BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Dan Cara Pengukuran Tingkat Pengangguran - Analisis Tingkat Pengangguran di Kota Medan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Dan Cara Pengukuran Tingkat Pengangguran

  Pengangguran merupakan seseorang yang sudah digolongkan dalam angkatan kerja, yang secara aktif sedang mencari pekerjaan pada suatu tingkat upah tertentu, tetapi tidak dapat memperoleh pekerjaan yang diinginkannya. Pengangguran yang diperhatikan bukanlah mengenai jumlah penganggurannya, tetapi mengenai tingkat pengangguran yang dinyatakan sebagai presentasi dari angkatan kerja.

  Untuk dapat menentukan tingkat (presentase) pengangguran yang terdapat dalam perekonomian, perlu pula ditentukan jumlah angkatan kerja pada bulan tersebut. Menurut Sadono Sukirno (2000), golongan penduduk yang tergolong sebagai angkatan kerja adalah penduduk yang berumur di antara 15 hingga 64 tahun, kecuali: (i) ibu rumah tangga yang lebih suka menjaga keluarganya daripada bekerja, (ii) penduduk muda dalam lingkungan umur tersebut yang masih meneruskan pelajarannya di sekolah dan universitas, (iii) orang yang belum mencapai umur 65 tetapi sudah pensiun dan tidak mau bekerja lagi, dan (iv) pengangguran sukarela yaitu golongan penduduk dalam lingkungan umur tersebut yang tidak secara aktif mencari pekerjaan.

  Pendudduk dalam lingkungan umur 15-64 tahun, yaitu PL, dapat dipandang sebagai tenaga kerja potensial. Mereka sudah dapat digolongkan sebagai tenaga kerja apabila mereka benar-benar memilih untuk bekerja atau mencari pekerjaan. Tetapi sebagian dari mereka, berdasarkan kepada pilihan tenaga kerja yang sebenarnya terdapat dalam perekonomian (L), yang digolongkan sebagai angkatan kerja atau labour force. Perbandingan di antara angkatan kerja yang sebenarnya dengan penduduk dalam lingkungan umur 15-64 tahun dinamakan tingkat penyertaan tenga kerja (labour participation rate).

2.1.1 Teori pengangguran

2.1.1.1 Teori Klasik

  Menurut teori klasik permintaan tenaga kerja adalah merupakan fungsi dari upah rill. Menurut hukum semakin berkurangnya hasil (the law minishing

  

return ), produk marginal dari tenaga kerja akan berkurang dengan bertambahnya

  jumlah tenaga kerja yang di pekerjakan. Berdasarkan hukum ini, maka

  

employment (tenaga krja) hanya dapat bertambah apabila upah rill turun. Pada

  penawaran tenaga kerja juga tergantung pada upah rill. Tenaga kerja tidak akan bertambah makmur, bilamana upah dan harga naik 2 kali lipat.

  Keseimbagan di pasar barang ditentukan upah rill, dimana penawaran tenaga kerja sama dengan permintaan tenaga kerja. Pengangguran terpaksa (involuntary unemployment), yaitu suatu kondisi dimana jumlah orang yang bersedia bekerja pada suatu tingkat upah rill yng sedah berlaku lebih besar dari jumlah tenaga kerja yang di pekerjakan sektor industri (pengusaha). Pengangguran terpaksa ini dapat dihilangkan dengan menurunkan upah rill melalui penurunan upah uang, sama halnya dengan kelebihan penawaran pada setiap pasar dapat dihilangkan dengan menurunkan tingkat harga.

  Dalam hal ini pemahaman Keynes memiliki pandangan yang berbeda dari aliran klasik yang tertuang dalam kesimpulan sebagai berikut :

1. Keseimbangan employment dan tingkat pendapatan rill tidak hanya satu, tetapi bisa berbentuk beberapa keseimbangan.

  2. Yang menentukan tingkat keseimbangan employment bukanlah persaingan dalam pasar perburuhan, tetapi tingkat pendapatan, dan tingkat pendapatan ini sendiri ditentukan oleh permintaan total barang dan jasa.

