujudkan arsitektur perkotaan dan pelestarian arsitektur bangunan gedung yang dilindungi dan dilestarikan untuk menunjang kearifan budaya lokal.
  • Grand Strategi 5: Mengembangkan teknologi dan rekayasa arsitektur bangunan gedung untuk menunjang pembagunan Regional/Internasional yang berkelanjutan.

  Tahun 2013-2017

  4.3.5 Kebijakan Penataan Bangunan dan Lingkungan

  Kebijakan penataan bangunan dan lingkungan yaitu:

  a. Meningkatkan pembinaan penyelenggaraan Bangunan Gedung, termasuk bangunan gedung dan rumah negara; b. Meningkatkan pemahaman, kesadaran dan kemampuan masyarakat untuk memenuhi persyaratan Bangunan Gedung dan Penataan Lingkungan Permukiman; c. Meningkatkan kapasitas penyelenggara dalam penataan lingkungan dan permukiman;

  d. Meningkatkan kualitas lingkungan untuk mendukung pengembangan jatidiri dan produktivitas masyarakat; e. Mengembangkan kawasan yang memiliki peran dan potensi strategis bagi pertumbuhan kota; f. Mengembangkan kemitraan antara pemerintah, swasta dan lembaga nasional maupun internasional lainnya di bidang Bangunan Gedung dan Penataan Lingkungan

  Permukiman;

  g. Mewujudkan arsitektur perkotaan yang memperhatikan/mempertimbangkan khasanah arsitektur lokal dan nilai tradisional; h. Menjaga kelestarian nilai-nilai arsitektur Bangunan Gedung yang dilindungi dan dilestarikan serta keahlian membangun (seni dan budaya); i. Mendorong upaya penelitian dan pengembangan teknologi rekayasa arsitektur Bangunan Gedung melalui kerjasama dengan pihak-pihak yang kompeten.

  4.3.6 Profil Rinci Penataan Bangunan dan Lingkungan

  A. Gambaran Umum Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan

  Kota Pematangsiantar merupakan kota terbesar ke dua di Sumatera Utara setelah Medan. Pematangsiantar sekaligus menjadi kota penghubung menuju utara (Medan dan Banda Aceh), ke selatan (Sibolga), ke barat (Kabanjahe dan Kutacane), serta ke timur (Tanjungbalai dan Kisaran). Bisa dikatakan posisi

  Tahun 2013-2017

  kali kota ini menjadi kota transit untuk bepergian ke kota lain di Sumatera Utara dan Sumatera Barat.

  Meskipun Kota Pematangsiantar menjadi kota terbesar kedua di Sumatera Utara, sebagai pusat kota, hanya ada dua ruas jalan yaitu Jln. Dr. Sutomo dan Jln. Merdeka. Kedua ruas jalan tersebut bahkan bersebelahan, dan merupakan pusat keramaian. Bila diperhatikan, di Kota Pematangsiantar masih sedikit terdapat bangunan tinggi. Trotoar untuk pejalan kaki juga lumayan berfungsi, tidak terlalu penuh dengan pedagang kaki lima.

Gambar 4.4 Situasi Kawasan Kota Pematangsiantar

  Selain itu beberapa kawasan wilayah rawan bencana di Kota Pematangsiantar umumnya adalah kawasan yang terletak di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) yang sering mengalami kebanjiran dan longsor pada musim hujan, yang perlu perencanaan dan penanganan yang terpadu dengan meminimalisir pembangunan (built up area) pada kawasan rawan bencana tersebut.

  Tahun 2013-2017 Gambar 4.5 Kawasan Permukiman Padat dan Kumuh di Daerah Bantaran Sungai Kecamatan Siantar Timur

  B. Kondisi Penataan Bangunan dan Lingkungan

  Pemerintah Kota Pematangsiantar belum memiliki Peraturan Daerah (PERDA) untuk bangunan gedung, namun demikian peraturan daerah mengenai izin mendirikan bangunan telah disusun dalam Peraturan Daerah Nomor 5 tahun 2003. Tetapi dalam pemberian izin bangunan pelaksanaannya belum efektif. Hal ini terlihat dengan masih banyaknya bangunan gedung yang tidak memiliki IMB.

  C. Permasalahan Yang Dihadapi

  Adapun permasalahan yang sering dihadapi Pemerintah Kota Pematangsiantar dalam penataan bangunan adalah:

  1. Belum adanya penanganan untuk pencegahan dan penaggulangan bahaya kebakaran pada kawasan permukiman padat penduduk dan kawasan- kawasan yang jauh dari prasarana dan sarana pemadam kebakaran.

