BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tentang Lembaga Pembiayaan - Analisis Tingkat Kepercayaan Pengusaha UKM Kota Medan Terhadap Perusahaan Leasing (Studi Kasus Pengusaha Makanan & Minuman)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tentang Lembaga Pembiayaan

  Pada tanggal 20 Desember 1988 (PakDes 20, 1988) memperkenalkan istilah lembaga pembiayaan yakni badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat (Pandia Frianto, Elly Santi Ompusunggu, Achmad Abror. 2005: 111). Sedangkan berdasarkan Keppress 61/88 lembaga Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat.

  Namun secara harafiah lembaga pembiayaan merupakan lembaga keuangan bukan bank yang sangat berperan dalam perkembangan dunia usaha saat ini khususnya dalam hal pembiayaan baik berupa pembiayaan barang-barang modal maupun pembiayaan dalam bentuk pinjaman. Lembaga pembiayaan dengan lembaga keuangaan merupakan dua hal yang berbeda, lembaga pembiayaan menekankan pada fungsi pembiayaan dalam bentuk dana atau barang dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk giro, deposito, tabungan, dan surat sanggup bayar, sedangkan lembaga perbankan menekankan pada fungsi keuangan dalam bentuk penyediaan dana untuk kebutuhan produktif dan kebutuhan konsumtif.

  Sesuai dengan adanya Keppres No.61 Tahun 1988, kegiatan lembaga pembiayaan diperluas menjadi 6 (enam) bidang usaha, yaitu:

1. Sewa guna usaha (leasing) 2.

  Modal ventura (venture capital) 3. Anjak piutang (factoring) 4. Pembiayaan konsumen (consumer finance) Kartu kredit (credit card) 6. Perdagangan surat berharga (securities company)

  Dari keenam bidang usaha perusahaan pembiayaan dengan jenis yang beragam tersebut maka perusahaan pembiayaan disebut dengan multi finance company.

  Peranan Lembaga Pembiayaan sebagai alternatif sumber pendanaan selain bank saat ini semakin penting dalam mempengaruhi stabilitas perkembangan perekonomian di Indonesia. Meskipun secara keseluruhan apabila dibandingkan dengan industri perbankan memiliki porsi yang relatif lebih kecil terhadap komponen pembentukan PDB ( http://www.bapepam.go. id/ ).

2.2 Sistem Kerja Leasing

2.2.1 Pengertian Sewa Guna Usaha (leasing)

  Kata leasing berasal dari kata lease yang diambil dari bahasa Inggris yang berarti sewa guna. Namun demikian, dalam hal ini kata leasing tidak mengandung makna sewa menyewa akan tetapi, kata leasing mengandung makna sewa guna usaha. Adapun perbedaan dari kata sewa menyewa dengan sewa guna usaha (leasing) yaitu terletak pada persyaratan serta kriteria yang terkandung pada masing-masing kata tersebut seperti dibawah ini:

Tabel 2.1 : Perbedaan Pokok Sewa Guna Usaha dengan Sewa Menyewa

  Perusahaan, Perorangan

  7 Akhir Kontrak Hak opsi untuk membeli, memperpanjang, mengembalikan

  6 Biaya Bunga Bunga + margin Bunga= margin

  5 Biaya 100% Lebih rendah

  4 Jangka Waktu Menengah Pendek-menengah

  Badan Hukum Suplier

  3 Bentuk Perusahaan

  2 Penyewa Perusahaan, Perorangan

  

Sumber: Buku Lembaga Keuangan, Pandia Frianto, Elly Santi Ompusunggu, Achmad

Abror. 2005: 118)

  Bergerak dengan pemeliharaan

  1 Jenis Barang Bergerak dan tidak bergerak

  No Pokok Perbedaan Sewa Guna (leasing) Sewa Menyewa

  Menurut Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Perindustrian dan Perdagangan tanggal 7 Januari 1974 tentang Perizinan Usaha Leasing, “yang dimaksud dengan leasing adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk suatu jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran secara berkala disertai dengan

  “Leasing adalah perjanjian (kontrak) antara lessor dan lessee untuk menyewa suatu jenis barang modal tertentu yang dipilih/ditentukan oleh lessee. Hak atas pemilikan barang modal tersebut ada pada lessor, Adapun lessee hanya menggunakan barang modal tersebut berdasarkan pembayaran uang sewa yang telah ditentukan dalam suatu jangka waktu tertentu.” (Sunaryo, 2007: 47)

