Analisis Tingkat Kepercayaan Pengusaha UKM Kota Medan Terhadap Perusahaan Leasing (Studi Kasus Pengusaha Makanan & Minuman)

(1)

SKRIPSI

ANALISIS TINGKAT KEPERCAYAAN PENGUSAHA UKM KOTA MEDAN TERHADAP PERUSAHAAN LEASING

(Studi Kasus Pengusaha Makanan & Minuman)

OLEH

SRISUKASIH L.TORUAN 110523001

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

ABSTRAK

ANALISIS TINGKAT KEPERCAYAAN PENGUSAHA UKM KOTA MEDAN TERHADAP PERUSAHAAN LEASING

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis kepercayaan pengusaha UKM Medan terhadap perusahaan leasing. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sejauhmanakah tingkat kepercayaan, pengaplikasian kepercayaan serta hambatan-hambatan pengusaha UKM di medan terhadap perusahaan leasing. Tujuan penelitian ini ada tiga yakni pertama, untuk mengetahui tingkat kepercayaan pengusaha UKM di Medan terhadap perusahaan leasing, kedua untuk mengetahui bagaimana pengaplikasian pengusaha UKM atas kepercayaannya terhadap perusahaan leasing dan ketiga untuk mengetahui hambatan-hambatan apa yang dialami pengusaha UKM dalam menggunakan pembiayaan dari perusahaan leasing.

Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif , uji validitas dan reabilitas. Pengujian dilakukan dengan menggunakan SPSS 17.0 for windows. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Tehnik pengumpulan data yang digunakan yaitu kuisioner. Penelitian ini menggunakan 55 responden sebagai sampel penelitian.

Hasil penelitian menunjukkan tingkat kepercayaan pengusaha UKM terhadap perusahaan leasing masih rendah. Pada saat pengusaha UKM diberikan pilihan antara percaya leasing atau bank maka diperoleh hasil bahwa yang lebih percaya bank dibandingkan dengan perusahaan leasing lebih tinggi yaitu sebesar 65,5% sedangkan responden memilih percaya leasing hanya 34,5%, dan yang mengaplikasikan kepercayaan dengan menggunakan jasa leasing juga sebesar 34,5%, namun dalam penggunaan jasa leasing responden setuju jika mereka mengalami hambatan yaitu sebesar 46,7%. Ada 3 hambatan yang dipilih oleh nasabah paling tinggi persentasenya antara lain ; 1) Lemahnya perlindungan hukum bagi konsumen di perusahaan leasing dengan tingkat persentase 54,5%, 2) Bunga yang dibebankan di perusahaan leasing relatif tinggi dengan tingkat persentase 52,7%, dan 3) Proses eksekusi leasing yang macet tidak baik karena tidak diberikan kesempatan untuk memperbaiki kesalahan dengan tingkat persentase 49%.

Kata kunci: Tingkat Kepercayaan Terhadap Leasing, Aplikasi Kepercayaan dan Hambatan- Hambatan


(3)

ABSTRACT

ANALYSIS THE TRUST STOREY OF SMALL AND MIDDLE ENTERPRENUER IN MEDAN TO LEASING COMPANY

This research of the analyzes are for analyzing the trust storey of small and middle enterprenuer in Medan to the leasing company. Problem formulation in this research are how far the trust storey of enterprenuers (food and beverage) in Medan to leasing company, how far the trust application of enterprenuers (food and beverage) in Medan to leasing company, and also what enterprenuer’s resistances when their using the defrayal from leasing company.

A method of analysis used is descriptive analysis, validity and reliability test. Testing conducted using by SPSS 17.0 for windows. The data used are primary and secondary data. Data collection tehniques used were questionnaires. This research using 55 respondents as a sample of research.

The results of this research showed that most of the small and middle enterprenuer (food and beverage) where their trust storey to leasing company is still lower. To the small and middle enterprenuer given by choice between leasing or bank hence obtained the result show that more of them trust to bank higher than leasing that is equal to 65,5% while responder chosen leasing trust only 34,5%, and which is trust application by using leasing service also equal to 34,5%, but in usage of]responder leasing service agree if them have resistance that is equal to 46,7%. There are three resistances are choosen by respondents with highest percentage among; 1) lack of legal protection for costumers in the leasing company with percentage 54,5%, 2) the interest is charged on the leasing company with a relatively high percentage 52,7%, and 3) the lease execution process is not stalled either because it was not given the opportunity to correct the eror percentage 49%.

Key Words : The Trust Storey To The Leasing Company, Trust Application, and The Resistances.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya yang selalu menyertai penulis dalam menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Tingkat Kepercayaan Pegusaha UKM Kota Medan Terhadap Perusahaan Leasing’’. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis telah banyak mendapat arahan dan bimbingan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara. Oleh karena itu pada kesempatan baik ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Kedua orang tua tercinta Ayahanda R.Lumbantoruan, S.Pd dan Ibunda T. Aritonang serta keempat saudaraku. Terima kasih telah mendukung dengan penuh kasih sayang dan doa yang tiada terputus.

2. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec., Ac.Ak selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec selaku Ketua dan Bapak Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si selaku Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara. 4. Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc. Ph.D selaku Ketua Program Studi S1

Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara dan Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Si selaku Sekretaris


(5)

Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Irsyad Lubis SE, M. Soc.Sc, Ph.D selaku Dosen Pembimbing penulis yang telah meluangkan waktu dan selalu memberikan arahan dan motivasi bagi penulis demi kesempurnaan skripsi ini.

6. Bapak/Ibu Dosen Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan membimbing penulis selama perkuliahan.

7. Seluruh Staf Administrasi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara telah mendukung penyelesaian dalam hal proses administrasi yang dibutuhkan.

Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkenan untuk membacanya dan penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna sehingga masih memiliki keterbatasan dan kekurangan, penulis dengan kerendahan hati menerima saran dan masukan yang membangun untuk perbaikan.

Medan, Juni 2014 Penulis,

NIM. 110523001


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

DAFTAR SINGKATAN ... xi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 13

1.3 Tujuan Penelitian ... 14

1.4 Manfaat Penelitian ... 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tentang Lembaga Pembiayaan ... 15

2.2 Sistem Kerja Leasing ... 16

2.2.1 Pengertian Sewa Guna Usaha (leasing) ... 16

2.2.2 Pihak-Pihak yang Terlibat Dalam Sewa Guna Usaha ... 20

2.3 Penggolongan Perusahaan Leasing ... 23

2.4 Tehnik-Tehnik Pembiayaan Leasing ... 26

2.5 Perbedaan Pembiayaan Leasing dengan Pembiayaan Lainnya... 31

2.6 Cara Pembayaran Leasing ... 34

2.7 Kerangka Konseptual ... 35

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 36

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 36

3.3 Batasan Opersional ... 36

3.4 Defenisi Operasional Variabel ... 37

3.5 Populasi dan Sampel Penelitian ... 38

3.5.1 Populasi ... 38

3.5.2 Sampel ... 38


(7)

3.8 Tehnik Analisis ... 40

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Statistik Deskriptif ... 41

4.1.1 Profil Responden ... 41

4.1.1.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 41

4.1.1.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 43

4.1.1.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 45

4.1.1.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Usaha ... 48

4.1.1.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Suku ... 49

4.1.1.6 Karakteristik Responden yang Mengguna- kan atau Tidak Menggunakan Jasa Perusaha- an Leasing ... 51

4.2 Pembahasan ... 55

4.2.1 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 55

4.2.2 Analisis Deskriptif ... 60

4.2.2.1 Deskripsi Jawaban Tingkat Kepercayaan Pengusaha UKM (makanan & minuman) Terhadap perusahaan Leasing ... 60

4.2.2.2 Deskripsi Jawaban Aplikasi Kepercayaan Pengusaha UKM (makanan & minuman) Terhadap Perusahaan Leasing ... 72

4.2.2.3 Deskripsi Jawaban Hambatan-Hambatan yang Dialami Pengusaha UKM (makanan & minuman) Dalam Menggunakan Pembiayaan Dari Perusahaan Leasing ... 76

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 79

5.2 Saran ... 79

DAFTAR PUSTAKA ... 81


(8)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

1.1 Perkembangan Perusahaan Pembiayaan (2007-2011) ... 2

1.2 Perkembangan Jumlah Perusahaan Pembiayaan ... 3

1.3 Piutang Pembiayaan (triliun rupiah)... 7

1.4 Lokasi Pembiayaan Sewa Guna Usaha Pulau Sumatera (miliar rupiah)... 8

1.5 Usaha Sewa Guna Usaha yang Paling Banyak Menyalurkan Pembiayaan Kepada Masyarakat/Nasabah ... 11

2.1 Perbedaan Pokok Sewa Guna Usaha dengan Sewa Menyewa ... 17

2.2 Pembiayaan Leasing dan Pembiayaan Lainnya ... 33

4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin... 41

4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 43

4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 45

4.4 Crosstabulation Antara Usia dan Tingkat Pendidikan Responden ... 47

4.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Usaha ... 48

4.6 Karakteristik Responden Berdasarkan Suku ... 50

4.7 Crosstabulation Responden yang Menggunakan atau Tidak Menggunakan Jasa Leasing Berdasarkan Jenis Kelamin ... 51

4.8 Crosstabulation Karakteristik Responden yang Menggunakan atau Tidak Menggunakan Jasa Perusahaan Leasing Berdasar- kan Jenis Usaha ... 53

4.9 Crosstabulation Karakteristik Responden yang Menggunakan atau Tidak Menggunakan Jasa Perusahaan Leasing Berdasar- kan Tingkat Pendidikan ... 55

4.10 Item-Total Statistics ... 57

4.11 Reliability Statistics ... 57

4.12 Item-Total Statistics ... 58

4.13 Reliability Statistics ... 59

4.14 Item-Total Statistics ... 59

4.15 Reliability Statistics ... 60

4.16 Crosstabulation Antara Tingkat Kepercayaan Pengusaha UKM (makanan & minuman) Dengan Jenis Kelamin ... 61

4.17 Alasan yang Membuat Responden Percaya Terhadap Leasing ... 62 4.18 Alasan yang Membuat Responden Tidak Percaya Terhadap


(9)

4.19 Dibandingkan Dengan Lembaga Pembiayaan Lainnya Seperti Bank, Apakah Leasing Menjadi Lembaga Pembiayaan yang

Lebih Dipercaya? ... 64 4.20 Crosstabulation Antara Alasan Responden Lebih Percaya Ter-

hadap Leasing Dibandingkan Bank Dengan Tingkat Pendidikan . 65 4.21 Crosstabulation Antara Alasan Responden Lebih Percaya Ter-

hadap Bank Dibandingkan Leasing Dengan Tingkat Pendidikan 67 4.22 Jawaban Responden Mengenai Tingkat Kepercayaan Terhadap

Perusahaan Leasing ... 68 4.23 Crosstabulation Tingkat Kepercayaan Terhadap Perusahaan

Leasing Dengan Jenis Kelamin ... 71 4.24 Responden Menggunakan Jasa Leasing Dalam Pembiayaan ... 72 4.25 Crosstabulation Antara Tingkat Kepercayaan responden Dengan