  2. Penanganan untuk kawasan kumuh dan kawasan permukiman belum dapat teratasi dengan baik. Misalnya bangunan permukiman di bantaran sungai.

  Tahun 2013-2017

  3. Pembangunan bangunan gedung belum memperhatikan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) dan belum semua kawasan di Kota Pematangsiantar memiliki dokumen RTBL.

  4. Bangunan lama yang sudah ketinggalan dan tidak bernilai ekonomis serta tidak pula sejalan dengan perkembangan permukiman dan perluasan lahan dibiarkan tidak tertata.

  5. Masih banyak kawasan cagar budaya dan wisata alam di Kota Pematangsiantar yang tidak tertata dengan baik.

  6. Hampir setiap bantaran sungai di Kota Pematangsiantar masih terlihat kumuh. Hal ini terjadi karena sebagian masyarakat membangun permukiman ke arah bantaran sungai yang berdampak pada lingkungan tidak sehat sehingga perlu adanya penataan ulang.

  7. Masih kurangnya ruang terbuka hijau dan ruang terbuka publik di Kota Pematangsiantar.

D. Analisa Permasalahan dan Rekomendasi Analisa Kebutuhan Penataan Bangunan dan Lingkungan

  Setelah ditelusuri dan dianalisa ditemukan bahwa permasalahan penataan bangunan dan lingkungan yang sesungguhnya adalah:

  1. Perlu dilakukan penyusunan Peraturan Penataan Bangunan dan Lingkungan.

  2. Perlu dilakukan penyusunan Laporan Pembinaan Pelaksanaan Penataan Bangunan dan Lingkungan, Pengelolaan Gedung dan Rumah Negara.

  3. Dilakukan Rencana Tindak Kawasan Tradisional dan Bersejarah yang Meningkat Kualitasnya.

  4. Pemerintah Kota Pematangsiantar memerlukan dana yang besar untuk penataan dan revitalisasi kawasan akibat ketidakmampuan masyarakat daerah hunian yang secara umum tidak mampu. Dilain pihak Pemerintah memiliki dana yang terbatas.

  5. Perlu adanya penyusunan RTBL bagi kawasan - kawasan yang pesat

  Tahun 2013-2017

  E. Rekomendasi

  Dari analisis permasalahan diperoleh beberapa keluaran antara lain:

  1. Perlunya pengusulan dana kepada Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi perihal bantuan dana untuk penataan bangunan dan lingkungan di Kota Pematangsiantar.

  2. Sosialisasi pemahaman tentang Penataan Bangunan dan Lingkungan kepada masyarakat terutama masyarakat pemilik gedung dan lahan yang akan ditata untuk meningkatkan partisipasi masyarakat.

  F. Usulan dan Prioritas Program

  Berdasarkan permasalahan yang ada, untuk terwujudnya Penataan Bangunan dan Lingkungan di Kota Pematangsiantar, maka pemerintah telah membuat suatu program penataan lingkungan yang meliputi: 1. Perencanaan Tata Bangunan dan Lingkungan.

  2. Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK).

  3. Penyusunan Ranperda Bangunan Gedung

  4. Infrastruktur Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran

  5. Dukungan Prasarana Dasar Penataan dan Revitalisasi Kawasan

  6. Rehabilitasi Gedung Negara/Bersejarah

  7. Rencana Tindak Penanganan Lingkungan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan Ruang Terbuka Publik

  Tahun 2013-2017 Gambar 4.6 Rencana Jaringan Jalur Pejalan Kaki Perlu adanya RTBL

   Sumber : RTRW Kota Pematangsiantar 2012-2032

Gambar 4.7 Rencana Kegiatan Penataan Bangunan dan Lingkungan Di Kota Pematangsiantar

  Revitalisasi Kawasan Taman Revitalisasi Kawasan Bersejarah Bunga - Satasiun KA

  Makam Raja Sangnawaluh Rencana Jaringan Jalan Pejalan Kaki

  Tahun 2013-2017

G. Aspek Pendanaan

  Pembiayaan untuk Penataan Bangunan dan Lingkungan Kota Pematangsiantar direncanakan diperoleh dari APBN dan APBD Provinsi untuk Tahun Anggaran 2013 – 2017.