  Mengenai defenisi sewa guna usaha (leasing) ada banyak pendapat yang dikemukakan seperti dikutip dari buku yang berjudul The Equipment Leasing di London, Inggris sebagaimana disitir oleh Amin Widjaja Tunggal dan Arif Djohan Tunggal (1994: 8) memberikan defenisi sebagai berikut:

  Barang kembali ke pemilik hak pilih (opsi) bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang modal yang bersangkutan, atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa yang telah disepakati bersama”. (Abdulkadir Muhammad, Rilda dan Murniati, 2000: 202) Dari defenisi yang telah dikemukakan di atas maka dapat disimpulkan bahwa leasing merupakan suatu kontrak atau kegiataan sewa menyewa oleh suatu perusahaan yang bergerak dibidang penyediaan barang modal yang digunakan oleh perusahaan ataupun perseorangan, dengan sistem pembayaran dilakukan secara berkala sesuai dengan perjanjian kontrak (financial leasing) antara lessor dengan lessee. Adapun perjanjian kontrak (financial leasing) antara lessor dengan

  

leasing mengenai barang yang disewa yaitu ketika lessee tidak mampu dalam

  melakukan pembayaran barang sewa pada masa jatuh tempo maka, barang sewa tersebut akan ditarik kembali oleh pihak lessor dan menjadi hak milik lessor.

  Demikian sebaliknya, ketika lessee melakukan pembayaran sewa barang tersebut sampai masa tempo berakhir maka barang tersebut akan menjadi hak milik lessee.

  Adapun unsur-unsur yang terkandung dalam kegiatan leasing antara lain:

1) Pembiayaan perusahaan maupun perseorangan.

  Perusahaan leasing sebagai lembaga yang bergerak dibidang pembiayaan melakukan pembiayaan tidak dalam bentuk uang tunai melainkan dalam bentuk barang modal seperti mesin-mesin, peralatan kantor dan transportasi kenderaan. Adapun yang menjadi target market dari perusahaan leasing adalah perusahaan dan rumah tangga (perseorangan). Perusahaan menjadi sasaran pasar leasing dikarenakan perusahaan memerlukan modal usaha yang relatif mahal maka dari itu

  leasing diharapkan mampu memberikan pembiayaan barang modal tanpa harus mengeluarkan uang tunai. Sedangkan rumah tangga menjadi sasaran leasing dikarenakan pada perkembangan jaman sekarang ini tingkat permintaan akan kenderaan sepeda motor maupun roda empat meningkat. Oleh karena itu, peningkatan permintaan tangga/ perseorangan

  2) Penyediaan barang modal

  Adapun proses penyediaan barang modal yang akan di-leasing-kan tersebut antara lain: supplier sebagai pemasok barang modal menyediakan barang sesuai dengan permintaan dari lessee dan biayanya ditanggung oleh lessor kemudian lessor sebagai pihak yang me-leasing-kan barang tersebut menyerahkan kepada lessee dengan segala ketentuan dan perjanjian yang telah disepakati bersama yaitu antara pihak lessor dengan lessee. 3) Pembayaran sewa secara berkala.

  Ketika kontrak perjanjian (financial leasing) antara lessor dengan

  

lessee diadakan maka segala ketentuan yang terkandung di dalamnya

  harus ditaati oleh masing-masing pihak. Pembayaran sewa barang modal oleh lessee dilakukan secara berkala kepada pihak lessor. Akan tetapi oleh lessor kepada supplier barang modal tersebut pembayarannya dilakukan secara lunas.

  4) Jangka waktu tertentu.

  Barang modal yang telah di-leasing-kan setelah berapa tahun dimana jangka waktu berakhir, barang modal tersebut ditentukan status kepemilikannya. Adapun jangka waktu yang diberikan tergantung dari barang yang di-leasing-kan serta kesepakatan anta pihak lessor dengan lessee.

  Hak opsi untuk membeli barang modal Ketika jangka waktu leasing telah berakhir sesuai dengan perjanjian kontrak, lessee diberi hak opsi untuk membeli barang modal tersebut sesuai dengan harga yang disepakati untuk menjadi hak milik, atau mengembalikannya kepada lessor. Hak opsi yang dimaksud yaitu hak untuk menentukan/ memilih apakah barang tersebut menjadi milik

  lessee sepenuhnya dengan syarat melunasi pembayaran angsuran atau dikembalikan kepada pihak lessor.