2.1.2Pengaruh Pengangguran

  Pengangguran yang tinggi termasuk kedalam masalah ekonomi dan sosial. Pengangguran merupakan masalah ekonomi karena hal tersebut menyia- nyiakan sumberdaya yang berharga. Pengangguran juga merupakan masalah sosial yang besar karena mengakibatkan penderitaan besar untuk pekerja yang menganggur yang harus berjuang dengan pendapatan yang berkurang. Jika pengangguran tinggi, keadaan ekonomi yang sulit meluap dan mempengaruhi emosi masyarakat dan kegidupan keluarga.

2.1.2.1Dampak ekonomi

  Ketika angka pengangguran meningkat, sebagai dampaknya ekonomi membuang barang dan jasa yang sebenarnya dapat diproduksi oleh pengangguran.

  Kerugian ekonomi selama periode tingginya pengangguran adalah pembuangan terbesar yang didokumentasikan dalam perekonomian modern. Kerugian tersebut beberapa kali lebih besar dari perkiraan inefisiensi dari pembuangan mikroekonomi sehubungan dengan monopoli atau dari pembuangan yang dalam perekonomian akan menyebabkan siklus (konjungtur) perekonomian tidak berjalan sesuai yang diinginkan. Pada siklus ekonomi mengadakan ekspansi akan membutuhkan tenaga kerja yang besar, begitu juga pada saat perekonomian mengalami resesi penggunaan tenaga kerja akan mengalami penurunan. Setiap penurunan aktivitas perekonomian akan menimbulkan proses pemulihan kembali. Berdasarkan kaidah Okun saat terjadi pengangguran yang tinggi menyertai jumlah output yang tidak diproduksi.

2.1.2.2 Dampak Sosial

  Berapapun besarnya biaya ekonomi yang terbuang secara sia-sia sebagai akibat terjadinya pengangguran yang tinggi, jumlah ini mencakup seluruh penderitaan batin, sosial, juga psikologis yang timbul sebagai akibat pengangguran yang berkepanjangan. Karena pengangguran ini menyebabkan rusaknya kesehatan fisik, mental, dan ini akan menimbulkan kerawanan sosial yang akan dapat mengganggu proses produksi secara keseluruhan, kalau pengangguran yang tinggi ini berkepanjangan. Biaya ekonomi dari pengangguran jelas besar, namun tidak ada jumlah dolar yang dapat mengungkapkan secara tepat tentang korban psikologi dan manusia pada periode panjang. Banyak orang yang kehilangan pekerjaan adalah direksi dengan gaji yang bagus, ahli serupa yang tak pernah mengira akan berhenti kerja. Bagi mereka, menjadi pengangguran merupakan guncangan yang berat.

  Inflasi merupakan salah satu bentuk penyakit ekonomi yang sering muncul dan dialami oleh hampir semua negara. Tidak dapat dipungkiri bahwa memerangi laju inflasi merupakan salah satu bentuk kebijakan ekonomi yang sering dikenal dengan stabilitas harga. Definisi yang sederhana mengenai inflasi adalah merupakan kecenderungan kenaikan harga-harga umum secara terus menerus. Dari definisi ini dapat dikatakan bahwa kenaikan satu atau beberapa pada suatu saat tertentu dan hanya “sementara” belum tentu menimbulkan inflasi.

  Inflasi dapat disebabkan oleh sektor rill dan sektor moneter. Inflasi dalam jangka panjang mungkin terjadi jika pertumbuhan penawaran uang nominal yang berlebihan dipertahankan oleh otoritas moneter. Inflasi dari sisi penawaran disebabkan oleh tidak sempurnanya permintan dan penawaran tenaga kerja.

  Kekuatan monopolistik dapat menyebabkan tingkat harga naik, tetapi bukan menyebabkan inflasi yang berlanjut, jika konsentrasi kekuatan monopolistik tidak ditingkatkan secara berkelanjutan. Perserikatan tenaga kerja yang monopolistik dapat menyebabkan tingkat harga naik melalui permintaan upah rill melebihi keseimbangan upah rill, namun bukan penyebab inflasi yang konsisten jika pemerintah tidak meningkatkan penawaran uang nominal dalam usaha untuk mencapai full employment.