4.4 Sub Bidang Air Limbah 4.4.1 Petunjuk Umum Pengelolaan Air Limbah.

  Semua program/ kegiatan pada Sub Bidang Air Limbah bertujuan untuk mencapai kondisi masyarakat hidup sehat dan sejahtera dalam lingkungan yang bebas dari pencemaran air limbah permukiman. Air limbah yang dimaksud adalah air limbah permukiman (municipal

  ) yang terdiri atas air limbah domestik (rumah tangga) yang berasal dari air

  wasterwater

  sisa mandi, cuci, dapur dan tinja manusia dari lingkungan permukiman serta air limbah industri rumah tangga yang tidak mengandung Bahan Beracun dan Berbahaya (B3). Air limbah permukiman ini perlu dikelola agar tidak menimbulkan dampak seperti mencemari air permukaan dan air tanah, di samping sangat beresiko menimbulkan penyakit, seperti: diare, thypus, kolera dll. Sasaran program/kegiatan pengelolaan air limbah permukiman mengacu pada Rencana Program Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2010

  • – 2014, yaitu:

  a. Pencapaian open defecation free hingga akhir tahun 2009 di semua Kabupaten/Kota;

  b. Peningkatan utilitas IPLT dan IPAL yang telah dibangun;

  c. Pengembangan lebih lanjut pelayanan sistem pembuangan air limbah;

  d. Berkurangnya pencemaran sungai akibat pembuangan tinja hingga 50% pada akhir tahun 2014.

  Tahun 2013-2017

  Upaya pencapaian sasaran RPJMN tahun 2010 - 2014, kebijakan dan strategi yang dapat dilakukan meliputi:  Peningkatan akses pelayanan air limbah baik melalui sistem on-site maupun off-site di perkotaan dan perdesaan;  Peningkatan pembiayaan pembangunan prasarana dan sarana air limbah permukiman;  Meningkatkan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pengembangan sistem pengelolaan air limbah permukiman;  Penguatan kelembagaan;  Pengembangan perangkat peraturan perundang-undangan. Pengelolaan prasarana dan sarana sanitasi pada setiap daerah mempunyai karakteristik yang berbeda, baik tingkat pelayanan, jenis dan jumlah pelayanannya. Pengelolaan sanitasi dapat dilakukan dengan 2 (dua) sistem yaitu:

  a. Sistem Pengolahan Air Limbah Setempat (on-site system); b. Sistem Pengolahan Air Limbah Terpusat (off-site system).

  Pengertian sistem pengolahan air limbah setempat (on-site syatem) adalah sistem penanganan air limbah domestik yang dilakukan secara individual/komunal dengan fasilitas dan pelayanan dari satu atau beberapa bangunan, yang pengelolaannya diselesaikan secara setempat atau di lokasi sumber, seperti: cubluk, tangki septik (septic

  tank ) dan paket pengolahan skala kecil.

  Tahun 2013-2017

Gambar 4.8 Sistem Pengolahan Air Limbah Komunal/Individual

   Sumber : Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum

  Sedangkan sistem pengelolaan air limbah terpusat (off-site system) adalah sistem penanganan air limbah domestik melalui jaringan pengumpul yang diteruskan ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Sistem ini adalah yang terbaik untuk memecahkan masalah sanitasi di daerah padat penduduk dalam jangka waktu lama, tetapi membutuhkan biaya investasi yang tinggi. Sistem ini dibangun berdasarkan standar kualitas yang cukup tinggi dan terdiri atas sambungan rumah, jaringan pipa pengumpul, pipa pembawa, stasiun pompa dan instalasi pengolahan air limbah yang dipusatkan pada satu atau beberapa lokasi saja untuk melayani permukiman di suatu kota. Sistem ini menganut metode self cleansing sehingga membutuhkan kemiringan saluran yang cukup.

  Tahun 2013-2017

Gambar 4.9 Sistem Pengolahan Air Limbah Terpusat Off- Site (Skala Kota)

   Sumber : Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum 4.4.2 Profil Air Limbah.

  A. Gambaran Umum Pengelolaan Air Limbah Saat Ini

  Secara umum produksi air limbah di Kota Pematangsiantar dihasilkan dari limbah rumah tangga. Limbah rumah tangga merupakan limbah yang berasal dari kegiatan rumah tangga sehari-hari yang disebabkan kegiatan mandi, cuci, dan lainnya. Limbah rumah tangga biasanya berupa limbah cairan yang langsung dialirkan ke parit atau dibuang ke saluran yang dibuat di belakang rumah, sedangkan pembuangan limbah padat dilakukan pada cubluk dan septictank. Air limbah permukiman ini perlu dikelola agar tidak menimbulkan dampak seperti mencemari air permukaan dan air tanah, disamping sangat beresiko menimbulkan penyakit seperti diare, thypus, kolera dan lain-lain.