2.2.2 Pihak-Pihak yang Terlibat Dalam Sewa Guna Usaha

  Dalam kegiatan sewa guna usaha ada beberapa pihak yang ikut serta di dalam kegiatan usahanya. Setiap transaksi leasing sekurang-kurangnya melibatkan 4 (empat) pihak yang berkepentingan, yaitu; lessor, lessee dan

  

supplier. Namun, karena usaha tersebut menggunakan jumlah dana yang relatif

  tinggi dan mengandung berbagai resiko yang kemungkinan terjadi maka usaha leasing menggunakan jasa perbankan dan perusahaan asuransi.

  Pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan sewa guna usaha antara lain: 1)

  Pihak perusahaan sewa guna usaha (lessor) Pihak perusahaan sewa guna usaha (lessor) merupakan perusahaan yang memiliki hak kepemilikan atas barang modal dan juga merupakan pihak yang memberikan jasa pembiayaan kepada perusahaan atau perseorangan dalam bentuk barang modal untuk kepentingan ekspansi usaha. Perusahaan ini selain bergerak sebagai perusahaan sewa guna juga dapat bersifat multi finance. Dalam hal pengadaan barang modal pihak supplier sebagai pihak yang pemasok barang modal dan membayar lunas atas biaya barang tersebut. Dari kegiatan sewa guna usaha ini pihak lessor mendapat imbalan atas jasa pembiayaan barang modal yang telah dikeluarkan oleh lessor kepada supplier. Imbalan yang diperoleh berupa keuntungan dari penyediaan barang modal serta atas jasa-jasa yang berkenaan dengan pemeliharaan dan pengoperasian barang modal tersebut. 2)

  Pihak penyewa guna usaha (lessee) Pihak penyewa guna usaha (lesse) adalah pihak pengguna jasa leasing yang memperoleh pembiayaan dari pihak lessor dalam bentuk barang modal guna untuk memperluas usahanya. Lessee sebagai pihak pengguna jasa leasing berhubungan langsung dengan lessor yang telah membiayai barang modal atas beban perusahaannya. Barang modal yang telah dibiayai oleh lessor tersebut kemudian diserahkan penguasaannya kepada dan untuk digunakan lessee dalam menjalankan usahanya. Ketika jangka waktu kontrak berakhir lessee mengembalikan barang modal kepada pihak lessor, namun dalam

  

financial lease lessee mempunyai hak opsi atas barang modal pada saat

akhir kontrak berdasarkan perhitungan nilai sisa (residual value).

  3) Penjual (supplier) atau menjual barang modal yang akan di-leasing sesuai dengan kebutuhan lessee melalui perantara lessor. Barang modal tersebut dibayar tunai oleh lessor kepada supplier untuk kepentingan lessee.

  Pada sewa guna usaha ada juga yang tidak melibatkan supplier, hanya hubungan antara lessee dan lessor, misalnya dalam bentuk sale and

  

lease back . Dalam financial lease, pihak supplier langsung

  menyerahkan barang modal kepada lessee tanpa ada lessor sebagai perantara. Sebaliknya, operating lease pihak supplier langsung menjual barang modal kepada pihak lessor dengan pembayaran tunai atau secara berkala dan barang tersebut akan di-leasing dalam hal ini pihak supplier tidak ada berhubungan dengan lessee. 4)

  Bank

  

Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

dalam bentuk simpanan kemudian menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya

dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak (Kasmir, 2002:

  25). Bank yang berperan menyalurkan dana melalui kredit kepada masyarakat sangat penting dalam hal transaksi sewa guna. Meskipun bank dalam sewa guna tidak terlibat langsung dalam perjanjian, namun pihak bank juga mempunyai peranan dalam hal penyediaan dana bagi

  lessor untuk menyediakan barang modal yang akan digunakan oleh

  kemungkinan dalam pengadaan barang modal supplier juga menggunakan jasa pihak bank. Dalam hal ini pihak bank memang tidak secara langsung berhubungan dengan lessee akan tetapi dalam hal pengadaan barang modal tidak menutup kemungkinan bank sangat berperan dalam kegiatan sewa guna usaha. 5)

  Asuransi Sebagaimana halnya dengan bank, asuransi juga tidak terlibat secara langsung dalam perjanjian sewa guna usaha. Asuransi adalah lembaga pertanggungan sebagai perusahaan yang akan menanggung risiko terhadap hal- hal yang diperjanjikan antara lessor dan lessee. Dalam hal ini, barang modal yang di-leasing-kan kepada pihak lessee diasuransikan guna untuk mencegah terjadinya kerugian, dan biaya asuransi barang modal tersebut dikenakan kepada pihak lessee.