  Menurut Dwi Eko Waluyo (2007) ada beberapa sebab yang dapat menimbulkan inflasi antara lain : Pemerintah yang terlalu berambisi untuk menyerap sumber-sumber ekonomi lebih besar daripada sumber-sumber ekonomi yang dapat dilepaskan oleh pihak bukan pemerintah pada tingkat harga yang berlaku.

  2. Berbagai golongan ekonomi dalam masyarakat berusaha memperoleh tambahan pendapatan relatif lebih besar daripada kenaikan produktivitas mereka.

  3. Adanya harapan yang berlebihan dari masyarakat sehingga permintaan barang-barang dan jasa naik lebih cepat daripada tambahan keluarnya (output) yang mungkin dicapai oleh perekonomian yang bersangkutan.

  4. Adanya kebijakan pemerintah baik yang bersifat ekonomi atau non ekonomi yang mendorong kenaikan harga.

  5. Penagruh alam yang dapat mempengaruhi produksi dan kenaikan harga.

  6. Pengaruh inflasi luar negeri, khususnya bila negara yang bersangkutan mempunyai sistem perekonomian terbuka. Pengaruh inflasi luar negeri ini akan terlihat melalui pengaruh terhadap harga-harga barang impor.

2.2.1 Biaya Sosial Inflasi

  Inflasi merupakan masalah sosial karena inflasi dapat membuat semakin miskin, asumsinya jika tidak ada inflsi maka masyarkat akan mengkonsumsi barang lebih banyak. Komplain terhadap inflasi adalah hal yang umum, kita tahu bahwa kenaikan dalam daya beli tenaga kerja berasal dari akumulasi modal dan kemajuan teknologi. Biasanya upah rill tak bergantung pada beberapa banyak uang yang dicetak pemerintah. Jika pemerintah menurunkan inflasi dengan memperlambat tingkat pertumbuhan uang. Para pekerja tidak akan melihat upah perusahaan atau sedikit menaikan harga produk mereka setiap tahun dan akibatnya akan memberi para pekerja kenaikan upah yang lebih kecil.Menurut teori uang klasik, perubahan dalam tingkat harga keseluruhan adalah seperti perubahan dalam unit-unit ukuran.

2.2.2 Hubungan Antara Inflasi Dengan Tingkat Pengangguran

  Inflasi mempunyai hubungan positif atau negatif terhadap jumlah pengangguran. Apabila tingkat inflasi yang dihitung adalah inflasi yang terjadi pada harga-harga secara umum, maka tingginya tingkat inflasi yang terjadi akan berakibat pada peningkatan pada tingkat bunga (pinjaman). Oleh karena itu, dengan tingkat bunga yang tinggi akan mengurangi investasi untuk mengembangkan sekto-sektor yang produktif. Hal in akan berpengaruh pada jumlah pengangguaran yang tinggi karena rendahnya kesempatan kerja sebagai akibat dari rendahnya investasi (Sadono Sukirno, 2000) dalam Yeny Dharmayanti (2011).

  Hasil temuan Profesor Philips diadopsi oleh ekonom Keynesian untuk menjelaskan adanya trade off (imbang korban atau harga yang harus dibayar) antara tingkat inflasi dan pengangguran. Jika ingin mengurangi tingkat pengangguran, harga yang harus dibayar adalah meningginya inflasi. Artinya dengan tingginya harga (inflasi) maka untuk memenuhi permintaan produsen meningkatkan kapasitas produksinya dengan menambah tenaga kerja karena dalam hal ini tenaga kerja merupakan satu-satunya input yang dapat dengan naiknya harga-harga pengangguran menjadi berkurang.

  Dan Penelitian A.W.Philips yang menghasilkan hubungan dalam suatu kurva yang terkenal dengan kurva philips. Penelitian yang berjudul “The Relation

  Between Unemployment and ther of Change of Money Wages Rate in The United

Kingdom ” (1861-1975). Dalam hal ini Philips ingin mengetahui hubungan antar

  tingkat inflasi dan pengangguran (Unemployment). Full employment adalah suatu keadaan di mana setiap orang mau bekerja pada tingkat upah yang berlaku untuk memperoleh pekerjaan. Pada kenyataannya, keadaan full employment sebagaimana yang dikatakan di atas tidak mungkin terjadi, sebab adanya ketidak sempurnaan dalam perekonomian, sebagai contoh ketidaksempurnaan informasi mengenai tersedianya lapangan kerja, ketidak sempurnaan dalam pasar barang dan pasar tenaga kerja, dan adanya pengangguran friksional.