  Tahun 2013-2017

  Di Kota Pematangsiantar sebagian besar pembuangan air limbah disalurkan ke saluran drainase, sementara untuk limbah tinja manusia penduduk sudah menggunakan jamban dari semi permanen sampai permanen untuk pembuangannya sebahagian sudah menggunakan dengan resapan septic tank yang terletak di belakang bangunan rumah.

Gambar 4.9 Sistem Sanitasi di Permukiman Bantaran Sungai

  Tahun 2013-2017

B. Kondisi Sistem Sarana Dan Prasarana Pengelolaan Air Limbah

  Beban limbah yang semakin tidak terkontrol yang terus bertambah seiring bertambahnya jumlah penduduk kelak dapat berubah menjadi kerawanan sosial, menurunkan kualitas lingkungan hidup dan menurunkan produktifitas masyarakat, sehingga perlu pembangunan dan pengelolaan air limbah terpadu khususnya dilingkungan permukiman padat dan kumuh. Secara umum produksi air limbah di kawasan kumuh banyak dihasilkan dari limbah rumah tangga, karena masih sedikit industri di kawasan perencanaan yang beroperasi dengan memperhatikan Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).

  Sampai sejauh ini cakupan pelayanan air limbah saat ini mencakup hampir semua wilayah Kota Pematangsiantar yaitu dengan menggunakan septic tank. Jumlah produksi lumpur tinja di Kota Pematangsiantar mencapai 12,44 m2/hari.

  Seluruh kawasan Kota kecuali, Kel. Bah Sorma Kec. Siantar Sitalasari, Kel. Tambun Tonga Kec. Siantar Martoba, Kel. Siopat Suhu Kec. Siantar Timur, Kel. Simalungun Kec. Siantar Selatan, Kel. Marihat Jaya Kec. Siantar Marimbun, dan Kel. Suka Makmur Kec. Siantar Marihat sudah mendapat pelayanan air limbah (septic tank). Di Kecamatan Siantar Barat dan Utara seperti Martoba dan Banjar saluran drainase juga berfungsi sebagai saluran pembuangan limbah cair. Hingga saat ini belum ada sistem pembuangan limbah secara khusus (misalnya dengan sistem perpipaan) yang di salurkan dengan yang disalurkan menuju instalasi pengolahan limbah. Dalam menjalani fungsinya, baik sebagai saluran drainase maupun saluran pembuangan limbah cair, parit-parit yang ada memiliki fungsi yang berjenjang, yaitu saluran primer, saluran sekunder dan saluran tersier.

  Tahun 2013-2017

  Kebijaksanaan dalam pengelolaan sistem penyaluran air limbah kota, adalah sebagai berikut: 1). Sistem pengelolaan air limbah domestik, yang meliputi:

   Sistem setempat komunal di perumahan kepadatan tinggi  Sistem perpipaan terpusat di kawasan pusat kota dimana pembuangan air limbahnya dilakukan secara kolektif melalui jaringan pengumpul dan diolah, serta dibuang secara terpusat  Sistem setempat individual melalui pengolahan dan pembuangan air limbah setempat dan dikembangkan pada kawasan-kawasan yang belum memiliki sistem terpusat  Pengembangan Instalasi Pengolahan Limbah Tinja (IPLT) di

  Kelurahan Siantar Martoba 2). Sistem pengelolaan air limbah industri, yang meliputi pengembangan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) di kawasan industri pengolahan hasil pertanian dan industri rumah tangga

  3). Sistem pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), yang dikembangkan di Kelurahan Simalungun.

C. Permasalahan Yang Dihadapi

  Dalam sektor air limbah dan sanitasi, terdapat beberapa isu dan permasalahan:

  1. Pada kawasan pinggir sungai yakni sekitar 10 kelurahan membuang tinja ke sungai dan parit yang menimbulkan pencemaran sungai yang disebabkan masih minimnya IPAL dan septic tank komunal.

  2. Limbah rumah tangga umumnya di buang ke parit depan rumah dan dialirkan ke sungai.

  3. Belum ada pengolahan limbah yang memenuhi persyaratan teknis.

  4. Hanya sebagian kecil penduduk di dekat kota yang telah membuat WC di rumahnya dengan septic tank yang memenuhi syarat teknis.