2.3 Penggolongan Perusahaan Leasing

  Perusahaan leasing dalam menjalankan usahanya dapa digolongkan ke dalam 3 (tiga) kelompok, yaitu:

  1) Independent Leasing Company

  Perusahaan tipe ini berdiri sendiri sesuai dengan namanya yaitu independent, jenis perusahaan ini mewakili sebagian besar dari perusahaan leasing.

  Dikatakan berdiri sendiri (independent) karena supplier dapat sekaligus bertindak sebagai pihak produsen barang dan dalam memenuhi kebutuhan berbagai supplier atau produsen kemudian di-lease kepada pemakai. Banyak lembaga keuangan yang bertindak sebagai lessor tidak hanya memberikan pembiayaan leasing kepada lessee tetapi juga memberikan pendanaan kepada perusahaan leasing. Mengenai mekanisme leasing jenis ini dapat dilihat pada gambar 2.1.

  Pembelian Barang Supplier Independent (Manufacturer) Lessor

  Pembayaran Kontrak Angsuran Leasing

  Lessor Gambar 2.1

  

Independent Lessor

2) Captive Lessor

  

Captive lessor tercipta apabila supplier atau produsen mendirikan perusahaan

leasing sendiri untuk membiayai produk-produknya. Hal ini terjadi apabila

  pihak supplier berpendapat bahwa dengan menyediakan pembiayaan leasing sendiri akan dapat meningkatkan kemampuan penjualan melebihi tingkat penjualan dengan menggunakan pembiayaan tradisional (Dahlan Siamat, 2005:529). Pada tipe ini pihak pertama terdiri atas perusahaan induk dan anak perusahaan leasing (subsidiary) dan pihak kedua adalah lessor atau pemakai barang. Untuk lebih jelas mengenai mekanisme leasing jenis ini dijelaskan Pembayaran

  Perusahaan Induk Subsidiary (Manufacturer) (Lessor)

  Penjualan Barang Angsuran Kontrak

  Leasing

  Lessor

Gambar 2.2

  

Captive Lessor

  3) Lease Broker atau Packager

Lease Broker atau Packager merupakan bentuk akhir dari perusahaan leasing.

  

Broker leasing berfungsi mempertemukan calon lessee dengan pihak lessor

  yang membutuhkan suatu barang modal dengan cara leasing. Broker leasing tidak memiliki barang atau peralatan untuk menangani transaksi leasing untuk atas namanya. Dalam hal ini broker leasing dapat disebut sebagai perantara antara lessee dengan lessor dalam melakukan kegiatan sewa menyewa. Broker

  

leasing memberikan satu atau lebih jasa-jasa dalam usaha leasing tergantung

  apa yang dibutuhkan dalam suatu transaksi leasing. Meskipun kegiatan broker

  leasing bersifat semu akan tetapi broker leasing tetap bermanfaat bagi kegiatan sewa menyewa karena kegiatannya mempertemukan pihak lessee dengan lessor. Mekanisme lease broker atau packager dapat dilihat dalam gambar 2.3.

  

Lessor

Lessor

  Lessor Lessor

  

Broker

Lessor

  Gambar 2.3 Lease Broker

2.4 Tehnik-Tehnik Pembiayaan Leasing

  Dilihat dari transaksi antara lessor dengan lessee, sewa guna usaha secara garis besar dibagi menjadi 2 (dua) kategori pembiayaan, yaitu: a)

  Sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease)

  b) Sewa guna usaha tanpa hak opsi (Operating lease)

a. Sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease)

  Finance lease yang juga disebut dengan full pay out lease merupakan jenis

  sewa guna usaha yang sering diterapkan dalam melakukan transaksi. Prosedur jenis sewa guna usaha ini , lessee sebagai pihak yang membutuhkan barang modal menghubungi lessor untuk memilih, memesan, memeriksa, dan memelihara barang modal yang dibutuhkan. Adapun yang menjadi ciri utama finance lease ini adalah pada akhir masa kontrak, lessee mempunyai hak untuk membeli barang modal sesuai dengan nilai sisa (residual value) yang telah disepakati oleh kedua belah pihak yaitu antara lessee dengan lessor.