  Inflation (%) Tingkat Pengangguran (%)

  Sumber : Dwi Eko Muluyo, 2007 Gambar 2.1

  

Kurva Philips tingkat pengangguran dan tingkat inflasi, yaitu apabila pemerintah ingin menetapkan tingkat pengangguran yang rendah, maka hal ini dapat dicapai dengan tingkat inflasi yang tinggi, dan begitu sebaliknya.

2.3 Pertumbuhan Ekonomi

  Pertumbuhan ekonomi membahas gerakan perekonomian dalam jangka panjang yaitu aspek-aspek dinamis dari ekonomimakro. Kemampuan sebuah negara untuk mengentaskan kemiskinan, meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat sangat bergantung pada pertumbuhan ekonomi jangka panjang negara tersebut. Kemampuan suatu bangsa untuk memberikan standart kehidupan yang membaik bagi rakyatnya tergantung pada rata-rata jangka panjang terutama pertumbuhan ekonominya. Dalam periode yang lama bahkan perbedaa yang sangat kecil dalam tingkat pertumbuhan ekonomi dapat diterjemahkan ke dalam perbedaan besar dalam pendapatan adro rata-rata orang atau pribadi.

  Menurut Sadono Sukirno (2008) dalam Farid (2010), pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat. Dengan demikian untuk menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai perlu dihitung pendapatan nasional rill menurut harga tetap yaitu pada harga-harga yang berlaku ditahun dasar yang dipilih. Jadi pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian.

  Menurut dinamika pertumbuhan Solow, pertumbuhan dirancang untuk menunjukan bagaimana pertumbuhan dalam persedian modal, pertumbuhan dalam bagaimana pengaruhnya terhadap output total barang dan jasa suatu negara. Meskipun akunting pertumbuhan memberikan informasi yang berguna mengenai sumber-sumber pertumbuhan ekonomi, namun dia tidak sepenuhnya bisa menjelaskan kinerja pertumbuhan suatu negara. Karena akunting pertumbuhan input perekonomian di negara itu sebagaimana adanya dia tidak dapat menjelaskan mengapa modal dan tenaga kerja meningkat seperti itu. Pertumbuhan persediaan modal terutama merupakan penyebab banyaknya keputusan tabungan dan investasi pada rumah tangga-rumah tangga dan perusahaan-perusahaan. Dengan menggunakan pertumbuhan persediaan modal sebagaimama adanya, metode akunting pertumbuhan berati menghilangkan bagian penting cerita pertumbuhan ekonomi tersebut.

  Robert Solow sebagai paham Neo Klasik berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan rangkaian kegiatan yang bersumber pada manusia, akumulasi modal, pemakaian teknologi modern dan hasil atau output. Adapun pertumbuhan penduduk dapat berdampak positif dan dapat berdampak negatif. Oleh karenanya, menurut Robert Solow pertambahan penduduk harus dimanfaatkan sebagai sumber daya yang positif.

  Penjelasan dari perubahan produktivitas Solow mempunyai dua prinsip penting yaitu :

  

Pertama, beberapa ahli teori pertumbuhan baru telah telah memfokuskan pada

  bagian dari kapital manusia, seperti yang dinamakan ahli ekonomi untuk pengetahuan, keterampilan, dan melatih individu. Hubungan antara capital perekonomian menjadi lebih kaya mereka menjadi lebih condong untuk “invest kepada masyarakat” melalui nutrisi yang berkembang, sekolah, dan on-the-job training. Disisi lain tenaga kerja trampil yang lebih sehat dan lebih produktif yang mengarah kepada standart kehidupan yang berkembang

  

Kedua, dari teori pertumbuhan baru menekankan kepentingan dari inovasi

  teknologi oleh perusahaan-perusahaan pribadi sebagai sebuah sumber dari pertumbuhan produktifitas.