Penggunaan Leasing Sebagai Pembiayaan Usaha ... 73 4.26 Responden Menggunakan Jasa Leasing Sebagai Satu-satunya

Sumber Pembiayaan Usaha ... 74 4.27 Aplikasi Kepercayaan Responden Terhadap Perusahaan Leasing 75 4.28 Hambatan-Hambatan yang Dialami Pengusaha UKM ... 77


(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

1.1 Jumlah Perusahaan Pembiayaan (2007-2011) ... 2

2.1 Independent Lessor ... 24

2.2 Captive Lessor ... 25

2.3 Lease Broker... 26

2.4 Kerangka Konseptual ... 35

4.1 Jumlah Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 42

4.2 Jumlah Responden Berdasarkan Usia ... 43

4.3 Crosstabulation Antara Usia dan Tingkat Pendidikan Responden ... 45


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Halaman

1 Kuisioner Penelitian ... 84

2 Tabulasi Data Hasil Penelitian ... 90

3 Validitas dan Reliabilitas ... 95


(12)

DAFTAR SINGKATAN

BPS : Badan Pusat Statistik SD : Sekolah Dasar

SMP : Sekolah Menengah Pertama SMA : Sekolah Menengah Atas DIII : Diploma Tiga

S1 : Sarjana


(13)

ABSTRAK

ANALISIS TINGKAT KEPERCAYAAN PENGUSAHA UKM KOTA MEDAN TERHADAP PERUSAHAAN LEASING

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis kepercayaan pengusaha UKM Medan terhadap perusahaan leasing. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sejauhmanakah tingkat kepercayaan, pengaplikasian kepercayaan serta hambatan-hambatan pengusaha UKM di medan terhadap perusahaan leasing. Tujuan penelitian ini ada tiga yakni pertama, untuk mengetahui tingkat kepercayaan pengusaha UKM di Medan terhadap perusahaan leasing, kedua untuk mengetahui bagaimana pengaplikasian pengusaha UKM atas kepercayaannya terhadap perusahaan leasing dan ketiga untuk mengetahui hambatan-hambatan apa yang dialami pengusaha UKM dalam menggunakan pembiayaan dari perusahaan leasing.

Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif , uji validitas dan reabilitas. Pengujian dilakukan dengan menggunakan SPSS 17.0 for windows. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Tehnik pengumpulan data yang digunakan yaitu kuisioner. Penelitian ini menggunakan 55 responden sebagai sampel penelitian.

Hasil penelitian menunjukkan tingkat kepercayaan pengusaha UKM terhadap perusahaan leasing masih rendah. Pada saat pengusaha UKM diberikan pilihan antara percaya leasing atau bank maka diperoleh hasil bahwa yang lebih percaya bank dibandingkan dengan perusahaan leasing lebih tinggi yaitu sebesar 65,5% sedangkan responden memilih percaya leasing hanya 34,5%, dan yang mengaplikasikan kepercayaan dengan menggunakan jasa leasing juga sebesar 34,5%, namun dalam penggunaan jasa leasing responden setuju jika mereka mengalami hambatan yaitu sebesar 46,7%. Ada 3 hambatan yang dipilih oleh nasabah paling tinggi persentasenya antara lain ; 1) Lemahnya perlindungan hukum bagi konsumen di perusahaan leasing dengan tingkat persentase 54,5%, 2) Bunga yang dibebankan di perusahaan leasing relatif tinggi dengan tingkat persentase 52,7%, dan 3) Proses eksekusi leasing yang macet tidak baik karena tidak diberikan kesempatan untuk memperbaiki kesalahan dengan tingkat persentase 49%.

Kata kunci: Tingkat Kepercayaan Terhadap Leasing, Aplikasi Kepercayaan dan Hambatan- Hambatan


(14)

ABSTRACT

ANALYSIS THE TRUST STOREY OF SMALL AND MIDDLE ENTERPRENUER IN MEDAN TO LEASING COMPANY

This research of the analyzes are for analyzing the trust storey of small and middle enterprenuer in Medan to the leasing company. Problem formulation in this research are how far the trust storey of enterprenuers (food and beverage) in Medan to leasing company, how far the trust application of enterprenuers (food and beverage) in Medan to leasing company, and also what enterprenuer’s resistances when their using the defrayal from leasing company.

A method of analysis used is descriptive analysis, validity and reliability test. Testing conducted using by SPSS 17.0 for windows. The data used are primary and secondary data. Data collection tehniques used were questionnaires. This research using 55 respondents as a sample of research.

The results of this research showed that most of the small and middle enterprenuer (food and beverage) where their trust storey to leasing company is still lower. To the small and middle enterprenuer given by choice between leasing or bank hence obtained the result show that more of them trust to bank higher than leasing that is equal to 65,5% while responder chosen leasing trust only 34,5%, and which is trust application by using leasing service also equal to 34,5%, but in usage of]responder leasing service agree if them have resistance that is equal to 46,7%. There are three resistances are choosen by respondents with highest percentage among; 1) lack of legal protection for costumers in the leasing company with percentage 54,5%, 2) the interest is charged on the leasing company with a relatively high percentage 52,7%, and 3) the lease execution process is not stalled either because it was not given the opportunity to correct the eror percentage 49%.

Key Words : The Trust Storey To The Leasing Company, Trust Application, and The Resistances.


(15)

ABSTRAK

ANALISIS TINGKAT KEPERCAYAAN PENGUSAHA UKM KOTA MEDAN TERHADAP PERUSAHAAN LEASING

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis kepercayaan pengusaha UKM Medan terhadap perusahaan leasing. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sejauhmanakah tingkat kepercayaan, pengaplikasian kepercayaan serta hambatan-hambatan pengusaha UKM di medan terhadap perusahaan leasing. Tujuan penelitian ini ada tiga yakni pertama, untuk mengetahui tingkat kepercayaan pengusaha UKM di Medan terhadap perusahaan leasing, kedua untuk mengetahui bagaimana pengaplikasian pengusaha UKM atas kepercayaannya terhadap perusahaan leasing dan ketiga untuk mengetahui hambatan-hambatan apa yang dialami pengusaha UKM dalam menggunakan pembiayaan dari perusahaan leasing.

Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif , uji validitas dan reabilitas. Pengujian dilakukan dengan menggunakan SPSS 17.0 for windows. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Tehnik pengumpulan data yang digunakan yaitu kuisioner. Penelitian ini menggunakan 55 responden sebagai sampel penelitian.

Hasil penelitian menunjukkan tingkat kepercayaan pengusaha UKM terhadap perusahaan leasing masih rendah. Pada saat pengusaha UKM diberikan pilihan antara percaya leasing atau bank maka diperoleh hasil bahwa yang lebih percaya bank dibandingkan dengan perusahaan leasing lebih tinggi yaitu sebesar 65,5% sedangkan responden memilih percaya leasing hanya 34,5%, dan yang mengaplikasikan kepercayaan dengan menggunakan jasa leasing juga sebesar 34,5%, namun dalam penggunaan jasa leasing responden setuju jika mereka mengalami hambatan yaitu sebesar 46,7%. Ada 3 hambatan yang dipilih oleh nasabah paling tinggi persentasenya antara lain ; 1) Lemahnya perlindungan hukum bagi konsumen di perusahaan leasing dengan tingkat persentase 54,5%, 2) Bunga yang dibebankan di perusahaan leasing relatif tinggi dengan tingkat persentase 52,7%, dan 3) Proses eksekusi leasing yang macet tidak baik karena tidak diberikan kesempatan untuk memperbaiki kesalahan dengan tingkat persentase 49%.

Kata kunci: Tingkat Kepercayaan Terhadap Leasing, Aplikasi Kepercayaan dan Hambatan- Hambatan


(16)

ABSTRACT

ANALYSIS THE TRUST STOREY OF SMALL AND MIDDLE ENTERPRENUER IN MEDAN TO LEASING COMPANY

This research of the analyzes are for analyzing the trust storey of small and middle enterprenuer in Medan to the leasing company. Problem formulation in this research are how far the trust storey of enterprenuers (food and beverage) in Medan to leasing company, how far the trust application of enterprenuers (food and beverage) in Medan to leasing company, and also what enterprenuer’s resistances when their using the defrayal from leasing company.

A method of analysis used is descriptive analysis, validity and reliability test. Testing conducted using by SPSS 17.0 for windows. The data used are primary and secondary data. Data collection tehniques used were questionnaires. This research using 55 respondents as a sample of research.

The results of this research showed that most of the small and middle enterprenuer (food and beverage) where their trust storey to leasing company is still lower. To the small and middle enterprenuer given by choice between leasing or bank hence obtained the result show that more of them trust to bank higher than leasing that is equal to 65,5% while responder chosen leasing trust only 34,5%, and which is trust application by using leasing service also equal to 34,5%, but in usage of]responder leasing service agree if them have resistance that is equal to 46,7%. There are three resistances are choosen by respondents with highest percentage among; 1) lack of legal protection for costumers in the leasing company with percentage 54,5%, 2) the interest is charged on the leasing company with a relatively high percentage 52,7%, and 3) the lease execution process is not stalled either because it was not given the opportunity to correct the eror percentage 49%.

Key Words : The Trust Storey To The Leasing Company, Trust Application, and The Resistances.


(17)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Dalam Pasal 1 huruf (b) UU Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib DaftarPerusahaan dijelaskan bahwa perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus dan yang didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah Republik Indonesia, untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba. Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan, dalam pasal 1 huruf ( b) dikatakan bahwa Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha di luar Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha Lembaga Pembiayaan.

Kegiatan perusahaan pembiayaan tertuang dalam pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 disebutkan bahwa kegiatan perusahaan pembiayaan meliputi antara lain:

1. Sewa Guna Usaha (leasing) 2. Anjak Piutang (factoring)

3. Pembiayaan Konsumen (consumer finance) 4. Kartu Kredit (credit card)

Kegiatan perusahaan ini terus berkembang dari tahun ke tahun hal ini dapat dilihat dari perkembangan perusahaan pembiayaan di Indonesia seperti dijelaskan dalam tabel 1.1.


(18)

Tabel 1.1 Perkembangan Perusahaan Pembiayaan (2007-2011)

Sumber

Pada tabel 1.1 dilihat dari jumlah penyaluran pembiayaan dari tahun 2007 sampai 2011 setiap tahunnya meningkat hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia masih mempercayai jasa yang ditawarkan oleh perusahaan pembiayaan. Akan tetapi dari segi perkembangan jumlah perusahaan pembiayaan terlihat adanya fluktuasi. Fluktuasi ini merupakan fenomena yang lazim terjadi dalam dunia usaha dan fenomena ini juga berlaku pada perusahaan pembiayaan.