  Dengan demikian , karakteristik dari finance lease adalah:

  a) Barang modal sewa guna usaha dapat berupa barang bergerak atau tidak bergerak yang berumur maksimum sama dengan masa kegunaan ekonomis barang tersebut. Adapun barang bergerak yang dimaksud yaitu seperti mobil, sepeda motor dan barang lainnya. Sedangkan barang tidak bergerak yang dimaksud dalam hal ini yaitu barang modal seperti mesin-mesin.

  b) Objek sewa guna usaha tetap menjadi hak milik lessor sampai berlakunya hak opsi. Hal ini berarti ketika barang tersebut masih dalam proses pembayaran (angsuran) maka barang tersebut masih menjadi milik dari pihak lessor akan tetapi ketika barang tersebut dilunasi oleh pihak lessee maka hak kepemilikan leasing akan barang tersebut juga berakhir di mama barang tersebut menjadi milik lessee secara sepenuhnya

  c) Jumlah sewa yang dibayar secara angsuran per bulan terdiri dari biaya perolehan barang ditambah dengan biaya lain dan keuntungan (spread) yang diinginkan lessee. d) Besarnya harga sewa dan hak opsi harus menutupi harga barang ditambah keuntungan yang diharapkan lessor. Biasanya tingkat bunga dalam leasing tinggi hal ini dikarenakan tingginya resiko yang akan dihadapi oleh perusahaan leasing baik dalam sistem pembayaran yang juga memerlukan dana yang relatif tinggi dalam hal perolehan barang yang akan di-leasing-kan maka dari itu untuk memperoleh keuntungan atas kegiatan usaha maka leasing memberikan harga sewa serta hak opsi yang relatif tinggi.

  e) Jangka waktu berlakunya kontrak leasing relatif panjang. Jangka waktu kontrak leasing biasanya tergantung dari nilai ekonomis dari barang tersebut. Dimana kontrak dilakukan atas kesepakatan antar pihak lessor dengan pihak lessee.

  f) Resiko biaya pemeliharaan, kerusakan, pajak, dan asuransi ditanggung oleh lessor. Dalam hal ini berarti selama barang modal tersebut masih dalam masa pembiayaan maka pemeliharaan, kerusakan, pajak dan asuransi masih menjadi tanggung jawab dari lessor. Akan tetapi ketika masa pembiayaan berakhir dimana pihak lessee melunasi segala pembayaran yang telah disepakati maka pemeliharaan, kerusakan, pajak dan asuransi bukan lagi menjai tanggung jawab pihak leasing.

  g) Kontrak sewa guna usaha tidak dapat dibatalkan sepihak oleh lessor dan lessee selama jangka waktu kontrak berlaku. Hal ini berarti kontrak yang telah disepakati bersama tidak dapat dibatalkan sepihak apabila satu pihak membatalkan kesepakatan maka pihak tersebut harus membayar kerugian atas barang modal tersebut.

  h) Pada masa akhir kontrak, lessee diberi hak opsi untuk membeli atau mengembalikan barang modal atau memperpanjang masa kontraknya. menentukan/memilih kepada lessee pada saat masa angsuran akan berakhir. Di mana hak tersebut menyangkut hak kepemilikan atas barang yang di-leasing-kan.

  Sewa Guna Usaha dengan hak opsi dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bentuk seperti berikut:

  1. Sewa guna usaha langsung (direct finance lease)

  Direct finance lease disebut dengan true lease merupakan suatu bentuk

  transaksisewa guna usaha. Dalam bentuk transaksi ini lessor membeli barang modal atas permintaan lessee kepada supplier dan sekaligus menyewakannya kepada lessee.