  5. Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) yang berlokasi di Kompleks Kantor Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Pematangsiantar

  Tahun 2013-2017

D. Analisa Permasalahan dan Rekomendasi 1). Analisa Permasalahan

  Selama ini air limbah yang dihasilkan masih terkendali, tetapi air limbah buangan ini di masa mendatang akan menjadi masalah serius di Kota Pematangsiantar yang dapat menimbulkan gejolak sosial di masyarakat dan dapat mencemari air sungai karena sebagian masyarakat yang tinggal di pinggiran sungai membuang air limbah langsung ke sungai. Sehingga perlu dipersiapkan Suatu Sistem Pengolahan Air Limbah yang terpadu dan terkoordinir. Selain itu pembangunan dan pengelolaan air limbah yang belum terarah dan terpadu dikarenakan air limbah menyatu dengan air limpasan ke saluran drainase. Apabila saluran meluap maka akan ikut serta meluapkan air limbah ke sekitarnya sehingga menimbulkan bau yang tidak sedap dan menjadikan lingkungan tidak sehat.

  2). Rekomendasi

  Penanganan air limbah terkait juga dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat oleh karena itu analisis kebutuhan juga harus mempertimbangkan faktor ini. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka analisis kebutuhan yang diperlukan adalah:

  • Jaringan air limbah

  Pembuatan jaringan air limbah terutama untuk pembuangan air limbah pada kawasan perkotaan, ini juga menghindari terjadinya buangan air limbah pada saluran drainase.

  • Kendaraan pengangkut tinja

  Untuk peningkatan pelayanan air limbah dimasa mendatang, penambahan armada diperlukan mengingat sampai saat ini untuk pelayanan air limbah masih dilayani oleh 1 (satu) unit mobil penyedot.

  Tahun 2013-2017

  • Perbaikan bangunan IPLT

  Semakin meningkatnya jumlah penduduk serta jumlah limbah yang di buang untuk menghindari terjadinya pencemaran yang disebabkan oleh limbah maka tersedianya instalasi pengolahan limbah terpadu yang dapat dimanfaatkan secara optimal menjadi kebutuhan yang harus diperhatikan.

  • Sanimas Untuk menjaga pencemaran lingkungan perlu dibangun septic tank komunal pada kawasan kumuh terutama kawasan yang belum memiliki sarana air limbah.

  E. Usulan Dan Prioritas Program

  1. Penambahan unit truk tinja mengingat hanya terdapat 1 unit truk tinja dengan siklus penyedotan rata- rata 2-3 kali sehari.

  2. Penambahan fasilitas IPLT

  3. Pembangunan IPAL Komunal komunal karena septic tank individu (on site sanitation) pada kawasan pusat kota sudah penuh

  4. Pembangunan jaringan air limbah

  5. Pembangunan Sanimas

  F. Aspek Pendanaan

  Pembiayaan proyek pengelolaan prasarana dan sarana air limbah direncanakan dibiayai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kota Pematangsiantar melalui dana pendamping.

  Tahun 2013-2017

4.5 Sub Bidang Persampahan

4.5.1. Petunjuk Umum Pengelolaan Persampahan Sesuai arahan kebijakan pengelolaan persampahan yang tertera dalam Undang-Undang No.

  18 Tahun 2008 tentang Pengolahan Sampah bahwa penyelenggaraan pengolahan sampah, pengurangan sampah yang mencakup pembagian kewenangan pengelolaan sampah, pengurangan dan penanganan sampah, maupun sanksi terhadap penyelenggaraan pengelolaan sampah. Dan pada pasal 44 disebutkan bahwa pemerintah daerah harus menutup tempat pemprosesan akhir sampah (TPA) yang dioperasikan dengan sistem pembuangan terbuka (open dumping) paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak diberlakukannya undang-undang ini. Semua Program/Kegiatan Sub Bidang Persampahan bertujuan untuk mencapai masyarakat hidup sehat dan sejahtera dalam lingkungan yang bersih dari sampah, dan mengacu pada kebijakan dan strategi yang dituangkan dalam Rencana strategis (Renstra) di Pusat maupun Provinsi dan sesuai dengan kebutuhan dan prioritas pengembangan daerah.

  Sasaran program/kegiatan dalam penanganan dan pengelolaan persampahan mengacu pada Rencana Program Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2004 - 2009, yaitu:

  1. Meningkatkan jumlah sampah terangkut;

  2. Meningkatnya kinerja pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang berwawasan lingkungan (environmental friendly).