Grafik 1.1 Jumlah Perusahaan Pembiayaan (2007 – 2011)


(19)

Berdasarkan grafik 1.1 dapat dilihat total jumlah izin baru penerbitan perusahaan pembiayaan dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 tercatat sebanyak 18 izin penerbitan perusahaan pembiayaan, akan tetapi 37 izin usaha telah dicabut. Sepanjang tahun 2011, Bapepam-LK telah menerbitkan 4 izin usaha baru dan mencabut 1 izin usaha perusahaan, sehingga jumlah total perusahaan pembiayaan pada akhir tahun 2011 adalah sebanyak 195 perusahaan, naik dari total 192 perusahaan diakhir tahun 2010. Secara terperinci perkembangan jumlah perusahaan pembiayaan dapat disajikan dalam tabel di bawah ini.

Tabel 1.2 Perkembangan Jumlah Perusahaan Pembiayaan

Sumber

Menurut PMK Nomor 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan telah menitikberatkan pada penguatan struktur modal perusahaan pembiayaan, pengurangan resiko pinjaman, dan penguatan efisiensi aset. Tiga hal pokok tersebut telah menjadi acuan Bapepam-LK dalam penerbitan izin usaha perusahaan pembiayaan yang tidak memenuhi ketentuan. Namun demikian, pencabutan sejumlah perusahaan pembiayaan yang tidak memenuhi ketentuan Bapepam-LK tidak serta-merta mengurangi pertumbuhan aset industri jasa pembiayaan, sebaliknya menciptakan industri jasa pembiayaan yang ada semakin


(20)

kuat dan sehat dengan manajemen risiko yang lebih baik

Salah satu bentuk perusahaan pembiayaan adalah perusahaan sewa guna usaha atau disebut dengan leasing. Menurut T.M.Tom Clark, sejarah perkembangan leasing di dunia dimulai sejak tahun 1850 yaitu pada saat tercatatnya perusahaan pertama yang menyewakan kereta api di Amerika Serikat dan di tahun 1877 The Bell Telephone Company mulai memberikan layanan penyewaan telepon kepada masyarakat langganannya melalui pembayaran secara berkala. Pada tahun 1952 perusahaan leasing di San Fransisco mendatangi perusahaan-perusahaan penghasil barang untuk menawarkan jasa penjualan secara

leasing (http://syafaatmuhari. wordpress.com/2011/08/03/leasing/

Pada tahun 1970 leasing telah diperkenalkan di Korea dengan tujuan untuk menyediakan diversifikasi sumber pembiayaan kepada industri pengolahan dalam negeri, terutama pada usaha skala kecil dan menengah. Perusahaan leasing secara efektif memberikan kontribusi dalam ekonomi nasional Korea dengan menyediakan pembiayaan jangka panjang kepada perusahaan untuk penyediaan peralatan yang diperlukan oleh industri pengolahan. Dukungan yang secara konsisten diberikan pemerintah Korea dengan cara menerbitkan Leasing Business Promotion Act, hal ini menyebabkan industri leasing di Korea semakin berkembang pesat (

).

http://www. bappenas.go.id/

Dilihat dari segi perkembangan ekonomi yang disebabkan oleh perusahaan

leasing di Amerika Serikat, San Fransisco dan Korea memperlihatkan bahwa perusahaan leasing sangat berperan bagi pertumbuhan ekonomi nasional dan


(21)

mampu membawa perekonomian nasional negara tersebut lebih berkembang. Di Indonesia, kegiatan leasing diperkenalkan pada tahun 1974 dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Perdagang- an dan Menteri Perindustrian No. Kep-122/MK/IV/2/1974, No.32/M/SK/2/1974 dan No.30/Kpb/1/1974 tanggal 7 Februari 1974 tentang Perizinan Usaha Leasing

(Dahlan Siamat, 2005:526). Selanjutnya, Menteri Keuangan mengeluarkan Surat Keputusan No.649/MK/IV/5/1974 tanggal 6 Mei 1974 yang mengatur mengenai ketentuan tata cara perizinan dan kegiatan usaha leasing di Indonesia. Untuk mendukung perkembangannya, Menteri Keuangan mengeluarkan Surat Keputusan No. 650/MK/IV/5/1974 tanggal 6 Mei 1974 tentang Penegasan Ketentuan Pajak Penjualan dan Besarnya Bea Materai terhadap Usaha Leasing (Triandaru Sigit, dkk, 2006:191).

Setahun setelah dikeluarkannya SKB tersebut, berdirilah PT Pembangunan Armada Niaga Nasional pada 1975. Kemudian, perusahaan tersebut mengganti namanya menjadi PT (Persero) PANN Multi Finance. Disamping itu, Keppres No.61 tahun 1988 dan Keputusan Menteri Keuangan No.1251/KMK.013/1988 tanggal 20 Desember 1988 merupakan bagian dari Pakdes 1988 dimana lembaga pembiayaan didefenisikan sebagai badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat (Ibid). Dengan demikian leasing baru diakui sebagai lembaga pembiayaan melalui Pakdes 1988.

Selanjutnya Pakdes 1988 menjabarkan perusahaan leasing sebagai badan usaha yang melakukan usaha pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal


(22)

secara finance lease maupun operating lease untuk digunakan oleh penyewa selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala (Latumaerissa, Julius R, 2011:415).

Selain perusahaan leasing yang bergerak di bidang pembiayaan, bank umum juga menyediakan jasa pembiayaan dalam bentuk kredit. Kredit maupun pembiayaan dapat berupa uang tagihan yang lainnya diukur dengan uang seperti kredit untuk pembelian rumah atau barang (mobil, mesin, dan lain-lain) juga untuk memperluas usaha. Akan tetapi seiring dengan perkembangan dan pergerakan sistem ekonomi yang terjadi, masyarakat mulai tertarik untuk menggunakan jasa yang ditawarkan oleh perusahaan leasing. Jumlah sewa guna usaha di Indonesia cukup besar. Hingga Mei 1997 jumlah perusahaan sewa guna usaha mencapai 235 buah dengan total pembiayaan sebesar US$ 2,71 miliar (warsono.staff.umm.ac.id/Sewa-Guna-Usaha).

Kegiatan usaha industri perusahaan pembiayaan yang meliputi Sewa Guna Usaha (leasing), Anjak Piutang (factoring), Usaha Kartu Kredit (credit card), dan Pembiayaan Konsumen (consumer finance) telah berkembang cukup signifikan dan mampu memberikan kontribusi pada aktivitas ekonomi Indonesia

pembiayaan dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan yang ditunjukkan dengan naiknya piutang pembiayaan sebesar Rp127,76 triliun atau 137,6% dalam lima tahun terakhir; dari Rp107,7 triliun pada tahun 2007 menjadi Rp245,3 triliun pada tahun 2011. Peningkatan piutang pembiayaan dapat dilihat secara terperinci yang tersaji dalam tabel 1.3.


(23)

Tabel 1.3 Piutang Pembiayaan ( dalam triliun Rupiah)

Sumber

Daerah-daerah industri yang terpusat di sebagian besar kota di pulau Jawa dan Kalimantan masih mendominasi penyaluran piutang pembiayaan sewa guna usaha sepanjang tahun 2011. Sebagai sentra industri pengolahan, industri listrik dan konstruksi di Jawa, DKI Jakarta dan Jawa Tengah menguasai penyaluran pembiayaan sewa guna usaha di Jawa, dengan masing-masing menerima penyaluran sebesar 25% dan 32% dari total pembiayaan sewa guna usaha sebesar Rp76,6 triliun. Sementara itu, Kalimantan Timur mempunyai pangsa pasar pembiayaan sewa guna usaha terbesar di luar pulau Jawa sebesar 14% atau sekitar Rp10,9 triliun, naik sekitar Rp3,5 triliun dari tahun 2010. Selain Kalimantan Timur, terdapat empat daerah lain yang memperoleh pangsa pembiayaan sewa guna usaha antara Rp1–10 triliun, yaitu Sumatera Barat, Riau, Jawa Barat, Jawa Timur, Banten dan Kalimantan Selatan. Sementara itu, daerah-daerah lainnya hanya memperoleh penyaluran piutang pembiayaan dalam jumlah kurang signifikan (http//:www.bapepam.go.id).


(24)

Pekanbaru. Padang dan Pekanbaru memperoleh piutang pembiayaan sewa guna usaha dalam jumlah yang signifikan seperti tersaji pada tabel.

Tabel 1.4 Lokasi Pembiayaan Sewa Guna Usaha Pulau Sumatera (Miliar Rupiah)

No Kota Piutang Pembiayaan

(miliar Rupiah)

1 D.I Aceh 99

2 Medan 777

3 Pekanbaru 1.093

4 Padang 6.140

5 Jambi 501

6 Bengkulu 189

7 Palembang 887

8 Lampung 287

sumber: http//:www.bapepam.go.id

Meskipun jumlah pembiayaan sewa guna usaha di Medan berbanding jauh dengan di Padang akan tetapi kegiatan usaha sewa guna usaha masing tetap berlangsung. Ada beberapa usaha sewa guna usaha (leasing) di Medan diantaranya yaitu:

1. PT. Federal International Finance ( FIF ), didirikan dengan nama PT. Mitrapusaka Artha Finance pada bulan Mei 1989, serta seiring perkembangan perusahaan berganti nama menjadi PT. Federal International Finance ( FIF ) dan fokus pada pembiayaan konsumen secara retail pada tahun 1996 sampai dengan sekarang. Pemilik mayoritas saham saat ini adalah PT.Astra International,Tbk dan hingga kini memantapkan diri sebagai salah satu perusahaan pembiayaan terbesar di Indonesia.


(25)

2. PT. Adira Dinamika Multi Finance,Tbk, atau yang dikenal dengan nama Adira Finance berdiri sejak tahun 1990 dan telah menjadi perusahaan terbesar dalam pembiayaan otomotif di Indonesia. Sebagai perusahaan yang bergerak dalam bidang pembiayaan berbagai macam merek kendaraan (otomotif) di Indonesia, membuat laba yang terus meningkat dari tahun ke tahun dan menjadikan dia sebagai salah satu pemain terbesar di industri ini.

3. PT. Summit Oto Finance, yang berdiri pada tahun 1990 dengan nama awal perusahaan adalah PT. Summit Sinar Mas Finance. Awalnya fokus pada sewa guna usaha, namun pada tahun 2003 mengubah aktifitasnya menjadi perusahaan pembiayaan kendaraan bermotor dan mengganti namanya menjadi PT. Summit Oto Finance.

4. PT. Bussan Auto Finance (BAF), yang berkonsentrasi melayani pembiayaan sepeda motor merek Yamaha. Perusahaan ini berdiri pada tahun 1997 dan memperoleh banyak penghargaan seperti menjadi perusahaan pembiayaan terbaik pada tahun 2006 s/d 2008 menurut majalah Investor.

5. PT. Toyota Astra Financial Services (TA Finance) diresmikan pada tanggal 12 April 1971. Peranan Toyota Astra Motor semula hanya sebagai importer kendaraan Toyota, namun setahun kemudian sudah berfungsi sebagai distributor. Pada tanggal 31 Desember 1989, Toyota Astra Motor melakukan merger bersama tiga perusahaan antara lain:

• PT Multi Astra (pabrik perakitan) didirikan tahun 1973.