  2. Jual dan Sewa Kembali (sale and lease back) Dalam bentuk transaksi ini, pihak lessee membeli barang modal (impor atau ex-impor) serta membayar bea masuk dan bea impor dengan atas nama sendiri. Kemudian barang modal tersebut dijual kepada pihak

  lessor dan diserahkan kembali kepada lessee tersebut dalam bentuk

  sewa guna. Meskipun barang modal tersebut merupakan atas nama

  lessee dalam hal ini karena pihak lessee telah menyerahkan barang

  modal kepada lessor maka pihak lessee tidak lagi bertindak sebagai pemilik barang modal melainkan bertindak sebagai konsumen atas usaha sewa guna. Tujuan lessee menggunakan bentuk leasing seperti ini guna untuk memperoleh dana tambahan modal kerja dimana barang modal tersebut tadinya merupakan beban sendiri kemudian

3. Sewa Guna Usaha Sindikasi (Syndicated lease)

  Dalam bentuk transaksi ini pihak lessor berkerja sama dengan pihak

  lessor lainnya dalam hal pengadaan barang modal yang diinginkan

  oleh lessee. Hal ini terjadi karena kemungkinan terjadi kekurangan dana oleh satu pihak lessor dalam pengadaan barang modal untuk membutuhui keperluan barang modal yang diinginkan oleh lessee maka beberapa leasing companies mengadakan kerja sama dalam hal pengadaan barang modal.

b. Sewa guna usaha tanpa hak opsi

  Sewa guna tanpa hak opsi yang juga disebut sewa guna biasa (service

  

lease ) jelas berbeda transaksinya dengan usaha sewa guna dengan hak opsi. Pada

  transaksi jenis sewa guna usaha ini lessee hanya berhak menggunakan barang modal tersebut selama jangka waktu yang telah disepakati di dalam kontrak perjanjian. Dalam hal ini, ketika masa kontrak telah berakhir maka barang modal harus dikembalikan kepada pihak lessor hal ini jelas terlihat perbedaan antara transaksi sewa guna tanpa hak opsi dengan transaksi sewa guna dengan hak opsi. Transaksi jenis ini pihak lessor memperoleh keuntungan dari penjualan barang modal tersebut dengan menghitung jumlah seluruh pembayaran secara angsuran tidak termasuk jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh barang modal berikut dengan bunganya.

  Ciri-ciri sewa guna usaha tanpa hak opsi (service lease) adalah sebagai berikut: 1.

  Jangka waktu kontrak relatif lebih pendek daripada umur ekonomis 2.

  Jenis barang yang menjadi objek operating lease biasanya barang yang mudah terjual setelah kontrak pemakaian berakhir.

  3. Jumlah sewa secara angsuran yang dibayar oleh lessee kepada lessor lebih kecil dari harga barang ditambah keuntungan yang diharapkan

  lessor .

  4. Segala resiko ekonomis ( kerusakan, pajak, asuransi, pemeliharaan ) atas barang modal ditanggung oleh lessor.

  5. Kontrak operating lease/service lease dapat dibatalkan secara sepihak oleh lessee dengan mengembalikan barang modal kepada lessor.

  6. Setelah masa kontrak berakhir, lessee wajib mengembalikan barang modal tersebut kepada lessor.

2.5 Perbedaan Pembiayaan Leasing Dengan Pembiayaan Lainnya

  Perusahaan leasing memiliki perbedaan pokok dengan metode pembiayaan yang diberikan melalui lembaga-lembaga keuangan lain misalnya bank atau dengan tehnik-tehnik pembiayaan lain seperti sewa menyewa dan sewa beli. Pada tabel 2.1 dapat dilihat perbedaan dan persamaan antara leasing dengan sewa beli, sewa menyewa, dan jual beli dengan cicilan (kredit).

a. Leasing dengan sewa menyewa

  Dalam kegiatan transaksi leasing, lessor adalah pemilik atas objek

  leasing, sementara lessee adalah pemakai objek leasing. Kegiatan transaksi leasing antara lessee dengan lessor diikat oleh sebuah kontrak perjanjian yang

  disebut dengan kontrak leasing. Kontrak leasing ini bersifat non-cancelled artinya

  Lessee memiliki hak opsi (option right) untuk membeli objek leasing sesuai

  dengan nilai sisa barang. Sedangkan sewa menyewa menurut KUH Perdata Pasal 1548 disebutkan bahwa: “Sewa menyewa ialah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu

  mengikat dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan suatu barang,selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga, yang oleh pihak tersebut belakangan itu disanggupi pembayarannya

  (Dahlan Siamat, 2005:541) Dari defenisi antara sewa menyewa dengan leasing terlihat perbedaan prinsipil yang terletak pada tidak adanya opsi bagi penyewa untuk membeli barang yang disewanya tersebut.