  Faktor-faktor yang dianggap sebagai sumber penting yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi menurut Sasono Sukirno (1994) dalam Farid (2010) antara lain :

  1) Tanah dan Kekayaan lainnya. 2) Jumlah, Mutu Penduduk dan Tenaga Kerja. 3) Barang Modal dan Tingkat Teknologi. 4)

  Barang Modal dan Tingkat Teknologi 5)

  Luas Pasar dan Sumber Pertumbuhan Menurut rostow pembangunan ekonomi atau transformasi suatu masyarakat tradisional menjadi masyarakat modern merupakan proses yang berdimensi banyak. Rostow berkeyakinan bahwa pertumbuhan ekonomi ekonomi akan tercipta sebagai akibat dari timbulnya perubahan yang fundamental bukan hanya dari corak ekonomi tetapi mencakup juga dari kehidupan sosial politik dalam suatu masyarakat dan negara.

  Pengangguran

  Pertumbuhan ekonomi berhubungan dengan tingkat pengangguran. Setiap adanya peningkatan terhadap persentase pertumbuhan ekonomi diharapkan akan menyerap tenaga kerja.Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu menunjukan hasil yang berbeda, hubungan pertumbuhan ekonomi dan Pengangguran bersifat positif dan negatif. Pertumbuhan ekonomi yang bersifat positif dikarenakan pertumbuhan ekonomi tidak dibarengi oleh peningkatan kapasitas produksi, sehingga pengangguran tetap meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang meningkat ini berorientasi pada padat modal, dimana kegiatan produksi untuk memacu output dan menghasilkan pendapatan yang meningkat lebih diutamakan ketimbang pertumbuhan ekonomi yang berorientasi pada padat karya.Penelitian lain yang menyatakan hubungan negatif antara pertumbuhan ekonomi dan pengangguran berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi yang meningkat di Indonesia memberikan peluang besar baru ataupun memberikan kesempatan kerja dan berorientasi pada padat karya, sehingga pertumbuhan mengurangi jumlah pengangguran.Berbagai negara tidak selalu dapat mencapai pertumbuhan ekonomi yang sesuai dengan perkembangan kemampuan memproduksi yang dimiliki oleh faktor-faktor produksi yang semakin meningkat. Di banyak negara kerap kali didapati keadaan di mana pertumbuhan ekonomi yang sebenarnya adalah jauh lebih rendah dari potensi pertumbuhan yang dapat dicapai. Hal ini adakalanya menyebabkan jumlah dan tingkat pengangguran menjadi semakin meningkat. sangat tergantung pada faktor sosial ekonomi dari wilayah atau negara tersebut, faktor-faktor tersebut antara lain tingkat pertumbuhan ekonomi, jumlah penduduk dan tingkat kesempatan kerja. Menurut pendekatan Gainful Worker beranggapan bahwa dalam perekonomian suatu wilayah atau daerah, tingakat keberhasilan yang dicapai dapat diukur melalui luasnya kesempatan kerja yang dapat diciptakan atau dapat dihitung dari jumlah orang yang berhasil mendapatkan pekerjaan. Pendekatan ini didasarkan pada kegiatan yang bisa dilakukan dalam kurun waktu yang relatif panjang (misal 6 bulan atau 12 bulan) oleh seseorang dan yang memberikan pendapatan kepadanya.

2.4 Pertumbuhan Penduduk

  Perubahan jumlah penduduk baik itu pertambahan maupun pengurangan disebut “pertumbuhan” yang sifatnya dapat berupa positif maupun negatif.

  Pertambahan penduduk yang semakin besar akan menghambat pembangunan ekonomi jika pertambahannya tidak diimbangi oleh kualitas sumberdaya manusianya.

  Berdasarkan penjelasan ahli-ahli ekonomi klasik dalam kutipan farid (2010), dikemukakan suatu teori yang menjelaskan perkaitan diantara pendapatan per kapita dan jumlah penduduk. Teori tersebut dinamakan teori penduduk optimum. Dari uraian tersebut dapat dilihat apabila kekurangan penduduk, produksi marjinal adalah lebih tinggi daripada pendapatan per kapita. Akibatnya pertambanhan penduduk akan menaikkan pendapatan per kapita. Di sisi lain, apabila penduduk sudah terlalu banyak, hukum hasil pertambahan yang semakin mulai mengalami penurunan. Berdasarkan hal tersebut, pendapatan nasional dan pendapatan per kapita menjadi semakin lambat pertumbuhannya.