• PT Toyota Mobilindo (Pabrik komponen body) di dirikan tahun 1979.


(26)

Ruang lingkup perseroan adalah Perdagangan umum, perindustrian, jasa pertambangan, pengangkutan, pertanian, pembangunan dan jasa konsultasi. Ruang lingkup kegiatan utama anak perusahaan meliputi perakitan dan penyaluran mobil , sepeda motor berikut suku cadangnya, penjualan dan penyewaan alat-alat berat , pertambangan dan jasa terkait, pengebangan dan jasa terkait pengembangan perkebunan. PT. Astra Intenational Tbk atau lebih dikenal dengan Astra Group ini telah tercatat di Bursa Efek Jakarta sejak tanggal 4 April 1990. Saat ini mayoritas Kepemilikan sahamnya dimiliki oleh Jardine Cycle dan Carriage, Singapura.

6. PT. Indomobil Finance Indonesia, yang merupakan perusahaan pembiayaan yang bernaung pada Indomobil Group dan berdiri sejak tahun 1993. Aktifitas pelayanannya adalah Consumer Finance, Leasing dan Factoring dengan produk kendaraan bermotor dari produk Indomobil Group. Nama awalnya adalah PT. Indomaru Multi Finance dan pada tahun 2003 berubah nama menjadi PT. Indomobil Finance Indonesia.

7. PT. BCA Finance, dengan nama awal didirikan adalah PT. Central Sari Metropolitan Leasing Corporation pada tahun 1981 dan komposisi pemilik saham dimiliki oleh PT. Bank Central Asia, The Long Term Credit Bank of Japan dan Japan Leasing Corporation. Pada saat ini fokus kepada pembiayaan komersial seperti pembiayaan mesin-mesin produksi, alat berat dan transportasi. Pada tahun 2001, berubah nama menjadi PT. Central Sari Finance (CSF), dengan BCA sebagai pemegang saham mayoritas dan kegiatan utama adalah pembiayaan kendaraan khsususnya roda empat.


(27)

Tabel 1.5 Usaha Sewa Guna Usaha yang Paling Banyak Menyalurkan Pem- biayaan Kepada Masyarakat/Nasabah.

No

Sewa Guna

Usaha (leasing) Alamat di Medan

Tahun Berdiri Keterangan Total Pendapatan 2012 1 FIF (Federal International Finance)

Jl Palang Merah

114 Medan 1989 Rp 5.476.151.000.000

2 Adira Finance

Jl Bambu II Kompl Graha Niaga Bl

A/12-14, Baru, Medan Maimun

1990 Rp 3.199.263.000.000

3

Summit Oto Finance

Jl. Gatot

Subroto 1990 Rp 2.708.882.000.000

4 PT.Bussan Auto Finance (BAF)

Jl. Gatot Subroto No.306

Medan 1997 Rp 2.690.000.000.000

5

PT. Indomobil Finance

Jl. Teuku Amir

Hamzah C-38 1993 Rp 282.387.754.600

6 Mitsui Leasing

Jl.Palang Merah

114A,Medan 1992 Rp 136.000.000.000

7 PT.Astra Credit Companies

Jl.Iskandar Muda No 15B Medan

1957 Rp 19.421.000.000

8 BCA Finance JL. Diponegoro,

No 15, Medan 1981 Rp 11.417.215.140 8. PT. Mitsui Leasing Capital Indonesia (Mitsui Leasing) didirikan secara resmi

sebagai sebuah perusahaan yang kepemilikannya sebagian besar dikuasai oleh Mitsui Leasing & Development, Ltd, Jepang pada tanggal 26 Oktober 1992


(28)

Mitsui Leasing dititikberatkan pada kegiatan Pembiayaan konsumen dan Sewa

Guna Usaha kendaraan bermotor Dari sejumlah usaha sewa guna usaha (leasing) tersebut di atas dapat

dikelompokkan mulai dari usaha sewa guna usaha yang pendapatan tinggi sampai yang rendah. Di mana dengan pengelompokan ini dapat diambil kesimpulan bahwa Pt. Federal International Finance (FIF) menjadi perusahaan yang berpendapatan paling tinggi di tahun 2012 hal ini dapat disimpulkan bahwa masyarakat banyak menggunakan produk yang ditawarkan oleh perusahaan FIF.

Leasing sebagai lembaga yang pada awalnya bergerak dibidang pembiayaan barang modal usaha seperti pembelian mesin-mesin berat yang memiliki nilai yang relatif mahal akan tetapi seiring perjalanan waktu fungsi dari perusahaan leasing mengalami pergeseran. Di mana perusahaan leasing tidak hanya bergerak di bidang pembiayaan mesin-mesin berat akan tetapi juga memberikan jasa pembiayaan untuk kenderaan bermotor. Hal ini dapat dilihat dari sejumlah perusahaan leasing yang disebut di atas secara keseluruhan lebih banyak menawarkan pembiayaan untuk kenderaan bermotor dibandingkan dengan pembiayaan mesin-mesin guna untuk produksi.

Usaha Kecil Menegah (UKM) menurut Kementrian Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menegkop dan UKM), yang dimaksud dengan Usaha Kecil (UK),termasuk Usaha Mikro (UMI) adalah entitas usaha yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000,- tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, dan memiliki penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000,-. Sementara itu, Usaha Menengah (UM) merupakan entitas


(29)

usaha milik warga negara Indonesia yang memiliki kekayaan bersih antara Rp 200.000.000 s.d. Rp 10.000.000.000,- tidak termasuk tanah dan bangunan.

Lembaga pembiayaan leasing memiliki peranan bagi pertumbuhan UKM dalam bidang penyediaan barang-barang modal untuk proses kegiatan usaha. UKM sebagai industri kecil menengah memanfaatkan jasa pembiayaan yang ditawarkan oleh leasing sebagai penunjang dalam kegiatan industri. Hal ini terjadi berdasarkan atas kepercayaan antara UKM (lessee) terhadap Leasing (lessor) demikian sebaliknya, di mana pihak leasing memberikan pembiayaan kepada pihak UKM berdasarkan kepercayaan. Hal ini terkait dengan Pembiayaan dalam lingkup yang lebih luas dikenal dengan istilah umum perkreditan di mana pada awal timbulnya kredit berasal dari bahasa Yunani yaitu credere yang mempunyai arti kepercayaan.

Dari permasalahan-permasalahan diatas, penulis merasa tertarik untuk membahas masalah tersebut dalam sebuah karya tulis berbentuk skripsi dengan judul : “Analisis Tingkat Kepercayaan Pengusaha UKM Kota Medan Terhadap Perusahaan Leasing ( Studi Kasus Pengusaha Makanan dan Minuman) ”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah yang dapat diambil sebagai kajian penelitian ini adalah:

1. Sejauhmanakah tingkat kepercayaan pengusaha UKM di Medan terhadap perusahaan leasing.


(30)

2. Seberapa besar aplikasi tingkat kepercayaan pengusaha UKM di Medan terhadap permintaan pembiayaan dari perusahaan leasing.

3. Hambatan-hambatan apa yang dihadapi pengusaha UKM dalam menggunakan pembiayaan dari perusahaan leasing.

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan pokok permasalahan yang telah diuraikan di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui tingkat kepercayaan pengusaha UKM di Medan terhadap perusahaan leasing.

2. Untuk mengetahui bagaimana pengaplikasian pengusaha UKM atas kepercayaannya terhadap perusahaan leasing.

3. Untuk mengetahui hambatan-hambatan apa yang dialami pengusaha UKM dalam menggunakan pembiayaan dari perusahaan leasing.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Bagi penulis, merupakan penelitian yang dapat menambah wawasan tentang kepercayaan pengusaha UKM akan produk jasa yang ditawarkan oleh leasing.

2. Penulis berharap bahwa penelitian ini dapat memberikan wawasan mengenai kepercayaan masyarakat pada umumnya dan pengusaha UKM pada khususnya terhadap perusahaan leasing.

3. Memberikan masukan bagi pemerintah untuk memperhatikan lembaga pembiayaan khususnya sewa guna usaha (leasing).


(31)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tentang Lembaga Pembiayaan

Pada tanggal 20 Desember 1988 (PakDes 20, 1988) memperkenalkan istilah lembaga pembiayaan yakni badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat (Pandia Frianto, Elly Santi Ompusunggu, Achmad Abror. 2005: 111). Sedangkan berdasarkan Keppress 61/88 lembaga Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat.

Namun secara harafiah lembaga pembiayaan merupakan lembaga keuangan bukan bank yang sangat berperan dalam perkembangan dunia usaha saat ini khususnya dalam hal pembiayaan baik berupa pembiayaan barang-barang modal maupun pembiayaan dalam bentuk pinjaman. Lembaga pembiayaan dengan lembaga keuangaan merupakan dua hal yang berbeda, lembaga pembiayaan menekankan pada fungsi pembiayaan dalam bentuk dana atau barang dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk giro, deposito, tabungan, dan surat sanggup bayar, sedangkan lembaga perbankan menekankan pada fungsi keuangan dalam bentuk penyediaan dana untuk kebutuhan produktif dan kebutuhan konsumtif.


(32)

1. Sewa guna usaha (leasing) 2. Modal ventura (venture capital) 3. Anjak piutang (factoring)

4. Pembiayaan konsumen (consumer finance) 5. Kartu kredit (credit card)

6. Perdagangan surat berharga (securities company)

Dari keenam bidang usaha perusahaan pembiayaan dengan jenis yang beragam tersebut maka perusahaan pembiayaan disebut dengan multi finance company.

Peranan Lembaga Pembiayaan sebagai alternatif sumber pendanaan selain bank saat ini semakin penting dalam mempengaruhi stabilitas perkembangan perekonomian di Indonesia. Meskipun secara keseluruhan apabila dibandingkan dengan industri perbankan memiliki porsi yang relatif lebih kecil terhadap komponen pembentukan PDB (http://www.bapepam.go. id/

2.2 Sistem Kerja Leasing

).