b. Leasing Dengan Sewa Beli

  Sewa beli atau hire purchase tidak diatur secara khusus dalam KUH Perdata. Pada transaksi sewa beli prinsipnya timbul untuk memenuhi kebutuhan transaksi dalam masyarakat. Adapun defenisi dari sewa beli yaitu persetujuan antara pihak penjual barang dengan pihak penyewa, di mana pihak penyewa berhak menggunakan barang yang bersangkutan dalam jangka waktu yang telah disepakati oleh kedua belah pihak dengan sistem pembayaran secara angsuran. Ketika pihak penyewa melunasi barang yang bersangkutan maka barang tersebut secaramutlak menjadi hak milik penyewa. Sementara dalam leasing hak pemilikan tidak mutlak langsung beralih kepada penyewa (lessee) tetapi terdapat hak opsi yaitu apakah penyewa (lessee) akan memiliki barang tersebut dengan tersebut dengan cara memperbaharui kontrak sebelumnya atau mengembalikannya kepada pemilik (lessor).

Tabel 2.2 Pembiayaan Leasing dan Pembiayaan Lainnya

  Penjelasan Metode Pembiayaan Leasing Sewa Beli Sewa Menyewa Kredit Bank Jenis Barang Barang bergerak

  & tidak bergerak Barang bergerak Barang bergerak perlu pemelihara an

  Semua jenis investasi Penyewa/Pem- beli

  Perusahaan atau perseorangan Perusahaan atau perse- orangan Perusahaan atau perseorangan Perusahaan atau perseorangan Bentuk

  Perusahaan Badan Hukum Supplier Supplier Bank Pemilikan Barang Perusahaan

  Leasing Pemilik Barang

  Pemilik Barang Debitur Jangka Waktu Menengah Pendek Menengah/pen- dek/panjang Pendek/

  Menengah Besarnya pembiayaan 100% 80% Lebih rendah 80% Biaya Bunga Bunga + margin Tinggi Bunga + margin spread Interbankrate +

  Akhir Kontrak

  • Menggunakan hak opsi untuk membeli se- harga nilai kede- bitor sisa
  • Memperpanjang kontrak
  • Mengembalikan kepada lessor Barang men- jadi milik penyewa Barang kembali kepada pem
  • Kredit lunas
  • Jaminan kembali

  Sumber: Buku Management Lembaga Keuangan, Dahlan Siamat, 2005: 540 c.

   Leasing Jual Beli dengan Cicilan

  Kegiatan transaksi yang hampir menyerupai leasing adalah jual beli dengan cicilan. Hal ini dapat dilihat dari persamaannya yang terletak pada pembayaran secara berkala dengan sistem penggunaan barang atau harga barang sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak. Selain persamaan yang ada transaksi jual beli dengan cicilan pemilikan akan barang beralih saat dilakukannya transaksi. Sementara dalam leasing hak pemilikan tetap pada lessor.

2.6 Cara Pembayaran Leasing

  Dalam melakukan transaksi pembayaran di perusahaan leasing terdapat 2 cara yaitu pembayaran di muka dan pembayaran di belakang. Pembayaran di muka merupakan pembayaran angsuran pertama oleh lessee atas barang modal yang di-leasing-kan kepada lessor. Angsuran ini guna untuk mengurangi utang pokok karena angsuran pertama tidak dikenakan bunga dan angusran ini dibayarkan pada saat kontrak leasing telah dilakukan. Sedangkan angsuran di belakang merupakan bentuk angsuran yang pembayarannya dilakukan sebulan setelah kontrak leasing dilakukan. Pada bentuk pembayaran angsuran seperti ini jumlah angsuran yang dibayarkan oleh lessee kepada lessor mengandung unsur bunga dan cicilan pokok. Dimana tingkat bunga tersebut akan semakin kecil sejalan dengan penurunan saldo atas pinjaman pokok yang telah dibayar oleh lessee .

2.7 Kerangka Konseptual

  Secara sederhana kerangka konseptual di dalam penelitian ini dapat dilihat dalam gambar 2.4 sebagai berikut ini: Tingkat kepercayaan pengusaha UKM

  Aplikasi Kepercayaan pengusaha Perusahaan Leasing UKM

  Hambatan-hambatan yang dialami pengusaha UKM