  Dalam penjelasan Whisnu (dikutip dari Mudjarat Kuncoro, 1997) dikalangan para pakar pembangunan telah ada konsensus bahwa laju pertumbuhan penduduk yang tinggi tidak hanya berdampak buruk terhadap supply bahan pangan, namun juga semakin membuat kendala bagi pengembangan tabungan, cadangan devisa, dan sumberdaya manusia. Terdapat tiga alasan mengapa pertumbuhan penduduk yang tinggi akan memperlambat pembangunan.

  1. Pertumbuhan penduduk yag tinggi akan dibutuhkan untuk membuat konsumsi dimasa mendatang semakin tinggi. Rendahnya sumberdaya perkapita akan menyebabkan penduduk tumbuh lebih cepat, yang gilirannya membuat investasi dalam “kualitas manusia” semakin sulit.

  2. Banyak negara dimana penduduknya masih sangat tergantung dengan sektor pertanian, pertumbuhan penduduk mengancam keseimbangan antara sumberdaya alam yang langka dan penduduk. Sebagian karena pertumbuhan penduduk memperlambat perpindahan penduduk dari sektor pertanian yang rendah produktifitasnya ke sektor pertanian modern dan pekerja modern lainya.

  3. Pertumbuhan penduduk yang cepat membuat semakin sulit melakukan perubahan yang dibutuhkan untk meningkatkan perubahan ekonomi dan sosial. Tingginya tingkat kelahiran merupakan penyumbang utama pertumbuhan kota yang cepat. Bermekarnya kota-kota di Medan membawa kesejahteraan warga kota.

2.4.1 Hubungan Antara Jumlah Penduduk Dengan Tingkat Pengangguran

  Dari menelitian sebelumnya dapat diketahui bahwa jumlah pernduduk yang bertambah taip tahunnya ternyata memiliki hubungan searah dengan jumlah pengangguran. Dengan bertambahnya jumlah penduduk akan mengakibatkan bertambahnya jumlah pengangguran. Hal ini mengindikasikan hubungan positif dan kuat antara jumlah penduduk dan jumlah pengangguran. Kenaikan jumlah penduduk akan mengakibatkan lonjakan angkatan kerja. Akan tetapi terbatasnya dan sempitnya lapangan pekerjaan, para angkatan kerja tersebut tidak akan terserap sepenuhnya, bahkan tidak terserap dalam jumlah yang banyak. Akibatnya pengangguran pun meningkat, hal ini sejalan dengan pendapat kaum klasik yang mengaitkan antara pendapatn perkapita dan jumlah penduduk. Teori tersebut dinamakan teori penduduk optimum. Teori ini menjelaskan apabila kekurangan penduduk, produksi marginal adalah lebih tinggi daripada pendapatan perkapita.

  Akibatnya pertambahan penduduk akan menaikan pendapatan perkapita.

  Di sisi lain, apabila penduduk sudah terlalu banyak, hukum hasil tambahan yang semakin berkurang akan mempengaruhi fungsi produksi, maka produksi marjinal akan mulai mengalami penurunan. Berdasarkan hal tersebut, pendapatan nasional dan pendapatan per kapita menjadi semakin lambat pertumbuhannya, hal ini berdampak secara tidak langsung terhadap tingkat pengangguran.

  Pengertian kemiskinan dalam arti luas adalah keterbatasan yang disandang oleh seseorang sebuah keluarga, sebuah komunitas, atau bahkan sebuah negara yang menyebabkan ketidaknyamanan dalam kehidupan, terancamnya penegakan hak keadilan, terancamnya posisi tawar (bargaining) dalam pergaulan dunia, hilangnya generasi, serta suramnya masa depan bangsa dan negara. Negara- negara maju yang lebih menekankan pada “kualitas hidup” yang menyatakan dengan perubahan lingkungan hidup melihat bahwa laju pertumbuhan industri tidak mengurangi bahkan justru menambah tingkat polusi udara, air, mempercepat penyusutan sumber daya alam, dan mengurangi kualitas lingkungan. Sementara untuk negara-negara yang sedang berkembang, pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi pada tahun 1960 sedikit sekali pengaruhnya dalam mengurangi tingkat kemiskinan (Whisnu Adhi Putra, 2011). Dan dalam penelitian juga menjelaskan kemiskinan menurut World Bank yang isinya “The denial of choice and