2.2.1 Pengertian Sewa Guna Usaha (leasing)

Kata leasing berasal dari kata lease yang diambil dari bahasa Inggris yang berarti sewa guna. Namun demikian, dalam hal ini kata leasing tidak mengandung makna sewa menyewa akan tetapi, kata leasing mengandung makna sewa guna usaha. Adapun perbedaan dari kata sewa menyewa dengan sewa guna usaha (leasing) yaitu terletak pada persyaratan serta kriteria yang terkandung pada masing-masing kata tersebut seperti dibawah ini:


(33)

Tabel 2.1 : Perbedaan Pokok Sewa Guna Usaha dengan Sewa Menyewa

Sumber: Buku Lembaga Keuangan, Pandia Frianto, Elly Santi Ompusunggu, Achmad Abror. 2005: 118)

Mengenai defenisi sewa guna usaha (leasing) ada banyak pendapat yang dikemukakan seperti dikutip dari buku yang berjudul The Equipment Leasing di London, Inggris sebagaimana disitir oleh Amin Widjaja Tunggal dan Arif Djohan Tunggal (1994: 8) memberikan defenisi sebagai berikut:

Leasing adalah perjanjian (kontrak) antara lessor dan lessee

untuk menyewa suatu jenis barang modal tertentu yang dipilih/ditentukan oleh lessee. Hak atas pemilikan barang modal tersebut ada pada lessor, Adapun lessee hanya menggunakan barang modal tersebut berdasarkan pembayaran uang sewa yang telah ditentukan dalam suatu jangka waktu tertentu.” (Sunaryo, 2007: 47)

Menurut Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Perindustrian dan Perdagangan tanggal 7 Januari 1974 tentang Perizinan Usaha Leasing,

“yang dimaksud dengan leasing adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk suatu jangka waktu No Pokok Perbedaan Sewa Guna (leasing) Sewa Menyewa

1 Jenis Barang Bergerak dan tidak bergerak

Bergerak dengan pemeliharaan 2 Penyewa Perusahaan,

Perorangan

Perusahaan, Perorangan 3 Bentuk

Perusahaan Badan Hukum Suplier

4 Jangka Waktu Menengah Pendek-menengah

5 Biaya 100% Lebih rendah

6 Biaya Bunga Bunga + margin Bunga= margin 7 Akhir Kontrak

Hak opsi untuk membeli, memperpanjang,

mengembalikan

Barang kembali ke pemilik


(34)

hak pilih (opsi) bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang modal yang bersangkutan, atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa yang telah disepakati bersama”.

(Abdulkadir Muhammad, Rilda dan Murniati, 2000: 202)

Dari defenisi yang telah dikemukakan di atas maka dapat disimpulkan bahwa leasing merupakan suatu kontrak atau kegiataan sewa menyewa oleh suatu perusahaan yang bergerak dibidang penyediaan barang modal yang digunakan oleh perusahaan ataupun perseorangan, dengan sistem pembayaran dilakukan secara berkala sesuai dengan perjanjian kontrak (financial leasing) antara lessor

dengan lessee. Adapun perjanjian kontrak (financial leasing) antara lessor dengan

leasing mengenai barang yang disewa yaitu ketika lessee tidak mampu dalam melakukan pembayaran barang sewa pada masa jatuh tempo maka, barang sewa tersebut akan ditarik kembali oleh pihak lessor dan menjadi hak milik lessor. Demikian sebaliknya, ketika lessee melakukan pembayaran sewa barang tersebut sampai masa tempo berakhir maka barang tersebut akan menjadi hak milik lessee. Adapun unsur-unsur yang terkandung dalam kegiatan leasing antara lain:

1) Pembiayaan perusahaan maupun perseorangan.

Perusahaan leasing sebagai lembaga yang bergerak dibidang pembiayaan melakukan pembiayaan tidak dalam bentuk uang tunai melainkan dalam bentuk barang modal seperti mesin-mesin, peralatan kantor dan transportasi kenderaan. Adapun yang menjadi target market

dari perusahaan leasing adalah perusahaan dan rumah tangga (perseorangan). Perusahaan menjadi sasaran pasar leasing dikarenakan perusahaan memerlukan modal usaha yang relatif mahal maka dari itu


(35)

tanpa harus mengeluarkan uang tunai. Sedangkan rumah tangga menjadi sasaran leasing dikarenakan pada perkembangan jaman sekarang ini tingkat permintaan akan kenderaan sepeda motor maupun roda empat meningkat. Oleh karena itu, peningkatan permintaan tersebut leasing menawarkan jasa pembiayaan kederaan bagi rumah tangga/ perseorangan

2) Penyediaan barang modal

Adapun proses penyediaan barang modal yang akan di-leasing-kan tersebut antara lain: supplier sebagai pemasok barang modal menyediakan barang sesuai dengan permintaan dari lessee dan biayanya ditanggung oleh lessor kemudian lessor sebagai pihak yang me-leasing-kan barang tersebut menyerahkan kepada lessee dengan segala ketentuan dan perjanjian yang telah disepakati bersama yaitu antara pihak lessor dengan lessee.

3) Pembayaran sewa secara berkala.

Ketika kontrak perjanjian (financial leasing) antara lessor dengan

lessee diadakan maka segala ketentuan yang terkandung di dalamnya harus ditaati oleh masing-masing pihak. Pembayaran sewa barang modal oleh lessee dilakukan secara berkala kepada pihak lessor. Akan tetapi oleh lessor kepada supplier barang modal tersebut pembayarannya dilakukan secara lunas.

4) Jangka waktu tertentu.


(36)

jangka waktu berakhir, barang modal tersebut ditentukan status kepemilikannya. Adapun jangka waktu yang diberikan tergantung dari barang yang di-leasing-kan serta kesepakatan anta pihak lessor dengan

lessee.

5) Hak opsi untuk membeli barang modal

Ketika jangka waktu leasing telah berakhir sesuai dengan perjanjian kontrak, lessee diberi hak opsi untuk membeli barang modal tersebut sesuai dengan harga yang disepakati untuk menjadi hak milik, atau mengembalikannya kepada lessor. Hak opsi yang dimaksud yaitu hak untuk menentukan/ memilih apakah barang tersebut menjadi milik

lessee sepenuhnya dengan syarat melunasi pembayaran angsuran atau dikembalikan kepada pihak lessor.

2.2.2 Pihak-Pihak yang Terlibat Dalam Sewa Guna Usaha

Dalam kegiatan sewa guna usaha ada beberapa pihak yang ikut serta di dalam kegiatan usahanya. Setiap transaksi leasing sekurang-kurangnya melibatkan 4 (empat) pihak yang berkepentingan, yaitu; lessor, lessee dan

supplier. Namun, karena usaha tersebut menggunakan jumlah dana yang relatif tinggi dan mengandung berbagai resiko yang kemungkinan terjadi maka usaha

leasing menggunakan jasa perbankan dan perusahaan asuransi.

Pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan sewa guna usaha antara lain: 1) Pihak perusahaan sewa guna usaha (lessor)

Pihak perusahaan sewa guna usaha (lessor) merupakan perusahaan yang memiliki hak kepemilikan atas barang modal dan juga merupakan


(37)

pihak yang memberikan jasa pembiayaan kepada perusahaan atau perseorangan dalam bentuk barang modal untuk kepentingan ekspansi usaha. Perusahaan ini selain bergerak sebagai perusahaan sewa guna juga dapat bersifat multi finance. Dalam hal pengadaan barang modal yang akan di-leasing-kan pihak lessor langsung berhubungan kepada pihak supplier sebagai pihak yang pemasok barang modal dan membayar lunas atas biaya barang tersebut. Dari kegiatan sewa guna usaha ini pihak lessor mendapat imbalan atas jasa pembiayaan barang modal yang telah dikeluarkan oleh lessor kepada supplier. Imbalan yang diperoleh berupa keuntungan dari penyediaan barang modal serta atas jasa-jasa yang berkenaan dengan pemeliharaan dan pengoperasian barang modal tersebut.

2) Pihak penyewa guna usaha (lessee)

Pihak penyewa guna usaha (lesse) adalah pihak pengguna jasa leasing yang memperoleh pembiayaan dari pihak lessor dalam bentuk barang modal guna untuk memperluas usahanya. Lessee sebagai pihak pengguna jasa leasing berhubungan langsung dengan lessor yang telah membiayai barang modal atas beban perusahaannya. Barang modal yang telah dibiayai oleh lessor tersebut kemudian diserahkan penguasaannya kepada dan untuk digunakan lessee dalam menjalankan usahanya. Ketika jangka waktu kontrak berakhir lessee


(38)

financial lease lessee mempunyai hak opsi atas barang modal pada saat akhir kontrak berdasarkan perhitungan nilai sisa (residual value).

3) Penjual (supplier)

Penjual (supplier) adalah perusahaan atau pabrik yang menyediakan atau menjual barang modal yang akan di-leasing sesuai dengan kebutuhan lessee melalui perantara lessor. Barang modal tersebut dibayar tunai oleh lessor kepada supplier untuk kepentingan lessee.

Pada sewa guna usaha ada juga yang tidak melibatkan supplier, hanya hubungan antara lessee dan lessor, misalnya dalam bentuk sale and

lease back. Dalam financial lease, pihak supplier langsung menyerahkan barang modal kepada lessee tanpa ada lessor sebagai perantara. Sebaliknya, operating lease pihak supplier langsung menjual barang modal kepada pihak lessor dengan pembayaran tunai atau secara berkala dan barang tersebut akan di-leasing dalam hal ini pihak supplier tidak ada berhubungan dengan lessee.

4) Bank

Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

dalam bentuk simpanan kemudian menyalurkannya kepada

masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak (Kasmir, 2002: 25). Bank yang berperan menyalurkan dana melalui kredit kepada


(39)

masyarakat sangat penting dalam hal transaksi sewa guna. Meskipun bank dalam sewa guna tidak terlibat langsung dalam perjanjian, namun pihak bank juga mempunyai peranan dalam hal penyediaan dana bagi

lessor untuk menyediakan barang modal yang akan digunakan oleh lessee demikian juga halnya dengan supplier tidak menutup kemungkinan dalam pengadaan barang modal supplier juga menggunakan jasa pihak bank. Dalam hal ini pihak bank memang tidak secara langsung berhubungan dengan lessee akan tetapi dalam hal pengadaan barang modal tidak menutup kemungkinan bank sangat berperan dalam kegiatan sewa guna usaha.

5) Asuransi

Sebagaimana halnya dengan bank, asuransi juga tidak terlibat secara langsung dalam perjanjian sewa guna usaha. Asuransi adalah lembaga pertanggungan sebagai perusahaan yang akan menanggung risiko terhadap hal- hal yang diperjanjikan antara lessor dan lessee. Dalam hal ini, barang modal yang di-leasing-kan kepada pihak lessee

diasuransikan guna untuk mencegah terjadinya kerugian, dan biaya asuransi barang modal tersebut dikenakan kepada pihak lessee.

2.3 Penggolongan Perusahaan Leasing

Perusahaan leasing dalam menjalankan usahanya dapa digolongkan ke dalam 3 (tiga) kelompok, yaitu:


(40)

Perusahaan tipe ini berdiri sendiri sesuai dengan namanya yaitu independent,

jenis perusahaan ini mewakili sebagian besar dari perusahaan leasing. Dikatakan berdiri sendiri (independent) karena supplier dapat sekaligus bertindak sebagai pihak produsen barang dan dalam memenuhi kebutuhan barang modal nasabahnya (lessee). Perusahaan dapat membelinya dari berbagai supplier atau produsen kemudian di-lease kepada pemakai. Banyak lembaga keuangan yang bertindak sebagai lessor tidak hanya memberikan pembiayaan leasing kepada lessee tetapi juga memberikan pendanaan kepada perusahaan leasing. Mengenai mekanisme leasing jenis ini dapat dilihat pada gambar 2.1.

Pembelian Barang

Pembayaran

Kontrak

Angsuran Leasing

Gambar 2.1

Independent Lessor

2) Captive Lessor

Captive lessor tercipta apabila supplier atau produsen mendirikan perusahaan

leasing sendiri untuk membiayai produk-produknya. Hal ini terjadi apabila pihak supplier berpendapat bahwa dengan menyediakan pembiayaan leasing

sendiri akan dapat meningkatkan kemampuan penjualan melebihi tingkat

Supplier (Manufacturer)

Lessor Independent


(41)

penjualan dengan menggunakan pembiayaan tradisional (Dahlan Siamat, 2005:529). Pada tipe ini pihak pertama terdiri atas perusahaan induk dan anak perusahaan leasing (subsidiary) dan pihak kedua adalah lessor atau pemakai barang. Untuk lebih jelas mengenai mekanisme leasing jenis ini dijelaskan dalam gambar 2.2.

Pembayaran Penjualan Barang

Angsuran Kontrak Leasing

Gambar 2.2

Captive Lessor

3) Lease Broker atau Packager

Lease Broker atau Packager merupakan bentuk akhir dari perusahaan leasing.

Broker leasing berfungsi mempertemukan calon lessee dengan pihak lessor

yang membutuhkan suatu barang modal dengan cara leasing. Broker leasing

tidak memiliki barang atau peralatan untuk menangani transaksi leasing untuk atas namanya. Dalam hal ini broker leasing dapat disebut sebagai perantara antara lessee dengan lessor dalam melakukan kegiatan sewa menyewa. Broker leasing memberikan satu atau lebih jasa-jasa dalam usaha leasing tergantung apa yang dibutuhkan dalam suatu transaksi leasing. Meskipun kegiatan broker

Perusahaan Induk (Manufacturer)

Lessor Subsidiary


(42)

kegiatan sewa menyewa karena kegiatannya mempertemukan pihak lessee

dengan lessor. Mekanisme lease broker atau packager dapat dilihat dalam gambar 2.3.

Gambar 2.3

Lease Broker

2.4 Tehnik-Tehnik Pembiayaan Leasing

Dilihat dari transaksi antara lessor dengan lessee, sewa guna usaha secara garis besar dibagi menjadi 2 (dua) kategori pembiayaan, yaitu:

a) Sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) b) Sewa guna usaha tanpa hak opsi (Operating lease) a. Sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease)

Finance lease yang juga disebut dengan full pay out lease merupakan jenis sewa guna usaha yang sering diterapkan dalam melakukan transaksi. Prosedur jenis sewa guna usaha ini , lessee sebagai pihak yang membutuhkan barang modal menghubungi lessor untuk memilih, memesan, memeriksa, dan memelihara

Lessor

Lessor

Lessor

Lessor

Lessor Broker


(43)

barang modal yang dibutuhkan. Adapun yang menjadi ciri utama finance lease ini adalah pada akhir masa kontrak, lessee mempunyai hak untuk membeli barang modal sesuai dengan nilai sisa (residual value) yang telah disepakati oleh kedua belah pihak yaitu antara lessee dengan lessor.

Dengan demikian , karakteristik dari finance lease adalah:

a) Barang modal sewa guna usaha dapat berupa barang bergerak atau tidak bergerak yang berumur maksimum sama dengan masa kegunaan ekonomis barang tersebut. Adapun barang bergerak yang dimaksud yaitu seperti mobil, sepeda motor dan barang lainnya. Sedangkan barang tidak bergerak yang dimaksud dalam hal ini yaitu barang modal seperti mesin-mesin.

b) Objek sewa guna usaha tetap menjadi hak milik lessor sampai berlakunya hak opsi. Hal ini berarti ketika barang tersebut masih dalam proses pembayaran (angsuran) maka barang tersebut masih menjadi milik dari pihak lessor akan tetapi ketika barang tersebut dilunasi oleh pihak lessee maka hak kepemilikan leasing akan barang tersebut juga berakhir di mama barang tersebut menjadi milik lessee secara sepenuhnya

c) Jumlah sewa yang dibayar secara angsuran per bulan terdiri dari biaya perolehan barang ditambah dengan biaya lain dan keuntungan (spread) yang diinginkan lessee.


(44)

d) Besarnya harga sewa dan hak opsi harus menutupi harga barang ditambah keuntungan yang diharapkan lessor. Biasanya tingkat bunga dalam leasing tinggi hal ini dikarenakan tingginya resiko yang akan dihadapi oleh perusahaan leasing baik dalam sistem pembayaran yang macet maupun kehilangan atas barang tersebut.Selain itu pihak leasing juga memerlukan dana yang relatif tinggi dalam hal perolehan barang yang akan di-leasing-kan maka dari itu untuk memperoleh keuntungan atas kegiatan usaha maka leasing memberikan harga sewa serta hak opsi yang relatif tinggi.

e) Jangka waktu berlakunya kontrak leasing relatif panjang. Jangka waktu kontrak leasing biasanya tergantung dari nilai ekonomis dari barang tersebut. Dimana kontrak dilakukan atas kesepakatan antar pihak lessor dengan pihak lessee.

f) Resiko biaya pemeliharaan, kerusakan, pajak, dan asuransi ditanggung oleh lessor. Dalam hal ini berarti selama barang modal tersebut masih dalam masa pembiayaan maka pemeliharaan, kerusakan, pajak dan asuransi masih menjadi tanggung jawab dari lessor. Akan tetapi ketika masa pembiayaan berakhir dimana pihak lessee melunasi segala pembayaran yang telah disepakati maka pemeliharaan, kerusakan, pajak dan asuransi bukan lagi menjai tanggung jawab pihak leasing. g) Kontrak sewa guna usaha tidak dapat dibatalkan sepihak oleh lessor

dan lessee selama jangka waktu kontrak berlaku. Hal ini berarti kontrak yang telah disepakati bersama tidak dapat dibatalkan sepihak


(45)

apabila satu pihak membatalkan kesepakatan maka pihak tersebut harus membayar kerugian atas barang modal tersebut.

h) Pada masa akhir kontrak, lessee diberi hak opsi untuk membeli atau mengembalikan barang modal atau memperpanjang masa kontraknya. Perusahaan leasing selalu memberikan hak opsi atau hak menentukan/memilih kepada lessee pada saat masa angsuran akan berakhir. Di mana hak tersebut menyangkut hak kepemilikan atas barang yang di-leasing-kan.

Sewa Guna Usaha dengan hak opsi dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bentuk seperti berikut:

1. Sewa guna usaha langsung (direct finance lease)

Direct finance lease disebut dengan true lease merupakan suatu bentuk transaksisewa guna usaha. Dalam bentuk transaksi ini lessor membeli barang modal atas permintaan lessee kepada supplier dan sekaligus menyewakannya kepada lessee.

2. Jual dan Sewa Kembali (sale and lease back)

Dalam bentuk transaksi ini, pihak lessee membeli barang modal (impor atau ex-impor) serta membayar bea masuk dan bea impor dengan atas nama sendiri. Kemudian barang modal tersebut dijual kepada pihak

lessor dan diserahkan kembali kepada lessee tersebut dalam bentuk sewa guna. Meskipun barang modal tersebut merupakan atas nama

lessee dalam hal ini karena pihak lessee telah menyerahkan barang modal kepada lessor maka pihak lessee tidak lagi bertindak sebagai


(46)

pemilik barang modal melainkan bertindak sebagai konsumen atas usaha sewa guna. Tujuan lessee menggunakan bentuk leasing seperti ini guna untuk memperoleh dana tambahan modal kerja dimana barang modal tersebut tadinya merupakan beban sendiri kemudian dialihkan melalui kontrak sewa guna usaha.

3. Sewa Guna Usaha Sindikasi (Syndicated lease)

Dalam bentuk transaksi ini pihak lessor berkerja sama dengan pihak

lessor lainnya dalam hal pengadaan barang modal yang diinginkan oleh lessee. Hal ini terjadi karena kemungkinan terjadi kekurangan dana oleh satu pihak lessor dalam pengadaan barang modal untuk membutuhui keperluan barang modal yang diinginkan oleh lessee maka beberapa leasing companies mengadakan kerja sama dalam hal pengadaan barang modal.

b. Sewa guna usaha tanpa hak opsi

Sewa guna tanpa hak opsi yang juga disebut sewa guna biasa (service lease) jelas berbeda transaksinya dengan usaha sewa guna dengan hak opsi. Pada transaksi jenis sewa guna usaha ini lessee hanya berhak menggunakan barang modal tersebut selama jangka waktu yang telah disepakati di dalam kontrak perjanjian. Dalam hal ini, ketika masa kontrak telah berakhir maka barang modal harus dikembalikan kepada pihak lessor hal ini jelas terlihat perbedaan antara transaksi sewa guna tanpa hak opsi dengan transaksi sewa guna dengan hak opsi. Transaksi jenis ini pihak lessor memperoleh keuntungan dari penjualan barang modal tersebut dengan menghitung jumlah seluruh pembayaran secara angsuran


(47)

tidak termasuk jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh barang modal berikut dengan bunganya.

Ciri-ciri sewa guna usaha tanpa hak opsi (service lease) adalah sebagai berikut: 1. Jangka waktu kontrak relatif lebih pendek daripada umur ekonomis

barang modal.

2. Jenis barang yang menjadi objek operating lease biasanya barang yang mudah terjual setelah kontrak pemakaian berakhir.

3. Jumlah sewa secara angsuran yang dibayar oleh lessee kepada lessor

lebih kecil dari harga barang ditambah keuntungan yang diharapkan

lessor.

4. Segala resiko ekonomis ( kerusakan, pajak, asuransi, pemeliharaan ) atas barang modal ditanggung oleh lessor.

5. Kontrak operating lease/service lease dapat dibatalkan secara sepihak oleh lessee dengan mengembalikan barang modal kepada lessor.

6. Setelah masa kontrak berakhir, lessee wajib mengembalikan barang modal tersebut kepada lessor.

2.5 Perbedaan Pembiayaan Leasing Dengan Pembiayaan Lainnya

Perusahaan leasing memiliki perbedaan pokok dengan metode pembiayaan yang diberikan melalui lembaga-lembaga keuangan lain misalnya bank atau dengan tehnik-tehnik pembiayaan lain seperti sewa menyewa dan sewa beli. Pada tabel 2.1 dapat dilihat perbedaan dan persamaan antara leasing dengan sewa beli, sewa menyewa, dan jual beli dengan cicilan (kredit).


(48)

Dalam kegiatan transaksi leasing, lessor adalah pemilik atas objek

leasing, sementara lessee adalah pemakai objek leasing. Kegiatan transaksi

leasing antara lessee dengan lessor diikat oleh sebuah kontrak perjanjian yang disebut dengan kontrak leasing. Kontrak leasing ini bersifat non-cancelled artinya kontrak tidak dapat dibatalkan kecuali terjadi hal-hal yang berupa kelalaian.