  

opportunities most basic for human development to lead a long healthy, creative

life and enjoy a decent standard of living freedom, self esteem and the respect of

other” yang menjelaskan bahwa kemiskinan itu merupakan kondisi dimana

  seseorang tidak dapat menikmati segala macam pilihan dan kesempatan dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya seperti tidak dapat memenuhi kesehatan, standard hidup layak, kebebasan, harga diri, dan rasa dihormati seperti orang lain.

  Ukuran kemiskinan menurut Nurkse (1953) dalam Mudjara kuncoro (1997) secara sederhana dan yang umum digunakan dapat dibedakan menjadi tiga yaitu : Kemiskinan Absolut Seseorang dikatakan termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada dibawah garis kemiskinan dan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya. Seperti tidak dapat memenuhi kebutuhan fisik terhadap makanan, pakaian, dan perumahan untuk menjamin kelangsungan hidupnya.

  2. Kemiskinan Relatif Seseorang termasuk golongan miskin relatif apabila telah dapat memenuhu kebutuhan dasar hidupnya, tetapi masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan keadaan masyarakat sekitarnya. Terdapatnya ketimpangan sosial yang membedakan antara golongan atas dan golongan bawah.

  3. Kemiskinan Kultural Seseorang termasuk golongan miskin kultural apabila sikap orang atau sekelompok masyarakat tersebut tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain yang membantunya. Dengan kata lain seseorang tersebut miskin karena sikapnya yang pemalas yang tidak mau memperbaiki kondisinya.

2.5.1 Hubungan Antara Tingkat Kemiskinan Dengan Tingkat Pengangguran

  Menurut Sadono Sukirno (2004) dalam Whisnu Adhi Saputra (2011), efek buruk dari pengangguran adalah mengurangi pendapatan masyarkat yang pada akhirnya mengurangi tingkat kemakmuran yang telah dicapai seseorang. Semakin turunnya kesejahteraan masyarakat karena menganggur tentunya akan meningkatkan peluang mereka terjebak dalam kemiskinan karena tidak memiliki politik, sosial selalu berlaku dan menimbulkan efek yang buruk bagi kesejahteraan masyarakat dan prospek pembangunan ekonomi dalam jangka panjang.

  Lincolin Arsyad (1997) menyatakan bahwa ada hubungan yang erat sekali antara tingginya pengangguran dan kemiskinan. bagi sebagian besar masyarakat, yang tidak mempunyai pekerjaan tetap atau hanya part-time selalu berada diantara kelompok masyarakat yang sangat miskin.

  Pengangguran akan mengakibatkan masalah berbagai tindakan kriminal dan sosial lainnya. Rumah tangga di indonesia memiliki ketergantungan yang sangat besar atas pendapatan gaji atau upah yag diperoleh saat ini. Hilangnya lapangan pekerjaan menyebabkan berkurangnya sebagian besar penerimaan yang digunakan untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Lebih jauh, jika masalah pemgangguran ini terjadi pada kelompok masyarakat bependapatan rendah (terutama kelompok masyarakat yang tingkat pendapatannya sedikit berada diatas garis kemiskinan), maka insiden pengangguran akan dengan mudah menggeser posisi mereka menjadi kelompok masyarakat miskin. Yang artinya bahwa semakin tingginya tingkat pengangguran maka akan meningkatnya kemiskinan.

2.6 Penelitian Terdahulu

  Penelitian yang dilakukan oleh Ronny Pitartono dan Banatul Hayati (2012) yang berjudul Analisa Tingkat Pengangguran Di Jawa Tengah, penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan studi yang diterapkan adalah metode analisis statistik deskriptif dan analisis korelasi yang diolah dengan menggunakan hubungan positif dan signifikan terhadap tingkat pengangguran, tingkat inflasi menunjukan adanya hubungan negatif dan tidak signifikan dengan tingkat pengangguran, dan tingkat upah menunjukan hubungan positif terhadap tingkat pengangguran.