Lessee memiliki hak opsi (option right) untuk membeli objek leasing sesuai dengan nilai sisa barang. Sedangkan sewa menyewa menurut KUH Perdata Pasal 1548 disebutkan bahwa:

Sewa menyewa ialah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikat dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan

suatu barang,selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga, yang oleh pihak tersebut belakangan itu disanggupi pembayarannya

(Dahlan Siamat, 2005:541)

Dari defenisi antara sewa menyewa dengan leasing terlihat perbedaan prinsipil yang terletak pada tidak adanya opsi bagi penyewa untuk membeli barang yang disewanya tersebut.

b. Leasing Dengan Sewa Beli

Sewa beli atau hire purchase tidak diatur secara khusus dalam KUH Perdata. Pada transaksi sewa beli prinsipnya timbul untuk memenuhi kebutuhan transaksi dalam masyarakat. Adapun defenisi dari sewa beli yaitu persetujuan antara pihak penjual barang dengan pihak penyewa, di mana pihak penyewa berhak menggunakan barang yang bersangkutan dalam jangka waktu yang telah disepakati oleh kedua belah pihak dengan sistem pembayaran secara angsuran.


(49)

Ketika pihak penyewa melunasi barang yang bersangkutan maka barang tersebut secaramutlak menjadi hak milik penyewa. Sementara dalam leasing hak pemilikan tidak mutlak langsung beralih kepada penyewa (lessee) tetapi terdapat hak opsi yaitu apakah penyewa (lessee) akan memiliki barang tersebut dengan cara membelinya seharga nilai sisa atau memperpanjang penggunaan barang tersebut dengan cara memperbaharui kontrak sebelumnya atau mengembalikannya kepada pemilik (lessor).

Tabel 2.2

Pembiayaan Leasing dan Pembiayaan Lainnya

Penjelasan Metode Pembiayaan

Leasing Sewa Beli Sewa Menyewa Kredit Bank Jenis Barang Barang bergerak

& tidak bergerak

Barang bergerak Barang bergerak perlu pemelihara an Semua jenis investasi Penyewa/Pem-beli Perusahaan atau perseorangan Perusahaan atau perse-orangan Perusahaan atau perseorangan Perusahaan atau perseorangan Bentuk

Perusahaan Badan Hukum Supplier Supplier Bank Pemilikan Barang Perusahaan Leasing Pemilik Barang

Pemilik Barang Debitur Jangka Waktu Menengah Pendek

Menengah/pen-dek/panjang

Pendek/ Menengah Besarnya

pembiayaan 100% 80% Lebih rendah 80%

Biaya Bunga Bunga + margin Tinggi Bunga + margin spread

Interbankrate+ Akhir Kontrak • Menggunakan

hak opsi untuk membeli se-harga nilai kede-bitor sisa • Memperpanjang kontrak • Mengembalikan kepada lessor Barang men-jadi milik penyewa Barang kembali kepada pemilik

• Kredit lunas

• Jaminan kembali

Sumber: Buku Management Lembaga Keuangan, Dahlan Siamat, 2005: 540


(50)

Kegiatan transaksi yang hampir menyerupai leasing adalah jual beli dengan cicilan. Hal ini dapat dilihat dari persamaannya yang terletak pada pembayaran secara berkala dengan sistem penggunaan barang atau harga barang sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak. Selain persamaan yang ada perbedaan antara leasing dengan jual beli terletak pada sistem transaksi. Pada transaksi jual beli dengan cicilan pemilikan akan barang beralih saat dilakukannya transaksi. Sementara dalam leasing hak pemilikan tetap pada lessor.

2.6 Cara Pembayaran Leasing

Dalam melakukan transaksi pembayaran di perusahaan leasing terdapat 2 cara yaitu pembayaran di muka dan pembayaran di belakang. Pembayaran di muka merupakan pembayaran angsuran pertama oleh lessee atas barang modal yang di-leasing-kan kepada lessor. Angsuran ini guna untuk mengurangi utang pokok karena angsuran pertama tidak dikenakan bunga dan angusran ini dibayarkan pada saat kontrak leasing telah dilakukan. Sedangkan angsuran di belakang merupakan bentuk angsuran yang pembayarannya dilakukan sebulan setelah kontrak leasing dilakukan. Pada bentuk pembayaran angsuran seperti ini jumlah angsuran yang dibayarkan oleh lessee kepada lessor mengandung unsur bunga dan cicilan pokok. Dimana tingkat bunga tersebut akan semakin kecil sejalan dengan penurunan saldo atas pinjaman pokok yang telah dibayar oleh


(51)

2.7 Kerangka Konseptual

Secara sederhana kerangka konseptual di dalam penelitian ini dapat dilihat dalam gambar 2.4 sebagai berikut ini:

Gambar 2.4 Kerangka Konseptual Tingkat kepercayaan pengusaha UKM

Aplikasi Kepercayaan pengusaha UKM

Hambatan-hambatan yang dialami pengusaha UKM


(52)

BAB III

METODE PENELITIAN

Dalam bab ini akan dijelaskan prosedur dan langkah yang akan dilakukan dalam mengumpulkan data atau informasi dan pengolahan data untuk memecahkan permasalahan. Permasalahan yang terjadi dalam lingkup pengusaha UKM khususnya pengusaha makanan dan minuman dalam menggunakan pembiayaan dari perusahaan leasing di Medan.

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, yaitu pencarian fakta dengan interprestasi yang tepat yang mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh dari suatu fenomena (Whitney, 1960).

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kota Medan. Waktu dalam melakukan penelitian adalah selama dua bulan, yakni dari Bulan Maret sampai dengan Bulan April 2014. Penulis memilih kota Medan sebagai tempat penelitian karena Medan sebagai Ibukota Provinsi Sumatera Utara memiliki segudang aktivitas usaha salah


(53)

satunya usaha makanan dan minuman. Untuk menjalankan suatu usaha tentunya pengusaha membutuhkan modal untuk produksi, dalam hal ini di Medan sudah tersedia berbagai lembaga pembiayaan seperti leasing. Hal ini menjadian acuan bagi penulis dalam memilih tempat dan waktu penelitian.

3.3 Batasan Operasional

Batasan operasional dilakukan untuk menghindari kesimpangsiuran dalam membahas dan menganalisis permasalahan yang dilakukan. Oleh karena itu penelitian ini hanya menganalisis kepercayaan pengusaha industri makanan dan minuman yang ada di Medan terhadap permintaan pembiayaan dari perusahaan

leasing.

3.4 Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional variabel adalah untuk menjelaskan variabel-variabel yang sudah diidentifikasi .

Dalam penelitian ini terdapat empat variabel yang diteliti, yaitu : a. Kepercayaan (X1) :

Kepercayaan atau trust adalah yakin atau tidak yakinnya pengusaha UKM di Medan terhadap perusahaan leasing. Kepercayaaan merupakan kondisi mental yang didasarkan oleh situasi dan konteks sosialnya.

b. Aplikasi Kepercayaan (X2) :

Aplikasi Kepercayaan adalah suatu bentuk tindakan yang diambil oleh pengusaha UKM (khususnya makanan dan minuman) untuk mengaplikasikan tindakan dari kepercayaan tersebut.


(54)

Hambatan adalah : sesuatu alasan yang membuat jalannya transaksi penggunaan pembiayaan perusahaan leasing oleh pengushaa UKM menjadi tersendat atau terganggu.

d. Pengusaha UKM (Y) :

Pengusaha UKM adalah pengusaha makanan dan minuman yang usahanya berada digolongan kecil dan mikro dan pengolahan masih cenderung bersifat tradisional di mana penggunaan tehnologi masih relatif rendah. 3.5 Populasi dan Sample penelitian

3.5.1 Populasi

Menurut Arikunto (2002:108), populasi adalah keseluruhan objek

penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah pengusaha industri makanan dan minuman Kota Medan. Tingkat jumlah pengusaha makanan dan minuman di Medan relatif tinggi hal ini dikarenakan Medan adalah pusat pergerakan perekonomian Sumatera Utara.

3.5.2 Sampel

Menurut Arikunto (992:107), “apabila populasi kurang dari 100 maka semua akan menjadi sampel. Jika populasi lebih dari 100 maka akan diambil 5% - 10% atau 20% - 25% dari jumlah populasi”. Karena jumlah industri makanan dan

minuman di Medan (populasi) 462

keterbatasan waktu yang dimiliki penulis maka diambil 12% dari populasi yaitu 55,44 industri dibulatkan menjadi 55 industri.


(55)

Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini, maka jenis data yang digunakan adalah :

1. Data Primer

Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari pihak pertama yang menjadi objek penelitian, yaitu pengusaha industri makanan dan minuman Kota Medan (responden) melalui pengisian kuisioner.

2. Data Sekunder

Data sekunder yaitu data pendukung yang diperoleh dari berbagai tulisan melalui buku, jurnal, literatur, dan sumber-sumber lain yang mendukung penelitian ini.

Sedangkan metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :

a. Kuisioner

Kuisioner adalah teknik pengumpulan data dengan memberikan daftar pertanyaan tertulis yang akan diisi oleh responden untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang hal-hal yang ia ketahui, dalam hal ini adalah pengusaha industry makanan dan minuman yang berada di Kota Medan

b. Studi kepustakaan

Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan cara mencatat dan mempelajari berbagai informasi dan data-data yang diperoleh melalui buku, jurnal, situs internet, literatur, artikel dan tulisan-tulisan ilmiah yang dijadikan sebagai referensi bagi peneliti.


(56)

3.7 Uji Validitas dan Reliabilitan

Uji Validitas dan Reliabilitan dilakukan untuk menguji kelayakan kuesioner untuk digunakan sebagai instrumen penelitian. Menurut (Arikunto, 2002:144), validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat-tingkat kevalidan yang cukup tinggi dan dapat digunakan untuk mengukur data penelitian. Reliabilitan mengarah pada suatu pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk dipergunakan sebagai alat pengumpulan data penelitian. Instrumen yang layak (reliable) dapat digunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang sama dan akan menghasilkan data yang sama apabila data yang dihasilkan memang benar sesuai dengan yang sebenarnya. Uji validitas dan reliabilitan kuesioner dalam penelitian ini menggunakan bantuan program SPSS (Statistic Product and Service Solution) versi 17.00 for windows untuk memperoleh hasil yang lebih terarah.

3.8 Teknik Analisis

Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif yang merupakan analisis yang paling mendasar untuk menggambarkan keadaan data secara umum. Analisis ini membatasi lingkup generalisasinya hanya pada kelompok individu tertentu yang diobservasi, kesimpulannya tidak diperluas atau diberlakukan bagi kelompok lain. Sekalipun antara kelompok yang diobservasi


(57)

dengan keompok lain memiliki kesamaan. Dengan demikian, data deskriptifnya hanya menggambarkan satu kelompok dan generalisasinya hanya untuk kelompok itu sendiri. Penyajian analisis deskriptif dalam penelitian ini berupa table, frekuensi dan persentase, tabulasi data, crosstabs, gambar serta grafik.


(58)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Statistik Deskriptif

4.1.1 Profil Responden

Karakteristik responden yang dianalisis dalam penelitian ini meliputi jenis kelamin, usia, jenis usaha, lama berusaha, pendidikan, suku/etnik, dan agama. Karakteristik responden tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

4.1.1.1Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Perbandingan jenis kelamin dapat dilihat dari hasil kuisioner yang telah disebar. Perbandingan jenis kelamin ini dapat digunakan untuk mengetahui seberapa besar tingkat kepercayaan pengusaha makanan dan minuman terhadap perusahaan leasing. Deskripsi karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dijelaskan melalui tabel dibawah ini:

Tabel 4.1

Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Jumlah Responden (Orang) Persentase (%)

Pria 36 65,5

Wanita 19 34,5

Total 55 100,0

Sumber : Data Primer setelah diolah (2014)

Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa pengusaha UKM terdiri atas pria dan wanita dengan persentase yang berbeda. Pelaku usaha didominasi oleh pria dengan jumlah 36 orang dengan tingkat persentase 65.5% dari jumlah responden yang ada, sedangkan untuk pelaku usaha wanita sebanyak 19 orang dengan tingkat persentase 34.5%. Dari kondisi seperti ini dapat diketahui bahwa


(59)

di Kota Medan baik pria dan wanita sama-sama bisa menjadi pelaku usaha, artinya dalam dunia usaha untuk menjadi seorang pelaku usaha jenis kelamin tidaklah menjadi suatu masalah hal ini menunjukkan bahwa pada jaman sekarang ini di Kota Medan tidak ada lagi deskriminasi gender semua bebas untuk menjadi seorang pelaku usaha.

Dalam penelitian ini menunjukkan meskipun dunia usaha yang ada di Kota Medan tidak ada lagi deskriminasi gender, pria yang dikenal sebagai kepala rumah tangga tetap menjadi tonggak utama dalam perekonomian rumah tangga hal ini dapat dilihat pada tabel 4.1 di mana tingkat persentase pengusaha UKM pria tetap lebih mendominasi yaitu 65,5%. Sedangkan keberadaan wanita menjadi pelaku usaha kecil menengah khususnya makanan dan minuman di Kota Medan menunjukkan bahwa wanita juga memiliki peranan dalam pergerakan perekonomian rumah tangga. Hal ini juga dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1

Jumlah Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 4.1.1.2Karakteristik Responden Berdasarkan Usia


(60)

Deskripsi hasil kuisioner dilihat dari responden yang mewakili pengusaha UKM (makanan dan minuman) di Kota Medan yang dimaksud berdasarkan usia responden. Melalui tabel 4.2 dapat dijelaskan karakteristik responden berdasarkan usia yaitu:

Tabel 4.2

Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Usia (Tahun) Jumlah responden (Orang) Persentase (%)

≤ 20 1 1,81

21-30 12 21,81

31- 40 23 41,81

41-50 15 27,27

≥51 4 7,27

Total 55 100,00

Sumber : Data primer setelah diolah (2014)

Berdasarkan data tabel 4.2 usia pengusaha UKM (makanan & minuman) berada pada usia 20-51 tahun. Di mana semua usia tersebut merupakan usia yang tergolong pada usia produktif sebab berdasarkan ketentuan BPS usia produktif ada pada sekitar 15-59 tahun. Usia produktif merupakan usia ketika seseorang masih mampu bekerja dan menghasilkan sesuatu. Dengan usia pengusaha UKM seperti data pada tabel 4.2 perusahaan leasing sebagai perusahaan yang bergerak dalam pembiayaan sebenarnya memiliki pangsa pasar (market share) yang relatif tinggi bagi produk jasa yang ditawarkan.

Tingginya peluang bagi perusahaan leasing untuk pemasaran produk jasa yang dimiliki kepada pengusaha UKM (makanan & minuman) dilihat dari faktor usia yang masih produktif yaitu karena prediksi usia masing-masing pengusaha UKM masih relatif lama. Hal ini berarti ada peluang dari setiap masing-masing


(61)

pengusaha UKM untuk menggunakan produk jasa leasing yang ditawarkan secara berulang dengan jangka waktu yang relatif lama. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa faktor usia berpengaruh terhadap pangsa pasar (market share) bagi perusahaan leasing dalam pemasaran produk.

Gambar 4.2

Jumlah Responden Berdasarkan Usia

Dari tabel 4.2 dapat diketahui tingkat usia responden yang relatif tinggi berada pada golongan usia 31-40 tahun, yaitu sebanyak 23 orang pada tingkat persentase 41,81%. Sedangkan responden pada golongan usia 41-50 tahun sebanyak 15 orang pada tingkat persentase 27,27%, usia 21-30 tahun sebanyak 12 orang pada tingkat persentase 21,81%, dan usia ≥51 tahun sebanyak 4 orang pada tingkat persentase 7,27% dan terakhir pada usia ≤ 20 tahun sebanyak 1 orang pada tingkat persentase 1,81%. Dari tabel 4.2 dapat disimpulkan bahwa mayoritas jumlah responden yang mewakili pengusaha UKM (makanan& minuman) di Kota


(1)

78

Tabel 4.28

Hambatan-Hambatan yang Dialami pengusaha UKM (Makanan & Minuman)

Pernyataan SS S CS KS TS Total

Saya hanya memperoleh

pembiayaan dari perusahaan leasing

untuk barang yang nilainya tinggi saja

3 18 4 11 19 55

5,5% 32,7% 7,3% 20% 34,5% 100%

Saya tidak dapat memperoleh modal kerja secara langsung dari perusaha-an leasing

- 24 4 10 17 55

0 43,6% 7,3% 18,2% 30,9% 100%

Saya merasa terbebani dengan biaya bunga yang dibebankan di perusaha-an leasing karena relatif lebih tinggi dibandingkan bank.

3 29 5 5 13 55

5,5% 52,7% 9,1% 9,1% 23,6% 100%

Saya hanya bisa mengajukan pembiayaan untuk barang seperti kenderaan sedangkan barang-barang berat lainnya susah untuk menerima pembiayaan dari leasing

1 30 3 5 16 55

1,8% 54,5% 5,5% 9,1% 29,1% 100%

Saya merasa perlindungan hukum yang ada di perusahaan leasing

kurang jelas sehingga ketika ada masalah dalam perjanjian yang disepakati, perlindungan hanya sebatas itikad baik dari masing-masing pihak yang tertuang dalam sebuah perjanjian.

4 24 5 8 14 55

7,3% 43,6% 9,1% 14,5% 25,5% 100%

Proses eksekusi leasing yang macet pembayarannya saya rasa tidak baik karena tidak diberikan kesempatan untuk memperbaiki kesalahan saat pembayaran.

2 27 3 9 14 55

3,6% 49% 5,5% 16,4% 25,5% 100%

Saya merasa kontrak yang dibuat perusahaan leasing sering tidak diberi penjelasan secara detail dan lengkap.

2 26 4 8 15 55

3,6% 47,3% 7,3% 14,5% 27,3% 100%

Sebagai nasabah saya merasa perlindungan konsumen cenderung berada pada posisi yang lemah hal ini dikarenakan lemahnya hukum yang berlaku di perusahaan leasing.

3 30 3 6 13 55

5,5% 54,5% 5,5% 10,9% 23,6% 100%

Saya kurang memahami bahasa-bahasa dalam nota yang dikeluarkan oleh pihak leasing

1 24 9 7 14 55

1,8% 43,6% 16,4% 12,7% 25,5% 100%


(2)

Saya merasa pihak leasing tidak mempertimbang kan ketentuan dan aturan main menyangkut usaha pembiayaan kredit sebagaimana diatur dalam UU Feducia dan sebagainya.

4 25 3 8 15 55

7,3% 45,5% 5,5% 14,5% 27,2% 100%

Rata-rata 4,2% 46,7% 7,9% 13,9% 27,3% 100%

Sumber : Data primer setelah diolah (2014)

Berdasarkan data pada tabel 4.28 dijumpai bahwa responden sebesar 46,7% setuju mengalami hambatan-hambatan dalam menggunakan jasa dari perusahaan leasing. sebesar 4,2% responden menyatakan sangat setuju, sebesar 7,9% responden menyatakan cukup setuju, sebesar 13,9% responden menyatakan kurang setuju, dan sebesar 27,3% menyatakan tidak setuju. Tingginya persentase responden yang menyatakan setuju mengalami hambatan-hambatan dalam menggunakan jasa leasing akan berpengaruh terhadap penggunaan jasa yang ditawarkan oleh perusahaan leasing. Dalam penelitian hambatan yang paling utama yang menjadi hambatan dengan persentase paling tinggi pilihan dari responden adalah lemahnya hukum di perusahaan leasing.


(3)

80

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Pengusaha UKM (makanan & minuman) di Kota Medan sebagian besar kurang percaya dengan perusahaan leasing di Medan dimana tingkat persentase yang tidak percaya sebesar 52,7%.

2. Pengusaha UKM (makanan & minuman) yang menggunakan jasa leasing sebagai sumber pembiayaan relatif rendah dimana persentase yang menggunakan leasing sebagai sumber pembiayaan hanya 34,5% sedangkan sisanya yang tidak menggunakan leasing sebesar 65,5%. 3. Rendahnya tingkat kepercayaan pengusaha UKM (makanan &

minuman) terhadap perusahaan leasing disebabkan beberapa faktor diantarnya tidak adanya kepastian hukum yang jelas serta buruknya pelayanan, keamanan dan kenyamanan yang diberikan.

5.2 Saran

Melihat analisis dan kesimpulan yang didapat ada beberapa hal yang dapat disarankan sebagai berikut :

1. Untuk meningkatkan kepercayaan pengusaha UKM (makanan & minman) perusahaan leasing hendaknya memperhatikn kualitas pelayanan yang diberikan kepada nasabahnya.


(4)

2. Perusahaan leasing sebagai lembaga yang bergerak dibidang pembiayaan harus membenahi sistem yang ada dimana setiap transaksi nasabah harus dilindungi oleh kepastian hukum.


(5)

82

DAFTAR PUSTAKA

Kasmir. 2008. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Rajagrafindo Persada. Jakarta.

Latumaerissa, J.R. 2011. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Salemba Empat. Jakarta.

Muhammad, A., Rilda Muniarti. 2000. Segi Hukum Lembaga Keuangan dan Pembiayaan. Citra Aditya Bakti. Bandung

Nazir, Moh. 2003. Metode Penelitian. Cetakan Kelima. Ghalia Indonesia. Jakarta. Pandia, Frianto., Elly Santi., Achmad Abror. 2005. Lembaga Keuangan. PT.

Rineka Cipta. Jakarta.

Siamat, Dahlan. 2005. Managemen Lembaga Keuangan; Kebijakan Moneter dan

Perbankan. Edisi Kelima. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi

Universitas Indonesia. Jakarta.

Sigit, Triandaru., Totok Budisantoso. 2008. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Edisi Dua. Salemba Empat. Jakarta.

Sunaryo. 2007. Hukum Lembaga Pembiayaan. Sinar Grafika. Jakarta.

Wijaya, Faried., Soetatwo Hadiwigeno. 1991. Lembaga-Lembaga Keuangan dan Bank. Edisi Kedua. Badan Penerbit Fakultas Ekonomi. Yogyakarta.

Situs/ Web:

Desember 2013. Medan.

diakses tanggal 21 Februari

2014. Medan.


(6)