  Penelitian yang dilakukan oleh Dhanie Nugroho (2006) dengan judul Pengangguran Struktural Di Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan

  VAR yang memasukkan pengaruh dan mengakomodasi seluruh interaksi dinamis yang terjadi antar variabel. Yang mencoba menjelaskan dalam kerangka hysteresis berbagai perubahan yang terjadi pada teknologi, permintaan dan kejutan lain terhadap perilaku penentuan upah rill, tingkat pengangguran serta produktivitas tenaga kerja.

  Penelitian oleh Yeny Dharmayanti (2011) dengan judul penelitian Analisis Pengaruh PDRB Upah Dan Inflasi Terhadap Pengangguran Terbuka di Provinsi Jawa Tengah. Penelitian ini menganalisis nilai PDRB, upah dan inflasi secara individu terhadap tingkat pengangguran terbuka. Dimana pada penelitian ini menggunakan Metode Regresi Linear Berganda. Dan hasil penelitian menunjukan pengaruh PDRB terhadap pengangguran memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap pengangguran. Sedangkan Tingkat upah memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap pengangguran. Dan inflasi memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap pengangguran.

  Penelitian oleh Whisnu Adhi Putra (2011) dengan judul Analisis Pengaruh Jumlah Penduduk, PDRB, IPM, dan Pengangguran Terhadap Tingkat Kemiskinan digunakan adalah Metode Analisis Regresi Linier Berganda (Ordinary Least Squares Regression Analysis) dengan menggunakan Data Panel dengan menggunakan pendekatan efek tetap (Fixed Effect Model). Hasil penelitian menunjukan bahwa variabel Jumlah Penduduk berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan, PDRB berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan, Indeks Pembangunan Manusia berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan, dan pengangguran berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Jawa Tengah.

  Penelitian Farid Alghofari (2007) tentang Analisis Tingkat Pengangguran Di Indonesia. Penelitian ini menganalisis hubungan jumlah penduduk, tingkat inflasi, besaram upah, dan pertumbuhan ekonomi terhadap jumlah pengangguran di Indonesia dari tahun 1980-2007. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis kuantitatif dengan pendekatan statistik deskritif, yaitu mendeskrisikan data dan grafik yang teruji dan analisis korelasi untuk mengetahui besarnya tingkat hubungan antar variabel. Berdasarkan analisis yang dilakukan menunjukan bahwa jumlah penduduk, besarnya upah, dan pertumbuhan ekonomi memiliki kecenderungan hubungan positif dan kuat terhadap jumlah pengangguran. Hal ini mengindikasikan bahwa kenaikan jumlah penduduk dan angkatan kerja, besarnya upah, dan pertumbuhan ekonomi sejalan dengan kenaikan jumlah pengangguran. Sedangkan tingkat inflasi hubungan positif dan lemah, dalam hal ini mengindikasikan tingkat inflasi tidak memiliki hubungan terhadap jumlah pengangguran.

  Untuk memudahkan kegiatan penelitian yang dilakukan serta untuk memperjelas akar pemikiran dalam penelitian ini, berikut digambarkan suatu kerangka pemikiran yang skematis adalah sebagai berikut :

  Inflasi Pertumbuhan Ekonomi Pengangguran jumlah Penduduk Kemiskinan Gambar 2.2

  

Kerangka Pemikiran

2.8Hipotesis

  Hipotesis adalah jawaban sementara/kesimpulan yang diambil untuk menjawab permasalahan yang diajukan dalam suatu penelitian yang sebenarnya harus diuji secara empiris yang pernah dilakukan berkaitan dengan penelitian dibidang ini, maka akan diajukan hipotesis sebagai berikut :

  1. Didugaa tidakterdapat hubungan antara tingkat inflasi dengan tingkat pengangguran.

  2. Diduga tidak terdapat hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan tingkat pengangguran.

  Diduga terdapat hubungan antara jumlah penduduk dengan tingkat pengangguran.